342
BAB III
RANCANGAN KERANGKA EKONOMI
DAERAH DAN KEBIJAKAN
KEUANGAN DAERAH
Pokok bahasan pada Bab ini adalah kondisi ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun
2016 dan prospek perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2017 dan 2018, yang antara
lain mencakup indikator pertumbuhan ekonomi daerah, sumber-sumber pendapatan dan
kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan dalam pembangunan perekonomian
daerah meliputi pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah.
Perubahan pada laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah berimplikasi pada
besaran pendapatan daerah, dan selanjutnya akan mempengaruhi besaran belanja
daerah serta besaran pembiayaan daerah. Oleh sebab itu, penyusunan rancangan
kerangka ekonomi daerah yang cermat dan akurat menjadi syarat bagi perumusan
343
3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Arah kebijakan ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2018 diselaraskan dengan
sasaran dan arah yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2018 yang memiliki tema memacu investasi dan infrastruktur
untuk pertumbuhan dan pemerataan. Selain itu, kebijakan perekonomian DKI Jakarta
juga diarahkan untuk memantapkan pembangunan sumber daya manusia dan
infrastruktur kota dalam rangka percepatan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan perekonomian DKI Jakarta bersifat terbuka dan sangat dipengaruhi
oleh dinamika perkembangan ekonomi nasional dan global. Oleh sebab itu, penyusunan
asumsi perekonomian DKI Jakarta tahun 2018 memperhitungkan hasil analisis terhadap
kinerja perekonomian global, regional dan nasional tahun sebelumnya.
3.1.1 Perekonomian Global
Berdasarkan data World Economic Outlook IMF pada Januari 2017, pertumbuhan
ekonomi global diestimasi sebesar 3,1 persen pada tahun 2016 dan diproyeksikan
sebesar 3,4 persen pada tahun 2017 serta diproyeksikan terus mengalami peningkatan
menjadi 3,6 persen pada tahun 2018. Perekonomian global tahun 2018 diperkirakan
membaik meski masih lambat. Volume perdagangan global tumbuh lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi global di tahun 2017 dan 2018. Harga komoditas dunia, meski
344
Gambar 3.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Volume Perdagangan Dunia Sumber : World Economic Outlook IMF, Januari 2017
Berdasarkan data WEO IMF pada Januari 2017, pertumbuhan ekonomi negara
dunia tahun 2017 dan 2018 diperkirakan akan masih lebih baik dari perekonomian pada
tahun 2016. Perekonomian dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,4 persen pada
tahun 2017 dan sebesar 3,6 persen pada tahun 2018 sebagaimana terlihat pada tabel
di atas.
Tabel 3.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Tahun 2017 dan 2018
Kawasan/ Negara Estimasi Proyeksi 2016 2017 2018
Sumber: IMF, World Economic Outlook, Januari 2017
3,2 3,1 3,4 3,6
345
3.1.2 Perekonomian Nasional
Berdasarkan asumsi ekonomi Makro APBN dari Kementerian Keuangan,
pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2017 diperkirakan sebesar 5,1 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama akan didukung atas kuatnya permintaan
domestik dan investasi ditengah dorongan belanja infrastruktur pemerintah dan dampak
tranmisi tax amnesty terhadap perekonomian. Laju inflasi diperkirakan berada pada
kisaran 4,0 persen. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak pada kisaran
Rp.13.300 per dolar AS.
Sedangkan untuk tahun 2018 pertumbuhan ekonomi diperkirakan antara 5,4 – 6,0
persen dengan laju inflasi antara 2,5 – 4,5 persen. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan
bergerak pada kisaran Rp. 13.200 – 13.900 per dolar AS.
Tabel 3.2. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nasional
INDIKATOR 2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekonomi (% , yoy) 5,1 5,4 - 6,0 5,6 - 6,4
Inflasi (% , yoy) 4,0 2,5 – 4,5 2,5 – 4,5
Nilai tukar (Rp/US$) 13.300 13.200 – 13.900 13.200 – 13.900 Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan
(%) 5,3 4,6 – 5,4 4,6 – 5,4
Harga Minyak Mentah Indonesia
(US$/barel) 45,0 35 – 50 35 – 50
Lifting Minyak Mentah (ribu barel
per hari) 815 630 – 680 540 – 610
Lifting Gas (ribu barel setara
minyak per hari) 1.150 1.100 – 1.200 1.100 – 1.200 Sumber : Nota Keuangan dan APBN 2017, Kementerian Keuangan
3.1.3 Kondisi Ekonomi Daerah
Salah satu indikator utama dalam mengukur perekonomian daerah adalah
penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tujuan pembangunan daerah
harus mampu memicu peningkatan PDRB dari tahun ke tahun agar bisa membuka
lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Analisis ekonomi daerah
harus mampu menggambarkan dengan jelas kinerja PDRB tersebut dari berbagai
346
tak kalah penting antara lain inflasi, kemiskinan, investasi, nilai tukar, dan lain-lain.
Analisis ekonomi daerah dilakukan untuk mengumpulkan fakta dan permasalahan yang
dihadapi daerah saat ini untuk digunakan sebagai data dalam analisis keuangan daerah
dan perumusan kerangka ekonomi daerah. Penjabaran lebih lanjut mengenai
indikator-indikator ekonomi daerah yaitu sebagai berikut:
3.1.3.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai keseluruhan barang
dan jasa yang diproduksi pada suatu wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu. PDRB
dapat dihitung melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu dari sisi produksi, pengeluaran dan
pendapatan. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada tahun 2016
yaitu sebesar Rp.2.177,12 Triliun dengan PDRB perkapita mencapai Rp.207,99 juta.
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2016
mengalami pertumbuhan sebesar 5,85 persen, sedikit melambat dibanding tahun 2015
yang sebesar 5,89 persen.
Sebutan Jakarta sebagai Kota Jasa (Service City) tercermin dari struktur
perekonomian Jakarta yang diukur dengan PDRB menurut sektoral (lapangan usaha).
Berdasarkan data Badan Pusat Statisitk (BPS) Tahun 2016, struktur perekonomian
Jakarta Tahun 2016 didominasi oleh 3 (tiga) lapangan usaha dengan kontribusi utama
yaitu perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 16,49
persen, industri pengolahan sebesar 13,55 persen, konstruksi 12,88 persen.
Tabel 3.3 PDRB DKI Jakarta Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
No Lapangan usaha
2015
1 Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 1.867 1.985 0,88 0,09
2 Pertambangan dan
Penggalian 5.043 5.181 -1,50 0,24
3 Industri Pengolahan 274.523 295.043 3,64 13,55
4 Pengadaan Listrik dan
Gas 6.199 6.331 -0,49 0,29
5
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur ulang
347
No Lapangan usaha
2015
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
330.320 358.898 4,66 16,49
8 Transportasi dan
Pergudangan 66.004 76.403 11,24 3,51
9 Penyedian Akomodasi dan
Makan Minum 101.818 109.182 5,81 5,01
10 Informasi dan Komunikasi 141.791 157.158 10,82 7,22
11 Jasa Keuangan dan
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
114.110 123.169 3,32 5,66
15 Jasa Pendidikan 109.808 124.726 6,97 5,73
16 Jasa Kesehatan dan
Kegiatan sosial 32.676 36.721 7,81 1,69
17 Jasa lainnya 70.705 79.871 8,46 3,67
Total 1.989.330 2.177.120 5,85 100,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2017
Bila dilihat dari segi pertumbuhannya, perekonomian DKI Jakarta mengalami
pertumbuhan pada hampir seluruh sektor lapangan usaha, kecuali untuk sektor
pertambangan dan penggalian dan sektor pengadaan listrik dan gas. Sektor transportasi
dan pergudangan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar
11,24 persen, diikuti oleh sektor Informasi dan Komunikasi sebesar 10,82 persen dan
Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 8,50 persen (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017).
Selanjutnya, perkembangan nilai PDRB menurut pengeluaran pada tahun 2015
dan 2016 ditunjukkan pada tabel 3.4 dibawah ini. Komponen terbesar yaitu Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga dengan nilai PDRB berdasarkan harga berlaku pada tahun
2015 yaitu sebesar Rp.1.162.058 Milyar sedangkan Tahun 2016 yaitu sebesar
348
Tabel 3.4 PDRB Menurut Pengeluaran Tahun 2015 dan 2016
No Komponen
Sumber : Badan Pusat Statistika 2016 *Menggunakan Tahun Dasar 2010
3.1.3.2 Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perencanaan pembangunan
daerah. Fluktuasi inflasi pada suatu daerah dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan yang dapat memberikan manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Inflasi yang tidak stabil dapat menciptakan ketidakpastian
bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Inflasi yang tidak stabil juga akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan
349
pentingnya peran inflasi terhadap kondisi sosial-ekonomi daerah, menjadikan indikator
ini digunakan sebagai salah satu dasar dalam penyusunan perencanaan keuangan
Provinsi DKI Jakarta.
Tingkat inflasi diukur dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK)
sebagai indikator. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat
kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.
Pada Bulan Desember 2016, harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi
sebesar 0,27 persen. Sedangkan untuk laju inflasi tahun 2016 mencapai 2,37 persen.
Inflasi yang terjadi pada bulan Desember disebabkan naiknya harga-harga pada
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Empat kelompok pengeluaran
mengalami kenaikan indeks/inflasi yaitu kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan 0,99 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 0,54
persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,18 persen; dan kelompok
bahan makanan 0,09 persen. Sedangkan tiga kelompok pengeluaran lainnya mengalami
penurunan indeks/deflasi yaitu kelompok sandang 0,90 persen; kelompok pendidikan,
rekreasi dan olah raga 0,06 persen dan kelompok kesehatan 0,06 persen.
Tabel 3.5 Laju Inflasi DKI Jakarta Desember 2016 dan Tahun 2016 menurut Kelompok Pengeluaran
Kelompok Pengeluaran IHK Desember Minuman, Rokok dan Tembakau
133.42 138.04 138.78 0.54 4.02
350
Kelompok Pengeluaran IHK Desember
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2017
*) Persentase perubahan IHK Desember 2016 terhadap bulan November 2016 **) Persentase perubahan IHK Desember 2016 terhadap bulan Desember 2015
3.1.3.3 Nilai Tukar
Selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar juga
merupakan indikator penting bagi perekonomian DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan DKI
Jakarta merupakan bagian dari kota-kota besar dunia yang tidak bisa terlepas dari
dinamika perekonomian global. Pada tahun 2016, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika berada pada kisaran Rp.12.926 – Rp.13.946 per Dollar Amerika. Selanjutnya
Gambar di bawah menjelaskan tentang fluktuasi nilai tukar tersebut.
Gambar 3.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Sumber : Bank Indonesia
351
Stabilitas nilai tukar mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya
stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil juga
diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.
Bersama dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, nilai tukar digunakan sebagai
asumsi dalam penyusunan perencanaan keuangan Provinsi DKI Jakarta. Dalam hal
indikator nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengikuti
kebijakan ekonomi Pemerintah Pusat. Nilai tukar IDR/USD pada tahun 2017
sebagaimana diproyeksikan dalam Asumsi dasar ekonomi makro APBN Kementerian
Keuangan 2017 akan berada pada kisaran Rp.13.300 dan pada tahun 2018 akan berada
pada kisaran Rp.13.200 sampai dengan Rp.13.900
3.1.3.4 Investasi
Pencapaian Investasi tahun 2016 berdasarkan publikasi BKPM Republik
Indonesia, Jumlah proyek (PMDN/PMA) yang berada di DKI Jakarta sebanyak 7.214
dengan rincian 463 proyek PMDN dan 6.751 proyek PMA meningkat apabila
dibandingkan dengan tahun 2015 yang sejumlah 4.779 dengan rincian 4.463 proyek
PMDN dan 316 proyek PMA.
Sementara untuk pencapaian realisasi nilai investasi tahun 2016 yang berasal
dari PMA dan PMDN berjumlah Rp.58.092.455.000.000. Secara lebih rinci dapat
disampaikan bahwa untuk nilai investasi yang berasal dari PMA berjumlah
Rp.45.875.565.000 sementara untuk nilai investasi yang berasal dari PMDN berjumlah
Rp.12.216.890.000.000. pencapaian nilai investasi tersebut menurun apabila
dibandingkan dengan tahun 2015 yang secara total berjumlah Rp.60.755.131.250.000.
3.1.3.5 Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2016 yaitu
sebesar 385,84 ribu orang (3,75 persen). Bila dibandingkan dengan Maret 2016 (384,30
ribu orang atau 3,75 persen), jumlah penduduk miskin naik sebanyak 1,54 ribu orang.
Sedangkan bila dibandingkan dengan September 2015 dengan jumlah penduduk miskin
sebesar 368,67 ribu orang (3,61 persen), jumlah penduduk miskin pada September 2016
352
Tabel 3.6 Realisasi dan Proyeksi Persentase Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta
INDIKATOR SATUAN REALISASI PROYEKSI * 2014 2015 2016 2017*
Persentase Penduduk Miskin
Persen 4,09 3,61 3,75 3,40 – 3,50
Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2017 *) Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk
miskin, dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan
kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan
penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan. Pada periode Maret 2016-September 2016, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan,
sedangkan pada periode September 2015–September 2016 menunjukkan peningkatan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan turun sebesar 0,024 poin dari 0,457 pada Maret 2016
menjadi 0,433 pada September 2016, dan naik sebesar 0,159 poin dari 0,274 pada
September 2015 menjadi 0,433 pada September 2016. Demikian pula Indeks
Keparahan Kemiskinan turun 0,008 poin dari 0,083 menjadi 0,075 (Maret
2016-September 2016), dan naik sebesar 0,031 poin dari 0,044 menjadi 0,075 (2016-September
2015-September 2016).
3.1.3.6 Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia
berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui pendekatan
tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan,
dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas
karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka
harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan
digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun
untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli
masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian
353
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, nilai IPM pada tahun 2014 yaitu sebesar 78,39 dan mengalami
peningkatan pada tahun 2015 menjadi 78,99. Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia
yang ditetapkan dalam RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 yaitu sebesar
79,10 pada tahun 2016 dan diproyesikan kembali meningkat di akhir periode RPJMD
menjadi sebesar 79,60 pada tahun 2017.
Tabel 3.7 Realisasi dan Proyeksi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DKI Jakarta
INDIKATOR REALISASI PROYEKSI * 2014 2015 2016* 2017*
Indeks Pembangunan Manusia 78,39 78,99 79,10 79,60
Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2016 *) Sumber: Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017
3.1.3.7 Ketenagakerjaan
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi DKI Jakarta selama tahun
2014-2016 cenderung mengalami penurunan. TPT tahun 2014 tercatat 9,84 persen, angka
tersebut menurun menjadi 8,36 persen pada tahun 2015, kemudian menurun lagi
menjadi 5,77 persen pada tahun 2016. Jika dilihat selama tahun 2014-2016, TPT DKI
Jakarta mengalami penurunan yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,07 poin (Indikator
Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, BPS, 2016)
Menurunnya angka pengangguran di DKI Jakarta diduga penduduk yang
tergolong angkatan kerja sebagian besar terserap dalam kesempatan kerja. Penyerapan
angkatan kerja dalam kesempatan kerja disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada
sektor-sektor potensial selama tahun 2014-2016 sehingga menggerakkan aktivitas
usaha di DKI Jakarta, baik sektor formal maupun informal. Dengan meningkatnya
aktivitas dan produktivitas usaha pada sektor formal dan informal berdampak terhadap
penyerapan tenaga kerja, dan pada akhirnya menurunkan angka pengangguran di DKI
Jakarta. Di samping itu juga, kondisi perekonomian yang kondusif dan menguntungkan
di DKI Jakarta mendukung kesempatan para pengusaha untuk membuka atau
memperluas lapangan usaha baru sehingga supply tenaga kerja sebagian besar dapat
354
Dapat dilihat bahwa meskipun proyeksi TPT tahun 2017 berkisar pada pada
angka 9,3 persen, namun diharapkan proyeksi pada tahun-tahun tersebut dapat lebih
baik dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya.
Tabel 3.8 Realisasi dan Proyeksi Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi DKI Jakarta
INDIKATOR SATUAN REALISASI PROYEKSI * 2014 2015 2016 2017
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Persen 9,84 8,36 5,77 9,3
Sumber: Badan Pusat Statistika Provinsi DKI Jakarta 2017 *) Dokumen RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017
3.1.3.8 Ekspor dan Impor
Nilai ekspor Non Migas Provinsi DKI Jakarta berdasarkan angka free on board
(f.o.b) pada tahun 2016 yaitu 12.524.293 ribu USD dengan volume sebesar 13.290.457
ton. Nilai ekspor non migas menurut Negara pembeli terbesar di Provinsi DKI Jakarta
yaitu Singapura sebesar 4.855.695 ribu USD, RRC (termasuk Hongkong) sebesar
1.306.283 ribu USD, dan Amerika Serikat sebesar 908.749 ribu USD.
Tabel 3.9 Nilai Ekspor Non Migas Menurut Negara Pembeli di Provinsi DKI Jakarta (Ribu USD)
Negara Pembeli 2012 2013 2014 2015 2016
I. Afrika 308.995 406.624 270.633 245.783 183.501
II. Amerika 1.275.995 1.743.676 1.213.886 1.146.663 1.104.058
1. Amerika Serikat 1.089.374 1.496.652 1.047.519 961.461 908.749
2. Amerika Latin 101.300 146.942 89.992 101.032 115.782
3. Kanada 45.673 53.504 38.546 41.889 34.969
4. Lainnya 39.648 46.578 37.830 42.281 44.557
III. Asia 8.178.895 12.693.513 9.131.606 9.168.035 10.180.311
1. ASEAN 5.144.203 7.669.329 5.789.875 6.187.490 6.812.067
a. Brunei Darusssalam
16.590 24.902 14.027 13.732 12.901
b. Malaysia 495.727 839.818 678.476 559.658 633.854
c. Filipina 259.986 390.522 311.156 295.166 415.488
d. Singapura 3.488.357 5.348.289 4.117.676 4.541.171 4.855.695
e. Thailand 571.529 617.702 344.038 437.471 484.593
355
Negara Pembeli 2012 2013 2014 2015 2016
g. Vietnam 275.203 396.561 275.351 297.161 367.487
h. Kamboja 7.055 14.641 11.560 8.671 5.773
i. Laos 391 1.075 292 503 318
2. India 82.263 132.016 167.304 514.723 266.854
3. Irak 7.701 7.689 18.458 12.640 13.840
4. Jepang 883.603 1.321.052 805.158 628.899 811.087
5. Korea Selatan 161.451 243.048 189.679 150.453 180.352
6. Pakistan 34.163 53.505 41.198 39.775 56.216
7. RRC 1) 1.211.567 2.290.830 1.353.499 983.637 1.306.283
8. Saudi Arabia 75.928 104.940 82.688 61.861 66.636
9. Taiwan 102.207 170.236 129.590 114.727 156.235
10. Lainnya 475.809 700.868 554.157 473.831 510.741
IV. Australia dan Oceania
1.003.086 528.093 288.703 285.189 393.254
V. Eropa 810.997 1.113.048 623.560 609.123 663.170
1. Uni Eropa (UE) 708.951 988.756 563.881 554.281 576.759
a. Belanda 179.449 168.806 93.814 77.389 77.279
b. Belgia 37.556 64.449 41.284 40.555 42.661
c. Spanyol 89.702 124.280 52.547 59.607 48.586
d. Inggris 85.387 153.384 81.653 94.064 141.097
e. Italia 43.587 77.197 55.020 53.557 53.650
f. Jerman 107.561 164.787 104.516 111.692 99.645
g. Perancis 40.471 48.481 35.494 50.182 27.848
h. UE Lainnya 125.237 187.371 99.553 67.235 85.991
2. Rusia 47.504 56.827 21.419 17.167 21.316
3. Lainnya 54.542 67.465 38.261 37.675 65.095
Jumlah 11.577.967 16.484.954 11.528.388 11.454.792 12.524.293
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesa, 2017
Selanjutnya Nilai impor Non Migas Provinsi DKI Jakarta berdasarkan angka cost,
insurance, and freight (c.i.f) pada tahun 2016 yaitu 47.001.594 ribu USD dengan volume
sebesar 29.342.251 ton. Nilai impor non migas menurut Negara penjual terbesar di
Provinsi DKI Jakarta yaitu Brunei Darussalam sebesar 15.063.777 ribu USD, RRC
356
Tabel 3.10 Nilai Impor Non Migas Menurut Negara Penjual di Provinsi DKI Jakarta (Ribu USD)
Negara Penjual 2012 2013 2014 2015 2016
I. Afrika 169.089 150.211 179.219 149.428 102.112
II. Amerika 2.869.471 3.343.492 3.327.174 2.763.737 2.497.120
1. Amerika Serikat 2.389.048 2.675.815 2.618.521 2.192.107 1.859.939
2. Amerika Latin 275.180 291.458 462.859 309.754 447.832
3. Kanada 146.169 266.300 210.136 234.960 153.458
4. Lainnya 59.074 109.919 35.658 26.917 35.892
III. Asia 53.135.042 48.666.850 44.765.043 37.088.876 37.963.950
1. ASEAN 21.469.762 19.536.983 17.940.701 15.255.419 15.063.777
a. Brunei Darusssalam
44.959 46.237 42.875 16.597 15.934
b. Malaysia 2.493.827 2.421.697 2.273.309 1.969.283 1.814.241
c. Filipina 262.979 291.337 289.995 286.758 214.474
d. Singapura 13.454.880 11.615.402 10.308.737 8.817.323 9.130.683
e. Thailand 4.397.781 4.439.877 4.223.054 3.405.027 3.160.896
f. Myanmar 28.833 32.596 45.641 40.931 27.277
g. Vietnam 784.309 686.180 752.339 731.952 696.361
h. Kamboja 2.026 3.609 4.750 3.488 3.772
i. Laos 170 49 0 2.011 140
2. India 1.006.376 1.311.865 1.116.216 852.830 966.500
3. Irak - 49 0 - -
4. Jepang 14.231.151 11.260.824 9.969.470 7.116.989 7.420.872
5. Korea Selatan 3.440.350 3.331.854 2.941.482 2.328.211 2.309.667
6. Pakistan 79.074 35.894 60.179 52.640 37.118
7. RRC 1) 10.834.285 11.239.509 10.844.034 9.962.434 10.624.671
8. Saudi Arabia 30.273 50.777 52.015 33.825 33.978
9. Taiwan 1.616.735 1.530.874 1.445.156 1.154.964 1.064.561
10. Lainnya 427.035 368.220 395.789 331.564 442.806
IV. Australia dan Oceania
2.075.491 2.312.902 2.487.392 1.802.932 2.044.218
V. Eropa 5.628.130 5.980.152 5.281.549 4.544.719 4.394.193
1. Uni Eropa (UE) 4.923.706 4.941.163 4.429.912 3.768.856 3.676.482
a. Belanda 444.462 513.805 432.195 318.397 418.550
357
Negara Penjual 2012 2013 2014 2015 2016
c. Spanyol 123.307 105.275 136.985 90.757 134.280
d. Inggris 476.658 440.461 386.568 273.744 285.696
e. Italia 507.881 475.940 422.953 346.490 329.104
f. Jerman 1.622.066 1.434.013 1.417.775 1.149.876 1.133.850
g. Perancis 428.857 489.301 437.570 512.347 394.431
h. UE Lainnya 1.140.194 1.296.045 1.020.140 898.417 824.411
2. Rusia 17.472 72.691 39.279 52.680 31.717
3. Lainnya 686.953 966.298 812.357 723.183 685.994
Jumlah 63.877.223 60.453.607 56.040.376 46.349.692 47.001.594
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Bank Indonesa, 2017
3.1.4 Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah
3.1.4.1 Tantangan dan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan pantauan terhadap berbagai faktor baik kondisi ekonomi global
maupun nasional serta berbagai kebijakan yang akan ditempuh pemerintah, Bank
Indonesia memproyeksikan perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2017 berada pada
kisaran 5,7 - 6,1 persen (yoy). Sedangkan pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi
diproyeksi berada pada kisaran 6,0 – 6,4 persen.
Tabel 3.11 Prospek Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Tahun 2017 dan 2018
Indikator 2017 2018
Pertumbuhan Ekonomi 5,7 - 6,1% 6,0 – 6,4%
Sumber: Bank Indonesia 2017
Berdasarkan proyeksi Bank Indonesia, Pertumbuhan konsumsi rumah tangga
masih akan terjaga karena bertumbuhnya kelas menengah dan bonus demografi yang
dimiliki DKI Jakarta. Ruang fiskal yang relatif lebih besar dibandingkan tahun 2016 akan
mendorong konsumsi pemerintah lebih tinggi dan berdampak pada membaiknya
investasi pemerintah dan pertumbuhan sektor konstruksi. Kegiatan ekonomi swasta
diperkirakan mulai pulih. Proses pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang akan
berlangsung pada tahun 2017 kemungkinan akan dilanjutkan dengan kembalinya
358
Penyelenggaraan ASIAN Games pada 2018 diperkirakan memberikan dampak yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi kedepan. Terdapat risiko harga minyak dunia
yang perlahan meningkat dan berdampak pada harga BBM dan komoditas energi
sehingga berpotensi menahan konsumsi Rumah Tangga, sebagaimana Tabel di bawah
ini.
Tabel 3.12 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta dari Sisi Permintaan Tahun 2017 dan 2018
Indikator Sumber: Bank Indonesia, 2017
3.1.4.2 Tantangan dan Prospek Inflasi DKI Jakarta
Inflasi Jakarta pada tahun 2017 diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun 2016, dengan perkiraan sebesar 4,89 % – 5,89 % (yoy). Perkiraan ini
mempertimbangkan kondisi inflasi Jakarta pada awal tahun 2017 yang tercatat sebesar
0,99 % (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Desember 2016 yaitu sebesar
0,27 % (mtm). Di tengah masih terbatasnya permintaan masyarakat dan terkendalinya
harga pangan di Ibukota, kebijakan pemerintah berupa penyesuaian harga pada
359
pada Januari 2017. Kebijakan tersebut terutama terkait peningkatan biaya administrasi
STNK dan pencabutan subsidi listrik 900 VA yang secara bertahap telah dimulai pada
Januari 2017.
Risiko tekanan inflasi tahun 2017 terutama bersumber dari kelompok
administered prices yang memiliki potensi dampak terhadap inflasi dalam level yang
tinggi. Pencabutan subsidi listrik 900VA secara bertahap pada Januari, Maret dan Mei
2017 akan meningkatkan tekanan inflasi. Selain itu terjadi potensi kenaikan harga BBM
subsidi dan nonsubsidi akibat tren kenaikan harga minyak international.
Tabel. 3.13 Potensi risiko inflasi 2017
Faktor Risiko Tahun 2017
Potensi Dampak Terhadap
Inflasi IHK Volatile Food
Pasokan dan Perkembangan Harga:
• Volume stok beras yang masuk ke PIBC pada minggu keempat Januari 2017, cenderung stabil.
Berdasakan kondisi terkini, stok beras berada
pada level 33.603 ton, tidak berubah jauh dari
minggu yang sama bulan sebelumnya yang
sebesar 37.635 ton. Level stok masih di atas
threshold 25.000 ton
• Stok daging potong oleh PD Dharma Jaya cenderung meningkat pada minggu keempat
Januari 2017. Saat ini, pasokan adalah sebesar
140.073 kg stok daging potong dan 622 ekor sapi.
Peningkatan stok akan terus dilakukan oleh
Pemprov DKI Jakarta melalui kerjasama antar
daerah utamanya dari NTT yang mengirimkan sapi
secara reguler (2x sebulan) dan pengadaan daging
sapi impor yang telah disetujui kementerian terkait.
• La-Nina yang berkepanjangan masih berpotensi mengganggu pasokan pangan ke DKI Jakarta.
360
Faktor Risiko Tahun 2017
Potensi Dampak Terhadap
Inflasi IHK
Walau demikian, diprakirakan akan membaik pada
beberapa bulan kedepan
• Program standby stock beras antara PT Food Station dan Bulog dapat menjaga gejolak harga
beras yang berlebih.
Administered
Prices
• Pencabutan subsidi listrik 900VA secara bertahap pada Januari, Maret dan Mei 2017 akan
meningkatkan tekanan inflasi.
• Potensi kenaikan harga BBM subsidi dan nonsubsidi akibat tren kenaikan harga minyak
internasional
Tinggi
Core • Tingkat permintaan masyarakat masih cenderung
terbatas
• Pergerakan rupiah cenderung melemah, walau tidak signifikan. Hal ini dapat menyebabkan
kenaikan bahan baku produksi dari luar negeri. • Emas perhiasan berpotensi mengalami tren
kenaikan
Rendah
Sumber: Bank Indonesia, 2017
Dengan menggunakan asumsi baseline dan tidak terdapat shock kebijakan harga
dari Pemerintah, inflasi DKI Jakarta pada tahun 2018 diproyeksi pada kisaran 3,64 % -
4,64 %. Seiring membaiknya perekonomian Ibukota, tingkat permintaan masyarakat
akan ikut terdorong keatas (demand pull inflation). Inflasi Volatile Food tetap menjadi
faktor risiko utama. Penguatan BUMD pangan perlu terus dilakukan dalam pengendalian
harga DKI Jakarta. Penerapan teknologi juga perlu dilakukan untuk membantu
pengendalian inflasi, terutama komoditas hortikultura (contohnya : Controlled
361
Tabel 3.14 Proyeksi Inflasi DKI Jakarta Tahun 2017 dan 2018
Indikator 2017 2018
Inflasi 4,89 % – 5,89 % 3,64 % - 4,64 % Sumber: Bank Indonesia 2017
Menghadapi berbagai risiko yang ada, dukungan dari seluruh daerah sangat
dibutuhkan untuk menuju target pencapaian inflasi nasional. Untuk mencapai kondisi
sesuai target yang diproyeksikan, koordinasi antarpelaku ekonomi, terutama berbagai
institusi yang terlibat dalam TPID Provinsi Jakarta perlu terus diperkuat, melalui
program-program pengendalian yang lebih terencana dan aplikatif. Penguatan peran
BUMD pangan sangat berpengaruh terhadap terkendalinya harga pangan strategis.
Menghadapi tantangan tersebut, diperlukan sinkronisasi kebijakan disertai dengan
komitmen yang kuat dari berbagai pihak.
3.1.4.3 Tantangan dan Prospek Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah selama periode 2017 hingga 2019 diperkirakan cukup stabil dan
dipengaruhi oleh sejumlah tantangan domestik dan eksternal. Dalam Nota Keuangan
dan APBN 2017, pemerintah pusat memproyeksikan nilai tukar periode 2017 pada
kisaran Rp.13.300 per USD. Selanjutnya dengan memperhatikan faktor-faktor yang ada,
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selama periode 2018 hingga 2019
diperkirakan bergerak pada kisaran Rp.13.200 hingga Rp. 13.900 per USD
Tabel 3.15 Prospek Nilai Tukar
Tahun Nilai Tukar (Rp/US$)
2017 13.300
2018 13.200 – 13.900 2019 13.200 – 13.900
Sumber : Nota Keuangan dan APBN 2017, Kementerian Keuangan
3.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Kebijakan keuangan daerah merupakan kebijakan yang strategis dalam
362
kondisi dan kemampuan keuangan daerah. Pada tahun 2018 kebijakan keuangan
daerah difokuskan pada kebijakan yang memperhatikan kapasitas fiskal yang utamanya
memfokuskan pada pendapatan asli daerah, pendapatan transfer dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah.
Kebijakan belanja daerah juga diarahkan untuk pemenuhan kebijakan belanja
wajib, mengikat dan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga
difokuskan pada belanja untuk mendukung peran Jakarta sebagai Ibu Kota Negara
Republik Indonesia dan mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat serta belanja untuk memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang sifatnya wajib dan
mengikat.
Pembiayaan pembangunan daerah yang terdiri dari penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan diarahkan untuk tetap menjaga stabilitas fiskal daerah
sehingga pembangunan daerah dapat berjalan berkesinambungan dan tetap. Selain itu
pembiayaan pembangunan mengedepankan prinsip akuntubilitas, transparansi,
kepatutan dan kewajaran, efisien dan efektif.
Agar dana pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat
digunakan efektif dan efisien maka diperlukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan
keuangan daerah. Arah kebijakan berisi uraian tentang kebijakan yang akan dipedomani
oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola pendapatan daerah, belanja daerah, dan
pembiayaan daerah. Tujuan utama kebijakan keuangan daerah adalah bagaimana
meningkatkan kapasitas (riil) keuangan daerah dan mengefisiensikan penggunaannya.
3.2.1 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah
Salah satu sumber utama penerimaan kas daerah adalah pendapatan daerah.
Pendapatan daerah harus dioptimalkan untuk menghasilkan kapasitas keuangan daerah
yang makin tinggi guna mendukung pendanaan pembangunan daerah. Sumber
pendapatan daerah yang berasal dari PAD, meliputi: Pendapatan pajak daerah,
Pendapatan retribusi daerah, Pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah, sedangkan Dana perimbangan, terdiri dari: Dana
Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber daya Alam), Dana Alokasi
363
dana darurat, bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, serta dana
penyesuaian dan Otonomi Khusus.
Selanjutnya dirumuskan kebijakan yang terkait langsung dengan pos-pos
Pendapatan Daerah dalam APBD. Arah kebijakan pendapatan daerah meliputi:
a. Kebijakan perencanaan pendapatan daerah yang akan dilakukan pada tahun
anggaran berkenaan, dengan meningkatkan optimalisasi sumber-sumber
pendapatan, sehingga perkiraan besaran pendapatan dapat terealisasikan dan
sedapat mungkin mencapai lebih dari yang ditargetkan.
b. Uraian arah kebijakan berkaitan dengan target pendapatan daerah.
c. Upaya-upaya pemerintah daerah dalam mencapai target.
3.2.1.1 Pajak Daerah
Intensifikasi :
1. Melakukan optimalisasi penerimaan Pajak Daerah melalui penerapan Online System
terhadap 4 (empat) jenis pajak daerah, antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan dan Pajak Parkir.
2. Melakukan pemutakhiran data objek pajak melalui :
a. Pendataan Wajib Pajak untuk Pajak Hotel, Restoran, Hiburan, Parkir dan
Reklame
b. Melakukan pemuktahiran administrasi pajak daerah berbasis Nomor Induk
Kependudukan (NIK) terhadap PKB, BPHTB dan PBB
c. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2):
i. Pemutihan/penghapusan Tunggakan/Piutang PBB-P2
ii. Pemutakhiran Data Objek Tanah dan Bangunan
iii. Penilaian Individual terhadap objek PBB-P2
3. Melakukan Pemeriksaan terhadap :
a. Wajib Pajak Self-Assessment (Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan
Pajak Parkir) dengan menggunakan perhitungan potensi pajak dan setoran
masa minimal
b. Wajib Pajak PBB-KB
364
4. Melakukan Penagihan Piutang Pajak antara lain :
a. Kendaraan bermotor Belum Daftar Ulang (BDU) Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB)
b. Penyelenggaraan reklame yang Belum Daftar Ulang (BDU) Pajak Reklame
c. PBB-P2 dan Jenis-jenis Pajak Daerah Lainnya
d. Melakukan cleansing data terhadap Piutang Pajak
e. Melakukan pemasangan sticker atau plang bagi penunggak pajak
Ekstensifikasi :
1. Melakukan Revisi Peraturan Daerah terhadap Pajak Daerah:
a. Melakukan perubahan tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB):
i. Untuk kendaraan bermotor penyerahan pertama/baru (BBN-I) yang
semula 10% menjadi 15%-20%
ii. Untuk kendaraan bermotor penyerahan kedua dan seterusnya/bekas
(BBN-II) yang semula 1% menjadi 1,5%
b. Melakukan perubahan tarif melalui revisi Peraturan Daerah terhadap jenis
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang semula 3% Menjadi 8%
c. Melakukan revisi Peraturan Daerah terhadap jenis pajak BPHTB yaitu
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai Dasar Pengenaan Pajak
BPHTB.
d. Melakukan revisi Peraturan Daerah terhadap jenis pajak PBB-P2 khususnya
untuk pemecahan strata title menggunakan tarif bangunan induk.
e. Melakukan perluasan Basis Objek Pajak Hotel atas Persewaan Ruangan
(Apartemen, Perkantoran, & lain sebagainya)
f. Melakukan Perubahan Nilai Sewa Reklame (NSR) dan Kelas Jalan sebagai
Dasar Pengenaan Pajak Reklame
g. Melakukan penyesuaian terhadap Kebijakan Pembebasan PBB-P2 atas
Rumah Rusunawa dan Rusunami yang sebelumnya dengan Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
menjadi sampai dengan Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2. Peningkatan Kualitas Dan Kuantitas Pelayanan :
a. Melakukan Penambahan Sumber Daya Manusia (SDM)
b. Melakukan Peningkatan Integritas dan Kualitas SDM
365 3.2.1.2 Retribusi Daerah
Yang dimaksud dengan Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Untuk
mengoptimalkan pendapatan daerah dari retribusi diperlukan beberapa kebijakan yaitu
Peningkatan Pelayanan Retribusi Daerah, serta Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Penerimaan Retribusi Daerah.
1. Peningkatan Pelayanan Retribusi Daerah melalui :
a. Penerapan e-Retribusi dalam pemungutan Retribusi Daerah;
b. Menerapkan Banking System dalam melakukan pembayaran Retribusi;
c. Untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat, sebagian pelayanan
Retribusi Perizinan dan Non Perizinan dilaksanakan melalui Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;
d. Menerapkan sistem e – ticketing untuk menggantikan pelayanan retribusi daerah
yang masih menggunakan karcis
2. Intensifikasi dan ekstensifikasi perlu dilakukan secara komprehensif guna
optimalisasi penerimaan retribusi. Dalam hal Intensifikasi dan ekstensifikasi
Penerimaan Retribusi Daerah dilakukan beberapa kebijakan antara lain :
a. Melakukan penyesuaian tarif secara komprehensif untuk beberapa jenis
Retribusi Daerah;
b. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemungutan Retribusi
Daerah.
3.2.1.3 Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah Yang Sah
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah
yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Penerimaan ini antara lain dari Bank Pembangunan Daerah, perusahaan
daerah, dividen dan penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga. Untuk meningkatkan
366
a. Meningkatkan kemampuan manajemen pengelolaan bisnis Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) yang dapat meningkatkan laba BUMD;
b. Menerapkan strategis bisnis yang tepat, serta meningkatkan sinergisitas antar BUMD
untuk meningkatkan daya saing perusahaan;
c. Membuat surat penagihan deviden kepada BUMD;
d. Memperkuat struktur permodalan BUMD, antara lain melalui PMD, dll;
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal
dari lain-lain milik pemerintah daerah. Penerimaan ini berasal dari hasil penjualan barang
milik daerah, dan penerimaan jasa giro. Untuk meningkatkan kinerja Lain- lain Pendapatan
Daerah Yang Sah, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu sebagai berikut:
a. Mengimplementasikan hasil evaluasi terhadap perjanjian-perjanjian pemanfaatan
aset daerah dengan Pihak Ketiga;
b. Mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah yang berada di lahan-lahan yang strategis
dan ekonomis melalui kerjasama dengan Pihak Ketiga;
c. Mengembangkan pengelolaan mitigasi fiskal daerah melalui Debt Management;
d. Mengoptimalkan pendapatan BLUD dengan penambahan dari UPT Pusdiklat
Damkar, Pusat Pelayanan Kesehatan Pegawai dan UPT Perternakan yang dalam
proses pembentukan menjadi PPK BLUD dan Penerapan PPK BLUD SMK masih
dalam tahap pembahasan oleh Dinas Pendidikan.
3.2.1.4 Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Pemerintah Provinsi akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat bekerja
sama dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak
Pratama untuk meningkatkan pendapatan yang berasal dari Dana Perimbangan melalui
Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) dengan
melakukan kegiatan bersama berupa Ektensifikasi dan Intensifikasi Pajak dalam rangka
367 3.2.1.5 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperoleh hibah dari PT. Jasa
Raharja (Persero).
3.2.2 Arah Kebijakan Belanja Daerah
Subbab ini berisikan uraian mengenai kebijakan yang akan dilakukan oleh
Pemerintah Daerah yang terkait langsung dengan pengelolaan Belanja (Belanja
Langsung maupun Belanja Tidak Langsung).
Kebijakan belanja daerah memprioritaskan terlebih dahulu pos belanja yang wajib
dikeluarkan, antara lain belanja pegawai, belanja bunga dan pembayaran pokok
pinjaman, belanja subsidi, belanja bagi hasil, serta belanja barang dan jasa yang wajib
dikeluarkan pada tahun yang bersangkutan.
Belanja tidak langsung untuk belanja hibah, belanja sosial, dan belanja bantuan
kepada provinsi dan kabupaten/kota/pemerintah desa, serta belanja tidak terduga
disesuaikan dan diperhitungkan berdasarkan ketersediaan dana dan kebutuhan belanja
langsung.
Pengalokasian Belanja Daerah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
Tahun Anggaran 2018 disesuaikan dengan asumsi dasar ekonomi makro, kebutuhan
penyelenggaraan daerah, kebutuhan pembangunan, dan mengikuti ketentuan
perundangan yang berlaku. Kebijakan terkait Belanja Daerah untuk Tahun Anggaran
2018 dijabarkan di bawah ini
3.2.2.1 Kebijakan terkait Pemenuhan Belanja Mengikat dan Belanja Wajib
Pemenuhan Belanja Mengikat dan Belanja Wajib dilakukan sesuai dengan
amanat Pasal 106 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, yaitu:
(1) Memenuhi Belanja Mengikat yaitu belanja yang dibutuhkan secara terus-menerus
dan dialokasikan oleh Pemda dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap
bulan dalam tahun anggaran bersangkutan seperti Belanja Pegawai, Belanja Barang
368
(2) Memenuhi Belanja Wajib yaitu belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan
pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain : Pendidikan dan Kesehatan
dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.
3.2.2.2 Kebijakan Terkait Pemenuhan Belanja Prioritas Dalam Pencapaian Visi
Dan
Misi RPJPD 2005-2025
Pemenuhan Belanja Prioritas Dalam Pencapaian Visi dan Misi RPJPD
2005-2025 dilakukan dengan memperhatikan bahwa Belanja dimaksud memenuhi kriteria:
(1) Melaksanakan Program Prioritas dalam rangka pencapaian Visi dan Misi RPJPD
2005-2025.
(2) Melaksanakan sasaran dan prioritas pembangunan tahun 2018 yang merupakan
tahun pertama dari periode keempat pembangunan tahun 2018-2022 yang tertuang
dalam RPJPD Tahun 2005-2025. Tahap Ke-4 (Periode 2018-2022), adalah periode
untuk memantapkan pembangunan kota Jakarta yang aman, nyaman, sejahtera,
produktif, berkelanjutan dan berdaya saing global dengan fokus utama mempercepat
pembangunan kota dengan menekankan pada peningkatan daya saing global,
kapasitas inovasi dan kreasi daerah dan memantapkan kapasitas sarana dan
prasarana kota, tata kelola pemerintahan yang baik, dan perekonomian yang kuat
dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta efisiensi
pemanfaatan SDA
(3) Mengedepankan program-program yang menunjang pertumbuhan ekonomi,
peningkatan penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan.
(4) Melaksanakan program-program yang bersifat mengikat seperti halnya dukungan
pencapaian 9 prioritas pembangunan nasional (Nawa Cita) sebagaimana
diamanatkan pada RPJMN 2015 - 2019 serta pemenuhan ketentuan
perundang-undangan.
(5) Melaksanakan pendampingan terhadap program-program pemerintah pusat serta
program-program yang didanai oleh Lembaga Keuangan Internasional.
(6) Mengakomodir seluruh program pembangunan yang dijaring melalui Aspirasi
369
(7) Mengakomodir hasil telaahan pokok-pokok pikiran DPRD, yang merupakan hasil
kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan
risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses
yang dituangkan dalam daftar permasalahan pembangunan yang ditandatangani oleh
Pimpinan DPRD sebagaimana yang diatur pada pasal 96 ayat Perda 14 tahun 2011
tentang Perencanaan dan Penganggaran Terpadu.
3.2.2.3 Kebijakan Terkait Pengalokasian Belanja Penyelenggaraan Urusan Peme-
rintah Daerah
Pengalokasian Belanja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah dilakukan
sesuai dengan amanat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan fokus
pada pelayanan dasar:
(1) Pendidikan
(2) Kesehatan
(3) Pekerjaan umum dan penataan ruang
(4) Perumahan rakyat dan kawasan permukiman
(5) Ketenteraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat, dan
(6) Sosial
3.2.2.4 Kebijakan Terkait Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Subsidi, Bantuan Keu-
angan Dan Belanja Tidak Terduga
Pemenuhan Belanja Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah dilakukan
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, di mana:
(1) Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan
370
bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang
bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah.
(2) Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah
daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak
secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan
terjadinya resiko sosial.
(3) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf g Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 digunakan untuk menganggarkan bantuan
keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,
pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam
rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
(4) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 merupakan belanja untuk kegiatan
yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun tahun sebelumnya yang
telah ditutup.
3.2.2.5 Kebijakan terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik
Pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik dilakukan sesuai dengan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 905/501/SJ tahun 2016 tentang Petunjuk
Teknis Penganggaran Dana Alokasi Khusus Non Fisik pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016 yang menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 12
ayat (7) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 dan Lampiran XVlll Peraturan Presiden
Nomor 137 Tahun 2015, DAK Non Fisik terdiri dari:
(1) Kebijakan untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS);
(2) Kebijakan untuk Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah (TPG PNSD);
(3) Kebijakan untuk Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah (Tamsil PNSD);
(4) Kebijakan untuk Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2);
(5) Kebijakan untuk Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
371
(6) Kebijakan untuk Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional
Keluarga Berencana (BOKB); dan
(7) Kebijakan untuk Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan
Ketenagakerjaan (PK2 UKM dan Naker).
3.2.3 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
3.2.3.1 Pembiayaan dengan Skema APBD
Dalam struktur APBD, selain komponen Pendapatan dan Belanja Daerah,
terdapat juga Pembiayaan Daerah, yaitu setiap penerimaan/pengeluaran yang perlu
dibayar kembali/diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Subbab ini berisikan uraian mengenai
kebijakan penerimaan pembiayaan dan kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah.
Rencana pembiayaan daerah memegang peranan penting dalam penyusunan
APBD di DKI Jakarta. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan perhitungan
yang komprehensif dengan memperhatikan potensi pendapatan dan alokasi belanja.
Kebijakan Pembiayaan Daerah di masa yang akan datang, sumber dari sisi
Penerimaan adalah dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya
dan dari Penerimaan Pinjaman Daerah. Sedang dari sisi pengeluaran pembiayaan
direncanakan untuk Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah.
Kebijakan penerimaan pembiayaan yang akan dilakukan terkait dengan kebijakan
pemanfaatan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA), pencairan
dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan
pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, penerimaan piutang daerah
sesuai dengan kondisi keuangan daerah.
Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah mencakup pembentukan dana
cadangan, penyertaan modal (investasi) daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah, pembayaran pokok utang yang jatuh tempo, pemberian pinjaman daerah
372
Dalam hal ada kecenderungan terjadinya defisit anggaran, harus diantisipasi
kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada pos penerimaan pembiayaan daerah,
sebaliknya jika ada kecenderungan akan terjadinya surplus anggaran, harus diantisipasi
kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada pos pengeluaran pembiayaan daerah,
seperti penyelesaian pembayaran pokok utang dan penyertaan modal.
3.2.3.2 Pembiayaan dengan Skema Non-APBD
Pembiayaan dengan Skema Non-APBD diarahkan padaTanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan Dunia Usaha (TSLDU), di mana berdasarkan Peraturan Gubernur
Nomor 112 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha,
disebutkan bahwa penyelenggaraan TSLDU dimaksudkan untuk mengoptimalisasi
program pembangunan daerah, dengan prinsip bahwa TSLDU merupakan kegiatan
sukarela dimana perusahaan memiliki kebebasan mutlak untuk menentukan bentuk
kegiatan, besarnya dana yang akan dialokasikan atau dibelanjakan dan lokasi kegiatan,
serta dengan cara/ pola kegiatan TSLDU dilaksanakan. TSLDU bukan merupakan
kewajiban/ kompensasi/ persyaratan/ insentif atas diberikannya pelayanan perizinan
terhadap kegiatan atau aktivitas perusahaan.
Ruang lingkup Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Dunia Usaha (TSLDU)
meliputi:
a. bina sosial dan budaya;
b. bina ekonomi;
c. bina fisik lingkungan, dan;
d. penanggulangan bencana.
TSLDU dapat berupa kegiatan langsung kepada masyarakat atau melalui
keikutsertaan dalam program pemerintah daerah berupa kegiatan TSLDU terkait barang
milik daerah dan atau jasa/non barang milik daerah. Kegiatan TSLDU yang terkait
barang milik daerah merupakan kegiatan yang berdampak pada adanya penambahan
dan atau penggunaan barang milik daerah. Sedangkan TSLDU yang terkait jasa/non
barang milik daerah merupakan kegiatan yang tidak berdampak pada adanya
penambahan dan/atau penggunaan barang milik daerah. Adapun prosedur pelaksanaan
373
pelaksanaan TSLDU selesai, ditindaklanjuti dengan serah terima dan dibuatkan Berita
Acara Serah Terima (BAST) dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
1) Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015 tentang Pengenaan
Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Gubernur Nomor 119 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015 tentang
Pengenaan Kompensasi terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan,
disebutkan bahwa pemanfaatan ruang yang dapat diberikan pelampauan KLB
dimungkinkan pada lokasi :
a. Pusat Kegiatan Primer;
b. Pusat Kegiatan Sekunder;
c. Kawasan Strategis Kepentingan Ekonomi;
d. Kawasan Terpadu Kompak dengan Pengembangan Konsep TOD;
e. Kawasan yang memiliki fungsi sebagai fasilitas parkir perpindahan moda (park and
ride); dan
f. Lokasi pertemuan angkutan umum massal.
Pengenaan kompensasi terhadap pelampauan KLB diberikan dengan tetap
menghormati hak orang lain sesuai ketentuan perundangan dimana bentuk pengenaan
kompensasi dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Gubernur setelah mendapat
pertimbangan dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
Kompensasi terhadap pelampauan KLB ditetapkan dalam bentuk penyediaan
fasilitas publik antara lain :
a. penyediaan lahan dan/atau membangun RTH publik;
b. penyediaan lahan dan/atau membangun rumah susun sewa;
c. penyediaan lahan dan/atau membangun waduk atau situ;
d. pembangunan dan/atau perbaikan prasarana dan sarana kota;
e. perbaikan dan/atau pemugaran bangunan cagar budaya;
f. penyediaan moda angkutan umum;
g. pembangunan dan/atau perbaikan fasilitas penyeberangan orang dan/atau
374
h. penyediaan jalur dan peningkatan kualitas fasilitas pejalan kaki;
i. penyediaan jalur sepeda serta fasilitas pendukungnya; dan/atau
j. penyediaan lahan dan/atau pembangunan dan/atau perbaikan sarana dan
prasarana pemerintah lainnya.
Penyediaan fasilitas publik dapat berada di dalam wilayah Provinsi DKI Jakarta
maupun di luar wilayah Provinsi DKI Jakarta, pada aset Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta/Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah lainnya atau pada lahan yang wajib
diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sedangkan untuk rumah susun sewa yang akan diserahkan kepada Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta harus memenuhi ketentuan khusus untuk rumah susun sewa
sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
Adapun yang diberikan dalam bentuk sebagaimana point a sampai dengan point
j diatas, sesuai prioritas Pemerintah Daerah harus diserahkan kepemilikannya kepada
Pemerintah Daerah untuk menjadi aset. Selain pengenaan kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam point a sampai dengan point j, dikenakan kompensasi tambahan dalam
bentuk penyediaan jalur dan peningkatan kualitas pejalan kaki dengan lebar minimal 5
(lima) meter.
3.3 Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka
Pendanaan
Pada subbab ini memuat penjelasan tentang analisis dan perkiraan
sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan realisasi tahun-tahun sebelumnya, yang
mencakup Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain
pendapatan yang sah; Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah.
3.3.1 Realisasi dan Proyeksi Pendapatan Daerah
Secara umum, Pendapatan Daerah diproyeksikan akan mengalami peningkatan,
mengingat dalam kurun tahun terakhir telah terjadi kenaikan tingkat Pendapatan Daerah.
375
melalui berbagai upaya, baik yang diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana
Perimbangan; dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Realisasi dan Proyeksi
Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 sampai dengan Tahun 2018
dapat terlihat pada Tabel 3.16 dibawah ini:
Tabel 3.16 Realisasi dan Proyeksi/Target Pendapatan Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 s.d tahun 2018 (dalam Milyar Rupiah)
NO Uraian
1.1 Pendapatan asli
daerah 31.274,21 33.686,17 37.887,28 41.488,19
1.1.1 Pajak daerah 27.050,94 29.076,93 31.608,65 35.230,00 36.300,00
1.1.2 Retribusi daerah 515,17 459,45 674,56 677,88 711,69 daerah yang sah
3.242,11 3.622,51 5.300,86 5.126,96 4.449,38
1.2 Dana
perimbangan 9.677,53 5.887,26 15,271,66 18.770,21 19.148,91
1.2.1
Dana bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak
9.591,54 5.887,26 12.388,58 15.621,23 13.846,18
1.2.2 Dana alokasi
376
Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta
*)Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2014 Audited **)Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 Audited ***)Menggunakan angka sementara (Unreview) BPKD
****)Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2016 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 407 Tahun 2016
*****)Proyeksi Pendapatan bersumber dari Surat Kepala BPKD Nomor 440/-1.712.2 Tanggal 6
Maret 2017 dan Proyeksi Pajak 2018 bersumber dari Surat Kepala BPRD Nomor 577/077 Tanggal 15 Maret 2017
Pendapatan Daerah pada tahun 2016 terealisasi sebesar Rp.54.724,93 Milyar.
Sementara tahun 2015, realisasi Pendapatan Daerah sebesar Rp.44.209,23 Milyar.
Secara total, Pendapatan Daerah tahun 2016 lebih tinggi 23,78 persen dibanding tahun
2015.
3.3.2 Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah
Realisasi dan proyeksi/target Belanja Daerah Pada Tahun 2014 sampai dengan
tahun 2018 dapat terlihat pada tabel 3.17 dibawah ini:
Tabel. 3.17 Realisasi dan Proyeksi/Target Belanja Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 s.d Tahun 2018 (dalam Milyar Rp)
NO Uraian
2.1 Belanja Tidak Langsung 12.634,34 20.707,20 23.778,28 28.055,74 30.148,45
2.1.1 Belanja pegawai 10.472,32 15.866,06 18.028,27 20.140,72 21.019,20
2.1.2 Belanja bunga 1,21 5,47 11,73 49,22 50,52
2.1.3 Belanja subsidi 0,00 659,08 903,89 3.234,11 4.004,00
377
2.1.5 Belanja bantuan sosial 680,15 2.087,12 2.452,94 2.499,34 2.521,27
2.1.6 Belanja Bantuan Keuangan 14,00 371,15 210,31 348,80 364,71
2.1.7 Belanja tidak terduga 2,13 0,87 0,74 325,48 325,48
JUMLAH BELANJA TIDAK
LANGSUNG 12.634,34 20.707,20 23.778,28 28.055,74 30.148,45
2.2 Belanja Langsung 25.167,77 22.324,11 23.377,49 35.556,55
JUMLAH BELANJA
LANGSUNG 25.167,77 22.324,11 23.377,49 35.556,55
TOTAL JUMLAH
BELANJA 37.799,66 43.031,32 47.155,77 63.612,30 Sumber : LKPD Audited Tahun 2014 dan 2015, BPKD Provinsi DKI Jakarta
*)Realisasi Tahun 2016 menggunakan angka sementara (Unreview) per tanggal 13 Februari 2017
**)Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2016 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 407 Tahun 2016
***)Proyeksi BPKD Proyeksi Pendapatan bersumber dari Surat Kepala BPKD Nomor 440/- 1.712.2 Tanggal 6 Maret 2017
3.3.3 Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah
Hasil analisis dan perkiraan sumber-sumber penerimaan pembiayaan daerah dan
realisasi serta proyeksi/target penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dalam
rangka perumusan arah kebijakan pengelolaan pembiayaan daerah disajikan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 3.18 Realisasi dan Proyeksi/Target Pembiayaan Daerah Tahun 2014 s.d Tahun 2018 (dalam Milyar Rupiah)
NO
Jenis Penerimaan dan Pengeluaran Pembiayaan
378
NO
Jenis Penerimaan dan Pengeluaran Pembiayaan
Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA)
7.593,99 9.160,89 4.933,51 5.700,00
3.1.2 Pencairan Dana Cadangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3.1.3 Hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pinjaman Dalam
Negeri-Pemerintah Pusat (JEDI) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3.1.4 Penerimaan pinjaman
daerah (JEDI + MRT) 0,00 48,88 335,75 2.025,82 3.682,10
3.1.5 Penerimaan kembali
pemberian pinjaman 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3.1.6 Penerimaan piutang daerah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
JUMLAH PENERIMAAN
PEMBIAYAAN 7.593,99 9.209,78 7.725,82
3.2 Pengeluaran pembiayaan 4.456,71 5.454,17 6.579,65
3.2.1 Pembentukan dana
cadangan 73,10 78,99 81,57 0,00 0,00
3.2.2 Penyertaan modal (Investasi)
Pemerintah Daerah 4.370,62 5.371,09 4.461,56 6.562,45 6.386,10
3.2.3 Pembayaran pokok utang 8,16 4,08 0,00 17,19 33,63
3.2.4 Pemberian pinjaman daerah 4,81 0,00 0,00 0,00 0,00
JUMLAH PENGELUARAN
PEMBIAYAAN 4.456,71 5.454,17 6.579,65
JUMLAH PEMBIAYAAN NETTO 3.137,27 3.755,60 1.173,17
Sumber : LKPD Audited Tahun 2014 dan 2015, BPKD Provinsi DKI Jakarta
*) Realisasi Tahun 2016 menggunakan angka sementara (Unreview) per tanggal 13 Februari 2017 **) Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2016 dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 407 Tahun 2016
***) Proyeksi BPKD Proyeksi Pendapatan bersumber dari Surat Kepala BPKD Nomor 440/-1.712.2 Tanggal 6 Maret 2017
379
Negara Keuangan Daerah menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai asset, kewajiban dan ekuitas dana. Neraca Daerah
sekurang-kurangnya mencantumkan Kas dan setara kas, Investasi jangka pendek, Piutang pajak
dan bukan pajak, Persediaan, Investasi jangka panjang, Aset tetap, Kewajiban jangka
pendek, Kewajiban jangka panjang, dan Ekuitas dana. Rata-rata pertumbuhan neraca
daerah meliputi rata-rata pertumbuhan harta dan kewajiban daerah dapat terlihat pada
380
Tabel 3.19 Rata-rata Pertumbuhan Neraca Daerah Provinsi DKI Jakarta (dalam Miliar Rp)
NO URAIAN 2014 2015 2016*) Rata-rata
1.1.4 Penyisihan Piutang Tak Tertagih (2.653,71) (2.816,12) (3.599,02) 16,46%
1.1.5 Aset Lancar Lainnya 228.76 158.29 173,26 -12,97%
1.1.6 Persediaan 632,76 750.54 785,88 11,44%
JUMLAH ASET LANCAR 14.927,93 17.450,49 22.816,98 23,63% 1.2 INVESTASI JANGKA PANJANG
1.2.1 Investasi Non Permanen 403,39 409,86 70,82 -58,10%
1.2.2 Investasi Permanen 15.656,69 22.098,22 26.369,97 29,78%
JUMLAH INVESTASI JANGKA
PANJANG 16.060,08 22.508,09 26.440,80 28,31% 1.3 ASET TETAP
1.3.1 Tanah 273.519,64 284.068,68 293.145,36 3,53%
1.3.2 Peralatan dan Mesin 17.190,09 18.986,81 20.696,65 9,73%
1.3.3 Gedung dan Bangunan 17.384,75 24.169,79 25.535,28 21,20%
1.3.4 Jalan, Irigasi dan Jaringan 29.731,23 32.306,88 35.428,64 9,16%
1.3.5 Aset tetap Lainnya 1.361,71 1.422,71 1.353,28 -0,31%
1.3.6 Konstruksi dalam Pengerjaan 2.795,09 2.629,57 4.784,13 30,83%
1.3.7 Akumulasi Penyusutan Aset Tetap - (29.181,42) (32.916,98) -
JUMLAH ASET TETAP 341.982,54 334.403,04 348.026,40 0,88% 1.4 DANA CADANGAN 967,21 1.046,21 1.127,79 7,98% 1.5 ASET LAINNYA
1.5.1 Tagihan Penjualan Angsuran 56,14 50,94 48,52 -7,04%
1.5.2 Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian
Daerah 0,96 - - -100,00%
1.5.3 Kemitraan Dengan Pihak Ketiga 3.578,85 6.554,36 6.454,42 34,29%
1.5.4 Aset Tidak Berwujud 191,04 97,44 71,75 -38,72%
1.5.6 Aset di BP THR Lokasari - - - -
1.5.9 Aset Lain-lain 47.603,40 40.223,27 38.777,67 -9,74%
1.5.10 Akumulasi Penyusutan Kemitraan
dengan Pihak Ketiga - (278,16) (383,14) -
1.5.11 Akumulasi Penyusutan Aset Lain-lain - (994,31) (1.974,00) -
381
NO URAIAN 2014 2015 2016*) Rata-rata Pertumbuhan 1.6 R/K SKPD - - - - JUMLAH ASET 425.368,19 421.061,38 441.407,21 1,87% 2 KEWAJIBAN
2.1 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
2.1.1 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 302,60 328,60 1,72 -92,45%
2.1.2 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang -
Bunga 0,18 - - -100,00%
2.1.3 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang -
Pokok 4,08 - - -100,00%
2.1.4 Pendapatan Diterima Dimuka 19,49 82,39 392,98 349,01%
2.1.5 Utang Belanja 239,29 342,05 545,33 50,96%
2.1.6 Utang Jangka Pendek Lainnya 11,93 5,81 1,50 -64,53%
JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA
PENDEK 577,59 758,86 941,54 27,68% 2.2 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
2.2.1 Utang Dalam Negeri - 169,19 504,94 -
2.2.2 Utang Luar Negeri - - - -
2.2.3 Utang Jangka Panjang Lainnya - 28,51 28,51 -
JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA
PANJANG - 197,70 533,46 - JUMLAH KEWAJIBAN 577,59 956,57 1.457,01 59,80% 3 EKUITAS DANA
3.1 EKUITAS DANA LANCAR
3.1.1 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
(SILPA) 9.160,89
- - -
3.1.2 Pendapatan ditangguhkan 948,43 - - -
3.1.3 Cadangan piutang 3.640,93 - - -
3.1.4 Cadangan persediaan 632,76 - - -
3.1.5 Dana yang harus disediakan untuk
pembayaran utang jangka pendek (261,45) - - -
3.1.6 Cadangan Aset Lancar Lainnya 228,76 - - -
JUMLAH EKUITAS DANA LANCAR 14.350,34 - - - 3.2 EKUITAS DANA INVESTASI
3.2.1 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka
Panjang 16.060,08 - - -
3.2.2 Diinvestasikan dalam Aset Tetap 341.982,54 - - -
3.2.3 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 51.430,40 - - -
3.2.4 Dana yang harus disediakan untuk
382
NO URAIAN 2014 2015 2016*) Rata-rata Pertumbuhan JUMLAH EKUITAS DANA
CADANGAN 409.473,04 - - - 3.3 EKUITAS DANA CADANGAN
3.3.1 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan 967,21 - - -
JUMLAH EKUITAS DANA
CADANGAN 967,21 - - - 3.4 RK PPKD - - - - JUMLAH EKUITAS DANA 424.790,60 420.104,81 439.932,20 1,77% JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS
DANA 425.368,19
421.061,38 441.407,21 1,87%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah
*) Menggunakan angka sementara Unreview bersumber dari Surat Kepala BPKD Nomor 440/-1.712.2 Tanggal 6 Maret 2017