BULETIN ASTRONOMI
Edisi 2/III/MMXVII | Maret 2017 | Gratis
POLEMIK STATUS KEPLANETAN PLUTO
SERBA-SERBI EKUINOKS
MISI TERAFORMASI MARS, MAMPUKAH KITA?
BULETIN ASTRONOMI
Edisi 2/III/MMXVII Maret 2017Seluruh konten di Buletin Astronomi merupakan rangkuman dan ulasan yang
lebih mendalam dari yang kami publikasikan di situs web
www.infoastronomy.org
Penanggung Jawab & Pimred
Riza Miftah Muharram
Kontributor
Madhonna Nur Aini Achmad Faqih Mariska Prisiliani
Desainer
Luthfi Gilang Kusuma
Sumber Konten Foto
CargoCollective.com NASA
ESA Pexels.com Wikimedia Commons
Kritik & Saran:
info.astronomy@gmail.com Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Dilarang keras untuk menyebarluaskan
sebagian atau seluruh isi buletin ini untuk tujuan komersil. Buletin Astronomi bisa didapatkan gratis
di InfoAstronomy.org/buletin
Menyambut Oposisi Jupiter
Pluto Bakal
Dianggap Sebagai
Planet Lagi?
Serba-serbi
Ekuinoks. Apakah
memang bahaya?
Teraformasi Mars agar lebih laik
huni bagi kehidupan manusia
Ulasan Khusus
Sang Planet Terbesar Se-Tata Surya ini akan mencapai jarak terdekatnya dengan Bumi sehingga bakal tampak terang sehingga peristiwa ini seperti menjadi saat terbaik untuk mengamatinya! Foto: NASA/JPL-Caltech
Ulasan Khusus
A
pa itu Oposisi Jupiter? Se-derhananya, oposisi adalah peristiwa ketika Matahari-Bumi-planet lain di Tata Surya berada dalam satu garis lurus. Dalam hal ini, berarti Matahari-Bumi-Jupiter yang berada segaris lurus. Efek yang timbul bukanlah efek negatif, namun justru positif; kita akan melihat Jupiter yang lebih terang karena berada pada jarak terdekat dengan Bumi!Opisisi Jupiter menempatkan Jupiter berada di sisi berlawanan dengan posisi Matahari di langit Bumi. Peristiwa ini terjadi pada 8 April 2017 pukul 05.00 WIB. Kare-na berada di titik oposisi, maka Ju-piter akan terbit saat Matahari terbenam, lalu akan terbenam saat Matahari terbit, membuat sang planet terbesar se-Tata Surya ini akan tampak sepanjang malam selama oposisinya.
Jupiter berada di titik oposisi sekali setiap 13 bulan kalender. Dengan kata lain, itu merupakan waktu yang dibutuhkan Bumi un-tuk mengelilingi Matahari relatif terhadap Jupiter. Oposisi terakhir terjadi pada 8 Maret 2016, dan oposisi tahun depan berarti pada 9 Mei 2018.
Pada oposisi tahun 2017 ini, jarak antara Bumi dan Jupiter “hanya” akan sekitar 665 juta kilo-meter saja, atau sekitar 4,4 AU. Diameter sudutnya akan mencapai 43,5 arcsec, sementara magni-tudonya mencapai –2,5. Sayangnya, dalam pandangan mata telanjang, kita tidak bisa melihat Jupiter yang tampak be-sar. Kita masih butuh teropong atau teleskop untuk melihat Jupi-ter lebih jelas, lengkap dengan garis-garis atmosfer dan keempat satelit alami besarnya.
Ulasan Khusus
Karena Jupiter akan berada pada jarak yang 300 juta kilometer lebih dekat dengan Bumi, oposisi Jupiter kadang juga disebut se-bagai “Purnama Jupiter” saking terangnya kenampakan Jupiter saat oposisi terjadi.
Dalam pandangan dengan teropong atau teleskop, Jupiter akan tampak dalam fase bulat penuh bagai fase Bulan Purnama. Kita juga berkesempatan melihat bintik merah raksasa pada at-mosfer Jupiter juga jika mengama-ti oposisi Jupiter lewat teleskop.
Namun, walaupun dikatakan berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi, Jupiter tidak akan memberikan dampak negatif sedi-kitpun bagi Bumi. Waspadalah ter-hadap kabar bohong atau hoax yang kerap kali tersebar yang mengatakan bahwa Jupiter akan melemahkan gravitasi Bumi pada
saat oposisi terjadi, hal tersebut tidaklah benar. Bumi tidak akan terdampak hal-hal negatif saat oposisi Jupiter terjadi.
Untuk menemukan Jupiter saat peristiwa oposisi Jupiter ter-jadi, tengoklah langit timur saat Matahari terbenam pada tanggal 8 April 2017 mendatang. Tunggu kurang lebih 45-60 menit hingga Jupiter berada tinggi dari ufuk ti-mur. Ingat, dalam pandangan ma-ta telanjang, Anda hanya akan melihat Jupiter yang mirip bintang putih kekuningan terang yang tid-ak berkelap-kelip.
Penulis: Achmad Faqih Referensi: EarthSky.org, Astronomy.com, NASA.gov, UniverseToday.com.
Fokus
S
tatus keplanetan Pluto kini kembali diperdebatkan. Ada yang menganggap bahwa Pluto lebih cocok dikategorikan sebagai “Planet Kerdil”, tapi ada pula yang berpendapat bahwa Pluto harus dikembalikan statusnya sebagai “Planet”, planet kesembilan di Ta-ta Surya setelah Neptunus.Sekadar untuk menyegarkan ingatan, status Pluto diturunkan menjadi “Planet Kerdil” dilakukan pada Agustus 2006 oleh
Interna-tional Astronomical Union (IAU).
Sebelum tahun 2006, Pluto dikenal sebagai planet. Tapi, apa sebab diturunkannya status Pluto ini? Apa yang membuat para as-tronom ragu atas status Pluto sebelumnya?
Keraguan tersebut berawal dari majunya instrument penga-matan langit manusia, hingga akhirnya kita bisa menemukan
ribuan objek mirip Pluto di area yang disebut sebagai Sabuk Kui-per. Di sana, ada belasan objek seukuran Pluto seperti Quaoar, Sedna, Haumea, Makemake, dan Eris.
Yang mengejutkan adalah penemuan Eris karena objek ini memiliki ukuran yang besar, lebih besar dari Pluto. Eris bahkan memiliki satu satelit alami besar pula bernama Dysnomia yang ber-diameter 150 km. Sementara Eris sendiri memiliki diameter sekitar 3.000 km, jelas lebih besar dari Pluto yang diameternya hanya sekitar 2.320 km, atau dua per tiga ukuran diameter Bulan.
Eris dan Dysnomia Foto: NASA/SwRI/JHUAPL
Fokus
Ilustrasi Eris dan Dysnomia Foto: NASA/JPL-Caltech
Eris mengejutkan para astronom karena objek ini berukuran satu setengah kali lebih besar dari Pluto. Objek ini ditemukan pada tahun 2003 di Observatorium Pal-omar dan Mauna Kea, Hawaii.
Sejak penemuan Eris inilah perdebatan status keplanetan mereka dipertanyakan. Bila Eris yang lebih besar dari Pluto tidak disebut “Planet”, mengapa Pluto yang berukuran lebih kecil bisa disebut “Planet”? Kira-kira seperti itu perdebatannya dimulai.
Keputusan IAU
Tepat pada 24 Agustus 2006, sta-tus Eris ditetapkan sebagai “Planet Kerdil” oleh IAU. Keputusan terse-but diambil dalam sebuah konfer-ensi. Turunnya status Eris juga berdampak pada Pluto. Total saat itu ada sekitar 3.000 ilmuwan yang mendukung diturunkannya status Pluto dari “Planet” menjadi “Planet Kerdil”.
IAU juga menetapkan definisi “Planet” baru yang masih digunakan hingga saat ini yang berbunyi: Planet adalah sebuah benda angkasa yang (a) mengorbit Matahari, (b) memiliki massa yang cukup agar gravitasinya dapat menciptakan kesetimbangan hi-drostatik sehingga bentuk tubuhnya hampir bulat, dan (c) telah membersihkan orbitnya dari benda-benda angkasa lainnya.
Fokus
memehuni syarat ketiga dalam definisi “Planet” yang ditetapkan oleh IAU tersebut. Pertama, orbit Pluto dalam mengelilingi Matahari berpotongan dengan orbit Neptu-nus. Kedua, orbit Pluto masih be-lum bersih dari benda-benda kecil
seperti asteroid, sehingga ia harus rela turun status menjadi “Planet Kerdil” hingga tulisan ini terbit.
Tapi, perdebatan tidak ber-henti sampai di situ!
Baru-baru ini, sekelompok ilmuwan NASA yang dipimpin oleh Alan Stren, peneliti utama dalam misi wahana antariksa New Hori-zons, telah mengusulkan IAU un-tuk kembali mendefinisikan ulang terkait apa itu “Planet”.
Definisi “Planet” baru yang diusulkan Stern dan
rekan-rekannya ini menekankan untuk mempelajari sifat intrinsik sebuah ob-jek angkasa ber-dasarkan fisika dari objek itu sendiri, bukan interaksi dengan objek di sekitarnya.
Sejauh ini, se-buah planet dipa-hami sebagai sub-bintang yang tidak mengalami fusi nuklir dan memiliki cukup gravitasi, terlepas dari parameter orbitnya. Stern dan timnya menganggap Pluto
Ilustrasi orbit Pluto dan Eris Foto: NASA
Fokus
layak kembali menyandang status sebagai “Planet”.
“Berdasarkan klasifikasi ber-basis sains dan intuisi manusia, kami mengusulkan defisini planet baru berdasarkan sifat intrinsik atas sifat orbital ekstrinsiknya,” jelas Stren dilansir EarthSky.org.
Namun, teori yang dikemuka-kan Stern dan redikemuka-kan-redikemuka-kannya kini masih dianggap bias oleh sejumlah ilmuwan. Di sisi lain, IAU mungkin tidak akan mengabulkan perubahan definisi planet mereka tanpa persetujuan banyak pihak seperti yang dilakukan tahun 2006 silam.
Menurut defisini a la Stern dan rekan-rekannya, tidak hanya Pluto saja yang nanti bisa kembali dianggap sebagai “Planet”, tetapi akan ada 100 objek lainnya di Tata Surya dan bahkan satelit alami
Bumi kita, Bulan, yang di-perkirakan juga ikut diklasifikasi-kan sebagai “Planet” apabila definisi baru dari Alan Stern di-setujui oleh IAU.
Stern menambahkan, penen-tuan kriteria “Planet” seharusnya dibuat oleh ilmuwan keplanetan, bukan oleh astronom biasa.
Namun, tampaknya usaha Stern untuk mengembalikan sta-tus “Planet” Pluto akan menemui jalan terjal. Dari peserta konferen-si IAU ketika Stern mengumumkan proposal definisi “Planet”-nya, sekitar 157 ilmuwan menolak definisi tersebut, termasuk Neil deGrasse Tyson.
Perdebatan status Pluto sep-ertinya tidak akan cepat-cepat be-rakhir hingga semua pihak merasa terpuaskan. Kita tunggu saja ke-lanjutan hasilnya.
Penulis: Riza Miftah Muharram Referensi: EarthSky.org, NASA.gov, ScienceDaily.com, Wikipedia.org, IFLScience.
A
da yang menarik pada ekui-noks tahun ini; lebih “semarak” karena dibumbui hoax!Ekuinoks sejatinya adalah se-buah peristiwa astronomis di ma-na ekuator Bumi tepat menghadap ke arah Matahari. Dengan kata lain, ekuinoks adalah peristiwa ketika Matahari melinta-si ekuator Bumi.
Kabar ini dibumbui hoax yang berkata bahwa ekuinoks ba-
kal membuat suhu Bumi menjadi panas, lebih dari 40 derajat Celcius. Tapi, benarkah?
Ekuinoks Maret kemarin ter-jadi pada tanggal 20 pukul 17.29 WIB. Dan kenyataannya, tidak ada suhu panas yang mencapai 40 de-rajat Celcius tersebut. Sampai di sini, kita sudah tahu bahwa kabar tadi memang hanya hoax.
Saat ekuinoks terjadi, kala siang dan malam di seluruh dunia sama panjang, walau pada
ken-Foto: Wikimedia Commons
yataannya, siang hari di ekuinoks tidak benar-benar 12 jam.
Ekuinoks sebenarnya bukan merupakan peristiwa yang berba-haya. Ekuinoks adalah peristiwa yang lumrah terjadi. Namun entah mengapa, tahun ini ekuinoks di-gembar-gemborkan dengan berita bohong.
Kata ekuinoks berasal dari bahasa Latin, “Aequus” yang memiliki arti “sama”, dan “Nox” yang memiliki makna “malam”. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan naiknya suhu, bukan?
Pengaruh ekuinoks bagi Bumi hanya dirasakan oleh orang-orang yang tinggal di area yang tepat be-rada di garis ekuator; di siang hari, mereka bisa menyaksikan saat Matahari berada di titik kulminasi tertinggi, atau berada tepat di titik zenith.
Orang-orang di ekuator juga
secara praktis akan melihat Ma-tahari terbit tepat di ufuk timur dan terbenam tepat di ufuk barat. Itu saja. Tidak ada yang lain.
Ekuinoks juga terjadi dua kali dalam setahun, yakni pada 20-21 Maret kemarin dan pada 22-23 September mendatang.
Untuk ekuinoks Maret dise-but sebagai titik balik Matahari musim semi, sementara ekuinoks September disebut sebagai titik balik Matahari musim gugur.
Jadi, itulah ekuinoks. Tidak berbahaya sama sekali. Kita tidak perlu khawatir terhadap isu suhu panas saat ekuinoks karena hal tersebut tidak benar-benar ter-jadi.
Penulis: Madhonna Nur Aini
Referensi: Deebacalah.blogspot.com Majalah1000guru.net.
S
ebagai makhluk cerdas dan memiliki rasa keingintahuan yang teramat tinggi, manusia tam-paknya tidak puas dengan hanya tinggal dan meneliti di Bumi, seba-gian dari kita ingin mengubah Mars menjadi lebih laik huni da-lam misi ambisius bernama tera-formasi. Sebenarnya, seberapa mampu kita?Teraformasi Mars sejauh ini hanya berupa hipotesis atau gaga-san di mana menjadi istilah untuk membuat iklim dan permukaan Mars menjadi mirip Bumi agar ramah dan mendukung kehidupan manusia, sehingga membuat misi kolonisasi Mars menjadi lebih mu-dah dan aman untuk dilakukan.
Ilus tr as i p e rub ah an M ar s sa at te raf o rm as i Fo to : N A SA
Misi dan Riset
Tujuan UtamaMisi ini memang terdengar am-bisius. Namun, bila kita mengingat pertumbuhan populasi manusia dan ketersediaan sumber daya Bumi yang kian menipis, misi tera-formasi Mars mungkin menjadi patut diperhitungkan atau bahkan dilakukan mulai detik ini. Mars bisa menjadi rumah alternatif bagi manusia.
Mars diklaim cukup ber-sahabat bagi manusia karena di-yakini memiliki air. Namun, ke-hidupan manusia tidak bergan-tung sepenuhnya pada air. Untuk dapat menopang kehidupan manusia, sebuah planet harus mirip Bumi. Mulai dari topo-grafinya, atmosfer, temperatur, hingga komposisi udara. Mars saat ini belum mirip Bumi, dan tera-formasilah yang akan mengu-bahnya.
Teraformasi diserap dari kata aslinya, “Terraform”, yang berarti “membentuk Bumi”. Ini merupa-kan proses yang mengubah at-mosfer, temperatur, topografi per-mukaan hingga menjadi mirip Bumi. Dengan melakukan tera-formasi pada suatu planet, maka kita bisa mengubah kondisi suatu planet itu menjadi lebih cocok bagi kehidupan manusia.
Mengapa kita memilih Mars? Jawabannya, jelas Mars merupa-kan planet terdekat Bumi (walau sebenarnya lebih dekat Venus, na-mun Venus sangat tak laik huni ka-rena terlalu panas). Semakin dek-at, maka semakin cepat dan baik.
Misi dan Riset
Planet Mars, menurut penelitian, masuk dalam zona yang bisa dihuni manusia. Suhu permukaannya juga masih bisa ditolesansi oleh manusia. Dengan begitu, tak diragukan lagi bahwa planet tetangga
Bumi ini bisa menjadi target teraformasi yang menarik. Manusia sebenarnya su-dah melakukan teraformasi pa-da Bumi dengan hasil yang kini
kita rasakan. Namun tentunya, meneraformasi planet asing ada-lah hal yang berbeda.
Metode
Teraformasi Mars akan memer-lukan tiga perubahan yang
berke-lanjutan, yakni membangun at-mosfer, menjaga permukaan Mars tetap hangat, dan menjaga at-mosfernya agar tidak hilang ke angkasa.
Atmosfer Mars dapat men-ciptakan CO2 yang membeku di
tudung es kedua kutubnya. Kita dapat men-cairkan esnya sehingga kehan-gatan Mars bisa meningkat dan mendorong tekanan at-mosfer sehingga airpun akan mu-lai mengalir.
Dengan demikian, rencana penghijauan Mars bisa segera dil-akukan.
Medan Magnet Buatan
Selain metode di atas, NASA juga memiliki rencana lain dalam
Misi dan Riset
nya dapat mempermudah.
Idenya adalah, memberikan Mars sebuah medan magnet, yang mana diketahui saat ini Mars tidak punya medan magnet.
Membuat medan magnet bu-atan bagi Mars juga cukup seder-hana secara teori, kita hanya ha-rus menempatkan generator mag-netik pada posisi yang tepat di an-tara Mars dan Matahari, yang disebut sebagai titik L1 (Lagrange
Point).
Objek apa saja yang ditem-patkan di L1 akan selalu berada
tepat di antara Mars dan Mataha-ri. Dan karena menipisnya at-mosfer Mars disebabkan oleh an-gin Matahari, medan magnetik bu-atan ini akan menjadi pelindung yang dibutuhkan bagi Mars untuk membuat atmosfernya kembali menebal.
Medan magnet buatan terse-but nantinya akan memiliki tingkat magnetik sekitar 1 atau 2 Tesla (10.000 hingga 20.000 Gauss). Cukup untuk melindungi sebuah planet dari angin Matahari.
Medan magnet buatan ini ju-ga dapat meningkatkan tekanan atmosfer Mars dan menaikan tem-peratur permukaan Mars hingga
cukup untuk mele-lehkan CO2 di
kedua kutubnya. Tentunya, apapun metoden-ya, saat ini masih dibutuhkan
penelitian lanjutan.
Misi dan Riset
Kita tidak bisa langsung serta merta mengambil risiko. Dengan begitu, misi teraformasi Mars mungkin saja akan direalisasikan, tapi tidak untuk saat ini, mungkin di masa yang akan dating hingga teknologi benar-benar men-dukung ambisiusme kita.
Mars, bersiaplah.
Penulis: Mariska Prisiliani Referensi: NASA.gov, Phys.org, Space.com, UniverseToday.com, Sci-news.com.
Kami membuka
kesempatan bagi siapa
saja yang ingin
berkontribusi dalam
menulis artikel di
Buletin Astronomi.
Kirim tulisan Anda ke
info.astronomy@gmail.com
dengan judul
“[BULETIN] - Judul Artikel” paling lambat sebelum tanggal 20 tiap bulannya. —————————————————- Syarat & Ketentuan:
a. Panjang artikel minimal 1.000 kata.
b. Bisa ditulis di badan email/ memakai Ms. Word.
c. Cantumkan sumber/
referensi di akhir artikel. d. Dilarang memuat SARA. Foto: Wikimedia Commons