MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung antara bulan September 2005 sampai dengan bulan September 2006 yang terdiri atas tiga tahapan.
• Tahap pertama adalah persiapan ekstrak dan pengujian ekstrak daun katuk dengan GCMS yang dilakukan pada bulan September – Oktober 2005.
• Tahap Kedua adalah percobaan ekstrak daun katuk dan tepung daun katuk dalam ransum burung puyuh dilakukan dari bulan November 2005 sampai dengan bulan Mei 2006 di Kandang Percobaan Laboratorium Toksikologi, Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor.
• Tahap ketiga adalah analisis sampel yang meliputi hormon, kolesterol, dan vitamin pada bulan Juni – September 2006.
Materi Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) betina umur dua minggu sebanyak 150 ekor dari peternakan Golden Quail Sukabumi. Puyuh-puyuh tersebut ditempatkan dalam kandang baterei dan dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan ransum dengan lima ulangan dan 10 satuan percobaan, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Puyuh betina dikawinkan dengan puyuh jantan secara alami pada umur 21 – 24 minggu dengan sex ratio 1:1.
Ransum
Ransum yang diberikan terdiri atas ransum basal, dengan tiga macam ransum, yaitu ransum kontrol (Kontrol), ransum yang ditambahkan tepung ekstrak daun katuk yang setara dengan kandungan senyawa sterol dalam daun katuk 9% (TEK), dan ransum yang diberi suplementasi tepung daun katuk 9% (TDK). Ransum-ransum tersebut adalah isokalori dan isonitrogen.
Tabel 4 Ransum penelitian
Komposisi (%)
Bahan Kontrol TEK TDK
Dedak padi 25 25 25
Bungkil kedelai 15 15 15
Bungkil kelapa 15 11 10
Tepung ekstrak daun katuk 0 9 0
Tepung daun katuk 0 0 9
Tepung ikan 17 17 15
CPO 10 10 10
Tepung tapioka 15 10 13
CaCO3 2 2 2
Premix mineral dan vitamin** 1 1 1
Jumlah 100 100 100 * Kontrol: bungkil kelapa 12%, bungkil kedelai 18%; EDK: bungkil kelapa 8%, bungkil kedelai 13%, ekstrak daun katuk + amilum 9%; TDK: bungkil kelapa 10%, bungkil kedelai 11%, tepung daun katuk 9%. ** Komposisi vitamin dan mineral setiap kg mengandung: Vitamin A = 4 000 000 IU; D3 = 800 000 IU; E = 4 500 mg; K3 = 450 mg; B1 = 450 mg; B2 = 1 350 mg; B6 = 480 mg; B12 = 6 mg; Ca-d Pantotenat = 2 400 mg; Asam Folat = 270 mg; Asam Nikotinat = 7 200 mg; choline chloride = 28 000 mg; DL-Methionine = 28 000 mg; L-Lysine = 50 000 mg; Mineral : Fe = 8 500 mg; Cu = 700 mg; Mn = 18 500 mg; Zn = 14 000 mg; Co = 50 mg; I = 70 mg; Se = 35 mg. (Seperti tercantum dalam label kemasan) Tabel 5 Komposisi nutrien ransum Kandungan Nutrisi Ransum Kontrol TEK TDK Kadar air (%)* 13.09 12.75 13.79 Protein (%)* 21.89 21.82 22.14 Lemak (%)* 9.49 9.09 10.13 Serat kasar (%)* 5.71 5.61 5.95 Ca (%)* 2.09 2.40 1.93 P (%)* 1.15 1.20 1.17 EM (kkal/kg)* 2776 2757 2881 Kolesterol (%)** 65.12 66.36 65.13 Vitamin A(IU/100g)*** 1195 1209 2335 Vitamin E(mg/100g)*** 0.26 0.90 2.36 Vitamin C (mg/100g)*** 14.93 58.32 67.42
* Berdasarkan hasil analisis Laboratorim INTP, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ** Berdasarkan hasil analisis penelitian di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, FKH, IPB *** Berdasarkan hasil analisis penelitian di Laboratorium Balai Besar Industri Agro, Bogor
Sebelum perlakuan dilakukan, status hormon reproduksi (progesteron dan estradiol) dalam darah hewan percobaan dianalisis sebagai data based line.
Prosedur Penelitian
Tepung daun katuk diperoleh dari petani katuk di daerah Subang Jawa Barat,
daun katuk segar dikeringkan dengan sinar matahari dan digiling hingga menjadi tepung. Ekstrak katuk dibuat dari tepung katuk yang diekstrak dengan etanol 70% dan pengisi amilum, yang dilakukan di PT Phytochemindo Reksa, Gunung Putri Bogor.
Proses pembuatan tepung ekstrak katuk disajikan dalam bagan berikut ini. Katuk kering
Penggilingan
Ekstraksi dengan etanol 70% Pengeringan (50-60ºC)
Granulasi Pengeringan Tepung ekstrak katuk
Analisis proksimat tepung ekstrak katuk Gambar 9 Bagan persiapan tepung ekstrak katuk
Selanjutnya untuk mengetahui senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak daun katuk, dilakukan screening dengan menggunakan alat GCMS (Gas Chromatography-Mass Spectrometric) di Laboratorium Kesehatan Daerah DKI
Analisis GCMS
Jakarta. Kandungan senyawa-senyawa aktif ekstrak kasar dianalisis dengan menggunakan GCMS (Agilent technology 6890 Gas Chromatograph with Auto Sampler and 5973 Mass Selective Detector and Chemstation data system; mode ionisasi: electron impact; energi elektron: 70 eV, Kolom: HP Ultra 2. Capilarry coloumn panjang 17 x 0.2 mm I.D x 0.33 (µm) film thickness; gas pembawa: helium; model kolom: aliran konstan, laju kolom: 0.9µl/menit; data metode: BAHALAM; database: Wiley 275. L).
Burung puyuh mulai diberi perlakuan pakan pada umur 2 minggu dan ditempatkan pada kandang baterei secara individual. Kemudian, setelah mendapatkan perlakuan, setiap satu minggu diambil sampel sebanyak lima ekor dari masing-masing perlakuan untuk melihat perkembangan organ reproduksinya, yaitu pada umur 2 (base line), 3, 4, dan 5 minggu. Pengukuran berat badan puyuh dilakukan setiap satu minggu, dan pengukuran kualitas telur dilakukan secara reguler selama penelitian. Pengambilan sampel darah dilakukan untuk analisis hormon progesteron, hormon estradiol, kadar kolesterol, kadar vitamin A, kadar vitamin E, dan kadar vitamin C. Untuk pengujian daya tetas dan fertilitas puyuh dilakukan perkawinan secara alami dengan sex ratio 1 : 1 pada umur 21 – 24 minggu. Tahapan-tahapan penelitian disajikan dalam Gambar 10
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Umur puyuh penelitian (Minggu)
Gambar 10 Prosedur penelitian pada pengujian TDK dan EDK dalam ransum
Keterangan:
Pengukuran panjang saluran reproduksi dan analisis hormon reproduksi serum Pengukuran berat badan (sampai dewasa kelamin)
Pengukuran kualitas telur
Pencatatan produksi telur dan pengukuran berat telur Perkawinan (pengujian fertilitas dan daya tetas)
Pengamatan yang Dilakukan
Pada Induk. Pengamatan yang dilakukan pada induk meliputi bobot badan, konsumsi ransum, produksi telur, kualitas telur, dewasa kelamin, fertilitas, dan daya tetas (hatchability).
1 Pengukuran bobot badan:
Pengukuran bobot badan dilakukan pada umur dua, tiga, empat, dan lima minggu, serta bobot puyuh betina pada saat dewasa kelamin. Penimbangan bobot badan dilakukan pada setiap individu.
2 Panjang saluran reproduksi
Panjang saluran reproduksi yang diukur adalah saluran reproduksi betina (dari infundibulum sampai vagina). Pengukuran dilakukan setelah ternak dimatikan, dan saluran reproduksi dikeluarkan untuk diukur panjangnya. Pengukuran saluran reproduksi dilakukan pada umur dua, tiga, empat, dan lima minggu
Gambar 11. Saluran reproduksi unggas 3 Produksi telur
Produksi telur terdiri atas jumlah telur, yang diperoleh dari penjumlahan telur yang dihasilkan tiap individu sampai umur 27 minggu (Hen day), massa telur
diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah telur dengan rataan bobot telur tiap individu sampai umur 27 minggu.
4 Kualitas telur
Kualitas telur terdiri atas Haugh Unit, indeks warna kuning telur dengan menggunakan “Roche yolk colour fan”, bobot cangkang telur, bobot putih telur, dan bobot kuning telur.
5 Umur pertama kali bertelur
Umur pertama kali bertelur dihitung berdasarkan lama (hari) dari menetas sampai puyuh betina bertelur yang pertama kali.
6 Fertilitas
Fertilitas dihitung berdasarkan persentase jumlah telur yang fertil dari jumlah semua telur.
F = ∑ telur fertil x 100% ∑ telur
7 Daya tetas (Hatchability)
Daya tetas dihitung berdasarkan persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil.
H = ∑ telur menetas x 100% ∑ telur fertil
Pada Anak. Pengamatan yang dilakukan pada anak hasil perkawinan puyuh penelitian ini terdiri atas pengukuran bobot badan dan tingkat mortalitas atau viabilitas.
Bobot badan, bobot tetas diperoleh dari penimbangan bobot puyuh setelah menetas (umur satu hari), kemudian dilanjutkan dengan penimbangan bobot badan seminggu sekali sampai umur 4 minggu.
Tingkat mortalitas diperoleh dari persentase dari jumlah anak yang menetas dan mati dibagi anak yang menetas dan hidup selama kurun waktu tertentu (4 minggu).
Analisis Hormon
Analisis hormon estradiol dan progesteron dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, sedangkan pembacaan radioaktivitas sampel dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Estradiol
Konsentrasi estardiol dalam serum diukur dengan radioimmunoassay (RIA) teknik fase padat dengan menggunakan kit estradiol coat-a-count yang berisi estradiol berlabel 125I, seri larutan standar A, B, C, D, E, F, dan G, berturut-turut berisi estradiol dengan konsentrasi 0, 20, 50, 150, 500, 1800, dan 3600 pg/ml yang diperoleh dari Diagnostic Products Corporation (Los Angeles, CA). Volume sampel yang direkomendasikan adalah 100 μl. Untuk melihat adanya variasi hasil dengan pemekatan sampel terhadap konsentrasi hormon, dilakukan pengujian dengan menggunakan volume sampel 100, 200, dan 300 μl.
Tabung untuk Nonspecific Binding (NSB) dan Total Count (T) diberi tanda dan masing dibuat duplo. Sebanyak 14 tabung diberi tanda masing-masing A (MB), B, C, D, E, F, dan G (duplo). Dengan menggunakan mikropipet, dipipet 100 μl larutan standar konsentrasi 0, 20, 50, 150, 500, 1800, dan 3600 pg/ml, dan dimasukkan hingga ke dasar tabung NSB. Pada tabung NSB dimasukkan juga 100 μl larutan standar A. Tabung-tabung lainnya diisi sampel masing-masing sebanyak 300 μl. Ke dalam tiap tabung ditambahkan 1 ml estradiol berlabel kemudian divorteks. Keseluruhan campuran itu diinkubasikan selama 3 jam dalam keadaan suhu kamar. Sisa cairan yang ada dalam tiap tabung dituang dan tabung dibiarkan kering selama 3 menit. Radioaktivitas yang terikat pada tabung dicacah dengan menggunakan automatic gamma counter selama 1 menit. Pencacahan dilakukan di Laboratorium bagian radioisotop BPT Ciawi. Persen radioaktivitas yang terikat dihitung dengan membagi Count Per Minute (CPM) sampel maupun standar dengan CPM standar A (MB). Persamaan kurva standar dihitung dengan persamaan regresi liniear dan persen radioaktivitas yang terikat digunakan sebagai Y dan log konsentrasi standar sebagai X. Konsentrasi estradiol sampel dihitung dengan memasukkan nilai persen radioaktivitas terikat sampel ke persamaan kurva standar.
Progesteron
Konsentrasi progesteron dalam serum diukur dengan radioimmunoassay (RIA) teknik fase padat dengan menggunakan kit progesteron coat-a-count yang berisi progesteron berlabel 125I, seri larutan standar A, B, C, D, E, F, dan G, berturut-turut berisi progesteron dengan konsentrasi 0, 0.1, 0.5, 2, 10, 20, dan 40 ng/ml yang diperoleh dari Diagnostic Products Corporation (Los Angeles, CA). Volume sampel yang direkomendasikan adalah 100 μl. Supaya konsentrasi sampel dapat masuk dalam kisaran standar yang direkomendasikan pembuat kit, maka sampel diencerkan sampai 10 kali.
Tabung untuk Nonspecific Binding (NSB) dan Total Count (T) diberi label dan masing-masing dibuat duplo. Sebanyak 14 tabung diberi label masing-masing A (MB), B, C, D, E, F, dan G (duplo). Dengan menggunakan mikropipet 100 μl, larutan standar konsentrasi 0, 0.1, 0.5, 2, 10, 20, dan 40 ng/ml dipipet hingga ke dasar tabung. Pada tabung NSB dimasukkan juga 100 μl larutan standar A. Tabung-tabung lainnya diisi sampel masing-masing sebanyak 10 μl. Ke dalam tiap tabung ditambahkan 1 ml progesteron berlabel kemudian divorteks. Keseluruhan campuran itu diinkubasikan selama 3 jam dalam keadaan temperatur kamar. Sisa cairan yang ada dalam tiap tabung dituang dan tabung dibiarkan kering selama 3 menit. Radioaktivitas yang terikat pada tabung dicacah dengan menggunakan automatic gamma counter selama 1 menit. Prosedur selanjutnya sama seperti yang dijelaskan untuk estradiol.
Analisis Kolesterol
Analisis kolesterol dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Kadar kolesterol yang diukur adalah kadar kolesterol pakan, serum darah, karkas, hati, dan telur. Cara kerjanya adalah sebagai berikut. Pertama-tama mempersiapkan ekstraksi semua sampel kecuali serum darah. Sebanyak ± 0.5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi 15 ml. Kemudian ditambahkan 8 ml dietil eter, diaduk dan didiamkan selama 24 – 48 jam pada suhu kamar. Setelah itu ditambahkan 2 ml Phosphate Buffer Saline pH 7.0 dan disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Supernatan dituang ke dalam eppendorf dan siap untuk diukur kadar kolesterol dengan menggunakan kit
cholesterol liquicolor (CHOD-PAP-Method) dari HUMAN, yaitu dengan memipet sampel/standar sebanyak 10 μl ke dalam kuvet. Selanjutnya ditambahkan reagen enzim sebanyak 1000 μl dan dikocok. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 10 menit, setelah itu absorbansi sampel/standar diukur terhadap reagen blanko dengan panjang gelombang 500 nm. Spektrofotometer yang digunakan merk Hitachi model U – 2001 UV/Vis spectrofotometre, lampu: Tungsten iodide, detektor : Silicon photodiode.
Analisis Kadar Vitamin A.
Analisis kandungan vitamin A, vitamin E, dan vitamin C dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Pascapanen, Cimanggu Bogor. Kandungan vitamin A dalam ransum, telur, dan serum ditentukan dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan metode modifikasi dari AOAC (1990). Kondisi alat HPLC adalah menggunakan kolom C-18, fase gerak metanol 96%, laju fase gerak 1.0 ml/menit, dan detektor UV dengan panjang gelombang 340 nm.
Tahap pertama adalah mempersiapkan reagen A dengan menimbang 90 g KOH yang dilarutkan dengan aquabides secukupnya dan didinginkan. Asam askorbat ditimbang sebanyak 7.5 g dan dilarutkan dengan aquabides secukupnya. Kemudian mencampurkan kedua larutan tersebut dan diencerkan sampai 250 ml dengan aquabides dan disimpan dalam tabung gelap.
Tahap kedua adalah mempersiapkan larutan standar, yaitu dengan menimbang 25 mg vitamin A dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan 25 ml etanol dan diultrasonik sampai larut. Selanjutnya aquabides (konsentrasi 500 ppm) ditambahkan hingga batas 50 ml dan dikocok (larutan ini disebut larutan standar induk). Larutan induk ini kemudian dipipet masing-masing 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ml ke dalam labu ukur 25 ml dan dilarutkan dalam asetonitril (larutan ini disebut larutan kerja dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm) dan dikocok dengan ultrasonik selama 40 menit. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan dengan asetonitril hingga batas 25 ml dan dilewatkan ke dalam kolom berisi glass wooll dan Al2O3, dan filtrat siap diinjeksikan ke sistem HPLC.
Tahap ketiga adalah mempersiapkan larutan sampel, yaitu dengan menimbang 0.5 g sampel dan ditambahkan dengan 2.5 ml etanol ke dalam tabung 5 ml, diultrasonik sampai larut. Kemudian 1.5 ml reagen A ditambahkan dan diaduk sampai homogen lalu dibilas dengan sedikit aquades kemudian ditutup dengan parafilm dan disimpan dalam ruang gelap selama semalam. Selanjutnya, campuran ini dilarutkan dengan aquabidest dan dikocok, lalu disaring dengan kertas whatman no 41. Selanjutnya sebanyak 0.5 ml filtrat dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung 2.5 ml untuk diencerkan dengan asetonitril. Selanjutnya dilakukan pengocokan dengan ultrasonic bath selama 40 menit. Larutan blanko dipersiapkan seperti larutan sampel di atas. Selanjutnya larutan dilewatkan ke dalam kolom berisi glass wooll dan Al2O3. Filtrat siap diinjeksikan ke dalam HPLC dengan UV detector panjang gelombang 340 nm, kolom C-18, fase gerak metanol 96%, dan laju fase gerak 1 ml/menit.
Perhitungan :
Kadar vitamin A: luas area sampel X 0.05 ppm X FP X 100
(ppm) luas area standar 0.5
Keterangan:
0.05 ppm: Konsentrasi standar
FP: faktor pengencer (10 x)
100: volume akhir (ml)
0.5: volume sampel yang diinjeksikan (ml) Analisis Kadar Vitamin C.
Sampel pakan, kuning telur, dan serum dipersiapkan, yaitu dengan menimbang 0.5 g sampel dan diekstrak dengan 10 ml aquabidest yang pH-nya dipertahankan 2.2 dengan H2SO4. Campuran tersebut dikocok selama 30 menit dengan suhu 4ºC, disaring dengan kertas saring whatman no. 40, dan disentrifus selama 20 menit dengan kecepatan 4000 rpm dengan suhu 4ºC. Supernatan diambil dan dipekatkan dengan kering beku sampai dengan 1 ml dan disaring dengan saringan milipore ukuran 0.5 μm dan siap diinjeksikan ke HPLC. Larutan standar, yaitu asam askorbat dengan konsentrasi 50 ppm dilarutkan dengan fase
gerak, disaring dan siap diinjeksikan ke HPLC. Kondisi alat HPLC adalah kolom C-18, fase gerak aquabidest dengan pH 2.2 dengan H2SO4, laju fase gerak 1 ml/menit, dan detektor UV dengan panjang gelombang 254 nm.
Perhitungan:
Kadar vitamin C: Luas area sampel X 50 ppm X 10 Luas area contoh 0.5 Keterangan:
50 ppm: konsentrasi standar
10: volume akhir (ml)
0.5: volume sampel yang diinjeksikan (ml) Analisis Kadar Vitamin E.
Sampel disiapkan dengan menimbang 0.5 g sampel dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml dan ditambahkan enzim makatase 40 mg dan 2 ml amonia 0.02%. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam ultrasonik selama 20 menit pada suhu 65ºC. Lalu campuran tersebut didinginkan pada suhu ruang dan ditambahkan etanol 10 ml dan dimasukkan kembali dalam ultrasonik selama 10 menit. Kemudian larutan ditambahkan etanol hingga volumenya menjadi 20 ml, dan dikocok kembali. Selanjutnya larutan disentrifus dan 5 ml supernatan diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml. Larutan siap diinjeksikan ke HPLC. Kondisi alat HPLC adalah kolom C-18, fase gerak metanol 98%, laju fase gerak 1.2 ml/menit, dan detektor UV dengan panjang gelombang 254 nm.
Perhitungan:
Kadar Vitamin E: Luas area sampel X 25 ppm X 10 Luas area standar 0.5 Keterangan:
25 ppm: Konsentrasi standar
10: volume akhir (ml)
Analisis Bilangan Asam Thiobarbiturat
Prinsipnya adalah 2-asam thiobarbiturat bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna merah, intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur pada spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm. Malonaldehid merupakan hasil oksidasi lipid.
Prosedur kerjanya adalah dengan menimbang sampel sebanyak 10 g dan dimasukkan ke waring blender. Selanjutnya sampel tersebut ditambah dengan 50 ml aquades dan dihancurkan selama dua menit. Sampel tersebut dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml aquades. Selanjutnya campuran tersebut ditambahkan 2.5 ml HCl 4 M untuk dibuat menjadi pH 1.5. Setelah itu menambahkan batu didih dan pencegah buih (anti- foaming agent) dan memasang labu destilasi ke dalam alat destilasi. Destilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk merata dan dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi tertutup, dan ditambahkan 5 ml pereaksi TBA, ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Selanjutnya membuat blanko, yaitu 5 ml aquadest dan 5 ml pereaksi, dan diperlakukan seperti penetapan sampel. Pendinginan tabung reaksi dengan air dingin selama 10 menit, kemudian mengukur absorbansinya (D) dengan larutan blanko sebagai titik nol. Perhitungan bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel.
Bilangan TBA = 7.8 X D
7.8 = Konstanta
D = Absorbansi sampel
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Steel dan Torrie (1991) dengan tiga perlakuan dan masing-masing diulang sebanyak lima kali dan setiap ulangan terdiri atas dua puluh satuan percobaan. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Anova) dengan menggunakan soft ware Minitab. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Tukey.
Yij = μ + αi + εij (i = 1, 2, 3; j = 1, 2, 3, 4, dan 5)
μ = rataan umum hasil percobaan αi = pengaruh perlakuan ke i εij = pengaruh faktor random