LAPORAN KULIAH PAKAR TAMU MATA KULIAH BAHASA
INDONESIA
“ UNDANG-UNDANG BAHASA “
SEBUAH INSTRUMEN BAGI PEMBINAAN BAHASA DALAM ERA
GLOBALISASI
Oleh : Prof. Dr. Zaenal Arifin
Disusun oleh :
Ratu Novia Naya ( 2017230237 )
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
INSTITUT ILMU SOSIAL ILMU POLITIK JAKARTA SELATAN
BIODATA
Prof. Dr. H. E Zaenal Arifin
Nama : Prof. Dr. H. E Zaenal Arifin Tempat, Tanggal, Lahir : Tasikmalaya, 28 Maret 1948
Pendidikan : S-1 FKSS IKIP Bandung tahun 1980 S-2 Linguistik UI tahun 1993
S-3 Linguistik UI tahun 2000 Pangkat Golongan : Pembina Utama ( IV/e )
Jenjang Akademik : Guru Besar Linguistik ( Angka Kredit 1.136 )
Agama : Islam
Status : Menikah ( 1 Istri, 4 Anak, 6 cucu )
Alamat Rumah : Puri Kartika AB 19, Ciledug, Tanggerang 15152
Pengalaman Kerja :
1. Kepala Bidang Pembinaan, Pusat Bahasa 2000-2009 2. Kaprodi Bahasa Inggris, Pascasarjana, Unindra 2012-2013 3. Kaprodi Bahasa Indonesia, Pascasarjana, Unindra 2014-sekarang Karya Tulis : 1. Cermat Berbahasa Untuk Perguruan Tinggi
2. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah 3. Bahasa Surat Dinas
4. Bahasa Bagi Kalangan Sekretaris 5. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa 6. Morfologi untuk Strata Satu 7. Sintaksis untuk Strata Satu
8. Keutuhan Wacana untuk Strata Satu 9. Karya Ilmiah Guru Kreatif dan Inovatif 10. Penyuntinig Naskah
11. Pembinaan Bahasa pada Era Teknologi Informasi 12. Metodologi Pengajaran Bahasa dan Sastra
13. Sosiolinguistik 14. Psikolinguistik
Pengalaman :
1. Mengikuti Seminar Internasional Bahasa dan Sastra di Brunei Darussalam ( 2003 ), di Malaysia ( 2004 ), dan di Bali, Indonesia ( 2005 )
“ UNDANG-UNDANG BAHASA “:
SEBUAH INSTRUMEN BAGI PEMBINAAN BAHASA DALAM ERA
GLOBALISASI
Dilihat dari judulnya, yaitu “ UNDANG-UNDANG BAHASA “ SEBUAH INSTRUMEN BAGI PEMBINAAN BAHASA DALAM ERA GLOBALISASI beliau mengatakan bahwa sesungguhnya tidak ada yang disebut “ UNDANG-UNDANG BAHASA “. Namun yang ada adalah Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2009. Jadi mengapa diberi tanda kutip karena menurut ejaan tanda kutip mengandung arti khusus.
Menurut Prof. Dr. Anton M. Moelino dan Prof. Dr. Multamia Lauder dari Universitas Indonesia, bahasa daerah di Indonesia berjumlah 746 buah. Bahkan Ibu Multamia membuat hipotesis berikut : “ Makin ke timur jumlah bahasa daerah makin banyak, tetapi penuturnya sedikit ( Suku Dani 300-350; Suku Asmat 350-400 ). Sebaliknya, makin ke barat, jumlah bahasa daerah makin sedikit, tetapi penuturnya banyak. “. Bahasa Jawa memiliki jumlah penutur sebanyak 60.000.000 orang, “ Penutur bahasa Sunda kurang lebih 40.000.000 orang, serta penutur bahasa Madura dan bahasa Betawi masing-masing kira-kira berjumlah 10.000.000 orang. “ ( Lihat Alwi, 2000 )
Menurut Prof. Dr. Zaenal Arifin, Bahasa dari Suku-suku yang ada di Papua dalam 10 tahun yang akan datang kemungkinan akan punah, karena memiliki banyak faktor yang dapat menyebabkan punahnya bahasa-bahasa tersebut, seperti sudah tidak dipakai oleh penuturnya, penuturnya berkurang yang dikarena oleh berbagai sebab. Prof. Dr. B.J Habibie, sebagai Presiden Ke-3 Republik Indonesia, dalam sambutannya pada Kongres VII Bahasa Indonesia 1998 mengatakan bahwa kita patut bersyukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa yang telah menyatukan kita semua berkat adanya Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia. Karena banyak Negara Negara lain yang belum mempunyai bahasa nasional, sehingga menjadi permasalahan baru, yaitu saling berdebat mengenai bahasa mana yang akan dijadikan bahasa nasional. Oleh karena itu Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden dan penjabat yang disampaikan di dalam maupun di luar negeri menurut Pasal 28 UU RI No.24/2009. Akan tetapi Presiden masih menggunakan Bahasa Inggris saat berpidato yang bahkan masih dilaksanakan di dalam negeri. “ Kalau bangsa ini konsisten dan tidak pandang bulu, Presiden SBY yang notabene menandatangani Undang Undang tersebut melanggar kebijakannya sendiri, layak ditilang kalau aparat hukum jujur dan tidak berat sebelah “ ( Arifin, 2017 ).
Pasal 36, Ayat (3) menyatakan bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen, ataupun pemukiman, perkantoran, komplek, perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan oleh warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Akan tetapi masih banyak nama-nama bangunan gedung, apartemen, dan lainya yang masih menggunakan bahasa asing, bahkan nama-nama instansi pemerintah masih banyak yang menggunakan bahasa asing. Misalnya, Car Free Day ( Hari Tanpa Kendaraan Motor ) dan masih banyak lagi. “ Ini terjadi akibat selama ini aspek bahasa kurang diperhatikan oleh pemerintah “ Ungkap Prof. Dadang Sunendar Kepala Badan Bahasa.
Pemerintah lebih fokus pada penanganan infrastruktur, dan getol kampanye istilah anti-pancasila, intoleran, untuk mendeskreditkan pihak-pihak yang bersebrangan. Akan tetapi, masalah bahasa diabaikan dan keinginan penguasa bertentangan dengan kebijakan Badan Bahasa, seperti kegitan Presiden yang masih memaksaka diri berbahasa asing di forum Internasional. Rezim juga memiliki pendapat yang berbeda dengan Badan Bahasa dan Depnaker. Misalnya, penguasa minta moratorium tentang “ Tenaga asing yang akan bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia “. Yang akhirnya, banyak tenaga asing yang bekerja di berbagai sektortidak bisa berbahasa Indonesia. Oleh karena itu Kepala Badan Bahasa akan mengusulkan Perda dan Pergub penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik . Perda dan Pergub juga bertujuan untuk melestarikan bahasa daerah di berbagai daerah, yang semakin lama makin berkurang penuturnya.