commit to user
IMPLEMENTASI PROGRAM REVITALISASI
PASAR GADING KOTA SURAKARTA
Disusun Oleh :
Fajar Pramudia Putra
D0106055
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Ilmu Administrasi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
II
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing
Dra. Sudaryati., M.Si
commit to user
III
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari : Tanggal : Panitia Penguji :
1. Drs. Wahyu Nurharjadmo, M.Si (……….) NIP. 196411231988031001 Ketua
2. Drs. Suryatmojo, M.Si (………..) NIP. 195308121986011001 Sekretaris
3. Dra. Sudaryanti, M.Si (………..) NIP. 195704261986012002 Penguji
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
IV
PERNYATAAN
Nama : FAJAR PRAMUDIA PUTRA NIM : D0106055
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul : “IMPLEMENTASI PROGRAM REVITALISASI PASAR GADING KOTA
SURAKARTA” adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya, dalam skripsi diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima saksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
commit to user
V MOTTO
“ Sesungguhnnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka
merubah keadaan diri sendiri”
(Qs. Ar. Ra`ad : 11)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(Qs. Alam Nasyrafi : 6)
“ Man Jadda Wa Jadda”
( Dikutip dalam Novel Negeri 5 Menara)
“ Kalau jatuh, bangun sendiri”
commit to user
VI
PERSEMBAHAN
Kerja kerasku ini kupersembahkan kepada :
- Almarhum kakekku mbah Chudri.
- Nenekku Muntarsih yang selalu memberikan semangat untuk terus berusaha agar
menjadi orang yang sukses.
- Kedua orang tuaku Abdul Wahab dan Haryanti yang sangat sabar dalam
membesarkan aku. Sembah sujud ananda kepada ayah dan mama.
- Ke tiga adikku (Roro Mentari Putri, Nabila Hana Soffia Putri dan Wibowo Yusup
Habibi) yang manis yang selalu menjadi pemicu saya untuk selalu berusaha
- Wanita yang mengisi relung cintaku dan selalu menyemangati aku untuk
commit to user
VII
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan anugerahnya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini mengambil judul “IMPELEMENTASI PROGRAM REVITALISASI PASAR GADING KOTA
SURAKARTA”. Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar pada program studi Administrasi Negara
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berbagai hambatan dan pengalaman menjadi pengalaman yang berharga
bagi penulis sebagai bagian dari proses penyelesaian studi di kampus. Berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihaklah akhirnya skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, atas segala bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan
kepada penulis, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
masukan dan arahan yang sangat bermanfaat.
2. Bapak Drs. Budiarjo, M.Si selaku pembimbing akademis, atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.
3. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si dan Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
VIII
5. Bapak Drs. Joko Pangarso, MM sebagai mantan kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta dan saat ini menjabat Asisten Administrasi
Kota Surakarta. Terimasih atas kesempatan berdiskusi tentang Revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta.
6. Bapak Ir. Abdul Mutholib sebagai mantan kepala proyek revitalisasi pasar gading yang bersedia memberikan informasi walaupun dalam kondisi yang sedang tidak mendukung.
7. Bapak Ir. Suhardi, MM Kasi Pemeliharaan Bangunan Pasar Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yang sangat membantu dalam kelancaran
penelitian.
8. Ibu Tri Lestari S. Teks, M.Si (Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan) dan Ibu Dra. Corina Endang Pujiastuti (Kasi Perdagangan Dalam Negeri)
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta yang mendukung dengan pemberian data-data revitalisasi pasar gading.
9. Kepala pasar gading Bapak Agus Suharto dan kepala paguyuban pasar gading Pak Tarmuji yang sangat hangat dalam memberikan jawaban-jawaban tentang revitalisasi pasar gading.
10. Keluarga besar AN’06 yang telah mendampingi aku selama aku belajar di rantau ini. Dan terutama kepada Achmad Junisar, Lulu Kurnia, Danar Adityo
Sahar, Toofik Nugroho, Lucky Mandala Putra, Hernawan Adhie, Febrian Anthony, dan orang sisa dari AN 06 (ayo segera selesaikan skripsinya !!!!) 11. Keluarga besar MAHAFISIPPA (Mahasiswa FISIP Pecinta Alam).
commit to user
IX
12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini, yang tidak bisa disebut satu persatu
Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dari skripsi ini karena adanya keterbatasan teknik dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu,
segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua yang membacanya.
commit to user
X DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul………...……….………...I Halaman Persetujuan………..………...II
Halaman Pengesahan………..…...…...III
Pernyataan...IV Motto………...………...V
Halaman Persembahan…...………....VI Kata Pengantar………...………...VII
Daftar Isi………...………...X Daftar Gambar.. ………...………...XIII Daftar Tabel………...…...…………...XIII
Abstrak..………..………...……...XIV BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………...……….1
B. Perumusan Masalah….………...………...7
C. Tujuan Penelitian………....…………...……7
D. Manfaat Penelitian………...………..8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka………..……….9
1. Kebijakan Publik………..…….9
2. Bentuk Kebijakan Publik………...11
commit to user
XI
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan...………...………….15
B. Pengertian Revitalisasi...…27 C. Pengertian Pasar………...………..……...……..31
D. Kerangka Pemikiran...34 BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian………...………..……39
B. Bentuk Penelitian………..………...39 C. Teknik Pengumpulan Informan...……..………….41
D. Sumber Data...………..………...……..42 E. Teknik Pengumpulan Data………..………43 F. Validitas Data...……….…..………...………45
G. Teknik Analisis Data...……….…..……...………..47 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokas………...………....50 B. Analisis Implementasi Revitalisasi Pasar Gading Kota
Surakarta...54
C. Kesesuaian Revitalisasi Dengan Peraturan Yang
Berlaku...59
D. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Revitalisasi
Pasar gading Kota Surakarta...62 BAB V PENUTUP
commit to user
XII
B. Saran………...………..81
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
XIII
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Model implementasi kebijikan menurut Edward III...18 Gambar 1.2 Model implementasi kebijikan menurut Grindle...……...………20
Gambar 1.3 Model implementasi kebijikan menurut Daniel Mazmanian
dan Paul A. Sabatier.…………...………...24 Gambar 1.4 Model implementasi kebijikan meurut Van Meter dan Van
Horn...…………...…..…26 Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran……...…38
DAFTAR TABEL
Halaman
commit to user
XIV ABSTRACT
Fajar Pramudia Putra, D0106055, The Implementation Program of Revitalization of Gading Market Surakarta. Bachelor Thesis. The Department of Public Administration. Faculty of Social and Political Science, Sebelas Maret University, Surakarta. 2011.
The background of this research is for face modern market high development so traditional market must do somenthing and the answer is revitalization. This research is aimed to analyze The Implementation Program of Revitalization of Gading Market Surakarta, kind of factor that influence The implementation, market revitalization path, and give some recommendation to make The policy implementation going well.
This research used a descriptive-qualitative method. Samples of the research were taken by using purposive sampling and snowball sampling technique. Its data were gathered through in-depth interview, observation, and documentation study. A triangulation on the data was done so as to have valid ones. Then, they were analyzed by using an interactive model of analysis.
The results of this research show that The Implementation Program of Revitalization of Gading Market Surakarta through several phases of Follows (1) Determination of strategis issue ini Ministry Of life environtment, (2) proffering development market proposal and agreement for that program, (3) Agreement proposal and the revitalization can start, (4) the finishing of revitalization. All phases is made it. Kind of aspect that influence the implementation in this research is : (1) communication, (2) Human Resources, (3) executor attitude, and (4) bureaucracy structure.
Based on the results of the research, some reccomendation proposed : (1) Construction planning must thougt of specificly and heard vendor will, (2) archive compilation must have systematic and must transparant for public.
commit to user
XV ABSTRAK
FAJAR PRAMUDIA PUTRA. D0106055. PROGRAM IMPLEMENTASI REVITALISASI PASAR GADING KOTA SURAKARTA, Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011.
Latar belakang penelitian ini adalah bahwa dalam rangka menghadapi berkembangnya industri pasar modern maka pasar tradisional harus segera melakukan sebuah tindakan yatu revitalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Implementasi Program Revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi, alur revitalisasi pasar tersebut, dan memberikan rekomendasi agar implementasi kebijakan berjalan sebagaimana mestinya.
Metodel penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dimana penyajiannya dilakukan secara kualitatif. Teknik pengampilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dan snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui interview, observasi, dan telaah dokumen. Validasi data yang digunakan adalah triangulasi sumber dan data, serta analisis data dengan menggunakan mode analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Impelementasi Revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta dilakukan melalui alur (1) penentuan isu strategis kementerian perdagangan (2) Pengajuan Proposal Pembangunan Pasar dan Persetujuan Program (3) Proposal Diterima dan Pekerjaan Segera Dilakukan (4) Tahap Penyelesaian Revitalisasi. Semua tahapan telah dilaksanakan dengan baik. Aspek-aspek yang mempengaruhi implementasi dalam penelitian ini terdiri : (1) komunikasi, (2) Sumberdaya, (3) Sikap Pelaksana, dan (4) Struktur Birokrasi.
Adapun saran pada penelitian ini sebagai berikut : (1) Dalam membuat perencanaan konstruksi pasar harus dipikirkan secara matang dan mendengarkan kemauan dari para pedagang, (2) Penyusunan arsip harus dilakukan secara sistematis dan harus transparan kepada publik.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan toko modern saat ini sangat pesat sekali hal ini tidak terjadi
pada kawasan ibukota saja ataupun kota-kota besar lainnya. Saat ini toko modern akan sangat mudah kita temukan pada setiap kabupaten maupun kecamatan. Contohnya Indomaret, Alfamart, Giant Department Store, Hypermart, dan
lain-lain. Awal mula trend ini mungkin memang dimulai dari ibukota Negara Indonesia yaitu DKI Jakarta yang mana disana banyak sekali mall berdiri megah
tak beraturan dan pertumbuhan bisnis toko modern ini menjadi menjamur.
Sebenarnya apa yang dijual oleh toko modern ? Layaknya pasar tradisional, toko modern menjual berbagai kebutuhan-kebutuhan sehari-hari
seperti makanan dan sayuran. Tetapi saat ini toko modern melengkapi mereka dengan menjual pakaian, peralatan rumah tangga atau bahkan sampai peralatan elektronik. Dan dalam istilah saat ini toko modern adalah “one stop shopping
place” atau bisa diartikan tempat dimana masyarakat bisa menemukan semua
barang-barang keperluannya sehingga masyarakat tidak perlu repot untuk mencari
barang-barang keperluannya ditempat lain. Mereka sudah bisa menemukan semuanya dalam toko modern.
Sebenarnya sebelum toko modern ada, ada juga tempat sejenis “one stop
shopping” dimana masyarakat dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tempat itu adalah pasar tradisional. Pasar tradisional adalah sebuah usaha ekonomi kecil
commit to user
dapat kita temukan di seluruh penjuru Indonesia karena mereka merupakan sektor unggulan dari usaha masyarakat. Tetapi saat ini karena banyak munculnya toko
modern membuat pasar tradisional semakin terkikis.
Lalu apa yang membedakan toko modern dengan pasar-pasar tradisional
atau warung-warung kelontong pada umumnya. Tentu saja dari fasilitas mereka sangat memanjakan pembeli. Ruangan bersih, dilengkapi pendingin ruangan, pencahayaan yang baik, alunan musik yang menambah kenyamanan, kebersihan
yang terjaga, keamanan dalam berbelanja dan tentu saja sebuah kata gengsi. Dan hasilnya banyak sekali masyarakat yang menyerbu untuk memenuhi kebutuhan
mereka sehari-hari di toko modern.
Apalagi jika kta membandingkan toko modern dengan pasar tradicional, bisa dibilang pasar tradisional hanya sebuah tempat untuk menampung pedagang
tradisional. Tidak ada sebuah manejemen professional yang mengelola toko tersebut. Kebanyakan toko di Indonesia di kelola oleh PD. Pasar Jaya atau
dinas-dinas perdagangan di daerah-daerah dan alhasil tidak ada sebuah keunggulan atau fasilitas istimewa yang diberikan oleh toko tradisional kepada pelanggannya. Hanya ada satu hal keunggulan pasar tradisional dengan toko modern yaitu
adanya tawar menawar harga antara penjual dan pembeli.
Hal tersebut tidak akan kita temukan di toko-toko modern. Tetapi
kelebihan tersebut tertutup dengan banyak kekurangan toko modern yaitu lingkungan yang kotor, bau dan faktor keamanan. Hal itulah yang membuat kebanyakan masyarakat memilih toko modern ditimbang pasar tradisional. Oleh
commit to user
modern maka pengusaha mulai berlomba-lomba untuk membangun toko modern di tempat yang menurut mereka strategis.
Tentu saja jika di ibukota maupun kota besar sudah banyak dijumpai toko modern maka sasaran selanjutnya adalah kota kecil dan Surakarta adalah lahan
yang pas untuk memulai mengembangkan bisnis pasar modern ini. Alhasil saat ini sudah cukup banyak toko modern yang akan kita temui di Kota Surakarta ini. Dan perlahan tapi pasti toko modern tersebut memunculkan berbagai masalah.
Contohnya 7 pasar tradisional terancam ditutup karena sepi dari pengunjung contohnya adalah Pasar Penumping, Pasar Sibela Mojosongo, Pasar Buah Jurug,
Pasar Ledoksari, Pasar Rejosari, Pasar Ayu Balapan, PasarBambu (kampus UTP),Pasar Dawung bubar karena sepi pembeli dan kemudian digabung dengan Pasar Hardjodaksino, dan Pasar Singosaren.
Oleh karena itu diperlukan adanya sebuah peraturan untuk membatasi perkembangan pasar tradisional yang saat ini sudah merambah ke daerah-daerah
pelosok. Tetapi sayangnya sampai saat ini, peraturan tersebut baru berupa raperda yang belum diketahui kapan akan direalisasikan dan juga sangat mudah sekali perizinan untuk membangun sebuah toko modern yaitu Toko modern hanya
membutuhkan tiga surat izin usaha yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), dan Tanda daftar perusahaan. Apabila tiga syarat itu terpenuhi
maka toko modern bisa dibangun. Harusnya perizinan pembangunan toko modern harus lebih diperketat lagi seperti toko modern harus mempunyai AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) yang bertujuan agar pembagunan toko modern
commit to user
prioritas dalam perizinan bangunan sehingga banyak toko modern berdiri tanpa menghiraukan dampaknya kepada lingkungan sekitar.
Alhasil karena belum ada peraturan yang mengatur tentang operasional pasar modern dan kemudahan perizinan untuk membangun pasar modern otomatis
pasar modern masih leluasa dalam beroperasional dan yang dirugikan adalah masyarakat kecil yang mencari nafkah di pasar tradisional. Mereka akan kehilangan pelanggannya karena pelangannya semua beralih ke toko modern.
Lalu bagaimana cara mengatasi hal tersebut ? Ada sebuah usaha yang baik yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta yaitu
merevitalisasi pasar tradisional menjadi pasar modern. Yang dimaksud merevitalisasi adalah merubah bentuk pasar tradisional yang terkesan kumuh, “becek” dan kotor menjadi bersih dan rapi sehingga membuat para masyarakat
akan betah untuk berbelanja di pasar tradisional. Dan pasar yang akan kita ambil contoh adalah Pasar Gading.
Pasar Gading merupakah sebuah pasar yang sudah berhasil di revitalisasi oleh pemerintah kota. Proses revitalisasi tentu saja tidaklah mudah untuk dilakukan. Proses revitalisasi memerlukan sebuah perencanaan yang matang dan
tentu saja keterliibatan dari beberapa stakeholder. Proses perevitalisasian pasar gading juga dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang matang. Dari awal
commit to user
Pasar Gading direvitalisasi pada 4 Juli 2008 dengan payung hukum Peraturan Daerah Kota Surakarta no 1 tahun 2010 tentang pengelolaan dan
perlindungan pasar tradisional pada pasal 19. Dan yang akan kita teliti adalah apakah proses revitalisasi Pasar Gading yang dulunya pasar tradisional menjadi
pasar modern sudah sesuai dengan perda no 1 tahun 2010 ? Siapa saja stake holder yang terlibat ? Bagaimana proses implementasi kebijakan tersebut ? Hal-hal tersebut sangat menarik untuk kita teliti. Perlu diingat bahwasanya yang perlu
diatur bukan hanya pasar tradisional melainkan juga pasar modern maka karena hal tersebut DPP harus bekerjasama dengan Dinas perindustrian dan perdagangan
(Disperidag) Kota Surakarta karena merekalah yang mengurus toko modern di Kota Surakarta.
Dan perlu diketahui juga toko modern tidak memberikan retribusi apapun
kepada daerah sehingga daerah kehilangan sebuah pemasukan yang potensial. Hal itu dikarenakan dalam aturan memang tidak ada pungutan untuk toko modern
padahal apa yang mereka ambil dari daerah sangat besar sekali sehingga itu sangat tidak adil. Para anggota dewan dan para aparatur harus bisa menemukan solusi tentang masalah ini dengan tujuan banyaknya toko modern juga mempunyai hal
yang positif yaitu bertambahnya jumlah pendapatan daerah.
Pemerintah Kota Surakarta (Pemkot Surakarta) Pemkot harus lebih kreatif
untuk membuat program-program memajukan toko-toko tradisional. Dalam era perdagangan bebas ini terdapat sebuah opini “siapa yang kuat dialah yang
commit to user
Tetapi untuk kasus toko modern memang faktor modal bisa sangat mempengaruhi pendapatan dalam usaha. Dan disini pemerintah yang diwakili oleh Pemkot
Surakarta harus turun tangan dengan memproteksi para pedagang-pedagang bermodal kecil agar tidak tertindas oleh toko modern.
Pasar Gading bisa menjadi sebuah contoh percontohan pasar tradisional yang berubah menjadi pasar modern. Di Pasar Gading kita tidak akan melihat lagi lingkungan yang kotor karena pasar tersebut sudah di tata dengan baik, para
penjual disusun berdasarkan barang yang mereka jual sehingga kita akan dengan mudah mencari apa yang kita ingin beli. Jika semua pasar tradisional di Solo di
perbarui menjadi pasar modern semuanya maka tidak mungkin masayarakat akan kembali lagi untuk berbelanja di pasar tradisional. Karena selama belum ada peraturan tentang operasional pasar modern maka cara merubah pasar tradisional
menjadi pasar modern akan menjadi solusi yang baik.
Kota Solo terkenal dengan sektor ekonomi mikronya sehingga pasar-pasar
tradisional harus tetap ada karena di dalam toko tradisional memegang hajat hidup sebagian penduduk kota Solo. Dan seperti kata Walikota Solo Bpk. Ir. Jokowi Solo past is Solo future dimana perkembangan kota Solo harus tetap berpegang
pada budaya-budaya setempat. Jangan sampai slogan tersebut berubah menjadi Solo future erasing the Solo past karena ketidakmampuan Kota Surakarta
commit to user B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
merumuskan beberapa masalah yang akan diteliti, sebagai berikut :
Apakah proses revitalisasi pasar gading sudah sesuai dengan peraturan
yang berlaku dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti ada tujuan yang secara pribadi ingin
dicapai oleh peneliti. Adapun dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti antara lain :
1. Tujuan Operasional
a. Untuk mengetahui apakah proses revitalisasi Pasar Gading dari pasar tradisional menjadi pasar modern sudah sesuai dengan peraturan yang
berlaku ?
b. Untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan revitalisasi pasar gading ?
2. Tujuan Fungsional
Penelitian ini memiliki tujuan agar hasilnya dapat dimanfaatkan oleh
semua pihak yang berkepentingan, baik pembaca maupuan Pemerintah Kota Surakarta tertuama Dinas Pengelolaan Pasar dan Dinas perindustrian dan perdagangan dalam mengelola pasar tradisional di kota Surakarta.
commit to user
Penelitian ini dilaksanakan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, jurusan Ilmu
Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat memberikah pengetahuan bagi pembaca
maupun pihak lain yang membutuhkan refrensi dari hasil penelitian ini.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan pengelolaan pasar
tradisional di Kota Surakarta.
3. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan
untuk membantu penelitian selanjutnya yang sejenis.
commit to user BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Kebijakan Publik
Dalam buku “Enam Dimensi Strategis Kebijakan Publik” karangan
Yeremias T. Keban (2004,55), policy dapat dilihat sebagai konsep filosofis,
sebagai suatu proses, dan sebagai suatu kerangka kerja (lihat pendapat Graycar, yang dikutip Donovan dan Jackso, 1991: 14). Sebagai suatu konsep
filosofis, kebijakan merupakan serangkaian prinsip, atau kondisi yang diinginkan; sebagai suatu produk, kebijakan, dipandang sebagai serangkain kumpulan atau rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang
sebagai suatu cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam
mencapai produknya; dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar menawar dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.
Dalam buku “Public Policy” karangan Dr. Riant Nugroho (2008:52)
Dalam pendefinisian kebijakan, Donovan dan Jackson (1991: 15) juga
mengutip pendapat Tropman dengan membeberkan elemen-elemen kebijakan organisasi yang meliputi kebijakan sebagai ide , yang disajikan secara tertulis, yang diratifikasi oleh otoritas yang legitimate, sebagai tuntutan atau pegangan
commit to user
Kebijakan Publik menurut Harold Laswell dan Abraham kaplan (1970, 71) dalam buku Dr. Riant Nugroho (2008:53) mendefinisikannya sebagai
suatu program yang diroyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a projected program of goals, values
and practices). Sedangkan Carl I. Friedrick (1963,79) mendefinisikannya sebagai serangkain tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman peluang yang ada.
Kebijakan yang diusulkan tersebut ditunjukkan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Menurut buku Kamus Administrasi Publik (Chandler dan Plano, 1988: 107) kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah publik atau
pemerintah.
Shafritz dan Russel (1997: 47) dalam buku Yeremias T. Keban (2004:57)
memberikan definisi kebijakan publik yang paling mudah diingat dan mungkin paling praktis yaitu “whatever a government decides to do or not to
do”. Pendapat lain dikemukakan oleh Dan Peterson (2003: 1030), kebijakan publik secara umum dilihat sebagai aksi pemerintah dalam menghadapi masalah, dengan mengarahkan perhatian terhadap “siapa mendapat apa, kapan
dan bagaimana.” Ia menguip definisi kebijakan publik yang dikemukakan James Anderson yaitu “a relatively stable, purposive course of action followed
commit to user
Kalau dari dalam negeri kita bisa memakai pengertian dari Riant Nugroho (2008,55) yaitu kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara,
khusunya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengatur
masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.
2. Bentuk Kebijakan Publik
Undang-Undang No. 10/ 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 mengatur jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Perundang-undangan
sebagai berikut :
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b) Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
c) Peraturan Pemerintah d) Peraturan Presiden
e) Peraturan Daerah
Rentetan kebijakan publik sangat banyak, namun demikian secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar, yaitu kelima peraturan yang disebut diatas.
commit to user
Walikota. Kebijakannya dapat pula berbentuk Surakt Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri, gubernur, dan bupati atau walikota.
c. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijaksanaan mengatur pelaksanaan atau implementasi kebijakan diatasnya. Bentuk
kebijakannya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah menteri, gubernur, bupati dan walikota
Menurut Yeremias T. Keban (2004: 57) bentuk kebijakan dapat
dibedakan :
1) Bentuk “regulatory” yaitu mengatur perilaku orang
2) Bentuk “redistributive” yaitu mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau mengambil kekayaan dari yang kaya lalu memberikannya kepada yang miskin
3) Bentuk “distributive” yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses yang sama terhadap sumberdaya tertentu,
dan,
4) Bentuk “constituent” yaitu yang ditunjukkan untuk melindungi negara.
3. Implementasi Kebijakan
Menurut Ag. Subarsono (2005,87); dalam berbagai sistem politik, kebijakan publik diimplementasikan oleh badan-badan pemerintah. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan pemerintah dari hari ke hari yang
commit to user
pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan dibawah mandat dari undang-undang yang terlalu makri dan mendua (ambiguous), sehingga
memaksa mereka untuk membuat diskresi, untuk memutus apa yang seharusnya diakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.
Sedangkan menurut Petak dalam Jurnal The Probrem of formulating
public policy ada beberapa hal yang membuat kebijakan dapati dilanjutkan atau
tidak,
“If we start with the basic assumption that the cycle of policy-making can be split up into five or six phases – from putting a policy on the agenda, through formulating (policy design), legitimating and implementing a policy, to evaluating and deciding whether to continue or discontinue. its implementation – it seems it is possible to abstract at least three fundamental problems to which one should pay attention. The first problem concerns a possible lack of coordination in formulating particular policies, the second one a possible lack of monitoring, and the third one an unsystematic evaluation of policies (Petak, 2008a: 160-164). “
( Jika kita memulai dengan asumsi dasar bahwa lingkatan kebijakan- dapat kita bagi menjadi lima atau enam fase- dari meletakkan kebijakan dalam sebuah agenda, sampai formulasi (desain kebijakan), legitimasi dan implementasi kebijakan, kepada evaluasi dan memutuskan apakah dilanjutkan atau tidak dilanjutkan. Implementasi ini- ini terlihat dapat diabstrakkan menjadi tiga masalah fundamental yang salah satunya harus diberikan perhatian. Masalah pertama memusatkan pada kemungkinan terjadinya kesalahan kordinasi dalam formulasi kebijakan tertentu, yang kedua kemungkinan kesalahan dan pengawasan, dan yang ketiga tidak adanya sistematika evaluasi kebijakan Petak, 2008a:160-164)
Dari jurnal tersebut kita bisa menilai bahwa dalam implementasi ada tiga hal yang perlu kita perhatikan yaitu adanya kemungkinan kesalahan baik dalam
koordinasi, pengawasan dan evaluasi. Sebuah kebijakan mempunyai peluang kesalahan baik di formulasi, implementasi dan evaluasi sehingga dalam
commit to user
kebijakan yang dibuat akan menjadi kebijakan yang bermanfaat dan tepat sasaran.
Sedangkan Stewart dalam Jurnal Public Policies, private strategies, and
local public spending bodies Alan Greer dan Paul Hogget justru membedakan
antara kebijakan dengan implementasi.
“ The policy-implementation distinction is not only based upon a questionable set of assumption about how policy is constructed but is also a central component of a combination of a practices which have led to progressive depoliticization of local public life (Stewart 1996)
( Perbedaan Implementasi dengan kebijakan tidak hanya berdasarkan pada kumpulan pertanyaan mengenai asumsi bagaimana kebijakan tersebut dibuat tetapi itu termasuk juga bagian pusat dari kombinasi praktek untuk memimpin depolitisasi progresif kehidupan masyarakat lokal Stewart 1996)
Implementasi kebijakan juga merupakan sebuah gerakan untuk membuat depolitisasi progresif kehidupan masyakat lokal.
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target group). Untuk kebijakan yang
sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor. Misalnya, kebijakan komite sekolah untuk mengubah metode
pengajaran guru di kelas. Sebaliknay, untuk kebijakan makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan pemerintah
commit to user
Impelemtation process involve many important actors holding diffuse and competing goals and expectations who work within a contexts of an increasingly large and complex mix of government programs that require participation from numerous layers and units of governtment and who are affected by powerful factors beyond their control (Ripley dan franklin, 1986 : 11)
(Proses implementasi meliputi banyak aktor yang memegang peranan dan bersaing mencapai tujuan dan berekspektasi yang bekerja tanpa konteks untukk menaikkan besarnya dan kekompleksitasan perpaduan program pemerintah yang memerlukan partisipasi dari banyak lapisan dan unit pemerintah dan siapa yang dipengaruhi oleh faktor kekuasaan selain dari kontrol mereka Ripley da Franklin, 1986 : 11)
Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor
atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel variabel organisasional, dan masing-masing
variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain, sebagaimana akan diuraikan berikut ini.
4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Implementasi Kebijakan
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak
variablel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain . Untuk memperkaya pemahaman kita tentang berbagai variabel yang terlibat di dalam implementasi, maka dalam ini akan dielaborasi
commit to user
(1983), Van Meter dan Van Horn (1975), dan Cheema dan Rondinelli (1983)m dan David L. Weimer dan Aidan. R. Vinning (1999)
a. Teori George C. Edwards III (1980)
Dalam pandangan Edwars III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu
sama lain. (1) Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group)
sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasarana suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh
kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
(2) Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangang sumberdaya untuk melaksanakan,
commit to user
kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumens saja.
(3) Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor
seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika
implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
(4) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah
satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP
menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini
commit to user Gambar 1.1
Model Implementasi Kebijakan Menurut George C. Edward III
Sumber : Edward III, 1980 : 48
b. Teori Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (1980)
dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation) seperti terlihat pada
gambar 6.2. Variabel isi kebijakan ini mencakup : (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group (3) sejauhmana perubahan yang
diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan
daripada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras pada kelompok masyarakat miskin; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan
IMPLEMENTASI SUMBER DAYA
DISPOSISI KOMUNIKASI
commit to user
rinci; dan (6) apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup : (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat
commit to user Gambar 1.2
Model Implementasi Kebijakan Menurut Merile S Grindle
Sumber : Grindle, Merilee S, 1980 : 11 Isi Kebijakan :
a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c. Derajat perubahan yang diinginkan d. Kedudukan pembuat kebijakan e. (Siapa) pelaksana program f. Sumberdaya yang dikerahkan Konteks Implementasi :
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
b. Karakteristik lembaga dan penguasa c. Kepatuhan dan daya tanggap
commit to user
c. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983)
Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983), ada tiga kelompok variabel
yang memengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems);
1.1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan. Sifat masalah itu sendiri akan memengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan. 1.2. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran. Ini berarti bahwa suatu
program akan relatif apabila kelompok sasarannya adalah homogen. Sebaliknya, apabila kelompok sasarannya heterogen, maka implementasi
program akan relatif lebih suli, karena tingkat pemahaman setiap anggota kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda.
1.3 Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Sebuah program akan
relatif lebih sulit diimplementasikan apabila sasarannya mencakup semua populasi. Sebaliknya sebuah program relatif mudah diimplementasikan apabila
jumlah kelompok sasarannya tidak terlalu besar.
1.4 Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif akan relatif mudah
diimplementasikan daripada program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat
(2) karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statue to structure
implementation);
2.1 Kejelasan isi kebijakan. Ini berarti semakin jelas dan rinci isi sebuah
commit to user
memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi dalam
implementasi kebijakan.
2.2 Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan
yang memiliki dasar teoritis memiliki sifat lebij mantap karena sudah teruji, walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi. 2.3 Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut.
Sumberdaya keuangan adalah faktor krusial untuk setiap program sosial. Setiap program juga memerlukan dukungan staff untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, serta memonitor program, yang semuanya itu perlu biaya.
2.4 Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi
pelaksana. Kegagalan progaram sering disebabkan kurangnya koordinasi vertikal dan horisontal antarinstasi yang terlibat dalam implementasi program.
2.5 Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana
2.6 Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. Kasus korupsi yang terjadi di Negara-Negara Dunia ketiga, khususnya di Indonesia salah satu
sebabnya adalah rendahnya tingkat komitmen aparat untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan atau program-program.
commit to user
tidak melibatkan masyarakat akan merasa terasing atau teralienasi apabila hanya menjadi penonton terhadap program yang ada di wilayahnya.
(3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).
3.1. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi.
Masyarakat yang sudah terbuka dan terdidik akan relatif mudah menerima program-program pembaruan dibanding dengan masyarakat yang masih tertutup dan tradisional. Demikian juga, kemajuan teknologi akan membantu
dalam proses keberhasilan implementasi program, karena program-program tersebut dapat disosialisasikan dan diimplementasikan dengan bantuan
teknologi modern.
3.2. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Kebijakan yang memberikan insentif biasanya mudah mendapatkan dukungan publik. Sebaliknya kebijakan
yang bersifat dis-insentif, seperti kenaikan harga BBM atau kenaikan pajak akan kurang mendapat dukungan publik.
3.3. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat memengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara antara lain : (1) kelompok pemilih dapat melakukan
intervensi terhadap keputusan yang dibuat badan-badan pelaksana melalui berbagai komentar dengan maksud untuk mengubah keputusan; (2) kelompok
pemilih dapat memiliki kemampuan untuk memengaruhi badan-badan pelaksana secara tidak langsung melalui kritik yang dipublikasikan terhadap kinerja badan-badan pelaksana, dan membuat pernyataan yang ditujukan
commit to user
(4) Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor. Pada akhirnya, komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah
tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Aparat badan pelaksana harus memiliki ketrampilan dalam membuat prioritas tujuan dan
selanjutnya merealisasikan prioritas tujuan tersebut. Gambar 1.3
Model Implementsi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier
Sumber : Mazmanian, Daniel A dan Sabatier, Paul A, 1983:22 Mudah tidaknya Masalah Dikendalikan
1. Dukungan teori dan teknologi 2. Keragaman perilaku kelompok
sasaran
3. Tingkat perubahan perilaku yang dikendalikan
Kemampuan Kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi
1. Kejelasan dan konsistensi tujuan 2. Dipergunakannya teori kausal 3. Ketepatan alokasi sumberdaya 4. Keterpaduan hirarkis di antara
lembaga pelaksana
5. Aturan pelaksanaan dari lembaga pelaksana
6. Perekrutan pejabat pelaksna 7. Keterbukaan kepada pihak luar
Variabel di Luar Kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi 1. Kondisi sosio-ekonomi dan teknologi 2. Dukungan publik
commit to user
d. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)
Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang memengaruhi kinerja
implementasi, yakni
(1) standar dan sasaran kebijakan. Standar dana sasaran kebijakan harus jelas
dan terukur sehingga dapat direalisir.
(2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik seuberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia
(non-human resources).
(3) Hubungan antar organisasi. Dalam implementasi kebijakan, diperlukan
koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. (4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan
yan terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.
(5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan impelementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan
dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkunga; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
commit to user
memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi yang dimiliki oleh implementor.
Gambar 1.4
Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan Van Meter
Sumber : Van Meter dan Horn, 1975 :463
d. Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli
Gambar berikut ini menggambarkan kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk analisis impelementasi program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Ada emapat kelompok variabel yang dapat memengaruhi
kinerjadan dampat suatu program, yakni : (1) kondisi lingkungan; (2) hubungan antar organisasi; (3) sumberdaya organisasi untuk implementasi
program; (4) karakteristik dan kemampuan agen pelaksana. e. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)
commit to user
Dalam pandangan Weimar dan Vining (1999:396) ada tiga kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
program, yakni : (1) logika kebijakan
Logika dari suatu kebijakan ini dimaksudkanagar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoritis. Kita dapat berpikir bahwa logika dari suatu kebijakan seperti halnya hubungan logis
dari suatu hipotesis.
(2) lingkungan tempat kebijakan;
Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau
geografis. Suatu kebijakan dapat berhasil diimplementasikan disuatu daerah tertentu, tapi ternyata gagal diimplementasikan di daerah lain, karena kondisi
lingkungan yang berbeda.
(3) kemampuan implementor kebijakan.
Keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi
dan keterampilan dari para implementor kebijakan
B. Pengertian Revitalisasi
Kara revitalisasi menurut Depdiknas dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008) berarti “suatu perbuatan untuk menghidupkan kembali atau
commit to user
Novia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006). Revitalisasi merupakan “suatu proses, cara, perbuatan untuk memvitalkan sesuatu”.
Revitalisasi merupakan salah satu bentuk upaya pelesatarian bangunan. tidak Pelesatarian bangunan erat kaitannya dengan wawasan identitas. Identitas
regional terbentuk dari bentuk-bentuk arsitektural dan lingkungan budaya yang beraneka ragam. Perkembangan menuju terciptanya integritas rasional berawa dari situasi dan kondisi yang kacau dan tidak tentu arah. Setelah disadari
bahwa suasana tersebut tidak mendukung upaya memperkuat keunikan suatu daerah, berlangsunglah proses penyeragaman untuk menyadarkan semua pihak
agar kembali pada kepribadian yang dimiliki. Masalahnya, mungkin muncul pertentangan antara kepentingan pelestarian dengan kebutuhan fasilitas baru karena keterbatasan ruang kota. Untuk mengetahui seberapa jauh keaslian
bangunan pada suatu kawasan untuk tetap dipertahankan dan seberapa besar dapat dilakukan perubahan, maka perlu diketahui pelestarian bangunan. Teori
yang membahas bentuk-bentuk pelestarian bangunan antara lain (dalam Kurniawan, 2003):
a. Pelestarian bangunan menurut Wayne O. Attoe (dalam Kurniawan,
2003) antara lain :
Restorasi, yaitu upaya mengembalikan sebuah bangunan sesuai
dengan kondisi aslinya, mengganti bagian yang hancur dan membuang elemen tambahan yang ada.
Rehabilitasi – Renovasi, yaitu sebuah strategi untuk membuat
commit to user
tuntutan lingkungannya. Pada umunya, bentuk luar bangunan tetap dipertahankan sesuai aslinya dan bagian dalamnya diubah
secara drastis. Tidak jarang, fungsi yang baru sangat bertentangan dengan fungsi yang lama.
Konservasi, yaitu upaya untuk mempertahankan bangunan agar
tidak hancur dan memperbaiki bangunan yang rusak.
Replikasi – imitasi, yaitu pembangunan baru dengan meniru
bangunan yang ada sebelumnya untuk mempertahankan
suasana. Replikasi apabila bangunan baru meniru bangunan yang ada sebelumnya dan imitasi bila bangunan baru merupakan
simpatis untuk menunjang semangat tempat tersebut.
Relokasi, memindahkan lokasi bangunan dari suatu kawasan
dengan alasan ekonomis atau dikelompokkan menurut jenisnya ke dalam suatu kawasan
b. Pelestarian bangunan menuru James Marston Fitch (dalam Kurniawan,
2003) antara lain:
Preservasi, merupakan perlakuan terhadap artefak agar sesuai
dengan aslinya.
Restorasi, merupakan upaya mengembalikan sebuah bangunan
sesuai dengan kondisi aslinya, mengganti bagian yang hancur dan membuang elemen tambahan yang ada. Bangunan yang
commit to user
Konservasi – Konsolidasi, merupakan intervensi fisik untuk
menjaga keutuhan struktur bangunan.
Rekonstitusi, merupakan upaya penyelamatan bangunan melalui
penyusunan satu per satu bagian, pada umunya akibat bencana alam atau perang.
Adaptive use,merupakan penyelamatan bangunan lama secara
ekonomis, bangunan lama tetap dipertahankan tetapi fungsinya
menyesuaikan dengan kebutuhan dimasa mendatang.
Rekonstruksi, merupakan kreasi ulang dari bangunan yang
hilang tapak aslinya.
Replikasi, merupakan salinan dari artifak yang ada, tiruan dari
bangunan yang masih berdiri. Secara fisik hasilnya lebih akurat daripada rekonstruksi karena contohnya masih digunakan
sebagai kontrol terhadap proporsi tekstur dan warna.
c. Pelestarian Bangunan menurut Sidharta dan Eko Budiharjo (dalam
Kurniawan 2003) antara lain :
Konservasi, adalah pengelolaan suatu tempat agar makna
kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik.
Preservasi, adalah pelestarian bangunan sesuai dengan aslinya.
Restorasi, adalah pelestarian suatu tempat sesuai dengan kondisi
aslinya dengan membuang komponen tambahan.
Rekonstruksi, adalah mengembalikan suatu tempat semirip
commit to user
Revitalisasi, adalah mengubah suatu tempat agar dapat
digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai.
Demolisi, adalah penghancuran suatu bangunan yang
rusak/berbahaya bagi publik.
Dari berbagai teori tentang pelestarian bangunan diatas, jika ditarik
kesimpulan, terdapat beberapa pendekatan terhadap pasar Gading. Meskipun begitu, perlakuan yang dianggap paling tepat adalah revitalisasi, yaitu memanfaatkan bangunan secara optimul dengan fungsi yang sesuai dan
melakukan pembangunan baru yang selaras dengan bangunan yang telah ada maupun selaras dengan lingkungannya sebagai bentuk antisipasi terhadap
perkembangan toko modern yang lebih parah lagi.
C. Pengertian Pasar
Pertama kita akan membahas mengenai definisi dari pasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar berarti tempat orang berjual-beli. Dengan kata lain,
pasar merupakan organisasi dimana para penjual dan pembeli dapat saling berhubungan dengan mudah. Selanjuatnya oleh Pemerintah daerah, pasar adalah tempat untuk berjual beli bagi umum dan tempat berkumpulnya para pedagang
mendasarkan dan menjual dagangannya baik dengan atau tidak dengan melakukan usaha kerajinan dan pertukangan kecil. (Perda No 5, tahun 1983 tentang pasar,
commit to user
Pasar adalah suatu pranata ekonomi dan sekaligus cara hidup, maka perdagangan bagi seorang pedagang merupakan latar belakang permanen, dimana hampir
segala kegiatannya dilakukannya. Pasar adalah lingkungannya; yang merupakan gejala alami dan gejala kebudayaan dan keseluruhan pola dari kegiatan
pengelolaan dan penjajaan secara kecil-kecilan yang menjadi ciri pada masyarakat pada umumnya. Gejala perdagangan pasar ini meresap ke seluruh kawasan.
Untuk memahami pasar dalam arti luas, maka harus dilihat dari tiga sudut
pandangan :
Sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu
Sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur
arus barang dan jasa.
Sebagai sistem sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam
(Geertz, 1973). Menurut Jennifer Alexander (dalam Hefner, 2000) pasar sebagai suatu sistem tukar menukar barang. Masalah yang menonjol dari
perspektif ini menyangkut hubungan penyebaran pasar yang longgar (spesial) dan fungsi-fungsi ekonominya. Selain itu pasar juga adalah suatu sistem sosial, dan penekanannya pada penggambaran tipe-tipe pedagang,
karier mereka, dan lembaga-lembaga sosial yang menyalurkan mereka ke jaringan rumit hubungan-hubungan sosial. Dia juga mengatakan bahwa
pasar sebagai suatu aliran informasi yang terstruktur.
Berdasarkan budaya dan meneliti cara-cara yang membuat para pedagang menghidupi diri mereka dengan memperoleh informasi dan
commit to user
pada proses-proses pembelian dan penjualan melalui suatu analisis praktik perdagangan yang berjajar dari “lokalisiasi” para penjual barang dagangan
yang sama di suatu tempat dan kemitraan dagang yang stabil yang telah lazim hingga ke pemanfaatn tawar menawar sebagai mekanisme suatu
penentuan harga. Menurut Heru Nugroho (dalam majalah equilibrium, 2005) terdapat ciri pasar tradisional, yaitu : Pasar tradisional para pedagangnya melakukan kegiatan ekonomi dilandasi oleh moralitas
berkecukupan, atau motif ekonomi untuk mempertahankan hidup.
Pasar yang selama ini kita kenal sebagai suatu tempat bertransaksi telah
mengalami perubahan karakter yang bergitu mendasar. Awalnya aktifitas didalamnya sangat sederhana, hanya melibatkan tiga unsur, yaitu ; pembeli, penjual dan kebutuhan. Hal ini juga dikatakan oleh Ahi Moersid
(1995), pada dasarnya, kegiatan pasar awalnya adalah jual beli barang, dan jasa diantara para petani yang membawa hasil buminya, para
produsen/pedagang eceran barang-barang kebutuhan sehari-hari, dan penduduk lingkungan setempat. Kegiatan pertukan barang dan jasa, dengan tutur sapa yang akrab, tawar menawar, pemilihan tempat dan
suasananya yang telah terjadi, telah menjadi suatu tradisi tersendiri, sehingga pasar seperti ini bisa disebut pasar tradisional.
Unsur pasar tradisional :
commit to user
1) Kelompok yang menyediakan dan kelompok yang membutuhkan kalau salah satu kelompok di atas tidak ada maka disebut pranata jenis pasar dan
bila kedua-duanya ada maka disebut pasar.
2) Unsur setara yaitu nilai tukar menurut kesetaraan itu pasar merupakan
pasar harga tetap atau pasar pencipta harga
3) Persaingan adalah ciri lain dari pranata pasar seperti pasar pencipta harga dan lelang. Dia tidak terdapat di pasar harga tetap tetapi hanya terbatas
pada pasar.
4) Unsur-unsur fungsional : lokasi fifisk, adanya barang, adat istiadat,
hukum.
5) Harga, harga pada mulanya adalah jumlah yang telah ditetapkan dengan tegas terlebih dahulu, dan bahwa tanpa ini kegiatan dagang tidak dapat
dimulai. Harga berubah-ubah atau berfluktuasi karena persaingan harga adalah perbandingan kuantitatif antara barang berbagai jenis yang lahir
melalui barter atau tawar menawar harga adalah bentuk ekwuivalensi yang khas dijumpai pada ekonomi yang terintegrasi melalui perilaku tukar menukar.
B. Kerangka Pemikiran
Kota Surakarta sangat memfokuskan perkembangan ekonomi mikro yaitu ekonomi rakyat kecil. Beberapa program dibuat agar ekonomi rakyat kecil bisa bertahan dan berkembang seperti relokasi PKL Banjarsari ke pasar Semanggi dan
commit to user
direvitalisasi ? Hal ini menjadi penting dilaksanakan karena pasar tradisional mempunyai kompetitor/saingan yaitu toko modern. Apalagi saat ini toko modern
berkembang sangat pesat sehingga pasar tradisional harus segera memperbaiki infrastrukturnya karena jika tidak mempedulikan dan tetap mempertahankan
kondisi pasar tradisional yang ada maka pasar Tradisional akan semakin tergilas oleh perkembangan pasar modern oleh karena itu dibutuhkan sebuah sistem dari pemerintah setempat melalui lembaga-lembaganya seperti Dinas Pengelolaan
Pasar (DPP), Dinas perindustrian dan perdagangan (Disperindag) dan PD. Pasar Jaya untuk bisa melakukan tindakan memperbaiki pasar tradisional agar bisa
mempunyai daya saing terhadap toko modern.
Dan pada tahun 2008 revitalsasi pasar tradisional dilaksanakan pertama kali dengan mengambil pasar Gading Kota Surakarta sebagai pasar percontohan.
Pasar Gading direlokasi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta dengan dana APBN melalui DIPA Kementerian 058.1.0/090-02.1/-/2008. Proyek
ini dilaksanankan setelah ada penandatangan MOU oleh Walikota Surakarta dengan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Perevitalisasian Pasar Gading Surakarta dilakukan melalui tender yang
dimenangkan oleh PT. Rodi Persada Nusantara dan pekerjaan perevitalisasian itu selesai pada 22 Juni tahun 2009 dengan diserahkannya Berita Searah Terima II
(kedua) pekerjaan no. 023/429/.b.
Dalam penelitian implementasi kebijakan revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta memusatkan model implementasi George C. Edwards III, yaitu :
commit to user 2. Sumberdaya
3. Disposisi, dan
4. Struktur Birokrasi
Adapun alasan pennulis menggunakan asperk/indikator yang berpengaruh
terhadap implementasi program revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta adalah sebagai berikut :
1.Komunikasi
Apa tujuan dari perevitalisasian Pasar Gading ? hal itu lah yang menjadi pertanyaan mengenai maksud dan tujuan revitalisasi tersebut.
Revitalisasi Pasar Gading merupakan suatu usaha untuk meningkatkan ekonomi mikro dan memajukan pedagang-pedagang kecil. Target group di sini adalah para pedagang-pedagang kecil yaitu pedagang yang
mencari nafkah dengan berjualan di dalam pasar. Tapi saat ini dengan banyaknya muncul toko-toko modern yang memberikan pelayanan lebih
bagus dalam melayani konsumennya membuat pasar tradisional kehilangan konsumen. Sehingga Disperindag Kota Surakarta menjemput
bola dengan membuat proposal kepada Kementerian Perdagangan Repulik Indonesia (RI) untuk melaksanakan revitalisasi pasar tradisional di Kota Surakarta, dan yang dipilih kemudian adalah Pasar Gading. 2. Sumberdaya
Sebuah kebijakan tidak akan dapat diimplementasikan jika tidak didukung oleh sumber daya yang berkualitas. Dalam kebijakan
commit to user
adalah sumber daya finansial dan sumber daya lembaga. Sumber daya finansial adalah dana APBN sebesai enam milyar rupiah sedangkan
sumber daya lembaga yaitu Disperindag sebagai ketua panitia dan dibantu oleh Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Lalu Pemenang
tender revitalisasi yaitu PT. Roedi Persada Nusantara. 3.Disposisi
Disposisi menjelaskan bagaimana komitmen para implementor dalam
mengimplementasikan kebijakan apakah jujur, tertutup, demokratis, dll. Dalam indikator disposisi inilah terjadi hal yang perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut karena impelementasi revitalisasi Pasar Gading Kota Surakarta meninggalkan banyak masalah yang belum diselesaikan sehingga para pegawai disperindag Kota Surakarta sangat tertutup untuk
memberikan data-data mengenaik revitalisasi pasar Gading. Sebenarnya revitalisasi tersebut berjalan dengan baik, hal itu dapat dilihat dengan
infrastruktur pasar gading yang baik dan terpelihara dengan baik. Tapi sayangnya dibalik itu, terdapat masalah yang membuat para pegawai disperindag Kota Surakarta menjadi tidak terbuka dan jujur dalam
memberikan data mengenai revitalisasi pasar gading. 4.Struktur Birokrasi
Dalam indikator ini, sebuah kebijakan harus melalui struktur birokrasi sampai kepada tahap implementasi. Apakah struktur tersebut sudah efisien apakah masih membuat red-tape sehingga implimentasi tidak
commit to user
birokrasi dalam proses implementasi tidaklah berbelit-belit dimana seluruh pengelolaan dikelola oleh Disperindag sehingga semuanya
berjalan dengan terpusat
Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran
Pasar tradisional yang terkesan kumuh, tidak aman, dan tidak
nyaman untuk berbelanja.
Revitalisasi Pasar Gading menjadi contoh perbaikan pasar
tradisional
Pasar tradisional yang bersih, aman dan nyaman untuk
berbelanja
4 indikator yang mempengaruhi revitalisasi
1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Sikap Pelaksana 4. Struktur Birokrasi Peraturan Pemerintah Kota
commit to user BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk memecahkan suatu masalah dan untuk menembus batas-batas ketidaktahuan manusia (Riduwan, 2003: 1). Metode
penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2009: 2). Maka dalam metode penelitian ini menjelaskan tentang :
A. Lokasi Penelitian
Lokasi yang diambil dalam penelitian ini adalah Pasar Gading
Surakarta, dengan beberapa pertimbangan yaitu :
a) pasar Gading dipilih karena pasar ini berhasil melakukan revitalisasi dari yang dulunya pasar tradisional menjadi pasar yang
cukup modern dengan sistem layaknya toko modern. Pasar ini bisa menjadi percontohan bagi pasar-pasar tradisional yang ingin
revitalisasi.
b) Lokasi Penelitian ini mudah dijangkau oleh peneliti.
c) Pasar Gading merupakan pasar yang direvitalisasi menggunakan
dana APBN berbeda dengan pasar tradisional di Solo yang sudah direvitalisasi lainnya yang semuanya menggunakan dana APBD. B. Bentuk Penelitian
Berdasarkan masalah yang diangkat dalam penelitian yang menekankan pada proses dan makna, maka bentuk penelitian yang
commit to user
bermaksud memberikan gambaran masalah secara sistematis, cermat, rinci dan mendalam mengenai implementasi revitalisasi Pasar Gading Kota
Surakarta.
Menurut H.B Sutopo (2002: 48) penelitian kualitatif lebih
menekankan pada makna, lebih memfokuskan pada data kualitas dengan analisis kualitatifnya. Dengan kata lain penelitiam kualitatif lebih mementingkan makna, tidak ditentukan oleh kuantitasnya, tetapi lebih
ditentukan oleh proses terjadinya (dalam bentuk angka) dan cara memandang atau perspektifnya.
Melalui metode penelitian ini mengupayakan pencarian data yang berupa kata-kata dalam susunan kalimat atau gambar yang berlanjut pada analisis data untuk memberikan gambaran yang senyatanya tentang
permasalahan yang ada. Studi deskriptif berupaya untuk memperoleh informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti, lengkap dan akurat
dari suatu situasi. Studi deskriptif berguna untuk mengenali distribusi dan perilaku data yang kita miliki.
Dalam penelitian ini penulis berupaya menjelaskan proses
implementasi revitalisasi Pasar Gading melalui data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih
dari pada sekedar angka atau frekuensi. Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat menggambarkan, memaparkan, menerangkan, dan melukiskan serta menafsirkan secara terperinci tentang proses
commit to user C. Teknik Pengumpulan Informan
Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas dalam penelitian,
maka dalam penelitian ini menggunakan teknik sampel bertujuan (purposive sampling). Purposive sampling adalah teknik pengumpulan
sample dengan pertimbangan operasional (Sugiyono,2003:96). Teknik ini tidak dimaksudkan untuk mengusahakan generalisasi, tetapi unutuk memperoleh kedalaman studi dalam suatu konteks tertentu. Dalam konteks
penelitian ini peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan
mengetahui secara mendalam terhadap permasalahan yang diteliti. Adapun informan dalam penelitian yaitu :
a. Mantan Kepala Dinas perindustrian dan perdagangan Kota Surakarta
yang saat ini menjadi Asisten Administrasi Kota Surakarta
b. Mantan Kasi Perdangan Dalam Negeri Disperindag Kota Surakarta
c. Kasubag Perencanaan , Evaluasi dan Pelaporan Disperindag Kota Surakarta
d. Kasi Perdagangan Dalam Negeri Disperindag Kota Surakarta
e. Kasi Pemeliharaan Bangunan Pasar Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Surakarta
f. Kontraktor Pasar Gading
commit to user
Namun demikian mengingat keterbatasan dan kemampuan peneliti maka dimungkinkan pulan menggunakan snowball sampling (Sugiyono, 2003:
97). Teknik ini digunakan untuk memperoleh dan menyempurnakan data yang diperoleh dari sumber-sumber yang belum ditentukan peneliti dengan
teknik purposive sampling tersebut. D. Sumber Data
Data merupakan bagian yang sangat penting bagi penelitian karena
ketepatan memilih dan menentukan sumber data akan menunjukkan ketepatan dan kekayaan data dan informasi yang diperoleh. Data atau
informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang dapat digolongkan menurut asal sumbernya menjadi:
1. Data primer
Diperoleh langsung melalui narasumber atau informan dengan
cara wawancara dan observasi. Dalam penelitian kualitatif ini, narasumber tidak sekedar memberikan tanggapan yang diminta peneliti tetapi turut menentukan arah dan selera dalam
menyajikan informasi yang diperlukan.
Data tersebut berasala dari kepala seksi di Dinas Perindustrian