• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mendidik Kerukunan Keluarga.

Dalam dokumen An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016 (Halaman 97-104)

MENDIDIK KELUARGA BAHAGIA H Mitakul Huda, S Ag, M Pd

B. Mendidik Keluarga Bahagia

5. Mendidik Kerukunan Keluarga.

Laki-laki menikah menginginkan bahagia bersama wanita yang dicintainya demikian juga wanita. Tetapi sayangnya keluarga bahagia, membangunnya tidak semudah membayangkannya. Konflik terkadang muncul ditengah-tengah perjalanan hidup mereka. Konflik ini terjadi diantaranya karena secara hukum istri harus taat kepada suaminya, sedangkan suami harus merawat orangtuanya atau sebaliknya. Belum lagi masalah yang terjadi pada anak-anak mereka.

Kondisi seperti ini sebenarnya sudah disetel oleh Allah SWT, firmanNya,

26

Ahmad Bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad Bin Hambal, (Bairut : Muassasah Al Risalah, 1999, Juz XI), hal. 644.







































Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.27 (Q.S. Al Taghabun : 14).

Dan dalam konflik itu Allah SWT memerintahkan untuk tetap minta penyelesaian kepadaNya. Orang yang paham, ketika konflik itu terjadi pasti segera mendekat dan berpegang kepadaNya, karena logikanya orang tidak akan mengambil pegangan kalau suasana tenang. Seperti orang naik bus yang berjalan di atas jalan mulus, mudah tertidur saat perjalanannya. Tetapi bila bus tersebut berjalan di atas jalan terjal dan naik turun serta dipenuhi dengan lobang maka orang tersebut pasti mencari perlindungan dengan memegang apa yang bisa dipegang. Oleh karena itu Allah SWT ciptakan kesulitan pada manusia dan diperintahkan untuk minta tolong kepadaNya. Allah SWT berfirman,



















Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.28 (QS: Al Baqarah : 45)

Suami istri yang tidak sepaham biasanya secara lahiriah ditandai dengan kondisi marah dan anak yang tidak sepaham dengan orang tuanya juga ditandai dengan marah dan bahkan membangkang. Orang

27

Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya; Edisi Baru Revisi, hal. 930.

28

yang sedang marah hatinya keras, sulit untuk dinasehati, ibarat tanah, seperti tanah kering, kalau ingin menanam sesuatupada tanah kering, jangan langsung dicangkul, bisa mental dan berbalik mengenai dirinya sendiri, kalau ingin mencangkulnya, tanah itu harus digemburkan terlebih dahulu, disiram dengan air. Oleh karena itu bila seseorang ingin menasehati salah satu anggota keluarga yang sedang marah haruslah dilunakkan hatinya dulu baru dinasehati.

Cara melunakkan hati yang sedang keras Al Syaikh Muhammad Al Thahir Bin „Asyur dalam Al Tahrir wa Tanwir menjelaskan, wa in ta‟fuu

wa tashfahuu wa taghfiruu fa innallaha ghafurun rahimun. Ta‟fuu

artinya memaafkan dan belum bisa bertemu, tashfahuu artinya memaafkan dan sudah bisa bertemu, dan taghfiruu artinya memaafkan dan sudah bisa bertemu serta melupakan semua kesalahannya sehingga muncul sifat kasih dan sayangnya. Orang tidak akan berhasil menasehati orang yang lain ketika belum mampu melakukan tiga hal tersebut.29

Setelah tiga hal tersebut dilakukan langkah selanjutnya minta tolong kepada Allah SWT dengan cara sabar dan shalat. Dengan cara sabar artinya bergerak mencari jalan keluar dan dengan cara shalat artinya

berdo‟a. Rasululla SAW menjelaskan dalam riwayatkan Abi Hurairah,

اٌ بركأاك ًيشو ّييغ ها ًص ها لٔشر نأ ةريرْ يأ َغ

ءادا اوركأـ ،دجاش ْٔو ّبر ٌَ دتػىا نٔؾي

.

Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda, “Saat yang paling

dekat bagi seorang hamba terhadap Tuhannya adalah saat orang sedang sujud, maka perbanyaklah do‟a”.

Ta‟fuu, tashfahuu, taghfiruu, bersabar, kemudian shalat dan

dalam sujud terakhir saat shalat berdo‟a mohon pertolongan Allah SWT,

29

Al Syaikh Muhammad Al Thahir Bin „Asyur,Al Tahrir wa Tanwir, (Tunis : Dar Suhnun, 1997, Juz 28), hal. 285.

30

Abu Al Fida‟ Ismail Bin Umar Bin Katsir Al Qarsyy Al Dimisyqy, Tafsir Al Qur‟an Al Adhim, (Al Riyadh : Dar Thaybah, 1999, Juz VIII), hal. 440.

maka permasalahan yang sulit segera diatasi Allah SWT dan konflik segera selesai. Dengan demikian membentuk keluarga bahagia, menggunakan cara seperti ini insya Allah bisa tercapai, karena ijabah Allah terhadap do‟a seseorang yang sering sujud dan dalam sujudnya ia memperbanyak do‟a kepadaNya.

Do‟a saat sujud cepat diijabah lantaran sujud adalah saat

diampunkannya dosa orang yang sujud tersebut, karena Abdullah Bin Umar r.a melihat seseorang yang ruku‟ dan sujudnya lama lalu ia

menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

ىأ ًصي دتػىا ماك اذإ لٔلي ًيش و ّييغ ها ًص ها لٔشر

دجش وأ عكر اٍلـ ّيلحاو ّشأر ى جيػجـ ّبُٔذة

ِّغ جطكاصت

.

Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba berdiri melakukan shalat dosanya didatangkan dan diletakkan di atas kepala dan

pundaknya, setiap kali ruku‟ atau sujud dosa-dosa itu berguguran darinya. Itulah sebabnya maka kenapa orang shaleh do‟anya mustajab.

C. Kesimpulan

Keluarga bahagia adalah keluarga yang rukun antara suami istri, yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Ciri-cirinya mereka memiliki kecenderungan kepada agama, lemah lembut dalam pergaulau, sederhana dalam hidup, mampu introspeksi diri dan dapat bertobat dari kesalahan-kesalahannya.

Kewajiban suami terhadap istri memberi makan dan pakaian kepadanya, menghormatinya, dan memperlakukanya dengan baik. Kewajiban istri terhadap suami menjaga kehormatannya, dan

menta‟atinya, dan berterima kasih atas kebaikan suaminya.

31

Ahmad Bin Muhammad Bin Salamah Bin Abd Al Malik Bin Salamah Abu Ja‟far Al Thahawy, Syarh Ma‟any Al Atsar, (Bairut : Dar Al Kutub Al Ilmiyah, 1399 H., Juz I), hal. 477.

Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberinya nama yang baik, nafkah, muliakannya, mendidiknya dan menikahkannya. Bila mana terjadi konflik dalam keluarga harus diatasi dengan arif dan bijaksana melalui ta‟fuu, tashfahuu, taghfiruu, bersabar, kemudia shalat

dan dalam sujud terakhir saat shalat berdo‟a mohon pertolongan Allah

SWT, maka permasalahan yang sulit akan segera diatasi Allah SWT dan konflik segera selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Al Qur‟an dan Terjemahannya; Edisi Baru Revisi, Semarang : CV Thaha Putra, 1989.

Abdul Rachman Hussein, Seri Membangun Keluarga Sakinah; Kado Terindah Untuk Istriku Tercinta, Jakarta : Gramedia, 2009. Abd Al Rahman Bin Al Kamal Jalal Al Din Al Suyuthy, Al Dar Al

Mantsur, Bairut : Dar Al Fikr, 1993, Juz II.

Abu Al Fida‟ Ismail Bin Umar Bin Katsir Al Qarsyy Al Dimisyqy,

Tafsir Al Qur‟an Al Adhim, Al Riyadh : Dar Thaybah, 1999, Juz VIII.

Ala Al Din Ali Bin Hisam Al Din Al Muttaqy Al Hindy Al Burhany Faury, Kanzu Al „Amal fi Sunan Al Aqwal wa Al Af‟al, Bairut:

Mu‟assasah Al Risalah, 1981, Juz XI.

Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Abi Bakr Bin Farh Al Anshary Al Khazrajy Syamsu Al Din Al Qurthuby, Al Jami‟ Li Ahkam Al Qur‟an, Al Riyadh : Dar Ilm Al Kutub, 2003, Juz I.

Abu Al Hasan Ali Bin Khalf Bin Abd Al Malik Bin Bathal Al Bakry Al Qurthuby, Syarh Shahih Bukhary, Al Riyadh : Maktabah Al Rusyd, 2003, Juz VII.

Abu Al Ula Muhammad Abd Al Rahman Bin Abd Al Rahim Al Mubarakfury, Tuhfah Al Ahwadzy Bi Syarh Jami‟ Al Tirmidzy, Al Qahirah : Dar Al Hadis, 2001, Juz V.

Ahmad Bin Hambal, Musnad Al Imam Ahmad Bin Hambal, Bairut : Muassasah Al Risalah, 1999, Juz XI.

Al Syaikh Muhammad Al Thahir Bin „Asyur, Al Tahrir wa Tanwir,

Tunis : Dar Suhnun, 1997, Juz 28.

Arif, Arif Ali, dkk, Masailu Ma‟ashiratin fi Al Fiqhi Al Islamy, Kuala Lumpur : Fajar Ulung, 2014.

Hasan Basri, Merawat Cinta Kasih, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Jalaluddin Abdurrahman Bin Aby Bakrin Al Suyuthy, Al Fath Al Kabir

fi Dhommi Al Ziyadah ila Al Jami‟i Al Shaghiri, Bairut : Dar Al Nasyr, 2003, Juz I.

Muhammad Bin Futuh Al Hamidy, Al Jam‟u Baina Al Shahihaini Al

Bukhory wa Muslim, Bairut : Dar Al Nasyr, 2002, Cet. II, Juz I.

---, Al Jami‟ Baina Al Shahihain Al Bukhary wa Muslim,Lubnan : Dar Al Nasyr, 2002, Juz IV.

Muhammad Bin Ahmad Al Syarabaini, Tafsir Al Siraj Al Munir, Bairut :

Dar Al Kutub Al „Ilmiah, 1979, Juz II.

Muhammad Bin Ismail Al Amir Al Kahlany Al Shan‟any, Subulu Al

Salam, Bandung : Dahlan, tt, Juz IV.

Muhammad Bin Jarir Bin Yazid Bin Katsir Bin Ghalib Al Amaly, Abu

Ja‟far Al Thabary, Jami‟ Al Bayan fi Ta‟wil Al Qur‟an, Bairut

: Mu‟assasah Al Risalah, 2000, Juz VIII.

Muhammad Bin Thahir Al Muqaddasy, Dzakhirah Al Khuffadh, Al Riyadh : Dar Al Salaf, 1996, Juz V.

Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Yokyakarta : Narasi, 2010.

Muhammad Bin Salamah Bin Ja‟far Abu Abdullah Al Qadha‟iy, Musnad Al Syihab, Bairut : Muassasah Al Risalah, 1986, Juz I.

Muhammad Bin Ishaq Bin Khuzaimah Abu Bakr Al Sulamy Al Naisabury, Shahih Ibnu Khuzaimah, Bairut : Al Maktab Al Islamy, 1970, Juz IV.

Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al Bukhary Al Ja‟fy, Al Adab Al Mufrad, Bairut : Dar Al Basyair Al Islamiyah.

Shahrin Harahap, Islam Dinamis: Menegakkan Nilai-Nilai Ajaran al-

Qur‟an dalam Kehidupan Modern Di Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996.

Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara; Pemikiran Tentang Kajian Perempuan ,Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2010.

PANDANGAN ULAMA TENTANG TABARRUJ

Dalam dokumen An Nahdhah Vol 10 Edisi Januari Juni 2016 (Halaman 97-104)