• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN ASPEK LIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN ASPEK LIN"

Copied!
266
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN,

ASPEK LINGKUNGAN DAN KOMPETENSI

TERHADAP PERENCANAAN STRATEGIK

SERTA KEUNGGULAN BERSAING

PERGURUAN TINGGI

YANG DIKELOLA MASYARAKAT (PTS)

DI SULAWESI TENGGARA

(3)

PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN, ASPEK LINGKUNGAN DAN KOMPETENSI TERHADAP PERENCANAAN STRATEGIK SERTA KEUNGGULAN BERSAING PERGURUAN TINGGI YANG DIKELOLA MASYARAKAT (PTS) DI SULAWESI TENGGARA Bakhtiar Abbas

Hak Cipta 2017, Pada Penulis Desain Cover : Maryadi Tata Letak Isi : Riyanti Cetakan Pertama: Februari 2017 Isi diluar tanggung jawab percetakan

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002. Dilarang memfotokopi, atau memperbanyak isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Copyright © 2017 Penerbit Gawe Buku All Right Reserved

Penerbit Gawe Buku

(group Penerbit CV. Adi Karya Mandiri)

Modinan Pedukuhan VIII, RT 034/RW 016 Brosot, Galur, KulonProgo, Yogyakarta 55661 Telp: 08562866766, e-mail: gawebuku86@gmail.com

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ABBAS, Bakhtiar

Pengaruh Manajemen Pengetahuan, Aspek Lingkungan dan Kompetensi Terhadap Perencanaan Strategik Serta Keunggulan Bersaing Perguruan Tinggi yang Dikelola Masyarakat (PTS) di Sulawesi Tenggara/oleh Bakhtiar Abbas.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Penerbit Gawe Buku, Februari 2017.

x, 254 hlm.; Uk:14x20 cm ISBN 978-602-50228-5-2

1. Pendidikan I. Judul

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT atas tersusunnya Buku

“Pengaruh Manajemen Pengetahuan, Aspek Lingkungan dan Kopetensi Terhadap Perencanaan Strategik Serta Keunggulan Bersaing Perguruan Tinggi yang Dikelola Masyarakat (PTS) di Sulawesi Tenggara”.

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh manajemen pengetahuan terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara, metode penelitian akan dibahas secara luas dan rinci beserta dengan hasil penelitiannya.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun diktat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

(5)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 22

1.3 Tujuan Penelitian ... 23

1.4 Kontribusi Penelitian ... 24

1.4.1 Kontribusi Teoritis ... 24

1.4.2 Kontribusi Praktis ... 25

1.5 Kebaruan ... 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 28

2.1 Kajian Teoritis ... 28

2.1.1 Perguruan Tinggi Sebagai Institusi Pendidikan Penyedia Jasa ... 29

2.1.2 Teori Manajemen Pengetahuan ... 32

2.1.3 Tahapan dan Level dari Knowledge Management System (KMS) ... 42

2.1.4 Tahapan Implementasi KM ... 44

2.1.5 Fungsi KM ... 49

2.1.6 Elemen KM ... 50

2.1.7 Konsep Aspek Lingkungan ... 61

2.1.7.1. Aspek Politik dan Hukum ... 66

(6)

v

2.1.7.3. Aspek Teknologi ... 68

2.1.7.4. Aspek Sosial ... 69

2.1.8 Konsep Kompetensi ... 70

2.1.8.1. Karasteristik Kompetensi ... 70

2.1.8.2. Komponen Kompetensi ... 72

2.1.9 Teori Perencanaan Stratejik... 80

2.1.8.3. Perencanaan Strategik Perguruan Tinggi yang di Kelola Masyarakat (PTS) ... 90

2.1.8.4. Manfaat Perencanaan strategik ... 91

2.1.10 Teori Keunggulan Bersaing... 93

2.1.10.1. Keunggulan Bersaing PTS ... 103

2.1.10.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing ... 105

2.2 Penelitian Terdahulu ... 107

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 113

3.1 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 113

3.1.1 Konseptual Penelitian ... 113

3.1.2 Hipotesis Penelitian ... 114

3.2 Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Perencanaan Strategik dan Keunggulan Bersaing ... 115

(7)

vi

3.4 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perencanaan

Strategik dan Keunggulan Bersaing ... 118

3.5 Pengaruh Perencanaan Strategik terhadap Keunggulan Bersaing ... 120

3.6 Definisi Operasional Variabel ... 123

3.6.1 Variabel exogenous penelitian ... 123

3.6.2 Variabel Endogenous Penelitian ... 128

BAB IV METODE PENELITIAN ... 131

4.1 Rancangan Penelitian ... 131

4.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian ... 132

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 132

4.4 Data Penelitian ... 134

4.4.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian... 134

4.4.2 Metode Pengumpulan Data ... 134

4.4.3 Skala dan pengukuran Data ... 136

4.5 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 136

4.6 Metode Analisis Data ... 138

4.6.1 Analisis Parsial Least Square (PLS) ... 138

4.6.2 Indikator Pengujian Model Struktural Pengaruh Variabel Mediasi ... 141

4.6.3 Indikator Pengujian Model Struktural dan Hipotesis Penelitian ... 144

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 145

5.1 Gambaran Umum PTS di Sulawesi Tenggara ... 145

5.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 148

(8)

vii

5.3.1 Uji Validitas ... 151

5.3.2 Uji Reliabilitas ... 153

5.4 Deskripsi Variabel Penelitian ... 155

5.4.1 Variabel Manajemen Pengetahuan ... 156

5.4.2 Variabel Aspek Lingkungan ... 161

5.4.3 Variabel Kompetensi ... 166

5.4.4 Variabel Perencanaan Strategik ... 170

5.4.5 Keunggulan Bersaing ... 174

5.5 Hasil Uji Partial Least Square (PLS) ... 177

5.5.1 Uji Asumsi linearitas Instrumen ... 178

5.5.2 Evaluasi Model Pengukuran (Outer model) ... 179

5.4.1.1 Evaluasi Pengukuran Variabel Manajemen Pengetahuan ... 183

5.4.1.2 Evaluasi Pengukuran Variabel Aspek Lingkungan (X2) ... 185

5.4.1.3 Evaluasi Pengukuran Variabel Kompetensi (X3) ... 186

5.4.1.4 Evaluasi Pengukuran Variabel Perencanaan Strategik (Y1) ... 187

5.4.1.5 Evaluasi Pengukuran Variabel Keunggulan Bersaing (Y2) ... 188

5.5.3 Evaluasi Goodness Of Fit Model ... 190

(9)

viii

5.6 Pengujian Hipotesis... 193

5.6.1 Pengujian Hipotesis 1 ... 196

5.6.2 Pengujian Hipotesis 2 ... 196

5.6.3 Pengujian Hipotesis 3 ... 197

5.6.4 Pengujian Hipotesis 4 ... 197

5.6.5 Pengujian Hipotesis 5 ... 198

5.6.6 Pengujian Hipotesis 6 ... 198

5.6.7 Pengujian Hipotesis 7 ... 199

5.7 Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect) Hubungan Antar Variabel... 199

5.7.1 Pengaruh Manajemen pengetahuan Terhadap Keunggulan Bersaing Melalui Perencanaan Strategik ... 200

5.7.2 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Keunggulan Bersaing Melalui Perencanaan Strategik ... 201

5.7.3 Pengaruh Kompetensi Terhadap Keunggulan Bersaing Melalui Perencanaan Strategik ... 201

5.8 Pengaruh Total (Total Effect) Antar Variabel ... 202

5.8.1 Pengaruh Total Variabel Manajemen pengetahuan Terhadap Keunggulan Bersaing ... 202

5.8.2 Pengaruh Total Variabel Aspek Lingkungan Terhadap Keunggulan Bersaing ... 202

(10)

ix

5.9 Pembahasan Hasil Penelitian ... 203

5.9.1 Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Perencanaan Strategik PTS di Sulawesi Tenggara ... 204

5.9.2 Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara ... 209

5.9.3 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Perencanaan Strategik PTS di Sulawesi Tenggara ... 213

5.9.4 Pengaruh Aspek Lingkungan Terhadap Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara ... 217

5.9.5 Pengaruh Kompetensi Terhadap Perencanaan Strategik PTS di Sulawesi Tenggara ... 221

5.9.6 Pengaruh Kompetensi Terhadap Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara ... 224

5.9.7 Pengaruh Perencanaan Strategik Terhadap Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara ... 228

5.9.8 Analisis Keunggulan Bersaing PTS di Sulawesi Tenggara ... 231

5.10 Temuan Empiris dan Teoritis Penelitian ... 243

5.11 Implikasi Penelitian ... 246

(11)

x

BAB VI PENUTUP ... 250

6.1 Kesimpulan ... 250

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(13)

serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang dapat meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang- Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), penyelenggara pendidikan tinggi nasional yang berlaku di Indonesia dilakukan oleh pemerintah. Jasa pendidikan tinggi terdiri dari pendidikan akademik dan pendidikan profesi, sedangkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berbentuk universitas, sekolah tinggi, institut, akademi dan politeknik.

Kebutuhan jasa pendidikan tinggi yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan kapasitas jasa pendidikan tinggi yang diselenggarakan pemerintah (PTN) tidak lagi tersedia peminatan seluruh calon peserta didik dengan jumlah pendaftar 9.688 dan daya tampung yang disiapkan oleh PTN 5.949 calon peserta didik (SBMPTN,2015), Hal ini mendapat respon kelompok masyarakat yang lain melalui penawaran jasa pendidikan dengan beragam atribut dan kepentingan. Peraturan mengenai pendirian perguruan tinggi ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 57 tahun 1998 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1990.

(14)

(per for ma nce) yang dapat ditawarkan oleh seseorang atau suatu organisasi kepada pihak lain dan bersifat tidak berwujud serta tidak berakibat pada kepemilikan terhadap sesuatu.

Data yang diperoleh dari Ditjen Dikti Depdiknas menyebutkan jumlah Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup pesat khususnya pada Perguruan Tinggi yang dikelola masyarakat (PTS). Peningkatan jumlah perguruan tinggi di Indonesia menyebabkan Persaingan antar perguruan tinggi semakin ketat, baik antar perguruan Tinggi yang dikelola Pemerintah (PTN) maupun yang dikelola masyarakat (PTS) (Husein Umar, 2006). Namun Perguruan Tinggi yang dikelola masyarakat (PTS) menghadapi tantangan lebih berat, karena disamping harus meningkatkan kualitas juga harus memenuhi ketentuan akreditasi yang memerlukan dana besar serta masih seringnya terjadi perseteruan antara pengelola PTS dengan pihak yayasan. Isu mengenai kualitas merupakan isu sentral dalam masalah memenangi persaingan antar PTS. Tidak dapat dipungkiri keberlangsungan PTS di Indonesia masih tergantung pada jumlah mahasiswa yang diperolehnya. Dengan terpenuhinya student body

PTS, maka dimungkinkan untuk semakin berkembang, dan sebaliknya bagi PTS yang tidak memenuhi student body akan mengalami kesulitan untuk berkembang.

(15)

bagi PTS dibanding perguruan tinggi yang di kelola pemerintah. Sulitnya menjaring mahasiswa menyebabkan PTS susah berkembang karena kekurangan dana yang dihimpun dari mahasiswa. Hal ini membuat PTS akan semakin susah mengejar ketertinggalan, misalnya dalam meraih akreditasi. saat ini banyak PTS di Sulawesi Tenggara yang kondisinya "hidup segan mati tak mau". Meskipun, ada pula beberapa PTS yang maju dan besar, dengan kemampuan bersaing yang tak kalah dengan perguruan tinggi yang dikelola pemerintah (Kendari Pos, 22/9/2013). Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan kualitas PTS yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara.

Perguruan tinggi yang dikelola oleh masyarakat (PTS) relatif memiliki jurang kualitas yang berbeda serta distribusi jenis dan jenjang penyelenggara antar tempat yang sangat timpang. Dua pertiga perguruan tinggi berada di Sulawesi Tenggara. Bukan tidak mungkin tersedia PTS yang baik, tetapi jumlahnya masih sangat sedikit. Jenjang pendidikan tinggi di Indonesia dihadapkan pada permintaan yang tinggi. Selain dari faktor pergeseran usia penduduk, kemajuan ekonomi telah menambah kemungkinan anak- anak dari keluarga menengah memasuki jenjang pendidikan tinggi serta kepercayaan masyarakat yang begitu rendah terhadap perguruan tinggi yang ada di Sulawesi Tenggara sehingga masyarakat banyak yang menyekolahkan anaknya di luar daerah. Tantangan terbesar adalah bagaimana menyediakan pendidikan tinggi yang berkualitas dalam menghadapi begitu pesatnya pertumbuhan permintaan masyarakat itu sendiri.

(16)

mengantisipasi perubahan lingkungan yang demikian dinamis. Para pimpinan perguruan tinggi penting meningkatkan kapabilitasnya dalam memutuskan arah pengembangan perguruan tinggi yang lebih adaptif dan inovatif untuk bisa bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang terus bergejolak. Perencanaan strategik memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi kondisi yang selalu berubah-ubah (Taylor, 1997; Jauch & Glueck, 2004) dan menyediakan peta perjalanan dan arah yang dituju serta cara mencapainya (Shapiro, 2009). Perusahaan yang terlibat dalam perencanaan strategik cenderung lebih berkembang di tengah persaingan yang berat dibandingkan yang tidak (Athiyaman & Robertson,1995). Perencanaan strategik merupakan perangkat manajemen penting yang dapat membantu organisasi dalam melakukan tugasnya dengan lebih baik. memfasilitasi pengembangan strategi dan implementasi, serta organisasi menjadi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan dan pasar (Bonn & Christodoulou, 1996; Obeng & Ugboro 2008). Perencanaan strategik (strategic planning) vital bagi organisasi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (Robbins & Coulter, 2007; Jauch & Glueck, 2004; Wheleen & Hunger, 2004). Baldrige National Quality Program (2008),

menetapkan strategic planning sebagai salah satu komponen dari sistem untuk mencapai kinerja unggul. Perencanaan strategik terbukti berpengaruh nyata terhadap kinerja organisasi (Phillips, 1996; Brews & Purohit, 2007; Rudd et al.,2008).

(17)

tersebut membuat perencanaan strategik belum optimal sebagai perangkat manajemen penting yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi perubahan lingkungan yang berubah demikian cepat.

Faktor sukses kunci penerapan perencanaan strategik adalah proses formulasi strategi yang sistematis, pelaksanaan atau implementasi strategi yang efektif, dan pengendalian serta tindak lanjut dari implementasi (Brenes, et al. 2008). Aliran infor- masi dan komunikasi adalah kritikal untuk keseluruhan integrasi dan keefektifan perencanaan strategik (Ocasio & Joseph, 2008). Menurut pandangan berbasis sumber daya, the resource based view of the firm (RBV), sumber daya yang dimiliki perusahaan dapat menjadi sumber yang memungkinkan untuk memperkirakan dan mengimplementasikan strategi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan (Barney, 1991). Sumber daya dan kapabilitas perusahaan merupakan prinsip dasar strategi dan faktor penentu profitabilitas perusahaan (Grant, 1997; Collis & Montgomery,1998). Semakin besar laju perubahan lingkungan eksternal, pencarian dasar strategi jangka panjang dari sumber daya dan kapabilitas internal lebih diperlukan dari pada fokus pasar eksternal.

Berkaitan dengan peran sumber daya dalam menciptakan value, telah terjadi pergeseran paradigma, bahwa intangible asset

lebih penting dari pada sumber daya tangible (Allanson, 2009; Galbreath 2008) dalam pengambilan keputusan strategik

(Pehrsson, 2008). Dari aset intangible, knowledge diakui secara luas sebagai aset organisasi paling penting untuk menciptakan

(18)

Knowledge begitu strategis bagi organisasi, sehingga

knowledge management telah dilakukan dengan sangat sukses oleh banyak organisasi terkemuka (Wiig, 1997). Knowledge management

merupakan serangkaian proses mengubah data dan informasi menjadi pengetahuan bermanfaat untuk berbagai kepentingan organisasi (Serrat, 2009; Barclay & Murray; 2009). Proses ini meliputi penciptaan, akuisisi, penyimpanan, berbagi, dan penggunaan pengetahuan (Koenig, 1998; Bose, 2003; Award & Ghaziri, 2004). Bentuk dan kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan (knowledge management) sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang dihasilkan dan pada akhirnya kualitas tindakan ataupun keputusan dari penggunaan knowledge tersebut. Beberapa kajian empirik telah membuktikan bahwa knowledge management

berpengaruh signifikan pada kinerja organisasi (Choi et al., 2008; Yang et al., 2009), kinerja inovasi (Liao & Wu, 2010) dan keunggulan kompetitif (Johannessen & Olsen, 2003; Chuang, 2004; Masa & Testa, 2009).

Penelitian-penelitian sebelumnya telah menyoroti pentingnya knowledge management untuk inovasi, kinerja, keunggulan kompetitif, dan keputusan strategik, namun kajian

knowledge management dihubungkan dengan perencanaan strategik kurang jelas terungkap. Disamping itu kajian knowledge management

pada industri jasa pendidikan juga kurang mendapat perhatian peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian ini mencoba mengisi kekurangan tersebut dengan meneliti lebih lanjut pengaruh knowledge management pada perencanaan strategik. Knowledge management

sebagai sumber daya penting dikaji pengaruhnya pada perencanaan strategik organisasi jasa pendidikan dan keunggulan bersaing.

(19)

sangat ditentukan oleh kapabilitas SDM yang akan menyusun dan merealisasikan rencana strategik yang ditetapkan. Keberhasilan proses manajemen strategik sebagian besar tergantung pada tingkat mana fungsi Manajemen SDM dilibatkan (Noe et al., 2006). Eksekutif SDM dipandang sebagai strategic partner dengan para eksekutif lainnya dan terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan strategik (Ulrich, 1997). Peran SDM sebagai mitra strategik (strategic partner) memfokuskn pada aktivitas mencocokan praktek dan strategi SDM dengan strategi perusahaan. Dalam memainkan peran ini, eksekutif SDM bekerja untuk menjadi mitra strategik, membantu meyakinkan keberhasilan strategi perusahaan. Dengan peran ini eksekutif SDM meningkatkan kapabilitas organisasi dalam menyusun dan menjalankan strategi. Peran strategik SDM menjadi penting dan dapat berkontribusi signifikan dalam perencanaan strategik (Ulrich, 1997; Noe et al., 2006).

Walaupun terjadi perubahan pemahaman peran eksekutif SDM dari peran tradisional yang lebih banyak berperan administratif (people issues) menjadi peran SDM strategik (people related business) dalam menciptakan va lue, kajian-kajian berkaitan dengan peran strategik SDM dalam keseluruhan proses perencanaan strategik masih terbatas diteliti dan dikaji secara empirik. Chen & Huang (2009), menguji pengaruh mediasi perencanaan strategic antara knowledge management dan kinerja inovasi. perencanaan strategik pada kajian tersebut lebih mengarah pada peran SDM sebagai administrative expert.

(20)

undang-undang pendidikan yang ada seharusnya mampu memberikan kontribusi bagi PTS untuk meningkatkan kinerja mereka (Nizam, 2001). Dengan adanya berbagai Undang-undang Pendidikan Tinggi seharusnya memperkuat keberadaan PTS yang didalamnya mencakup pengelolaan PTS setara dengan perguruan tinggi yang dikelola pemerintah, dimana undang-undang perguruan tinggi menekankan pada pentingnya kompetensi dan kualitas lulusan dari perguruan tinggi dan bukan hanya semata-mata ijazah saja.

(21)

ini yang menjadikan kualitas perguruan tinggi di Indonesia berbeda dengan perguruan tinggi di negara lain, seperti dosen-dosen di Indonesia yang jarang masuk ke kampus.

Di Sulawesi Tenggara, data mengenai rendahnya kualitas yang berdampak pada kemampuan bersaing suatu PTS. Berdasarkan hal tersebut untuk mengukur seberapa akurat sebuah perguruan tinggi memotret berbagai aktivitas yang ada di lingkup perguruan tinggi tersebut. Maka diharapkan perguruan tinggi tersebut melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas publikasi dokumen secara online, termasuk di antaranya salah satu elemen penting adalah hasil karya tulis ilmiah maupun penelitian. Peringkat yang dirilis ini juga diharapkan dapat mendorong para akademisi untuk menelurkan karya tulis berkualitas yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dari seluruh dunia

Berdasarkan akreditasi institusi yang dikeluarkan BAN PT pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 belum ada PTS di Sulawesi Tenggara yang memperoleh akreditasi Institusi Baik dengan status (B). Hasil akreditasi yang dikeluarkan BAN-PT ini semakin mempertegas bagaimana kondisi kualitas dan kemampuan PTS yang ada di Sulawesi Tenggara bahwa belum semua PTS yang ada mampu untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh BAN-PT. Hal ini mengindikasikan bagaimana kinerja jangka panjang PTS di Sulawesi Tenggara yang merupakan cerminan dari kemampuan bersaing PTS tersebut.

(22)

program studi, dari segi sumberdaya, belum sepenuhnya PTS di Sulawesi Tenggara mampu memenuhi standar yang ditetapkan oleh BAN PT. Hal ini menunjukkan lemahnya pengelolaan serta perencanaan PTS dimana berdampak pada kinerja PTS tersebut (BAN-PT 2013).

Crown (2007) mengemukakan bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage) yaitu suatu posisi yang unggul dibandingkan pesaingnya yaitu memiliki nilai lebih yang dimiliki. Hal ini menunjukkan PTS yang memiliki keunggulan bersaing akan memiliki suatu nilai lebih dibandingkan pesaingnya, dan tentu saja untuk mencapai keunggulan ini tidaklah mudah dimana PTS harus mampu mengidentifikasi sumber keunggulan bersaing yang dimiliki, dan juga menganalisa lingkungan persaingan yang diharapkan mampu memiliki keunggulan dalam perencanaan strategi yang akan digunakan oleh PTS. Semakin kredibel PTS tersebut maka semakin kuat keunggulan bersaing yang dimiliki PTS tersebut (Frensidy,dalam Suryanto 2008).

Chong, 2003, Salleh et al., 2011, mengembangkan model untuk mencapai keunggulan bersaing, terdapat keterkaitan antara Manajemen Pengetahuan sebagai salah satu sumber keunggulan bersaing perguruan tinggi. Apabila suatu perguruan tinggi memiliki pemberdayaan manajemen pengetahuan secara keseluruhan yang baik akan menunjang peningkatan posisi keunggulan bersaing perguruan tinggi.

(23)

terhadap kinerja organisasi baik pada organisasi profit maupun organisasai non profit. (Emery &Trist, Robins 1997); Wheelen & Hunger 2000 (Winardi & Karhi 1997) dalam Yurniwati, 2005, dan Farry dan Halim, 2005 ).

Bruce R, Barringer dan Bluedorn, Allen. C. (1999), dalam penelitiannya yang berjudul The Relationship Between

Corporate Enterpreneursip and Strategic Management

menemukan bahwa ada hubungan positif antara intensitas pengelolaan organisasi dengan intensitas scanning lingkungan. Perencanaan strategis yang baik, berisi sekurang-kurangnya gambaran lingkungan bisnis perusahaan saat ini dan yang akan datang. Selanjutnya juga dibahas bagaimana perusahaan beroperasi dalam lingkungan bisnis yang demikian perlu memperlihatkan sumberdaya yang diperlukan, pasar yang akan dimasuki, perubahan dalam biaya dan teknologi yang diperlukan

Al-Awadh (1996) dalam penelitiannya mencoba menjelaskan keunggulan bersaing yang dipengaruhi oleh faktor pemilihan rencana strategis dan lingkungan. Hasil yang diperoleh dengan pengelolaan lingkungan dan perencanaan strategi yang tepat di industri yang berada di Arab, maka menjadi modal bagi perusahaan dalam memperoleh keunggulan bersaing.

(24)

struktur dan prosesnya dalam usaha memperbaiki efektivitas kegiatan belajar mengajar dalam lingkungan yang terus berubah

Donald (2007) mengembangkan model membangun keunggulan bersaing universitas di Australia. Dalam modelnya, Donald mengembangkan bahwa keunggulan bersaing muncul dari hasil identifikasi dan evaluasi perencanaan strategis. Dimana untuk meningkatkan keunggulan bersaing menitik beratkan pada kompetensi yang dimiliki oleh Universitas di Australia dengan melihat asset dan kapabilitas yang dimiliki.

Dalam konsep keunggulan bersaing yang dikemukakan oleh Barney (1991) menjelaskan bahwa keunggulan bersaing dapat diperoleh dengan memperhatikan asset yang dimiliki. Dengan mengoptimalkan kompetensi yang dimiliki oleh PTS, akan diperoleh keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustained competitive advantage). Kompetensi yang dimiliki akan menjadi sumber keunggulan bersaing ketika perguruan tinggi memiliki kompetensi yang bernilai, langka, sulit ditiru dan sulit untuk digantikan. Koordinasi sumber daya strategis yang tinggi menyebabkan PTS dapat meningkatkan kinerja, yang merupakan kunci dalam memperoleh keunggulan bersaing. Slater dan Narver (1994) menjelaskan bahwa bisnis yang mengaplikasikan kompetensi secara signifikan untuk memahami pesaing dan konsumennya serta mengkoordinasikan aktivitasnya ke seluruh fungsi bisnis bagi usaha penciptaan nilai secara terintegrasi akan meraih keunggulan kompetitif. Pendekatan RBV juga menyatakan bahwa kinerja yang tinggi yang berdampak pada keunggulan bersaing akan lebih mudah diraih apabila perusahaan memiliki kompetensi yang handal (Wernerfelt, 1984; Barney, 1991; Amit dan Schoemaker, 1993).

(25)

mencoba menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keunggulan bersaing, yaitu faktor kompetensi universitas dengan memperhatikan sumberdaya yang dimiliki. Selain aspek kompetensi, keunggulan bersaing juga dipengaruhi oleh struktur sosial yang ada di dalam universitas. Yang dimaksud struktur sosial di dalam penelitiannya yaitu pimpinan universitas sebagai puncak piramida, tenaga pengajar dan mahasiswa. Sumber kekuatan internal organisasi yang tidak mungkin diadaptasi oleh pesaing adalah manajemen pengetahuan. Pengetahuan eksis disetiap individu dan masing-masing individu mempunyai pengetahuan yang berbeda satu sama lainnya. Para pesaing tidak mungkin meniru pengetahuan yang dipunyai oleh perusahaan. Sebagai sumber daya bagi suatu organisasi, sebaiknya organisasi mengelola manajemen pengetahuan dengan baik. Studi yang dilakukan oleh Davenport at. el. (1998) mengindentifikasikan empat tahapan yang perlu dilakukan suatu organisasi agar manajemen pengetahuan dapat menjadi sumberdaya stratejik ;

1. Pengetahuan dapat disimpan. Data, informasi, maupun pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk dokumentasi agar mudah ditelusuri bila dibutuhkan. Bagi pengetahuan yang sifatnya tacit, sebaiknya diartikulasikan menjadi

codifiedlexplicit knowledge Pengetahuan yang dapat

disimpan memudahkan organisasi untuk menelusurinya dan memanfaatkan di setiap kesempatan.

(26)

ruang perpustakaan sehingga anggotanya mudah mengakses pengetahuan-pengetahuan terbaru melalui buku-buku, jurnal-jumal, dan media cetak. Organisasi memfasilitasi juga dengan aturan dan prosedur yang memudahkan setiap orang dapat mengakses pihak-pihak dan anggota organisasi lain yang mempunyai pengetahuan.

3. Peningkatan pengetahuan didukung oleh organisasi. Lingkungan eksternal berubah dengan cepat akibatnya organisasi harus senantiasa berdaptasi. Kemampuan organisasi untuk beradaptasi perlu dukungan peningkatan pengetahuan. Organisasi perlu menciptakan lingkungan yang mampu mempercepat peningkatan pengetahuan. Temuan Davenport et al. (1998) mengungkapkan perlunya sentralisasi struktur organisasi, dan perubahan budaya kerja yang mendukung kreatifitas anggota organisasi. Hal konkrit yang bisa dilakukan perusahaan yaitu dengan memberikan penghargaan bagi anggota organisasi yang menyumbangkan pengetahuan kepada

knowledge base organsiasi. Penghargaan yang diterima dapat berupa peningkatan kompensasi maupun promosi pangkat/jabatan.

4. Mengelola pengetahuan sebagai asset. Dalam organisasi, aset dapat berbentuk barang berwujud maupun barang tak berwujud. Organisasi berfokus kepada dua aset tersebut. Pengetahuan, merupakan aset tidak berwujud, harus diperlakukan sebagai aset berwujud yaitu dapat diukur. Skyrme dan Amidon (1998) mengemukakan bahwa pengetahuan (knowledge) dapat diukur dengan menggunakan balanced scorecard. Dimensi innovation

(27)

proses aktivitas manajemen pengetahuan. Meskipun ada debat dalam pengukurannya, Skyrme dan Amidon (2003) menyakini bahwa dimensi innovation dan learning

mempunyai potensi untuk mengukur pengetahuan sebagai aset. Organisasi yang mempunyai pengetahuan superior mampu mengkoordinasi dan mengkombinasikan sumberdaya-sumberdaya tradisional dan kapabilitas dalam bentuk dan cara baru sehingga dapat memberikan nilai lebih bagi pelanggan. Dengan memiliki sumberdaya intelektual yang superior, organisasi dapat mengetahui bagaimana mengembangkan dan mengeksploitasi sumberdaya tradisonal lebih baik daripada pesaing meskipun sumberdaya tersebut tidak unik dan mudah ditiru. Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai sumberdaya stratejik terpenting sehingga dapat digunakan untuk keunggulan kompetitf yang tahan lama. Pengetahuan, terutama tacit knowledge, berpotensi menjadi sumberdaya yang unik dan sukar ditiru. Tidak seperti sumberdaya tradisional lainnya, tacit knowledge

(28)

Pengetahuan dapat menjadi keunggulan kompetitif yang tahan lama bila organisasi mengetahui lebih banyak akan sesuatu dibandingkan pesaing. Tidak seperti sumberdaya tradisional lainnya yang dapat berkurang saat digunakan, pengetahuan justru akan meningkat pada saat digunakan. Pengetahuan yang semakin sering digunakan akan semakin bernilai bagi organisasi.

Menjadikan manajemen pengetahuan menjadi keunggulan kompetitif organisasi sebaiknya manajemen pengetahuan dimanfaatkan dan diterapkan secara nyata oleh perusahaan. Bentuk konkrit penerapan adalah mengembangkan strategi organisasi berbasis pengetahuan. Strategi yang berbasis pengetahuan diharapkan mampu lebih mengeksplorasi keunikan yang dimiliki organisasi. Konsep SWOT (streghts, wea kness, oppurtunities, dan threats) sudah lama dikenal oleh praktisi maupun akademisi. Rerangka SWOT menjelaskan dan menganalisis kapabilitas internal perusahaan, tercermin dalam kekuatan dan kelemahan, yang berhubungan dengan kesempatan dan ancaman lingkungan organisasi. Organisasi disarankan untuk melakukan tindakan-tindakan strategis untuk mendayagunakan kesempatan, mengurangi kelemahan, meminimalkan ancaman, dan mengkapitalisasi peluang. Strategi organisasi dapat dilihat sebagai tindakan untuk menyeimbangkan keadaan eksternal organisasi dengan kapabilitas internal organisasi .

(29)

menjadi sekedar memilih industri yang tepat dan melakukan positioning dalam industry tersebut strategi generik yang dipilih yaitu biaya rendah (low cost) atau diferensiasi produk (product differentiation). Menurut Zack (2009), model five forces Porter lebih menekankan keunggulan industri daripada keunggulan perusahaan sehingga keunikan dan keunggulan perusahaan tidak tergali. Mengacu pada keadaan tersebut perusahaan sebaiknya kembali fokus kepada kapabilitas dan sumberdaya perusahaan. Perspektif ini dikenal dengan resource-based view.

Pendekatan resource based view berpendapat bahwa perusahaan sebaiknya memposisikan dirinya secara strategis berdasarkan keunikan, nilai-nilai perusahaan, serta sumberdaya dan kapabilitas yang sukar ditiru. Strategi organisasi bukan didasarkan pada produk dan jasa yang dihasilkan dari keunikan, nilai-nilai perusahaan, serta sumberdaya dan kapabilitas yang sukar ditiru. Strategi berdasarkan pendekatan

resource-based view memungkinkan perusahaan bertahan dalam jangka

waktu yang lama dibandingkan pendekatan tradisional misalnya analisis SWOT (Zack, 1999). Keunggulan kompetitif organisasi akan bertahan lama bila berdasarkan kekuatan yang berasal dari organisasi.

(30)

Strategi berbasis pengetahuan, sebenarnya merupakan bentuk analisis SWOT, menjelaskan keseluruhan pendekatan yang dilakukan organisasi untuk mengkaitkan sumberdaya pengetahuan dan kapabilitas yang dipunyai dengan strategi yang dilakukan. Hubungan manajemen pengetahuan dan strategi merupakan hubungan timbal balik artinya strategi mempengaruhi manajemen pengetahuan sebaliknya manajemen pengetahuan mempengaruhi strategi (Fattahiyan, Sima, Hoveida,Reza, Siadat,Seyed Ali, Tallebi,Huoshang (2012). Hubungan antara manajemen pengetahuan dan strategi perusahaan seringkali tidaklah sejalan sehingga terdapat perbedaan antara keduanya. Perbedaan dalam strategi terjadi antara apa yang harus dilakukan organisasi dan apa yang dapat dilakukan organisasi. Perbedaan dalam manajemen pengetahuan terjadi antara apa yang perusahaan harus ketahui dan apa yang perusahaan ketahui.

Untuk memperkecil perbedaan antara manajemen pengetahuan dan strategi, organisasi perlu mencari sumber pengetahuan. Sumber-sumber pengetahuan dapat dicari dalam organisasi maupun luar organisasi. Pengetahuan internal organisasi dapat ditemukan dari dokumen, prosedur dan aturan organisasi, perilaku, iklim dan budaya organisasi. Pengetahuan eksternal dapat ditemukan di publikasi-publikasi ilmiah, majalah-majalah populer, dan di sekolah-sekolah bisnis.

(31)

Kombinasi pengetahuan yang didapat dari luar organisasi dengan pengetahuan dari dalam akan memberikan perspektif baru dalam membuat strategi organisasi atau melakukan eksekusi strategi organisasi yang telah dibuat. Bentuk kongkrit yang dilakukan organisasi melalui program-program reward untuk pelanggan, customer care yang merupakan umpan balik pelanggan kepada organisasi sehingga organisasi memperbaiki kekurangan-kekurangan produk/jasa yang dihasilkan.

Strategi organisasi berbasis pengetahuan mensyaratkan keinginan kuat organisasi untuk menambah basis pengetahuan yang dipunyai. Implementasi dan eksekusi strategi organisasi memerlukan kemampuan pengetahuan yang cukup dalam mengoptimalkan pilihan-pilihan strategi yang ada sesuai dengan perkembangan industri, pesaing, dan kapabilitas organisasi .

Faktor lain yang juga diduga berpengaruh terhadap kinerja yang unggul pada PTS adalah perencanaan strategi. Strategi yang dirumuskan oleh PTS merupakan keahlian manajemen pengetahuan atau pengelola dalam mengelola PTS. Strategi merupakan aktivitas manajemen untuk memperkuat posisi organisasi. Tanpa strategi dalam mengelola PTS, seorang pimpinan seolah-olah melangkah dalam ketidakpastian. Strategi merupakan faktor faktor internal yang penting untuk dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Manajemen perguruan tinggi dengan segala keahliannya dituntut untuk menyusun strategi yang cocok untuk PTS yang dipimpinnya.

(32)

tahun kedepan (Govindarajan et.al., 2001). Perencanaan strategik menempati posisi yang krusial, karena menentukan kekomprehesivan, kekoherenan, dan keseimbangan rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek yang dihasilkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001). Perencanaan strategik menghasilkan keluaran yaitu, (1) sasaran strategik (strategic objective), (2) inisiatif strategik (strategic initiative) dan (3) target.

Salah satu kunci keberhasilan dari perencanaan stratejik adalah pada pemilihan pasar dan penentuan bagaimana berkompetisi di tengah persaingan yang ada (Hooley,Moller & Broderick,1998; Sashi & Stern,1995). Beberapa penelitian mengenai perencanaan stratejik (Amstrong,1982) serta adanya teori yang dikemukakan (Hax and Majluf,1991; Higgins and Vienze,1993; Pearce and Robinson,1994) bahwa proses perencanaan stratejik terdiri dari 3 komponen yaitu (1) formulasi, dimana terdiri dari pengembangan misi, penentuan tujuan, penilaian lingkungan internal dan eksternal serta evaluasi dan penyeleksian alternatif strategi, (2) implementasi, (3) pengawasan/kontrol. Adapun fokus utama dari kegiatan perencanaan stratejik dalam perusahaan dapat dilihat dari komponen-komponen diatas.

Teori mengenai perencanaan stratejik menjelaskan bahwa perencanaan stratejik tersebut kompleks dan terdiri dari beberapa aspek (Boyd & Reuning-Elliot,1998; Hitt,Ireland & Hoskisson,2001; Johnson and Scholes,2002; Kukalis,1991; Veliyath and Shortell,1993 dalam Mediaty, 2007; Wheelan and Hunger,2002) dimana mempunyai pengaruh pada tujuan perusahaan, pembelajaran, manajemen inovatif, posisioning kompetitif dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

(33)

mengimplementasikan sebuah strategi yang tahan akan persaingan imitasi dan mampu menciptakan persaingan dalam jangka waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan & Fahy,1993; Grant,1995). Sehingga penelitian ini menarik untuk dilakukan karena untuk dapat mencapai keunggulan bersaing yang merupakan cerminan dari kinerja dalam jangka waktu yang panjang dapat diawali dengan sebuah perencanaan stratejik yang matang.

Secara keseluruhan, beberapa faktor seperti yang telah dikemukakan di atas mampu mempengaruhi keunggulan bersaing PTS. Penelitian ini mencoba untuk melakukan kajian terhadap Pengaruh Manajemen Pengetahuan, Aspek Lingkungan dan Kompetensi yang mampu mempengaruhi perencanaan strategik serta keunggulan bersaing PTS tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pemaparan latar belakang diatas, terdapat perbedaan temuan dan kajian-kajian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, fenomena dan realitas atau kondisi yang sebenarnya pada perguruan tinggi, maka peneliti tertarik untuk melanjutkan, mengembangkan model penelitian dengan judul “Pengaruh Manajemen Pengetahuan, Aspek Lingkungan, dan Kompetensi terhadap Perencanaan Strategik serta Keunggulan Bersaing”.

Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian tersebut, maka selanjutnya dapat disusun pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

(34)

2. Apakah manajemen pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

3. Apakah aspek lingkungan berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara

4. Apakah aspek lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

5. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara

6. Apakah kompetensi baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

7. Apakah perencanaan strategik berpengaruh terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara

1.3 Tujuan Penelitian

Dari masalah pokok yang dikembangkan dalam penelitian ini, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh manajemen pengetahuan terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung manajemen pengetahuan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

(35)

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung aspek lingkungan terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kompetensi terhadap perencanaan strategik PTS di Sulawesi Tenggara .

6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung kompetensi terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perencanaan strategik terhadap keunggulan bersaing PTS di Sulawesi Tenggara.

1.4 Kontribusi Penelitian

Keunggulan bersaing dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan bersifat multidimensi. Secara lebih detail, kontribusi penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.4.1 Kontribusi Teoritis

(36)

kompetensi dipandang dapat menentukan perencanaan strategik yang efektif untuk mencapai keunggulan bersaing.

1.4.2 Kontribusi Praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi berharga dan rekomendasi kepada para pimpinan PTS untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dan mengelola PTS dalam upaya meningkatkan kinerja yang berdampak pada tingkat daya saing PTS. Pengelolan sumberdaya tersebut dapat menopang perencanaan strategik yang tepat dalam mewujudkan kinerja PTS yang berkesinambungan.

1.5 Kebaruan

Berdasarkan latar belakang dan kesenjangan penelitian (research gap) yang dikemukakan di atas maka kebaruan dalam penelitian ini:

(37)

Intelegensi, wisdom. yakni (1) data; simbol termasuk kata-kata, (teks atau lisan), gambar (vidio) yang merupakan batasan pengetahuan. Sebagai simbol, data adalah penyimpanan makna intrinsik dan refresentatif. Data adalah rekaman kegiatan atau situasi tertentu, (2) Informasi; pesan yang mengandung makna relevan terhadap implikasi keputusan atau kebijakan. Informasi berasal dari dua arus yakni komunikasi dan sejarah (data).

(γ) Pengetahuan: kognisi atau pengakuan “know-what”,

(4) Tindakan: kapasitas untuk bertindak “know-how” dan

pemahaman “know-why”. Rangkaian tersebut merupakan

bagian knowledge Management (KM) yang bisa dikembangkan dan dipelihara akan menimbulkan kecerdasan. Manajemen Pengetahuan penting diterapkan diperguruan tinggi agar Perguruan Tinggi dapat semakin cepat mempersiapkan diri, semakin cepat pula dapat menemukan best practice-nya (Blackman & Kennedy 2007: Raharso 2009) dimana para peneliti sebelumnya hanya melakukan pengujian terhadap ketiga indikator-indikator tersebut, dalam penelitian ini akan menguji 4 (empat) indikator yaitu data, informasi, pengetahuan dan tindakan.

(38)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Elnkov dan Lee & Miller, 1996) yaitu perencanaan strategik harus mampu memenuhi tuntutan lingkungan yang mana jika tidak tercipta antara perencanaan strategis dengan lingkungan akan menurunkan kinerja.

3. Secara fenomenal masyarakat melihat aspek lingkungan dapat berpengaruh langsung terhadap keunggulan bersaing. Sebagaimana diungkapkan oleh Wheelen (2000), Hari dan Riant (2005) dengan indikator aspek lingkungan yaitu aspek hukum dan regulasi dengan status akreditasi Institusi dan Prodi, aspek ekonomi dengan tingkat biaya pendidikan yang kompetitif, aspek sosial dengan melihat kondisi sosial masyarakat sultra yang heterogen, dan aspek teknologi dengan mengikuti perkembangan teknologi dalam proses pembelajaran. 4. Kompotensi dibentuk dari 4 (empat) Indikator yaitu

(39)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

Konsep keunggulan bersaing (competitive advantage) didalam PTS seringkali dikaitkan dengan bagaimana PTS menciptakan daya saing berdasarkan sumber-sumber keunggulan bersaing yang dimiliki untuk mampu bertahan di tengah persaingan yang kompetitif. Sejalan dengan pemanfaatan sumber-sumber keunggulan bersaing tersebut, PTS melakukan berbagai analisis yang kemudian dijabarkan dalam perencanaan strategik PTS .

(40)

2.1.1 Perguruan Tinggi Sebagai Institusi Pendidikan Penyedia Jasa

Perguruan tinggi termasuk ke dalam kelompok penyedia jasa murni (Prabowo, 2004), dan pemberian jasa yang dilakukan didukung dengan alat dan sarana penunjang. Dalam prosesnya, perguruan tinggi dan mahasiswa terus berinteraksi selama proses pemberian jasa berlangsung dan untuk menerima jasa, mahasiswa sebagai pelanggan harus menjadi bagian dari sistem tersebut.

Dilihat dari sudut pandang para industrialis, maka perguruan tinggi dianggap sebagai organisasi yang memproduksi dan menjual sebuah produk yang berupa jasa pendidikan tinggi atau ilmu pengetahuan (Kartini, 1997). Hal ini mendorong perguruan tinggi memperhatikan prinsip manajemen organisasi dan profesionalisme dalam mengelola agar dapat bertahan hidup dan berkembang tanpa melupakan ideologinya.

Jasa yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa dalam hal ini mahasiswa, dengan kata lain tidak dapat dipisahkan antara penyedia jasa dan pengguna jasa, yaitu pemberian atau pelayanan jasa pendidikan, dimana membutuhkan kehadiran dosen dan mahasiswa pada saat yang bersamaan. Implikasinya mutu para dosen serta banyaknya mahasiswa akan mempengaruhi kualitas pendidikan suatu PTS.

(41)

penyedia jasa. Dari sisi konsumen terdapat ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi, sebab terbatasnya search quality, yaitu karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan.

Produk jasa mengandung unsur experience quality dan

credence quality yang tinggi. Experience qua lity yaitu

karaktersitik yang hanya dapat dinilai oleh pelanggan setelah pembelian. Sedangkan cr edence quality adalah aspek yang sulit dievaluasi, bahkan setelah pembelian dilakukan. Intangibility juga menimbulkan masalah bagi penyedia jasa, karena kurangnya karakteristik fisik menyebabkan penyedia jasa kesulitan memajang dan mendiferensiasikan penawarannya.

Inseparability, berarti bahwa jasa umumnya dijual

terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Karakteristik tersebut mempunyai beberapa implikasi pada konsumen. Pertama, pada jasa yang tingkat kontaknya tinggi dimana penyedian jasa dan pelanggan sama-sama hadir (co-producers) jasa, maka interaksi antara keduanya merupakan faktor yang sangat menentukan kepuasan pelanggan. Kedua, konsumen seringkali menjadi co-consumers

suatu jasa dengan konsumen lainnya. Oleh sebab itu tantangan bagi penyedian jasa adalah mencari beberapa cara untuk mengelola dan mengembangkan sumberdaya manusia untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi serta dapat berinteraksi secara efektif dengan klien. Selain itu mengupayakan berbagai cara untuk mencegah agar jangan sampai ada pelanggan yang mengganggu atau menghambat kepuasan pelanggan lainnya.

(42)

tersebut terjadi karena jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya. Menurut Bovee, Houston & Thill, Tjiptono (2005), terdapat 3 faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa, yaitu (1) kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, (2) moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan dan (3) beban kerja organisasi. Ketiga faktor tersebut menyebabkan penyediaan jasa sulit mengembangkan citra merk yang konsisten sepanjang waktu.

Perishability, berarti bahwa jasa bersifat tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Jika permintaan bersifat konstan, kondisi tersebut tidak menjadi persoalan, karena staf dan kapasitas penyedia jasa dapat direncanakan untuk memenuhi permintaan walaupun permintaan pelanggan terhadap sebagian besar jasa sangat pluktuatif.

Karakteristik jasa sebagaimana yang dikemukakan oleh Kotler, apabila diimplemantasikan dalam layanan jasa pada pendidikan tinggi dalam hal ini PTS, maka ini berarti bahwa kualitas suatu PTS dapat ditentukan baik buruknya bila seseorang telah menjadi mahasiswa, dan apakah lulusan PTS tersebut mudah mendapatkan pekerjaan atau tidak, serta apakah sesuai dengan bidang ilmunya dapat dibuktikan beberapa tahun kemudian setelah mahasiswa lulus.

(43)

perencanaan yang diperlukan agar mampu mengembangkan keunggulan bersaingnya.

2.1.2 Teori Manajemen Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi merupakan aset yang sangat berharga (Lopez et al., 2011) dan merupakan aset yang tak kasat mata atau intangible asset (Goel

et al., 2010), pengetahuan juga merupakan sumberdaya internal perusahaan yang paling bernilai, unik, sulit digantikan, dan sulit ditiru (Kaplan dkk, 2007). Dengan pengetahuan dan kemampuan untuk menciptakan pengetahuan baru, perusahaan dapat menggunakan, memanipulasi, dan mentransformasikan sumberdaya-sumberdaya lain. Organisasi harus menyadari pentingnya mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya pengetahuan dari individu- individu yang ada dalam organisasi tersebut sebagai aset organisasi.

Pengetahuan, baik yang terkait dengan proses produksi, komunikasi, maupun bidang lainnya terus berkembang seiring berkembangnya organisasi. Pengelolaan pengetahuan sudah berlangsung sejak awal berdirinya sebuah organisasi (Birkinsaw, 2001). Namun banyak organisasi bisnis belum atau tidak mengetahui adanya potensi knowledge tersembunyi yang dimiliki karyawannya. Riset Delphi Group (2007) menunjukkan bahwa

knowledge dalam organisasi tersimpan dengan struktur: 42 persen di pikiran (otak) karyawan sebagai pengetahuan tacit, 26 persen dokumen kertas, 20 persen dokumen elektronik, 12 persen pengetahuan berbasis elektronik (Permenpan-RB No.14 tahun 2011). Hal ini sangat berhubungan dengan kondisi sumberdaya manusia di dalamnya.

(44)

masing-masing anggota organisasi ini mampu teroptimalkan, berkembang, dan tersebar dengan baik ke seluruh lapisan organisasi menurut kapasitas, tugas, dan fungsinya masing-masing. Menurut Munir (2008), untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari pengetahuan yang dimiliki dan untuk mengetahui pengetahuan yang harus dimiliki, perusahaan seharusnya mengelola pengetahuan melalui Knowledge

Management (KM). Melalui KM, pengetahuan yang dimiliki

seorang karyawan tetap tinggal dan menjadi aset perusahaan sekali pun secara fisik mereka telah meninggalkan perusahaan. Melalui KM pula organisasi dapat belajar dengan cepat sehingga adaptif terhadap perubahan yang terjadi, meningkatkan legalitas organisasi, dan to keep track of the knows what (Awad, 2007).

Sejarah membuktikan bahwa perusahaan-perusahaan yang maju dan dapat bertahan dengan baik dari zaman ke zaman adalah perusahaan yang memiliki kemampuan untuk mengelola pengetahuan yang dimilikinya dengan baik. Hal ini dikarenakan pengetahuan merupakan sumberdaya utama dan memiliki peran penting untuk pencapaian keunggulan kompetitif berkelanjutan. Mengapa pengetahuan bisa membuat keunggulan bersaing mampu bertahan? Kata kuncinya adalah pengetahuan cenderung berharga, langka, sulit ditiru, dan sulit digantikan (Munir, 2008).

Tiwana (2000) mendefinisikan KM sebagai pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima. KM dipandang penting, karena implementasinya memberi manfaat pada bidang operasi dan pelayanan, dapat meningkatkan kompetensi personal, memelihara ketersediaan knowledge dan inovasi serta pengembangan produk.

(45)

benar sangat banyak manfaatnya bagi organisasi, diantarnya (Prijono, 2008):

1) Explicit knowledge berupa dokumen dan prosedur

yang semakin terdokumentasi dengan baik,

2) Pemecahan masalah lebih cepat karena sumber-sumber pengetahuan (expert) mudah diakses, 3) Dengan terdokumentasikannya best practice maka dari

waktu ke waktu setiap proses bisnis berubah semakin efisien,

4) Kesalahan yang sama tidak terjadi berulang-ulang,

5) Terbentuknya budaya kolaborasi sebagai efek dari budaya sharing yang berakibat munculnya inovasi.

Kebanyakan perusahaan besar di sektor swasta mengambil inisiatif secara aktif dalam mengadopsi tool management baru, teknik dan filsafat, dimana pemerintah selalu mengikutinya. Contoh prakteknya seperti perencanaan sumberdaya perusahaan (ERM), proses re-engineering bisnis (BPR), manajemen mutu terpadu (TQM), dan yang terkini KM. Selama dekade terakhir praktek KM di perusahaan swasta membuktikan bahwa KM tidak hanya menjadi mode manajemen lain sebagaimana diklaim beberapa kritikus bahwa KM dinyatakan layak untuk tetap diimplementasikan. Oleh karena itu waktu yang tepat bagi KM berpindah ke sektor publik (Cong dan Pandya, 2003).

(46)

meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya berupa pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya adalah memanfaatkan aset tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat pencapaian tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Keberhasilan kinerja organisasi diukur dengan peningkatan kinerja instansi tersebut. Peningkatan kinerja tidak dapat terwujud apabila tidak ada pengelolaan manajemen yang baik, yang dapat mendorong upaya instansi untuk meningkatkan kinerja. Knowledge management atau manajemen pengetahuan merupakan alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pegawai pada organisasi sektor publik (Chong et al., 2011).

Pengetahuan adalah sumber daya organisasi penting untuk setiap perusahaan, terlepas dari lokasi, ukuran (kecil, menengah, maupun organisasi besar) dan jenisnya (publik atau swasta). Untuk dapat berhasil dan bertahan hidup dalam ekonomi berbasis pengetahuan (k-economy), penerapan knowledge management telah diakui sebagai instrument yang penting untuk mencapai tujuan khusus dari suatu organisasi dan bahkan suatu Negara sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta keunggulan kompetitif (Salleh et al., 2011). Knowledge

Management adalah suatu langkah untuk menangkap,

mengorganisasikan dan penyimpanan pengetahuan dan pengalaman dari setiap individu pekerja atau group pekerja didalam sebuah organisasi dan membuat knowledge tersedia untuk pekerja lainnya di dalam organisasi (Suryadi, 2007).

(47)

organisasi (Tannembaum, 1998).

Di era knowledge sekarang ini, setiap manusia mulai mencari tahu bagaimana memanajemen pengetahuan. Yaitu dengan strategi yang baru, alat – alat yang baru, metode dan proses baru, yang membuat manusia berpikir untuk mengelola pengetahuan dengan baik, sebagai individu maupun sebuah organisasi. Terutama untuk sebuah organisasi atau perusahaan, dimana perusahaan dituntut untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, inovasi yang baru, dan pengetahuan agar mampu menghadapi persaingan.

Knowledge management menjadi fokus penelitian sekitar 25 tahun yang lalu ketika Wiig dalam Chong et al., (2011) menyatakan bahwa, peneliti masih berjuang untuk mencapai konsensus mengenai definisi KM. Sejak dipopulerkan pada pertengahan tahun 1980-an, manajemen pengetahuan kini sering dibicarakan di kalangan akademisi dan praktisi. Sudut pandang yang berbeda mengenai definisi KM ini, menghasilkan kesimpulan bahwa sistematis dan keberhasilan implementasi KM

melibatkan model siklus proses pengetahuan yaitu penciptaan, penangkapan, organisasi, penyimpanan, penyebaran informasi, dan aplikasi (Chong, 2006).

Proses tersebut adalah faktor utama Knowledge

Management, sebagaimana tercermin dari masuknya faktor

tersebut dalam banyak definisi KM yang telah diusulkan sebelumnya. Di antara proses tersebut, berbagi pengetahuan, yang didefinisikan sebagai proses melalui pengetahuan exsplisit knowledge dan tacit knowledge dikomunikasikan kepada orang lain (Becerra-Fernandez et al.,2004), telah banyak dianggap sebagai landasan KM (Lam dan Lambermont-Ford, 2010; Reychav dan Weisberg, 2010).

(48)

organisasi telah diusulkan Stankosky (2005) dan dilakukan penelitian sebelumnya oleh Edwards et al. (2005) yang menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan KM membutuhkan integrasi dari empat pilar KM, yaitu kepemimpinan, pembelajaran, struktur organisasi, dan teknologi. Faktor-faktor KM tersebut merupakan alat untuk meningkatkan kinerja organisasi baik publik maupun swasta. Di sisi lain, Edwards, et al. (2005) mengidentifikasi people solutions, process solutions dan technological solutions sebagai unsur KM yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja organisasi. People solutions mencakup motivasi karyawan, pelatihan dan jaringan.

Process solutions mengacu pada proses instruksi yang baik, panduan prosedur pembukuan, komunikasi internal, dan proses berbagi pengetahuan. Sedangkan Technological solutions

mempertimbangkan penggunaan efektif dari database dan akses internet.

Berdasarkan indikator penelitian yang telah dilakukan Chong, et al. (2011) terdapat 9 (Sembilan) faktor pendukung manajemen pengetahuan yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi, yaitu: dukungan pemimpin, pelatihan dan kesempatan belajar kerja karyawan, proses berbagi pengetahuan, ketersediaan infrastruktur TIK, insentif, program mutasi atau rotasi pekerjaan, keterampilan dan pengetahuan teknologi, teknologi berbagi pengetahuan, serta teknologi komunikasi. Faktor dukungan pemimpin merupakan bagian dari enabler

manajemen pengetahuan yang dapat menciptakan proses berbagi pengetahuan antara pimpinan dengan pegawainya. Jika proses berbagi pengetahuan berjalan dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja Organisasi tersebut.

(49)

bertanggungjawab untuk melakukan perencanaan strategis dalam menggerakkan sumberdaya manusianya dan mendorong budaya berbagi pengetahuan akan meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Faktor lain adalah adanya pelatihan dan kesempatan belajar bagi karyawan. Menurut Holsapple dan Singh (2003) pengetahuan yang diperoleh karyawan melalui pelatihan kerja yang diberikan akan memungkinkan mereka untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam organisasi. Kompetensi, rencana strategis dan pelatihan yang mereka peroleh akan menciptakan lingkungan organisasi yang baik, yang akan meningkatkan kinerja organisasi.

Kesempatan belajar yang ada pada organisasi, dan diperuntukkan bagi karyawan atau pegawai yang ingin mengembangkan potensinya, melalui kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi merupakan kebutuhan karyawan profesional untuk meningkatkan kinerjanya. Peluang kesempatan belajar akan menumbuhkan pengetahuan yang diperoleh karyawan dan nantinya akan diaplikasikan pada lingkungan organisasi mereka. Sehingga akan menciptakan proses berbagi pengetahuan dan profesionalitas dalam bekerja.

Faktor lain yakni proses berbagi pengetahuan antara kepala dengan pegawainya dan antar pegawai pada suatu organisasi. Pengetahuan tersebut baik berupa tacit maupun eksplisit. Tacit adalah pengetahuan yang tidak dapat di tuliskan dan dijabarkan yang terdapat dalam kepala manusia. Karena seseorang mungkin tidak menyadari pengetahuan yang ada di dalam dirinya. Apakah pengetahuan itu berguna untuk orang lain atau tidak.

(50)

maupun eksplisit harus dikomunikasikan dalam lingkungan organisasi melalui proses berbagi pengetahuan. Proses berbagi pengetahuan akan menciptakan pengalihan pengetahuan, sehingga akan menambah informasi dan wawasan bagi para pegawai dan mewujudkan keputusan yang diambil oleh pimpinan lebih baik serta pemecahan masalah yang efektif. Hasil dari proses berbagi pengetahuan yang baik akan menghasilkan kinerja organisasi yang baik pula.

Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga akan mempengaruhi kinerja organisasi. Infrastruktur tersebut seperti komputer, jaringan internet, jaringan komunikasi, penggunaan surat elektronik (e-mail) dan proses pendataan secara otomatis atau modern. Hal lain adalah faktor insentif. Insentif adalah penghasilan tambahan yang akan diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang telah ditetapkan. Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002). Sehingga insentif merupakan rangsangan agar pegawai meningkatkan kinerjanya.

Definisi KM sangat beragam, karena konsep pengetahuan sendiri memiliki pengertian yang ambigu. Dalam definisi www.worldIQ.com yang dikutip oleh Rachmany & Akib (2002) manajemen pengetahuan berasal dari kata manajemen

(management) dan pengetahuan (knowledge). Pengetahuan

(51)

aktivitas. Berdasarkan pemahaman akan arti kata manajemen dan pengetahuan, secara terminologi, manajemen pengetahuan berarti sebuah proses perencanaan dan pengontrolan kinerja aktivitas tentang pembentukan proses pengetahuan.

Dari perspektif pendidikan, KM berarti kombinasi antara proses dan aplikasi sarana teknologi untuk mengelola, menyimpan dan menyediakan secara universal melalui jaringan elektronik, suatu proses penciptaan dan penyebaran pengetahuan dan kebijakan mengenai pengalaman pendidikan (Galbreath, 2000).

Sedangkan dari sudut pandang organisasi, menurut Wenig (1996), Manajemen Pengetahuan terdiri atas aktifitas organisasi untuk memperoleh pengetahuan dari pengalaman organisasi, kebijakan dan dari pengalaman satu sama lain, untuk mencapai tujuan organisasi. Aktivitas tersebut dilakukan oleh perpaduan teknologi, struktur organisasi dan strategi berbasis kognisi (cognitive based strategies) untuk mendapatkan pengetahuan dan menciptakan pengetahuan baru, dengan cara meningkatkan sistem kognisi (organisasi, manusia, komputer, atau gabungan manusia dan sistem komputer) dalam penyimpanan dan pemanfaatan pengetahuan untuk belajar, memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

DiMattia dan Oder (1997) mendefinisikan Manajemen Pengetahuan adalah pengaksesan, pengevaluasian, pengaturan, pengorganisasian, penyaringan dan pendistribusian informasi dengan cara-cara tertentu sehingga berguna bagi pemakai. Manajemen Pengetahuan (MP) mencakup pemaduan informasi internal dan eksternal suatu organisasi dan membentuknya menjadi pengetahuan yang bisa dimanfaatkan melalui suatu teknologi”.

(52)

Gordon Petrash of Dow Chemical Company, yaitu

“pemerolehan pengetahuan yang tepat, untuk pemakai yang tepat pada waktu yang tepat” (Honeycutt, 2000). Sedangkan Sykrme (2003) mendefinisikan KM sebagai suatu proses yang dapat menolong organisasi menemukan, memilih, menyebarkan, dan memindahkan informasi yang penting dan diperlukan untuk berbagai aktivitas seperti penyelesaian masalah, proses pembelajaran yang dinamis, serta strategi perencaaan dan pengambilan keputusan. Secara umum, manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang mengkoordinasikan penggunaan informasi, pengetahuan dan pengalaman.

Sykrme (2003) menyatakan bahwa meskipun KM didefinisikan dan diterapkan dalam berbagai lapangan yang berbeda, namun secara umum dapat ditarik pengertian bahwa KM menekankan:

a) adanya usaha yang serius untuk meningkatkan sistem kognisi (organisasi, manusia, komputer, atau gabungan manusia dan sistem komputer);

b) adanya aset-aset pengetahuan yang dikelola, yang berasal dari dalam dan luar organisasi, individu atau kelompok; c) adanya proses pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan

penggunaan pengetahuan tersebut untuk mencapai tujuan tertentu;

d) adanya penyebaran pengetahuan dan pengalaman baik melalui akses langsung ke database maupun melalui

sharing dan kolaborasi ke lingkungan internal dan

eksternal organisasi;

(53)

2.1.3 Tahapan dan Level dari Knowledge Management System (KMS)

Menurut Minonne dan Turner (2009), ada 5 (lima) tahapan dari pengembangan dan implementasi KMS, antara lain:

 Level 1

Pada level ini, dasar dari KM sudah mulai dimengerti. Perbedaan antara KM dengan information management sudah mulai dimengerti dengan jelas oleh beberapa divisi di perusahaan. Selain itu, keuntungan potensial yang bisa didapatkan dari KM mulai dibahas dan menjadi perhatian perusahaan. Pada level 1 ini, belum ada standar pengukuran dan metric yang digunakan.  Level 2

Pada level ini, program KM sudah mulai dijalankan secara resmi. Dukungan-dukungan dari divisi-divisi dan unit kerja di dalam perusahaan sudah mulai terlihat, dan model dari KM sudah ditetapkan. Kegiatan-kegiatan untuk eksplorasi knowledge telah mendapatkan dukungan dari perusahaan, dan mulai aktif dipromosikan kepada para staf di perusahaan. Pada level ini, struktur dari knowledge yang ada di dalam perusahaan sudah mulai terbentuk, dengan harapan akan adanya

knowledge-knowledge baru yang masuk ke dalam repository

knowledge perusahaan. Pada level 2 ini, beberapa metric pengukuran kualitatif mulai digunakan untuk mengawal implementasi KM lebih lanjut di dalam perusahaan.  Level 3

(54)

knowledge innovation. Dengan knowledge innovation, perusahaan mengakomodasi ide-ide dan knowledge

baru, asimilasi dari knowledge-knowledge yang ada di perusahaan, dan penciptaaan inovasi-inovasi baru, yang membantu perusahaan untuk pembuatan produk dan jasa yang baru dan inovatif. Pada level 3 ini, metric pengukuran yang hampir semuanya adalah kualitatif, ditambah beberapa metric pengukuran kuantitatif digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari implementasi KM.

 Level 4

Pada level ini, KM sudah menjadi bagian dari proses bisnis perusahaan. Knowledge dissemination mulai dilaksanakan, dan dipromosikan secara aktif di perusahaan. Fokus dari knowledge dissemination ini adalah membangun strategi untuk menyebarkan

knowledge yang tersimpan di dalam perusahaan, dan

bagaimana cara mengubah explicit knowledge yang tersimpan di dalam perusahaan menjadi tacit knowledge

para staf di perusahaan. Hasil utama yang diharapkan dari level 4 ini adalah kinerja KM ditinjau dari sisi keekonomisannya, telah mencapai, bahkan melebihi ekspektasi perusahaan. Gabungan antara metric pengukuran kualitatif dan kuantitatif digunakan dalam level ini untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari implementasi KM, yang menjadi bahan pertimbangan untuk arah perusahaan ke depannya.

 Level 5

(55)

yang menggunakan sistem dan teknologi informasi secara maksimal untuk mengotomatisasi proses pengembangan

knowledge. Fokus utama dari level 5 ini adalah efisiensi dan skala keekonomisan dari pemanfaatan KMS, dan peningkatan keefektivitasan dan efisiensi dari manajemen asset knowledge perusahaan. Metric pengukuran atau KPI (Key Performance Indicator) kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk mengukur kinerja dari sistem knowledge management, dan mengukur efektivitas dan efisiensi dari strategi knowledge management yang diimplementasikan oleh perusahaan.

2.1.4 Tahapan Implementasi KM

Metcalfe (2006) berpendapat bahwa praktek KM mewujudkan intraksi antara manusia-proses dan teknologi. Ketiganya merupakan bagian integral PT yang berjuang untuk menciptakan database dalam memenuhi informasi dan

Gambar

Gambar 2.1. Sistem Perencanaan Strategik
Gambar 2.2 Tiga Tahap Pelaksanaan untuk Menentukan Strategi Utama
Gambar 3.1  Kerangka Konseptual Manajemen Pengetahuan (X1) Aspek Lingkungan (X2), Kompetensi (X3),
Tabel 3.2 Variabel Manajemen Pengetahuan dan Indikator Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

1)  Nilai - Nilai Kemanusiaan dan Altruis  Nilai - Nilai Kemanusiaan dan Altruistik (kasih sayang) (Humanistic - Altruistic Sys tik (kasih sayang) (Humanistic - Altruistic System

Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat adanya pengalihan

Littlejohn dan Domenici (2007), membagi dua kondisi konflik yaitu perilaku konflik yang bersifat langsung dan tidak langsung serta bentuk perilaku yang dapat bekerjasama

Pariwisata API Yogyakarta akan mengambil peran dalam pengembangan pariwisata bagi desa karena menyesuaikan konteks tantangan dan peluang akan banyaknya wisatawan yang

Deskripsi Responden selain PT Finansia Multi Finance/kredit plus cabang manado, adakah responden yang berlangganan dengan perusahaan sejneis lainnya, Dari 90

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Simulasi ini bertujuan mengetahui jika sistem ini dapat digunakan dengan baik sebagai sumber STS, kerena profil tegangan pada kedua sumber yaitu 13,8 kV.Baik sumber-A maupun