• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KESIAPAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA MAHASISWA BIMBINGAN KONSELING ANGKATAN 2013 IAIN BUKITTINGI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KESIAPAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA MAHASISWA BIMBINGAN KONSELING ANGKATAN 2013 IAIN BUKITTINGI SKRIPSI"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KESIAPAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA MAHASISWA BIMBINGAN KONSELING ANGKATAN 2013 IAIN

BUKITTINGI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Oleh:

ANNISA ULFADILLA NIM. 2612064

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

1438 H/ 2017 M

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi atas nama ANNISA ULFADILLA NIM 2612064, dengan judul :

“HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KESIAPAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2013 IAIN BUKITTINGGI”. Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Konsep diri berhubungan dengan kesiapan kehidupan berumah tangga karena konsep diri merupakan salah satu hal yang mempengaruhi kesiapan seorang individu untuk memulai kehidupan berumah tangga. Setiap orang memiliki konsep diri dan juga kesiapan untuk berumah tangga yang berbeda.

Penelitian ini beranjak dari fenomena yang terjadi pada mahasiswa Bimbingan Konseling Angkatan 2013. Sebagian mahasiswa Bimbingan Konseling Angkatan 2013 memiliki konsep diri yang negatif, terutama dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga. Hal ini dapat dilihat bahwa mereka memandang diri mereka belum matang dalam mempersiapkan kehidupan berumah tangga.

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui hubungan konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa bimbingan konseling angkatan 2013 IAIN Bukittinggi. 2) mengetahui seberapa besar hubungan antara konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa bimbingan konseling angkatan 2013 IAIN Bukittinggi.

Penelitian ini tergolong pada penelitian korelasi yaitu menghubungkan dua buah variabel yang berbeda. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2013 IAIN Bukittinggi dengan jumlah 228 orang. Sampel penelitian sejumlah 69 orang mahasiswa yang diambil dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen angket dengan skala Likert. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan secara Excell menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) Versi 20.00.

Setelah data dianalisis maka diketahui bahwa: 1) Terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Bimbingan Konseling IAIN Bukittinggi. 2) Hasil uji korelasi diketahui sebesar 0,475 dan dengan degree of freedom (Df) 67 diperoleh angka 0,24 pada taraf signifikan 0,05. Dapat diketahui bahwa angka indeks korelasi ( ) 0,475 dan > dari pada yaitu 0,24, yang berari HO ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh gambaran bahwa terdapat hubungan dalam korelasi sedang. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada mahasiswa Bimbingan Konseling angkatan 2013 agar membentuk konsep diri yang positif dengan cara menjadi diri sendiri dan mengembangkan pemikiran positif terutama terhadap diri sendiri sehingga dapat menyiapkan kehidupan berumah tangga dengan matang.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti ucapakan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Konsep Diri dengan Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga Mahasiswa Bimbingan Konseling Angkatan 2013 IAIN Bukittinggi”. Shalawat dan salam peneliti ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah meninggalkan dua pedoman hidup menuju jalan yang diridhai Allah SWT.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dan prosedur untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan strata satu pada jurusan bimbingan konseling. Dalam penulisan skripsi ini peneliti banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga peneliti, yang telah mencurahkan kasih sayang, dan perjuangan yang tak kenal lelah untuk masa depan dan kehidupan peneliti, selanjutnya peneliti sampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rektor dan Wakil Rektor IAIN Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas, sarana dan prasarana selama peneliti mengikuti perkuliahan.

2. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi yang telah memberikan fasilitas, sarana dan prasarana selama peneliti mengikuti perkuliahan.

(7)

3. Ketua Jurusan Bimbingan Konseling IAIN Bukittinggi beserta staf yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan untuk kepentingan perkuliahan dari awal hingga peneliti menyelesaikan studi.

4. Ibu Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd selaku Pembimbing I dan Ibu Fadhilla Yusri, M.Pd.,Kons selaku pembimbing II sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, dorongan, arahan, dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Budi Santosa, S.Ag.,M.Pd, Ibu Sri Hartati, M.Psi dan Ibu Deswalantri, S.S yang telah bersedia meluangkan waktu untuk peneliti melakukan uji validasi angket penelitian.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan dan karyawati IAIN Bukittinggi yang telah membekali penulis dengan berbagai pengetahuan.

7. Bapak/Ibu pimpinan serta karyawan dan karyawati perpustakaan IAIN Bukittinggi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Angkatan 2012 yang telah banyak memberikan masukan,kritikan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu peneliti selama menyelesaikan studi di IAIN Bukittinggi tanpa terkecuali yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

(8)

Atas segala bantuan yang telah diberikan penulis ucapkan terimakasih, semoga apa yang telah diberikan itu dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang setimpal, akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan mohon ampun dari dosa dan kekhilafan.

Bukittinggi, Februari 2017

ANNISA ULFADILLA NIM. 2612064

(9)

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Penelitian ... 10

G. Penjelasan Judul ... 10

H. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Diri ... 14

1. Pengertian Konsep Diri ... 14

2. Pembagian Konsep Diri ... 18

3. Ciri-ciri Konsep Diri ... 23

4. Terbentuknya Konsep Diri ... 25

5. Isi Konsep Diri ... 27

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri ... 28

7. Aspek Konsep Diri ... 30

(10)

B. Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga ... 31

1. Pengertian Kesiapan Berumah Tangga ... 31

2. Kriteria Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga ... 33

3. Tujuan Hidup Berumah Tangga ... 34

4. Aspek-Aspek Kesiapan kehidupan Berumah Tangga ... 36

5. Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga ... 41

C. Hubungan Konsep Diri dengan Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga ... 42

D. Kerangka Konseptual ... 43

E. Penelitian Relevan ... 43

F. Hipotesis Penelitian... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Lokasi Penelitian ... 46

C. Populasi dan Sampel ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

E. Teknik Pengolahan Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 59

B. Uji Persyarat Analisis ... 103

C. Pembahasan ... 106

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kriteria dan Nilai Alternatif Jawaban Tabel 2 : Hasil Uji Validasi Instrumen

Tabel 3 : Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tabel 4 : Skor Item Angket

Tabel 5 : Pedoman Interpretasi Angket

Tabel 6 : Pedoman Interpretasi Product Moment

Tabel 7 : Konsep Diri Mahasiswa Jurusan bimbingan Konseling Angkatan 2013 Tabel 8 : penerimaan bentuk tubuh

Tabel 9 : penampilan

Tabel 10 : pandangan mengenai bentuk-bentuk bagian tubuh Tabel 11 : pandangan orang lain terhadap fisik dan penampilan Tabel 12 : kondisi tubuh

Tabel 13 : perasaan yang sering muncul bila berhadapan dengan orang lain Tabel 14 : perasaan tentang keberadaan diri

Tabel 15 : sikap terhadap apa yang ada pada diri

Tabel 16 : kemauan yang sering muncul dari dalam diri

Tabel 17 : kesadaran untuk meraih prestasi dan perhatian terhadap pendidikan Tabel 18 : perasaan sebagai anggota masyarakat

Tabel 19 : hubungan dengan teman

Tabel 20 : tanggapan orang lain terhadap diri Tabel 21 : kerjasama dengan orang lain

Tabel 22 : sikap terhadap apa yang dilakukan orang lain terhadap diri

Tabel 23 : kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Angkatan 2013 IAIN Bukittingg

Tabel 24 : Kematangan Emosi Tabel 25 : kesiapan Usia Tabel 26 : kematangan sosial Tabel 27 : kesehatan emosional

(12)

Table 28 : kesiapan model peran Table 29 : kesiapan finansial Table 30 : kesiapan waktu Tabel 31 : Uji Normalitas

Tabel 32 : Uji Hipotesis Correlations

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Kisi-kisi dan Angket Sebelum Uji Coba Lampiran II : Validasi Experts Judgment Angket Lampiran III : Skor Uji Coba Angket

Lampiran IV : Hasil Validasi Angket Lampiran V : Hasil Uji Reliabilitas Angket Lampiran VI : Kisi-kisi dan Angket Penelitian Lampiran VII : Skor Hasil Penelitian

Lampiran VIII : Tabel r Product Moment Lampiran IX : Surat Mohon Izin Penelitian Lampiran X : Surat Izin Penelitian (Kesbangpol) Lampiran XI : Surat Telah Melakukan Penelitian Lampiran XII : SK Pembimbing

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan, pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam keseimbangan dan keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia yang berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan dan ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan dan kepengasihan. Sudah menjadi sunnatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi. Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari 2 sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka diikat dengan sebuah perkawinan atau pernikahan.

Perkawinan menurut Undang-Undang Pernikahan No 1 Tahun 1974 adalah:

”ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”1

1Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, (Yogyakarta: New Merah Putih, 2009), h. 12

(15)

Pernikahan merupakan gerbang utama untuk memasuki kehidupan berumah tangga. Hidup berumah tangga adalah sebuah kehidupan sepasang anak manusia yang diikat dengan ikatan suci berupa pernikahan yang akad dan syaratnya-syaratnya telah ditentukan dalam syari’at.

Yang perlu dicatat oleh masing-masing mempelai adalah bahwa hidup berumah tangga merupakan kehidupan yang teramat suci dan sakral.

Ia bukan ajang uji coba yang suatu saat bisa diakhiri semaunya atau diulang dengan pasangan lainnya.

Kehidupan yang akan dilewati dalam berumah tangga sangat berbeda dengan kehidupan sebelum-sebelumnya. Masing-masing bukan lagi menjadi dirinya sendiri yang tidak peduli dengan urusan orang lain, namun ia menjadi bagian dari anggota masyarakat yang terkait dengan aturan-aturan yang berlaku. Pihak laki-laki telah menjadi seorang suami yang bertanggungjawab penuh terhadap istrinya. Jika keduanya telah dikarunia seorang anak, maka ia tak lagi menjadi seorang suami atau istri, namun juga telah menjadi bapak atau ibu bagi anak-anaknya.2

Dalam tugas apapun, persiapan yang baik dan matang menjadi kunci keberhasilan agar memperoleh hasil yang baik dan yang diharapkan.

Hal itu juga terjadi dengan pernikahan atau hidup berumah tangga.

Persiapan yang paling utama yaitu persiapan yang meliputi diri pribadi.

Dalam pribadi setiap individu pasti memiliki konsep diri. Konsep diri merupakan sesuatu yang ada pada diri saya sendiri, jadi pandangan

2Depag RI, Membina Keluarga Sakinah, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggara Haji, 2007), h. 15

(16)

dari dalam. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, social, dan spiritual.

Termasuk didalamnya adalah persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan, dan keinginannya.3

Setiap individu memiliki konsep diri yang berbeda-berbeda. Ada individu yang memiliki konsep diri positif dan ada yang memiliki konsep diri negatif. Pembentukan konsep diri ini tidak terjadi dalam waktu yang singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa dan juga tergantung dari bagaimana individu tersebut mengenali dan mengembangkan aspek dalam dirinya.

Mahasiswa pada umumnya berada pada rentangan usia 18 sampai 25 tahun, itu berarti bahwa mereka berada pada tahap perkembangan remaja akhir (18-22 tahun) dan dewasa awal (23-30 tahun). Pada tahap perkembangan remaja akhir dan dewasa awal ini, terdapat tugas perkembangan berkenaan dengan pernikahan dan kehidupan berkeluarga atau berumah tangga. Menurut Havigurst’s bahwa remaja akhir memiliki tugas perkembangan preparing for marriage and family life, sedangkan dewasa awal memilki tugas perkembangan selecting a mate, learning to

3Sunaryo, Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004), h. 32

(17)

live with a marriage partner, starting a family, rearing children, and managing a home.4

Pencapaian tugas perkembangan berkenaan dengan pernikahan dan kehidupan berumah tangga sangat erat kaitannya dengan konsep diri yang dimiliki oleh seseorang. Bila seseorang memiliki konsep diri yang positif, maka ia akan lebih mampu mencapai tugas perkembangannya secara optimal. Orang yang memiliki konsep diri yang positif lebih mampu menjalani kehidupannya dengan baik, karena ia memiliki kepercayaan diri, tidak khawatir terhadap masa lalu dan masa depan, mampu menerima diri secara positif, sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan mampu memodifikasi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan, sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang tidak sehat atau negatif, maka ia selalu mengalami hambatan dalam mencapai tugas perkembangannya secara optimal.5

Dapat disimpulkan bahwa konsep diri berhubungan dengan persiapan seseorang untuk memulai kehidupan berumah tangga. Bagi mereka yang mempunyai konsep diri positif akan lebih mudah menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik, sebaliknya bagi mereka yang memiliki konsep diri negatif tidak dapat menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik.

4Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1998), h. 10

5Burns.R.B, Konsep Diri (teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku). (Alih Bahasa: Eddy), (Jakarta: Arcan, 1979), h. 280

(18)

Pada penelitian ini peneliti memilih mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Angkatan 2013 karena angkatan ini merupakan mahasiswa yang rata-rata memiliki usia yang cukup matang untuk mempersiapkan diri untuk hidup berumah tangga.

Berdasarkan wawancara awal yang peneliti lakukan di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi pada Jurusan Bimbingan Konseling angkatan 2013, masih ada mahasiswa yang belum memahami pentingnya antara konsep diri yang dimiliki dalam persiapan berumah tangga. Masih ada mahasiswa yang memiliki konsep diri yang negatif sehingga membuat mereka belum siap untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan berumah tangga. Masih ada mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai kesiapan berumah tangga. Namun ada juga beberapa yang memiliki konsep diri positif dan sudah siap untuk menuju kehidupan berumah tangga.

Dari wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa orang mahasiswa Jurusan BK Angkatan 2013 pada hari Kamis tanggal 17 November 2016, diperoleh hasil :

“R menyatakan bahwa “saat sekarang ini saya belum siap untuk menjalani kehidupan berumah tangga karena saya belum matang. Baik itu dari segi sifat maupun pikiran. Selain itu saya juga belum bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan sebagainya jadi bagaimana bisa saya membangun rumah tangga sedangkan diri saya sendiri masih memiliki banyak kekurangan untuk menghadapi itu semua”.6

6Wawancara dengan mahasiswa R di Kampus II Kubang Putih, 17 November 2016

(19)

Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa R memiliki konsep diri yang negatif. Hal ini terlihat bahwa R memandang dirinya masih memiliki banyak kekurangan sehingga hal tersebut membuatnya belum siap untuk hidup berumah tangga.

“L menyatakan bahwa saya belum siap untuk berumah tangga karena belum ada pemikiran oleh saya pribadi untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Dan dalam keluarga pun tidak seorang pun yang membahas atas kesiapan atau persoalan pernikahan untuk saya. Selain itu tanggungjawab yang diberikan keluarga untuk saya setelah lulus kuliah masih banyak, sehingga soal berumah tangga belum terfikirkan. Ditambah lagi pengetahuan saya mengenai kehidupan berumah tangga pun belum matang.

Selain itu saya juga merasa takut jika nanti tidak bisa menjadi seorang istri atau ibu yang baik”.7

Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa L memiliki konsep diri yang negatif, hal ini terlihat bahwa L memandang dirinya belum matang dan belum pantas untuk menjadi istri atau ibu yang baik sehingga membuatnya belum siap untuk hidup berumah tangga.

S menyatakan bahwa “saya belum siap karena masih banyak hal-hal yang ingin saya lakukan dibanding memikirkan tentang pernikahan, karena saya tidak akan menikah kalau karir saya belum tercapai. Selain itu saya juga ingin memanfaatkan usia muda saya untuk berkarir. Dan menurut saya menikah pada saat ini sangat merepotkan, karena mengurus diri sendiri saja susah apalagi untuk mengurus orang lain. Dilain sisi saya juga belum mampu untuk memahami orang lain”.8

Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa S memiliki konsep diri yang negatif, hal ini terlihat bahwa dia memnganggap dirinya belum

7Wawancara dengan mahasiswa L di Kampus II Kubang Putih, 17 November 2016

8Wawancara dengan mahasiswa S di Kampus II Kubang Putih, 17 November 2016

(20)

mampu mengurus dirinya sendiri dan juga orang lain sehingga membuatnya belum siap untuk hidup berumah tangga.

B menyatakan bahwa “kalau saya sudah siap untuk menikah. Menurut saya diri saya sudah matang untuk berumah tangga, kalau memang sudah merasa matang untuk membangun kehidupan berumah tangga buat apa ditunda tunda.9

Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa B memiliki konsep diri yang positif, hal ini terlihat bahwa B merasa dirinya sudah matang dari berbagai hal, sehingga membuatnya siap untuk hidup berumah tangga.

RN menyatakan bahwa “ kalau saya sudah siap untuk berumah tangga karena saya merasa diri saya sudah matang untuk berumah tangga, baik dari segi fisik maupun psikis. Saya juga yakin kalau saya nantinya dapat mengurus rumah tangga saya dengan baik.10

Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa RN memiliki konsep diri yang positif, hal ini terlihat bahwa RN merasa diriny sudah matang dan merasa yakin atas kemampuan yang dimilikinya, sehingga membuatnya siap untuk hidup berumah tangga.

SQ menyatakan bahwa “ saya sudah siap untuk berumah tangga karena saya merasa diri saya sudah mampu untuk mengurus suami dan anak-anak saya nantinya. Keluarga saya pun sudah sangat mendukung saya untuk berumah tangga.11

Dari wawancara di atas disimpulkan bahwa SQ memilki konsep diri yang positif, hal ini terlihat bahwa SQ merasa dirinya mampu untuk mengurus suami dan anak-anaknya ketika sudah berumah tangga, sehingga membuatnya sudah siap untuk berumah tangga.

9Wawancara dengan mahasiswa B di Kampus II Kubang Putih, 17 November 2016

10Wawancara dengan mahasiswa RN di Kampus II Kubang Putih, 17 November 2016

11Wawancara dengan mahasiswa SQ di Kampus II Kubang Putih, 17 November 2016

(21)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Konsep Diri Dengan Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Angkatan 2013 IAIN BUKITTINGGI

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Adanya mahasiswa BK Angkatan 2013 yang memiliki konsep diri negatif

2. Adanya mahasiswa BK Angkatan 2013 yang belum siap menikah 3. Adanya mahasiswa BK Angkatan 2013 yang belum memiliki

pengetahuan yang cukup luas mengenai persiapan kehidupan berumah tangga

4. Adanya mahasiswa BK Angkatan 2013 yang belum memahami antara hubungan konsep diri dengan kesiapan berumah tangga

5. Adanya mahasiswa yang belum memahami seberapa besar konsep diri yang dimilikinya mempengaruhi kesiapan berumah tangga

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya kajian mengenai masalah ini dan agar tidak terjadi penyimpangan serta kesalahan dalam pembahasan penelitian, maka batasan masalah dalam penelitian ini meliputi:

(22)

1. Hubungan konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK angkatan 2013 IAIN Bukittinggi

2. Besarnya hubungan konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK angkatan 2013 IAIN Bukittinggi

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Adakah hubungan konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK angkatan 2013 IAIN Bukittinggi ?

2. Seberapa besar hubungan konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK angkatan 2013 IAIN Bukittinggi ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK Angkatan 2013 IAIN Bukittinggi

(23)

b. Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK Angkatan 2013 IAIN Bukittinggi

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat:

a. Untuk memenuhi tugas yang terstruktur serta sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana (S1) pada Jurusan Pendidikan Bimbingan Konseling

b. Agar mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara konsep diri dengan kesiapan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK Angkatan 2013 IAIN Bukittinggi

c. Agar mahasiswa dapat mengetahui seberapa besar hubungan antara konsep diri dengan kesiapan kehidupan berumah tangga mahasiswa Jurusan BK Angkatan 2013 IAIN Bukittinggi

d. Menambah wawasan bagi peneliti, khususnya wawasan tentang pendidikan sesuai dengan Jurusan yang peneliti tekuni

G. Penjelasan Judul

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam memahami maksud yang terkandung dalam judul, maka peneliti perlu menjelaskan istilah yang terdapat dalam judul:

(24)

Hubungan: hubungan berasal dari bahasa inggris yaitu correlation. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan hubungan atau saling berhubungan atau hubungan timbal balik.12Jadi hubungan merupakan suatu keadaan yang mana terdapat kesinambungan antara dua hal atau lebih.

Konsep Diri: pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri.

Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri.13 Jadi konsep diri merupakan pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.

Kesiapan: keseluruhan kondisi seseorang atau individu untuk menanggapi dan mempraktekkan suatu kegiatan yang mana sikap tersebut memuat mental, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki dan dipersiapkan selama melakukan kegiatan tertentu.14 Jadi kesiapan merupakan keadaan diri individu untuk menghadapi sesuatu hal dengan sikap yang mantap.

12Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 167

13Tim Pustaka Familia, Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi Anak, (Yogyakarta:

Kanisius, 2006), h. 32

14J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Penerj. Kartini Kartono), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), h. 419

(25)

Kehidupan Rumah: aktifitas atau proses yang dilakukan individu Tangga di dalam kumpulan masyarakat terkecil yang

terdiri dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua, dan sebagainya.15 Jadi kehidupan rumah tangga merupakan aktifitas yang dilakukan individu di dalam kumpulan yang mana anggotanya diikat oleh ikatan yang sakral, terdiri suami, istri, anak-anak dan sebagainya.

Mahasiswa: individu yang melakukan kegiatan belajar di Perguruan Tinggi. Jadi mahasiswa merupakan pelajar yang menuntut ilmu di IAIN Bukittinggi Jurusan Bimbingan dan Konseling Angkatan 2013

Dari penjelasan judul di atas, maka maksud dari judul skripsi ini secara keseluruhan adalah hubungan timbal balik antara pandangan individu mengenai dirinya yang terkait dengan dimensi fisik, karakteristik individual, dan motivasi diri dengan kondisi individu untuk membangun atau membentuk suatu kumpulan dimana didalam kumpulan tersebut terdiri dari pasangan suami sitri, anak-anak, mertua dan sebagainya.

15Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 26

(26)

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I merupakan pendahuluan, dengan mengemukakan Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Penjelasan Judul dan Sistematika Penulisan.

BAB II merupakan landasan teori, yang mengemukakan pembahasan tentang Konsep diri yang meliputi: pengertian konsep diri, pembagian konsep diri, ciri-ciri konsep diri, terbentuknya konsep diri, isi konsep diri, faktor-faktor konsep yang mempengaruhi konsep diri, dan aspek konsep diri. Kesiapan Beumah Tangga yang meliputi: pengertian kesiapan berumah tangga, kriteria kesiapan berumah tangga, tujuan berumah tangga, bentuk-bentuk kesiapan berumah tangga, aspek-aspe kesiapan berumah tangga, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan berumah tangga. Hubungan konsep diri dengan kesiapan berumah tangga, kerangka konseptual, penelitian relevan, dan hipotesis.

BAB III merupakan metode penelitian, yang mengemukakan pembahasan mengenai Jenis penelitian, lokasi penelitian, , populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV merupakan hasil penelitian yang berisi deskripsi hasil penelitian, uji persyarat analisis, uji hipotesis dan pembahasan.

BAB V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri (Self Consept)

Konsep dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Dan The Self (Diri) berarrti meliputi semua penghayatan, anggapan, sikap dan perasaan-perasaan baik yang disadari maupun tidak disadari, yang ada pada seseorang tentang dirinya sendiri.1

Self adalah sermua ciri, jenis kelamin, pengalaman, sifat-sifat, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya yang melekat pada diri seseorang. Semakin dewasa dan tinggi kecerdasan seseorang, semakin mampu ia menggambarkan dirinya sendiri.2

Diri tidak terbatas tegas, fleksibel, dan tergantung pada konteks, diri terkait dengan orang lain (relevant others)3. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa diri adalah tidak tertutup, tidak kaku dan diri tidak bisa tanpa adanya hubungan dengan orang lain dan diri bisa berubah dengan lingkungan yang ada disekitarnya.

1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) cet ke-3, h. 588,267

2Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), cet ke-2, h. 500

3David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 35

(28)

GH. Mead dalam Slameto menyebutkan konsep diri sebagai suatu produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman psikologis yang merupakan hasil eksplorasi individu terhadap lingkungan fisiknya dan refleksi dari dirinya sendiri yang diterima dari orang-orang yang berpengaruh pada dirinya.4

Menurut Burns konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu5. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimilki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaluasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, baik, atau bahkan mengetahui kalau orang lain menilai dirinya negative, ramah jika ada informasi dari orang mengenai dirinya. Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat

4Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) cet ke 2, h. 182

5Burns.R.B, Konsep Diri (teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku). (Alih Bahasa: Eddy), (Jakarta: Arcan, 1993), h. 6

(29)

menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik, atau tidak.

Seperti yang dikemukakan Djaali bahwa konsep diri adalah pandangan seseorang tentang diriya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.6

Robert mengemukakan bahwa konsep Self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri yang terorganisasi.

Self memberikan sebuah kerangka berfikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita sendiri.7

Sedangkan menurut Hurlock konsep diri merupakan pengertian dan harapan seseorang mengenai bagaimana dirinya yang dicita- citakan dan bagaimana dirinya dalam realita yang sesungguhnya, baik secara fisik maupun psikologiknya. Konsep diri seseorang berkaitan dengan kepribadiannya. Kepribadian seseorang dapat diamati dari perilakunya dalam berbagai situasi dari pola reaksinya, sedangkan konsep diri tidak langsung dapat diamati seperti halnya perilaku ekspresi seseorang. Konsep diri terlihat dari pola reaksi tetap yang mendasari pola perilaku seseorang.8

6Djaali. Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 129

7Robert A. Baron dan Donn Byrne, Psikologi Sosial jilid I,(Jakarta: Erlangga, 2004), h.

165

8Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 234

(30)

Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman, konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya, yaitu berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain-lain, kemudian individu memiliki perasaan terhadap keyakinan mengenai dirinya tersebut, apakah ia merasa positif atau negatif, bangga atau tidak bangga dengan dirinya.9

Menurut Singgih konsep diri merupakan sesuatu yang ada dalam diri sendiri, jadi pandanan dari dalam, atau untuk lebih jelasnya konsep diri adalah saya seperti saya melihat diri saya sendiri10. Dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah bagaimana individu memandang dirinya sendiri.

Pendapat lain, yaitu Enung Fatimah menurutnya konsep diri tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya.11

Menurut Burns kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat pada pemghiasan terakhir pada sikap diri dalam remaja.

Kelompok teman sebaya adalah penting, karena kelompok itu menggantikan keluarga sebagai sumber umpan balik, juga memberikan perasaan harga diri. Dan saling mendukung.12

9Sarlito W. Sarwono dan Eko A Meinarno, Psikologi Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 53

10Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 237

11Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h. 90

12R. B. Burn, Konsep Diri (Teori Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku)…, h. 208

(31)

Singgih berpendapat konsep diri pada seorang remaja cenderung tidak konsisten, hal ini disebabkan oleh sikap orang lain yang dipersepsikan oleh si remaja juga berubah, jadi menurut Singgih konsep diri remaja melalui suatu perkembangan konsep diri sampai akhir ia memilki suatu konsep diri yang konsisten.13

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah pandangan individu tentang bagaimana dirinya, baik itu perilakunya, isi pikiran dan perasaanya yang bisa berpengaruh terhadap orang lain. Konsep diri terbentuk selain dipengaruhi melalui keluarga, juga dipengaruhi oleh teman sebaya karena pada masa remaja individu akan sering membentuk kelompok dengan teman sebaya dan akan berusaha diterima didalam suatu kelompok.

2. Pembagian Konsep Diri

Menurut Alex Sobur, ada dua kompone konsep diri, yaitu:14 a. Komponen kognitif disebut citra diri ( Self Image )

Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu, gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri.

b. Komponen afektif disebut harga diri (Self Esteem) Merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri.

Pendapat diatas dapat diartikan bahwa konsep diri terdiri dari dua komponen yaitu Self Image yang berarti citra diri yang dimilki

13Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja…, h. 239

14Alex Sobur, Psikologi Umum…, h. 507

(32)

seseorang dan bagaimana pengetahuannya terhadap diri sendiri, seperti saya seorang pelajar, saya seorang kakak, tinggi badan saya 165 cm dan berat badan saya 50 kg, dan sebagainya. Dan Self Esteem yang berarti penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, misalnya saya pemarah, saya sangat pandai, dan sebagainya.

Singgih menjelaskan pada dasarnya konsep diri tersusun atas tahapan-tahapan, yaitu:15

a. Konsep diri Primer, adalah konsep diri yang terbentuk atas pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Contohnya, saya seorang yang sangat menghargai orang lain, hal ini tertanam pada diri anak ketika didalam keluarganya sangat tertanam sikap saling menghargai.

b. Konsep diri Sekunder, adalah konsep diri yang dipengaruhi oleh konsep diri primer. Konsep diri sekunder terbentuk ketika anak mempunayi hubungan yang luas daripada hanya sekedar hubungan dalam lingkunan keluarga. Misalnya seseorang tergolong orang yang pendiam, penurut, tidak nakal atau tidak suka membuat keributan, ia akan cenderung pula memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang sudah dimilikinya, dan teman-teman barunya itulah yang nantinya menunjang terbentuknya konsep diri sekunder

15Gunarsah, Psikologi Perkembangan Anak dan remaja…, h. 238-239

(33)

Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Alex Sobur bahwa, konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan, yang paling dasar adalah konsep diri primer yaitu konsep diri yang terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya seperti lingkungan rumah. Pengalaman-pengalaman berbeda dan konsep diri bermula dari perbandingan yang anak terima melalui anggota keluarga, orang tua, nenek, paman atau saudara-saudaranya. Setelah anak bertambah besar ia mempunyai hubungan yang lebih luas daripada sekedar hubungan dalm lingkungan keluarga, anak mempunyai lebih banyak teman, kenalan sehingga terbentuk konsep diri yang baru, yang disebut konsep diri sekunder. Konsep diri sekunder banyak ditentukan oleh konsep diri primer. Apabila konsep diri seorang anak adalah pendiam, penakut, tidak nakal dan tidak suka melakukan keributan, anak akan cenderung pula memilih teman yang sesuai dengan konsep diri yang sudah dimilikinya dan teman-teman barunya itulah yang akan menunjang terbentuknya konsep diri sekunder.16

Konsep diri pada dasarnya merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan tentang diri, yang mempengaruhi cara seseorang mengolah informasi dan mengambil tindakan, menurut Higgins sekma diri terbagi tiga jenis, yaitu:17

16Alex Sobur, Psikologi Umum…, h. 509-511

17Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial…, h. 55

(34)

a. Actual Self, yaitu bagaimana diri kita saat ini

b. Ideal Self, yaitu bagaimana diri kita yang kita inginkan c. Ought Self, yaitu bagaimana diri kita yang seharusnya.18

Menurut Calhoun dan Acocella konsep diri dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :19

a. Konsep diri positif

Dasar dari konsep diri positif bukanlah kebanggaan besar tentang diri tetapi berupa penerimaan diri. Kualitas ini lbeih mungkin mengarah pada kerendahan hati dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Dapat diartikan bahwa konsep diri positif adalah penilaian postif dengan frekuensi tinggi yang dikombinasikan dengan penilaian diri negative yang rendah atau bagaimana penerimaan seseoran terhadap dirinya. Contoh, percaya diri.

Menurut Jalaludin orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal:20

1) Ia yakin akan kemampuan mengatasi masalah 2) Ia merasa setara dengan orang lain

3) Ia menerima pujian tanpa rasa malu

18Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial…, h. 55

19Calhoun, James F dan Acocella, J.R, Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, (Terjemahan RS Satmoko), (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995), h. 72-74

20Jalaludin rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h.

105

(35)

4) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

5) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkap aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya

b. Konsep diri negatif

Seseorang memiliki konsep diri negatif apabila pengetahuan mengenai dirinya sendiri yang sedikit. Konsep diri negatif adalah banyaknya penilaian diri negatif dengan sedikit penilaian diri positif. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai, dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Dapat diartikan bahwa konsep diri negatif adalah bagaimana seseorang yang kurang mengetahui dan kurang menerima dirinya sendiri, contoh seseorang yang pesimis dan tidak percaya diri.

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert, ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif adalah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, cenderung merasa tidak disenangi orang lain dan bersikap pesimis

(36)

terhadap kompetisi seperti keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi21

3. Ciri-ciri Konsep Diri

Menurut Brooks dan Emmert dalam Safitri Ramadhani ada beberapa ciri-ciri konsep diri positif dan neatif yaitu:22

a. Ciri-ciri konsep diri positif

1) Mereka yakin akan kemampuan mengatasi masalah 2) Mereka merasa setara dengan orang lain

3) Punya rasa malu

4) Punya pendirian dan nilai-nilai hidup positif 5) Mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan

6) Mereka menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

7) Mereka mampu memperbaiki dirinya karena mereka sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya, dan berusaha mengubahnya

8) Individu mampu menerima dirinya sendiri, bahwa orang dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik

9) Individu mampu menerima dan menyimpan informasi tentang dirinya sendiri, baik negatif maupun positif

21Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi…, h. 105

22Safitri Ramadhani, Positive Komunication, (Jakarta: Smartbooks Diglossia media, 2006), h. 88-90

(37)

10) Individu mampu menerima diri apa adanya dan menerima orang lain

b. Ciri-ciri konsep diri negatif

1) Individu peka terhadap kritikan orang lain. Bagi individu ini kritikan adalah ejekan untuk merendahkan harga diriya.

Individu ini tidak tahan terhadap kritik, dan cenderung marah, mempertahankan pendapat dengan logika keliru

2) Individu sangat responsif terhadap pujian, dan bereaksi secara berebihan walaupun berusaha tidak diperlihatkan

3) Individu sangat hipekritis terhadap orang lain, ia banyak mengeluh, mencela dan meremehkan prestasi orang lain

4) Mereka tidak pandai mengungkapan penghargaan dan pengakuannya terhadap prestasi orang lain

5) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Akibatnya mereka merasa tidak diperhatikan, sehingga bereaksi terhadap orang lain sebagai musuh. Dia kurang mampu menunjukkan sikap yang hangat dan bersahabat dengan orang lain, sehingga dia tidak mampu membangun relasi dengan baik

6) Individu yang mempunyai konsep diri negatif, cenderung bersikap pesimis terhadap masa dengan atau persaingan

7) Pandangan terhadap diri seseorang yang terlalu kaku, sehingga tidak memiliki kategori mental yang dapat dikaitkan dengan informasi yang bertentangan dengan dirinya

(38)

8) Merasa diri tidak berharga, apa pun yang diperoleh tampaknya tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh orang lain

4. Terbentuknya Konsep Diri

Menurut Djaali konsep diri mula-mula terbentuk dari perasaan apakah diterima dan diinginkan kehadirannya oleh kelurga. Melalui perlakuan yang berulang-ulang dan setelah menghadapi sikap-sikap tertentu dari anggota keluarga maupun orang lain dilingkup kehidupannya, akan berkembanglah konsep diri seseorang. Konsep diri juga berasal dari perasaan dihargai atau tidak dihargai. Perasaan inilah yang menjadi landasan dari pandangan, penilaian, atau bayangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang keseluruhannya yang disebut konsep diri.23

Menurut G.W. Allport, konsep diri terbentuk melalui beberapa tahap adalah sebagai berikut:24

a. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga. Perasaan egois berkurang, dan tumbuh perasaan ikut memliki. Salah satu tandanya yang khas adalah tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya

23H. Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara), h. 130

24Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.

71

(39)

b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (Self Objectivication) ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri (Self Insight) dan kemampuan untuk menangkap humor (Sense of Humor) termasuk yang menjadikan dirinya sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik

c. Memiliki flasafah hdup tertentu (Unifying Philosophy of Life).

Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata

Singgih mengemukakan konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai sikap-sikap orang lain terhadap dirinya. Sehingga apabila ibu mengatakan secara terus menerus kepada anaknya bahwa ia nakal, maka lama kelamaan anak akan mempunyai konsep diri semacam itu.25

Menurut Cooley konsep diri seseorang diperoleh dari hasil penilaian atau evaluasi orang lain terhadapnya. Apa yang dipikirkan orang lain tentang kita menjadi sumber informasi tentang siapa diri kita. Selain itu hasil dari tindakan yang dilakukan juga akan membentuk konsep diri seseorang.26

25Singgih D. Gunarsa, Psikologi, Perkembangan Anak dan Remaja…, h. 238

26Sarlito W. Sarwono dan Eko A Meinarno, Psikologi Sosial…., h. 54

(40)

5. Isi Konsep Diri

Menurut Burns isi dari konsep diri selalu berkembang meluas sesuai dengan tingkatan usia. Secara isi dari konsep diri antara lain:27

a. Karekteristik fisik yaitu konsep diri yang berhubungan dengan karakteristik yang termasuk didalamnya penampilan secara umum, ukuran tubbuh dan berat tubuh. Sosok dan bentuk tubuh.

b. Penampilan, seperti cara berpakaian, model rambut dan make up.

c. Kesehatan dan kondisi fisik yaitu konsep diri yang berhubungan dengan kesehatan dan kondisi fisik individu.

d. Pemilik, yaitu benda-benda yang dipunyai dan pemiliknya.

e. Kondisi lingkungan keluarga, yaitu seperti kondisi rumah dan hubungan keluarga.

f. Minat dan bakat, yaitu kemampuannya untuk menyalurjkan potensi yang dimillikinya.

g. Sekolah dan pekerjaan sekolah, yaitu kemampuan yang dimiliki individu dan sikap yang ditampilkannya.

h. Sikap dan hubungan social, yaitu konsep diri anak dalam hubungan dengan orang lain, serta sikap yang ditampilkannya dalam bergaul.

27R. B. Burn, Konsep Diri (Teori, pengukuran,Perkembangan, dan perilaku)…, h.209

(41)

i. Status intelektual, konsep diri yang berhubungan dengan status kecerdasannya.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Menurut Hutagalung aspek yang paling berpotensi menimbulkan masalah bagi remaja adalah sosial. Penilaian orang lain terhadap diri remaja dan pengruh lingkungan sosial yang didapatkan, bergantung pada penilaian orang lain, terutama teman-temannya dan orang-orang yang berada disekitar remaja. Pengaruh lingkungan sosial ini mempengaruhi pengembangan konsep diri remaja tersebut.28

Singgih mengemukakan banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri seorang remaja. Faktor lingkungan, bagaimana reaksi orang lain terhadap dirinya, bagaimana pujian terhadap prestasi seseorang atau bahkan bagaimana hukuman yang diberikan orang lain terhadap kesalahan yang pernah dibuat akan membentuk suatu konsep tentang dirinya sendiri. Selain itu terdapat faktor-faktor yang lain, diantaranya adalah:29

a. Jenis kelamin

Di dalam keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingkungan masyarakat yang lebih luas akan berkembang bermacam- macam tuntutan peran yang berbeda berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Dorongan biologis menyebabkan seseorang,

28Hutagalung, Pengembangan Kepribadian: Tinjauan Praktis MenujuPribadi Positif.(Jakarta: PT. Indeks, 2007), hal.12

29Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan anak dan remaja….h.242

(42)

secara bawaan, bertingkahlaku, berfikir dan berprasaan yang berbeda antara jenis kelamin yang satu dengan yang lain.

Perkembangan konsep diri sejalan dengan peranannya baik itu sebagai wanita ataukah pria, di samping juga sudah ditentukan berdarakan bawaan biologis mereka.

b. Harapan-harapan

Harapan seseorang penting bagi perkembangan konsep diri remaja sendiri. Misalnya seoran wanita yang diharapkan oleh masyarakat untuk tidak berprilaku agresif, maka harapan ini juga akan menjadi konsep diri baginya untuk tidak berprilaku agresif.

c. Suku bangsa

Dalam masyarakat, umumnya terdapat suku kelompok suku bangsa tertentu yang dapat dikatakan sebagai kaum yang minoritas. Ramaja yang dari kelompok ini umumnya juga mengembangkan suatu konsep diri bagi remaja.

d. Nama dan pakaian

Kedua hal ini mempunyai pengaruh yang cukup penting bagi perkembangan konsep diri seorang remaja. Nama-nama tertentu akan menjadi tertawaan bagi remaja yang akhirnya akan membentuk diri remaja dan dari cara seseorang berpakaian bagaimana remaja tersebut melihat dirinya.

(43)

Menurut Robert sebuah pekerjaan yang baru, pengalaman dan reaksi orang lain terhadap juga mempengaruhi terbentuknya konsep diri seseorang.30 Jadi menurut Robert konsep diri juga dipengaruhi oleh situasi dan reaksi dari orang lain dalam lingkungan pekerjaan seseorang.

7. Aspek Konsep Diri

Konsep diri memiliki 3 aspek, yaitu:31 a. Aspek fisik

Aspek ini meliputi penerimaan terhadap bentuk tubuhnya, penampilan, pandangannya mengenai bentuk-bentuk bagian tubuhnya, pandangan orang lain terhadap fisik dan penampilannya, kondisi tubuhnya, perasaan yang sering muncul bila berhadapan dengan orang lain.

b. Aspek psikis

Aspek ini meliputi perasaan tentang keberadaan dirinya, sikap terhadap apa yang ada pada dirinya, kemauan yang sering muncul dari dalam dirinya dan berpikir tentang dirinya, kesadaran untuk meraih prestasi dan perhatiannya terhadap pendidikan

30Robert A. Baron dan Donn Byrne. Psikologi Sosial, Jilid 2 (Jakarta: Erlangga,2003). h.

173

31Muhammad Anas, Psycologi Menuju Aplikasi Pendidikan, ( Jakarta: Pustaka Education), h. 68

(44)

c. Aspek Sosial

Aspek ini meliputi perasaan dirinya sebagai anggota masyarakat, hubungannya dengan teman, tanggapan orang lain tentang dirinya, kerjasama dengan orang lain, sikapnya terhadap apa yang dilakukan orang lain terhadap dirinya dan penampilannya di depan umum.

B. Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga 1. Pengertian Kesiapan Berumah Tangga

Kesiapan berasal dari kata “siap” yang mendapatkan awalan “ke”

dan akhiran “an”. Menurut Chaplin, kesiapan didefenisikan sebagai keadaan siap siaga untuk merekasi atau menghadapi stimulus. Chaplin juga menambahkan bahwa kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan suatu hal.32

Sedangkan menurut Corsini, kesiapan adalah berkembang atau mempersiapakan diri dalam belajar dan memperoleh beberapa tugas perkembangan atau keahlian khusus berdasarkan perkembangan fisik, sosial, dan intelektual.33

32J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Penerj. Kartini Kartono), (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), h. 419

33Corsini, The Dictionary of Psychology, (London: Macmillan), h. 512

(45)

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya yang tenang, damai, saling mencintai, dan menyayangi.34

Menurut Sidi Nazar rumah tangga adalah kumpulan dari masyarakat terkecil yang terdiri dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua, dan sebagainya. Terwujudnya rumah tangga yang syah setelah akad nikah atau perkawinan, sesuai dengan ajaran agama dan undang- undang.35

Menurut Bussard dan Ball rumah tangga adalah lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Disana seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya.36

Menurut Duval rumah tangga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota rumah tangga37

34Lubis Salim, Menuju Keluarga Sakinah, (Surabaya : Terang Bulan, 1994), h. 7

35Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 26

36Harnilawati, Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga, (Sulawesi Selatan: Pustaka As Salam, 2013), h. 2

37Harnilawati, Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga…, h. 2

(46)

Menurut Depkes RI rumah tangga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.38

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan berumah tangga adalah kesediaan individu untuk mempersiapkan diri membentuk suatu kelompok yang terikat suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri yang kekal dan diakui oleh agama, hukum, dan masyarakat.

2. Kriteria Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga

Kesiapan berumah tangga merupakan hal yang sangat penting agar tugas-tugas perkembangan dalam berumah tangga dapat dipenuhi.

Kesiapan menikah tidak dipandang dari usia individu yang akan membangun rumah tangga.

Menurut Rapaport, seseorang dinyatakan siap untuk menikah apabila memenuhi kriteria39:

a. Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri b. Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang

banyak

c. Bersedia dan mampu menjadi pasangan istimewa dalam hubungan seksual

38Harnilawati, Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga…, h. 3

39Ine Rahmatin, e-jurnal Kesiapan Menikah dan Pelaksanaan Tugas Perkembangan Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah, IPB, 2011

(47)

d. Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim’

e. Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain f. Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain g. Dapat bekomunikasi secara bebas mengenai pemikiran,

perasaan dan harapan

h. Bersedia berbagi rencana dengan orang lain i. Bersedia menerima keterbatasan orang lain j. Realistik terhadap karakteristik orang lain

k. Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah- masalah yang berhubungan dengan ekonomi

l. Bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan siap untuk membangun rumah tangga apabila ia dapat mengendalikan dirinya sendiri dan dapat menerima dan memahami orang lain.

3. Tujuan Hidup Berumah Tangga

Individu yang telah memutuskan untuk menikah atau berumah tangga tentu telah memiliki tujuan dalam kehidupannya rumah tangganya kelak. Hal ini penting sekali agar individu yang bersangkutan mengetahui apa tujuan yang dicari oleh seseorang dalam pernikahannya.

(48)

Pernikahan yang sesuai dengan tujuannya akan menghasilkan sebuah rumah tangga yang bahagia. Adapun tujuan dari perkawinan itu antara lain:

a. Keberhasilan

Adanya perasaan senang bila berada di dekat pasangan merupakan suatu jaminan yang baik bahwa seseorang telah memilih pasangan dengan bijaksana.40

b. Kehidupan seks yang aman dan menyenangkan

Pria dan wanita menikah agar mereka dapat memuaskan kebutuhan seks mereka secara lebih baik daripada cara lainnya. Hal ini bukan berarti bahwa menikah hanya untuk mempunyai kehidupan seks tetapi lebih baik menikah dulu bila menginginkan hubungan seks yang menyenangkan dan aman.41

c. Perkawinan masih merupakan institusi terbaik untuk membesarkan anak

Kebanyakan pasangan suami istri menginginkan anak dan lebih penting lagi mereka ingin merawat anak mereka sendiri. Orangtua yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, kegembiraan yang mereka peroleh karena merawat anak akan sama besarnya dengan kegembiraan karena telah dirawat oleh orangtua yang bijaksana dan penuh cinta kasih.42

40Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2009), h. 23-42

41Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat,… h. 23-42

42Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat,… h. 23-42

(49)

d. Untuk mencapai gaya hidup yang unik

Masyarakat lebih menyukai pasangan yang menikah. Contohnya saja orang cenderung lebih senang mengundang suami istri daripada mengundang salah satu pasangan (suami atau istri saja).43 Dari semua uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan seseorang untuk menikah adalah agar seseorang tersebut mendapatkan kebahagiaan hidup bersama orang lain (suami atau istri), memperoleh keturuan yang sah, mendapatkan status dimasyarakat dan memenuhi kebutuhan lahiriah dan batiniah.

4. Aspek-aspek Kesiapan kehidupan Berumah Tangga

Kesiapan menikah dibagi menjadi dua bagian yaitu kesiapan menikah pribadi (personal) dan kesiapan menikah situasi (circumstantial)

a. Kesiapan Pribadi (Personal) 1) Kematangan Emosi

Kemampuan untuk dapat siaga terhadap diri dan kemampuan mengidentifikasi perasaan sendiri merupakan konsep kematangan emosi dalam diri seseorang. Kematangan emosi yaitu konsep normatif dalam perkembangan psikologis yang berarti bahwa seseorang telah menjadi dewasa.

Kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup

43Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat,… h. 23-42

(50)

terhadap suatu perubahan dan suatu permasalahan. Pengalaman tersebut akan membuat seseorang menjadi sadar terhadap perasaannya sendiri dan ia akan belajar untuk dapat merespon suatu peristiwa dalam kehidupannya.

Individu dewasa memiliki kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan pribadi, mampu mengerti perasaan orang lain, mampu mencintai dan dicintai, mampu untuk memberi dan menerima, serta sanggup membuat komitmen jangka panjang. Pernikahan berarti sanggup membangun suatu tanggung jawab dan memasuki suatu komitmen. Komitmen jangka panjang merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dalam suatu pernikahan yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan.44

2) Kesiapan usia

Kesiapan usia berarti melihat usia yang cukup untuk menikah, menjadi pribadi yang dewasa secara emosi membutuhkan waktu, sehingga usia merupakan hal yang berkaitan dengan kedewasaan. Semakin tua usia seseorang maka semakin dewasa pemikiran seseorang, sebaliknya semakin muda usia seseorang maka semakin sulit untuk mengatasi emosi-emosinya. Semakin

44Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja, (Medan, 2010), h.27

(51)

muda usia pada saat menikah makan semakin tinggi tingkat perceraian yang terjadi.45

3) Kematangan sosial

Kematangan sosial dapat dilihat dari :

a) Pengalaman berkencan (enough datting), yang dilihat dengan adanya kemauan untuk mengabaikan lawan jenis yang tidak dikenal dekat dan membuat komitmen dalam membangun hubungan hanya dengan seseorang yang khusus. Say seseorang letih terhadap hubungan yang tidak aman, maka individu secara sosial siap untuk menikah dan hanya terfokus pasa orang yang paling menarik perhatiannya.

b) Pengalaman hidup sendiri (enough single life), yang membuat individu memiliki waktu luang untuk sendiri agar mandiri dan waktu bersama orang lain. Seorang individu, khususnya wanita merasa perlu untuk membuktikan pada diri mereka sendiri, orang tua, dan pasangannya bahwa mereka mampu untuk mengambil keputusan dan mengatur takdirnya sendiri tanpa harus menyesuaikan dengan keinginan dan pendapat orang lain. Seorang individu harus

45Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja…, h.30

(52)

mengetahui identitas pribadi secara jelas sebelum siap untuk melakukan pernikahan.46

4) Kesehatan emosional

Permasalahan emosional yang dimiliki manusia diantaranya adalah kecemasan, merasa tidak nyaman, curiga, dan lain-lain.

Jika hal tersebut berada tetap pada diri seseorang maka ia akan sulit menjalin hubungan dengan orang lain. Masalah emosi biasanya menjadi tanda dari ketidakmatangan yaitu bersikap posesif, ketidakmampuan bertanggungjawab dan tidak dapat diprediksi.

Kadang-kadang masalah emosi juga dapat disebut dengan kematangan yang berlebihan atau terlalu kaku. Seseorang yang bersosialisasi secara berlebihan kemungkinan tidak dapat mentoleransi kekurangan orang lain. Sikap perfeksionis ini tidak hanya berlaku kepada orang lain atau pasangan tetapi juga berlaku untuk diri sendiri. Walaupun individu tersebut bisa menjadi permberi yang baik dalam hal kasih saying, tetapi kemungkinan dia tidak dapat menerima kasih sayang dari orang lain untuk menghindari keegoisan.47

46Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja,…, h.31

47Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja…, h.31

(53)

5) Kesiapan Model Peran

Banyak orang belajar bagaimana menjadi suami atau istri yang baik dengan melihat figur ayah dan ibunya mereka. Kehidupan pernikahan harus dijalani dengan mengetahui apa saja peran individu yang telah menikah sebagai suami istri. Peran yang ditampilkan harus sesuai dengan tugas-tugas mereka sebagai suami ataupun istri. Orangtua yang memilih figur suami dan istri yang tidak baik dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka.48

b. Kesiapan situasi (Circumstansial) 1) Kesiapan finansial

Kesiapan finansial tergantung dari nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Semakin tinggi pendapat seseorang maka semakin besar kemungkinan ia untuk menikah.

Pernikahan yang masih mendapat bantuan dari keluarga atau orang tua dapat mempengaruhi hubungan pasangan dalam rumah tangga.49

2) Kesiapan waktu

Persiapan sebuah pernikahan akan berlangsung baik jika masing-masing pasangan diberikan waktu untuk mempersiapkan segala hal, meliputi persiapan diberikan waktu

48Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja…, h.32

49Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja…, h.33

(54)

untuk mempersiapkan segala hal, meliputi persiapan sebelum maupun setelah pernikahan. Persiapan rencana yang tergesa-esa akan mengarah pada persiapan pernikahan yang buruk dan memberi dampak yang buruk pada awal-awal kehidupan pernikahan.50

Dari uraian di atas yang merupakan aspek yang harus disiapkan untuk berumah tangga adalah aspek yang mencakup diri pribadi dan aspek yang mencakup situasi.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kehidupan Berumah Tangga

Kesiapan untuk menikah atau berumah tangga dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, antara lain :

a. Faktor Internal

Berarti kesiapan yang berasal dari dalam diri individu. Adanya keyakinan dalam diri bahwa individu merasa siap untuk menikah.

Individu mempunyai keinginan untuk mendirikan sebuah keluarga.

Faktor internal ini didukung oleh adanya kematangan emosional.51

50S Shavreni Oktadi Putri, Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Madya yang Bekerja…, h.33

51Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 245

Gambar

Grafik Penerimaan Bentuk Tubuh
Tabel 9 Penampilan
Gambar 3 Grafik Penampilan
Tabel 12 Kondisi tubuh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam umpan balik negatif terdapat kategori jenis umpan balik yang didasarkan atas jenis besaran sinyal output yang diambil (tegangan atau arus) dan cara pengembaliannya secara

Dalam pembelajaran IPS medianya hanya berupa peta dan goble jadi untuk materi lain saya tidak menggunakan media, apalagi media audio visual membutuhkan waktu

Gejala-gejala tersebut telah dipelajari sebelumnya oleh Newton sehingga menghasilkan Hukum II Newton, yang menyatakan bahwa jika resultan gaya yang bekerja pada suatu benda

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: tingkat metakognisi siswa dengan aktivitas belajar tinggi dalam pemecahan masalah materi persamaan kuadrat kelas VIII I

Secara umum tidak ada perbedaan soft skills yang signifikan diantara mahasiswa pada fakultas yang menerapkan sistem KBK dengan yang tidak menerapkannyanamun, ada beberapa

Selain ruam ini, timbul gejala-gejala lainnya, seperti demam, pembesaran kelenjar getah bening, sakit tenggorokan, sakit kepala, kehilangan berat badan, nyeri otot, dan perlu

[r]