• Tidak ada hasil yang ditemukan

An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN Konsep Teori dan Aplikasi

Kasful Anwar.Us

PENGEMBANGAN KOSA KATA BAHASA ARAB

(Studi Pengembangan Kosa Kata Bahasa Arab dengan Proses aI-Syiqoq) Ali Musa Lubis

Problemaika Dan Solusi Otonomi Pendidikan Ali Usmar

Wewenang Dan Tanggung Jawab Dalam Al-Qur’an Dan Hadits Maryani

Mendidik Keluarga Bahagia H. Mitakul Huda

Pandangan Ulama Tentang Tabarruj Dalam Perspekif Hukum Islam H. Mukhsin

Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Efekif

Rahmat Nasuion

Dinamika Lembaga Dan Pranata Hukum Randhy

Karakterisik Dan Keunikan Al-Qur’an Sentral Kajian Studi Islam

Sobri A

Komunikasi Interpersonal Dalam Proses Konseling

Sumarto

Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Zakat

An-Nahdhah

(2)

An-Nahdhah

Jurnal Pe ndidikan dan Hukum

Vol. 10, No. 1, Januari-Juni 2016 ISSN 1979 - 3391

Pelindung (IAIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi)

2. Prof. Dr. H. Lias Hasibuan, MA (IAIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi) (IAIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi)

8. Dr. Jalaluddin, S.Ag., M.Pd.I (IAIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)

3. Padriansyah Putra, SH

4. Betty Aryana, S.Kom

5. Hasanul Febrian Hariza, S.Sos

Alamat Redaksi

(3)

DAFTAR ISI

Manajemen Mutu Pendidikan: Konsep Teori dan Aplikasi

Kasful Anwar.Us ... 1

Pengembangan Kosa Kata Bahasa Arab (Studi Pengembangan Kosa Kata Bahasa Arab dengan Proses aI-Sytiqoq)

Ali Musa Lubis ... 14

Problematika Dan Solusi Otonomi Pendidikan

Ali Usmar ... 25

Wewenang Dan Tanggung Jawab Dalam Al-Qur’an Dan Hadits

Maryani ... 43

Mendidik Keluarga Bahagia

H. Mitakul Huda ... 76

Pandangan Ulama Tentang Tabarruj Dalam Perspektif Hukum Islam

H. Mukhsin ... 100

Kepemimpinan Kepala Sekolah Yang Efektif

Rahmat Nasution ... 128

Dinamika Lembaga Dan Pranata Hukum

Randhy ... 143

Karakteristik Dan Keunikan Al-Qur’an Sentral Kajian Studi Islam

Sobri A ... 168

Komunikasi Interpersonal Dalam Proses Konseling

Sumarto ... 183

Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Zakat

(4)
(5)

MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN Konsep Teori dan Aplikasi

H. Kasful Anwar.Us.

Abstrak

Setiap institusi mutu adalah agenda utama, oleh karena itu meningkatkan mutu merupakan tugas yang sangat penting. Meskipun demikian bagi sebagian orang mutu dianggap sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki, mereka mengangap bahwa mutu adalah suatu hal yang membingungkan dan sulit diukur. Disatu sisi, kita memang bisa mengetahui mutu ketika kita mengalaminya, namun disisi lain, kita tetap merasa kesulitan ketika kita mencoba mendeskripsikan dan menjelaskannya, kita hanya bisa menyadari keberadaan mutu tersebut tatkala mutu tersebut hilang. Satu hal yang perlu kita ketahui bersama adalah bahwa mutu merupakan suatu yang dapat membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya.

Berangkat dari kenyataan di atas, jika kita berbicara tentang pendidikan maka mutu dalam pendidikan merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan dalam pendidikan. Oleh karena itu, mutu jelas sekali menjadi masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan. Untuk itu, dalam makalah yang singkat ini nantinya kan dibahas tentang mutu pendidikan mulai dari konsep, teori sampai bagaimana pengaplikasiannya dalam dunia pendidikan, semoga makalah yang singkat ini dapat bermanfaat.

Kata Kunci: Manjamen Mutu Pendidikan

A. Pengertian Manajemen Mutu Pendidikan

(6)

akan mempermudah mudah kita dalam memahami apa yang dimaksud dengan manajeman mutu pendidikan. Secara sederhana manajemen dapat kita artikan sebagai sebuah proses pengelolaan sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pengelolaan sumber daya yang baik harus menggunakan fungsi-fungsi manajemen, yakni;

planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating

(penggerakan), dan controlling (pengontrolan).

Para ahli masih berbeda pendapat tentang pengertian manajemen, namun demikian terdapat konsensus bahwa manajemen menyangkut derajat keterampilan tertentu.1 Untuk memahami istilah manajemen maka pendekatan yang digunakan di sisna adalah berdasar pada pengalaman manejer, ini artinya bahwa manajemen dilihat dari suatu sistem yang setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi (organ – struktur – tugas – teknologi) dan bagaimana mengaitkan aspek yang satu dengan yang lain, serta bagaimana mengaturnya sehingga mencapai tujuan sistem.2

Sementara itu mutu sering diartikan dengan kepuasan pelanggan. Alex Trotman menyatakan “bahwa kita tahu pada saat ini, masa-masa sulit ini, kita harus benar-benar memberikan kepuasan pada pelanggan, akan tetapi langkah awal untuk mencapai mutu tidaklah gampang, dengarkan pelanggan anda dan beri respon pada mereka maka semua hal akan tercipta dengan sendirinya”.3 Dalam dunia pendidikian, pelaku-pelaku dunia pendidikan menyadari keharusan meraih mutu tersebut dan menyampaikannya pada pelajar dan anak didik, pada hakikatnya sangat banyak sumber mutu dalam pendidikan, misalnya sarana gedung yang baik, guru yang terkemuka, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejujuran, dorongan orang tua, bisnis dan

1Lihat, Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1999), hlm. 1.

2Ibid.

3Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan,

(7)

komunitas lokal, sumber daya yang melimpah, aplikasi teknologi dan lain-lain, jika semua ini dapat dimanfaatkan dengan baik maka akan muncul mutu yang baik pula.

Selanjutnya, jika kita berbicara tentang pendidikan, lalu kita bertanya tentang apa itu pendidikan, maka banyak penjelasan yang kita peroleh dari pengertian pendidikan, salah satunya pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Drs. S. Brojonegoro. Dalam usaha menerangkan pengertian pendidikan S. Brojonegoro, mengadakan analisa terhadap istilah-istilah yang mengandung arti mendidik :4

1. Paedagogiek atau teori pendidikan berasal dari kata pais yang berarti anak dan agogos yang berarti penuntun. Pada zaman Yunani Kuno, seorang anak yang pergi kesekolah diantar oleh seorang yang disebut gogos. Ia mengantar si anak membawakan alat-alatnya dan setelah sekolah ditutup, gogos membawa anak pulang ke rumah. Dalam lingkungan keluarga gogos diberi tugas pula mengamat-amati sang anak. Maka oleh karena itu paedagogiek berarti Ilmu menuntun anak.

2. Opvoeding (Bahasa Belanda) pada permulaannya berarti

“membesarkan” dengan makanan, jadi membesarkan anak dalam arti jasmaniah. Akan tetapi lambat laun “tindakan membesarkan” ini dikenakan juga pada pertumbuhan rohani anak, jadi pertumbuhan pikiran, perasaan dan kemauan anak dan pertumbuhan watak anak. Dalam arti yang luas, opvoeding berarti tindakan untuk membesarkan anak dalam arti geestelyk (kebatinan, Jawa)

3. Dalam bahasa Romawi ada istilah “educare”= mengeluarkan dan menuntun. Istilah ini menunjukkan tindakan untuk merealisasikan potensi anak, yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Jadi educare

berarti membangunkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan potensi yang dimiliki anak.

(8)

4. Pendidikan atau mendidik adalah tuntunan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya atau dengan secara singkat : Pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan, dalam arti jasmaniah dan rohaniah.

Dari pengertian semacam ini dapat kita menyimpulkan tentang apa yang dimaksud dengan manajemen mutu pendidikan. Manajemen mutu pendidikan adalah sebuah proses peningkatan kinerja pendidikan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada agar terciptanya kepuasan pelanggan, dengan demikan institusi-institusi pendidikan perlu mengembangkan sistem-sistem mutunya, agar dapat membuktikan kepada publik bahwa mereka dapat memeberikan layanan yang bermutu. Pelanggan dalam hal ini adalah peserta didik atau pelajar.5

B. Konsep Dasar Manajemen Mutu Pendidikan

Manajemen berasal dari bahasa latin “manus” yang artinya tangan dan “agere” yang artinya melakukan, kemudian diterjemahkan ke Bahasa Inggris dengan kata kerja “ to manage “ dengan kata benda

management dan manager sebagai pelakunya. Kemudian, management

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi menejemen atau pengelolaan (pengaturan).

Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu, jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Mutu merupakan suatu gagasan yang dinamis, tidak mutlak. Dalam pandangan umum, mutu merupakan suatu konsep yang mutlak, seperti pada umumnya orang menilai sebuah restoran yang mahal atau mobil yang mewah.6 Sedangkan dalam konteks TQM (Total Quality Management), mutu merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi

5Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu…, hlm. 32. 6Hari Suderajat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), (Bandung:

(9)

untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan yang berlebihan.

Konsep manajemen mutu pendidikan (Total Quality Education/ TQE) merupakan sebuah konsep yang berasal dari Total Quality Management (TQM). TQM pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920-an oleh Edward Deming di Jepang. Deming adalah seorang warga Amerika yang menjadi salah satu konsultan perusahaan di Jepang. Konsep TQM pada awalnya berkembang dari pemikiran untuk mewujudkan produk yang bermutu sampai pada akhirnya meliputi semua aspek dalam organisasi.7

Para ahli manajemen telah banyak yang mengemukakan pengertian tentang Total Quality Management (TQM) atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan Menejemen Mutu Terpadu. Salah satu diantaranya adalah Deming, secara tegas menekankan pentingnya pencegahan dari pada memperbaiki kerusakan, hal inilah yang dinilai sebagai kontribusi unik dalam memahami bagaimana menjamin peningkatan mutu. Studi penting Deming adalah analisa mengenai kegagalan mutu. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa penyebab kegagalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab kegagalan khusus dan umum. Penyebab umum adalah adanya kegagalan sistem, yaitu berkaitan dengan proses internal lembaga. Hal tersebut dapat diatasi atau dikurangi jika dilakukan perubahan sistem, proses, dan prosedurnya. Sedangkan penyebab khususnya adalah gangguan yang datang dari komponen sistem yang bervariasi.8

Manajemen Mutu Terpadu (TQM) merupakan suatu teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkelanjutan yang terfokus pada pencapaian kepuasan dari para pelanggan. Manajemen Mutu Terpadu (TQM) dalam konteks pendidikan merupakan sebuah

7Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen

Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 290.

(10)

filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan, saat ini maupun masa yang akan datang.9 Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, tenaga kerja, proses, dan lingkungan.10

TQM atau mungkin bisa kita sebut sebagai Gerakan Mutu Terpadu dalam pendidikan masih tergolong baru. Hanya sedikit literatur yang memuat referensi tentang hal ini sebelum tahun 1980-an, beberapa upaya reorganisasi terhadap praktek kerja dengan konsep TQM telah dilaksanakan di beberapa universitas di Amerika dan beberapa pendidikan tinggi lainnya di Inggris. Ada banyak gagasan yang dihubungkan dengan mutu yang dikembangkan dengan baik oleh institusi-institusi pendidikan tinggi dan gagasan-gagasan mutu tersebut yang terus-menerus di teliti dan diimplementasikan di sekolah-sekolah.

Secara praktis sekolah-sekolah yang mengunakan indikator-indikator prestasi dalam meningkatkan mutu pendidikan secara tidak langsung telah menggunakan TQM sebagai suatu nilai untuk meningkatkan standar pelayanannya. Dengan kata lain bahwa untuk saat ini sangat diperlukan sebuah konsep untuk meningkatkan mutu pelayan pendidikan sebagai sebuah upaya untuk memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan khususnya dalam bidang layanan seperti dengan menggunakan konsep TQM.

Pada hakekatnya tujuan institusi pendidikan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan kepuasan para pelanggan (dalam hal ini adalah siswa/masyarakat) dan dalam TQM kepuasan pelanggan ditentukan oleh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Semua usaha/ manajemen dalam TQM harus diarahkan pada suatu tujuan utama, yaitu

(11)

kepuasan pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya bila tidak melahirkan kepuasan para pelanggan.

C. Aplikasi Manajemen Mutu Pendidikan

1. Konsep Dasar Mutu Terpadu

Manajemen berasal dari kata “to manage“ yang artinya mengatur. Hasibuan (2004:1) mengemukakan bahwa manajemen merupakan pengaturan yang dilakukan melalui proses dan didasarkan pada urutan dari fungsi-fungsi manajemen. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pada dasarnya Total Quality Management (TQM) ialah continuous improvement (perbaikan terus-menerus) dan quality improvement (perbaikan mutu). Sebagai suatu strategi manajemen, sprektum aktivitas manajemen mutu terpadu yang berorientasi pada upaya untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi, memperbaiki upaya dalam memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan masa yang akan datang.11

Para ahli Total Quality Management (TQM), seperti Nasution M.N (2004:18) menyatakan bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, tenaga kerja, proses, dan lingkungan. Edward Sallis menyatakan bahwa manajemen mutu terpadu merupakan suatu filsafat dan metodologi yang membantu berbagai institusi, dalam mengelola perubahan dan menyusun agenda masing-masing untuk menanggapi tekanan-tekanan faktor eksternal. Manajemen mutu terpadu merupakan suatu teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personelnya untuk melakukan program perbaikan mutu

(12)

secara berkelanjutan yang terfokus pada pencapaian kepuasan dari para pelanggan.12

Dalam kontek pendidikan ini merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institutsi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan, saat ini maupun masa yang akan datang. Jargon utama yang mendasari falsafah manajemen mutu terpadu terfokus pada pernyataan “Do the right things, first time, every time”, yang artinya kerjakan sesuatu yang benar sejak pertama kali, setiap waktu.

2. Hakikat Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan

Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu: kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak consisten; 2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik; 3) peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman, 2002). Dalam aplikasinya, istilah mutu terpadu dalam pendidikan disebut pula

Total Quality Education (TQE). Dalam konteks aplikasi konsep manajemen mutu terpadu terhadap pendidikan dapat saja disebutkan “mengutamakan pelajar” atau “program perbaikan sekolah” yang dilakukan secara lebih kreatif dan konstruktif. Penekanan paling penting bahwa mutu terpadu dalam programnya dapat mengubah kultur sekolah. Para pelajar dan orang tuanya menjadi tertarik terhadap perubahan yang ditimbulkan manajemen mutu terpadu melalui berbagai program perbaikan mutu.13

Keuntungan yang dicapai dengan menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan di antaranya adalah: memperkuat organisasi

12Edward Sallis, Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu…, hlm. 13. 13Syafaruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan; Konsep, Strategi, dan

(13)

sekolah dan memberikan peta jalan atau arah bagi perusahaan, menolong kita untuk bekerja sebagai teman dalam kelompok kerja, bukan sebagai musuh, mengupayakan suatu program yang akan mengusahakan bukan hanya penanganan satu aspek saja dari pendidikan, tetapi menjadi pendekatan yang holistik dan menyebabkan semua unsur sekolah mengubah cara yang mengarahkan drinya, mengarahkan para orang tua dan pelajar untuk memberikan saran untuk memajukan keadaan sekolah, mengarahkan dan mengendalikan pengaruh segala sesuatu yang kita lakukan dan cara kita mengendalikan

3. Kepemimpinan untuk Mutu Pendidikan

Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi pada saat ini tergantung pada kemampuannya dalam mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Dalam konteks ini, organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi seorang manajer pendidikan (kepala sekolah/madrasah, pimpinan pesantren, rektor atau direktur) adalah bagaimana menjadi pendorong atau pelopor perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Upaya memperbaiki kualitas suatu organisasi sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif. Dukungan dari bawahan hanya akan muncul secara berkelanjutan ketika pimpinannya benar-benar berkualitas dan unggul. Yang dimaksud dengan pemimpin dalam pendidikan adalah semua orang yang bertanggung jawab dalam proses perbaikan yang berada pada semua level kelembagaan pendidikan. Para pemimpin pendidikan harus memiliki komitmen terhadap perbaikan mutu dalam fungsi utamanya. Oleh karena itu, fungsi dari kepemimpinan pendidikan haruslah tertuju pada mutu belajar serta semua staf lain yang mendukungnya.14

Menurut Edwin A. Locke (1997), fungsi utama pemimpin adalah menetapkan sebuah visi untuk organisasi dan mengkomunikasikannya

(14)

kepada anggota. Sedangkan peranan kepemimpinan pada setiap level organisasi akan menentukan pencapaian perbaikan mutu. Menurut Sallis ada beberapa peranan utama pemimpin pendidikan dalam mengembangkan kultur (budaya) mutu,15 di antaranya adalah:

a. Memiliki visi yang jelas mengenai mutu terpadu bagi organisasinya

b. Memiliki komitmen yang jelas terhadap perbaikan mutu

c. Menjamin bahwa kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan pekerjaan organisasi

d. Menjamin bahwa kejelasan struktur organisasi menegaskan tanggung jawab dan memberikan pendelegasian yang cocok dan maksimal

e. Membangun kelompok kerja aktif

f. Membangun mekanisme yang sesuai untuk memantau dan mengevaluasi keberhasilan

4. Pemberdayaan Guru

Pemberdayaan berarti memberikan pegawai suatu pekerjaan untuk dilakukan dan kebebasan bagi mereka untuk melakukannya secara kreatif. Konsep pemberdayaan bersifat humanistik. Pemberdayaan guru termasuk pegawai salah satunya adalah melalui pembagian tanggung jawab. Keberadaan guru sebagai staf dalam proses pembelajaran dan pengajaran di lembaga pendidikan menjadi salah satu pilar kepemimpinan pendidikan. Proses memberdayakan guru bukan suatu hal yang mudah. Kepala sekolah dalam menjalankan kepemimpinan pendidikan, perlu melakukan beberapa hal penting dalam rangka pemberdayaan guru. Hal-hal tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Melibatkan guru dan semua staf dalam aktivitas penyelesaian masalah dengan menggunakan metode ilmiah dan prinsip pengawasan mutu dengan statistik.

(15)

b. Meminta pendapat dan aspirasi mereka tentang sesuatu dan bagaimana sebuah proyek ditangani, jangan menggurui mereka.

c. Memahami keinginan untuk perbaikan yang berarti bagi guru tidak cocok dengan pendekatan top down terhadap manajemen.

d. Memberikan otonomi dan keberanian mengambil resiko Membangun tim kerja, proses manajemen, pelayanan pelanggan, kmunikasi dan kepemimpian.16

5. Kelompok Kerja untuk Meraih Mutu

Kerja sama tim dalam menangani suatu proyek perbaikan atau pengembangan mutu pendidikan merupakan salah satu dari pemberdayaan pegawai dan kelompok kerjanya, dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar. Keberadaan tim kerja sama sebagai modal utama untuk meraih mutu melalui proses perbaikan mutu. Mereka perlu saling mendorong atau bersinergi untuk bekerja sama dalam bidang akademik dan pendukung lainnya, seperti tim pengajar.

Berkaitan dengan pentingnya suatu tim dalam penerapan manajemen mutu terpadu untuk mengejar mutu pendidikan, maka beberapa langkah yang harus dilalui dalam membentuk tim kerja perbaikan mutu adalah (1) pembentukan tim; (2) penggugahan; (3) penetapan norma atau tata kerja; dan (4) melakukan kegiatan.

6. Alat dan Teknik Perbaikan Mutu

Alat-alat dan teknik mutu berarti mengenali penyelesaian masalah secara kreatif. Beberapa alat yang dapat digunakan dalam perbaikan mutu pendidikan adalah: Gugah pikiran (brainstorming), jaringan kerja kemiripan (affinity network), diagram tulang ikan (fishbone diagram or ishikawa), analisis keadaan lapangan (force-field analysis),

pendiagraman (process charting), diagram arus (flowcharts), analisis pareto (pareto analysis), pengukuran kinerja (benchmarking), pemetaan arah karier (career path-maping).

(16)

7. Strategi Implementasi Manajemen Mutu Pendidikan

Untuk menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, ada sepuluh langkah yang harus dilalui, yaitu: Mempelajari dan memahami manajemen mutu terpadu secara menyeluruh, memahami dan mengadopsi jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus, menilai jaminan mutu saat ini dan program pengendalian mutu, membangun system mutu terpadu, mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya mutu sebagai tujuan untuk mempersiapkan perbaiakan, melatih orang-orang untuk bekerja pada suatu kelompok kerja, mempelajari teknik untuk menyerang atau mengatasi akar persoalan dan mengaplikasikan tindakan koreksi dengan menggunakan teknik dan alat manajemen mutu terpadu, memilih dan menetapkan pilot project untuk diaplikasikan, tetapkan prosedur tindakan perbaikan dan sadari akan keberhasilannya, menciptakan komitmen dan strategi yang benar mutu terpadu oleh pemimpin yang akan menggunakannya, memelihara jiwa mutu terpadu dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuan yang amat luas.

D. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dituliskan pada pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen mutu terpadu merupakan suatu teori ilmu manajemen yang mengarahkan pimpinan organisasi dan personelnya untuk melakukan program perbaikan mutu secara berkelanjutan yang terfokus pada pencapaian kepuasan dari para pelanggan.

(17)

menyebabkan semua unsur sekolah mengubah cara yang mengarahkan drinya; (4) Mengarahkan para orang tua dan pelajar untuk memberikan saran untuk memajukan keadaan sekolah; dan (5) Mengarahkan dan mengendalikan pengaruh segala sesuatu yang kita lakukan dan cara kita mengendalikan

Sedangkan penerapkan manajemen mutu pendidikan di sekolah harus didukung oleh kepemimpinan mutu pendidikan, pemberdayaan guru, kelompok kerja untuk meraih mutu, alat dan teknik perbaikan mutu; serta strategi implementasi manajemen mutu pendidikan. Demikianlah beberapa pembahasan yang dapat kami sampaikan pada makalah ini khususnya tentang manajemen mutu dalam pendidikan, semoga makalah singkat ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan diskusi yang menarik amin.

DAFTAR PUSTAKA

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Nasution. M. N. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004.

Sallis, Edward. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan, alih bahasa, Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurozi, Yogyakarya: IRCiSoD, 2008.

Suderajat, Hari. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), Bandung: Cipta Cekas Grafika, 2005.

Sukirman, (dkk). Administrasi dan Supervisi. Yogyakarta: UNY Press.

Suwarno. Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.

Syafaruddin. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan; Konsep, Strategi, dan Aplikasi, Jakarta: PT Grasindo, 2002.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,

(18)

PENGEMBANGAN KOSA KATA BAHASA ARAB

(Studi Pengembangan Kosa Kata Bahasa Arab dengan Proses aI-Sytiqoq)

Ali Musa Lubis

Abstraks

Bahasa Arab dikenal dengan bahasa yang memiliki keunggulan di-bandingkan dengan bahasa-bahasa lain yang ada di dunia ini. Keunggulan bahasa ini salah satunya dari segi kekayaan kosa kata yang dimilikinya. Salah satu faktor yang menyebabkan kosa kata bahasa Arab kaya adalah pengembangan kosa kata yang sangat luwes. Proses pengembangan kosa bahasa Arab dalam ilmu bahasa Arab disebut dengan al-isytiqoq. Tulisan ini akan memaparkan hakikat dan proses perkembangan bahasa Arab dengan al-isytiqoq Kata Kunci : Pengembangan, kosa kata, al-isytiqoq

A. Pendahuluan

Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebagai makhluk social bahasa menjadi kebutuhan mutlak yang digunakan untuk berintraksi dengan orang lain. Bahasa digunakan untuk mengungkapkan isi hati seseorang kepada orang lain. Tanpa bahasa, hubungan antara sesame manusia tidak akan berjalan lancar.

Dalam suatu ungkapan disebutkan“ Bahasa menunjukkan bangsa”. Ini menunjukkan bahwa bahasa adalah cerminan dan potret dari kebudayaan suatu bangsa. Bahasa yang digunakan suatu bangsa mencermikan peradaban, bentuk sosial, masyarakat, kekayaan, kepandaian dan lain sebagainya bangsa tersebut.

(19)

Pembentukan kosa kata Arab yang jelas dan elastis tersebut membuat bahasa Arab sangat kaya dalam perbendaharaan kosa kata. Menurut Matsna, Kekayaan kosa kata Arab ini menjadi salah satu alasan logis Alquran diturunkan dalam bahasa Arab. Dengan kekayaan perbendahaaraan kosa katanya, Alquran mampu merekam wahyu yang mencakup perbendaharaan kata iman, hukum, kemasyarakatan, sejarah, dll.1

Elastisitas pembentukan kata dalam bahasa Arab juga berdampak pada kemampuan bahasa ini bisa mempertahankan fungsinya sebagai bahasa komunikasi, baik komunikasi antara manusia dengan Sang Khalik, maupun komunikasi antar sesama manusia. Selain itu, bahasa Arab juga berfungsi sebagai sarana dalam penyampaian tujuan agama, pencatatan berbagai ilmu pengetahuan, sarana ekspresi karya sastra, dll.

Al-isytiqaq merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan kosa kata bahasa Arab. Hal ini sebagaimana disampaikan Rajab Abdul Jawwad Ibrahim, “ظافلاا "ديلوتل ةليسو مهأ قاقيتشاا. Isytiqoq

merupakan factor yang paling penting yang paling dalam pembentukan kata dalam bahasa Arab. Proses al-Isytiqoq akan menjadikan kosa kata bahasa Arab akan berkembang meluas dan bertambah, sehingga terbentuk kosa kata baru yang belum ada sebelumnya.

B. Pengertian al-Isytiqoq

Istilah al-isytiqoq adalah istilah bahasa Arab yang merupakan bentuk mashdar dari kata isytaqqo, yasytaqqu. Secara etimologi, isytiqoq berarti 2ئيشلا قش ذخا mengambil satu bagian dari sesuatu yang lain. Secara terminologi ditemukan sejumlah definisi dari para ahli, antara lain adalah :

1 Moh. Matsna HS, Kajian Arab Klasik dan Kontemporer, ( Jakarta : Prenadamedia, 2016),

hlm. 181

2 Emil Badi’ Ya’qub, Fiqh al-Lugah al-Arabiyah wa Khashaishuha, (Beirut : Dar

(20)

1. Emil Badi’ Ya’qub, : Mengambil satu kata dari kata yang lain dengan proses perubahan lafal, namun tetap memiliki hubungan makna”. 3

2. Amin Ali Sayyid mengartikan al-isytiqoq sebagai pengambilan suatu kata dari kata lain karena adanya persamaan makna, meskipun terjadi perubahan pada lafalnya.4

3. Muhammad As’ad an-Nadiri, hakikat al-isytiqoq adalah proses melahirkan suatu kata dari kata yang lain yang berasal dari satu kata tertentu5.

Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa al-isytiqoq sebuah proses pembentukan kata yang dapat melahirkan beberapa kata yang baru (mufrodah al-jadidah). Meskipun proses al-isytiqoq

menghasilkan kata yang baru, akan tetapi antara beberapa kata yang dihasilkan melalui proses pembentukan tersebut tetap memiliki makna yang mirip dengan makna kata dasarnya. Misalnya kata باهذ yang berarti kepergian, bisa melahirkan kata بهذ berarti telah pergi, بهذي yang berarti sedang atau akan pergi, بهاذ yang berarti orang yang pergi, dll.

Dari beberapa pengertian al-isytiqoq di atas, maka sebagaian penulis merumuskan beberapa persyaratan al-isytiqoq, yaitu sebagai berikut :

a. Kata yang lahir dari proses al-isytiqoq harus memiliki kata asal

3Ibid , hlm.186-187

4Defenisi di atas mengakomodir pengertian yang al-isytiqoq menurut ulama Nahu (

an-Nuhah), ulama Sharf (ash-Sharfiyun), dan ulama bahasa (ulama’ al-lughah). Ulama Nahu membatasi al-isytiqoq dengan kata yang berbentuk kata benda dan kata sifat yang terdiri dari

isim fa’il, isim maf’ul, ash-shifah al-musyabbahah dan af’al at-tafdhil. Sementara itu, menurut ulama Sharf, ruang lingkup al-isytiqoq menurut mereka lebih luas dari pada pendapat ulama nahu. Menurut mereka, istiqoq itu selain dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh ulama nahu tersebut, mereka menambahkan dengan isim zaman, isim makan, dan isim alah, fi’il madhi,

mudhari’ dan amar. Ahli bahasa memberikan ruang lingkup yang lebih luas tentang al-isytiqoq bila dibandingkan dengan kedua pendapat di atas. Menurut linguist, isytiqoq mencakup segala kata yang menjadi turunan dari kata yang lain, meskipun berbeda urutan hurufnya dengan kata asalnyaseperti halama, malaha, lahama, Amin Ali Sayyid, Fi ‘llmi Ash-Sarf, (Mesir : Dar

al-Ma’rifah, 1976), hlm. 18-19

5Muhammad As’ad an-Nadiri, Fiqh al-Lugah Manahi wa Masailuh, (Beirut : al-Maktabah

(21)

b. Ada persamaan huruf-huruf asalnya dengan huruf-huruf pada kata asalnya

c. Mempunyai hubungan (al-munasabah) pada makna katanya6

C. Beberapa Pandangan Ulama Mengenai al-Isytiqoq

Keberadaan al- isytiqoq –seperti pengertian di atas- menjadi perdebatan di kalangan para linguist Arab. Sebagian ada yang mengakui keberadaan al-Isytiqoq dan sebagian yang lain tidak mengakuinya. Perbedaan ini berawal dari pandangan mereka tentang kata keberadaan kata dalam bahasa Arab. Sebagian ahli bahasa berpendapat bahwa sebagian kata ada yang musytaq dan ada yang goiru musytaq (jamid). Kelompok ahli bahasa modern melihat bahwa semua kata adalah

musytaq dan menurut kelompok yang lain melihat bahwa semua kata dalam bahasa Arab adalah kata dasar tidak ada isim musytaq.7

Sehubungan dengan itu, Emil Badi’ Ya’qub, mengklassifikasikan sikap para ahli bahasa tentang keberadaan al-isytiqoq kepada tiga kelompok . Kelompok pertama adalah kelompok yang mengakui keberadaan al-Isytiqoq. Di antara tokoh yang mengakui adanya al-isytiqaq adalah kelompok ahli bahasa seperti al-Ashmu’i (w. 216 H), Quthrub (w.206 H), Akhfasy (w. 210 H), Abû Nashr Bahilî, al-Mufadhal Ibn Salmah, al-Mubarrad Ibn Duraid (w.321 H), al-Zajjaj, Ibn al-Sarrâj, al-Rumani (386 H), al-Nuhâs, az-Zuzaj, Sibawaih dan lain sebagainya. Mereka sepakat bahwa sebagian kata ada yang musytâq, namun ada pula yang tidak musytaq (jamid) 8.

Menurut kelompok ini, setiap kata yang ada persamaan hurufnya dengan kata lain, meskipun jumlah hurufnya tidak sama banyak antara satu dengan yang lain, misalnya kata ar-rahl (لحرلا) berasal dari kata

ليحر rahil, maka kata tersebut telah mengalami proses isytiqoq.

6 Muhamammd As-‘ad an-Nadiri, 257. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh at-Tahanawi, seperti dikutip oleh emil Badi’ Yakub, hlm. 187

7Ibid

8 Ibid., hlm. 191. Lihat juga Ramadhan Abd at-Tawwab, Fushul fi Fiqh al-Lughah,

(22)

Kelompok kedua adalah yang menolak keberadaan al-Isytiqoq secara mutlak. Pendapat seperti ini adalah pendapat yang paling sedikit pengikutnya. Di antara ahli yang termasuk kelompok ini adalah As-Suyuthi, Ibrahim Anis, dan Fuad Tarziri dan al-Sirrafi (w. 368 H). Alasannya, menurut mereka, tidak ada jalan mengkiaskan kalimat bahasa Arab. Menurut kelompok ini, kalimat bahasa Arab itu bersifat aksiomatis (tauqifi). Menurut kelompok ini, suatu kata mirip dengan yang lain, bukan karena terjadi proses al-isytiqoq, akan tetapi kata-kata tersebut keadaannya telah lahir awal.9

Kelompok ketiga adalah kelompok moderat. Pendapatnya berada di antara dua kutub yang berbeda di atas, yaitu pendapat yang tidak menerima sepenuhnya dan tidak pula menolak sepenuhnya.10 Ini berarti kosa kata bahasa Arab, baik isim maupun fi’il, ada yang bisa dikembangkan dan melahirkan kosa kata baru dan ada kosa kata yang tidak bisa berkembang. Kosa kata yang mengalami prose drivasi dalam istilah ilmu bahasa Arab disebut al-musytaqqot dan yang tidak mengalami disebut al-jamid.

D. Sekilas tentang Kajian al-isytiqoq

Menurut Emil Badi’ Ya’qub, Sampai pertengahan abad keempat hijriyah, kajian al-isytiqâq hanya berbicara seputar kata yang bersesuaian antara lafazh dan makna dan memiliki persamaan dalam runtutan huruf. Pembahasan ini dinamakan dengan isytiqaq al-shaghîr

atau ashghar. Pada akhir abad keempat Ibn Jinn menambah pembahasan tentang proses isytiqoq dalam bentuk pembentukan suatu kata dari kata yang lain, dengan menukar salah sebagian hurufnya dengan huruf yang lain. Meskipun ada pertukaran huruf dari bentuk asalnya, namun kedua kata tersebut memiliki keterkaitan makna. Istiqoq seperti ini kemudian diistilahkan dengan isytiqaq kabir. Tokoh yang pertama mempunyai ide

9Ibid., hlm. 203

(23)

mengenai isytiqaq ini adalah Ibn Jinni. Setelah itu, ahli bahasa modern mulai mengkaji pula al-isytiqoq al-kubbar.11

E. Jenis-jenis al-Isytiqaq

Di kalangan penulis, ada perbedaan pendapat dalam membagi jenis-jenis al-isytiqoq. Emil Badi’ Ya’qub membagi al-isytiqoq kepada dua bagian, yaitu al-isytiqoq shagir atau ashgor dan al-isytiqoq kabir atau akbar12. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ibn Jinni, seperti dikutip oleh Matsna.13 Berbeda dengan itu, Muhammad As’ad membagi al-isytiqoq kepada empat macam, yaitu : al-istiqioq ash-shagir

atau ashgor, al-isytiqoq kabir atau al-qolb, al-isytiqoq al-akbar atau al-ibdal dan al-isytiqoq al-kubbar atau an-naht14 Subhi ash-Shalih dalam kitab Dirosat fi Fi Fiqh al-Lughah. Ia mengelompokkan isytiqoq kepada empat jenis, yaitu al-isytiqoq shagir, al-isytiqoq kabir al-isytiqoq akbar, dan al-isytiqoq al-kubbar. Sementara itu, Abd Waid al-Wafi membagi

al-Isytiqoq kepada tiga macam, yatiu istiqoq al-‘am, al-isytiqoq ash-shagir, dan al-istiqoq al-kabir.15 Berikut penjelasan dari jenis-jenis al-isytiqoq

1. Al-Isytiqaq al-Shagir (ريغصلا قاقتشإا)

Istilah lain bagi jenis al-isytiqoq ini adalah al- Isytiqoq al-‘am atau

Isytiqoq al- Ashgar.16 Pembentukan kata dengan Istiqoq ini adalah yang paling strategis karena paling banyak digunakan. Jika ada istilah al-isytiqoq tanpa mengaitkannya dengan yang lain, maka maksudnya adalah al-isytiqoq shagir.17 Al-Isytiqoq shagir adalah proses pembentukan suatu kata yang berasal dari kata yang lain, dengan syarat

11Ibid., hlm. 188 12Ibid., 188-197

13 Matsna, op.cit., hlm. 183-184 14As’ad, op.cit., hlm. 257

15 Ramadhan Abd. Tawwab, op.cit., hlm. 76 16Emil Badi’, op.cit., hlm. 188

(24)

adanya persamaan makna, huruf-huruf asalnya dan urutan hurufnya18, seperti isim fail "

بت

كا

", isim maf’ul “بوتكم” fi’il madhi "بتاك”, dll. Diambil dari bentuk mashdarnya, yaitu kata ةباتك menurut pendapat al-Bashriyyun dan dari bentuk fi’il madhi mujarrod menurut al-Kufiyyun.19

Dengan demikian, ريغصلا قاقتشإا/al-Isytiqâq al-Sagîr/mencakup

يوغللا فيرصتلا yang terdiri bentuk fi’il madhi, mudhari’ amar, isim fa’il, isim maf’ul, nahi, isim zaman, dan isim makan yang terdiri fi’il mujarrod, mazid baik mazid biharfin, biharfain,rtsulatsi, maufun mazid bi tsalatsah ahruf

2. Al-Isytiqaq al-Kabir (ريبكلا قاقتشإا)

Al-Isytiqoq al-Kabir disebut juga Al-Qalab al-Lughawy. Menurut Emil Badi’ Ya’qub, yang dimaksud dengan ريبكلا قاقتشإا (Isytiqoq al- Kabir) yaitu:

فورحا بيترت نود ىعماو ظفللا ى بسانت نتمل نب نوكي نأ وه

20

Artinya: “Dua kata yang memiliki persamaan pada lafaz dan makna, tanpa memperhatikan urutan huruf .”

18Ibid., Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Matsna. Menurutnya al -isytiqoq

ash-shagir adalah suku kata yang telah mengalami perubahan bentuk yang urutan hurufnya tidak mengalami pergeseran tempat

19 Ulama Bashrah dan Kufah berbeda pendapat tentang Asal pengambilan kata dalam

bahasa Arab (ashlu al-Musytaqqot). ulama Kufah sepakat bahwa asal isytiqoq itu adalah fi’il

madhi tsulatsi mujarrod sedangkan ulama Bashrah asal dari al-isytiqoq adalah mashdar. Ada lima alasan bagi ulama Kufah mengatakan bahwa asal mustaqqot adalah fiil madhi . Pertama, masdar bergantung pada kata fi’il. Apabila kata fiil mu’talmaka mashdar pun akan mu’tal dan

apabila ia shahih, maka ia pun shahih seperti pada kata اماوق مواق.dan امايق ماق Kedua, Fi’il

memfungsikan mashdar seperti pada kalimat ابرض تبرض Ketiga kata mashdar berfungsi menguatkan kata fi’il. Kedudukan yang mengutkan tentunya lebih pantas dari pada yang dikuatkan. Keempat, Ada sejumlah fi’il yang tidak memiliki kata mashdar seperti kata سيل

Kelima, mashdar tidak tergambar maknanya selama kata fi’ilnya. Oleh karena itu, fi’il pantas menjadi asal bagi kata yang musytaqqot. mashdar menunjukkan satu peristiwa sedangkan kata

fi’il mengandung beberapa makna peristiwa. Satu adalah sumber bagi dua. Karena itu, maka masdar adalah sumber tempat pengambilan fi’il. Kelima, masdar hanya satu sedangkanfi’il lebih dari satu. Karena itu, maka mashdar adalah sumber bagi fi’il. Keenam,Makna Kata fi’il sesuai

dengan makna masdar. Karena itu kata fiil merupakan turunan dari mashdar. Ketuju, Kalau saja

mashdar berasal dari kata fi’il, maka masdar kan terbentu dengan jalan analogi. Emil, hlm.192-193

(25)

Dengan kata lain, al-Isytiqaq al-Kabir adalah sebuah proses pembentukan kata dalam bahasa Arab dengan cara membolak- balik posisi huruf asalnya, sehingga dapat menimbulkan kata dan makna baru, namun antara satu sama lain memiliki keterkaitan makna. Tokoh yang banyak memberikan perhatian kepada al-isytiqoq iniadalah Ibn Jinni

Contoh, kata دمح/hamida/ bisa dibentuk menjadi حدم/madaha/ yaitu menukar posisi fonem م/mim/ dari tengah ke depan. Kata دمح/hamida/ berati “memuji, berterimakasih”, kata حدم/madaha/ juga berarti “memuji”. Kata “لاق” /qâla/ misalnya, berarti “berkata”, mengisyaratkan gerakan yang mudah dari mulut dan lidah. Dari kata “لاق” tersebut terbentuk beberapa kata baru dan makna baru juga. Seperti jika kita mendahulukan “و” /wawu/ kemudian “ق” /qâf/ dan kemudain “ل” /lam/, sehingga ia menjadi “لقو” /waqala/, maka salah satu artinya adalah “mengangkat satu kaki dan memantapkan kaki yang lain di bumi”.

Makna ini menunjukkan makna asal dari kata tersebut di atas, yaitu adanya suatu “gerakan”. Kemudian jika anda mendahulukan “ل” /lam/, kemudian “ ق” /qaf/ dan “ و” /waw/ sehingga menjadi “وقل” /laqwun/, maka di antara maknanya adalah “angin yang menimpa seseorang sehingga menggerakkan wajahnya”. Dalam bahasa medis disebut dengan tekanan darah tinggi atau strok. Dari akar kata yang sama muncul pula kata “يقل” /laqiya/ yang berarti “bergerak menuju sesuatu untuk bertemu”. Makna ini juga menunjukkan kepada makna asal yaitu “bergerak”.21

3. Al-Isytiqâqu al-Akbar (ربكأا قاقتشإا)

Al-Isytiqoq al-akbar disebut juga dengan istilah Ibdal al-Lughawi22, bukan ibdal ash-sharfi. Adapun yang dimaksud dengan

ربكأا قاقتشإاmenurut Emil Badi’Ya’qub adalah:

21 H. M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 94 - 95. 22Al-Ibdal (penukaran huruf ) dibagi kepada dua macam. Pertama al-Ibdal al-Lugowi dan

(26)

وي تي د اويت اوما تطا تاوعما ضع وب بيتووولا توومجما ضعب

.هتح جط نت يذا عوناو يصأا بيترب لب ،اهسفن اوصأاب

Artinya: “Adanya hubungan umum sebagian satuan bunyi dengan

sebagian makna.Hubungan itu tidak terikat oleh bunyi suara, tetapi terikat dengan susunan asalnya serta jenis yang termasuk di dalamnya”.23 Muhammad As’ad menjelaskan al-Isytiqoq akbar terjadi apabila ada dua kata yang memiliki hubungan makna dan sama huruf-huruf asalnya dan memiliki persamaan dalam artikulasi huruf-huruf yang berubah seperti kata قهن dengan قعن. Kata ملكmemiliki hubungan makna dengan kata مكل Kata ملك sangat memiliki hubungan makna dengan مكل yang berati tinju atau pukulan keras.

Al-Isytiqoq al-Akbar biasanya juga disebut dengan لادبإا karena terjadi penukaran huruf pada sebuah kata dengan huruf yang lain yang mirip dari segi makhrajnya atau cara m engartikulasikannya sehingga lebih mudah untuk diucapkan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh-contoh dalam tabel berikut ini :

Proses “ لادبإا” bunyi Asal Kata Menjadi

Huruf “ه"dengan huruf “ن” قهن قعن

Huruf “ك’ dengan huruf”ل” ملك مكل

Menukar “ت” menjadi “د” ىعتدا ىعدا

dengan pada pada kata ماص, ماق,راس,dll. Ulama sharf sangat konsen dengan pembahasan pertukaran huruf dalam bahasa Arab. Mereka berbeda pendapat tentang jumlah huruf yang mengalami pertukaran. Ada yang berpendapat Sembilan huruf, ada yang mengatakan sebelas huruf dan ada juga yang dua belas huruf. Kedua al-ibdal al-Lughawi cakupannya lebih luas daripada al-ibdal ash-sarfi karena huruf yang dibisa diganti dengan yang lain lebih banyak dari pada huruf-huruf yang ada pada ibdal ash-sharfi. Berkaitan dengan huruf-huruf-huruf-huruf yang bias diganti pada al-ibdal al-lugowi para ulama berbeda pendapat. Ada berpendapat seluruh huruf hijaiyah dan pendapat lain mengatakan harus huruf yang mirip (mutaqoribah) antara huruf yang mengganti dan huruf yang diganti. Emil, hlm. 206

(27)

Menukar “و” menjadi “ا” موق ماق

Menukar “ت” menjadi “ط" عنتصا عنطصا

Memperhatikan pembentukan kata dalam bahasa Arab dapat diketahui bahwa bahasa Arab memiliki sistem pembentukan kata yang lebih beragam dan lebih variatif dibanding dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahkan semua bahasa yang ada di dunia. Dengan demikian, sangat wajar bahasa Arab adalah bahasa yang memiliki kosa kata terbanyak di dunia.

F. Kesimpulan

Di Ketahui bahwasanya para ulama terdahulu banyak berpendapat tentang makna dari isytiqaq itu sendiri, di antaranya Menurut Ya’qub, yaitu membentuk kata dari kata yang lain dengan berbagai perubahan, namun tetap memiliki hubungan makna.

Menurut Syahin, yaitu membuat bentuk kata dari kata yang lain dan terjadi perubahan pada bentuk dan makna.”

a. Macam-macam Isytiqaq

1.) Al-Isytiqaqu al-Shagir

2.) Al-Isytiqaqu al-Kabir

3.) Al-Isytiqaqu al-Akbar

b. Beberapa Pandangan Mengenai Isytiqaq yaitu :

1.) Menurut Tamam Hasan isytiqaq

2.) Al-Jurjani dalam karyanya al-Ta’rifat

3.) Muhammad al-Tunji

c. Hubungan Isytiqaq dengan Bahasa

(28)

lain sebagainya. Oleh karena itu, isytiqâq merupakan salah satu yang sangat membantu dan mempengaruhi proses berjalannya bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghalayani, Mustofa. Jamiudurus al-‘arabiyah, Beirut Libanon : Darul Fikr, 1987.

An-Nadiri, Muhammad As’ad. Fiqh al-Lugah Manahi wa Masailuh, Beirut : al-Maktabah al-‘Ashriyah, 2009.

At-Tawwab, Ramadhan Abd. Fushul fi Fiqh al-Lughah, Kairo: Maktabah Khanji, 1999.

HS, Moh. Matsna. Kajian Arab Klasik dan Kontemporer, Jakarta : Prenadamedia, 2016.

Ma’lûf, Louwis. al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam, cet. Ke- 32, Beirût: Dar al- Masyriq, 1992.

Sayyid, Amin Ali. Fi ‘llmi Ash-Sarf, Mesir : Dar al-Ma’rifah, 1976.

Shihab, M. Quraish. Mukjizat Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998.

Syâhîn, Taufîq Muhammad. ‘Awâmil al-Tanmiyah li Al-Lugah al-:Arabiyah, Kairo: Maktabah Wahbah, 1980 M/1400 H.

Ya’qub, Emil Badi’. Fiqh al-Lugah al-Arabiyah wa Khashaishuha,

(29)

PROBLEMATIKA DAN SOLUSI OTONOMI PENDIDIKAN

Drs. Ali Usmar, M.Pd

Abstrak

Permasalahan dan solusi otonomi pendidikan. Otonomi pendidikan memiliki dampak positif dan negatif, dampak negatifnya yaitu kecenderungan setiap pemerintah lebih egois untuk mementingkan daerahnya sendiri tanpa menyadari harus selalu berinteraksi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya. Salah satunya adalah bidang pendidikan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah masih mengalami banyak kendala.

Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan Desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidiikan, yaiitu : 1) Peningkatan Mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan, hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasaan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasaan dan pemerataan pendidikan. Bidang pendidikan, otonomi akan memberdayakan aparat tingkat daerah dan lokal sehingga memberikan hasil yang lebih baik. Dibidang pendidikan sendiri otonomi diberikan sampai pada tingkat sekolah.

(30)

A. Pendahuluan

Desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuat landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah.1 Pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan. Melalui pendidikan aspek mental, rasionalitas, martabat, etika dan estetika dapat ditanamkan. Namun, sistem desentralisasi pendidikan ini belum segala-galanya apabila tidak diikuti usaha-usaha perbaikan diberbagai bidang (Tilaar, 2000), karena pendidikan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang timbul akibat proses globalisasi, dan adanya krisis multi dimensi yang berakibat pada perubahan perencanaan, kebijakan, manajemen, dan lain-lain.

Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonsentrasi, Delegasi dan Devolusi (Florestal, 1997). Dekonsentrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dari pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dari pemerintah pusat.

Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu: 1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dari pusat dan 4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasrakan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 lebih menjurus kepada Devolusi, yang peraturan pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidikan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah

1 Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya

(31)

Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitasi (Pasal 2 butir 11).2

Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan. Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justeru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidikan (Berita Kota, 2003).

Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.3

B. Pembahasan

1. Konsep Otonomi Pendidikan

Menurut Dressel, otonomi berkenaan dengan “kemandirian”

(independensi) atau pemerintahan sendiri (Autonomy refers to independence of to selft government). Sedangkan Berdhal, sebagaimana dikutip oleh Dressel, membedakan aspek-aspek otonomi ke dalam dua (2) hal, yaitu: 1) substantive, dan 2) Prosedural.

(32)

Otonomi substantif berkenaan dengan hak yang mempengaruhi hal yang substansial sebagaimana dibedakan antara zat dengan bentuk (matter and form). Zat substansi adalah sesuatu yang secara material mempengaruhi keinginan-keinginan orang, yang dijamin dan dilindungi oleh hukum. Hak-hak substantive adalah apa saja yang secara mendasar, diakui, atau sudah ada sebelumnya, seperti kehidupan, kebebasan, kemakmuran, dan reputasi. Semuanya menjadi hak pribadi dan dijamin dalam tatanan hukum masyarakat. Cakupan luasnya otonomi substantive bagi individu, organisasi, atau kelompok adalah tanggung jawab dan akuntabilitas. Kepada mereka yang mendapat otonomi harus menerima tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban tertentu.

Otonomi prosedural berkenaan dengan pelaksanaan otonomi substantive, ia juga melibatkan tampilan-tampilan yang dilakukan ketika otonomi substantive mungkin telah dilanggar. Asal mula istilah otonomi prosedural bersandar pada konsep hukum dari prosedur hukum, seperti pelaksanaan legitimasi, termasuk metode-metode gugatan, fakta dan praktik, dan lain-lain. Dengan demikian, otonomi prosedural mencakup keputusan, operasi, dan kebijakan yang mencirikan cara yang digunakan oleh organisasi atau lembaga dalam menggunakan sumber-sumbernya.

Dari batasan konsep otonomi di atas, maka pengertian otonomi adalah kemandirian suatu organisasi atau daerah untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, baik secara substantif maupun prosedural. Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan, menurut Tilaar mencakup enam aspek, yakni: (1) Pengaturan perimbangan kewenangan pusat dan daerah, (2) Manajemen partisipasi masyarakat dalam pendidikan, (3) Penguatan kapasitas manajemen pemerintah daerah, (4) pemberdayaan bersama

sumber daya pendidikan, (5) hubungan kemitraan “stakeholders”

(33)

Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bab Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan

dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.”4

Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban

Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) “Pemerintah

dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia

tujuh sampai lima belas tahun.” Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2) “Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk

mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada

masyarakat.”5

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengakjian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan; dan tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika dalam perspektif tahun 2020.

Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna

(34)

mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehinga dapat disusun suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.

2. Permasalahan dalam pelaksanaan Otonomi Pendidikan

Pemerintah telah menetapkan bahwa peningkatan kualitas sumber daya melalui pendidikan merupakan perioritas nasional, karena pendidikan dipandang sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia baik pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan (Mochtar Buchori, 2001). Melalui pendidikan, aspek-aspek mental, rasionalitas, martabat, etika dan estetika dapat ditanamkan (Fauzan, 1999).

Perubahan peta politik pemerintahan telah bergeser dari semangat sentralistik menjadi semangat desentralistik, sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 Tentang Pertimbangan Keuangan antara pusat dan Daerah. Dan kemudian diperkuat dengan keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Pertimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Perubahan politik pemerintahan tersebut berdampak pada ragam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.6

Untuk itu, pemberian otonomi pendidikan harus diartikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemberian otonomi pendidikan akan memberi pengaruh negatif maupun positif dalam proses sistem perencanaan, pengelolaan dan pengawasan pendidikan, seperti yang dialami negara lain yang telah

6 Muh. Tasrif Azkari, dkk, The Forest Policy Of Regional Autonomy Era And Implications

(35)

berpengalaman melaksanakan desentralisasi pendidikan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan atau disebut Otonomi Pendidikan masih belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan, disebabkan karena kekurang-siapan pranata sosial, politik dan ekonomi.

Otonomi pendidikan akan memberi efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi, pendapatan dan biaya pendidikan serta pemerataannya. Ada 6 faktor yang menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan belum jalan, yaitu :1). Belum jelas aturan permainan tentang peran dan tata kerja ditingkat kabupaten dan kota. 2). Pengelolaan sektor publik termasuk pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk dilaksanakan secara otonom karena SDM yang terbatas serta fasilitas yang tidak memadai. 3). Dana pendidikan dari APBD belum memadai. 4). Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan. 5) Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati/ Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum menjadi perioritas utama. 6) kondisi dari setiap daerah tidak memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan perbedaan sarana, prasarana dan dana yang dimiliki.

Hal ini mengakibatkan akan terjadinya kesenjangan antar daerah, sehingga pemerintah perlu membuat aturan dalam penentuan standar mutu pendidikan nasional dengan memperhatikan kondisi perkembangan kemandirian masing-masing daerah.

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Pendidikan

(36)

pelaksana diberi tanggungjawab besar dalam melaksanakan otonomi pendidikan tersebut.

Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggung-jawabkan kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan istitusi publik atau lembaga yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-wenang. Berangkat dari ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan, yaitu :

a. Meningkatkan Manajemen Pendidikan Sekolah

(37)

Menurut Penelitian Simmons dan Alexander (1980) bahwa ada tiga faktor untuk meninkatkan mutu pendidikan, yaitu motivasi guru, buku pelajaran dan buku bacaan serta pekerjaan rumah. Dari hasil penelitian ini, tampak dengan jelas bahwa akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak pada bergantinya kurikulum, kemampuan manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau pemerintah daerah, tetapi lebih kepada faktor-faktor internal yang ada di sekolah, yaitu peranan guru, fasilitas pendidikan dan pemanfataannya; Kepala Sekolah sebagai top manajemen harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola semua infrastruktur yang ada demi pencapaian kinerja yang maksimal.

Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen sekolah yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, Pimpinan Sekolah harus memiliki kemampuan untuk: 1) melibatkan partisipasi dan komitmen dari orangtua dan anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visi, misi dan program peningkatan mutu pendidikan secara bersama-sama; Salah satu tujuan UU No. 20 Tahun 2003 adalah untuk memberdaya-kan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana dalam penyelenggaraan pendidikan.

Melalui otonomi daerah, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan akan semakin erat kaitannya dengan kebutuhan masyarakat. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dari tingkat propinsi sampai ke tingkat kecamatan sebaiknya terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, orangtua siswa, pakar pendidikan dan sebagainya.

(38)

Pendidikan dan Komite Sekolah adalah : a) Sebagai Advisory Agency (pemberi pertimbang-an); b) Supporting Agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan); 3) Controlling Agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan); dan 4) Mediator atau penghubung atau pengait tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah (Ace Suryadi, 2003);2) dapat merumuskan sasaran program dan indikator pencapaian yang diikuti dengan upaya pemenuhan standar layanan minimal dari seluruh komponen sekolah serta mekanisme untuk mencapai

sasaran program tersebut; 3) melaksanakan program “basic skill test” yang hasilnya menggambarkan hasil akhir sebagai dampak diterapkannya model manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah; 4) menyusun sendiri perencanaan sekolah baik pada tataran perencanaan strategik (jangka menengah) maupun perencanaan operasional (tahunan) termasuk perencanaan anggaran (RAPBS); 5) dapat mempertanggung jawabkan tingkat keberhasilan pelaksanaan program dalam bentuk laporan akuntabilitas yang dapat dilihat dan diperiksa warga sekolah, orangtua dan masyarakat luas.

Pentingnya pendidikan dengan manajemen yang baik sabagai aplikasi dari manajemen berbasis sekolah yang merupakan buah dari otonomi. Manajemen sebagai kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen adalah suatu kegiatan, pelaksanaannya adalah managing (pengelolaan), sedang pelaksananya disebut manager atau pengelola.7 Menurut Harold Koontz dan Cyril

O’Donnel, manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu

tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.8

7 George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara),

2005, hal. 1.

8 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: Bumi

(39)

b. Membangun Pendidikan Berbasis masyarakat

Satu hal yang perlu disadari adalah pluralitas masyarakat, budaya, dan geografis Indonesia. Penyeragaman pendidikan masyarakat sama saja artinya penddikan melawan fakta yang ada, pendidikan yang tidak membumi. Jadi secara alamiah, sistem pendidikan yang perlu dibangun dalam era otonomi adalah pendidikan berbasis masyarakat yang plural itu. Pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) pada hakekatnya adalah pendidikan yang berasal, berlangsung, dan berorientasi kepada kebutuhan masyarakat. Sasaran akhirnya adalah pemberdayaan masyarakat dengan program-program pendidikan yang menyentuh langsung kehidupan nyata masyarakat setempat.

Kondisi Sumber Daya yang dimiliki setiap daerah tidak merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar berbagai disiplin yang ada di daerah otonomi, terutama yang terdapat di kampus sebagai Brain Trust atau Think Thank untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah.

Sebaliknya, lembaga pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengan opini publik, kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Intinya, kebijakan publik di daerah otonomi harus berbasis masyarakat, khusus pembangunan pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) aset dan investasi masa depan daerah otonomi.

(40)

kepada sekolah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia sesuai dengan potensi daerah yang ada.9

c. Pengaturan Kebijakan Pendidikan

Pemerintah Pusat mengurangi campur tangan dalam urusan pendidikan daerah. Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan bersifat nasional, seperti standard mutu dan pemerataan. Dengan demikian, pemerintah pusat hanya berperan sebagai fasilitator dan katalisastor. Langkah awal yang perlu dilakukan ke depan adalah mengembalikan fungsi negara dan pemerintahan daerah kepada fungsi yang sebenarnya.

Pemerintah sebagai pelayan publik tidak mesti menyentuh secara langsung aspek-aspek kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Pemerintah hanya berurusan dengan regulasi,

membuat “rule of the games” dan menjaga ketentuan-ketentuan itu untuk kelancaran penyelengaraan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, khusus sektor pendidikan. Untuk Indonesia, perlu suatu model dan pola baru penyelenggaraan manajemen kebijakaan publik, termasuk pelayanan pendidikan dalam era otonomi yang sudah berlangsung beberapa tahun ini.

Model dan pola dimaksud berpedoman kepada prinsip efisiensi dan efektivitas kebijakan publik. Menurut Iman Chourman, model dan pola tersebut hanya dapat diwujudkan melalui tiga hal: Pertama, menerapkan prinsip good governance (Prinisip pengasuhan/pengayoman dan pelayanan yang baik dan benar); kedua, kuatnya motivasi pengabdian/priotisme para abdi negara/penyelenggara negara kepada masyarakat, nusa dan bangsa; ketiga, proses pengambilan keputusan yang berdasarkan consensus semua pihak yang berkepentingan.

9 Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah; Model Pengelolaaan Sekolah

(41)

Dalam manajemen strategik, membangun sebuah konsensus dari stakeholder kunci sehingga melahirkan “initial agreement”

adalah ukuran keberhasilan kunci dalam mencapai tujuan (goals) suatu organisasi. Jadi, ke depan pendekatan kolaboratif menjadi esensi manajemen kebijakan publik, khususnya menyangkut pelayanan pendidikan yang dirasakan adil dan merata oleh masyarakat bangsa Indonesia ke depan.

d. Reformasi Lembaga Keuangan

Perlu dilakukan penataan tentang hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya (expenditure) untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Sumber keuangan diperoleh dari Pendapatan Asli daerah, Dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain pendapatan yang syah Dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin.

Bila dimungkinkan dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin, agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa sumber pendapatan tidak dapat digali secara optimal karena kondisi daerah, penaksiran tarif pajak yang tidak relevan dengan kondisi yang ada, petugas pajak yang kurang bertindak proaktif dan besarnya biaya operasional pemungutan. Hal ini akan memberi dampak dalam menentukan keberhasilan lembaga pendidikan, diakibatkan anggaran pendidikan yang terlalu kecil.

e. Kemauan Pemerintah Daerah melakukan Perubahan

(42)

political will yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan, ada peluang yang cukup luas bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaliknya, kepala daerah yang tidak memiliki visi yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah itu akan mengalami stagnasi dan kemandegan menuju pemberdayaan masyarakat yang well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baik untuk berkembang. Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut. Di bidang pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun pradigma dan visi pendidikan di daerahnya.

Salah satu wujud kemauan politik pemerintah daerah otonomi adalah lahirnya peraturan daerah (Perda) tentang pendidikan sebagai payung pembangunan pendidikan yang berbasis lokal, bervisi nasional dan global. Oleh karena itu, badan legislatif harus diberdayakan dan memberdayakan diri agar mampu menjadi mitra yang baik. Kepala pemerintahan daerah/ kota diberikan masukan secara sistematis dan berkelanjutan dalam membangun daerah.

4. Otonomi Daerah Sebagai Solusi

Rondinelli dalam Zamrud Utami menggambarkan secara jelas bahwa desentralisasi perlu dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan karena akan dapat meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijakan nasional. Yaitu dengan cara mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.10

Semakin meningkatnya tuntutan pelayanan kemasyarakatan yang mampu menjangkau seluruh pelosok terpencil yang hanya bisa

10 Zamrud Utami, Pengaruh Desentralisasi (Jakarta: FE Universitas Indonesia, 2010),

Gambar

Gambar 1
Gambar 2 Proses Proses konseling ketika konselor hendak mengajak konseli

Referensi

Dokumen terkait