• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.1.1 Pengertian IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.1.1 Pengertian IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan M"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.1.1.1 Pengertian IPA

IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta

isinya. Hal ini berarti IPA mempelajari semua benda yang ada di alam, peristiwa, dan gejala-gejala yang muncul di alam. Ilmu dapat diartikan sebagai suatu pengetahuan yang bersifat objektif. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif tentang alam sekitar beserta isinya.

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa latin yaitu scienta yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam bahasa indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural science yang dalam bahasa indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). Dalam kamus fowler (1951), natural science didefinisikan sebagai: systematic and formulated knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation and induction (yang diartikan bahwa ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai: pengetahuan yang sistematis dan disusun dengan menghubungkan gejala-gejala alam yang bersifat kebendaan dan didasarkan pada hasil pengamatan dan induksi). Sumber lain menyatakan bahwa natural science didefinisikan sebagai piece of theoretical knowladge atau sejenis pengetahuan teoritis.

(2)

pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala-gejala alam. Dengan demikian, pada hakikatnya IPA merupakan ilmu pengetahuan tentang gejala alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip dan hukum yang teruji kebenaranya dan melalui suatu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah .

IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala

sesuatu yang ada di alam. IPA mempunyai beberapa pengertian berdasarkan cara pandang ilmuwan bersangkutan mulai dari pengertian IPA itu sendiri, cara berfikir IPA , cara penyelidikann IPA sampai objek kajian IPA. Adapun pengertian IPA menurut Trowbridge and Bybee (1990) sains atau IPA merupakan representasi dari hubungan dinamis yang mencakup tiga faktor utama yaitu the extant body of scientific knowledge, the values of science and the method and procecces of science” yang artinya sains merupakan produk dan proses , serta mengandung nilai-nilai. IPA adalah hasil interpretasi tentang dunia kealaman. IPA sebagai proses/metode penyelidikan meliputi cara berpikir, sikap dan langkah-langkah kegiatan scientis untuk untuk memperoleh produk-produk IPA, misalnya observasi, pengukuran, merumuskan, menguji hipotesa, mengumpulkan data, bereksperimen dan prediksi. Pendidikan IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, (KTSP, 2006).

Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (Wiji Suwarno, 2008: 58) bahwa anak membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalaman- pengalamannya. Piaget membedakan perkembangan

kognitif seorang anak menjadi empat taraf, yaitu : a. Taraf sensori motor (0- 2 th),

b. Taraf pra-operasional (2- 7 th),

(3)

Walaupun ada perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan, tetapi teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan.Piaget (Wiji Suwarno, 2008: 58) menyatakan peran guru sebagai fasilitator, bukan sebagai pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa-siswanya dan membantu siswa menghubungkan antara apa yang sudah

diketahui siswa dengan apa yang sedang dan akan dipelajari (Abruscato, 1999). Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Adapun tujuan pembelajaran IPA di SD adalah membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “cara mengerjakan” yang dapat membantu siswa dalam memahami alam sekitar, sedang secara rinci tujuan pembelajaran sains di Sekolah Dasar (Maslichah Asy’ari, 2006: 23) yakni sebagai berikut.

a. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi, masyarakat

b. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

c. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains

yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan seharihari

(4)

e. Menghargai alam sekitar dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaanNya

Dalam Permendiknas no.22 tahun 2006 tujuan pembelajaran IPA agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa bedasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat

d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan

e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam

f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segalaketeraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan

g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan

2.1.1.3 Ruang Lingkup IPA

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana

(5)

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Isjoni dan Mohd.Arif Ismail (2008:134) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu kelompok atau satu tim.

Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:42) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.

Robert E.Slavin (2009:8) mengemukakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang

beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Anita Lie (2008:28) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah “pembelajaran gotong royong”. Yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas

yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2008:31) mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan:

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun

tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan

mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan

(6)

Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3. Tatap muka

Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi

yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif

Menurut Arends (2004:356), model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.

(7)

c. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada peserta didik. Peserta didik dapat saling membelajarkan sesama peserta didik lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif dari

pada pembelajaran oleh guru.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa saling bekerjasama dalam kelompok dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa belajar lebih aktif, serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara optimal guna pencapaian tujuan belajar. Dalam hal ini siswa bekerjasama dan belajar dalamkelompok serta bertanggung jawab pula terhadap kegiatan belajar siswa lain dalam kelompoknya.

2.1.3 Model Students Teams Achievement Divisions (STAD)

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di universitas John Hopkins. Menurut Slavin (2007) model STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, dan banyak subyek lainnya pada tingkat sekolah dfasar sampai perguruan tinggi.

Dalam STAD siswa dibagi dalam kelompok beranggotakan maksimal 4 orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa dalam kelompok memastikan bisa menguasai pelajaran tersebut. Dan sampai akhirnya siswa melakukan evaluasi berupa kuis.

(8)

mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Para siswa diberikan waktu bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru.

Tetapi siswa tidak diperbolehkan saling membantu dalam mengerjakan kuis. Para siswa mungkin bekerja berpasangan dan mungkin bertukar jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan dan saling membantu satu sama lain. Mereka mengajari teman sekelompok dan menafsir kelebihan dan kekurangan mereka

untuk berhasil menjalani tes. Adapun langkah-langkah pembelajaran model STAD adalah sebagai berikut:

1. Pengajaran

Tujuan utama dari pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran dengan penekanan dalam penyajian materi pelajaran.

a) Pembukaan

1. Menyampaikan pada siswa apa yang hendak mereka pelajari dan mengapa hal itu penting. Timbulkan rasa ingin tahu siswa dengan demonstrasi yang menimbulkan teka-teki, masalah kehidupan nyata, atau cara lain.

2. Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menemukan konsep atau merangsang keinginan mereka pada pelajaran tersebut. 3. Ulangi secara singkat ketrampilan atau informasi yang merupakan syarat mutlak.

b) Pengembangan

1. Kembangkan materi pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari

siswa dalam kelompoknya.

2. Pembelajaran kooperatif menekankan, bahwa belajar adalah memahami makna bukan hafalan.

(9)

4. Memberi penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah. 5. Beralih pada konsep yang lain jika siswa telah memahami pokok masalahnya. c) Latihan Terbimbing

1. Menyuruh semua siswa mengerjakan soal atas pertanyaan yang diberikan. 2. Memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan soal. Hal ini bertujuan supaya semua siswa selalu mempersiapkan diri sebaik mungkin. 3. Pemberian tugas kelas tidak boleh menyita waktu yang terlalu lama. Sebaiknya siswa mengerjakan satu atau dua masalah (soal) dan langsung diberikan umpan

balik.

2. Belajar Kelompok

Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih ketrampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok.

Pada saat pertama kali guru menggunakan pembelajaran kooperatif, guru juga perlu memberikan bantuan dengan cara menjelaskan perintah, mereview konsep atau menjawab pertanyaan.

Selanjutnya langkah-langkah yang dilakukan guru sebagai berikut :

1. Mintalah anggota kelompok memindahkan meja / bangku mereka bersama sama dan pindah dalam kelompok.

2. Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok. 3. Bagikan lembar kegiatan siswa.

4. Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri dan

(10)

5. Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka mempunyai pertanyaan, mereka seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru. 6. Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru

sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya.

3. Kuis

Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.

4. Penghargaan Kelompok

(11)

Tabel 1

Sintaks Pembelajaran Dengan Model STAD

No Langkah-langkah Perlakuan guru

1 Presentasi kelas - Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

- Guru menjelaskan mekanisme pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran tipe STAD

2 Kerja Tim/Kelompok - Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen, dengan jumlah setiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 siswa.

- Guru memberikan tugas yang harus dikerjakan semua anggota kelompok.

3 Kuis - Guru memberikan soal yang sudah dibuat bedasarkan materi yang telah diberikan

4 Penghargaan - Guru melakukan perhitungan skor dan mengumumkan serta memberikan

penghargaan untuk siswa yang memperoleh skor terbaik.

Metode STAD mempunyai kelebihan dan kekurangan, berikut ini adalah

kelebihan dan kekurangan metode STAD. Menurut Slavin kelebihan dan kekurangan metode STAD adalah sebagai berikut.

1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma norma kelompok.

(12)

3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan diantaranya sebagai berikut:

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai

target kurikulum.

2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak maumenggunakan pembelajaran kooperatif.

3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.

4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

2.1.4 Media Pembelajaran

2.1.4.1 Pengertian Media

Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari ”medium” yang secara harfiah berarti ”perantara” atau ”pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya (Sadiman, Raharja, Haryono, dan Rahadjito, 1984:6).

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab VII Standar Sarana dan Prasarana, pasal 42 menegaskan bahwa (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, (2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan

(13)

daya dan jasa, tempat olahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/ tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Media pendidikan memegang peranan penting dalam pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih mudah dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan. Pengertian media menurut Smaldino, Sharon E, James D Russel, Koher Heinich, & Michael Molenda (2002: 9) dalam Parmin (2009:24) adalah sebagai berikut :

A Medium (plural, media) is a means of communication and source of

informatian. Derived from the latin word meaning " between " the term refers to

anythin that carries information between a source and receiver. Examples include

video, television, diagram, printed materials, computers program, and instructor.

These are considered instructional media when they provide message with an

instructional purpose. The purpose of media is to facilitate communication and

learning.

(Media adalah persamaan dari komunikasi dan sumber informasi. Diperoleh dan kata latin disamakan dengan " perantara " tempat penghubung sesuatu yang membawa informasi diantara sumber dan penerima. Dengan mempertimbangkan media pembelajaran yang menyediakan pesan untuk untuk tujuan pembelajaran. Tujuan dari media untuk memfasilitasi komunikasi dan pembelajaran).

Sebagai salah satu komponen pembelajaran, media tidak bisa luput dari pembahasan sistem pembelajaran secara menyeluruh. pemanfaatan media seharusnya merupakan bagaian yang harus mendapatkan perhatian guru dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun kenyataannya bagian inilah yang masih sering terabaikan dengan berbagai alasan. Alasan yang sering muncul antara lain:

(14)

Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh. Akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi dengan media yang kita pilih. Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya adalah sudah tersediakah media tersebut di sekolah atau di pasaran? Jika sudah tersedia, maka

kita tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan temyata belum tersedia, mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan tersebut.

Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

1.Fungsi Media

Media memiliki beberapa fungsi diantaranya :

a. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknya lah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa

dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audiovisual dan audial.

(15)

besar, obyek terlalu kecil,obyek yang bergerak terlalu lambat, obyek yang bergerak terlalu cepat, obyek yang terlalu kompleks, obyek yang bunyinya terlalu halus, obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.

c. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.

d. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.

e. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis. f. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.

g. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar. h. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang

konkrit sampai dengan abstrak.

Dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Sedangkan metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan interaksi antara siswa dengan lingkungan, fungsi media dapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran. Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach & Ely dalam Ibrahim, et.al., 2001) adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan, dan menampilkan kembali suatu obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.

b. Kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali

(16)

c. Kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau radio.

Media sebagai alat bantu yang digunakan guru untuk: memotivasi belajar peserta didik, memperjelas informasi/pesan pengajaran, memberi tekanan pada bagian-bagian yang penting, memberi variasi pengajaran, dan memperjelas

struktur pengajaran.

Di sini media memiliki fungsi yang jelas yaitu memperjelas, memudahkan

dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi belajarnya dan mengefisienkan proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, di mana 11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83% lewat indera penglihatan. Di samping itu dikemukakan bahwa kita hanya dapat mengingat 20% dari apa yang kita dengar, namun dapat mengingat 50% dari apa yang dilihat dan didengar.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media merupakan alat yang dapat membantu dalam proses penyampaian pesan kepada pihak lain. Sebuah pesan yang disampaikan tentunya akan lebih bermakna apabila pesan tersebut dapat dipahami dengan baik oleh penerima pesan tersebut. Peran media dalam penyampaian pesan sangat besar, pesan yang disampaikan dengan media yang menarik penerima pesan akan lebih cepat memahami pesan tersebut.

2.Jenis-jenis media :

Media cukup banyak macamnya, Ada media yang hanya dapat dimanfaatkan bila ada alat untuk menampilkanya. Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran, pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat juga ditinjau dari jenisnya, yaitu dibedakan menjadi media audio, media

(17)

b. Media Visual :

Media visual diam : foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi, kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip) , transparansi, mikrofis, overhead proyektor, grafik, bagan, diagram, sketsa, poster, gambar kartun, peta, dan globe.

Media visual gerak : film bisu. c. MediaAudio-visual

Media audiovisual diam : televisi diam, slide dan suara, film rangkai dan suara , buku dan suara.

Media audiovisual gerak : video, CD, film rangkai dan suara, televisi, gambar dan suara.

d. Media Serba aneka :

Papan dan display : papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan magnetik, white board, mesin pangganda.

Media tiga dimensi : realia, sampel, artifact, model, diorama, display. Media teknik dramatisasi : drama, pantomim, bermain peran,

demonstrasi,pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi.

Sumber belajar pada masyarakat : kerja lapangan, studi wisata, perkemahan. Belajar terprogram Komputer

e. Media yang tidak memerlukan keahlian khusus misalnya : Papan tulis / whiteboard, Transparansi (OHT), Bahan cetak ( buku, modul, handout ). f. Media yang memerlukan keahlian khusus : Program audio visual

Program slide, Microsoft Powerpoint, Program internet. 3.Cara Memilih Jenis Media untuk Pembelajaran

Media adalah merupakan sarana dalam peningkatkan kegiatan proses

(18)

1) Tujuan yang ingin dicapai

Media yang dipilih haruslah yang menunjang pencapaian tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. dan ini merupakan syarat utama di dalam memilih media pembelajaran.

2) Ketepatgunaan

Media yang dipilih haruslah disesuaikan dengan aspek yang hendak dipelajari (aspek gerak atau aspek diam), bila gerak misalnya, maka media yang cocok adalah film atau sejenisnya.

3) Keadaan anak didik

Dalam memilih haruslah dipertimbangkan akan tingkat kemampuan anak didiknya dan besar kecilnya kelompok pemakai.

4) Ketersediaan

Hendaklah dalam memilih media dipertimbangkan akan kemudahan dalam mendapatkan media tersebut serta dalam menggunakan.

5) Mutu Teknis

Media yang dipilih haruslah dapat dioperasionalkan dengan baik dan tidak membahayakan diri pemakainya.

6) Biaya

Diusahakan serendah mungkin dalam mewujudkan media tersebut, tetapi memiliki efektivitas yang tinggi.

Dalam proses pembelajaran tentunya tidak semua berjalan dengan sempurna, ada hambatan-hambatan yang dialami. Hambatan-hambatan komunikasi dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut (Santyasa : 2007) :

a. Verbalisme, artinya siswa dapat menyebutkan kata tetapi tidak mengetahui artinya. Hal ini terjadi karena biasanya guru mengajar hanya dengan penjelasan lisan (ceramah), siswa cenderung hanya menirukan apa yang

dikatakan guru.

(19)

c. Perhatian tidak terpusat, hal ini dapat terjadi karena beberapa hal antara lain ; gangguan fisik, ada hal lain yang lebih menarik mempengaruhi perhatian siswa, siswa melamun, cara mengajar guru membosankan, cara menyajikan bahan pelajaran tanpa variasi, kurang adanya pengawasan dan bimbingan guru.

d. Tidak terjadinya pemahaman, artinya kurang memiliki kebermaknaan logis dan psikologis. Apa yang diamati atau dilihat, dialami secara terpisah. Tidak terjadi proses berpikir yang logis mulai dari kesadaran

hingga timbulnya konsep.

Pengembangan media pembelajaran hendaknya diupayakan untuk memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan berusaha menghindari hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran. Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut (Santyasa : 2007) :

a. Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan perantaraan gambar, potret, slide, film, video, atau media yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang benda/ peristiwa sejarah.

b. Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang. Misalnya, video tentang kehidupan harimau di hutan, keadaan dan kesibukan di pusat reaktor nuklir, dan sebagainya.

c. Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya dengan perantaraan paket siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bendungan dan kompleks pembangkit listrik, dengan slide dan film siswa memperoleh

gambaran tentang bakteri, amuba, dan sebagainya.

(20)

e. Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret, slide, film atau video siswa dapat mengamati berbagai macam serangga, burung hantu, kalelawar, dan sebagainya.

f. Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati. Dengan slide, film, atau video siswa dapat mengamati pelangi, gunung meletus, pertempuran, dan sebagainya.

4.Kriteria Pemilihan Media

Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Secara umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan sebagai berikut.

1) Tujuan

Apa tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk ranah kognitif, afektif, psikomotor, atau kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan kita pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.

2) Sasaran didik

Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya. Apabila kita

(21)

3) Karakteristik media yang bersangkutan

Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai? Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasamya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut.

4) Waktu

Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia/yang kita memiliki, cukupkah? Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran? Tak ada gunanya kita memilih media yang baik, tetapi kita tidak cukup waktu untuk mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi, media yang telah kita buat dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajaran temyata kita kekurangan waktu.

5) Biaya

Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Apalah artinya kita menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya yang kita perlukan untuk membuat, membeli atau menyewa media tersebut? Bisakah kita mengusahakan biaya tersebut/apakah besarnya biaya seimbang dengan tujuan belajar yang hendak

dicapai? Tidak mungkinkah tujuan belajar itu tetap dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah alternatif media lain yang lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan belajar? Media yang mahal belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar dibandingkan media sederhana dan murah.

(22)

Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di pasaran? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, pertanyaan berikutnya adalah tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses terjadinya gerhana matahari memang lebih efektif disajikan melalui media video. Namun karena di sekolah tidak ada video player, maka sudah cukup bila digunakan alat peraga gerhana matahari.

7) Konteks penggunaan

Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal? Dalam hal ini kita perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.

8) Mutu Teknis

Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain. Bagaimana mutu teknis media tersebut, apakah visual jelas, menarik, dan cocok? Apakah suaranya jelas dan enak didengar? Jangan sampai hanya karena keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang bermutu kita paksakan penggunaannya.

2.1.4.2 Media Realia

Kajian psikologis menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum konkrit– abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat menurut beberapa ahli (dalam Lies Malaiati, 2010:21).

Pertama, Jerome Bruner bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic

(23)

menggunakan kata-kata (symbolik representation). Hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa.

Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak.

Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa

sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siswa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan simbol. Jenjang konkrit-abstrak ini ditunjukkan dengan bagan dalam bentuk kerucut pengalaman (cone of experiment).

Dalam menentukan jenjang konkrit ke abstrak antara Edgar Dale dan Bruner pada diagram jika disejajarkan ada persamaannya, namun antara keduanya sebenarnya terdapat perbedaan konsep. Dale menekankan siswa sebagai pengamat kejadian sehingga menekankan stimulus yang dapat diamati, Bruner menekankan pada proses operasi mental siswa pada saat mengamati obyek.

Media realia merupakan media yang ditampilkan merupakan benda nyatanya. Pengguanaan media realia lebih mendekatkan peserta didik (penerima pesan) dengan benda nyatanya sehingga akan semakin mudah memahaminya. ”Akan tetapi sebenarnya suatu benda asli merupakan benda yang paling tepat guna, dibandingkan tiruannya”. (Latuheru, 1988:52).

Media pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi nyata atau merupakan benda nyata akan memberikan pengalaman tersendiri bagi peserta didik yang tidak akan mudah dilupakan. Dengan melihat sendiri benda nyatanya maka diharapkan peserta didik akan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata dan bukan hanya secara teori yang dipahaminya, namun benda

(24)

dikumpulkan dari hasil perjalanan karya wisata, dibandingkan dengan melihat difilm strip mengenai kehidupan binatang tersebut”. (Sudjana, dan Rival, 1990:196).

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan opersi konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut : (1) Mulai memandang dunia secara obyektif, bergeser dari suatu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara berpikir operasional untuk

mengklasifikasikan benda-benda, (4) Mempergunakan hubungan sebab-akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat. Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, CV. Timur Putra Mandiri, 2006). Kecenderungan belajar anak usia SD memiliki tiga ciri, yaitu :

a. Konkrit

Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan kebenarannya lebih dapat dipertanggung jawabkan.

b. Integratif

Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal yang umum ke bagian demi bagian.

c. Hierarkis

(25)

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan dan kedalaman materi.

Menggunakan media realia tidak selalu tepat dan baik, karena terkadang terhambat dengan biaya dan benda aslinya. Sebagai contoh untuk menunjukkan bentuk bumi, tentunya akan merasa kesulitan apabila tanpa adanya bantuan media lainnya seperti media gambar (globe).

Penggunaan media realia merupakan alat peraga yang paling tepat karena peserta didik dapat langsung mengamati benda aslinya/nyatanya. Dalam

penggunaan media realia/benda nyata ini terdapat kelebihan dan keterbatasan. Diantara kelebihan-kelebihan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Dapat memperlihatkan seluruh atau sebagian besar rangsangan yang relevan dari kerja, dengan biaya yang sedikit.

b. Dapat memberikan kesempatan yang semaksimal mungkin pada siswa untuk melaksanakan tugas-tugas nyata, atau tuga-tugas simulasi dan mengurangi transfer belajar.

c. Memudahkan pengukuran penampilan siswa, bila ketangkasan fisik atau ketrampilan koordinasi diperlukan dalam pekerjaan.

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan melatih ketrampilan manipulatif mereka dengan menggunakan indera peraba. Dari kelebihan-kelebihan penggunaan media realia, ada keterbatasan-keterbatasan penggunaan media tersebut, yaitu:

a. Tidak selalu memberikan gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga pengajaran harus didukung dengan media lain.

b. Sulit untuk mengontrol hasil belajar, karena konflik-konflik yang mungkin terjadi dengan pekerjaan atau dengan lingkungan kelas.

c. Seringkali dapat menimbulkan bahaya bagi siswa atau orang lain dalam lingkungan kerja.

(26)

e. Seringkali sulit mendapatkan tenaga ahli untuk menangani latihan kerja, mengambil tenaga ahli dari pekerjaannya untuk melatih yang lain dapat menurunkan produktivitasnya.

Setiap media yang digunakan dalam pembelajaran akan mencapai keberhasilan apabila sesuai dengan materi yang tepat. Media realia mempunyai kelebihan dan keterbatasan, namun apabila disesuaikan dengan materi yang akan digunakan maka dapat mngurangi keterbatasan yang terjadi.

Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan

fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah di harapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Agus. S, 2003: 11).

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam. IPA merupakan pengetahuan mempunyai kebenaran melalui metode ilmiah baik secara induktif ataupun deduktif.

2.1.5 Sintaks Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Realia

Tabel 2

Sintaks Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Realia

No Langkah-langkah Perlakuan guru

1 Presentasi kelas - Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

- Guru menjelaskan mekanisme pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran tipe STAD - Guru menyampaikan materi dengan bantuan

(27)

-2 Kerja Tim/Kelompok - Guru membentuk siswa menjadi beberapa kelompok secara heterogen, dengan jumlah setiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 siswa.

- Guru memberikan tugas yang harus dikerjakan semua anggota kelompok.

3 Kuis - Guru memberikan soal yang sudah dibuat bedasarkan materi yang telah diberikan

4 Penghargaan - Guru melakukan perhitungan skor dan mengumumkan serta memberikan penghargaan untuk siswa yang memperoleh skor terbaik.

2.1.6 Hasil Belajar

2.1.6.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan dilakukan oleh setiap orang untuk memperoleh suatu pengetahuan baru. Piaget (dalamDimyati, Mujiono, 2006:13) berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungannya dan lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelek semakin berkembang. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir.

Menurut Slameto belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

(28)

lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan pada kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Nana Sudjana (2010:2) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya.

Menurut Oemar Hamalik dalam Restika (2009:46), hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini menurut Suharsimi Arikunto dalam Restika (2009:46) bertujuan untuk melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan.

Dick dan Reiser (1989:11) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas empat macam yaitu: pengetahuan, ketrampilan intelektual, ketrampilan motorik dan sikap.

Keberhasilan belajar dapat dilihat dan diketahui berdasarkan perubahan perilaku setelah diadakan kegiatan belajar, sebagaimana dikemukakan oleh Winkel (2005), bahwa hasil belajar mencakup tiga kemampuan, yaitu

a. Kemampuan Kognitif yaitu hasil belajar yang berkenaan dengan pemahaman pengetahuan dan pengertian padasuatumateri

b. Kamampuan Afektif yaitu tahap-tahap perubahan sikap, nilai, dan kepribadian setelah mendapatkan pengetahuan dari proses belajar

(29)

dalam tingkah laku fisik (sekumpulan ketrampilan dalambidang tertentu). 2.1.6.2 Pengertian Hasil Belajar

Slameto (2003:2) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannyasendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sementara itu Moh. Uzer Usman dalam Restika Parendrati (2009:47), menyatakan bahwa hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil

interaksi antara berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain:

1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal), meliputi:

a. Faktor jasmaniah (Fisiologi), seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna.

b. Faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal), meliputi:

a. Faktor sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok.

b. Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar. d. Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.

Berdasarkan uraian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar. Hasil

(30)

2.1.6.3 Hubungan Model STAD dengan hasil belajar

Hubungan adalah keterkaitan antara satu hal dengan hal yang lain. Begitu juga hubungan antara model pembelajaran STAD dengan hasil belajar. Kedua hal tersebut sangat berkaitan. Disini dapat dilihat bahwa model pembelajaran STAD adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok belajar,selanjutnya siswa akan melakukan kuis.Setelah itu siswa yang paling banyak mengumpulkan point maka siswa tersebut berhak mendapat hadiah dari

guru.Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan berbagai cara, salah satunya melakukan evaluasi dengan memberikan kuis.Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran. Hasil dari evaluasi ini digunakan untuk memantau hasil belajar dari siswa. Evaluasi bisa berupa tes pilihan ganda atau uraian. Soal evaluasi dikerjakan oleh masing-masing siswa, yang nantinya akan dinilai dan itu merupakan hasil belajar dari siswa. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku dari yang tahu menjadi tahu. Sehingga antara model pembelajaran STAD dengan hasil belajar tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, kalau sebagai guru mampu melaksanakan pembelajaran model STAD dengan baik, dapat membuat siswa lebih aktif, maka hasil belajar siswa akan baik pula. Berbeda pula jika guru melaksanakan proses pembelajaran dengan asal-asalan, maka hasil belajar siswa tidak bisa memuaskan. Jadi, pelaksanaan model pembelajaran STAD sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Mujiono (2011), yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas 5

Materi Alat Pernapasan pada Manusia Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD berbantuan media realia di SDN Tanjung 02”. Hasil penelitian yang

(31)

guru dengan kriteria B. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan model kooperatif tipe STAD melalui media realia dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 materi alat pernapasan pada manusia di SDN tanjung 02 tahun ajaran 2011/2012.

Purnomo (2011) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar pada Siswa Kelas 5 Materi Bangun Ruang melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD di SDN mangunrejo 02 Tegal”. Penelitian yang dilakukan merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini

dilakukan melalui dua siklus dimana tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 5 SDN mangunrejo 02 Tegal. Hasil penelitian yang diperoleh dari penilaian hasil belajar siswa kelas 5 pada siklus I yaitu: (1) rata-rata kelas 67,29; (2) ketuntasan belajar secaraklasikal 70,83%; (3) rata-rata aktivitas siswa 73,19%; (4) nilai performansi guru 83,80% dengan kriteria AB. Hasil belajar pada siklus II yaitu : (1) rata-rata kelas 77,27; (2) ketuntasan belajar secara klasikal 90,90%; (3) rata-rata aktivitas siswa 79,65%; (4) nilai performansi guru 90,60% dengan kriteria A. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi Bangun Ruang (sifat dan jaring-jaring) pada siswa kelas 5 dan juga meningkatkan performansi guru di SDN Mangunrejo 02 Tegal tahun pelajaran 2011/2012.

Wahyuningsig Setyo (2012). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Energi Panas dan Energi Bunyi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

STAD Pada Siswa Kelas 4 di SD Negeri Balong Jepon Blora Semester 2 Tahun

Ajaran 2011/2012. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa pada KD mendeskripsikan energi panas dan energi bunyi di

(32)

ketuntasan klasikal dari kondisi prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu 39,28%:71,42%:92,86% yang berarti adanya peningkatan dari prasiklus ke siklus I yaitu sebesar 32,14% dan dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 53,58%. Perbandingan standar deviasi dari prasiklus, siklus I dan siklus II adalah 8,05 : 4,41 : 4,26. Perbandingan skor minimal dari prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu 62:80:82. Perbandingan skor maksimal dari prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu 90:95:98. Kelebihan dari penelitian ini adalah pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat karena kemampuan siswa

yang sudah terbiasa belajar dalam kelompok dan siswa mampu mengambil kesimpulan materi secara tepat. Kelemahannya siswa yang aktif lebih mendominasi diskusi pada saat merumuskan hipotesis serta mengambil kesimpulan. Selain itu siswa yang aktif cenderung mengontrol jalannya diskusi. Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut.

Dari tiga penelitian diatas, dapat dilihat bahwa setiap penelitian mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penelitian yang dilakukan oleh Mujiono (2011) membahas tentang pelajaran IPA kelas 5 dengan materi alat pernafasan manusia. Penelitian ini mengedepankan pada aktivitas dan hasil belajar siswa. Mujiono mengkombinasikan model STAD dengan media realia. Lembar penilaian yang digunakan yaitu lembar aktivitas siswa dan performansi guru. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan Purnomo yaitu pada pelajaran matematika kelas 4 dengan materi bangun ruang. Penelitian ini mengedepankan hasil belajar siswa. Lembar penilaian yang digunakan yaitu lembar aktivitas siswa dan performansi guru. Dan penelitian saya berbeda dengan tiga penelitian yang dilakukan Mujiono dan Purnomo. Penelitian ini pada pelajaran IPA siswa kelas 5. Materi yang akan diteliti tentang sifat-sifat cahaya. Penelitian ini mengedepankan tentang hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan lembar kerja individu,

lembar aktivitas guru dan hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa.

(33)

tentang hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan lembar kerja individu yang berupa kuis, lembar aktivitas guru dan hasil belajar afektif siswa.

2.3 Kerangka Berfikir

Hasil belajar IPA kelas 4 SDN Kemetul tergolong rendah. Hal ini terbukti dari hasil skor ketuntasan siswa pada TES semester I. SDN kemetul menetapkan KKM pada mata pelajaran IPA adalah 75. Dan masih banyak siswa yang mendapat nilai dibawah KKM.

Siswa kelas 4 SDN Kemetul masih banyak yang menganggap IPA sebagai

mata pelajaran yang tidak menyenangkan. Metode ceramah yang selalu diterapkan guru dalam pembelajaran, kurang menarik motivasi siswa dalam belajar. Siswa belajar secara individu sehingga tidak adanya kerja sama dalam meningkatkan hasil belajar IPA. Dalam pembelajaran, tidak ada kesempatan siswa yang berkemampuan lebih membantu belajar siswa lain. Jika terdapat siswa yang tidak menguasai materi dan malu bertanya kepada guru maka ia akan tertinggal dari teman lainnya.

Upaya agar siswa terdorong untuk aktif belajar, diantaranya adalah penyajian materi yang menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan semangat dan minat untuk belajar. Hal itu dapat dilakukan dengan mengubah model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa melakukan pembelajaran secara berkelompok. Dengan berkelompok siswa dapat saling membantu teman yang belum paham tentang materi. Setelah itu siswa melakukan kuis dan siswa yang mendapatkan poin tertinggi akan mendapat penghargaan dari guru.Oleh karena itu, pembelajaran tidak akan terkesan membosankan dan siswa akan termotivasi untuk mendapatkan poin sebanyak-banyaknya. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA kelas 4 SDN Kemetul.

(34)
(35)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas, penelitian ini diharapkan dapat membawa perubahan kearah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran terutama pelajaran IPA pada siswa kelas 4 SDN Kemetul. Sehingga dapat diajukan sebuah hipotesis tindakan sebagai berikut:

“Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe (Student Team Achivement Division) STAD berbantuan media Realia diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN Kemetul Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014”.

Gambar

Tabel  1 Sintaks Pembelajaran Dengan Model STAD
Tabel  2 Sintaks Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Berbantuan
gambar  1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Lampiran 3.5: Penyusunan Laporan Pembimbingan dan Pelatihan Kepala Sekolah dalam Menyusun Program Sekolah, Rencana Kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah,

Skripsi berjudul “Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Angka Kesakitan Malaria: Studi di Provinsi Lampung” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dilaksanakan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar