• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar-dasar kepemimpinan

Dalam dokumen An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016 (Halaman 134-147)

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF Rahmat Nasution

1. Dasar-dasar kepemimpinan

Membicarakan kepemimpinan tidak dapat dihindari bahwa ada landasan atau dasar yang harus diketahui agar kepemimpinan berjalan dengan efektif. Kalau diumpamakan dalam sebuah perjalanan wisata maka diperlukan dasar-dasar atau hal-hal pokok yang mesti diketahui dalam perjalanan tersebut mulai dari persiapan, kelengkapan yang perlu dibawa, tujuan wisata sampai kepada kenyamanan dan apa saja yang dapat dinikmati selama dalam perjalanan tersebut. Warren Bennis dalam Boyett and Boyett2 mengemukakan terdapat enam unsur dasar dalam kepemimpinan. Keenam unsur dasar tersebut yang terdiri dari: (1) guiding vision (memiliki ide dan visi, apa yang hendak

diperbuat agar tidak terjadi kegagalan),

(2) passion (kemauan yang kuat, ingin perubahan),

(3) integrity (memiliki integritas tentang pengetahuan, keterbukaan, dan kedewasaan),

(4) trust (dipercaya),

(5) curiosity (rasa ingin tahu), dan

(6) daring (berani untuk mengambil resiko).

Agaknya Bennis memiliki pandangan bahwa bagi seorang pemimpin hal pertama yang harus dimiliki berkenaan dengan visi. Visi merupakan pandangan jauh ke depan tentang ke arah mana orang-orang yang dipimpin akan dibawa. Rumusan visi itu juga harus diketahui oleh bawahan sehingga antara pemimpin dan yang

dipimpin memiliki kesepahaman dalam mencapai visi tersebut. Artinya, visi berasal dari pemikiran seorang pemimpin tetapi pemikiran si pemimpin tersebut harus dikompromikan dengan bawahan. Jangan-jangan visi itu terlalu sulit untuk dijangkau sehingga perlu disesuaikan dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki. Setelah visi ditetapkan, maka si pemimpin seharusnya memiliki kemauan yang kuat untuk melakukan perubahan terhadap apa yang dipimpinnya. Kalau ia seorang kepala sekolah maka dalam benaknya sudah selalu terbayang keberhasilan yang hendak dicapai. Siang dan malam si kepala sekolah berpikir bagaimana agar sekolah yang dipimpinnya dapat berubah ke arah yang lebih baik sesuai dengan visi yang telah dirancang. Ia tidak pernah merasa lelah sebelum keinginan tercapai.

Poin selanjutnya adalah integritas pribadi yang dapat diandalkan. Artinya memiliki wawasan yang luas tentang sepak terjang kepemimpinan dan wawasan tentang wilayah yang dipimpinnya. Seorang kepala sekolah sudah semestinya memiliki wawasan yang memadai tentang dunia pendidikan. Di sinilah letaknya bahwa pemimpin itu harus profesional dalam bidang yang digelutinya. Jangan sampai orang yang tidak mengetahui seluk beluk pendidikan diangkat menjadi kepala sekolah. Integritas harus dibarengi pula dengan trust yakni dapat dipercaya, amanah, dan memiliki kejujuran. Trust erat kaitannya dengan kejujuran. Artinya

trust itu bisa muncul dari para bawahan apabila si pemimpin memiliki sifat-sifat kejujuran. Sebaliknya apabila si pemimpin tidak memiliki sifat-sifat kejujuran maka akan sulit sekali untuk mendapatkan kepercayaan dari bawahan. Bagaimana mungkin seseorang dapat dipercaya kalau dalam dirinya tidak tercermin nilai- nilai kejujuran. Impossible, tidak mungkin. Biasanya, kejujuran seorang kepala sekolah akan diuji apabila dihadapkan dengan pengelolaan keuangan. Karena merasa memiliki wewenang penuh maka akan muncul niat jahat. Sering terjadi, ikatan kerja sama yang rapi antara kepala sekolah dengan bendahara dalam merekayasa

kwitansi yakni berlindung di bawah secarik kertas untuk melaksanakan penipuan alias ketidakjujuran. Jelasnya, nominal dalam kwitansi misalnya Rp. 1.000.000,- padahal uang yang dibelanjakan hanya Rp. 800.000,-

Curiosity atau rasa ingin tahu merupakan poin dasar kepemimpinan yang tidak kalah pentingnya dari poin-poin lainnya. Seorang kepala sekolah berupaya semaksimal mungkin untuk mencari informasi tentang sekolah yang dipimpinnya baik informasi yang baik maupun informasi yang jelek. Ia tidak akan segan-segan untuk bertanya kepada siapa saja yang kira-kira mengetahui tentang sekolah yang dipimpinnya mulai dari si pelayan, tukang sapu, guru- guru sampai kepada wali murid dan tetangga sekolah. Semua informasi yang dihimpun akan dijadikan bahan dasar untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan sekolah. Sedangkan poin terakhir adalah daring atau berani untuk mengambil resiko. Poin terakhir ini kurang dikenal di kalangan pemimpin di negeri ini. Perlu diingat bahwa setiap keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin dapat berhasil baik atau sebaliknya. Keberanian di sini dimaksudkan bahwa seorang kepala sekolah tanpa diragukan ia berani mengambil resiko atas keputusannya seandainya tidak berhasil. Bahkan ia berani diberhentikan dari jabatan kepala sekolah akibat dari suatu keputusan yang diambilnya karena ia tidak berhasil. Pemimpin yang sesungguhnya tidak mempersoalkan materi atau duit, yang penting bagaimana program yang dirancang bisa berhasil sesuai dengan yang menjadi tujuan.

James O’Toole’s3 mengemukakan bahwa nilai dasar kepemimpinan yang terdiri dari:

(1) integrity (memiliki visi dan prinsip yang jelas), (2) trust (dipercaya),

(3) listening (pendengar setia bagi bawahan), dan

(4) respect for followers (respek terhadap bawahan tentang apa yang hendak disampaikan dan dikerjakan).

Pendapat kedua ini sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan pendapat terdahulu tetapi rumusannya lebih simpel. Integrity sudah mencakup guiding vision dan listening sudah mencakup

curiosity serta respect for followers hampir memiliki makna yang sama dengan passion. Benar-benar tida ditemukan pada rumusan ini adalah daring. Untuk item ini tidak semua ahli sependapat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Stephen Covey, ia mengatakan4 ada delapan prinsip kepemimpinan yang dapat dilihat pada pribadi seseorang yaitu:

(1) continual learning (belajar tiada henti), (2) service orientation (orientasi pelayanan),

(3) radiate positive energy (menyebarkan energi positif),

(4) believe in other people (percaya dengan orang lain), (5) lead a balanced life (hidup seimbang),

(6) see life as an adventure (suka berpetualang),

(7) synergize (bersinergi), dan

(8) engage in physical, mental, emotional, and spritual exercise for self-renewal (memiliki fisik, mental, emosi yang stabil, dan latihan spritual untuk pengembangan diri).

Pendapat ketiga ini lebih menekankan pada karakter pribadi seseorang di dalam kepemimpinannya. Sedangkan dua pendapat terdahulu lebih fokus pada aksi atau gerakan yang akan dilakukan dalam memimpin. Sudah barang tentu pendapat ini merupakan pengembangan dari dua pendapat sebelumnya.

Hampir sejalan dengan pendapat Covey, Wahyudi mengatakan bahwa karakteristik yang harus dimiliki seorang pemimpin agar berhasil dalam menjalankan tugasnya meliputi:

(1) mempunyai kematangan spritual, sosial, dan fisik, (2) menunjukkan keteladanan,

(3) kesanggupan untuk memecahkan masalah secara kreatif, (4) memiliki kejujuran,

(5) mempunyai keterampilan berkomunikasi, (6) memiliki motivasi yang kuat untuk memimpin, (7) disiplin,

(8) mempunyai rasa tanggung jawab, (9) mempunyai banyak relasi,

(10) mempunyai kestabilan emosi,

(11) cepat dalam pengambilan keputusan, dan (12) berani mengambil resiko.5

Lebih jauh, John C. Maxwell dalam Meyliana6 mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh pemimpin yaitu: 1) karakter, 2) karisma, 3) komitmen, 4) komunikasi, 5) kompetensi, 6) keberanian, 7) pengertian, 8) fokus, 9) kemurahan hati, 10) inisiatif, 11) mendengarkan, 12) semangat tinggi, 13) sikap positif, 14) pemecahan masalah, 15) hubungan, 16) tanggung jawab, 17) kemapanan, 18) disiplin diri, 19) kepelayanan, 20) sikap mau diajar, dan 21) visi.

Sedangkan menurut Menurut Gayla Hodge dalam Danim,7 ada sepuluh karakteristik pemimpin yang efektif:

(1) Memiliki visi.

5 Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 125.

6 Semuil Tjiharjadi, To Be A Great Leader (Yogyakarta: Andi, 2007), hlm. 243. 7 Sudarwan Danim, Kepemimpinan, hlm. 21 23.

(2) Memiliki fokus untuk mencapai tujuan-tujuan yang akan membuat visi menjadi kenyataan.

(3) Memenangi dukungan untuk visinya dengan memanfaatkan gaya dan aktivitas yang paling cocok untuk mereka sebagai individu.

(4) Lebih terfokus untuk “menjadi” daripada “melakukannya”.

(5) Mengetahui bagaimana mereka bekerja secara efektif dan efisien.

(6) Mengetahui bagaimana memanfaatkan kekuatan mereka untuk mencapai tujuan.

(7) Tidak mencoba menjadi orang lain.

(8) Mencari orang-orang dengan berbagai ciri efektivitas alam. (9) Berupaya menarik orang lain untuk bekerja sama.

(10)Secara terus menerus mengembangkan kekuatan dalam rangka memenuhi kebutuhan baru dan mencapai tujuan baru.

Pemimpin di kalangan masyarakat Jambi diumpamakan:8 Kayu imbang tempaik balendouh, kayu gadue tempaik basanda.

Maksudnya, seorang pemimpin menjadi tempat berlindung dan tempat mengadu bagi rakyatnya. Lebih jauh dikatakan bahwa: Pemimpin dalam masyarakat Jambi merupakan orang yang terpilih dan ahli sesuai dengan seloko: Bilo hendak tahu lebarnyo sungai tanyolah pada ikan seluang, bilo hendak tahu dalamnyo sungai tanyolah pada berang-berang, bilo hendak tahu masaknyo buah tanyolah pada tupai, maksudnya semua harus dikerjakan oleh ahlinya masing-masing. Ikan seluang meskipun kecil dia hidup dari pinggir ke pinggir sungai jadi tahu lebarnya sungai; berang-berang hewan yang suka mencari ikan dengan menyelam di sungai dan rawa, maka dia paham berapa dalamnya sungai; sedangkan tupai

8 Anonim, Ungkapan Tradisional yang Berkaitan dengan Sila-sila dalam Pancasila

yang biasa memakan buah selalu dicari yang masak, karena masaknya buah tupailah ahlinya.9

Pemimpin dalam adat Jambi terdiri dari tiga kelompok, dalam seloko adat dikatakan: Tali tigo sepilin tungku tigo sejarangan, menggambarkan sinergi antara pegawai syarak (kodhi, imam, khatib, dan bilal), pemangku adat (depati, nenek mamak, rio, penghulu, ngabai, mangku, datuk, orang tuo, cerdik pandai, dan para tengganai), dan pemimpin pemerintahan (raja, menteri, batin, penghulu, kepala kampung, dan kepala dusun).10 Akan tetapi semua pemimpin tersebut harus memiliki sifat adil dan bijak seperti dikatakan dalam seloko adat11: Rajo adil rajo disembah, rajo lalim rajo disanggah. Maksudnya, kalau pemimpin adil dan bijak maka rakyatnya rela menyembahnya –patuh– kepadanya, sebaliknya kalau pemimpin berlaku zalim maka rakyatnya siap menurunkannya. 2. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif

Castetter berpendapat bahwa dalam upaya mewujudkan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif, kepala sekolah memiliki tanggung jawab dalam hal-hal berikut:

a. Merumuskan, mendefinisikan, menjelaskan, dan menafsirkan kepada siswa, staf, dan komunitas tujuan program pendidikan yang bermacam-macam dalam unit kerja.

b. Membantu individu dalam unit kerja untuk melakukan penyesuaian rencana, posisi, dan harapan.

c. Bekerja sama dengan unit organisasi lain untuk meningkatkan program pendidikan.

d. Mengembangkan, mendefinisikan, dan menerapkan standar kinerja untuk personil murid dan guru dalam kaitannya dengan program pendidikan.

9 Anonim, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2009), hlm. 127.

10Ibid., hlm. 130. 11Ibid.

e. Mengusulkan modifikasi dalam rencana, program, dan prosedur.

f. Menyelesaikan konflik yang timbul dari peran dan ambiguitas dari kepentingan organisasi.

g. Membuat organisasi yang demokratis.

h. Membangun hubungan kerjasama antara unit kerja dan komunitas yang dilayaninya.12

Hal pertama yang seharusnya dilakukan oleh kepala sekolah di dalam memimpin sekolahnya adalah melakukan kerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya untuk membuat program baik program singkat yang bersifat jangka pendek maupun program yang jauh ke depan yang bersifat jangka panjang. Bukan saja guru-guru yang harus mengetahui program yang akan dikerjakan tetapi harus sampai dan diketahui oleh siswa dan orang-orang yang terkait dengan sekolah yakni semua stakeholder. Jelasnya, kepala sekolah merumuskan visi bersama orang-orang terkait dilengkapi dengan misinya kemudian dituangkan dalam program kerja. Semuanya itu menjadi pedoman bersama dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Seandinya di antara bawahan da yang kurang paham dengan program dan tugas yang akan dilakukannya mak tugas pemimpin untuk membimbingnya agar mengetahui tugas dan fungsi pokoknya. Langkah berikutnya, kepala sekolah harus menjalin kerja sama dengan unit lain dalam upaya memajukan sekolahnya. Seandainya sumber daya manusia (SDM) yang ada di sekolah tersebut termasuk lemah memerlukan upaya peningkatan maka kepala sekolah harus mencari lembaga yang memungkinkan untuk dapat bekerja sama untuk meningkatkan (SDM) tersebut. Begitu juga dengan bidang- bidang lainnya apabila diketahui belum berjalan secar maksimal maka perlu upaya untuk peningkatannya melalui kerja sama atau

12 William B. Castetter, The Personnel Function in Educational Administration (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., 1981), hlm. 65.

mengadakan MoU (Memorandum of Understanding) dengan pihak lain.

Selain itu, perlu dibuat standar kinerja untuk semua personalia yang ada di sekolah tersebut. Mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, tata usaha sampai kepada guru, siswa, dan pelayan atau tukang sapu. Standar kinerja ini menjadi penting, agar mudah diketahui apakah program yang dijalankan berhasil atau mengalami hambatan. Apabila di tengah jalan terdapat rintangan pada program yang dijalankan, maka segera dilakukan modifikasi dan penyesuaian-penyesuain. Di sini diperlukan kecerdasan dari seorang kepala sekolah untuk mengetahui apakah program yang dijalankan berjalan mulus atau terjadi masalah. Seandainya muncul masalah atau terjadi konflik maka kepala sekolah harus segera menyelasikan konflik tersebut walau sekecil apapun. Kebersamaan dan kekompakan dalam suatu unit kerja seperti sekolah sangat didambakan. Sekolah harus diumpamakan seperti suatu keluarga yang harmonis saling menghormati, saling menghargai, dan saling mempercayai. Apabila muncul pertikaian atau kesalahpahaman tidak boleh dibiarkan berlarut-larut harus segera diselesaikan.

Sejalan dengan itu, Mulyasa berpendapat bahwa kepemimpinan kepala sekolah yang efektif memiliki kriteria sebagai berikut:

1. mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif;

2. dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan;

3. mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan;

4. berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah;

6. berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.13

Danim14 mengemukakan ciri-ciri pemimpin efektif seperti berikut ini:

a. Jujur. Kejujuran membangkitkan kepercayaan banyak orang. b. Melakukan apa yang mereka katakan akan dilakukan.

c. Menepati janji.

d. Memastikan tindakan pemimpin konsisten dengan keinginan komunitas yang dipimpin.

e. Memiliki gagasan yang jelas.

f. Percaya pada nilai yang melekat pada diri orang lain. g. Mengakui kesalahan.

h. Menciptakan iklim saling percaya dan terbuka. i. Membantu orang lain untuk menjadi sukses. j. Mendorong anggota untuk berbuat lebih banyak.

k. Menyingsingkan lengan baju untuk bekerja sama dengan anggota.

l. Menghindari ungkapan yang menimbulkan kebencian, keengganan, dan resistensi.

Pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas apabila diambil garis besarnya bahwa kepemimpinan kepala sekolah yang efektif itu berada pada tiga bagian penting yakni: kepribadian, interaksi dengan bawahan, dan interaksi dengan masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian misalnya kejujuran, kedisiplinan, dapat dijadikan contoh, memiliki wawasan yang luas, dan mengakui kesalahan yang dilakukan. Hal-hal yang berhubungan dengan interaksi dengan bawahan misalnya memberdayakan bawahan, keterbukaan dengan bawahan, saling percaya dengan bawahan,

13 E. Mulyasa, Manajemen, hlm. 126.

menjalin hubungan secara kekeluargaan dengan bawahan, dan menghindari hal-hal yang tidak disukai bawahan. Sedangkan interaksi dengan masyarakat misalnya menjalin hubungan yang harmonis, memberi peran bagi tokoh-tokoh masyarakat, dan mengajak masyarakat untuk bekerja sama dalam berbagai bidang. Ketiga bagian penting ini hendaknya ada keseimbangan, artinya ketiga-tiganya dapat berjalan secara bersamaan tanpa mendahulukan antara yang satu dengan yang lain.

Menurut Brantas,15 konsep kepemimpinan yang dilaksanakan di lembaga pendidikan Taman Siswa adalah: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Sebagai pemimpin pada top level management mana pun seyogiyanya memberi contoh yang baik. Bagi pemimpin menengah (middle manager) dapat membentuk, memperhatikan, memelihara, dan menjaga kehendak dan keperluan atasan dan bawahan secara seimbang. Sebagai pemimpin terbawah harus mampu mengasah bawahan dengan baik bukan memanjakan tetapi justru memberikan arahan dan rasa aman. Kepemimpinan yang efektif ada hubungannya dengan gaya kepemimpinan. Implementasi kepemimpinan seseorang ditentukan gaya kepemimpinan yang digunakan. Dubrin berpendapat16 bahwa gaya kepemimpinan terdiri dari autocratic style (gaya otokratis),

participative style (gaya partisipatif), dan free-rein style (gaya kendali bebas). Keith dan Girling17 menyebutnya dengan autoratic, participatory, dan laissez-fare. Langgulung18 menyebut gaya kepemimpinan dengan istilah tangan besi (autoritarian), laissez faire, dan demokratis. Menurut Timpe,19 bahwa otokratis adalah pemimpin yang membuat keputusan sendiri karena kekuasaan

15 Brantas, Dasar-dasar Manajemen (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 147 148. 16 Andrew J. Dubrin, Essential, hlm. 262.

17 Sherry Keith dan R. H. Girling, Education, hlm. 63.

18 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987), hlm. 214.

19 A. Dale Timpe, The Art and Science of Business Management Leadership, terj. Susanto Budidharmo (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1993), hlm. 122 - 123.

terpusatkan dalam diri satu orang. Demokratis atau partisipatory

adalah pemimpin yang berkonsultasi dengan kelompok mengenai masalah yang menarik perhatian, komunikasi berjalan lancar, pujian dan kritik digunakan, beberapa keputusan tetap berada pada pimpinan. Laissez fare atau kendali bebas adalah pemimpin yang memberi kekuasaan kepada bawahan. Kelompok dapat memecahkan masalahnya sendiri. Gaya ini efektif dalam kelompok profesional dan termotivasi tinggi. Gaya kepemimpinan terbaik berada pada perpaduan antara otokratis, demokratis, dan kendali bebas. Artinya, gaya kepemimpinan seseorang muncul disesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Ada juga yang mengatakan gaya kepemimpinan situasional, gaya didasarkan kepada siuasi yang muncul ketika itu. C. Kesimpulan

Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif substansinya berada pada bagaimana seorang kepala sekolah dapat melakukan perubahan terhadap sekolah yang dipimpinnya. Perubahan sudah barang tentu ke arah yang lebih baik bukan sebaliknya. Agar perubahan dapat tercapai bagi seorang kepala sekolah diperlukan agar memiliki wawasan dan pandangan yang luas sehingga ia dapat mempengaruhi bawahannya untuk bersama-sama membuat program agar sekolah dapat lebih baik dan lebih maju dari yang sebelumnya.

Sebagian dari hal-hal yang mesti diperhatikan dan dimiliki oleh kepala sekolah adalah guiding vision (memiliki visi), passion (kemauan yang kuat, ingin perubahan), integrity (integritas), trust (dipercaya), curiosity (rasa ingin tahu), dan daring (berani untuk mengambil resiko). Sudah barang tentu masih banyak hal-hal lain yang mesti diperhatikan tetapi setidaknya dapat menjadi dasar untuk melangkah dalam mengimplementasikan kepemimpinan lebih jauh ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Ungkapan Tradisional yang Berkaitan dengan Sila-sila dalam Pancasila Daerah Jambi, Jambi: Dikbudpar, 2006.

---, Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia, Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2009.

---, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Boyett, Joseph H., dan Boyett, Jimmie T., The Guru Guide, New York:

John Wiley & Sons, Inc., t. th.

Brantas, Dasar-dasar Manajemen, Bandung: Alfabeta, 2009.

Castetter, William B., The Personnel Function in Educational Administration, New York: Macmillan Publishing Co., Inc., 1981.

Danim, Sudarwan, Kepemimpinan Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010.

Dubrin, Andrew J., Essential of Management, Cincinnati: South- Western Publishing Co., 1990.

Keith, Sherry dan Girling, R. H., Education, Management, and Participation, Boston: Allyn and Bacon, 1995.

Timpe, A. Dale, The Art and Science of Business Management Leadership, terj. Susanto Budidharmo, Jakarta: Elex Media Komputindo, 1993.

Tjiharjadi, Semuil, To Be A Great Leader, Yogyakarta: Andi, 2007. Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-

Husna, 1987.

Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi Pembelajar, Bandung: Alfabeta, 2009.

DINAMIKA LEMBAGA DAN PRANATA HUKUM

Dalam dokumen An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016 (Halaman 134-147)