• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revitalisasi Hukum Adat Dalam Tindak Pidana Kekerasan Rumah Tangga Di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Revitalisasi Hukum Adat Dalam Tindak Pidana Kekerasan Rumah Tangga Di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

REVITALISASI HUKUM ADAT DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN RUMAH TANGGA DI GAMPONG PUNGE JURONG

KECAMATAN MEURAXA BANDA ACEH SKRIPSI

Diajukan oleh:

Muhammad Ilham NIM. 170104107

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Prodi Hukum Pidana Islam

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH 2022

(2)
(3)
(4)

NIM

(5)

v ABSTRAK

Nama : Muhammad Ilham

NIM : 170104107

Fakultas/ Prodi : Syari’ah dan Hukum/ Hukum Pidana Islam Judul : Revitalisasi Hukum Adat dalam Tindak Pidana

Kekerasan Rumah Tangga di Kecamatan Meuraxa Banda Aceh

Tanggal Sidang : 27 Desember 2022 Tebal Skripsi : 74

Pembimbing I : Dr. Tgk. H. Sulfanwandi, S.Ag Pembimbing II : Muhammad Iqbal, MM

Kata Kunci : Hukum Adat, Tindak Pidana, KDRT

KDRT adalah salah satu perselisihan yang dapat diselesaikan melalui peradilan adat sebagaimana telah diatur dalam Qanun Nomor 10 Tahun 2008 tentang lembaga adat mengatur lebih lanjut penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan. Adapun pertanyaan penelitian dalam skripsi ini sebagai berikut: pertama, bagaimana penyelesaian hukum adat pada kasus KDRT di Gampong Punge Jurong? Kedua, apa saja faktor yang menimbulkan KDRT?

Ketiga, bagaimana pandangan Islam terhadap penyelesaian KDRT menggunakan hukum adat? Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data lapangan (field research) dan data pustaka (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, penyelesaian hukum adat pada kasus KDRT di Punge Jurong diselesaikan dengan Strata Pelaporan, Penerimaan Laporan, Strata Persidangan, Strata Pembacaan putusan dan selanjutnya adalah tahapan pembacaan putusan terhadap sengketa pidana KDRT. Kedua faktor yang menimbulkan KDRT antara lain Kekerasan Emosional, Penelantaran Rumah Tangga (Kekerasan Ekonomi), dan Kekerasan Psikis. Ketiga penyelesaian kasus KDRT di Gampong Punge Jurong sudah sesuai dengan syariat islam yaitu memakai aparatur Gampong seperti Tgk Imum dengan memberikan nasehat dalam bentuk ceramah yang terkandung nilai-nilai keislaman.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا هللّا مسب

دعب اما ،هلااو نمو هب احصاو هلا ىلعو ، هللّا لوسر ىلع ملاسلاو ةلاصلاو ،هللّ دملحا

Tiada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya serta memberikan kesempatan dan kesehatan kepada penulis sehingga penulis telah dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam kepada Nabi besar Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam beserta keluarga dan para sahabat beliau yang telah membimbing kita ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Dengan segala kekurangan akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”REVITALISASI HUKUM ADAT DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN RUMAH TANGGA DI GAMPONG PUNGE JURONG KECAMATAN MEURAXA BANDA ACEH’’ yang merupakan syarat dalam rangka menyelesaikan studi untuk menempuh gelar Sarjana Hukum Pidana Islam di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar- Raniry. Dalam penulisan skripsi ini, telah banyak pihak yang membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada:

1. Ucapan cinta dan terimakasih sebesar-besarnya penulis utarakan Kepada Ayahanda Drs. Zuhri Usman dan Ibunda Darwiati S.E serta Ria Khairani yang senantiasa mendoakan penulis selama ini.

2. Bapak Dr. Kamaruzzaman, M.Sh Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Bapak Dedy Sumardi S.HI, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam. Bapak Edi Yuhermansyah, SHI., LL.M selaku

(7)

vii

3. pembimbing akademik yang telah membimbing kami mahasiswa/i di Fakultas Syari’ah dan Hukum.

4. Bapak selaku pembimbing I Dr. Tgk. H. Sulfanwandi, S.Ag dan Bapak Muhammad Iqbal, MM selaku Pembimbing II, yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan yang sangat luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala Senantiasa memudahkan segala urusan serta rezeki bapak.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat memperbaiki kekurangan yang ada di waktu mendatang, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Banda Aceh, 27 Desember 2022 Penulis,

Muhammad Ilham

(8)

viii

TRANSLITERASI

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543b/U/1987 1. Konsonan

Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda sekaligus.

Di bawah ini daftar huruf Arab itu dan transliterasinya dengan huruf Latin

Huruf Arab

Nama Huruf Latin

Nama Huruf Arab

Nama Huruf Latin

Nama

ا

Alῑf tidak

dilamba ngkan

tidak dilamban

gkan

ط

țā’ Ț te (dengan

titik di bawah)

ب

Bā’ b Be

ظ

ẓa zet

(dengan titik di bawah)

ت

Tā’ t Te

ع

‘ain koma

terbalik (di atas)

ث

Śa’ ś es

(dengan titik di

atas)

غ

Gain G Ge

ج

Jῑm J je

ف

Fā’ F Ef

(9)

ix

ح

Hā’ ha

(dengan titik di bawah)

ق

Qāf Q Ki

خ

Khā’ Kh ka dan ha

ك

Kāf K Ka

د

Dāl d De

ل

Lām L El

ذ

Żal ż zet

(dengan titik di

atas)

م

Mῑm M Em

ر

Rā’ r Er

ن

Nūn N En

ز

Zai z Zet

و

Wau W We

س

Sῑn s Es

ه

Hā’ H Ha

ش

Syῑn sy es dan ye

ء

Hamza

h

‘ Apostrof

ص

Șād ș es

(dengan titik di bawah)

ي

Yā’ Y Ye

ض

Ḍad de

(dengan titik di bawah)

(10)

x 2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

1) Vokal tunggal

Vokal tnggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ

fatḥah A A

َ

Kasrah I I

َ

ḍammah U U

2) Vokal rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama huruf Gabungan

huruf

Nama

... ي َ

fatḥah dan

yā’

Ai a dan i

... و َ

fatḥah dan

wāu

Au a dan u

Contoh:

ب ت ك

-kataba

ل ع ف

-fa‘ala

ر ك ذ

-żukira

ب ه ذ ي

-yażhabu

(11)

xi

ل ئ س

-su’ila

ف ي ك

-kaifa

ل و ه

-haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harak at dan Huruf

Nama Huruf

dan Tanda

Nama

...

ى ...ا َ

fatḥah dan alῑf atau yā’

Ā a dan garis

di atas

ي...

yā’ kasrah dan i dan garis

di atas

و. َ..

ḍammah dan

wāu

Ū u dan garis

di atas

Contoh:

ل ا ق

-qāla

ى م ر

-ramā

ل ي ق

-qῑla

ل و ق ي

-yaqūlu

4. Tā’ marbūțah

Transliterasi untuk tā’ marbūțah ada dua:

1. Tā’ marbūțah hidup

tā’ marbūțah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah ‘t’.

2. Tā’ marbūțah mati

tā’ marbūțah yang mati atau mendapat harakat yang sukun, transliterasinya adalah ‘h’.

3. Kalau dengan kata yang terakhir adalah tā’ marbūțah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

(12)

xii Contoh:

ا ف ط لأ ا ة ض و ر

ل

-rauḍ ah al-ațfāl -rauḍ atul ațfāl

ة رَّو ن م ل ا ة ن ي د م ل ا

-al-Madῑnah al-Munawwarah

-AL-Madῑnatul-Munawwarah

ة ح ل ط

-țalḥah

5. Syaddah (Tasydῑd)

Syaddah atau tasydῑd yang dalam tulisan Arab dilambangkan degan sebuah tanda, tanda Syaddah atau tasydῑd, dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Contoh:

ا نَّ ب ر

-rabbanā

لَّز ن

-nazzala

ر بلا

-al-birr

هجلحا

-al-ḥajj

م هع ن

-nu‘ ‘ima

6. Kata sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu (

لا ),

namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti huruf qamariyyah.

1) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /1/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.

2) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti huruf syamsiyyahi maupun huruf qamariyyah, kata sandang ditulis

(13)

xiii

terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sempang.

Contoh:

ل جهرا

-ar-rajulu

ة د هي سا

-as-sayyidatu

س شَا

-asy-syamsu

م ل قلا

-al-qalamu

ع ي د بلا

-al-badῑ‘u

ل لا لخا

-al-jalālu

7. Hamzah

Dinyatakan di depan bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrof.

Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata.

Bila hamzah itu terletak di awal kata tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.

Contoh:

ن و ذ ُ ت

-ta’ khużūna

ء وَّ نلا

-an-nau’

ئ ي ش

-syai’un

َّن إ

-inna

ت ر م أ

-umirtu

ل ك أ

-akala

8. Penulisan kata

Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun harf ditulis terpisah.

Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan maka transliterasi ini, penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.

(14)

xiv Contoh:

ل للهَّنَّإ و

ي ق زاَّرلا ر ي ُ و

-Wa inna Allāh lahuwa khair ar-rāziqῑn

-Wa innallāha lahuwa khairurrāziqῑn

نا ز ي م لا و ل ي ك لاا و ف وأ ف

-Fa auf al-kaila wa al-mῑzān -Fa auful-kaila wal- mῑzān

ل ي ل لخا م ي ها ر بإ

-Ibrāhῑm al-Khalῑl

-Ibrāhῑmul-Khalῑl

ا ه ا س ر م وا ها ر مَ الله م س ب

-Bismillāhi majrahā wa mursāh

ت ي ب لا رج ح س اهنلا ى ل ع لله و

-Wa lillāhi ‘ala an-nāsi ḥijju al-baiti man istațā‘a ilahi sabῑla

الا ي ب س ه ي لإ ع ا ط ت سا ن م

-Walillāhi ‘alan-nāsi ḥijjul-baiti manistațā‘a ilaihi sabῑlā

9. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: Huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permualaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Contoh:

دهم مُ ااماو

ل و س رَّلاإ

-Wa mā Muhammadun illā rasul

س اَّنلل ع ض او ٍت ي ب ض لهوأ َّن إ

-Inna awwala baitin wuḍ i‘a linnāsi

اة ك ر ا ب م ةَّك ب ب ي ذهل ل -

lallażῑ bibakkata mubārakkan

نأ ر ق لا ه ي ف ل ز نأ ي ذ لا نا ض م ر ر ه ش

-Syahru Ramaḍān al-lażi unzila fῑh al- Qur’ānu

-Syahru Ramaḍ ānal-lażi unzila fῑhil qur’ānu

(15)

xv

ي ب م لا ق ف لأ بِ ه ا ر د ق ل و

-Wa laqad ra’āhu bil-ufuq al-mubῑn

-Wa laqad ra’āhu bil-ufuqil-mubῑni

ي م ل ا ع لا هب ر لله د م لحا

-Alhamdu lillāhi rabbi al-‘ālamῑn

-Alhamdu lillāhi rabbil ‘ālamῑn

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harkat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.

Contoh:

ب ي ر ق ح ت ف و الله ن م ر ص ن

-Nasrun minallāhi wa fatḥun qarῑb

ااع ي جَ ر ملأا لله

-Lillāhi al0amru jamῑ‘an

-Lillāhil-amru jamῑ‘an

م ي ل ع ٍء ي ش هل ك ب الله و

-Wallāha bikulli syai‘in ‘alῑm 10. Tawid

Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman transliterasi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Ilmu Tajwid.

Karena itu peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman tajwid.

Catatan:

Modifikasi

1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasin seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkn nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan.

Contoh: Șamad Ibn Sulaimān.

2. Nama Negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrūt; dan sebagainya.

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk Di Gampong Punge Jurong ... 32

Tabel 2 Jumlah Agama Di Gampong Punge Jurong ... 35

Tabel 3 Jumlah Pendidikan Di Gampong Punge Jurong ... 36

Tabel 4 Jumlah Dusun/Lingkungan Di Gampong Punge Jurong ... 37

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 SK Penetapan Pembimbing Skripsi ... 52 Lampiran 2 Surat Permohonan Melakukan Penelitian ... 53 Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari Kantor Camat

Kecamatan Meuraxa ... 54 Lampiran 4 Dokumentasi ... 55

(18)

xviii DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SIDANG ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTARISI ... xvii

BAB SATU: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Penjelasan Istilah ... 12

F. Metode penelitian ... 13

G. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB DUA: KONSEP REVITALISASI TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT HUKUM ADAT ... 18

A. Pengertian revitalisasi hukum adat ... 18

B. Pengertian Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ... 19

C. Dasar hukum adat tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ... 22

D. Gambaran Umum Hukum Adat Terhadap Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga ... 23

E. Kekerasan dalam rumah tangga menurut perspektif Islam ... 27

F. Efek Negatif yang Timbul Pada Anak yang Mengalami Kekerasan Rumah Tangga ... 30

BAB TIGA: REVITALISASI HUKUM ADAT DALAM TINDAK PIDANA KEKERASAN RUMAH TANGGA DI GAMPONG PUNGE JURONG KECAMATAN MEURAXA ... 34

A. Deskripsi lokasi penelitian Gampong Punge Jurong kecamatan meuraxa ... 34

B. Revitalisasi Hukum adat penyelesaian kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga di gampong Punge Jurong keucamatan meuraxa. ... 39

(19)

xix

C. Faktor- faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Gampong Punge

Jurong Kecamatan Meuraxa ... 43

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap hukum adat Punge Jurong dalam tindak pidana kekerasan rumah tangga ... 45

BAB EMPAT: PENUTUP ... 48

A. Kesimpulan ... 48

b. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 52

LAMPIRAN ... 53

(20)

1 BAB SATU PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Secara Substantif, tanpa dibebani oleh presepsi ideologis tertentu, konsep hukum adat adalah sinonim dari konsep hukum kebiasaan (customery law).

Hukum adat sebagai suatu sistem yang bersandar pada alam pikiran bangsa Indonesia memiliki konsep dasar, unsur bagian konsistensi dan kelengkapan yang semuanya itu merupakan suatu kesatuan yang terangkai.1 Kekerabatan dalam hukum adat pada masyarakat merupakan kecorakan pencerminan kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing daerah mempunyai tata hukum adat yang berbeda yang sesuai dengan adat istiadat yang ada pada setiap daerah tersebut dengan mempunyai ciri khasnya yang tidak terkodifikasi.2 Begitu juga dengan halnya di Kecamatan Meuraxa Banda Aceh yang terdapat di Gampong Punge Jurong, disamping berlakunya hukum nasional sebagai payung hukum, juga ada aturan-aturan lain yang telah hidup dan berkembang dalam masyarakat itu sendiri yakni hukum adat. Jenis saksi dari hukum adat dalam memberi sanksi adalah berbentuk sanksi denda, dikucilkan dari pergaulan masyarakat bahkan tidak diberi kesempatan untuk tinggal di desa tersebut.

Pengakuan akan hukum adat diatur juga dalam pasal satu ayat (43) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi: Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

1 Said Sempara “Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum”, (Total Media: Yogyakarta, 2009), Hlm. 38

2 Soerojo Wignjodipuro, “Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat”,(CV Haji Masagung:

Jakarta, 2000), Hlm. 235

(21)

2 masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di sisi lain, hukum adat sangat membantu dalam penyelesaian masalah kekerasan dalam rumah tangga di kampung atau di desa. Sebab hal ini mencerminkan bahwasanya hukum juga memiliki bebrapa bagian hingga sampai ke dalam hukum desa.

Sejatinya rumah tangga yang baik terlahir dari cinta dan kasih sayang yang terlahir dari pasangan suami istri, masing- masing pihak harus dapat melaksankan tugas sebagai suami dan istri sebagaimana firman ALLAH SWT dalam Surah Al- Furqan ayat 74.

َنيِقَّتُمْلِل اَنْلَعْجا َو ٍنُيْعَأ َةَّرُق اَنِتّٰي ِ رُذ َو اَن ِج ٰو ْزَأ ْنِم اَنَل ْبَه اَنَّبَر َنوُلوُقَي َنيِذَّلا َو اًماَمِإ

Artinya: "Dan orang-orang yang berkata, Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqan:

74) 3

Tetapi saat ini banyak rumah tangga yang memiliki perselisihan sehingga menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. Kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak semata-mata diselesaikan dengan hukum saja, tetapi juga bisa diselesaikan oleh kekeluargaan dan seperangkat aparat kampung. Hal ini dapat membuat kantor peradilan tidak penuh dengan membahas kasus-kasus ini saja, dengan ini hukum adat di kampung sangat berfungsi untuk menyelesaikan masalah ini sebelum masuk ke hukum nasional. Kasus ini juga sangat privasi

3 QS. Al- Furqan (25): 74

(22)

3 dikarenakan ini problem internal yang terdapat pada pasangan suami istri. Oleh karena itu, ada baik nya masalah internal ini tidak perlu di bawa ke hukum nasional jika pasangan suami istri masih bisa diarahkan oleh keluarga pasangan tersebut, ini juga dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Dalam masalah KDRT, identifikasi masalah-masalah kekerasan yang dialami para istri, dan menganalisis kategori jenis kekerasan tersebut:

kekerasan fisik, psiklogis, ekonomi atau seksual. Setelah itu, penyebab terjadinya bentuk-bentuk kekerasan tertentu, dengan membagikan perhatian khusus pada pengukuran apakah penyebab tersebut ada kaitan nya dengan keadaan istri yang bekerja sebagai dosen atau guru. Konteks dan setting menjadi terjadinya KDRT tersebut juga akan menjadi focus perhatian ini. Ini meliputi tempat dan waktu terjadi sebelum munculnya kekerasan tertentu. Kami yakin bahwa hal ini akan membantu menjelaskan mengapa kekerasan tertentu terjadi oleh karena itu, disini akan diberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kasus tersebut.4

Memang tidak ada definisi tunggal dan jelas yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun demikian, biasanya kekerasan dalam rumah tangga secara mendasar, meliputi:Kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang menyebabkan kematian.

(a) Kekerasan psikologis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada perempuan.

(b) Kekerasan seksual, yaitu stiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau disaat korban tidak menghendaki dan atau melakukan hubungan seksual dengan cara-

4Fathul Jannah dkk, “Kekerasan Terhadap Istri”, (Yogyakarta: LKIS,2007) hlm. 36

(23)

4 cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban dan atau menjauhkannya (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.

(c) Kekerasan ekonomi, yaitu setiap perbuatan yang membatasi orang (perempuan) untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang dan atau barang atau membiarkan korban bekerja untuk di eksploitasi atau menelantarkan anggota keluarga.5

Sehubungan dengan observasi awal di kantor camat kecamatan Meuraxa mengungkapkan bahwa ada 3 kasus yang terjadi selama 5 tahun terakhir di Gampong Punge Jurong salah satunya yang menyelesaikan KDRT dengan hukum adat, adapun permasalahan yang terjadi di Gampong Punge Jurong sebagai berikut:

a) Pada tahun 2018 di Gampong Punge Jurong terdapat konflik rumah tangga dengan motif faktor ekonomi. Kekurangan ekonomi dalam membangun rumah tangga ini lah yang menyebabkan pasangan suami istri ini konflik sehingga menimbulkan keributan dirumah. Andy Suryadi selaku Sekretaris Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong menjelaskan pasutri ini kerap sekali sering ribut dikarenakan suami yang tidak memiliki kerja tetap sehingga uang bulanan tidak selalu ada dan kebutuhan sehari-hari juga tidak terpenuhi. Sang istri selalu berusaha untuk mencari penghasilan dari segi lain tetapi suami tidak begitu merespon keinginan istri. Ungkap Sekretaris Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong.6

b) Akhir tahun 2020 terdapat perselingkuhan terhadap pasutri yang baru menikah 6 tahun. Perselingkuhan terjadi pada istri yang berawal sering mencurahkan isi hatinya melalui media sosial, dari curhatan itu lantas mengundang simpati dari orang lain yang membuatnya nyaman hingga

5Yeni Huriyani, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)”, Persoalan Privat Yang Jadi Persoalan Publik”hlm.76

6 Hasil Wawancara dengan Andy Surya sebagai Sekretaris Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong

(24)

5 terjalin hubungan. Tak tahan dengan adanya orang ketiga sang suami menalak istri hingga berakhir perceraian. Maka dari itu dari setiap penyuluhan dan sosialisasi kami tekankan sebisa mungkin korban kekerasan agar tidak curhat di media sosial karena dikhawatirkan muncul persoalan baru. Ucap pak Fauzi selaku Kepala Seksi Pelayanan di Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong.7

c) Diungkap oleh Sekretaris Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong di pertengahan tahun 2017 terdapat perselisihan pendapat yang menimbulkan sang suami membentak istri. Istri tidak diberi kesempatan dalam berbicara. Akibat dari istri yang sudah tidak tahan dibuat seperti itu menimbulkan istri juga ikut marah sehingga emosi keduanya tidak terkontrol. Mereka memiliki anak 2 yang satunya masih 4 tahun yang mengalami ketakutan saat orang tua nya sedang beradu pendapat. Anak tersebut nangis sangat kuat sehingga membuat tetangga simpati terhadap anak kemudian tetangga tersebut ikut meluruskan permasalahan pasutri itu. Lalu sang istri dan tetangga melaporkan kejadian ini ke Tuha Peut untuk meminta pencerahan dan solusi untuk suami nya yang keras kepala.8 Jadi berdasarkan permasalahan yang terjadi penulis ingin meneliti lebih lanjut dengan judul Revitalisasi Hukum Adat Dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh

7 Hasil Wawancara dengan Fauzi, SP sebagai Kepala Seksi Pelayanan Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong 23 Desember 2021 di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

8 Hasil Wawancara dengan Andy Suryadi sebagai Sekretaris Kantor Keuchik Gampong Punge Jurong 23 Desember 2021 di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

(25)

6 B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelesaian hukum adat pada perkara kekerasan dalam rumah tangga di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh?

2. Apa saja faktor terjadinya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh?

3. Bagaimana perspektif Islam tentang penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui cara penyelesaian hukum adat di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.

2. Untuk mengetahui faktor kasus KDRT di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.

3. Untuk mengetahui penyelesaian KDRT dalam perspektif islam di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.

D. Kajian Pustaka

Setelah penulis menelusuri beberapa penelitian terdahulu yang beberapa penelitian yang membahas mengenai dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Yaitu sebagai berikut:

Skripsi yang ditulis oleh Nofil Gustira yang berjudul “Pelaksanaan Pidana Adat Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bener Meriah” pada tahun 2018 dalam skripsinya dijelaskan bahwa Pertama, pelaksanaan pidana adat terhadap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dilakukan menurut laporan yang diberikan oleh pihak yang merasa dirugikan. Kedua, pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dilakukan tanpa melalui proses penyidikan oleh pihak yang

(26)

7 memiliki kemampuan. Ketiga, penjatuhan sanksi adat dilakukan dengan proses musyawarah dan bukan proses peradilan adat. 9

Skripsi yang ditulis oleh Lastuti Abubakar yang berjudul “Revitalisasi Hukum Adat Sebagai Sumber Hukum dalam Membangun Sistem Hukum Indonesia” pada tahun 2013 dalam skripsinya dijelaskan bahwa Pertama, lembaga-lembaga hukum adat saat ini merupakan lembaga hukum alternatif, yang penting untuk dijadikan sebagai landasan atau sumber pembentukan hukum nasional. Kedua, bidang-bidang hukum adat yang masih relevan dalam emngatasi permasalahan-permasalahan saat ini meliputi baik bidang hukum yang bersifat netral seperti hukum keluarga dan waris, hak-hak atas tanah yakni ulayat, hak keuntungan jabatan, hak menarik hasil hak pakai dan transaksi yang bersangkutan dengan tanah seperti hak sewa, perjanjian belah pinang (Maro), sewa dan jaminan dalam perpindahan hak berkatan dengan tanah maupun non netral seperti lembaga nagari.10

Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Hendri Arba’I yang berjudul

“Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Adat Melayu Desa Sahilan Darussalam Kecamatan Gunung Sahilan” pada tahun 2018 dalam skripsinya dijelaskan bahwa proses penyelesaian tindak pidana KDRT menurut hukum pidana adat dengan menggunakan konsep bajanjang naiak, batanggo turun. Kedudukan putusan pidana adat terhadap tindak pidana kdrt dalam hukum positif Indonesia diakui oleh hukum karena dalam proses penyelesaian telah tercapai perdamaian dari kedua belah pihak.11

9 Novil Gusfira dkk, “Pelaksana Pidanana Adat Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bener Meriah” Fakultas Syari’ah dan Hukum Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Gajah Putih Takengon 2020.

10 Lastuti Abubakar, “Revitalisasi Hukum Adat Sebagai Sumber Hukum dalam Membangun Sistem Hukum Indonesia” Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung 2013.

11 Muhammad Hendri Arba”I, “Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Hukum Adat Melayu Desa Sahilan Darussalam Kecamatan Gunung Sahilan”Fakultas Hukum 2018.

(27)

8 Skripsi yang ditulis oleh Mahdi Syahbandir Selanjut yang berjudul

“Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum” pada tahun 2010 dalam skripsinya dijelaskan bahwa kedudukan hukum adat dalam sistem hukum sama dengan kedudukan hukum pada umumnya, yang membedakan nya adalah hukum adat hanya berlaku untuk orang Indonesia dan sifatnya tidak tertulis.

Undang-Undang 1945 sebagai konstitusi mengakui disamping hukum tertulis juga ada hukum yang tidak tertulis, hukum adat merupakan hukum tidak tertulis.

Undang-Undang 1945 lebih mengutamakan hukum yang tertulis yaitu Undang- Undang dalam rangka menciptaakan ketertiban dalam masyarakat. Peranan hakim sebagai penemuan hukum sangat penting untuk memperhatikan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat (hukum adat) sebagai pertimbangan dalam memutus suatu sengketa, dengan demikian yurisprudensi merupakan salah satu sumber pengenal hukum yang hidup dalam masyarakat.12

Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Tahali yang berjudul “ Hukum Adat di Nusantara Indonesia” pada tahun 2018 dalam skripsinya dijelaskan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kedinamikan suku adat, yang pada prinsipnya hanya ada satu tujuan yakni membangun dan mempertahankan dengan negara Republik Indonesia. Kedinamikan suku merupakan kepribadian bangsa Indonesia, kepribadian ini adalah hukum adat yang ditransformkan menjadi hukum nasional dan dicantumkan dalam UUD 1945. Mempelajari hukum adat maka kita akan mudah memahami hukum Indonesia karena hukum adat dibentuk menurut kebiasaan masyarakat Indonesia yang memiliki sanksi dan di selaraskan dengan hukum nasional.13

Skripsi yang ditulis oleh Winardi yang berjudul “Eksitensi Dalam dan Kedudukan Hukum Adat Dalam Pergumulan Politik Hukum Nasional” pada tahun 2020 dalam skripsinya dijelaskan bahwa dalam masyarakat yang plural

12 Mahdi Syahbandir, “Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum”, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2010.

13 Ahmad Tahali, “ Hukum Adat di Nusantara Indonesia”, Fakultas Agama Islam Universitas Alkhairat Palu 2018

(28)

9 seperti Indonesia, cara berhukum nya nampaknya tidak bisa lagi didekati dengan pendekatan klasik seperti pendekatan filosofis,pendekatan normatif dan pendekatan socio-legal, akan tetapi juga dengan pendekatan legal pluralism approach yang ditawarkan oleh Werner Menski. Pendekatan legal pluralism mengandalkan adanya pertautan antara state (positif law), sosial kemasyarakatan (socio-legal approach) dan natural law (moral/ethic/religion). Menurut menski, pencarian keadilan substantif yang sempurna hanya akan lahir melalui pendekatan legal-pluralisme.14

Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Nur Irsan yang berjudul

“Penyelesaian Perkara diluar Peradilan Pidana Terhadap Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Menurut Hukum Adat di Kelurahan Kampung Keramat Kecamatan Rangkui Kota Pangkalpinang” pada tahun 2018 dalam skripsinya dijelaskan bahwa kebiasaan yang diciptakan oleh masyarakat ini sendiri tentulah mempunyai tujuan, yaitu untuk hidup teratur di dalam bermsayarakat. Tetapi, anak yang belum pernah melihat perang dan anak yang hidup di dalam medan perang tentu mempunyai nilai-nilai yang berbeda dalam menilai kondisi perang. Begitu halnya dalam kehidupan yang teratur, setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai hidup teratur.

Sehingga didalam hidup teratur ini pun perlu adanya pedoman-pedoman. Kalau suatu kebiasaan (yang pada hakekatnya merupakan keteraturan) diterima sebagai kaidah maka kebiasaan tersebut meningkat daya mengikatnya, sehingga menjadi tata kelakuan atau mores. Tata kelakuan yang kekal serta kuat dengan perilaku masyarakat, meningkat kekuatan mengikatnya menjadi adat istiadat atau custom.15

14 Winardi, “Eksitensi Dalam dan Kedudukan Hukum Adat Dalam Pergumulan Politik Hukum Nasional”, STKIP PGRI 2020

15 Muhammad Nur Irsan, “Penyelesaian Perkara diluar Peradilan Pidana Terhadap Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Menurut Hukum Adat di Kelurahan Kampung Keramat Kecamatan Rangkui Kota Pangkalpinang”, Universitas Sriwijaya Fakultas Hukum Palembang 2018

(29)

10 Skripsi yang ditulis oleh Karmila yang berjudul “Pola Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Adat Gayo” (Studi kasus Gampong Penggalangan Kabupaten Gayo Lues). Pada tahun 2017 dalam skripsinya dijelaskna bahwa kekerasan dalam rumah tangga identik dengan kekerasan yang terjadi dalam ranah domestik. Dimana pelaku dan korban memiliki hubungan emosi. KDRT saat ini sangat membutuhkan perhatian dari banyak pihak. karena dampak yang diakibatkannya terjadi secara fisik maupun psikologis. Yang menyebabkan ketakutan, hilangnya percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik dalam Islam sangat melarang melakukan pelecehan, penghinaan dan memperlakukan perempuan dengan cara kasar. Islam memandang laki-laki dan perempuan itu setara. Islam juga menjamin kebebasan hidup seseorang tanpa membedakan tingkatan sosial, ras, suku dan jenis kelamin. Relasi suami istri dalam islam tidak dibangun secara hirarki. Tetapi kesetaraan dan keadilan gender dalam rumah tangga. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan dan pengabaian terhadap hak asasi perempuan atas dasar gender. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan kerugian dan penderitaan terhadap perempuan disepanjang hidupnya baik secara pisik, seksual atau psikis, termasuk ancaman perbuatan tersebut, paksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik di kehidupan keluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Hukum adat pada dasarnya mencerminkan pola kepribadian masyarakat, sehingga dapat menjadi pijakan karena telah menjelma sebagai hukum yang nyata bagi masyarakat. Oleh karena itu masyarakat lebih memilih menyelesaikan perkara rumah tangga mereka kepada lembaga adat.16

16 Karmila, Pola Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Adat Gayo” Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Ar-Raniry 2017

(30)

11 Skripsi yang ditulis oleh Vivi Sinawati yang berjudul “Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Melalui Lembaga Adat”

(Studi Kasus: Gampong Mulia Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh). Pada tahun 2021 dalam skripsi nya dijelaskan bahwa proses dan tata cara penyelesaian perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga oleh lembaga adat di gampong Mulia yaitu dengan cara pihak yang berperkara akan berusaha menyelesaikan perkaranya tanpa melibatkan pihak lain. Dalam artian mereka hanya memanggil dan memberitahu pihak keluarganya terlebih dahulu untuk mencoba melakukan perdamaian tanpa bantuan pihak lembaga adat Gampong, kemudian jika cara ini tidak bisa menghasilkan perdamaian maka barulah mereka meminta pihak lain atau pihak lembaga adat Gampong sebagai penengah guna untuk membatu menyelesaikan permaslahan yang sedang mereka hadapi dengan 4 (empat) tahapan penyelesaian. Yang pertama melakukan laporan atau pengaduan kepada pihak lembaga adat mengenai masalah yang dihadapinya.

Kedua penerimaan laporan oleh pihak lembaga adat atas apa yang dilaporkan oleh yang berperkara. Ketiga yaitu tahap persidangan yang dilakukan oleh pihak lembaga adat dalam menyelesaikan perkara yang dilaporkan, dan tahap keempat yaitu tahapan pembacaan putusan dan pemberian sanksi terhadap hal yang diperkarakan17

Skripsi yang ditulis oleh Tien Handayani Nafi dkk yang berjudul “Peran Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Kupang, Atambua, dan Waingapu.” Pada tahun 2016 dalam skripsi ini dijelaskan bahwa pada kasus-kasus kekerasan yang menimpa perempuan di tiga daerah di NTT, terdapat beberapa mekanisme penyelesaian. Untuk kasus kekerasan psikologis atau dalam bentuk penelantaran keluarga, perempuan masih memilih untuk menyelesaikannya secara hukum adat. hal tersebut terjadi karena pernikahan oleh warga setempat masih dilihat bukan hanya sebatas

17 Vivi Sinawati, “Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Melalui Lembaga Adat” (Studi Kasus: Gampong Mulia Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh), Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 2021

(31)

12 mengikat pihak suami maupun isteri, melainkan juga keluarga besar pihak suami dan keluarga besar pihak isteri. Pilihan untuk menyelesaikan kasus secara hukum adat ditempuh untuk menghindari putusnya hubungan antara keluarga besar dan untuk meredam aib. Dalam kasus kekerasan yang menimpa perempuan yang status sosialnya lebih rendah, pilihan penyelesaian tidaklah banyak dan amat tergantung pada kebijaksanaan dari pihak yang memiliki status sosial lebih tinggi.18

Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi lain adalah

1. Penelitian ini berfokus pada Revitalisasi hukum adat dalam penyelesaian KDRT di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.

2. Penelitian ini juga berfokus pada penyelesaian KDRT menggunakan hukum adat dan hukum Islam.

3. Selain itu penelitian ini hanya dilakukan di Gampong Punge Jurong Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.

E. Penjelasan Istilah

Untuk memudahkan penelitian dalam karya ilmiah ini maka penjelasan istilah sangat diperlukan guna membatasi ruang lingkup kajian dan penafsiran yang salah sehingga peneliti dapat dengan mudah memahami pembahasan dalam skripsi nantinya. Adapun sitilah-istilah yang terdapat dalam karya ilmiah ini antara lain:

1. Revitalisasi

Menurut kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) pengertian dari revitalisasi bisa berarti proses, cara dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Sehingga secara umum pengertian dari revitalisasi merupakan usaha-usaha untuk menjadikan

18 Tien Handayani Nafi dkk, “Peran Hukum Adat dalam Penyelesaian Kasus-Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Kupang, Atambua, dan Waingapu”, Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2016.

(32)

13 sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali. Beragam kata revitalisasi sering dipergunakan untuk melakukan satu tujuan misalkan revitalisasi pendidikan, revitalisasi sebuah kawasan, Revitalisasi Kearifan lokal dan beragam revitalisasi lainnya seiring dengan perkembangan zaman. 19

2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbul nya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.20

3. Hukum Adat

Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis karena aturan ini tidak ada dalam hukum tercatat. Secara hukum, hukum adat (coutume atau règle coutumière) adalah aturan yang merupakan hasil dari praktek dan adat istiadat tradisional dari waktu ke waktu dan dengan demikian menjadi sumber hukum.21

F. Metodelogi Penelitian

Dalam melakukan Penelitian karya ilmiah metode serta pendekatan penelitian adalah hal yang sangat penting dan harus ada di dalam nya, dengan adanya metode dan pendekataan penelitian penulis dapat mendapatkan data-data yang akurat serta dapat menjadi sebuah penelitian yang diharapkan. Metode penelitian juga dapat diartikan sebagai proses atau cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran seksama untuk mencapai suatu tujuan dengan cara

19 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

20Shanti Rachmadsyah, “Kekerasan Dalam Rumah Tangga”

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6253/kdrt (Diakses Pada Tanggal 2 Juli 2021 Pukul 21:59 WIB)

21 Fai,” Apa Itu hukum Adat” https://umsu.ac.id/apa-itu-hukum-adat/ (Diakses Pada Tanggal 2 Juli 2021 Pukul 13.00 WIB)

(33)

14 mencari, mencatat, dan menganalisis sampai menyusun laporan22. Dalam melakukan setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta menggunakan metode penelitian tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang hendak dibahas guna untuk menyelesaikan penulisan karya ilmiah. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif yaitu suatu metode untuk menganalisa dengan memecahkan masalah yang terjadi pada masa sekarang berdasarkan gambaran yang dilihat dan didengar dari hasil penelitian baik dilapangan maupun teori yang berupa data-data dan buku-buku yang berkaitan dengan topic pembahasan23.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.

Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Hakikat penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, mendekati atau berinteraksi dengan orang-orang yang berhubungan dengan fokus penelitian dengan tujuan mencoba memahami, menggali pandangan dan pengalaman mereka untuk mendapat informasi atau data yang diperlukan24. Dan menghasilkan data yang deskriptif yang dijelaskan dengan kata-kata bukan dengan angka25.

Penelitian ini ingin memberikan gambaran dari hasil pengamatan yang di dapat dari lapangan dan menjelaskan dengan kata-kata. Dimana penelitian ini

22 Cholid Narbukom dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,2003), hlm.1.

23 Muhammad Nazir, Metodologi penelitian, (Jakarta: Ghailia Indonesia,2005) hlm.63.

24 Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Gaung Persada, 2009) cet.1hlm.51

25 Sugiono, “Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&”

(Bandung: Alfabeta,2017) hlm. 145

(34)

15 berfokus pada Revitaliasasi hukum adat dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (Studi Kasus Gampong Baru).

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian pustaka (library research) dan pengumpulan data lapangan (field research)

a. Penelitian Pustaka (library research)

Dalam penelitian ini, penulis melakukan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan untuk menghimpun dan menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan dengan mengeksplorasi informasi dari bukubuku, periodikal-periodikal, dan dokument-dokument yang berkaitan dengan permasalahan di atas serta dengan menjelajahi situs-situs dan website dalam rangka mendapatkan hal yang berhubungan dengan penelitian26.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan di lapangan untuk memperoleh data atau informasi secara langsung dari lapangan dan mengadakan penelitian tentang Revitaliasasi hukum adat dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (Studi Kasus Gampong Baru).

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data primer, teknik yang penulis gunakaan adalah penelitian lapangan (field research). Yaitu dengan melakukan wawancara, Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak antaranya pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewed) sebagai orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan27. Dan untuk pengumpulan data skunder dilakukan melalui kajian pustaka (library research), yaitu dengan menelaah dan membaca buku-buku

26 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyususan Skripsi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 96

27 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 187.

(35)

16 yang berkaitan dengan pembahasan Revitaliasasi hukum adat dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (Studi Kasus Gampong Baru).

4. Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul, kemudian data yang diperoleh penulis akan dituangkan dengan metode deskriptif. dengan menggunkan metode analisis deskriptif kualitatif bermaksud untuk menguraikan secara keseluruhan data yang di peroleh dari hasil penelitian lapangan studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul secara jelas yang kemudian diguna untuk menganalisis yang bertujuan untuk menjawab permasalahan atau rumusan masalah yang sedang diteliti.

(36)

17 G. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan suatu gambaran dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan yang terbagi dalam Empat bab dan secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Bab Satu merupakan pendahuluan dan bab ini merupakan langkah awal dari penyusunan skripsi yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Dua membahas tentang pengertian, dasar hukum, gambaran umum dan ketentuan- ketentuan hukum adat. Bab tiga membahas tentang Revitaliasasi Hukum Adat Dalam Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Kecamatan Meuraxa Banda Aceh), cara penyelesaian KDRT dengan menggunakan sistem hukum adat di lokasi tersebut.

Bab Empat merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran sebagai tahap akhir dari pembahasan ini.

(37)

18 BAB DUA

KONSEP REVITALISASI TINDAK PIDANA KEKERASANDALAM RUMAH TANGGA

MENURUT HUKUM ADAT A. Pengertian Revitalisasi Hukum Adat

Revitalisasi adalah suatu proses atau cara dan perbuatan untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terberdaya sehingga revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan untuk menjadi vital, sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau sangat diperlukan sekali untuk kehidupan dan sebagainya. Istilah kata adat secara etimologi, sebenarnya berasal dari Bahasa Arab yang berarti “kebiasaan” pendapat lain mengatakan kata “adat” berasal dari Bahasa Sangsekerta yang terdiri dari kata

“a” berarti “bukan” dan “dato” yang artinya “sifat kebendaan” dengan demikian adat sebenarnya bersifat inmaterial yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan sistim kepercayaan dengan demikian adat sebenarnya bersifat inmaterial yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan sistim kepercayaan.

Di dalam Jurnal Revitalisasi Hukum Adat Di Aceh yang ditulis oleh Jamhir sebagai Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum Pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh, dijelaskan bahwa “dalam pandangan ahli hukum adat, adat itu didefinisikan sebagai aturan- aturan yang sudah ada ditinggalkan oleh nenek moyang yang dipelihara terus dari masa kemasa, dan kepala-kepala adat tidak mempunyai kewenangan untuk mengubahnya. Menurut pendapat mereka sendiri.” Lalu disimpulkan Definisi ini menunjukkan bahwa adat itu adalah sebagai aturan yang sudah ada yang menjadi kebiasaan turun temurun dan tidak ada kewenangan bagi siapapun untuk mengubahnya. Untuk lebih jelasnya kata hukum adat itu adalah dua rangkaian kata, yaitu kata

“hukum” dan “adat”.

Hukum adat itupun meliputi hukum yang berdasarkan keputusan- keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan di mana ia menentukan perkara. Hukum adat berurat dan berakar pada kebudayaan

(38)

19 radisional hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri. Kedua, apa yang disebutnya dengan hukum tidak tertulis yang sinonim dengan hukum adat, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan hukum negara (parlemen) hukum yang timbul karena putusan hakim “judge-made law”, hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan dipertahankan dalam pergaulan hidup kota dan desa (customary law) semua inilah yang disebut dengan hukum adat28. Yang menjadi ciri dari hukum adat adalah adanya keputusan-keputusan pejabat-pejabat yang berkuasa dari suatu kelompok sosial yang bersangkutan. Jadi berdasarkan teori keputusan suatu peraturan adat, tingkah laku ini mendapat sifat hukum yaitu pada saat adanya penetapan dari pihak yang berkuasa, saat penetapan inilah yang merupakan suatu eksistensi momennya hukum adat tersebut.

Hukum adat berasal dari kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena beralih perasaan hukum yang nyata dari rakyat.

Sesuai dengan fitahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti itu sendiri.29

Berdasarkan pendapat diatas dapat dipahami bahwa hukum adat adalah hukum yang terdapat di dalam gampong untuk menyelesaikan sebuah masalah yang terdapat di dalam gampong tersebut sesuai dengan peraturan gampong yang telah berlaku, dan ditetapkan oleh aparatur gampong.

B. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, disebutkan bahwa KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, spikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara

28 Jamhir, “Revitalisasi Hukum Adat di Aceh” Jurnal Justisia, Vol 01 No 01, (2016)

29 Soepomo, “Bab-bab tentang hukum adat”,(Universitas: 1989), hlm.11

(39)

20 melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. Mengacu pada pengertian KDRT diatas, sebagaimana tertera pada penjelasan umum Alinea ke lima Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, terlihat bahwa KDRT sesungguhnya merupakan salah satu bentuk dari pelanggaran Hak Asasi Manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Dilihat dari korbannya, ternyata menunjukan bahwa korban KDRT kebanyakan adalah perempuan. Meskipun harus diakui bahwa dalam tataran praktis kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga ini, selain dialami oleh perempuan, juga dapat dialami oleh anak baik laki-laki atau perempuan, dan juga dapat dialami oleh suami.

Motif-motif utama munculnya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga ini sering disebabkan oleh masalah seksualitas dan gender, serta adanya ketergantungan seorang perempuan terhadap pihak laki-laki dalam keluarga. Tindak KDRT (istri) dianggap sebagai bentuk kejahatan yang “sadis”, dikarenakan tindak kekerasan tersebut terjadi tidak hanya sekali, melainkan dapat berulang kali. Penderitaan yang dialami sebagai korban tindak kekerasan tersebut akan terus berlanjut dan dialami secara terus menerus, sehingga dampaknya tidak hanya akan berakibat kepada fisik tetapi juga terhadap psikis korban itu sendiri.30

Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaa serta bentuk diskriminasi. Pandangan negara tersebut didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

30Saptosi Ismiati, “kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Hak Asasi Nabusia (HAM)”, (Yogyakarta: Deepublish, 2020) hlm. 4-5

(40)

21 beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaan nya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat yang merupakan hak asasi.

Perkembangan dewasa ini menunjukan bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum tersebut diperlukan karena Undang- Undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri karena mempunyai kekhasan, walaupun secara umum di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidanan telah diatur mengenai penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberikan nafkah dan kehidupan.

Undang-Undang tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga ini terkait erat dengan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, antara lain Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta perubahannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undan-undang Nomor 7 Tahun 1984 tenang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.31

31Badriyah Khaleed, “Penyelesaian Hukum KDRT”, (Yogyakarta: Medpress, 2015)hlm. 12

(41)

22

C. Dasar Hukum Adat dalam Tindak Pidana Kekerasan Rumah Tangga Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara keberadaannya tetapi penggunaannyapun terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana menyebutkan”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam system hukum Indonesia. Disamping itu juga diatur dalam Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat- masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.

Menurut ahli hukum asing, sebagai sumber hukum adat adalah bersumber dari kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan berikatan dengan tradisi rakyat tetapi tidak semua adat merupakan hukum. Ada perbedaan antara adat istiadat biasa dan hukum adat. Menurut Van Vollenhoven hanya adat yang bersanksi memiliki karakter hukum serta merupakan hukum ada. Konsekuensi nya adalah berupa tindakan dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Reaksi adat masyarakat hukum yang bersangkutan ini dalam impelemtasi nya sudah tentu dijalankan oleh penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan. Penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan menjatuhkan sanksinya terhadapa si pelanggar peraturan adat menjatuhkan keputusan hukum. Hal ini dijelaskan Ter Haar dalam teori keputusannya.

Menurut Ter Haar untuk melihat apakah sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat maka kita wajib melihat penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar norma-norma adat yang bersangkutan.

(42)

23 Berdasarkan pendapat diatas, hal ini dapat kita ketahui hukum adat yang menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga mengikuti tradisi rakyat di setiap kampung/desa yang di tinggal. Oleh sebab itu penguasa kampung berhak turun tangan untuk menyelesaikan masalah keluarga di kampung tersebut.

Kemudian jika penguasa terhadap si pelanggar menjatuhkan putusan hukuman, adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat. Nyata serta merupakan cara dan pandangan hidup yang secara keseluruhan nya merupakan kultur masyarakat tempat hukum adat tadi berlaku.32

D. Gambaran Umum Hukum Adat Dalam Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga

Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian hukum adat. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah “masyarakat tradisional” atau the indigeneous people, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari lebih sering dan populer disebut dengan istilah “masyarakat adat”.33 Masyarakat hukum adat adalah komunitas manusia yang patuh pada peraturan atau hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungan satu sama lain berupa keseluruhan dari kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup karena diyakini dan dianut, dan jika dilanggar pelakunya mendapat sanksi dari penguasa adat. Pengertian masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul secara spontan di wilayah tertentu, yang berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa solidaritas yang sangat besar diantara anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.

32 Badriyah Khaleed, “Penyelesaian Hukum KDRT”, (Yogyakarta: Medpress, 2015) hlm. 13

33 Djamanat Samosir, Hukum Adat Indonesia, Medan: Nuansa Aulia, 2013, hlm. 69

(43)

24 1. Istilah Hukum Adat

Istilah “hukum adat” baru dipergunakan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan pada Tahun 1929. Proses berkembangnya adalah sebagai berikut: Tahun 1747 – pada waktu VOC (zaman Van Imhoff) menyusun buku perundang-undangan yang berlaku untuk Landraad-nya di Semarang dipergunakan istilah “ Undang-Undang Jawa Sejauh dapat kita terima” (“de Javaanse weeten, voor zover ze bij ons tolerabel zijn”). Tahun 1754 – William Marsden memakai di Sumatra sampai Tahun 1836 istilah “custums of the country” dan “custums and manners of the native inhabitants”34.

Istilah hukum adat itu sendiri semula masih asing bagi bangsa indonesia. Sebabnya adalah bahwa ternyata dalam masyarakat Indonesia dahulu (zaman Mataram, Majapahit, Pajajaran, Sriwijaya dan lain sebagainya) tidak ada suatu golongan tertentu yang khusus mencurahkan perhatiannya terhadap pengistilahan- pengistilahan hukum ini. Dan akhirnya pada Tahun 1929 pemerintah kolonial belanda telah memakai istilah hukum adat (“Adatrezht”) dengan resmi didalam peraturan perundang- undangannya.

Hukum adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgronje seorang ahli sastra timur dari belanda (1894). Sebelum istilah hukum adat berkembang, dulu dikenal istilah Adatrecht. Prof. Snouck Hurgronje dalam bukunya De Atjehers (Aceh) pada Tahun 1893-1894 menyatakan rakyat Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah di Aceh. Kemudian istilah ini dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis Van Vollenhoven, seorang Sarjana Sastra dan juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai guru besar pada Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adatrecht dalam buku nya yang berjudul Het Adatrecht van Nedrelandsch- Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada tahun 1901-1933.

Perundangan-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah ini pada Tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling

34 Cornelis van Vollenhoven, Op.Cit., hlm. 31

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, tiada kata yang paling indah kecuali memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat, taufiq,

Komunikasi hasil penelitian mempunyai arti tersendiri, karena bagaimanapun baiknya suatu penelitian yang telah dilakukan, tapi tanpa dilakukan komunikasi kepada orang

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menge- tahui pengaruh “Penerapan Mana- jemen Strategik dan Etos Kerja Islam

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan makam di kawasan perumahan adalah ke- wajiban pengembang, psikologis, lokasi, sosial ekonomi, keyakinan dan pengetahuan, perilaku budaya, dan

Sistem komunikasi yang diperlukan adalah telepon, faxsilimile, intercom yang akan digunakan antar ruang maupun tempat lain yang ada di luar bangunan, serta dilengkapi

 Panteisme : Panteisme, berasal dari kata pan (seluruh) dan teisme (paham ketuhanan), suatu kepercayaan bahwa Tuhan berada dalam segala sesuatu, dan bahwa segala sesuatu adalah

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

thuringiensis terhadap serangga hama telah teruji, tetapi konsentrasi pemakaian yang efektif dalam mengendalikan hama ulat daun selada di lapangan perlu diketahui agar hama dapat