• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat Sebagai Sediaan Lepas Tunda Dari Indometasin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat Sebagai Sediaan Lepas Tunda Dari Indometasin"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indometasin

2.1.1 Uraian umum indometasin (Ditjen POM, 1995) Rumus Bangun :

Gambar 2.1 Rumus bangun indometasin Rumus Molekul : C19H16ClNO4

Berat Molekul : 357.79

Nama Kimia : Asam 1-(p-klorobenzoil)-5-metoksi-2-metilindola- asetat [53-86-1]

Pemerian : Serbuk hablur, polimorf kuning pucat hingga kuning kecoklatan; tidak berbau atau hampir tidak berbau. Peka terhadap cahaya; meleleh pada suhu lebih kurang 162o.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam metanol, dalam kloroform dan dalam eter.

(2)

2.1.2 Farmakologi indometasin

Indometasin merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan arthritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi (Wilmana dan Gan, 2007).

Indometasin mempunyai sifat antiradang yang menonjol dan sifat analgesik-antipiretik yang mirip dengan turunan salisilat. Efek antiradang indometasin terlihat jelas pada pasien arthritis rheumatoid dan arthritis tipe lain, termasuk pirai akut (Robert dan Morrow, 2007).

(3)

Absorpi indometasin setelah pemberian oral cukup baik; 92-99% indometasin terikat pada protein plasma. Metabolismenya terjadi di hati. Indometasin diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urin dan empedu. Waktu paruh plasma kira-kira 2-4 jam (Wilmana dan Gan, 2007).

Efek samping indometasin tergantung dosis dan insidennya cukup tinggi. Pada dosis terapi, sepertiga pasien menghentikan pengobatan karena efek samping. Efek samping saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, dan pendarahan lambung. Indometasin bersifat nonselektif sehingga jika digunakan dalam jangka lama dilaporkan dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia (Wilmana dan Gan, 2007).

Indometasin tidak boleh digunakan pada wanita hamil dan ibu menyusui. Indometasin juga dikontraindikasikan pada individu yang mengalami penyakit ginjal atau lesi ulser pada lambung atau usus (Robert dan Morrow, 2007). Penggunaannya kini dianjurkan hanya bila AINS lain kurang berhasil misalnya pada arthritis pirai akut dan osteortritis tungkai. Dosis indometasin yang lazim ialah 2-4 kali 25 mg sehari. Untuk mengurangi gejala reumatik di malam hari, indometasin diberikan 50-100 mg sebelum tidur (Wilmana dan Gan, 2007). 2.2 Modifikasi Pelepasan Bentuk Sediaan

(4)

pelepasan diperpanjang (extended release) adalah dua jenis bentuk sediaan dengan pelepasan termodifikasi (USP XXXII, 2009).

Controlled release, prolonged action, dan sustained release digunakan sebagai sinonim dari pelepasan diperpanjang (extended release) (USP XXXII, 2009).

Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang kerja obat (Ansel, 2005).

1. Bentuk pelepasan terkendali (Controlled release)

Bentuk sediaan controlled release menyampaikan obat ke dalam tubuh pada laju yang terkendali dan direncanakan (Ansel, 2005). Sediaan controlled release ditujukan untuk mempertahankan kadar obat agar senantiasa berada dalam level terapi yaitu di antara MEL (level efek minimum) dan MSL (level aman maksimum). Contoh: Profenid CR.

Kelebihan-kelebihannya termasuk:

a. Aktivitas obat diperpanjang di siang dan malam hari b. Mampu untuk mengurangi terjadinya efek samping c. Mengurangi frekuensi pemberian obat

(5)

2. Bentuk pelepasan diperpanjang (Sustained release)

Kebanyakan bentuk sustained release dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus-menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8-12 jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian unit dosis (Ansel, 2005). Contoh: Isoptin SR.

3. Bentuk pelepasan tertunda (delayed release)

Pelepasan obat dari bentuk sediaannya dapat dengan sengaja diperlambat supaya obat dapat sampai pada usus mengingat beberapa alasan. Diantara alasan-alasan ini, mungkin kenyataaannya bahwa obat dirusak oleh cairan lambung atau dapat juga menimbulkan rangsangan (iritasi) yang berlebihan pada lambung atau obat yang menimbulkan rasa mual atau mungkin obat lebih baik diabsorbsi dalam usus daripada dalam lambung. Kapsul dan tablet disalut sehingga tetap utuh dalam lambung dan baru melepaskan obatnya pada usus, disebut juga salut enterik (Ansel, 2005). Contoh: Tablet lepas tunda aspirin.

2.3 Kapsul

(6)

cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000), kecuali ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran 00 adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien (Ditjen POM, 1995).

Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya dan mudah pengisiannya. Fleksibilitasnya lebih menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi sediaan kapsul dan di pasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk sediaan tablet (Gennaro, 2000).

Kapsul biasanya dikehendaki secepat mungkin larut didalam lambung dan melepaskan isinya, tetapi untuk tujuan tertentu kapsul dirancang untuk melewati lambung dan larut di dalam usus. Produk seperti itu dikenal dalam berbagai istilah, termasuk gastric-resistant, entero-soluble, dan enteric. Produk- produk ini pertama kali diusulkan diproduksi pada tahun 1840-an sebagai metode pemberian terhadap obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung (Podczeck, dkk., 2004).

2.3.1 Kapsul delayed release

(7)

menunda pelepasan dari bahan obat hingga kapsul melewati lambung (USP XXXII, 2009).

2.4 Natrium Alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah. Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol dan eter. Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, dkk., 1987).

Gambar 2.2 Struktur G: - L asam guluronat dan M: - D asammannuronat

Gambar 2.3 Struktur alginat Gambar 2.3 Struktur alginat

(8)

C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, dkk., 1980).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1980).

Gambar 2.4 Pembentukan khelat alginat dan kalsium

(9)

disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight, 1995).

2.5 Kapsul Alginat

Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau tidak pecah dalam cairan lambung buatan (pH 1,2). Kapsul mengembang dan pecah dalam cairan usus buatan (pH 4,5 dan pH 6,8).

Komponen cangkang kapsul alginat terdiri kalsium yang terperangkap (10,5%) dan kalsium yang berikatan dengan alginat (89,5%). Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium pH 1,2 disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat masih utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium yang terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja (52,5%). Hal itu berarti kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di dalam medium pH 1,2 (Bangun, dkk., 2005).

(10)

Reaksi antara kalsium alginat dengan HCl dari cairan lambung buatan pH 1.2: Ca Alg + 2HCl CaCl2 + 2Asam Alg

(manuronat) (cairan lambung) (tidak larut) Ca Alg + HCl

(47.5% guluronat) Kapsul tidak pecah

Reaksi antara kalsium alginat dengan Na+ dari cairan usus buatan pH 4,5 atau lebih tinggi/ cairan usus:

Asam Alg + Na+ Na Alg (cairan usus)

Ca Alg + Na+ Na Alg

Natrium Alginat mengembang dan melarut sehingga menyebabkan kapsul menjadi pecah (Bangun, 2012).

Pembentukan natrium alginat pada kapsul dapat menyebabkan kapsul bersifat hidrofilik, sehingga mudah menyerap air, mengembang dan pecah (Bangun, dkk., 2005).

2.6 Polimer

2.6.1 Polietilen glikol (PEG)

(11)

rata-rata. Konsistensinya sangat dipengaruhi oleh bobot molekul. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat. Kebanyakan PEG yang digunakan memiliki bobot molekul antara 4000 dan 20000, khususnya PEG 4000 dan 6000 (Rowe, dkk., 2003).

Cangkang kapsul dengan menggunakan basis polietilenglikol memiliki beberapa keuntungan karena sifatnya yang inert, tidak mudah terhidrolisis, tidak membantu pertumbuhan jamur (Martin, dkk., 1993).

2.7 Viskositas

Viskositas (kekentalan) merupakan pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir dari suatu system di bawah stress yang digunakan. Maki tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya. Makin kental suatu cairan, makin besar kekuatan yag diperlukan untuk digunakan supaya cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu (Martin, et.al., 1993).

2.8 Kerapuhan

Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif secara fisika atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).

(12)

mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak (Kontny dan Mulski, 1989). Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul gelatin berkisar 15-300C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH). (Margareth, dkk., 2009).

2.9 Kadar Uap Air Dalam Cangkang Kapsul

Handi (2010), telah melakukan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul kosong dan cangkang kapsul berisi yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul kosong pada suhu 25oC

No. Kondisi Penyimpanan (RH)

Kadar Uap Air Kerapuhan Alginat Gelatin Alginat Gelatin

1 30% 15,28% 10,86% 100,00% 33,33%

2 45% 15,83% 12,09% 100,00% 0,00%

3 60% 18,44% 13,29% 66,67% 0,00%

4 75% 21,35% 13,90% 0,00% 0,00%

(13)

Tabel 2.2 Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul berisi pada suhu 25oC

No. Kondisi Penyimpanan (RH)

Kadar Uap Air Kerapuhan Alginat Gelatin Alginat Gelatin

1 30% 13,57% 10,34% 100,00% 66,67%

2 45% 15,28% 13,08% 100,00% 16,67%

3 60% 19,33% 14,56% 50% 0,00%

4 75% 22,35% 15,39% 0,00% 0,00%

5 90% 26,70% 20,30% 0,00% 0,00%

Dari Tabel 2.1 dan 2.2 terlihat bahwa kadar uap air berpengaruh terhadap kerapuhan cangkang kapsul kosong, baik cangkang kapsul alginat maupun gelatin. Hal yang sama juga terjadi dimana kadar uap air juga berpengaruh terhadap kerapuhan cangkang kapsul berisi.

Pada kadar uap air <20%, kapsul alginat rapuh sedangkan kapsul gelatin mulai rapuh pada kadar uap air <10%. Sebaliknya, pada kadar uap air >25%, kapsul alginat mulai melunak, lembab dan berair (tetapi tidak lengket) sedangkan kapsul gelatin mulai lengket dan melunak pada kadar uap air >20% (Handi, 2010).

Untuk kapsul gelatin, hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Kontny dan Mulski dimana dengan kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul gelatin cenderung menjadi rapuh dan sebaliknya jika kadar uap air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak (Handi, 2010).

(14)

sehingga kapsul menjadi rapuh. Cangkang kapsul alginat juga sebaiknya jangan disimpan pada kelembaban >90%, karena kapsul cenderung akan melunak pada kelembaban tersebut. Di samping itu, dengan kadar uap air yang cukup tinggi, cangkang kapsul alginat dapat ditumbuhi jamur/bakteri (mikroorganisme). Penyimpanan cangkang kaspul alginat direkomendasikan pada suhu kamar dengan RH 75% (Handi, 2010).

2.10 Disolusi

Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Uji disolusi yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu media aqueous dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988).

2.10.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi

Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu: 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi:

a. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat.

(15)

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

a. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah. b. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat

mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi:

a. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.

b. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat.

(16)

2.10.2 Metode disolusi

Metode disolusi menurut United States Pharmacopeia (USP) XXXII adalah sebagai berikut:

a. Metode Keranjang (Basket)

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi.

b. Metode Dayung (Paddle)

Gambar

Gambar 2.1 Rumus bangun indometasin
Gambar 2.2 Struktur G: - L asam guluronat dan M: - D asammannuronat
Gambar 2.4 Pembentukan khelat alginat dan kalsium
Tabel 2.1 Pengaruh kondisi penyimpanan (RH) terhadap kadar uap air dan kerapuhan cangkang kapsul kosong pada suhu 25oC
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini untuk pelepasan metronidazol dari cangkang kapsul alginat 500 - 600 cP dilakukan pula dengan menggunakan ring, yang membuat keadaan cangkang kapsul alginat 500

Maka perlu dikembangkan sistem penghantaran obat yang dapat bertahan lebih lama di lambung dengan pelepasan terkontrol seperti sediaan floating dispersi padat

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan cangkang kapsul alginat yang mengandung PEG 6000 4% dari sediaan floating tetrasiklin memberikan pelepasan yang memenuhi

Meneliti pembuatan cangkang kapsul alginat sebagai sediaan floating dari dispersi padat klaritromisin yang dapat bertahan di lambung. Meneliti pelepasan dispersi padat

a) Sistem floating tidak sesuai untuk obat-obat yang memiliki masalah kelarutan atau stabilitas pada cairan lambung. b) Obat-obatan seperti nifedipine yang diserap di seluruh

Lampiran 9 Data pelepasan metronidazol dari cangkang kapsul alginat 500 - 600 cP dengan menggunakan ring dalam medium lambung buatan pH 1,2

Pengukuran kurva kalibrasi larutan asam mefenamat dengan berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 266,2 nm dalam medium pH 1,2.. Universitas

Kapsul dapat disalut, atau, lebih umumnya, granul yang dienkaspulasi dapat disalut untuk menahan pelepasan obat dalam cairan lambung dimana suatu penundaan penting untuk