SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana armasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Elisabeth Kartika Tri Widianingsih 058114146
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
EVALUASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs)
PADA
PENGOBATAN HIPERTENSI PASIEN PRE-EKLAMPSIA DI
INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA PERIODE TAHUN 2007-2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Elisabeth Kartika Tri Widianingsih 058114146
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
v
walaupun tak mudah meraihnya….
Tetaplah tersenyum….(Song By : Ipang “Teruslah Bermimpi”)
Karya ini kupersembahkan
untuk :
Jesus Kristus AndalanKu….
Ayahku yang kini ada disisi
Mu….
Ibuku…..
Kakak-kakakku….
Pasanganku….
Sahabat-sahabat dan
Almamaterku….
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Baik yang telah berkenan memberikan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008“. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:
1. Tuhan Jesus Christ yang selalu menemani dan membangkitkan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingannya selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu dr. Fenty M.Kes., Sp.PK. selaku dosen pembimbing atas arahan, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.
vii
6. Direktur Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk penulis dapat melakukan penelitian.
7. Kepala beserta staf Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit) dan Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Dr. Sardjito Yogyakarta (Ibu Nani, Ibu Mamik, Pak Dirman, Ibu Dari, dr. Endang) atas bantuan dan dukungannya. 8. Seluruh pasien pre-eklampsia Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Segenap dosen pengajar, staf sekretariatan serta laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Ayahku Agustinus Samino yang selalu dihatiku dan selalu memberikan dorongan, semangat, kekuatan dari dari sisi Mu dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Kakaku Gabriel Sigit Dewantara yang selalu memberikan arahan, dukungan, fasilitas, dan semangat dalam menyalesaikan skripsi ini.
viii
13. Ingnatius Alfa Mardhiprasetya atas dukungan, semangat yang menguatkan, bimbingan, suka dan duka yang dijalani bersama dalam setiap langkah hidup penulis.
14. Seluruh keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas dukungan, kasih sayang dan doanya.
15. Presty Arma, Aloyna Rebha, Shinta Visitasia, dan Lya Devitasari atas semangat, dukungan, persahabatan, kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama penulis dan dalam menyalesaikan skripsi ini.
16. Elisabeth Estelita, Suster Bernadetta, Tara, Widyanita, Agnes, Rani, Maria Endah, Eva Wibowo, Ana S., dan Dinda atas dukungan, bantuan, dan kebersamaan yang telah dilalui dalam suka dan duka bersama penulis.
17. Seluruh teman-teman Farmasi angkatan ‘05 pada umumnya, teman-teman FKK ’05 pada khususnya, teman-teman KKN USD kel. 22 angkatan XXXVIII, dan teman-teman alumni SMA Steladuce Bantul atas kebersamaan yang telah dilalui bersama.
18. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis.
Semoga Tuhan Yang Maha Baik selalu memberikan berkat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi yang membaca.
Yogyakarta, 02 Januari 2010
xi
berkaitan dengan rawat inap. Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, pre-eklampsia menduduki urutan 7 dan pada pre-eklampsia ringan diurutan 16 dari 20 besar kasus penyakit kandungan dan kebidanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi adanya drug related problems (DRPs), dan melihat outcome pasien pre-eklamsia setelah menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2007-2008.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Tahapan dalam menyalesaikan penelitian ini yaitu: persiapan, pengumpulan data, dan analisis data. Data didapat dari rekam medik (MR), dianalisis dengan melihat gambaran pengobatan hipertensi pasien pre-eklamsia, mengevaluasi adanya drug related problems (DRPs), danmelihat outcome pasien pre-eklamsia.
Kasus yang ditemukan adalah sebanyak 29 kasus. Prosentase umur 20-34 tahun sebesar 59%, cara persalinan pervaginal sebesar 69 %, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg sebesar 66 %, tekanan darah diastolik 80-109 mmHg sebesar 83 %, prosentase magnesium sulfat sebesar 95 % sedangkan untuk diazepam sebesar 5 %, dan nilai kadar hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak normal. Penggunaan antihipertensi terdapat empat kelompok obat yaitu nifedipin sebesar 78%, metildopa sebesar 11 %, kaptopril sebesar 7 %, dan furosemid sebesar 3 %. Hasil evaluasi menunjukkan DRPs interaksi obat yaitu sebesar 4 kasus, butuh obat 1 kasus, tidak butuh obat 2 kasus. Sebanyak 27 kasus pasien meninggalkan rumah sakit dalam keadaan membaik.
xii
ABSTRAK
Drug related problems (DRPs) occurred about one-third part related to hospitalization. Based on at RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, pre-eclampsia and ranked 7th in mild pre-eclampsia at number 16 of the 20 major cases of pregnancy and gynecological diseases.This study aims to evaluate the drug related problems (DRPs), and the output of pre-eclampcia patients after undergoing hospitalization in RSUP Dr. Yogyakarta Sardjito period 2007-2008.
This is a non-experimental research design and descriptive retrospective evaluative. Stages in completing this research are: preparation, data collection and data analysis. Data obtained from medical record (MR), analyzed treatment of pre-hypertension patients eklamsia, evaluate the drug related problems (DRPs), and the output pre-eklamsia patients.
Cases of pre-eklamsia patients are 29 cases. The largest percentage of age at the age of 20-34 years is 59%, which means labor pervaginal for 69% (20 cases), systolic blood pressure ≥ 160 mm Hg in the amount of 66%, diastolic blood pressure of 80-109 mmHg for 83%, the percentage of magnesium sulfate in the amount of 95% whereas for diazepam by 5% to prevent seizures, and the value of content laboratory results abnormal. The use of antihypertensive drug there are four groups of nifedipin 78%, 11% metildopa, captopril for 7%, and 3% furosemid. Evaluation results show that drug interactions DRPs for 2 cases, the drugs needed for 4 case does not need a drug that is for 1 case. As much as 27 cases patient to leave hospital in good condition.
xiii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….iii
HALAMAN PENGESAHAN……….iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….………..v
PRAKATA…………..………vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….ix
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI………..x
INTISARI………...……….xi
ABSTRACT………..………...…....xii
DAFTAR ISI………...……..xiii
DAFTAR TABEL……….xvi
DAFTAR GAMBAR………...…….………xxi
DAFTAR LAMPIRAN………xxii
BAB I. PENGANTAR………....1
A. Latar Belakang………...1
1. Permasalahan……..………..3
2. Keaslian Penelitian………...3
3. Manfaat Penelitian……….………...………...4
a. Manfaat Teoritis...……….………...………..4
b. Manfaat Praktis………..4
xiv
1. TujuanUmum………...………....4
2. Tujuan Khusus………...………..4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA……….………..6
A. Drug Related Problems………..6
B. Pre-eklampsia………..………...………8
1. Definisi……….8
2. Etiologi….………..………...……….10
3. Patogenesis………...………..10
4. Manifestasi Klinis………...………..….14
5. Diagnosis ………...……….…...14
6. Pencegahan……….…17
7. Strategi Terapi……...……….…....19
C. Terapi Obat Antihipertensi……….……..23
BAB III. METODE PENELITIAN……..………..29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………...29
B. Definisi Operasional………..…………..……….29
C. Subyek Penelitian……….30
D. Bahan Penelitian…..……….30
E. Lokasi Penelitian………..31
F. Tata Cara Penelitian……….31
a. Persiapan………31
b. Pengumpulan Data………...………..31
xv
A. Gambaran Karakteristik..……….……34
1. Prosentase Umur……….…...…34
2. Distribusi Macam Persalinan………...………..35
3. Distribusi Tekanan Darah Sistolik………...………...…….………..36
4. Distribusi Tekanan Darah Diastolik ……….….………37
5. Perbandingan Terjadinya Pre-eklampsia ………...………….…..….38
6. Gambaran Data Laboratorium………..……..…39
B. Profil Obat………....40
1. Berdasarkan Kelas Terapi………..………...…...40
2. Golongan Obat Antihipertensi………...……..………42
C. Evaluasi DRPs………..…45
BAB V. Kesimpulan Dan Saran……….……….…52
A. Kesimpulan………..52
B. Saran……….53
DAFTAR PUSTAKA………..54
LAMPIRAN……….56
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Uji Diagnostik Pre-eklampsia………...………...17 Tabel II. Obat Antihipertensi yang Dapat digunakan Pada Pre-eklampsia...21 Tabel III. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Ibu Hamil...24 Tabel IV. Hasil Analisis DRPs yang Terjadi Pada Pengobatan Hipertensi
Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008……...46 Tabel V. Kejadian DRPs Butuh Obat (need of additional Drug therapy)
Pada Pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...46 Tabel VI. Kejadian DRPs Tidak Butuh Obat (unnecessary Drug therapy)
Pada Pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun2007-2008…………...……47 Tabel VII. Kejadian DRPs Interaksi Obat Pada Pengobatan Hipertensi Pasien
Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………...48 Tabel VIII. Kajian DRPs Kasus 1 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...56 Tabel IX. Kajian DRPs Kasus 2 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
xvii
Tabel XI. Kajian DRPs Kasus 4 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...59 Tabel XII. Kajian DRPs Kasus 5 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...60 Tabel XIII. Kajian DRPs Kasus 6 Pengobatan Hipertensi Pada pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...61 Tabel XIV. Kajian DRPs Kasus 7 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...62 Tabel XV. Kajian DRPs Kasus 8 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...63 Tabel XVI. Kajian DRPs Kasus 9 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
xviii
Tabel XVII. Kajian DRPs Kasus 10 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...65 Tabel XVIII. Kajian DRPs Kasus 11 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...66 Tabel XIX. Kajian DRPs Kasus 12 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...67 Tabel XX. Kajian DRPs Kasus 13 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008.......68 Tabel XXI. Kajian DRPs Kasus 14 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...69 Tabel XXII. Kajian DRPs Kasus 15 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2007-2008...70 Tabel XXIII. Kajian DRPs Kasus 16 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
xix
Tabel XXV. Kajian DRPs Kasus 18 Pengobatan Hipertensi Pada pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...73 Tabel XXVI. Kajian DRPs Kasus 19 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...74 Tabel XXVII. Kajian DRPs Kasus 20 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...75 Tabel XXVIII.Kajian DRPs Kasus 21 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...76 Tabel XXIX. Kajian DRPs Kasus 22 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...77 Tabel XXX. Kajian DRPs Kasus 23 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
xx
Tabel XXXI. Kajian DRPs Kasus 24 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...79 Tabel XXXII. Kajian DRPs Kasus 25 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...80 Tabel XXXIII. Kajian DRPs Kasus 26 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...81 Tabel XXXIV. Kajian DRPs Kasus 27 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...82 Tabel XXXV. Kajian DRPs Kasus 28 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...83 Tabel XXXVI.Kajian DRPs Kasus 29 Pengobatan Hipertensi Pada Pengobatan
Hipertensi Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008...84
xxi
Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008……...…....……..34 Gambar 2 Diagram Prosentase Macam Persalinan Pasien Pre-eklampsia di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008……....36 Gambar 3. Diagram Prosentase Distribusi Tekanan Darah Sistolik Pasien
Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008……….…..37 Gambar 4. Diagram Prosentase Distribusi Tekanan Darah Diastolik Pasien
Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008……….…………..38 Gambar 5. Gambaran Perbandinan Terjadinya Pre-eklampsia………..……..39 Gambar 6. Gambaran Laboratorium Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008…………...……..40 Gambar 7. Diagram Prosentase Golongan Obat Antihiperteni Pasien
Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………...……….….……..41 Gambar 8. Diagram Prosentase Terapi Kejang Pasien Pre-eklampsia di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008………….…..42 Gambar 9. Diagram Outcome Pasien Pre-eklampsia di RSUP Dr. Sardjito
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
1
Penyakit Hipertensi dalam Kehamilan (HDK) termasuk pre-eklampsia dan eklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obsteri di Indonesia. Walaupun jauh menurun, angka mortibilitas dan mortalitas maternal dan perinatal akibat pre-eklampsia dan eklampsia masih tinggi dan merupakan salah satu dari ketiga penyebab utama kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi (Armanza dan Karkata, 2005).
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan dan sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre-eklamsia berat, bahkan eklampsia. Eklampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kejang (Wiknjosastro, 2002).
2
eklampsia-eklampsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal).
Drug related problems terjadi kira-kira sepertiga bagian yang
berkaitan dengan rawat inap. Adanya Drug related problems yang terjadi dalam pengobatan akan merugikan pasien. Drug related problems mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien, meningkatkan biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta meningkatkan rata-rata angka kematian pada pasien (Nguyen, 2000). Drug related problems pada pre-eklampsia dilakukan karena angka kejadian dibangsal inap obstetrik dan ginekologi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang cukup tinggi pada tahun 2002 yaitu sebesar 69 kasus, maka perlu dianalisis dengan DRPs.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disusun perumusan masalahnya seperti berikut dibawah ini :
a. Bagaimana gambaran karakteristik pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008?
b. Bagaimana gambaran pada pengobatan hipertensi pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008?
c. Apakah ada drug related problems yang meliputi: 1) Butuh obat (need of additional drug therapy) 2) Butuh obat yang jelas (unecessary drug therapy) 3) Obat salah (wrong drug)
4) Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dossage to low) 5) Pasien mendapat dosis yang berlebih (dossage to high)
6) Muncul efek yang tidak diinginkan (adverse drug reaction) atau efek samping dan adanya interaksi obat (drug interaction)
d. Bagaimana outcome pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008?
2. Keaslian Penelitian
4
yaitu “Pola Peresepan Pasien Hipertensi Gestasional Di Bangsal Rawat Inap Obstetrik dan Ginekologi Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2002”. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu yaitu karena lokasi penelitian berbeda, perbedaan periode tahun, dan dilakukan evalusi drug related problem pengobatan hipertensi pada pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008.
3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Dapat digunakan sebagai informasi dan referensi untuk bahan pertimbangan dalam mengembangkan pelayanaan kesehatan di Farmasi Klinis.
b. Manfaat praktis
Dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang drug related problem pada pengobatan hipertensi pada pasien pre-eklamsia.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum : penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi adanya drug related problems pengobatan hipertensi pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008. 2. Tujuan khusus :
b. Mengetahui gambaran pengobatan hipertensi pada pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008
c. Mengevaluasi drug related problem yang meliputi butuh obat, butuh obat yang jelas, obat salah, pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang, pasien mendapat dosis yang berlebih, muncul efek yang tidak diinginkan atau efek samping, dan adanya interaksi obat.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems (DRPs) atau Drug Therapy Problems (DTP)
didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh terhadap perkembangan pasien yang diinginkan. DRPs dapat diklasifikasikan menurut Cipolle et al. (2004) berdasarkan hubungannya dengan hal-hal yang menjadi pokok perhatian dan harapan pasien sebagai berikut :
1. Pasien butuh obat (need of additional drug therapy), jika kondisi baru membutuhkan obat, kondisi kronis yang membutuhkan kelanjutan terapi obat, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi yang mempunyai resiko kejadian efek samping dan membutuhkan obat untuk pencegahanya. 2. Pasien butuh obat yang jelas (unnecessary drug therapy), tidak butuh obat
jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi pada saat itu, pemakaian obat kombinasi yang seharusnya tidak diperlukan, dan meminum obat dengan tujuan untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.
antibiotik yang sudah resisten terhadap infeksi pasien.
4. Pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang (dossage to low),
pasien mendapat obat yang tidak mencukupi atau kurang, jika dosis obat
tersebut terlalu rendah untuk memberikan efek, dan interval dosis tidak cukup.
5. Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan, pasien menerima obat
dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dosis terapinya, jika dosis obat
terlalu tinggi untuk pemberian efek.
6. Pasien mendapat dosis yang berlebih (dossage to high), pasien mengalami
reaksi obat yang tidak diinginkan (adverse drug reaction, ADR), jika ada
alergi, ada faktor resiko, ada interaksi dengan obat lain, dan hasil laboratorium
yang berubah akibat penggunaan obat.
7. Muncul efek yang tidak diinginkan (adverse drug reaction) atau efek samping
dan adanya interaksi obat (drug interaction), ketidakpatuhan pasien dapat
menimbulkan DRPs, jika pasien tidak menerima regimen obat yang tepat,
terjadi medication error (peresepan, penyerahan obat, dan monitoring pasien),
ketidaktaatan pasien, pasien tidak membeli obat yang disarankan karena
mahal, pasien tidak menggunakan obat karena ketidaktaan cara pemakaian
obat, pasien tidak menggunakan obat karena ketidakpercayaan dengan produk
8
B. Pre-eklampsia
1. Definisi
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda
lain (Wiknjosastro, 2006).
Pre-eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara
langsung disebabkan oleh kehamilan. Definisi pre-eklampsia adalah hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu
bila terjadi penyakit trofoblastik (Manuba, 2001).
Pre-eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas. Pre-eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan
atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Hipertensi biasanya terjadi
lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis
pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan
yang biasa ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan
diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan
hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan
jarak waktu 6 jam dalam keadaan istirahat (Wiknjosastro, 2006). Hipertensi
merupakan suatu penyakit di mana terjadi peningkatan tekanan darah arteri
(blood pressure) yang berlangsung lama, menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Saseen dan
Carter, 1999).
The National high blood pressure education program working groub
on high blood pressure pregnancy mengelompokkan hipertensi dalam kehamilan
menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
1. Pre-eklampsia, diagnosis pre-eklampsia ditetapkan bila tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg yang muncul pada
wanita hamil setelah minggu ke 20, tekanan darah wanita hamil normal.
Adanya protein dalam urin ≥ 30 mg/dl atau hasil tes dipstik +1.
2. Hipertensi kronik, diagnosis hipertensi kronik ditetapkan bila tekanan darah ≥
140/90 mmHg sebelum minggu ke-20 atau jika pengukuran setelah minggu
ke-20 tekanan darah tetap > 140/90 mmHg sampai 12 minggu setelah
melahirkan.
3. Superimpose pre-eklampsia dengan hipertensi kronis didefinisikan sebagai
hipertensi kronis pada wanita hamil yang kemudian berkembang menjadi
pre-eklampsia dengan adanya protein urin, trombositopenia, atau peningkatan
enzim hati.
4. Hipertensi gestational adalah hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai
10
2. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai
sekarang belum diketahui. Telah banyak teori yang mencoba menerangkan
sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban
yang pasti. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut :
a. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
b. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam urterus.
c. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
d. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma
(Wiknjosastro, 2006).
Teori yang dewasa ini banyak ditemukan sebagai sebab pre-eklampsia
ialah iskemia plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan
semua hal yang bertalian dengan penyakit ini. Tidak hanya satu faktor, melainkan
banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan eklampsia. Diantara
faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditentukan mana yang menjadi sebab dan
mana yang akibat (Wiknjosastro, 2006).
3. Patogenesis
Penyebab dari pre-eklampsia belum dapat diketahui dengan pasti.
Penyakit ini dianggab sebagai maladaptation syndrome akibat vasospasme
general dengan segala akibatnya. Namun, ada beberapa teori mencoba
menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas. Dalam standar
regio uteroplasenter dengan dukungan teori lainnya (Manuba, 2001). Adapun
teori-teori tersebut antara lain:
a. Teori genetik
Menyebutkan bahwa hipertensi dalam kehamilan ada kemungkinan
diturunkan, khususnya pada kehamilan pertama. Tingkat kejadian pada
pre-eklampsia pada anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan menantu
wanita (Manuba, 2001). Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor
genetik pada kejadian pre-eklampsia antara lain: pre-eklampsia hanya terjadi
pada manusia, terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi
pre-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia,
kecenderungan meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat pre-eklampsia dan bukan pada ipar mereka
(Sudhaberata, 2001).
b. Teori radikal bebas
Teori ini menjelaskan jika oksigen labil distribusinya akan
menimbulkan produk metabolisme samping yaitu radikal bebas, dengan ciri
yaitu terdapat. “elektron bebas” ini akan mencari pasangan dengan merusak
jaringan khususnya endotel pembuluh darah. Timbunanan agregasi dan adhesi
trombosit disekitar pembuluh darah yang rusak mengakibatkan kerusakan dan
lisis dari trombosit, dan akhirnya berakibat menurunnya jumlah trombosit
12
c. Teori kerusakan endotel
Fungsi endotel sendiri adalah melancarkan sirkulasi darah sehingga
terdapat aliran nutrisi dan hasil pembuangan metabolisme dapat berjalan baik,
melindungi pembuluh darah agar tidak terjadi timbunan trombosit, serta
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Adapun kerusakan sel endotel
menyebabkan fungsi sel endotel sendiri menurun sampai hilang, terjadi
timbunaan trombosit pada lumen pembuluh darah sehingga aliran darah
terganggu karena lumen sempit, meningkatnya permeabilitas membran dan
terjadi ekstravasasi cairan darah yang menyebabkan endema. Kerusakan
endotel menyebabkan gangguan produksi progstalglandin total, terjadi
gangguan keseimbangan produksi dengan lebih banyak tromboksan, yang
merupakan vasokonstriksi pembuluh darah yang poten sehingga hipoksia
plasenta makin bertambah. Kerusakan khas dari pembuluh darah, terutama
pada ginjal menimbulkan glomerular endotheliosis yang menyebabkan
proteinuria (Manuba, 2001).
d. Teori ischemia regio uteroplasenter
Invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada
kehamilan normal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen
serta plasenta dapat berfungsi normal. Pada kasus pre-eklampsia, invasi
trofoblas hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis di daerah
endometrium-desidua, yang mengakibatkan terjadinya fungsi plasenta karena sebagian besar
arteri spiralis miometrium tetap dalam keadaan konstriksi sehingga tidak
labilnya distribusi oksigen ke plasenta, maka akan menghasilkan radikal bebas
dan menyebabkan kerusakkan endotel pembuluh darah. Kerusakkan endotel
akan mengakibatkan terjadinya agregasi dan adhesi trombosit disekitar
pembuluh darah yang rusak mengakibatkan kerusakan dan lisis dari trombosit
sehingga menurunkan jumlah trombosit sehingga memudahkan terjadi
pendarahan (Manuaba, 2001).
e. Teori diet ibu hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi. Kebutuhan untuk
pembentukan tulang dan organ lain dari janin sekitar 2-2,5 gram/hari, jumlah
tersebut juga diperlukan untuk mempertahankan agar konsentrasi dalam darah
konstan. Bila kekurangan kalsium, maka kalsium ibu hamil akan dikuras
untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari
jaringan otot. Manifestasi yang terjadi akibat kalsium yang keluar dari otot
jantung adalah melemahnya kontraksi otot jantung dan menurunkan stroke
volume, sehingga aliran darah akan menurun dan seterusnya mengakibatkan
ischemia regio uteroplasenter, selain itu keluarnya kalsium dari otot pembuluh
darah akan menimbulkan kompensasi terjadinya vasokonstriksi pembuluh
darah akibatnya tekanan darah meningkat dan terjadi hipertensi (Manuba,
2001).
f. Teori Imunologik
Faktor imunologis, pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan
pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
14
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada
kehamilan. Janin adalah benda asing. Pada keadaan normal, terdapat Human
Leukocyte Antigen (HLA) HLA G terdapat pada jaringan plasenta pada
kehamilan normal. HLA G mempunyai peranan penting dalam merangsang
respon imun terhadap “benda asing” yang terdapat diplasenta. Pada
pre-eklampsia memiliki HLA G yang lebih sedikit atau memiliki protein HLA G
yang berbeda sehingga terjadi gangguan adaptasi terdapat “benda asing“
dalam hal ini janin (Grifford, 2000).
4. Manifestasi Klinik
Pada pre-eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subjektif.
Pada pre-eklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frotal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri didaerah epigastrum, mual atau
muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-eklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan
meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan proteinuria bertambah
banyak (Wiknjosastro, 2006).
5. Diagnosis
Gejala Pre-eklampsia dibagi menjadi dua menurut Sudhabrata (2001)
yaitu pre-eklampsia ringan dan berat. Kriteria diagnosis pre-eklampsia ringan
sebagai berikut :
a. Tekanan darah ≥ 140mmHg/90mmHg atau kenaikan sistolik dan diastolik 30
mmHg/15mmHg.
c. Proteinuri 0,3 g/24 jam atau plus 1-2.
d. Oliguri.
Kriteria diagnosis pre-eklampsia berat yaitu apabila pada kehamilan
lebih 20 minggu didapatkan satu atau lebih tanda berikut:
a. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg diukur dalam keadaan relaks (minimal
setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
b. Proteinuri > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguri : urine < 500 ml/24 jam disertai kenaikan kreatinin plasma. Pada
pre-eklampsia terjadi perubahan anatomi dan patofiologi, sehingga terjadi
penurunan perfusi renal dan filtrasi glomerulos. Pre-eklampsia berkaitan
dengan penurunan produksi urin dan eksresi kalsium akibat peningkatan
resorbsi tubuler (Widjanarko, 2009).
d. Gangguan visus dan serebral.
e. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
f. Edema paru dan sianosis.
g. Gangguan pertumbuhan janin intrauetrin.
h. Adanya HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated liver enzim, Low Platelet
Count). Pre-eklampia berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari
kenaikan kadar serum LDH-lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran
dari darah perifer. Hemolisis mikroangiopatik yang diakibatkan oleh
kerusakan endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin. Terjadi
Elevated liver enzim karena terjadinya perdarahan periportal pada tepi hepar
16
darah hati oleh deposit fibrin disinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis
periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik,
hematom subkapsuler atau rupture hati. Low Platelet Count menjadi penanda
memburuknya pre-eklampsia dimana terjadi trombositopenia disebabkan oleh
aktivitas dan agregasi platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis
mikroangiopatik (Widjanarko, 2009).
Diagnosis differensial antara pre-eklampsia dengan hipertensi
menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada
hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada
kehamilan muda, atau enam bulan post partum akan sangat berguna untuk
membuat diagnosis (Wiknjosastro, 2006).
Dahulu tekanan darah sistolik sebesar ≥130 mmHg atau kenaikan
diastolik meningkat >15 mmHg. Walaupun nilai absolut tekanan darah dibawah
140/90 mmHg merupakan salah satu kriteria diagnosis pre-eklampsia, tetapi
menurut The National High Blood Pressure Education Program Working Group
on High Blood Pressure in Pregnancy, hal ini tidak lagi merupakan salah satu
kriteria diagnosis, karena bukti klinis yang ada menunjukkan bahwa pasien pada
kategori ini tidak mengalami perburukkan keadaan. Namun, penilaian para
praktisi kliniks menyatakan bahwa pasien yang mengalami peningkatan tekanan
darah sisitolik sebesar > 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat > 15 mmHg
perlu pengawasan yang ketat, khususnya jika terdapat protein urin dan asam urat
Tekanan darah diastolik pada trisemester kedua yang lebih dari
85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat pre-eklampsia. Proteinuria, bila terdapat
sebanyak 0,3 g/L protein dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan +1 atau 2, atau kadar protein ≥ 1g/L dalam urin yang dikeluarkan
dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu
6 jam (Mansjoer dkk, 1999).
Tabel I. Uji Diagnostik Pre-eklampsia (Wiknjosastro, 2006).
Uji diagnostik dasar Pengukuran tekanan darah Analisis protein dalam urin Pemeriksaan edema
Pengukuran tinggi fundus uteri Pemeriksaan funduskopik
Uji laboratorium dasar Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi).
Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartan aminotransferase, dan sebagainya)
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Uji untuk meramalkan hipertensi Roll-over test
Pemberian infuse angiotensin II 6. Pencegahan
Pengamatan ANC (aternatal care) yang teratur dan terarah, tetap
merupakan sarana yang paling penting sehingga diagnosis dini dapat ditegakkan,
untuk menghindari tingginya angka kematian Ibu, angka kematian janin karena
HDK (Manuba, 2001). Kunci manajemen terapi HDK (termasuk pre-eklampsia)
adalah pencegahan, yang diketahui melalui ANC rutin. Perubahan tekanaan darah
serta berat badan pasien yang drastis dapat juga diketahui dengan cepat melalui
ANC rutin, sehingga penangganan HDK sejak awal dapat dilakukan
18
Pemeriksaan anternatal yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan
semestinya. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan. secukupnya
dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. Penerangan tentang
manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti
berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan
dianjurkan lebih banyak duduk berbaring (Wiknjosastro, 2006). Pencegahan
asupan garam tak dapat mencegah terjadinya pre-eklampsia. Dari penelitian
Chappel (1999) membuktikan adanya penurunan aktivasi sel endotel pada
pemberian vitamin C atau E pada kehamilan 18-22 minggu dan pemberian
vitamin C atau E dapat menurunkan secara bermakna kejadian pre-eklampsia
(Widjanarko, 2009).
Wanita dicurigai mengidap pre-eklampsia harus dirawat di rumah
sakit. Jika pre-eklampsia atau hipertensi parah terjadi setelah minggu ke-36
gestasi, maka melahirkan merupakan terapi pilihan. Jika masalah timbul lebih
dini, kelahiran dapat ditangguhkan pada beberapa pasien disertai pengawasan
yang ketat. Jika terbukti ada penyakit stadium lanjut (terutama trombositopenia
atau uji fungsi hati yang abnormal) atau ada gejala akan terjadi eklampsia,
diusulkan agar ibu segera melahirkan beberapa pun jangka waktu gestasinya
7. Strategi Terapi
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi
pre-eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkan, belum
diketahui. Tujuan utama penanganan ialah mencegah terjadinya pre-eklampsia
berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, melahirkan janin dengan trauma
sekecil-kecilnya. Pengobatan pre-eklampsia yang tepat ialah dengan melahirkan
untuk menghilangkan sebab dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang
masih prematur penundaan pengakhiran kehamilan mungkin dapat menyebabkan
eklampsia atau kematian janin. Cara pengakhiran dapat dilakukan dengan induksi
persalinan atau seksio sesarea menurut keadaaan. Pada umumnya indikasi untuk
pengakhiran kehamilan ialah pre-eklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari
cukup bulan, pre-eklampsia dengan hipertensi dan atau proteinuria menetap
selama 10-14 hari dan janin cukup aman, pre-eklampsia berat, eklampsia
(Wiknjosastro, 2006).
Menurut Sudhaberata ( 2001), penanganaan pre-eklampsia dibagi
menjadi 2 bagian yaitu perawatan aktif dan konservatif. Perawatan aktif terbagi
pengobatan medisinal dan pengobatan obstetrik.
1. Terapi medisinal meliputi :
a. Segera rawat diruangan terang dan tenang, terpasang infus dekstrosa atau
ringer laktat dari IGD.
b. Total bed rest
20
d. Antasida
e. Anti kejang
Magnesium sulfat, syarat: tersedia atidotum kalsium glukonat 10 % (1 ampul
secara i.v. dalam 3 menit), reflek platella cukup kuat, kecepatan nafas > 16
kali/menit, tanda distress nafas negatif, produksi urin > 100 cc lebih dari 4 jam
sebelumya. Cara pemberian: loading dose secara (i.v.): MgSO4 20 % 4g
selama 4 menit, intremuskuler (i.m.): 4g MgSO4 40% gluteus kanan4g MgSO4
40% gluteus kiri. Jika ada tanda inpending eklampsia loading dose diberikan
i.v. dan i.m., jika da loading dose cukup diberikan secara i.m saja.
Maintenance dose, di berikan 6 jam, bergiliran pada gluteus kanan atau
gluteus kiri.
Diazepam : digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak terpenuhi. Cara pemberian: drip 10 mg dalam 500 ml, maksimal
120 mg dalam 24 jam. Jika dalam dosis 100 mg dalam 24 jam tidak ada
perbaikan, alih rawat ke ruang ICU.
f. Antihipertensi
Berikut ini obat antihipertensi yang dapat digunakan pada
Tabel II. Obat Antihipertensi yang Dapat Digunakan Pada Pre-eklampsia (Wiknjosastro, 2006).
No Jenis Obat Obat
1 Penghambat Andregenik a) Andregenik Sentral
1) Metildopa 2) Klonidin b) Penghambat Beta
1) Pindolol c) Penghambat Alfa
1) Prazosin d) Penghambat Alfa-Beta
1) Labetalol
3x125 mg /hari sampai 3x500 mg/hari 3x0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500 mg destrosa 5% / 6jam
1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari
3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari
3x100 mg/hari
2 Vasodilator
1) Hidralazin 4x25 mg/hari atau perenteral 2,5 mg – 5 mg
3 Antagonis Kalsium
1) Nifedipin 3x10 mg/hari
Alternatif untuk antepartum, dapat digunakan metildopa dengan aturan
dosis 3x125-500 mg/hari atau klonidin drips/titrasi 0,30 mg/500 ml dekstrosa 5% /
6 jam dan klonidin oral 0,1 mg/hari. Alternatif untuk post partum, dapat
digunakan penghambat ACE misanya kaptopril dengan aturan dosis 2x2,5-25 mg
atau dapat digunakan antagonis kalsium misalnya nifedipin dengan aturan dosis
3 x 5-10 mg. Diuretik, untuk penggunaan atepartum, dapat digunakan manitol dan
untuk penggunaan post partum dapat digunakan spironolakton atau furosemid.
Indikasi penggunaan diuretika bila terdapat endema paru-paru, gagal jantung
kongesif ataupun edema anasarka.
22
h. Lain-lain seperti anthipiretika jika suhu > 38,5 ºC, antibiotika jika ada indikai,
analgetika, dan sebagainya (Sudhaberata, 2001).
2. Pengobatan obstetrik, meliputi pengobatan pada tahap sebelum inpartu dan
tahap sudah inpartu. Tahap sebelum inpartu meliputi amniostomi atau oksitosin
drip bila bishop score > 8 setelah 3 menit terapi medisinal dan seksio sesarea bila
terdapat kontraindikasi oksitosin drip selama 12 jam diberi oksitosin aktif belum
masuk fase aktif. Tahap sudah inpartu meliputi kala I dan kala II. Pada kala I
dilakukan seksio sesarea bila dalam 6 jam tidak masuk fase aktif atau dilakukan
amniotomi pada fase laten dan 6 jam kemudian bila pembukaan belum lengkap
dilakukan seksio sesarea. Pada kala II untuk persalinan pervaginam, dilakukan
partus buatan vakum ekstrasi atau forcep ekstrasi. Untuk kehamilan < 37 minggu,
bila memungkinkan terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin
(Sudhaberata, 2001).
Perawatan konservatif kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda inpending eklampsia, dengan kejadian janin baik. Perawatan tersebut
terdiri dari terapi MgSO4 dan terapi lain. Perawatan konservatif diaggap gagal jika
dalam waktu 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi atau jika sebelum
24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan MgSO4 20 % 2 garam secara i.v.
terlebih dahulu. Penderita pulang bila dalam 3 hari perawatan setelah tanda-tanda
pre-eklampsia ringan dan keadaan penderita tetap baik dan stabil (Sudhaberata,
2001).
Untuk hipertensi akut yang parah, pada pre-eklampsia/eklampsia,
diastolik secara berlahan-lahan sampai 90-110 mmHg (12,0-13,3 kPa). Pemberian
magnesium sulfat tetap merupakan tindakan penanganan untuk mencegah
kejang-kejang eklampsia (Batagol, 1998).
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat
diberikan larutan magnesium sulfat 40 % sebanyak 10 ml (4 gram) disutikkan
intramuskular, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan
magnesium sulfat hanya diberikan bila diuresis baik, refleks patella positif, dan
kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut selain menenangkan,
juga menurunkan tekanan darah dan meningkatan diuresis; klorpromazin 50 mg;
diazepam 20 mg intramuskulus (Wiknjosastro, 2006).
C. Terapi Obat Antihipertensi
Terapi obat antihipertensi direkomendasikan untuk wanita hamil
dengan tekanan darah sistolik 160-180 mmHg atau tekanan sistolik yang lebih
besar dari 180 mmHg dan tekanan diastolik yang lebih besar dari 105-110mmHg.
Tujuan terapi adalah untuk menurunkan tekanan sistolik sampai 140-155 mmHg
dan tekanan diastolik sampai 90-105 mmHg, untuk mengatasi terjadinya
hipotensi, tekanan darah harus diturunkan secara berlahan-lahan (Wanger, 2004).
Terapi pasca persalinan, pemilihan jenis obat antihipertensi menjadi lebih bebas
(Widjanarko, 2009).
1. Rekomendasi Terapi Hipertensi Post Partum
Obat yang direkomendasikan adalah metildopa (grade B), dan
24
2. Rekomendasi Terapi Hipertensi Berat dalam Kehamilan
Tujuan terapi hipertensi berat dalam kehamilan adalah untuk mencapai
tekanan darah diastolik 90-100 mmHg. Adapun obat lini pertama adalah
hidralazin (grade B), labetalol (grade B), nifedipin (grade B). Hal-hal yang
harus diperhatikan antara lain fungsi neuromuscular dan takanan darah ketika
menggunakan nifedipin bersamaan dengan magnesium sulfat (grade B) dan
perlu monitor denyut jantung bayi selama terapi akut (Rey dkk, 1997).
3. Tabel III. Rekomendasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Ibu Hamil ( Rey dkk, 1997).
Kategori CHS NHBPEP ASSH
Hipertensi ringan Obat pilihan Metildopa, labetol,
pindolol, oxrenelol, nifedipine metildopa Metildopa, labetol, oxrenelol, klonidin Obat yang harus dihindari Penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin II Penghambat ACE Penghambat ACE, diuretik Hipertensi berat Obat pilihan Hidralazin, labetol,
nifedipin Hidralazin Hidralazin, labetol, nifedipin, diazoxida Kejang Obat untuk pencegahan
Magnesium sulfat Magnesium sulfat Magnesium sulfat, fenitoin Obat untuk pengobatan
Magnesium sulfat Magnesium sulfat
Diazepam secara i.v Keterangan :
CHS : Canadian Hypertension society (Kanada)
ASSH : Australasian Society for Study of Hypertension (Australia)
Obat antihipertensi yang digunakan:
a. Diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada acending lope hanle dan
tubulus distal ginjal, mempengaruhi sistem transport pengikatan klorida
sehingga menyebabkan peningkatan ekskresi dari air, natrium, klorida,
magnesium dan kalsium (Lacy dkk, 2005).
a. Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan
takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin membantu meningkatkan
aliran darah ke uterus dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati
(Saseen dan Carter, 2005).
c. Labetalol
Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada
penderita eklampsia. Aliran darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh
pemberian labetalol (Saseen dan Carter, 2005).
d. Obat yang bekerja sentral
Metildopa dan klonidin merupakan contoh golongan obat ini.
Metildopa dan klonidin bekerja dengan jalan menstimulasi reseptor
andrenergik α2 di otak. Stimulasi ini menyebabkan pengurangan aliran
26
Pengurangan aktifitas saraf parasimpatis, dapat menurunkan denyut jantung,
curah aliran jantung, dan tahanan perifer (Saseen dan Carter, 2005).
e. Penghambat enzim pengkonversi angiotensin (penghambat ACE)
Penghambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II (Anonim, 2000). Enzim pengkonersi
angiotensin (ACE) terdistribusi dalam banyak jaringan dan terdapat dari
beberapa tipe sel yang berbeda, tetapi secara umum ACE terletak pada sel
endotelial. Oleh karena itu, produksi utama angiotensin II terletak di
pembuluh darah bukan di ginjal (Saseen dan Carter, 2005).
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang poten yang juga
menstimulasi pengeluaran aldosteron. Penghambat ACE juga menghambat
pembongkaran bradikinin dan merangsang sintesis dari beberapa substansi
vasodilator termasuk prostaglandin E2 protasiklin. Peningkatan bradikinin
akan meningkatkan efek hipotensi dari penghambat ACE sehingga hal ini
menimbulkan batuk kering yang menjadi efek samping dari obat golongan
penghambat ACE. Contoh obatnya ialah kaptopril, enalapril maleat,
benazepril, lisinopril, peridropil, kuinapril, ramipril, dan fosinopril (Saseen
dan Carter, 2005).
f. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion
kalsium trans membran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium lambat ke
dalam sel otot polos, otot jantung dan saraf. Contoh golongan ini adalah
Kontraksi otot halus pembuluh darah bergantung pada konsentrasi
ion Ca2+ di intrasel. Penghambatan pergerakan dari ion Ca2+ yang mencapai
intrasel, sehingga terjadi penurunan kontraktilitas otot jantung. Penurunan
kontraktilitas otot jantung akan mengakibatkan penurunan curah jantung.
g. Magnesium sulfat
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi
dan mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP
mirip dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan
iritabilitas SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan, kejang dan perilaku
psikotik. Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan dosis tinggi
dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer.
Pada sistem syaraf otonom Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion
simpatis dan dapat digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat
dengan cara mencegah pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan
kepekaan reseptor adrenergik alfa (Saseen dan Carter, 2005).
Kategori berdasarkan faktor risiko yang digunakkan United States
Food and Drug Administration (FDA) berdasarkan risiko obat terhadap sistem
reproduksi, kemungkinan timbulnya efek samping, dan perbandingan besarnya
faktor risiko :
Kategori A: Stusi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya risiko
28
pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah keungkinannya untuk
membahayakan janin.
Kategori B: Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak
memperhatikan adanya risiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap
wanita hamil belum pernah dilakukan. Atau studi terhadap reproduksi binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat (selain penurunan fertilitas)
yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1 (dan
bukti mengenai risiko pada trimester berikutnya.
Kategori C: Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping
pada janin (teratogenik atau embriosidal atau efek samping lainya) dan belum ada
studi kontrol pada wanita, atau studi terhadap wanita dan binatang percobaan
tidak dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi
besarnya risiko yang mungkin timbul pada janin.
Kategori D: Terbukti menimbulkan risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya
manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan
(misalnya obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau
penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak dapat
diberikan).
Kategori X: Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan
adanya abnormalitas janin dan besarnya risiko obat ini pada wanita hamil
jelas-jelas melebihi manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi wanita hamil usia subur
29
Penelitian mengenai drug related problem pengobatan hipertensi pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Tahun 2007-2008 termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data retrospektif dengan melakukan penelusuran dari dokumen terdahulu yaitu lembar rekam medis pasien pre-eklampsia di instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008.
Penelitian ini bersifat non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subyek penelitian (Pratiknya, 2001). Rancangan penelitian deskriptif evaluatif bertujuan melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi kemudian mengevaluasi data dari rekam medik (Notoatmodjo, 2005).
B. Definisi Operasional
1. Pre-eklampsia adalah pasien di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sarjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008 yang di diagnosis utama pre-eklampsia ringan dan pre-eklampsia ringan.
30
3. Drug related problems adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan
obat yaitu butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang, dosis berlebih, adverse drug reaction (ADR) dan interaksi obat, serta ketidaktaatan pasien dalam penggunaan obat (uncompliance).
4. Drug related problems yang diamati dalam penelitian ini adalah DRPs yang berhubungan dengan penyakit pre-eklampsia terutama untuk hipertensi yang meliputi butuh obat, tidak butuh obat, obat tidak efektif, dosis kurang, dosis terlalu besar, dan adverse drug reaction (ADR) dan interaksi obat.
5. Outcome pasien pre-eklamsia adalah keadaan pasien pada saat meninggalkan rumah sakit yaitu dengan melihat keterangan yang ada pada data Rekam Medik.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan adalah pasien dengan diagnosis utama pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008.
D. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik (medical record) pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
E. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang evaluasi drug related problems pada pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008 di Instalasi Catatan Medis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Lokasi penelitian yaitu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta : jalan kesehatan 01 Sekip Yogyakarta 587333.
F. Tata Cara Penelitian
Penelitian tentang evaluasi drug related problems pada pengobatan hipertensi pada pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008 di Instalasi Catatan Medis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dilakukan dalam beberapa tahap dalam menyalesaikan penelitian yaitu:
1. Tahap persiapan
Dimulai dengan survei atau penelusuran jumlah pasien pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008 didalam rekam medik.
2. Tahap pengumpulan data
32
pasien, diagnosis, riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik, catatan perkembangan pasien serta terapi yang diberikan, dosis yang diberikan.
Teknik pengambilan sampel penelitian ini merupakan Non- probabilitas (non probability sampling method) tipe Judgement Sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara ini karana hanya menggunakan rekam medik (MR) tertentu saja yang tersedia untuk dapat diteliti dengan melihat diagnosis utama kasus yang diteliti.
Jumlah sampel yang ada untuk diagnosis pre-eklampsia adalah 29 kasus. Dari ke-29 kasus dengan diagnosis utama pre-eklampsia yang digunakkan sebagai sampel untuk dianalisis.
3. Tahap analisis data
Data yang akan diperoleh dianalisis dengan melihat karakteristik pengobatan hipertensi pasien eklamsia, pola pengobatan pasien pre-eklamsia yang mengalami hipertensi, mengevaluasi adanya drug related problem, dan mendeskripsikan keluaran pada pengobatan hipertensi pasien
pre-eklamsia di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Tahun 2007-2008.
4. Tahap pembahasan kasus
Kasus yang didapat dibahas dengan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan) per kasus. Literatur yang digunakan adalah
MIMS Indonesia edisi 7 tahun 2007/2008, Drug Information Handbook (DIH) edisi 14, Drug Interaction Facts (DIF) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000.
G. Kesulitan Penelitian
Penelitian secara retrospektif memiliki banyak kelemahan dibandingkan penelitian secara prospektif. Kelemahan penelitian secara retrospektif yaitu karena peneliti tidak mengamati perkembangan kondisi pasien yang sebenarnya berkaitan dengan DRPs yaitu tentang terjadinya efek samping obat, interaksi obat, dan kepatuhan terapi. Kesulitan yang lain adalah tidak lengkapnya catatan dokter ataupun catatan dari perawat dan tidak adanya catatan tentang keluhan pasien dan kurang adanya catatan mengenai pengobatan sebelum melahirkan atau pada saat kehamilan yang terkait dengan diagnosa pre-eklampsia sehingga kurang teramati.
1 p R t D g u ≥ p G 1. Prosenta D pre-eklamps Rentang us terjadinya y Dari pengel
gambar 1 d
untuk kelom ≥ 35 tahun
paling banya
Gambar 1.
3
ase Umur Dari proses
sia. Dari 29
sia pasien
aitu pada um
ompokan pa
dibawah ini
mpok umur
sebanyak 3
ak terjadi pa
Prosentase Yogyakart 34% HASIL DA A. Gam penelusuran
9 kasus, did
pre-eklamp
mur ≤ 19 tah
asien pre-ek
yaitu untuk
20-34 tahun
4 %. Dari k
ada usia 20-3
e Umur Pa ta Periode T
34
BAB IV AN PEMBA mbaran Kar
n data, didap
dapatkan ki
psia dikelom
hun, umur 2
klampsia ber
k kelompok n sebanyak ketiga kelom 34 tahun. asien Pre-ek Tahun 2007 7% AHASAN rakteristik patkan kisar isaran umur
mpokkan m
20-34 tahun,
rdasarkan um
umur ≤ 19
59 %, dan u
mpok umur klampsia di 7-2008. 59% ≤ 20 ≥
ran umur p
r antara 19
menjadi 3
dan umur ≥
mur, dapat d
tahun seba
untuk kelom
pasien pre
i RSUP Dr
19 tahun 0‐34 tahun
35 tahun
ada pasien
-41 tahun.
kelompok ≥ 35 tahun.
dilihat dari
nyak 7 %,
mpok umur
-eklampsia
Dari ketiga kelompok umur pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat Inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2007-2008 pada digambar 1, paling
banyak terjadi pada usia 20-34 tahun. Di dalam beberapa penelitian angka
kejadian pre-eklampsia terjadi pada umur 20-34 tahun, namun dari beberapa
referensi angka kejadian ditemukan paling banyak pada usia ekstrim ≤ 19 tahun
dan ≥ 35 tahun. Pada penelitian terdahulu di Rumah Sakit Panti Rapih tahun 2005
dengan angka kejadian pasien pre-eklampsia paling banyak juga terjadi pada usia
20-34 tahun namun tidak ada usia pasien yang ≤ 19 tahun. Dari penelitian
terdahulu ada kesamaan distribusi umur terbanyak yang mengalami pre-eklampsia
yaitu pada usia 20-34 tahun, namun ada perbedaan pada distribusi umur ≤ 19
tahun tidak ada sedangkan pada penelitian ini ada.
2. Distribusi Macam Persalinan
Distribusi Macam Persalinan pasien pre-eklampsia di Instalasi Rawat
Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2007-2008 dapat dilihat dalam
gambar 2 dibawah ini. Yang terbanyak dengan cara persalinan pervaginal sebesar
69 %, baik dengan spontan atau dengan vakum, sedangkan untuk persalinan
perabdominal sebesar 31 %.
Tindakan persalinan perabdominal dilakukan untuk mengakhiri
kehamilan agar kehamilan tidak semakin parah, dengan keadaan janin yang matur.
Persentase terbanyak dari macam persalinan pada gambar 2 yaitu persalinan
pervaginal. Persalinan pervaginal dan bukan dengan perabdominal yang dilakukan
untuk mengakhiri kehamilan agar kehamilan tidak semakin parah dengan keadaan
R p d p G 3 t h d ≥ ≥ t Rawat Inap pasien kirim
dan kedaan p
pervaginal.
Gambar 2.
3. Distrib D
tanda saja m
hipertensi. P
darah ≥ 14 ≥ 160 mmH
≥ 160 mmH
tekanan dara
RSUP Dr.
man dari ber
pasien yang Prosentase Rawat Inap 2008. busi Tekana Dalam diagn melainkan 2 Pasien dapat
40 mmHg d
Hg. Pada gam
Hg memiliki
ah sistolik ≥
31%
Sardjito Y
rbagi rumah
cukup baik
e Macam P
p RSUP Dr.
an Darah Si nosis pre-ekla
dari 3 tand
t dikatakan m
dan dikatego
mbar 3, dapa
presentasi y
140 mmHg
ogyakarta P
sakit denga
atau mampu
ersalinan P . Sardjito Y
istolik ampsia bera
da yang terja
mengalami p
orikan pre-ek
at diketahui b
yang lebih b
sebesar 34 %
Periode Tah
an keadaan
u untuk dapa
Pasien Pre-e Yogyakarta
at tidak hany
adi yang sal
pre-eklamps
klampsia be
bahwa pada
besar, yaitu 6
%.
69%
per
per
hun 2007-20
bayi yang t
at melalukan
eklampsia D
Periode Ta
ya didasarkan
ah satunya m
sia ringan bi
erat bila teka
a tekanan dar
66 % sedang rvaginal rabdominal 36 008 adalah telah matur n persalinan Di Instalasi ahun
2007-n pada satu
G I k d k d k 4 ≥ ≥ d t 4 Gambar 3. P Instalasi Raw kebanyakkan darah sisitol kriteria teka diagnosis ut kriteria tekan 4. Distrib P ≥ 90 mmHg
≥ 110 mmH
di Instalasi R
tekanan dar
4 berikut d
. Distribusi
Instalasi R
Tahun 20 Pada penelu
wat Inap RS
n diagnosis
lik pre-eklam
anan darah s
tama pada
nan darah de
busi Tekana Pasien dapat
g dan dikate
Hg. Pada pen
Rawat Inap R
ah diastolik dapat diketah 66 i Tekanan Rawat Inap 007-2008. usuran data
SUP Dr. Sa
snya adalah
msia ringan h
istolik pre-e
penelusuran
engan diagno
an Darah D t dikatakan
gorikan
pre-nelusuran dat
RSUP Dr. S
k memiliki r
hui bahwa 6% Darah Sis RSUP Dr yang dida ardjito Yogy h pre-eklamp hanya sebag eklampsia rin
n data ada b
osis utamany
Diastolik pre-eklamp
-eklampsia b
ta yang dida
Sardjito Yog
rentang ant
pada tekan
stolik Pasie r. Sardjito
apatkan pas
yakarta peri
psia berat. U
gian kecil. N
ngan dan be
beberapa ya
ya.
psia bila tek
berat bila te
apatkan pada
gyakarta per
tara 84-130
nan darah si
34% TD ≥ TD ≥ en pre-ekla Yogyakart sien pre-ekl iode tahun Untuk kriter Namun, bila
erat pada kas
ang tidak sa
kanan darah
ekanan darah
a pasien pre
riode tahun
mmHg. Pa
istolik 80-1 ≥ 140 mmHg ≥ 160 mmHg
ampsia Di
ta Periode
lampsia di
2007-2008 ria tekanan dilihat dari sus dengan ama antara h diastolik
h diastolik
m d G 5 p e p t 0 S 0 e d memiliki pre darah sistoli Gambar 4. 5. Perband J peride tahun
eklampsia. P
peride tahun
tahun 2002
0,69 %. di
Singapura 0
0-13%.
B
eklampasia
dapat dikat
esentasi yang
k ≥ 110 mm
Distribusi
Instalasi R
Tahun 20 dingan Terj Jumlah kasu n 2007-2008 Prosentase te n 2007-2008 prosentase
Indonesia p
0,13-6,6%, s
Bila di lihat
pada tahun
takan sema
17%
g lebih besar
mHg sebesar
i Tekanan
Rawat Inap
007-2008. adinya Pre-us pasien pre
8 yaitu seb
erjadinya pr
8 yaitu sebe
pre-eklamp
prosentase te
edangkan an
t dari gamb
2002 dan
akin menga
%
r yaitu sebes
17 %.
Darah Dia RSUP Dr
-eklampsia e-eklampsia
anyak 29 k
re-eklampsia
esar 0,29 %
sia di RSUP
erjadinya pr
ngka kejadia
bar 5, menu
2007-2008
alami penur
83%
sar 83 %, sed
astolik Pasie r. Sardjito
di RSUP D
kasus untuk
a di RSUP D
%, sedangka
P Dr.Sardjit
re-eklampsia
an pre-eklam
urunnya pro
di RSUP D
runan pros TD diast mmHg
TD diast mmHg
dangkan unt
en Pre-ekla Yogyakart
Dr.Sardjito Y
diagnosis u
Dr.Sardjito Y
an dari data
to Yogyakar
a sebesar 3,
mpsia di dun
osentase kej
Dr.Sardjito Y
entase keja tolik 80-110
tolik ≥110
p y r G 6 Y l y d l t m l
perbaikan d
yang telah d
rutin (ANC) Gambar 5. 6. Gambar P Yogyakarta laboratorium yang antara dan platelet laboratorium
terjadinya p
melahirkan
lagi pada pa
dalam bidang
dilakukan pa
).
Perbandin RSUP Dr. ran Data La Pada pasien
periode t
m yang tidak
lain nilai h
t yang dapa
m dapat di
pre-eklampsi atau setelah sien. 10 Ju ml ah p a si en pr e-e k la mp sia g kesehatan
ada wanita h
ngan terjadi Sardjito Yo aboratorium n pre-eklamp
ahun 2007
k normal. K
hemoglobin,
at dilihat pa
iakibatkan
ia). Hasil la
melahirkan 0 50 00 Pre-ekl tahun
. Hal ini da
hamil pada
inya Pre-ek ogyakarta. m yang Tida
psia di Instal
-2008, dap Ketidak norm hematokrit ada gambar karena terj aboratorium
n sampai par lampsia n 2002 Pre
tah Periode tah apat dikaren waktu hami klampsia D ak Normal lasi Rawat In
pat dikataka
malan gamba
, AST, ALT
r 6. Ketidak
jadinya pre
ini dapat no
rameter pre-e -eklampsia hun 2007-2008 hun nakan pence
il dengan pe
i Instalasi R
nap RSUP D
an adanya
aran data lab
T, total prot
G 1 I p a k g a y y Gambar 6. 1. Berdasa T Inap RSUP
pemberian o
antara lain p
kaptopril, g
golongan ob antihipertens yang diguna yang paling Gambara Pre-eklam Yogyakar arkan Golon Terapi yang Dr. Sardji obat antihipe pengahamba golongan ob bat antihiper si antagonis
akan untuk p
banyak dig 0 5 10 15 20 25 Jum lah k a su s an Labora mpsia Di I
rta Periode
B
ngan