• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG (Studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG (Studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG

CACAT BARANG

(Studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

HENGKI ADI PRASETYA NPM. 0771010138

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

SURABAYA 2011

(2)

ii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG

(Studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)

Disusun oleh :

HENGKI ADI PRASETYA

NPM. 0771010138

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

MENGETAHUI DEKAN

Hariyo Sulistiyantoro.S.H.,MM. NIP. 19620625 199103 1 001

PEMBIMBING UTAMA

Subani, SH, M.Si.

NIP. 19510504 198303 1 001

PEMBIMBING PENDAMPING

MAS ANIENDA TIEN F., SH., MH. NPT. 3 7709 07 0223

(3)

iii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG

(Studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)

Disusun oleh :

HENGKI ADI PRASETYA

NPM. 0771010138

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur Pada tanggal : 13 Mei 2011

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. H. Sutrisno.S.H.,M.Hum. : (...)

NIP. 19601212 198803 1 001

2. Hariyo Sulistiyantoro.S.H.,MM. : (...) NIP. 19620625 199103 1 001

3. Subani SH, MSi. : (...)

NIP. 19510504 198303 1 001 Mengetahui

DEKAN

Hariyo Sulistiyantoro.S.H.,MM. NIP. 19620625 199103 1 001

(4)

v

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hengki Adi Prasetya Tempat/Tgl Lahir : Gresik / 27 Juni 1989

NPM : 0771010138

Konsentrasi : Perdata

Alamat : Jl. Semolowaru Utara 8/15, Surabaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG (Studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)“ dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila di kemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka, saya bersedia dituntut di depan pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui Surabaya, 31 Mei 2011

KAPROGDI Penulis

Subani, SH, M.Si. Hengki Adi Prasetya

NIP. 19510504 198303 1 001 NPM. 0771010138

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur yang sedalam-dalamnya penyusun panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG (studi kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)“.

Skripsi ini disusun dalam rangka untuk melengkapi salah satu syarat guna menyelesaikan sarjana hukum program studi Strata I Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional " Veteran " Jawa Timur. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan bimbingan serta saran yang sangat berharga kepada :

1. Bapak Hariyo Sulistiyantoro, S.H., MM., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Sutrisno, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur .

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur .

4. Bapak Subani, S.H., M.Si., selaku Kepala Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik.

(6)

vii

5. Ibu Mas Anienda TF., SH., M.H., Selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik. 6. Bapak Didik Sahadi M.Si., selaku ketua Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen (BPSK) Surabaya, yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penyusun guna menyelesaikan skripsi ini serta seluruh pegawai BPSK Surabaya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu, atas kerjasamanya dalam pelaksanaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

8. Bapak Sariyanto selaku Kepala Bagian Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

9. Kedua orang tua tercinta, adik Adi D.Yulianto., adik Nizzar A.Sayidan., serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta doanya selama ini.

10.Sahabat-sahabat tercinta, Tigor, Koko, Dani, Wimar, Yuda, Ajeng, Adit, Gita, Permana, serta seluruh Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah membantu dan memberikan saran sebagai masukan di dalam pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan, untuk itu segala kritik maupun saran yang sifatnya membangun sangat penulis perlukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

(7)

viii

Semoga amal dan kebaikan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini akan mendapat pahala dari Allah SWT. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Surabaya, 31 Mei 2011

Penulis

(8)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN REVISI ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ix

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Kajian Pustaka ... 6

1.5.1. Pengertian Konsumen ... 6

1.5.2. Pengertian Pelaku Usaha ... 10

1.5.3. Perlindungan Konsumen ... 14

a). Azas Perlindungan Konsumen... 14

b). Tujuan Perlindungan Konsumen…... 15

1.5.4. Pengertian produk….. ... 17

1.5.5. Cacat produk……….. ... 18

1.6. Metode Penelitian ... 20

1.6.1. Jenis dan Tipe Penelitian ... 20

(9)

x

1.6.2. Sumber Data ... 21

1). Bahan Hukum Primer ... 21

2). Bahan Hukum Sekunder ... 21

3). Bahan Hukum Tersier ... 22

1.6.3. Metode Pengumpulan Data ... 22

1.6.4. Metode Analisis Data ... 22

1.7. Lokasi Penelitian ... 23

1.8. Waktu Penelitian ... 23

1.9. Sistematika Penulisan ... … 23

BAB II BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG ... 25

2.1. Produk Cacat Carang ... 25

2.2. Tanggung Jawab Produk ... 29

2.3. Sanksi ... 34

BAB III UPAYA-UPAYA HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG CACAT BARANG… ... 39

3.1. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan ... 40

3.2. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan ... 45

BAB IV PENUTUP ... 53

4.1. Kesimpulan ... 53

4.2. Saran…… ... 53

DAFTAR PUSTAKA…. ... 55

LAMPIRAN………. ... 57

(10)

xi

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR FAKULTAS HUKUM

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK YANG

CACAT BARANG

(Studi Kasus di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surabaya)

ABSTRAKSI

Sebagai pihak yang lemah, konsumen perlu mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap konsumen dirasa sangat penting mengingat masih dapat diketemukannya produk cacat dipasaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bentuk perlindungan hukum bagi pihak konsumen terhadap produk yang cacat barang serta untuk mengetahui bagaimana bentuk upaya hukum dalam penyelesaian sengketa konsumen bila mengalami kerugian akibat produk yang cacat barang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama penelitian ini. Sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan menggunakan studi kepustakaan, perolehan bahan hukum melalui penelitian kepustakaan dikumpulkan dengan cara mencari dan mempelajari serta memahami buku-buku ilmiah yang memuat pendapat beberapa sarjana. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan cara metode diskriptif analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen yang mengalami kerugian akibat cacat produk dapat menuntut ganti kerugian sebagai tanggung jawab produk pelaku usaha. Selain itu, terdapat sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha yang telah merugikan konsumen akibat cacat produk tersebut sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Adapun upaya hukum yang ditempuh oleh konsumen yang mengalami kerugian akibat cacat produk yaitu dapat melalui litigasi maupun non litigasi. Dalam kasus yang penulis angkat, proses penyelesaiannya menggunakan non litigasi yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan masukan kepada BPSK serta pihak-pihak yang terkait agar lebih tegas dalam menyelesaikan masalah konsumen dan menerapkan hak-hak yang diberikan undang-undang kepada konsumen.

Kata Kunci : Konsumen, Produk Cacat, Tanggung Jawab Produk.

(11)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan perekonomian nasional yang diarahkan untuk mendukung tumbuhnya dunia usaha, akan mampu menghasilkan beraneka ragam barang dan jasa yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian bagi konsumen.

Perkembangan ekonomi yang pesat menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplomenter satu terhadap lainnya. Dengan perkembangan produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika, dimana terjadi perluasan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produk domestik dimana konsumen berkediaman maupun yang berasal dari luar negeri.

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal atau sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal

(12)

 

 

 

ini, pada satu sisi menguntungkan masyarakat karena tersedianya barang dan/atau jasa kebutuhan mereka, tetapi dari sisi lain menyangkut mutu, syarat-syarat penjualan dan pelayanan kondisi purna jual dari barang atau jasa konsumen, dan kondisi konsumen yang pada umunya lemah. 1

Ada sejumlah faktor yang menyebabkan posisi konsumen lemah yaitu antara lain:

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya.

2. Belum terkondisikannya “masyarakat konsumen” karena memang sebagian masyarakat ada yang belum mengetahui tentang apa saja hak-haknya dan kemana hak-haknya dapat disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang atau jasa yang sewajarnya.

3. Belum terkondisikannya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang mempunyai kemauan untuk menuntut hak-haknya.

4. Proses peradilan yang ruwet dan memakan waktu berkepanjangan. 5. Posisi konsumen yang selalu lemah.2

Sebagai pihak yang lemah, konsumen perlu mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor pergerakan produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. di Indonesia, perlindungan konsumen merupakan suatu keharusan yang wajib untuk ditingkatkan mengingat pada dasarnya setiap orang di Indonesia merupakan konsumen. 3

      

1

Az. Nasution, Konsumen dan Hukum,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal. 22

2

 Happy Susanto, Hah-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Seri Panduan Praktis, Visimedia, Jakarta Selatan, 2008, hal 29-30

3 

Celina Tri Siwi K., Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 5

(13)

 

 

 

Sebagaimana kita ketahui, dari keterbukaan ruang arus perdagangan barang dan/ jasa akan memberikan begitu banyak tantangan baik sebagai konsumen, produsen/pengusaha ataupun pemerintah, salah satu aspeknya adalah bahwa akan semakin meningkat permasalahan perlindungan konsumen.4 Permasalahan yang menyangkut tentang perlindungan konsumen begitu kompeks apalagi sekarang dengan semakin berkembangnya alat komunikasi seperti internet yang belakangan ini sangat marak sekali tanpa pandang usia pemakainya menyebabkan perubahan terhadap pola hidup masyarakat terutama di kota-kota besar yang menginginkan serba cepat dan efisien dalam mengkonsumsi suatu barang dan / atau jasa.

Salah satu barang yang dewasa ini dapat membantu efisiensi dalam berkomunikasi dan sangat pesat perkembangannya yaitu alat komunikasi telepon gengam atau handphone. Berbagai merk telah hadir di tengah-tengah masyarakat, mulai dari merk global yang lebih terdahulu dikenal masyarakat, hingga merk-merk lokal buatan Tiongkok yang akhir-akhir ini membanjiri pasar handphone di tanah air.

Hal ini sepatutnya diiringi dengan kualitas terhadap barang tersebut mengingat alat komunikasi adalah hal penting bagi kebanyakan orang. Tetapi akibat perang harga yang berlomba- lomba memberikan harga termurah, pada akhirnya kualitas dikesampingkan, dengan harapan biaya produksinya dapat

      

4

Husni Syawali, Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 6

(14)

 

 

 

ditekan seminimal mungkin supaya menjadi harga yang termurah dan cepat laku dipasaran sehingga dapat bersaing dengan merk-merk yang lain.

Akhirnya, pihak konsumenlah yang dirugikan. Hal ini dapat diketahui dari peristiwa yang merugikan konsumen dan pernah diadukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Surabaya yaitu salah satu handphone bermerk lokal buatan Tiongkok. Pihak konsumen merasa bahwa produk yang telah dibelinya terdapat cacat produk karena tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.

Dari kasus tersebut diatas, konsumen sebagai pihak yang lemah perlu mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan konsumen di Indonesia merupakan suatu keharusan yang wajib untuk ditingkatkan mengingat pada dasarnya setiap orang di Indonesia adalah konsumen, dan pada masalah ini kebanyakan orang Indonesia adalah pengguna telepon genggam.

Berpijak dari peristiwa-peristiwa yang banyak merugikan konsumen di Indonesia, maka pemerintah memberikan perlindungan kepada masyarakat Indonesia dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Hal ini penting karena hanya hukum yang memiliki kekuatan untuk memaksa pelaku usaha untuk mentaatinya, dan juga hukum memiliki sanksi yang tegas. Mengingat dampak penting yang dapat ditimbukan akibat tindakan pelaku usaha yang sewenang-wenang dan hanya mengutamakan keuntungan dari bisnisnya sendiri, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen yang posisinya memang lemah, di

(15)

 

 

 

samping ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen belum memadai. 5

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/ jasa yang berkualitas.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang tersebut, maka pembahasan dalam Proposal yang berjudul “ Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Yang Cacat Barang“, akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1) Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pihak konsumen terhadap

produk yang cacat barang?

2) Bagaimana bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan untuk penyelesaian sengketa konsumen bila mengalami kerugian akibat produk yang cacat barang?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk :

1) Mengetahui tentang bentuk perlindungan hukum bagi pihak konsumen terhadap produk yang cacat barang.

      

5

Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Kencana Pernada Group, Jakarta, 2008, hal. 2

(16)

 

 

 

2) Mengetahui bagaimana bentuk upaya hukum dalam penyelesaian sengketa konsumen bila mengalami kerugian akibat produk yang cacat barang.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya terkait mengenai bentuk perlindungan hukum bagi pihak konsumen terhadap produk yang cacat barang.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi konkrit bagi usaha pembaharuan hukum perdata khususnya bagi hakim, pengacara, pengugat, ketika mengajukan upaya hukum yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa konsumen.

1.5. Kajian Pustaka

Tinjauan Umum mengenai konsumen, pelaku usaha, perlindungan konsumen, pengertian produk serta cacat produk.

1.5.1. Pengertian Konsumen.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Menurut UUPK pasal 1 ayat 2, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

(17)

 

 

 

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

Dari definisi yuridis formal diatas, dapat dikatakan bahwa semua orang adalah konsumen karena membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya, ataupun untuk memelihara/merawat harta bendanya.

Sebelum muncul UUPK, yang diberlakukan pemerintah mulai 20 April 2000 praktis hanya sedikit pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia. Dalam garis-garis besar haluan negara (Ketetapan MPR No. II/MPR/1993) disebutkan kata konsumen dalam rangka membicarakan tentang sasaran bidang perdagangan. Sama sekali tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang pengertian istilah ini dalam ketetapan tersebut.

Diantara ketentuan normatif itu, terdapat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU ini memuat suatu definisi tentang konsumen, Yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Isitilah lain yang sedikit dekat dengan konsumen adalah ”pembeli”. Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 6

       6

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi 2006, Grasindo, Jakarta, 2006, hal. 2

(18)

 

 

 

Adapun yang memberikan arti lain, yaitu konsumen berasal dari ”consumer”, secara harfiah berarti seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang atau menggunakan jasa atau seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang-barang tertentu atau menggunakan persediaan atau sejumlah barang. 7

Sebagai konsumen barang dan jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap konsumen, konsumen secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya.8

Berdasarkan UUPK pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut: a. Hak atas kenyamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi

barang/jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi seta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

(19)

 

 

 

h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya.

Disamping hak-hak konsumen yang telah disebutkan diatas, konsumen juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam UUPK pasal 5, dinyatakan bahwa kewajiban konsumen sebagai berikut.

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu membaca dan meneliti label, etiket, kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/ jasa. Itikad baik sangat diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi. Dengan itikad yang baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diinginkannya bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Ketika dirasa ada keluhan terhadap barang/jasa yang telah didapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan agar penyelesaian masalah sebisa mungkin dilakukan dengan cara damai. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum bisa dilakukan asalkan memperhatikan norma dan prosedur yang berlaku.

Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara demikian, setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah yang akan

(20)

10 

 

 

 

menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak-haknya sebagai konsumen. 9

Adapun terjadi pelanggaran terhadap hak konsumen, akan dikenakan sanksi. Pada dasarnya, hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha adalah hubungan hukum keperdataan, tapi UUPK juga mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak konsumen.10 Sebagaimana disebutkan dalam UUPK pasal 45 ayat 3, “Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksudkan pada ayat 2 tidak

menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam

undang-undang”.

1.5.2. Pelaku Usaha.

Berdasarkan UUPK pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa “pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi”.

Dalam penjelasan undang-undang yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor dan lain-lain. Dengan demikian, pelaku usaha tidak

      

9

Ibid, hal 28

10

Ibid, hal 41-42

(21)

11 

 

 

 

hanya diartikan sebagai pihak pembuat yang menghasikan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ketangan konsumen.

Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah terhadap hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive, pengertian “produsen” meliputi:11

(1) Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen dalam proses produksinya.

(2) Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.

(3) Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain dalam produk menampakkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.

Dalam pasal 6 UUPK, produsen disebut sebagai pelaku usaha mempunyai hak sebagai berikut:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

      

11

Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit., h. 41-45

(22)

12 

 

 

 

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disamping hak-hak pelaku usaha yang telah disebutkan diatas, pelaku usaha juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam UUPK pasal 7, dinyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha sebagai berikut:

a. Beritikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dalam UUPK pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

(23)

13 

 

 

 

jasa. Itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

Tentang kewajiban kedua pelaku usaha yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi disamping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk, yang akan sangat merugikan kosumen.

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen dapat berupa representasi, peringatan, maupun yang berupa instruksi.

Diperlukan representasi yang benar terhadap suatu produk, karena salah satu penyebab terjadinya kerugian terhadap konsumen adalah terjadinya misrepresentasi terhadap suatu produk. Selain representasi, peringatan ini sama pentingnya dengan instruksi penggunaan suatu

(24)

14 

 

 

 

produk yang merupakan informasi bagi konsumen, walaupun keduanya memiliki fungsi yang berbeda yaitu instruksi terutama telah diperhitungkan untuk menjamin efisiensi penggunaan produk, sedangkan peringatan dirancang untuk menjamin keamanan penggunaan produk. 1.5.3. Perlindungan Konsumen.

Berdasarkan UUPK pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.

Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak kosumen. Dengan adanya UUPK beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dengan demikian konsumen dapat menggugat atau menuntut apabila ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha. 12

Upaya perlindungan konsumen didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam penerapannya di tingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.

      

12

Happy Susanto, op.cit., h. 5

(25)

15 

 

 

 

a. Asas Perlindungan Konsumen

Berdasarkan UUPK pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen. 1) Asas Manfaat

Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2) Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3) Asas Keseimbangan

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual.

4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5) Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

b. Tujuan Perlindungan Konsumen

Dalam UUPK pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen sebagai berikut.

1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang/jasa.

3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

(26)

16 

 

 

 

4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

6) Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.13

Upaya mewujudkan tujuan tersebut tidak mudah, karena kendala yang dihadapi tidak terbatas pada rendahnya kesadaran konsumen akan hak-haknya, tetapi juga adanya persepsi yang salah dikalangan sebagian besar pelaku usaha bahwa perlindungan terhadap konsumen akan menimbulkan kerugian terhadap pelaku usaha. 14

Persepsi tersebut akan mudah diluruskan bila disadari bahwa: 1. Konsumen dan pelaku usaha adalah pasangan yang saling

membutuhkan. Usaha pelaku usaha tidak akan dapat berkembang dengan baik bila konsumen banyak dirugikan oleh banyaknya produk yang tidak memenuhi syarat.

2. Bila ada pelaku usaha yang melakukan kecurangan dalam melakukan kegiatan usahanya, maka kecurangan ini tidak akan merugikan konsumen saja, tetapi juga akan merugikan pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.

       13

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal, 33

14

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Pedoman Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen Bagi Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota, Jakarta, 2003, hal. 5

(27)

17 

 

 

 

3. Kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan usaha bagi pelaku usaha yang bertanggung jawab dapat diwujudkan tidak dengan jalan merugikan kepentingan konsumen, tetapi dapat dicapai melalui peningkatan mutu dan daya saing produk yang memenuhi syarat perlindungan konsumen.

4. Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

1.5.4. Pengertian produk.

Dalam pengertian luas, produk ialah segala barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu proses sehingga produk berkaitan erat dengan teknologi. Berdasarkan UUPK pasal 1 ayat 4 disebutkan bahwa “Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik

bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat

dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau

dimanfaatkan oleh konsumen”. 15

Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah berkonotasi barang atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada

      

15

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2010, hal. 18

(28)

18 

 

 

 

pengertian barang. Dalam dunia perbankan misalnya, istilah produk dipakai juga untuk menamakan jenis-jenis layanan perbankan. 16

1.5.5. Cacat Produk.

Tim Kerja Penyusun Naskah Akademis Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI merumuskan pengertian produk yang cacat sebagai berikut.

“Setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya, baik karena kesengajaan, atau kealpaan dalam proses produksinya maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredarannya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya, sebagai layaknya diharapkan orang”.

Pengertian cacat dalam KUH Perdata diartikan sebagai cacat yang “sungguh-sungguh” bersifat sedemikian rupa yang menyebabkan barang itu “tidak dapat digunakan” dengan sempurna sesuai dengan keperluan yang semestinya dihayati oleh benda itu atau cacat itu mengakibatkan “berkurangnya manfaat” benda tersebut dari tujuan yang semestinya. Dari pengertian ini maka ada satu tanggung jawab bagi produsen untuk mengutamakan kualitas barang yang diproduksi daripada mengejar kuantitas atau jumlah yang diproduksi. 17

Untuk mengetahui kapan suatu produk mengalami cacat, dapat dibedakan atas tiga kemungkinan, yaitu kesalahan produksi, cacat desain

      

16

Shidarta, op.cit., hal 8

17

Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hal. 62

(29)

19 

 

 

 

dan informasi yang tidak memadai, yang selanjutnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kesalahan produksi.

Kesalahan produksi ini dapat dibedakan atas dua bagian, yaitu pertama adalah kesalahan yang meliputi kegagalan proses produksi, pemasangan produk, kegagalan pada sarana inspeksi, apakah karena kelalaian manusia atau ketidakberesan pada mesin dan yang serupa dengan itu, sedangkan yang kedua adalah produk-produk yang telah sesuai dengan rancangan dan spesifikasi yang dimaksudkan oleh pembuat, namun terbukti tidak aman dalam pemakaian normal.

b. Cacat desain.

Pada cacat desain ini, cacat terjadi pada tingkat persiapan produk. Hal ini terdiri atas desain, komposisi atau konstruksi.

c. Informasi yang tidak memadai.

Informasi yang tidak memadai ini berhubungan dengan pemasaran suatu produk, dimana keamanan suatu produk ditentukan oleh informasi yang diberikan kepada pemakai yang berupa pemberian label produk, cara penggunaan, peringatan atas resiko tertentu atau hal lainnya sehingga produsen pembuat dan supplier dapat memberikan jaminan bahwa produk-produk mereka itu dapat

(30)

20 

 

 

 

dipergunakan sebagaimana dimaksudkan. Dengan demikian, produsen berkewajiban untuk memperhatikan keamanan produknya.18

Disamping itu, ada juga yang membagi kecacatan atas empat, yaitu kesalahan produksi, cacat desain, cacat instruksi, dan misrepresentasi. Pembagian kecacatan produk atas beberapa tipe tersebut mendapat sanggahan-sanggahan, karena misrepresentasi tidak dianggap sebagai cacat produk, sedangkan cacat instruksi digolongkan sebagai cacat desain, demikian pula dengan cacat produksi dan cacat desain juga tidak jelas perbedaannya.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan berdasarkan norma dan kaidah dari peraturan perundangan, khususnya yang berkaitan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 19

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum deskriptif analisis. Dalam artian penelitian ini diharapkan mampu melukiskan gambaran secara sistematis, terperinci dan menyeluruh tentang “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Yang Cacat Barang“. Dalam hal ini pembahasan analisis menganai ruang lingkup perlindungan konsumen dimaksudkan untuk dapat memperoleh gambaran

      

18

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit. hal 160-161

19

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1985, hal. 15

(31)

21 

 

 

 

tentang pokok permasalahan yang ada di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surabaya.

Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum deskriptif analisis.

1.6.2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder adalah data dari penelitian kepustakaan di mana dalam data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas terdiri dari :

a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

b) SK Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

d) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan bahan hukum primer, dimana bahan hukum sekunder

(32)

22 

 

 

 

berupa buku literatur, hasil karya sarjana untuk memperluas wawasan penulis mengenai bidang penulisan.

3. Bahan hukum tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai perangkap dari kedua bahan hukum sebelumnya terdiri dari :

a. Kamus hukum

b. Kamus bahasa Indonesia

1.6.3. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Untuk mendapatkan bahan hukum ynag diperlukan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan, perolehan bahan hukum melalui penelitian kepustakaan dikumpulkan dengan cara mencari dan mempelajari serta memahami buku-buku ilmiah yang memuat pendapat beberapa sarjana.

Selain itu, peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pembahasan skripsi ini juga dikumpulkan, Bahan hukum yang telah berhasil dikumpulkan tersebut selanjutnya akan dilakukan penyuntingan bahan hukum, pengklasifikasian bahan hukum yang relevan dan penguraian secara sistematis.

1.6.4. Metode Analisis Data

Berdasarkan bahan hukum yang diperolah, maka penulisan skripsi ini menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang menganalisis peraturan perundang-undangan sebagai hal umum, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Selanjutnya dibahas, disusun,

(33)

23 

 

 

 

diuraikan, dan ditafsirkan, serta dikaji permasalahan sehingga diperoleh suatu kesimpulan sebagai upaya pemecahan masalah.

1.7. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian adalah tempat atau daerah yang dipilih sebagai tempat pengumpulan data dilapangan untuk menemukan jawaban atas masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surabaya.

1.8. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini adalah 2 (dua) bulan, dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Maret 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari minggu pertama. Tahap persiapan penelitian ini meliputi : penentuan judul penelitian, penulisan proposal, seminar proposal, dan perbaikan proposal. Tahap pelaksanaan penelitian selama 2 bulan terhitung mulai minggu kedua bulan Februari sampai bulan Maret minggu pertama, meliputi pengumpulan sumber data primer dan sumber data sekunder.

1.9. Sistematika Penulisan

Pada penulisan skripsi ini penulis membagi empat bab pokok bahasan untuk memperoleh pembahasan atas permasalahan secara menyeluruh dan terperinci, berikut akan dijelaskan pembahasan dalam tiap babnya.

Dalam bab pertama adalah pendahuluan, bab ini memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

(34)

24 

 

 

 

penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini serta pertanggung jawaban sistematika. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pembaca agar dapat mengetahui secara garis besar pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

Sedangkan bab kedua menguraikan jawaban dari permasalahan yang pertama, penulis akan membahas tentang bentuk perlindungan hukum bagi pihak konsumen atas produk yang cacat barang. Pada bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu, pertama mengenai tanggung jawab produk (product liability). Kedua mengenai sanksi.

Pada bab ketiga, penulis menguraikan jawaban dari permasalahan yang kedua yaitu, tentang upaya-upaya hukum dalam penyelesaian sengketa konsumen bila mengalami kerugian akibat produk yang cacat barang. Pada bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu, pertama penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi). Kedua, penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi).

Bab keempat, penutup merupakan bagian terakhir dan sebagai penutup dalam penulisan skripsi ini yang berisi kesimpulan dari pembahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan juga berisikan saran-saran dari permasalahan tersebut. Dengan demikian bab penutup ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini sekaligus merupakan rangkuman jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menjelaskan bahwa putusan majelis BPSK adalah bersifat final dan mengikat, artinya tidak ada lagi upaya

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui mengenai apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah melindungi kepentingan konsumen

jawab hukum pelaku usaha terhadap barang yang memiliki cacat produk, maka.. dipilihlah sebuah perusahaan yang

Sebagai penyeimbang atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi konsumen serta untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Shyang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas

Secara sederhana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antara konsumen sebagai pihak yang dirugikan dengan pelaku

Undang-Un- dang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kon- sumen bahwa pelaku usaha harus memiliki itikad baik dalam melakukan usahanya terutama itikadi baik pro- dusen dan

Pos Indonesia Cabang Ungaran yang merupakan pelaku usaha dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pelayanan, harus selalu berusaha