• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DAN E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DAN E"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.A.LATAR BELAKANG

Dalam sebuah perusahaan, produktivitas merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan. Produktivitas dirasa penting karena menyebabkan keuntungan dan merupakan tujuan utama bagi setiap perusahaan. Kelambatan pertumbuhan produktivitas adalah hal utama yang harus dihindari oleh perusahaan karena hal tersebut juga berarti kegagalan moral organisasi dan merupakan cerminan

bagaimana manager dan para pekerja memandang organisasi tersebut. Organisasi yang berbagi tanggung jawab secara terbuka dan jujur menuntun perusahaan ke dalam produktivitas yang tinggi.

Produktivitas merupakan hasil akhir dari kerja seseorang (Robbins,2002). Sehingga produktivitas sangat erat kaitannya dengan performa kerja seseorang. Performa kerja yang meningkat menyebabkan hasil produktivitas yang meningkat. Sehingga performa kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Robbins (2002) berpendapat penting bagi perusahaan untuk memperhatikan performa kerja seseorang dalam meningkatkan produktivitas perusahaan.

(2)

menyelesaikan pekerjaanya (Robbins,2003). Seseorang yang mengikatkan dirinya menjadi bagian dari sebuah organisasi memiliki motivasi untuk membuat dirinya dapat berinteraksi dengan manusia lainnya walaupun dengan latar

belakang yang berbeda-beda (Pareek,1991). Sehingga dapat dikatakan, cara lain dalam memaksimalkan performa kerja seseorang bisa dilakukan dengan

meningkatkan motivasi seseorang. Diyakini seseorang yang termotivasi terhadap pekerjaanya akan menghasilkan sebuah performa kerja yang berpengaruh pada jumlah kuantitas dan kualitas produktivitas perusahaannya. Melihat keterlibatan seseorang dalam pekerjaannya , Pareek (1991) beranggapan bahwa motivasi merupakan penggerak utama, apakah pekerjaan yang akan dihadapinya akan dikerjakan dengan sebaik-baiknya atau tidak.

Pareek (1991) berpendapat meskipun berbeda tinggi rendahnya pada

hakikatnya setiap individu memiliki motivasi, yang membedakan adalah karakter tiap individu serta bagaimana seseorang mampu menunjukkan motivasinya dan melakukan sesuatu yang ingin dilakukannya dengan motivasi itu sendiri (Robbins, 2003).

(3)

Hodgetts dan Richard (dalam Robins 2003) menambahkan bahwa motivasi adalah motif yang tampak dalam perilaku seseorang, dimana motivasi adalah dorongan atau tenaga gerak jiwa dan jasmani seseorang untuk berbuat

sesuatu(As’ad ,2003) . Sehingga dalam hal ini motivasi merupakan driving force

yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.Lebih lanjut Wexley dan Yukl, yang dikutip oleh As’ad (2003), memberikan batasan motivasi sebagai the process by which behavior is energized and directed.

Dalam dunia kerja motivasi harus dimiliki oleh semua pihak baik para bawahan maupun para atasan. Keberadaan motivasi dirasa penting, karena dengan motivasi diharapkan setiap karyawan dapat bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan kepada bawahnya. Dengan adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya, bawahan diharapkan mampu mengerjakan tugasnya dengan baik sehingga diharapkan atasan dapat

memberikan penghargaan dan menciptakan kepuasan kerja yang mendorong kearah performa kinerja yang maksimal. Bawahan sebagai level pekerja staff

membutuhkan dorongan semangat dari atasannya. Dorongan itu bisa berupa pelatiha kerja, perlakuan yang baik, fasilitas , bonus (materi) hingga penempatan posisi kerja.

(4)

dorongan kerja (Gerungan, 1982) , sehingga dengan adanya motivasi seseorang dapat melakukan tugas dan kegiatannya jauh lebih efektif.

Secara garis besar, ada dua jenis motivasi yang dilihat dari arah datangnya, yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Wahyusumidjo, 1987).

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang arah rangsangannya berasal dari dalam diri seseorang. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang arah rangsangannya berasal dari luar diri seseorang.

Motivasi intrinsik menyebabkan seseorang sadar akan tanggung jawab dan pekerjaanya yang lebih baik daripada motivasi ektrinsik. Hal itu disebabkan karena motivasi intrinsik murni berasal dari dalam diri seseorang. Sehingga karyawan yang memiliki motivasi intrinsik tinggi pada pekerjaannya memiliki kualitas kerja yang lebih baik dari motivasi ekstrinsik (Wahyusumidjo, 1987). Seseorang yang memiliki kesadaran bekerja untuk memenuhi dan melangsungkan hidupnya akan berbeda dengan seseorang yang bekerja karena dipaksa oleh orang lain. Hasil bekerja karena kesadaran menciptakan kualitas performa kerja yang baik, karena sadar bahwa dengan bekerja baik, ia akan dapat memenuhi hidupnya. Sedangkan seseorang yang bekerja karena orang lain, akan menghasilkan

performa yang tidak stabil karena ia bekerja untuk orang lain , bukan bagi dirinya. Dimana suatu saat ketika ia tidak tahan dengan tekanan, ia akan pergi

(5)

voucher merupakan salah satu dari kesekian rangsangan ekstrinsik yang mampu mendorong seseorang bila mengalami kobosanan atau penurunan self esteem dan kepercayaan dirinya yang berasal murni dalam diri (rangsangan internal) untuk kembali ditingkatkan. Jadi pada prinsipnya kedua motivasi ini bersifat saling melengkapi.

Motivasi yang idealnya diperlukan dalam diri seseorang adalah motivasi intrinsik, . Sidharta & Wangsa (2002) mengatakan motivasi intrinsik diperlukan oleh seorang karyawan untuk menampilkan unjuk kerjanya lebih optimal. Dengan motivasi yang lebih bersifat tahan lama,motivasi ini akan bertahan walaupun rangsangan yang diberikan hilang, sehingga akan terlihat motivasi yang dimiliki karyawan bersifat lebih stabil. Namun motivasi ekstrinsik tetap diperlukan sebagai pelengkap motivasi intrinsik seseorang , karena keduanya bersifat melengkapi (Amabile, 1994)

(6)

Perusahaan ini mulai bermasalah ketika jumlah karyawan produksi mulai meningkat. Andi Ardiansyah sebagai kepala produksi (Komunikasi pribadi, 2007) merasakan dengan meningkatnya jumlah karyawan produksi semakin mendorong karyawan menjadi malas. Seperti pendapat Andi Ardiansyah, peneliti mengamati kebanyakan ”masalah” memang berasal dari perilaku negatif yang dilakukan oleh karyawan produksi seperti sulitnya bagi karyawan untuk mematuhi kebijakan peraturan dan otoritas perusahaan. Salah satunya adalah kurangnya responsifitas karyawan terhadap himbauan perusahaan akan keselamatan kerja.

Pelanggaran yang dilakukan membuat karyawan yang berprestasi juga ikut menjadi bermasalah. Seperti seringnya karyawan terlambat masuk, beberapa karyawan ada yang tidak kembali ke kantor ketika istirahat, intensitas

pengrusakan alat yang meninggi (terutama alat-alat maintenance), adanya kasus pencurian bahan produksi ,alat-alat produksi hingga aset perusahaan sampai dengan ketidak patuhan karyawan dalam menggunakan jam lemburnya dan

overtime.

Perilaku menyimpang menunjukkan adanya ketidakoptimalan performa yang dimiliki oleh karyawan produksi CV.P . Padahal karyawan yang memiliki

(7)

Menurut A.Sidik Omar (komunikasi pribadi, November 2007) karyawan produksi belum memiliki tujuan dan pencapaian prestasi yang stabil dan terarah. Sebagai pemilik perusahaan, Bapak Sidik melihat karyawan belum menunjukkan perilaku produktif yang konsisten. Jika ada karyawan yang meningkat prestasinya biasanya akan bertahan selama 1 bulan. Dimana dalam 2 minggu pertama

grafiknya akan meningkat naik dan turun dengan tajam di minggu berikutnya. Bapak Sidik mengatakan bahwa kerugian yang dialami perusahaan juga sudah menyangkut pemasukan dan keuangan perusahaan. Perusahaan dirugikan hingga 10 juta rupiah per bulannya akibat keterlambatan produksi (komunikasi pribadi,2007). Data produksi tahun 1998 – 2008 menunjukkan terjadi penurunan produksi lebih kurang 5 %. Penurunan terbesar terjadi pada produksi perusahaan pada tahun 2001-2004 lebih kurang 4 %. Penurunan ini bukan disebabkan karena menurunnya jumlah permintaan perusahaan, akan tetapi karena perusahaan tidak dapat memenuhi jumlah produksi yang diminta.

Perilaku menyimpang dapat dikatakan sebagai perilaku kontraproduktif (dalam Robbins,2003). Perilaku kontraproduktif cenderung bersifat menghalangi daripada untuk mewujudkan suatu tujuan. Perilaku kontraproduktif yang ditandai dengan penyalahan etika kerja yang berlaku, merupakan bentuk penurunan integritas (Murphy, 2001).

Integritas merupakan bagaimana seseorang bertingkah laku dengan

(8)

nyata, yang menggambarkan kejujuran sertai penilaian benar dan salah dalam diri individu tersebut didukung oleh keinginan memahami dan menyesuaikan diri dengan etika walaupun sulit untuk melakukannya. Aidid (2007) mendefinisikan integritas sebagai ketaatan yang kuat pada nilai moral yang menggambarkan benar dan salah dalam hidup individu.

Meskipun belum memiliki modul pengetahuan tentang produk perusahaan, CV.P menyebutkan integritas adalah budaya yang sedang digalakan dalam perusahaan tersebut. Integritas penting dalam mengarahkan perusahaan kepada kinerja karyawan yang sehat, tanpa kecurangan dan perilaku negatif lainnya yang dapat menganggu kelancaran produksi, sehingga tercipta budaya perusahaan yang tangguh dan efisien (2007) juga menciptakan kepercayaan konsumen dalam menyerahkan tanggung jawab produksi sesuai dengan prosedur dan standar yang terpercaya.

Apabila dalam perusahaan terdapat penyimpangan dan kecacatan yang diketahui konsumen, dalam meeting penawaran tender , perusahaan akan mengalami kekalahan karena ketidaklayakan rekomendasi dari berbagai pihak yang mengetahui kekurangan tersebut. Untuk itu, diperlukan dukungan sumber daya manusia produksi yang memiliki integritas tinggi dalam mengelola

(9)

dikatakan Atom (2007) bahwa setiap pekerja harus memiliki dedikasi dan integritas yang tinggi terhadap pekerjaannya.

Integritas dibedakan menjadi dua, yaitu overt integrity dan covert integrity

(Hoffman, 2002). Overt integrity adalah integritas yang terlihat dalam perilaku sehari-hari, berkaitan dengan pencurian dan perilaku kontraproduktif. Sedangkan

convert integrity merupakan trait yang ada dalam diri individu yang merupakan prediktor kejujuran dalam bekerja. Menurut Murphy (2001), ada dua faktor yang mempengaruhi integritas, yang pertama adalah faktor situasional yang mencakup norma, kesempatan dan budaya organisasi. Yang kedua adalah faktor individu yang mencakup nilai, sikap dan keyakinan yang dimiliki individu.

Faktor individu yang didalamnya mencakup nilai untuk menampilkan performa yang maksimal, didukung sikap untuk meningkatkan relasi bagi atasan serta pada akhirnya turut mendukung pemeliharaan hubungan baik antar

perusahaan lain, dalam konteks pekerjaan sebagai karyawan produksi, salah satunya diwujudkan dalam motivasi kerja. Gambaran motivasi kerja yang dilihat melalui faktor intrinsik dan ekstrinsik diwujudkan dalam berbagai hal yang mempengaruhi seseorang dalam memaksimalkan dorongan kerjanya untuk lebih optimal.

Dalam penelitian ini, peneliti mengkhususkan pada overt integrity dan motivasi intrinsik dan ekstrinsik . Pemilihan overt integrity karena peneliti ingin melihat tingkah laku nyata yang ditampilkan oleh karyawan produksi yang bekerja di perusahaan CV.P. Sedangkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik

(10)

dalam diri individu sendiri untuk memunculkan perilaku bekerja yang memiliki perbedaan dari arah rangsangannya saja.

Dalam penelitian ini peneliti ingin melihat kemungkinan hubungan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity pada karyawan produksi CV.P.

Penelitian ini termasuk dalam salah satu penelitian payung yang akan dilakukan oleh beberapa mahasiswa peminatan Psikologi Industri Organisasi Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel integritas antara lain:

1.Hubungan antara Integritas Kerja dengan Trait Kepribadian berdasarkan Big Five Factor Model of Personality pada Karyawan PT.SI

(Sitohang,2007).

2.Hubungan antara Tipe Kepribadian A dengan Integritas Kerja Karyawan

(Kalengka,2007).

3.Hubungan antara Masa Kerja dengan Integritas Kerja Pada Karyawan produktif di Perusahaan Tekstil (Martina, 2007).

Peneliti memilih perusahaan CV.P sebagai tempat penelitian , dikarenakan perusahaan tersebut merupakan tempat fenomena permasalahan ditemukan. Populasi penelitian adalah seluruh karyawan produksi CV.P yang berjumah 40 orang.

(11)

melihat motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang merupakan hasil adaptasi dari kuesioner yang disusun oleh Amabile (1994).Kedua instrumen ini dapat dikerjakan terpisah dari konstruknya masing-masing.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional (non eksperimental), karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menekankan pada penggunaan teknik-teknik statistik dan dengan bantuan program Microsoft Excel dan program

SPSS 13 For Windows. Pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan perhitungan korelasi Pearson Product Moment terhadap hasil skor hasil tes motivasi intrinsik dengan tes integritas, yang dalam hal ini adalah overt integrity test.

I.B.PERUMUSAN MASALAH

”Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity pada karyawan produksi CV.P?”

I.C.MANFAAT

I.C.1.Manfaat Teoritis

(12)

I.C.2.Manfaat Praktis

Bagi karyawan, diharapkan penelitian ini dapat membantu karyawan produksi untuk semakin mengenal dan mengelola motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam dirinya untuk mendorong dirinya bekerja lebih optimal lagi. Penelitian ini juga memberikan informasi tentang konsep motivasi intrinsik dan ekstrinsik, yang diasumsikan memiliki hubungan dengan overt integrity

dimana nantinya juga akan diberikan informasi tentang integritas dan aspek-aspek yang ada di dalamnya,juga hal –hal yang berhubungan seperti etika kerja dan budaya kerja sehingga karyawan produksi dapat memahami dan menerapkannya dalam proses kerjanya.

Sedangkan bagi perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat membantu pihak manajemen untuk melihat motivasi intrinsik pada karyawan produksi serta diharapkan perusahaan dapat menerapkan integritas pada budaya kerja secara lebih aktif dan menggunakan pengukuran integritas sebagai salah satu proses seleksi bagi karyawan, khususnya karyawan produksi.

Dari sini diharapkan perusahaan dapat mengoptimalkan kinerja

karyawannya menjadi lebih baik lagi misalnya dengan membuat pelatihan mengenai integritas, yang diharapkan dapat membantu perusahaan dalam menciptakan budaya kerja yang kondusif.

I.D.SISTEMATIKA PENELITIAN

(13)

Bab I yang merupakan pendahuluan , berisi tentang latar belakang permasalahan , tujuan dan manfaat penelitian , serta sistematika penelitian hasilnya.

Bab II yang menjelaskan landasan teori yang mendasari penelitian, meliputi definisi motivasi , teori motivasi dan faktor-faktor motivasi kemudian dilanjutkan dengan definisi integritas , teori integritas serta hal-hal yang mempengaruhi integritas dan diakhiri dengan hipotesis penelitian.

Bab III berisi tentang metodologi penelitian termasuk didalamnya subyek penelitian dan tehnik pengambilan data.

Bab IV mengetengahkan proses pengolahan data, dinamika penelitian, hasil yang diperoleh beserta analisisnya.

(14)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

II.A.PERUSAHAAN CV.P

CV.P adalah perusahaan yang bergerak di bidang makloon pengecatan onderdil otomotif milik Astra. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1998 dengan jumlah karyawan produksi sebanyak 5 orang. Setelah 10 tahun bertahan , jumlah karyawan produksi bertambah menjadi 40 orang. Perusahaan ini berdiri dengan kepimpinan organisasi yang sederhana yang memiliki persebaran karyawan meliputi 20 % karyawan level manajerial yang bertugas untuk mengorganisasi sumber daya perusahaan (termasuk di dalamnya manusia , uang dan aktiva lain):. Pada level ini karyawan perusahaan CV.P yang termasuk manajerial adalah ketua regu produksi , kepala produksi dan kepala engineering serta quality control.

Sisanya adalah karyawan dengan level staff yaitu orang-orang yang melaksanakan tugas dengan keahlian yang dimiliki (Schermerhorn dalam Novianti, 1999) dimana dalam chain of command, staff menempati tingkatan paling dasar. Para staff bertugas untuk mengikuti instruksi –instruksi yang

disampaikan , tetapi juga menggunakan inisiatif bilamana dibutuhkan (Edelmann, 1997). Dalam perusahaan CV.P kategori pegawai staff adalah karyawan pihak produksi yang masuk dalam karyawan produksi , delivery , cleaning service dan

(15)

Kini kapasitas produksi perusahaan mencapai 100 % perhari (komunikasi pribadi, September 2008). Oleh karena itu perusahaan berusaha menekan jadwal produksi yang padat dengan mengupayakan karyawan produksi untuk hadir dalam 2 shift. Dengan kondisi seperti itu perusahaan tetap buka 24 jam untuk mengejar omset. Untuk mempertahankan produktivitas yang padat, perusahaan berupaya menyejahterakan tiap karyawannya dengan hak- hak yang semestinya diberikan, seperti uang lembur , insentif , uang bonus , uang kesehatan dan susu. Dalam sebulan jumlah produksi yang dihasilkan bisa menyukupi kebutuhan 8 pabrik pembuatan onderdil lain sebagai konsumen perusahaan. Dengan gambaran produksi tiap pabrik rata-rata berjumah 1 ton, maka produksi yang dihasilkan mencapai 8 ton per bulannya.

Fokus dalam penelitian ini adalah karyawan yang tergolong tenaga kerja produktif atau karyawan produksi, dimana karyawan produksi adalah karyawan yang bekerja secara langsung dalam proses/kegiatan pembuatan produksi atau penyediaan jasa dari suatu perusahan, dalam hal ini berasal dari sektor industri. Dengan kondisi kasus yang terjadi, kebanyakan masalah berasal dari karyawan produksi sehingga membuat fokus penelitian lebih dititikberatkan pada karyawan produksi.

II.B.INTEGRITAS

II.B.1.Definisi Integritas

(16)

seseorang bekerja dengan baik, tidak terbagi, terpadu, utuh dan tidak mengalami kerusakan. Menurut Yukl dan Van Fleet (dalam Becker, 1998) integritas adalah konsistensi tingkah laku individu dengan nilai-nilai yang mendukung hubungan antara integritas dan perkembangan interpersonal trust, Butler dan Cantreil (dalam Becker, 1998) mengatakan integritas adalah reputasi untuk kejujuran dan kepercayaan atas diri individu.

Manusia yang utuh adalah manusia yang tidak terpecah belah oleh pertentangan di dalam batin. Apa yang dipikirkan, itulah yang akan dikatakan (Cipta Loka Caraka, 1973). Demikian pula diungkapkan oleh Gostick & Telford (2006) bahwa integritas adalah konsistensi antara nilai dan tindakan. Orang yang memiliki integritas hidup sejalan dengan nilai-nilai prinsipnya. Paulson (dalam Golstick & Telford, 2002) mengatakan integritas sungguh adalah manusia yang utuh dengan karakter, dengan kelengkapan dan kebaikan.

(17)

keuntungan dari pihak lain. Selanjutnya, Thorsborne (2006)

mengungkapkan integritas adalah ketaatan moral individu pada kode etik dan peraturan moral, kejujuran terbebas dari motif korupsi atau motif-motif untuk tujuan yang bersifat pribadi dan dapat dipercaya. Apabila hal tersebut dimiliki oleh seseorang, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki keutuhan , tidak terbagi-bagi dan memiliki kelengkapan. Aidid (2007) mendefinisikan integritas sebagai ketaatan yang kuat pada nilai moral yang menggambarkan benar atau salah dalam hidup individu.

Oxford Dictionary (dalam Cipta Loka Caraka, 1973) mengungkapkan integritas sebagai sifat jujur dan prinsip moral yang kuat, kebenaran moral. Banyak orang menyamakan arti integritas dengan kejujuran. Cipta Loka Caraka (1973) mengartikan kejujuran sebagai ”tidak berbohong atau tidak menipu”. Namun integritas tidak dapat disamakan dengan kejujuran secara penuh, integritas ber arti kelurusan atau ketulusan hati. Hati yang lurus tidak mengijinkan seseorang untuk bermain curang atau bertindak bertentangan dengan harga diri. Seseorang yang berintegrasi memiliki kebanggaan tersendiri bahwa ia memiliki kehormatan atas prinsip hidupnya dan selanjutnya integritas adalah karakter yang berperan penting dalam menentukan keberhasilan.

(18)

pada pengakuan dimana individu tidak bisa berpura-pura dengan suara hatinya, berkaitan dengan prinsip dan nilai moral hidupnya.

Terlepas dari banyaknya definisi integritas terdapat definisi yang paling sederhana dan praktikal (Rumambi, 2007) yaitu ketika seseorang melakukan sesuatu yang benar, walaupun tidak ada orang lain yang melihat atau

memperhatikan. Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan definisi integritas yaitu konsistensi yang kuat antara nilai moral yang berlaku dengan tindakan nyata, yang menggambarkan kejujuran serta penilaian benar dan salah dalam diri individu tersebut.

II.B.2.Karakteristik Individu Yang Memiliki Integritas

Thorsborne (2006) dalam penelitiannya yang berjudul The Seven Heavenly Virtues of Leadership mengungkapkan ciri-ciri individu yang memiliki integritas tinggi, yaitu:

1.Memiliki karakter yang kuat

2.Menjalankan apa yang dikatakannya dan menepati apa yang dijanjikannya

3.Berterus terang. Apa yang dipikirkan, itulah yang akan dilakukannya 4.Terbuka, jujur dan langsung dalam melakukan perjanjian dengan

orang lain

5.Memiliki nilai yang elas dan tidak bisa dikompromikan, serta menyatakan secara jujur yang salah dan yang benar

(19)

7.Berperilaku sesuai nilai yang dimilikinya

8.Memiliki prinsip, terhormat, adil dan bertanggung jawab 9.Seimbang, terintegrasi dan menyeluruh

10.Memiliki kesadaran diri dan mampu merefleksikan diri 11.Dewasa dan bijaksana

Selanjutnya Gostick & Telford (2003) merumuskan 10 karakteristik individu yang memiliki integritas yaitu:

1.Menganggap hal-hal kecil sebagai sesuatu yang penting

Individu yang berintegras tidak akan berbohong atau melakukan pelanggaran-pelanggaran kecil dan dengan demikian, tidak akan tergoda oleh hal-hal yang lebih besar, seperti kekuasaan, prestise atau uang.

2.Mengambil keputusan dengan cermat dan tidak terburu-buru

Individu yang berintegrasi siap mencurahkan waktu dan tenaga untuk menemukan pemecahan masalah yang benar secara etis. Caranya adalah dengan meminta pertimbangan orang lain dalam mengambil keputusan, menerima saran, berefleksi dan melihat jauh ke depan. 3.Bertanggung jawab

(20)

yang menguntungkan dirinya sendiri. Individu mau mengaku ketika berbuat salah, meminta maaf dan memperbaikinya.

4.Menciptakan budaya kepercayaan

Individu yang berintegras membantu menciptakan lingkungan kerja yang benar, yakni lingkungan yang tidak menguji integritas pribadi karyawan atau rekan kerja. Banyak orang yang konsisten dengan integritas mereka bukan karena dirinya sendiri tetapi karena pengarh lingkungan. Pada kelanjutannya, individu memperkuat integritas itu melalui prinsip, kontrol dan teladan pribadi. Dalma lingkungan kerja baik individu maupun rekan kerjanya diharapkan berusaha untuk memegang kepercayaan satu sama lain.

5.Menepati janji

Individu yang berintegras selalu berusaha untuk menepati kata-kata yang telah diucapkan, meskipun hal itu dapat merugikan dirinya. Individu yang berintegritas dapat dipercaya dan dipegang janjinya. 6.Peduli terhadap kepentingan yang lebih besar (greater good)

Individu yang berintegritas mempunyai komitmen kuat untuk

kepentingan dan keuntungan perusahaan, organisasi, klien dan rekan kerja.

7.Jujur namun rendah hati

(21)

kejujuran dirinya. Kejujuran tersebut ditunjukkan melalui tindakan nyata, bukan sekedar kata-kata.

8.Bertindak bagaikan sedang diawasi

Individu yang berintegritas membuat keputusan yang dapat dilihat dan diperiksa oleh semua orang, tidak ada sesuatu yang disembunyikan. Tindakan yang dilakukannya didasarkan pada kode etik dan peraturan perusahaan maupun nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

9.Mempekerjakan integritas

Individu yang berintegritas akan mempekerjakan dan mengelilingi diri dengan orang-orang yang berintegritas tinggi. Selain itu, individu mau dan mampu mempromosikan, memberi nasihat dan contoh pribadi yang memiliki dan menjunjung tinggi integritas, jiwa sportif dna standar moral kepada lingkungan kerja.

10.Konsisten

Individu yang berintegritas memperlihatkan konsistensi antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan individu tersebut, yang berkaitan dengan masalah prinsip dan etis, hampir dapat selalu diduga dan dapat dipercaya.

II.B.3.Faktor Yang Mempengaruhi Integritas

(22)

kedua adalah faktor individu yang mencakup nilai-nilai (values), sikap (attitude), keyakinan (belief) yang dimiliki individu . Apabila faktor-faktor tersebut tidak tercapai maka akan mengakibatkan integritas yang buruk dan berdampak pada ketidakjujuran karyawan (dishonestly).

Murphy (2001) juga mengatakan bahwa terdapat dua tipe dari ketidakjujuran yaitu pelanggaran melawan organisasi secara langsung (employee theft dan sabotase) dan melakukan pelanggaran bagi organisasi (korupsi dan white collar crime)

Becker (1990) juga menyatakan bahwa berkaitan dengan faktor personal integritas seseorang bisa berkurang karena hasrat atau adanya dorongan yang bertentangan dengan nilai moralnya. Selain itu, kurangnya integritas bisa terjadi karena beberapa hal yaitu sebagai bentuk dari penolakan ataupun tidak mau mengakui fakta yang sebenarnya terjadi dan sebagai usaha untuk melindungi diri dari kesalahan dalam pekerjaan. Berkaitan dengan faktor lingkungan, penurunan integritas dapat terjadi karena adanya social pressure yang datang dari banyak sumber seperti atasan, klien dan berbagai bentuk penolakan atau intimidasi secara fisik , verbal dan non verbal.

(23)

II.B.4.Dampak Integritas

Berikut ini adalah dampak apabila karyawan memiliki integritas di tempat kerja menurut Vangent (2007) :

1.Meningkatnya kejujuran

Mengurangi kecenderungan karyawan mencuri uang dan perlengkapan di tempat kerja.

2.Mengurangi kemungkinan pemakaian obat terlarang

Mengurangi kemungkinan karyawan memakai, mengedarkan datua menjual obat-obat terlarang di tempat kerja.

3.Meningkatnya tenure/masa kerja

Mengurangi kemungkinan karyawan meninggalkan pekerjaannya atau perusahaan tempatnya bekerja dengan cara yang tidak sewajarnya. 4.Mengurangi tindak kekerasan

Mengurangi kemungkinan karyawan bertindak atau berkata-kata kasar atau melakukan kekerasan terhadap konsumen atau rekan kerjanya. 5.Meningkatnya hubungan karyawan-konsumen

Meningkatkan tendensi karyawan bersikap kooperatif dan sopan terhadap konsumen dan rekan kerjanya.

6.Meningkatkan stress tolerance

Karyawan mampu mengatasi stress di tempat kerja. 7.Menghindari resiko dalam pekerjaan

(24)

8.Meningkatkan keselamatan kerja

Karyawan mampu menaati peraturan yang menjunjung tinggi keselamatan kerja untuk menghindari kecelakaan di tempat kerja. 9.Memperbaiki sikap terhadap atasan

Karyawan mampu mengerjakan perintah atasan dengan baik dan memiliki respon yang tepat terhadap atasannya.

10.Meningkatnya work values

Karyawan memiliki nilai-nilai baik dan kebiasaan-kebiasaan yang produktif dalam kerja.36

11.Meningkatkan tanggung jawab

Mengurangi kecenderungan karyawan melakukan tindakan

kontraproduktif, kurangnya kepekaan dan miskin tanggung jawab di tempat kerja.

12.Meningkatkan produktivitas

Karyawan memiliki kinerja yang baik dalam melaksanakan pekerjaannya dan menjadi anggota yang produktif di organisasi. 13.Meningkatkan kejujuran dan ketulusan

Karyawan memiliki respon yang tulus, sesuai apa yang diinginkan terhadap suatu sikap dan opini dari orang lain.

14.Meningkatkan keakuratan

(25)

II.B.5.Pengukuran Integritas

Penggunaan tes integritas dalam proses seleksi karyawan mengalami peningkatan yang pesat, terutama untuk mencegah adanya kecenderungan karyawan dalam melakukan tindak pencurian terhadap kas dan barang-barang perusahaan (Schneider & Camra, 1994).

Tes integritas pada umumnya mengukur beberapa variabel antara ain

acceptance of convention (penerimaan kebijakan), ketergantungan, depresi, penghindaran obat-obat terlarang, tingkat energi, kejujuran, komitmen bekerja, moral reasoning, kecenderungan melakukan tindak kekerasan, pengendalian diri, sosialbilitas, pencarian sensasi,vocational identity, dan etika bekerja (Becker, 1998)

Namun dalam perkembangannya tes integritas, dibedakan menjadi dua yaitu overt integrity test dan covert integrity test yang juga sering disebut dengan ” personality oriented and disgued integruty test” yang disusun oleh Hoffman (2002).

Overt integrity test berisi 16 item yang secara langsung mengungkap sikap responden dan perilaku yang berkaitan dengan pencurian dan perilaku kontraproduktif. Domain dari overt integrity test antara lain: honestly, conscientiousness, trustworthy behavior dan attitude toward theft.

(26)

Integritas adalah konsistensi yang kuat antara nilai moral yang berlaku denagn tindakan nyata, yang menggambarkan kejujuran serta penilaian benar dan salah dalam diri individu. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan salah satu satu tes integritas, yaitu overt integrity test. Hal ini dilakukan karena peneliti hanya ingin melihat perilaku yang tampak pada karyawan. Motivasi intrinsik dn ekstrinsik yang merupakan variabel indenpenden dalam penelitian ini adalah potensi yang ada dalam diri individu sehingga akan muncul sebagai perilaku. Oleh sebab itu, peneliti tidak menghubungkan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan covert integrity, karena keduanya merupakan potensi yang ada dalam diri individu.

Overt integrity test yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil adaptasi dari overt integrity test yang disusun oleh Hoffman (2002)

II.B.6.Kritik terhadap Tes Integritas

Kritik terhadap pengukuran overt integrity adalah pertanyaan yang diajukan dianggap tidak adil, karena menilai secara hitam dan putih dalam dunia yang tidak pasti ini. Selain itu respon yang benar atau socially desirable response sudah sangat jelas. Sehingga issue tentang faking selalu menjadi hal yang dipertimbangkan.

(27)

bahwa masalah yang sama juga muncul pada penelitian-penelitian sosial yang berhubungan dengan etnis, ras, keagamaan. Namun demikian,

penelitian seacar konsisten menunjukkan bahwa faking adalah hanya suatu permasalahan kecil dalam tes-tes integritas (Hoffman, 2002).

II.C.MOTIVASI

II.C.1.Definisi Motivasi

1.Secara epistemologis motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak (Hasibuan,2003). Dimana motivasi berarti keadaan dalam diri seseorang yang menimbulkan kekuatan , menggerakkan, mendorong, mengarahkan untuk melakukan sesuatu yang diinginkannya. 2.The Willingness to exert high levels of effort toward organizational goals, conditioned by the effort’s ability to satisfy same individual need (Robbins, 1991:192).

Maksud dari pernyataan diatas adalah:

Kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.

(28)

4.Menurut Koontz (1990) mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam diri seseorang yang mendorong, mengaktifkan atau menggerakkan serta yang menyalurkan atau mengarahkan perilaku kearah tujuan.

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang (Wahyosumidjo, 1987) Dimana tindakan pengarahan tujuan (goal) dianjurkan dan dibenarkan. Sebagai suatu proses , kita tidak dapat mengamati secara langsung. Namun, kita dapat mengambil kesimpulan dari beberapa perilaku sebagai pilihan tugas-tugas, usaha, ketekunan dan suatu pengekspresian dari perasaan atau pikiran ke dalam wujud kata-kata –

verbalization (Pintrich & Schunk, 1996) .

Motivasi mencakup beberapa goal yang memberikan dorongan dan arahan dalam bertindak. Dalam motivasi, diperlukan aktivitas – fisik maupun mental. Aktifitas fisik memerlukan usaha , ketekunan, sedangkan aktivitas mental mencakup tindakan kognisi sebagai perencanaan,

pengulangan, organisasi, pengawasan, pembuatan keputusan, serta pemecahan masalah. Tinggi rendahnya motivasi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi timbulnya keinginan untuk bekerja. Motivasi memberi kekuatan dan arah pada tingkah laku yang akan ditampilkan

(Atkinson,1964).

(29)

Selain sebagai alat untuk menerangkan sebab musabab suatu tingkah laku muncul, motivasi juga dapat membantu kita untuk meramalkan tingkah laku. Jika telah memperoleh kesimpulan yang benar tentang motivasi, kita dapat meramalkan tingkah laku yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan bertingkah laku yang didasarkan pada kebutuhan yang belum terpuaskan dan membutuhkan pemuasan melalui aktivitas tertentu , ,motivasi juga merupakan suatu hal yang dapat menolong seseorang untuk melaksanakan atau mematuhi yang diinginkan sebagai usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang (dirinya sendiri) agar mengarah tercapainya sebuah tujuan organisasi. (Berelson & Steiner dalam Wahyosumidjo, 1987.

II.C.2.Kaitan Motivasi dalam Dunia Kerja

Seperti telah diterangkan diatas bahwa motivasi berkaitan dengan faktor-faktor yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan bahkan

menghentikan tingkah laku. Dalam kaitan dengan dunia kerja, peran motivasi juga dianggap sangat penting, yaitu yang disebut dengan motivasi kerja. Motivasi kerja menentukan tingkah laku kerja seseorang sehingga ia menjadi pekerja yang giat atau sebaliknya pekerja tanpa semangat kerja.

(30)

kebutuhan seseorang. Minat dapat memberi arah pada perhatian seseorang dan dengan demikian memberikan rangsangan yang mempengaruhi tingkah laku kerjanya. Seseorang dengan minat yang tinggi atau menyukai terhadap pekerjaanya akan lebih termotivasi untuk bekerja dibandingkan mereka yang berminat rendah. Sikap dalam hal ini merupakan predisposisi bertingkah laku. Seseorang dengan sikap positif terhadap pekerjaanya berarti motivasi kerjanya cukup baik. Kebutuhan (need) merupakan faktor yang paling banyak diperhatikan dalam membicarakan motivasi kerja. Adanya

kebutuhan tertentu membuat adanya ketegangan dalam diri seseorang yang menyebabkan termotivasinya untuk mencari ”kelegaan” sehingga

ketegangan itu menurun. Semakin besar harapan akan terpenuhinya kebutuhan tersebut, semakin tinggi pula motivasinya.

II.C.3. Jenis Motivasi

Menurut Winkel (1996) & Harris (dalam Sidharta & Wangsa, 2002) berdasarkan jenisnya motivasi terbagi menjadi 2 yaitu :motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik merupakan faktor-faktor yang menimbulkan motivasi dalam diri seseorang sebagai sebuah proses psikologis (Wahyusumidjo, 1987).

Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau berbagai harapan, cita-cita yang

(31)

lainnya yang sangat kompleks. Tetapi baik motivasi inrtinsik dan ektrinsik timbul karena adanya rangsangan. Hal ini dapat diperjelas melalui bagan mengenai gambaran motivasi sebagai proses psikologis

II.C.3.A.Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang arah ransangannya datang dari dalam diri seseorang tanpa campur tangan faktor luar (Winkel, 1996). Menurut Amabile (1987) yang disebut sebagai penggerak secara psikologis dalam diri manusia atau The "labor of love aspect" adalah motivasi intrinsik. Dimana motivasi intrinsik secara utuh mengaitkan motivasi dengan pekerjaan itu sendiri sehingga seseorang akan merasa bahwa pekerjaannya itu menyenangkan , mengikat dan memuaskan bagi dirinya. Dengan kata lain seseorang yang termotivasi secara intrinsik, akan menemukan sendiri bahwa proses tersebut memberi kepuasan bagi dirinya sendiri (Wlodkowski, 1990). Jadi, dalam motivasi intrinsik ada suatu kebutuhan, ketertarikan dan kenikmatan dalam melakukan sesuatu yang semuanya berasal dari dalam diri seseorang (Woolfolk,1993).

(32)

,kemudian elation and the "flow" of deep task involvement

(Csikszentmihalyi, 1975, 1978) dan kegembiraan , kejutan and

menyenangkan (Pretty & Seligman, 1983; Reeve,Cole, & Olson, 1986 dalam Amabile 1987). Hal yang serupa dikemukakan oleh Sidharta dan Wangsa (2002) dimana motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk pada faktor internal : persepsi seseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan,

keinginan, kepuasan dan prestasi kerja yang dihasilkan.

Dapat disimpulkan dalam motivasi intrinsik terdapat beberapa faktor yang merupakan bagian dan mempengaruhi motivasi intrinsik (Amabile, 1987) yaitu:

1.Challenge

a. Self-determination

Mempunyai kebebasan terutama menyukai berbagai pilihan. Tiap individu yang memiliki self determination tinggi mampu mandiri dalam memilih setiap pilihan yang ada dalam hidupnya tanpa tekanan dari siapapun.

b. Competence

Mempunyai orientasi yang kuat dan menyukai tantangan. Kompetensi dihubungkan dengan daya saing dan daya tahan individu dalam menghadapi permasalahan dan menganggapnya sebagai tantangan.

(33)

Keingintahuan terutama pada hal-hal yang bersifat kompleks, dalam menghadapi setiap masalah, individu yang memiliki

curiosity cenderung untuk berusaha menyelesaikan permasalahan yang ada karena ketidakpuasaannya dalam mencari tahu

permasalahan tersebut. 2.Enjoyment

a. Task involvement

Mengerti akan tugasnya dan menjalankannya dengan baik. Seseorang yang memiliki task involvement akan bertanggung jawab terhadap proses tugasnya dengan baik.

b. Interest

Menikmati pekerjaan dan senang akan pekerjaan tersebut. Interest

merupakan faktor internal yang mendorong seseorang untuk bertahan dalam pekerjaanya, jika interest tidak dimiliki oleh seseorang biasanya passion dan daya tahan seseorang bekerja akan minim.

II.C.3.B.Motivasi Ekstrinsik.

(34)

Amabile (1987) berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik terjadi apabila seseorang mendapatkan respon terhadap sesuatu di luar dari pekerjaanya terutama dari orang lain. Motivasi ektrinsik memerlukan kemampuan kognitif dalam merespons rangsangan yang masuk (e.g., Calder & Staw, 1975;Kruglanski, 1975;Lepper& Greene, 1978 dalam Amabile 1987). Faktor yang mempengaruhi motivasi eksternal seseorang, antara lain ialah :

1.Compensation

a. Competition concerns

Kemajuan dalam karier dan keberhasilan dalam melaksanakan tugas. Kompetisi membuat persaingan dan motivasi pekerja semakin tinggi karena adanya perubahan jenjang karier di dalamnya. Biasanya kompetisi mengubah status seseorang dan semkin membuat karyawan terpacu untuk bekerja dengan baik

b. A focus on money or other tangible incentives

Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya seperti uang bonus, uang lembur, uang gaji, uang kesehatan, uang THR dll 2.Outward

a. Recognition concerns

(35)

b. A focus on the dictates of others

Hubungan dengan keberadaan orang lain dan interaksi kelompok kerja dimana seseorang bergabung di dalamnya.

c. Evaluation concerns

Cara bekerja , sistem administrasi dan kebijakan organisasi.Penting bagi seorang karyawan untuk mengetahui evaluasi kerja dalam dirinya, selain menjadikannya semakin mengenal pekerjaannya juga meningkatkan motivasinya dalam bekerja untuk menjadi lebih baik lagi.

II.C.4. Pengukuran Motivasi

Alat ukur yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah WPI atau

Work Preference Inventory. Alat ukur ini memiliki orientasi individual yang mengedepankan motivasi intrinsik dan ekstrinsik (Amabile,Hill, Hennesey & Tighe dalam Aamodt ,1994). Dalam pembuatannya Amabile (1987) menyatakan bahwa WPI merupakan alat tes yang mengukur perbedaan derajat tingkatan kecenderungan motivasi intrinsik dan ekstrinsik seseorang berdasarkan orientasi bekerjanya. Alat test motivasi berjumlah 30 item dengan masing-masing aspek berjumlah 15 item dan merupakan aspek yang dapat berdiri sendiri. Aspek yang diukur dalam motivasi intrinsik adalah self determination, competence, task

(36)

competition, evaluation, recognition, money or other tangible incentives,

and constraint by other.

Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan kedua jenis aspek motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Hal ini dilakukan karena peneliti ingin melihat motivasi dalam diri karyawan yang arah

rangsangannya berasal dari dalam diri dan luar seseorang.

II.D.DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK DENGAN INTEGRITAS PADA KARYAWAN

PRODUKSI CV.P.

Berdasarkan wawancara dengan Andi Ardiyansah selaku kepala produksi, telah terjadi penurunan performa pada karyawan produksi CV.P. Bentuk penurunan performa yang terjadi adalah banyaknya perilaku menyimpang yang terjadi di lingkungan perusahaan. Salah satunya adalah pencurian aset perusahaan, sering datang terlambat, salah produksi hingga malasnya karyawan untuk lembur.

Perilaku menyimpang yang ditampilkan tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku kontraproduktif (dalam Robbins,2003), perilaku kontraproduktif merupakan perilaku yang bersifat menghalangi suatu tujuan. Perilaku kontraproduktif yang ditandai dengan penyalahan etika kerja yang berlaku, merupakan bentuk penurunan integritas (Murphy, 2001).

(37)

penilaian benar dan salah dalam diri individu. Integritas merupakan perilaku yang menunjukkan ketaatan moral individu pada kode etik dan peraturan moral, kejujuran terbebas dari motif korupsi atau motif-motif untuk tujuan yang bersifat pribadi dan dapat dipercaya. Apabila hal tersebut dimiliki oleh seseorang, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki keutuhan , tidak terbagi-bagi dan memiliki kelengkapan dan kebaikan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang agar mampu

menunjukkan performa kerja yang baik adalah faktor individu. Dimana faktor individu adalah faktor yang berasal dari dalam seseorang. Salah satu dari faktor individu yang dimiliki oleh seseorang adalah motivasi. Berdasarkan arah rangsangannya motivasi terbagi dalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik yang arah rangsangannya berasal dari dalam diri individu dan motivasi ekstrinsik dari luar diri individu.

Terlihat bahwa motivasi intrinsik dan eksternal yang dimiliki belum dikelola dengan baik, perlu dipertanyakan bagaimana motivasi dari karyawan produksi terhadap pekerjaanya, Hal ini terlihat dari grafik performa kerja yang tidak menentu. Dalam grafik dinyatakan hampir seluruh karyawan belum menampilkan performa kerja yang konsisten.

(38)

memiliki integritas yang tinggi akan pati menampilkan performa kerja yang baik. Dalam penelitian ini peneliti ingin meneliti integritas yang terlihat dalam perilaku saja yaitu overt integrity. Kedua variabel diatas merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan performa kerja seseorang dalam meningkatkan produktivitas perusahaan.

Oleh karena itu peneliti ingin melihat ada tidaknya hubungan yang

signifikan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity pada karyawan produksi CV.P .

II.E.HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu: Hipotesis Null (Ho):

1.Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan overt integrity.

2.Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan overt integrity

Hipotesis Alternative (Ha):

1.Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan overt integrity.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.A. JENIS PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan hubungan antara motivasi intrinsik dengan integritas, dimana integritas yang ingin dilihat adalah overt integrity. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian korelasional (correlational research). Penelitian korelasional dilakukan ketika peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan integritas, dimana integritas yang ingin dilihat adalah overt integrity.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan kuantitatif, karena pendekatan kuantitatif ini memungkinkan peneliti dapat mengukur reaksi sejumlah banyak orang dengan sejumlah pernyataan yang terbatas. Hal ini dapat membuat penelitian kuantitatif bersifat penelitian yang meluas dan

penggeneralisasian dapat dilakukan dengan singkat dan hemat (Poerwandari,1998).

(40)

peneliti. Peneliti dalam penelitian ini tidak mengontrol variabel-variabel penelitiannya karena memang tidak dapat dimanipulasi.

Berdasarkan setting dilakukannya penelitian, penelitian ini dikelompokkan ke dalam penelitian lapangan (field research), dimana proses pengumpulan data dilakukan dalam setting alamiah dan dalam situasi kehidupan nyata sehari-hari (Hidajat, 2007).

III.B. VARIABEL PENELITIAN III.B.1.Nama Variabel

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Overt integrity

2.Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

III.B.2.Jenis Variabel

Berdasarkan jenis penelitiannya, yaitu penelitian non-experimental, maka variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Overt integrity

2. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

III.B.3.Definisi Teoritis

(41)

serta menghindari kesalahan penafsiran arti suatu variabel oleh orang lain. Berikut adalah definisi motivasi intrinsik dan ektrinsik serta integritas yang digunakan dalam penelitian ini.

III.B.3.a.Motivasi Intrinsik

Definisi teoritis dari motivasi intrinsik adalah motivasi yang arah rangsangannya berasal dari dalam diri individu.

III.B.3.b.Motivasi Ekstrinsik

Definisi teoritis dari motivasi intrinsik adalah motivasi yang arah rangsangannya berasal dari luar diri individu.

III.B.3.c. Overt integrity

(42)

III.B.4.Definisi Operasional III.B.4.a.Motivasi Intrinsik

Definisi Operasional dari variabel ini adalah derajat motivasi seseorang yang arah rangsangannya berasal dari dalam diri seseorang terhadap pekerjaannya tanpa campur tangan faktor luar berdasarkan skor yang diperoleh dari alat tes Work Preference Inventory yang dibuat oleh Amabile (1987). Motivasi intrinsik memiliki 5 sub domain faktor (1987) yaitu : self-determination , competence , task involvement , curiosity, interest .

Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek menunjukkan semakin tinggi motivasi intrinsik dalam diri subyek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subyek, maka semakin rendah pula motivasi intrinsik dalam diri subyek.

III.B.4.b.Motivasi Ekstrinsik

Definisi Operasional dari variabel ini adalah derajat motivasi seseorang yang arah rangsangannya berasal dari luar diri seseorang terhadap pekerjaannya tanpa campur tangan faktor luar

(43)

recognition concerns, a focus on dictates of others and evaluation

concerns.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek menunjukkan semakin tinggi motivasi ekstrinsik dalam diri subyek. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subyek, maka semakin rendah pula motivasi ekstrinsik dalam diri subyek.

III.B.4.b.Overt Integrity

Definisi Operasional dari variabel ini adalah derajat konsistensi yang kuat antara nilai moral yang berlaku dengan tindakan nyata, yang menggambarkan kejujuran serta penilaian benar dan salah dalam diri individu yang dapat dilihat melalui perilaku individu tersebut berdasarkan skor yang diperoleh dengan menggunakan skala overt integrity test dari adaptasi alat tes yang dibuat oleh Edward Hoffman (2002).

Overt integrity test berisi 16 item yang secara langsung

mengungkap sikap responden dan perilaku yang berkaitan dengan pencurian dan perilaku kontraproduktf, dengan domain yaitu

honestly, conscientiousness, trustworthy, behavior dan attitude toward theft.

(44)

rendah skor yang diperoleh subyek, maka semakin rendah pula

overt integrity dalam diri subyek.

III.C. MASALAH PENELITIAN Masalah umum penelitian ini adalah:

Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan

overt integrity pada karyawan produksi CV.P?

III.D. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN III.D.1.Populasi Penelitian

Menurut Arikunto (2002) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh karyawan produksi CV.P .

III.D.2. Karakteristik Sampel

Penentuan karakteristik sampel merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan penelitian. Hal tersebut penting karena diharapkan dengan menentukan karakteristik sampel yang ingin diteliti dapat mengurangi kekeliruan yang mungkin terjadi (Kerlinger, 2000)

(45)

pernikahan (63.889 % karyawan produksi CV.P sudah menikah) dan rentang usia yang beragam dari 17 hingga 43 tahun.

III.D.3. Jumlah Sampel

Jumlah sampel penelitian minimal menurut Guilford & Fruchter (1978) dalam sebuah penelitian adalah 30 orang. Apabila sampel penelitian lebih dari 30 orang diharapkan distribusi akan mendekati normal dari distribusi populasi. Mengikuti jumlah minimal sampel dari Guilford dan Frutcher (1978) maka peneliti akan menggunakan sampel lebih dari 30 orang yaitu sebanyak 40 orang.

III.D.4. Tehnik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini jumlah populasi penelitian sangat terbatas sehingga sampel penelitian adalah populasi penelitian itu sendiri. .Oleh karena itu pengambilan data dilakukan kepada seluruh karyawan produksi CV.P baik level manajerial maupun level staff tanpa

terkecuali.

Prosedur penelitian ini peneliti lakukan dalam 2 tahap, yaitu: 1. Tahap persiapan

(46)

Pada tanggal 12 Januari 2008, peneliti mengunjungi Perusahaan CV.P dengan maksud untuk meminta izin kepada pemilik perusahaan untuk melakukan penelitian pada sekolah tersebut.. Setelah mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian, peneliti juga menanyakan beberapa pertanyaan kepada A.Sidik Omar sebagai pemilik dan kepala produksi Andi ardiansyah sehubungan dengan permasalahan yang terjadi di perusahaan CV.P. Sekaligus meminta data-data yang dibutuhkan peneliti dalam menyimpulkan permasalahan yang tepat bagi perusahaan.

(47)

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Setelah mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian di perusahaan CV.P, peneliti mulai menyebarkan kuesioner pada saat jam istirahat kepada karyawan produksi CV.P. Pengambilan data peneliti lakukan dalam kurun waktu 5 hari terhitung dari tanggal 8 Oktober 2008 sampai dengan 13 Oktober 2008. Dikarenakan penelitian ini menggunakan uji coba terpakai, maka pengambilan data yang

dilakukan hanya satu kali saja dan pada tahap ini peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak 40 buah kuesioner dan terdapat 36 buah kuesioner yang kembali dan dapat digunakan sebagai data penelitian ini. Setelah data field terkumpul, maka peneliti melakukan pengujian validitas dan reabilitas.

III.E. INSTRUMEN DAN TEHNIK PENGUMPULAN DATA III.E.1.Jenis Data yang Dikumpulkan

Berdasarkan sumber informasinya , data dalam penelitian ini adalah data primer. Dimana data primer diambil secara langsung dari sampel penelitian dengan cara survei, observasi, wawancara serta memberikan kuesioner. (Hidajat, 2007).

Pada penelitian ini pencarian data lebih ditekankan pada penggunaan kuesioner, dimana kuesioner diberikan kepada karyawan produksi selaku subyek dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan

(48)

dalam kuesioner dan data lain yang dibutuhkan untuk memperkaya hasil penelitian ini.

III.E.2.Instrumen Penelitian III.E.2.a.Bentuk Alat Ukur

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penenelitian ini berupa skala yang disusun dengan metode summated rating, yang disajikan dalam bentuk kuesioner. Pertimbangan menggunakan summated rating scale karena metode ini sesuai untuk digunakan dalam penelitian-penelitian untuk mengukur sikap, kecenderungan, opini dan persepsi seseorang terhadap fenomena sosial atau psikologis (Anastasi dan Urbina, 1997), seperti halnya dalam penelitian ini yaitu mengukur motivasi intrinsik dan ekstirnsik dengan overt integrity. Selain itu skala ini mudah digunakan, dapat menghasilkan

perhitungan relibilitas dan validitas yang baik, serta memiliki

beberapa pilihan jawaban sehingga responden merasa nyaman untuk memberikan respon terhadap pernyataan yang paling sesuai dengan dirinya. Adapun skala motivasi intrinsik dan ekstrinsik serta overt integrity ini akan disajikan dalam bentuk kuesioner.

(49)

1. Kata pengantar yang berisi penjelasan mengenai identitas peneliti, maksud dan tujuan penelitian dan pembuatan kuesioner, petunjuk pengisian kuesioner serta menjelaskan pentingnya mengisi seluruh pernyataan yang ada dalam kuesioner secara jujur.

2. Data responden, yang terdiri dari jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir dan lama bekerja.

3. Kuesioner integritas (overt integrity test), yang di dalamnya berisikan 16 item.

4. Kuesioner motivasi intrinsik dan ekstrinsik, yang berisi 30 item.

III.E.2.b.Tingkat Pengukuran

Tingkat pengukuran skala semua konstruk dalam penelitian ini adalah interval yaitu simbol numerik atau angka yang diperoleh melalui pengukuran berfungsi untuk mengurutkan kecenderungan individu terhadap suatu situasi penelitian (Hidajat, 2007).

III.F.ALAT UKUR MOTIVASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

(50)

dengan cara menerjemahkan 30 item tes dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia kemudian diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris.

Tabel III.F.

Penyebaran item-item per-domain pada Kuesioner untuk Mengukur Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

No. Konstruk Domain Sub Domain No item

1. Motivasi

A focus on the dictates of others

Evaluation concerns

III.F.1.Validitas Alat Ukur Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik Uji validitas item diperlukan untuk melihat sejauh mana alat ukur mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, peneliti

(51)

Dalam penelitian ini uji validitas konstruk dilakukan dengan metode

internal consistetency, dimana dengan pengujian ini dapat diketahui mengenai homogenitas suatu alat ukur atau dengan kata lain melalui pengujian ini dapat diketahui penjelasan tentang seberapa jauh item-item

pada masing-masing instrument telah mengukur hal yang sama dengan item

lainnya di dalam alat ukur tersebut (Crocker & Algina, 1986). Pengujian

internal consistency ini dapat dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor subyek pada masing-masing item dengan skor total.

Adapun korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment, dengan rumus (Guilford & Fruchter, 1978; hal 83):

rxy = n (∑XY) – (∑X). (∑Y)

∑ n (∑X2) – (∑X)2(n (∑Y2) – (∑Y)2

Keterangan :

rxy = korelasi Pearson antara item X dan Y

n = jumlah item

X = skor item

(52)

Pada proses penghitungan korelasi Pearson Product Moment, peneliti menggunakan program Microsoft Excel XP 2003. Hasil skor korelasi tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai r table untuk mendapatkan nilai item yang valid mengukur konstruk. Nilai r tabel untuk kedua alat ukur adalah 0,329 pada level of significance 0.05, one tailed, dan degrees of freedom (df) 34.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program Microsoft Excel XP 2003 untuk menguji validitas konstruk dari alat ukur intensi, didapatkan hasil berupa:

Tabel III.F.1

Hasil uji validitas alat ukur motivasi intrinsik dan ekstrinsik Validitas Motivasi Intrinsik

ITEM NILAI KORELASI ITEM NILAI KORELASI

3 0.54= terpakai 14 0.37= terpakai

5 0.38= terpakai 17 0.24= tidak terpakai

7 0.66= terpakai 20 0.51= terpakai

8 0.24= tidak terpakai 23 0.70= terpakai

9 0.33= terpakai 26 0.62= terpakai

11 0.42= terpakai 27 0.34= terpakai

13 0.52= terpakai 28 0.50= terpakai

30 0.40= terpakai

Intrinsik 15 13 2 0.33s/d

0.702

(53)

Validitas Motivasi Ekstrinsik

ITEM NILAI KORELASI ITEM NILAI KORELASI

1 0.40= terpakai 16 0.58= terpakai

2 0.55= terpakai 18 0.49= terpakai

4 0.39= terpakai 19 0.28= tidak terpakai

6 0.38= terpakai 21 0.22= tidak terpakai

10 0.38= terpakai 22 -0.11=tidak terpakai

12 0.37= terpakai 24 0.48= terpakai

15 0.40= terpakai 25 0.37= terpakai

29 0.60= terpakai

Dari ke-30 item pada alat ukur intensi yang digunakan, setelah melewati perhitungan uji validitas dengan tehnik korelasi item dengan skor total lalu hasilnya dibandingkan dengan r tabel (0.329 pada level of significance 0.05,

one tailed, dan degrees of freedom (df) 34 , didapat hasil 13 item pada alat ukur motivasi intrinsik valid dengan 2 item yang terbuang (mempunyai nilai korelasi pearson dibawah nilai r tabel) dan 12 item yang diterima pada alat ukur motivasi ekstrinsik valid dengan 3 item yang terbuang. Jadi jumlah item yang dapat dipakai sebanyak 25 item.

(54)

Uji reabilitas alat ukur dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini dapat diandalkan, konsisten dan dapat dipercaya. Peneliti menggunakan rumus koefisien alpha cronbach, hal ini berdasarkan pengadministrasian alat ukur yang hanya dilakukan satu kali serta rentang skor yang ada dalam alat ukur yang peneliti gunakan bersifat

non-dikotomi (item yang memiliki rentang skor yang luas) (Anastasi & Urbina, 1997).

Adapun rumus koefisien alpha cronbach yang digunakan adalah sebagai berikut (Anastasi & Urbina, 1997;hal 73):

r

tt = n SDt2 - Σ ( SDi2)

n – 1 SDt2

Keterangan :

r

tt = koefisien reabilitas

SDi = varians skor item

n = jumlah subyek

SDt2 = varians skor total

Hasil uji reliabilitas untuk alat ukur intensi didapatkan dengan perhitungan yang menggunakan program SPSS 13.0. Tabel hasil perhitungan reliabilitas

Cronbach’s alpha disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel III.F.2

(55)

Motivasi Intrinsik

Dari tabel di atas diketahui bahwa hasil uji reliabilitas alat ukur motivasi intrin-sik mencapai nilai koefisien 0.71 jumlah item sebanyak 13. Sedangkan alat ukur motivasi ekstrinsik mencapai nilai koefisien 0.638 dengan jumlah item sebanyak 12. Alat ukur ini masih memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi karena nilai koe-fisien yang diperoleh > 0,60 (Imam Ghozali, 2002)

III.F.3.Metode Skoring Alat Ukur Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik Pengukuran Kuesioner untuk mengukur motivasi intrinsik dan

ekstrinsik berbentuk skala berdasarkan metode summated rating scale dari Lickert dan mempunyai rentang jawaban dari skor 1 (tidak pernah atau

(56)

pernyataan yang digunakan dalam kuesioner tersebut adalah sebagai berikut:

No. Pernyataan T K S SL

1. Saya memperhatikan akan apa yang dipikirkan orang lain tentang pekerjaan saya

1 2 3 4

Berdasarkan alat tes Work Preference Inventory pada tes motivasi intrinsik, alternatif jawaban yang digunakan dalam alat ukur ini setelah diadaptasi adalah tidak pernah atau sangat tidak sesuai dengan diri saya, kadang-kadang sesuai dengan diri saya, sering sesuai dengan diri saya dan selalu sesuai dengan diri saya.

Tabel III.F.3.a

Skor Pernyataan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Respons Skor

Khusus untuk item motivasi ekstrinsik pada pernyataan no 22, terdapat perbedaan skoring yaitu :

Tabel III.F.3.b

Skor Pernyataan Motivasi Ekstrinsik no 22

(57)

Tidak pernah 4

Pengukuran integritas dilakukan dengan menggunakan kuesioner overt integrity test, yang merupakan hasil modifikasi dari tes integritas yang disusun oleh Hoffman (2002). Alat tes ini memiliki pengelompokkan domain dan item-item sebagai berikut:

Tabel III.G

Item Overt Integrity Test

No Domain Item No. Jumlah Item

1 Honestly 1,6,8,9,14 5

2 Conscientiousness 3,4,7,16 4

3 Trustworthy

Behavior

11,12,13 3

4 Attitude Toward Theft 2,5,10,15 4

16

III.G.1.Validitas Alat Ukur Integritas (Overt Integrity Test)

Pada proses penghitungan korelasi Pearson Product Moment peneliti terdahulu yang menggunakan alat ini telah didapatkan item siap pakai berjumlah 16 item. Nilai r tabel untuk kedua alat ukur adalah 0,329 pada

(58)

Tabel III.G.1.

Hasil uji validitas alat ukur integritas (overt integrity)

No Domain Jumlah Item Item Terpakai

1. Overt Integrity 16 16

Total 16 16

III.G.2.Reliabilitas Ukur Integritas (Overt Integrity Test)

Hasil uji reliabilitas untuk alat ukur integritas yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya didapatkan dengan perhitungan yang menggunakan program SPSS 13.0 sebesar 0,7524 dengan jumlah item sebanyak 16 item yang siap pakai.

III.G.3. Metode Skoring Alat Ukur Integritas (Overt Integrity Test) Pilihan jawaban dalam overt integrity test terdiri dari 4 rentang jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. Selain itu, pada kuesioner ini setiap pernyataan diberi nilai berdasarkan perasaan mendukung integritas (favorabe) dan perasaan tidak mendukung integritas (unfavorable).

(59)

Berikut ini adalah penjelasan mengenai skor untuk pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable sesuai dengan penilaian skala Lickert:

Tabel III.G.3

Skor Pernyataan Favorable dan Unfavorable

Respons Skor Pernyataan

Favorabl

e

Unfavorable

Sangat Tidak Setuju 1 4

Tidak Setuju 2 3

Setuju 3 2

Sangat Setuju 4 1

III.H. METODE ANALISA DATA

III.H.1.Metode Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis penelitian akan dilakukan untuk melihat hubungan linier antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan overt integrity. Oleh karena data yang didapat bersifat kontinum dan penelitian ini merupakan penelitian korelasioal, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan statistik Pearson Produt Moment

(Uyanto, 2006).

Adapun korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment, dengan rumus (Guilford & Fruchter, 1978; hal 83):

rxy = n (∑XY) – (∑X). (∑Y)

(60)

Keterangan :

r

xy = koefisien korelasi Pearson Product Moment

n = jumlah subyek penelitian

X = skor subyek pada alat ukur motivasi intrinsik dan esktrinsik Y = skor subyek pada alat ukur overt integrity

III.H.2.Taraf Signifikansi

Taraf signifikansi dalam penelitian mengandung pengertian tentang seberapa besar error yang dapat diterima ketika mengambil kesimpulan berdasarkan data-data penelitian yang diperoleh (Anastasi & Urbina, 1997). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan denan taraf signifikansi (α) sebesar 0.05 (5%). Jika hasil pengujian signifikansi lebih kecil dari 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau dengan kata lain signifikan.

Sebaliknya, jika hasil pengujian signifikansi lebih besar dari 0.05 maka Ho diterima dan Ho ditolak atau dengan kata lain tidak signifikan.

(61)

berkeluarga. Untuk memperoleh gambaran umum tersebut peneliti menggunakan rumus perhitungan presentasi frekuensi, sebagai berikut (Guilford & Fruchter, 1978; hal 34):

P = f x 100 % n

Keterangan :

P = presentase frekuensi (%) f = frekuensi

n = jumlah subyek

III.H.4.Metode Untuk Menentukan Derajat Motivasi Intrinsik dan ekstrinsik dengan Overt Integrity Karyawan Produksi CV.P

Aswar (1993;hal 16) menjelaskan bahwa metode yang digunakan untuk menentukan derajat variabel-variabel penelitian dengan membandingkan ean teoritis dengan mean empiris pada skor masing-masing alat ukur. Rumus yang digunakan untuk memperoleh mean teoritis dan mean empiris motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan integritas (overt integrity) adalah sebagai berikut:

Mean Teoritis = (Nilai terendah x  item) + ( Nilai tertinggi x  item) 2

Keterangan:

(62)

Nilai tertinggi = 1

Mean empiris = (Mean - SD) sampai (Mean + SD).

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

(63)

Untuk mendapatkan data hasil penelitian maka peneliti menyebarkan kuesioner sebanyak 40 buah. Dari 40 kuesioner yang disebarkan tersebut terdapat 36

kuesioner yang bisa digunakan untuk perhitungan data penelitian. Sisa kuesioner sebanyak 4 buah tidak dapat digunakan karena beberapa alasan diantaranya karena tidak dikembalikan, tidak diisi pada suatu bagian atau beberapa item, atau diisi namun dengan jawaban yang seadanya seperti misalnya dengan memberikan skor yang sama pada seluruh item.

Adapun gambaran umum mengenai subyek penelitian (karyawan produksi CV.P) adalah sebagai berikut:

IV.A.1 Gambaran Umum Berdasarkan Usia Tabel IV.A.1

Gambaran Umum Subyek Penelitian Berdasarkan Usia

No Usia

(tahun)

Jumlah Persen

1 17-29 32 88,888

2 30-43 4 11,111

Total 36 100

Gambaran pada Tabel IV.A menunjukkan bahwa mayoritas subyek penelitian berusia antara 17-29 tahun memiliki presentase yang paling banyak yaitu sebesar 88,8 %. 17-19 tahun berjumlah 7 orang, 20-23 berjumlah 7 orang, 24-26

(64)

IV.A.2 Gambaran Umum Berdasarkan Status Pernikahan Tabel IV.A.2

Gambaran umum subyek penelitian berdasarkan Status Pernikahan

No Kelas Jumlah Persen

1. Belum Menikah 13 36.111

2. Sudah Menikah 23 63.889

Total 36 100

Gambaran pada Tabel 4.A.2 menunjukkan bahwa mayoritas karyawan produksi 63.889 % sudah menikah dan sisanya 36.11% belum menikah.

IV.B. PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN

(65)

Tabel IV.B.1

Tabel Statistik Skor Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dengan Overt Integrity.

Std. Deviation 6.91737 6.12638 6.69109

Range 26.00 27.00 31.00

Minimum 31.00 30.00 24.00

Maximum 57.00 57.00 55.00

Dari tabel diatas, dapat dketahui bahwa:

1. Penelitian ini menggunakan jumlah sample sebanyak 36 orang karyawan produksi. Hal ini menunjukkan bahwa data ini dapat diolah menggunakan statistik parametrik. Dalam pengolahan statistic parametrik diperlukan data minimal 30. Oleh karena itu, data penelitian yang didapat telah memenuhi syarat.

2. Mean adalah nilai rata-rata dari keseluruhan nilai yang didapat dalam suatu distribusi (Gravetter & Wallnau, 2004). Mean untuk variabel motivasi intrisik adalah 46.583, mean untuk variabel motivasi ekstrinsik adalah 43.8056 sedangkan mean untuk variabel

(66)

3. Median adalah nilai tengah yang membagi 50% dari skor berada di bawah nilai tengah dan 50% skor berada di atas nilai tengah (Gravetter & Wallnau, 2004). Median untuk variabel motivasi intrinsik adalah 47 , untuk variabel motivasi ektrinsik adalah 44 sedangkan median untuk variabel overt integrity adalah 40. 4. Standar Deviasi adalah besarnya penyimpangan dari distribusi

normal (Gravetter & Wallnau, 2004). Standar deviasi untuk variabel motivasi intrinsik adalah 6.917, untuk variabel motivasi ektrinsik adalah 6.126 sedangkan standar deviasi untuk variabel

overt integrity adalah 6.691.

5. Range adalah selisih atau jarak antara nilai tertinggi dengan nilai terendah dalam suatu distribusi (Gravetter & Wallnau, 2004). Range untuk variabel motivasi intrinsic adalah 26, untuk variabel motivasi ektrinsik adalah 27 sedangkan range untuk variabel overt integrity adalah 31.

6. Skor minimum yang didapat untuk variabel motivasi intrinsik adalah 31, untuk variabel motivasi adalah 30 sedangkan untuk variabel overt integrity adalah 24.

7. Skor maksimum yang didapat untuk variabel motivasi intrinsik adalah 57, untuk variabel motivasi adalah 57 sedangkan untuk variabel overt integrity adalah 55.

Gambar

Tabel III.F.
Tabel III.F.1Hasil uji validitas alat ukur motivasi intrinsik dan ekstrinsik
Tabel III.F.2
Tabel III.F.3.a
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI INTRINSIK DAN SPIRITUALITAS DI TEMPAT KERJA DENGAN KOMITMEN AFEKTIF PADA PEGAWAI KANTOR.. KEMENTERIAN AGAMA

Terdapat korelasi positif sangat lemah dan tidak signifikan antara motivasi intrinsik dengan pretest 2, responsi dan nilai akhir praktikum Patologi Anatomi Blok

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif dengan motivasi

“ Hubungan Antara Motivasi Intrinsik Dan Ekstrinsik Dengan Pendapatan Pedagang Kaki Lima Dijalan Untung Surapati Dan Syamanhudi Kabupaten Jember ” guna memenuhi salah

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi intrinsik dan locus of control internal dengan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Motivasi

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi intrinsik dan locus of control internal dengan

Jadual 8: Korelasi Min Gaya Berkumpulan dengan Motivasi Intrinsik Motivasi Instrinsik Gaya Berkumpulan Pearson Correlation Sig N 0.67** 0.00 521 ** Correlation is significant at