ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL DO’A ANAK JALANAN
KARYA MA’MUN AFFANY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh :
Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making
061224082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ANALISIS STRUKTURAL DALAM NOVEL DO’A ANAK JALANAN
KARYA MA’MUN AFFANY
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun oleh :
Maria Theresia Tetty Ose Hurek Making
061224082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
MOTO
Don’t be afraid to stand for what you believe in,
even if that means standing alone.
(Barrack Obama)
When you feel you can’t do it
You will be amaze when you can do it.
PERSEMBAHAN
Tulisan ini saya persembahkan kepada :
¾
Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melindungi,
memberkati, dan menyertai hidupku.
¾
Ayahanda Dominikus Desember Hurek Making dan
Ibunda Beatrix Peni Kerong yang telah memberi kasih
sayang, perhatian, doa restu, dorongan, dan semangat
ABSTRAK
Theresia Tetty, Maria. 2013. Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak
Jalanan karya Ma’mun Affany. Skripsi. Yogyakarta. PBSID. FKIP.
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis unsur intrinsik seperti tema, tokoh,
penokohan, alur, latar dan amanat novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun
Affany. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan tema, tokoh, penokohan,
alur, latar dan amanat novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan kajian struktural dan
(2) mendeskripsikan hubungan antarunsur intrinsik novel Do’a Anak Jalanan
berdasarkan kajian struktural.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yang
bertujuan mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel Do’a Anak Jalanan
berdasarkan kajian struktural dan hubungan antarunsur intrinsik. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Analisis Struktural dalam
novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah teknik pustaka. Langkah
awal dari analisis ini adalah mendeskripsikan unsur intrinsik yang digunakan
sebagai dasar menganalisis hubungan antarunsur intrinsik.
Hasil analisis menunjukkan tokoh utama dalam cerita adalah Dina, Adib,
dan Cindy dengan tokoh tambahan Suratman, Kepala Sekolah, Maya, Safira,
Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya, Putri, dan Preman.
Tokoh protagonis dalam cerita adalah Dina, Adib, dan Cindy. Tokoh antagonisnya
adalah Suratman (Abang). Alur dalam novel ini meliputi delapan tahapan yaitu
paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian dan selesaian.
Latar dalam novel Do’a Anak Jalanan terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan
latar sosial. Latar tempat dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah rumah
kontrakan, kamar mandi, mushola, sekolah Adib, ruang kelas Adib, ruang kelas
Dina, aula tempat lomba cerdas-cermat, kamar Maya, rumah Fatimah, rumah
Hanna, bis, angkot, pasar buah, jalan raya, dan penjara. Latar waktu dalam cerita
adalah subuh, pagi, siang, sore, petang dan malam. Latar sosial menunjukkan pada
kehidupan Dina, Adib dan Cindy yang hidup di daerah terminal Kampung
Rambutan yang merupakan tempat berlangsungnya aktivitas sosial masyarakat
yang beragam. Tema yang terkandung dalamnovel Do’a Anak Jalanan adalah
perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina,Adib dan Cindy dalam menjalani
hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk bersekolah. Amanat dalam
novel Do’a Anak Jalanan yaitu perjuangan, cita-cita dan semangat untuk hidup
lebih baik adalah tujuan hidup bahagia meski harus ditukar dengan pengorbanan.
ABSTRACT
Theresia Tetty, Maria. 2013. The Structural Analysis in the Novel Entitled Do’a
Anak Jalanan Written by Ma’mun Affany. Thesis. Yogyakarta.
PBSID. FKIP. Universitas Sanata Dharma.
The research is to analyze the instrinsic structure especially theme,
character, plot, setting, and moral value of the novel entitled Do’a Anak
Jalananwritten by Ma’munAffany. The purposes are (1) to describe the theme,
character, plot, setting, and moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalanan
based on the structural study and (2) to describe the relation of each instrinsic
element of the novel entitled Do’a Anak Jalanan based on the structural study.
The research is using the qualitative descriptive research whichis having
aim of describing the character, plot, setting, and moral value of the novel based
on the structural study. The data collection’s is used on the research of The
Analysis of Intrinsic Unsure in the Novel Entitled Do’a Anak Jalanan Written by
Ma’mun Affany in a Structural Study. The first step of the analysis is describing
the theme, character, plot, setting, and moral value of the novel as the foundation
to analyze the relationship of each intrinsic structure.
The result of the analysis shows that the main characters are Dina, Adib,
and Cindy and the supporting characters are, Suratman (Abang), Kepala Sekolah,
Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi, Madya,
Putri, and Preman. The protagonist character in the novel are Dina, Adib, and
Cindy and the antagonist character is Suratman (Abang). There eight steps of the
plot in this novel; exposition, inciting moment, rising action, conflict,
complication, climax, falling action and denoument. The settings of the novel
entitled Do’a Anak Jalanan consisting the setting of place, time, and social. The
settings of the novel entitled Do’a Anak Jalanan are in the boarding house,
bathroom, mosque, Adib’s school, Adib’s classroom, Dina’s classroom, the hall of
competitions, Maya’s room, Fatimah’s house, Hanna’s house, bus, angkot, fruit
market, high way, and prison. The setting of times which are described on the
novel are dawn, morning, midday, afternoon, evening, and night-time. The setting
of social is showing the life of Dina, Adib, and Cindy’s who live in the area of
Kampung Rambutan station which is the venue for a variety of social activities.
The moral value of the novel entitled Do’a Anak Jalanan is a struggle of three
Street Children named Dina, Adib, and Cindy in living life as a busker while still
have a spirit to go to school.
The relation of each intrinsic element of the novel entitled Do’a Anak
Jalanan is supporting and correlating every other element. Character is supporting
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi yang
berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun
Affany yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Daerah Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan dukungan dari
berbagai pihak, skripsi tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada :
1.
Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2.
Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Ketua Program Studi PBSID yang selalu
memberikan dorongan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.
3.
Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang
telah mengarahkan dan membimbing dengan telaten dalam penulisan skripsi.
4.
Dr. Y. Yapi Taum, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang kedua yang
dengan sabar membimbing dan memberikan banyak masukan selama
penulisan skripsi.
5.
Seluruh dosen PBSID yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan
imu yang dapat menjadi bekal masa depan bagi penulis.
6.
Ayahanda Dominikus Desembar Hurek Making dan Ibunda Beatrix Peni
Kerong selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang serta untaian
doa yang tidak pernah putus untuk anak-anaknya.
7.
Alexander Beda Tanaboleng Hurek, Maria Andriastri Hurek, dan Maria
Millenium Bunda Wona Hurek adik-adikku yang selalu memberikan
dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iii
HALAMAN MOTO ...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...
vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ...
ix
KATA PENGANTAR ...
x
DAFTAR ISI ...
xii
BAB I
PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang Masalah ...
1
B.
Rumusan Masalah ...
3
C.
Tujuan Penelitian ...
3
D.
Manfaat Penelitian ...
4
E.
Batasan Istilah ...
4
F.
Sistematika Penyajian ...
7
BAB II LANDASAN TEORI ...
8
A.
Penelitian Terdahulu yang Relevan ...
8
B.
Landasan Teori ...
9
1.
Sastra ...
9
2.
Pengertian Novel ...
10
3.
Kajian Struktural ...
11
a.
Tema ...
13
b.
Tokoh ...
15
c.
Penokohan ...
18
f.
Amanat ...
23
4.
Hubungan Tema, Tokoh, Penokohan, Alur, Latar,
dan Amanat ...
24
a.
Tema dan Unsur Cerita Lain ...
24
b.
Penokohan dan Unsur Cerita Lain ...
25
c.
Latar dan Unsur Cerita Lain ...
26
d.
Amanat dan Tema ...
28
e.
Amanat dan Tokoh ...
28
f.
Amanat dan Alur ...
28
g.
Amanat dan Latar ...
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...
29
A.
Sumber Data ...
29
B.
Jenis Penelitian ...
29
C.
Teknik Pengumpulan Data ...
30
D.
Teknik Analisis Data ...
31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
32
A. Deskripsi Data ...
32
B. Hasil Analisis ...
32
1. Tema ...
33
2. Tokoh dan Penokohan ...
36
3. Jenis Tokoh ...
73
4. Alur atau Plot ...
90
5. Latar atau Setting ...
97
6. Amanat ... 104
7. Hubungan Antarunsur ... 105
a. Tema dengan Tokoh ... 105
b. Tokoh dengan Alur ... 106
c. Tokoh dengan Latar ... 113
d. Tema dengan Latar ... 114
g. Amanat dengan Alur ... 115
h. Amanat dengan Latar ... 115
C. Pembahasan ... 115
BAB V PENUTUP ... 121
A. Kesimpulan ... 121
B. Implikasi ... 124
C. Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 125
LAMPIRAN ... 127
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sastra adalah karya seni, karena itu ia mempunyai sifat yang sama
dengan karya seni yang lain, seperti seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan
lain-lain. Tujuannya pun sama yaitu untuk membantu manusia
menyingkapkan rahasia keadaanya untuk memberi makna pada eksistensinya.
Letak perbedaan dengan seni yang lain, adalah bahwa sastra memiliki aspek
bahasa. Sebuah karya sastra dapat dihargai karena dapat berguna bagi
kehidupan manusia. Artinya bahwa, dalam sebuah karya sastra
mengungkapkan berbagai pengalaman manusia agar manusia lain dapat
memetik pelajaran baik dari padanya (Sumardjo, 1984:14).
Jadi, karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat
memberikan pengetahuan dan wawasan kepada pembacanya. Selain itu, karya
sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dimaksudkan bahwa karya
sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang di antara
unsur-unsurnya terjalin hubungan timbal-balik, saling menentukan. Jadi,
kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya yang merupakan kumpulan
atau tumpukan-tumpukan hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri
melainkan saling terikat, berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo,
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang memiliki
unsur-unsur pembangun yang kemudian secara bersama-sama membentuk sebuah
totalitas. Unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unusr-unsur yang secara langsung turut
serta membangun jalan cerita. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema,
tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat. Sedangkan unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya itu, tetapi secara tidak
langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra
(Nurgiyantoro, 1995:23).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan
menganalisis struktur intrinsik khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar
atau setting dan amanat yang terdapat dalam novel yang berjudul Do’a Anak
Jalanan karya Ma’mun Affany. Novel Do’a Anak Jalanan menceritakan
tentang masalah hidup dan kehidupan sosial tiga anak kecil yang bernama
Dina, Adib dan Cindy. Mereka harus menjadi anak jalanan dalam pengasuhan
Abang (orang yang menampung ketiganya). Kehidupan mereka sangat jauh
dari kata bahagia karena mereka harus membanting tulang mencari uang
untuk menyambung hidup. Namun dibalik kehidupan mereka yang pahit,
mereka bertiga tetap semangat untuk bersekolah. Banyak tantangan,
kesulitan, dan hambatan yang selalu mereka alami hingga akhirnya Adib
harus melakukan pembunuhan terhadap Abang. Adib akhirnya hidup di
penjara, namun Dina dan Cindy tetap melanjutkan hidup mereka di Jawa
Novel Do’a Anak Jalanan menarik untuk diteliti dan dianalisis
struktur intrinsik, karena bahasanya lugas dan mudah dimengerti. Selain itu,
jalan cerita novel Do’a Anak Jalanan sangat relevan dengan kenyataan hidup
yang terjadi di sekitar kita disaat sekarang karena problem atau masalah yang
dihadapi oleh ketiga anak tersebut banyak yang terjadi di lingkungan sosial
jaman sekarang.
Peneliti menganalisis struktur intrinsik dari novel khususnya tema,
tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan amanat pada novel Do’a Anak
Jalanan karya Ma’mun Affany. Peneliti menganalisis struktur intrinsik dalam
novel Do’a Anak Jalanan karena unsur-unsur tersebut saling berkaitan
membangun jalan cerita dalam novel.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah analisis tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting dan
amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany?
2. Bagaimanakah hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau setting
dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany
berdasarkan kajian struktural?
C.
Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau
setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun
Affany berdasarkan kajian struktural.
2. Mendeskripsikan hubungan tema, tokoh, penokohan, alur, latar atau
setting dan amanat dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun
Affany berdasarkan kajian struktural.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai aspek,
yakni :
1.
Dari segi teori, penelitian ini bermanfaat untuk memberi wahana atau
wawasan mengenai unsur-unsur intrinsik dalam novel, meningkatkan studi
kritik sastra, khususnya bidang struktural.
2.
Dari segi praktis, penelitian ini mengembangkan apresiasi terhadap karya
sastra karya Ma’mun Affany khususnya novel Do’a Anak Jalanan dan
menambah koleksi penelitian mengenai tema, tokoh, penokohan, alur, latar
atau setting dan amanat berdasarkan kajian struktural.
E.
Batasan Istilah
Berikut ini akan disajikan istilah atau konsep untuk menghindarkan
Struktural, (4) Tema, (5) Tokoh, (6) Penokohan, (7) Alur (8), Latar, (9)
Amanat.
1.
Sastra
Menurut Wellek dan Warren (1993), sastra adalah suatu kegiatan
kreatif, sederetan karya seni.
2.
Novel
Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang panjang dan
luas (Sumardjo, 1984:66).
3.
Kajian Struktural
Struktural karya sastra adalah hubungan antar unsur (intrinsik) yang
bersifat timbal balik, saling mempengaruhi, yang secara bersama
membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36). Sesuai
dengan namanya, pendekatan struktural memandang dan memahami karya
sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang
sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,
realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi, 2006:89). Menurut
Sujiman, karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena
itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya tersebut dianalisis yang
mengatakan bahwa antara tokoh, alur, dan tema itu saling kait mengait.
Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri. Ada interaksi antara unsur-unsur
itu (Sudjiman, 1995:145).
4.
Tema
singkat : makna cerita. Menurut KKBI (2005:1164) tema adalah pokok
pikiran, dasar cerita (yang dipercayakan, dipakai sebagai dasar mengarang,
mengubah sajak, dsb).
5.
Tokoh
Menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
6. Penokohan
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh
(Sudjiman, 1988:23).
7.
Alur
Alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain
(Nurgiyantoro, 1995:113).
8.
Latar atau setting
Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216).
9.
Amanat
Menurut KBBI (2005:30) amanat adalah pesan yang ingin disampaikan
F.
Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, sistematika
penyajian. Bab II terdiri dari penelitian terdahulu yang relevan dan landasan
teori. Bab III terdiri dari sumber data, jenis penelitian, teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data. Bab IV terdiri dari deskripsi data, hasil analisis
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan adalah sebagai berikut : Pertama,
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Subhan (2009) dengan judul
Analisis Struktur Novel Durjana Tama. Hasil analisis dari penelitian ini yaitu
novel ini meneliti unsure intrinsik dalam novel khususnya tokoh, penokohan,
alur, latar, dan tema. Tokoh yang terdapat dalam novel ini ada dua yaitu
tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama dalam novel ini adalah Bejo
Santoso dan tokoh tambahannya adalah Pak Uposonto, Sulastini
Hartohartoko, Pujo, Guritno, Sujadi Himodigdoyo, Bu Bei Projodigjoyo, Pak
Bei Projodigjoyo, dan Bu Setro. Alur dalam novel ini terdapat tiga tahapan
yaitu tahap awal, tengah, dan akhir. Latar dalam novel ini meliputi latar fisik,
latar sosial, dan latar batin. Selain itu, novel yang berjudul Durjana Tama
memiliki tema Mistik, Wangsit, dan Malam Selasa Kliwon.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Tuslianingsih (2010) dengan
judul Analisis Unsur Intrinsik Novel Rahasia Meede Karya E.S.Ito dan Novel
The Davinci Code Karya Dan Brown Sebuah Perbandingan. Hasil analisis
dari penelitian ini yaitu kajian unsur intrinsik yang meliputi perbandingan
sudut pandang dan pengisahan, alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan,
tema, dan analisis keterpengangaruhan antara novel Rahasia Meede dan novel
ada tidaknya pengaruh novel The Davinci Code terhadap novel Rahasia
Meede berdasarkan banyak persamaan unsur intrinsik dalam kedua novel
tersebut.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Harjanti, Y.D.O. Dian (2006)
dengan judul Unsur-unsur Intrinsik Novel Memoar Seorang Geisha Karya
Arthur Golden serta Implementasinya dalam Pembelajarannya di SMA. Hasil
analisis dari penelitian ini yaitu perjuangan diskriminasi gender. Tokoh dalam
novel Memoar Seorang Geisha yaitu Sayuri, Mameha, Hatsumomo, Nabu
dan Ketua. Alur dalam novel ini bersifat kronologis atau alur maju. Latar
dalam novel ini meliputi latar waktu, latar tempat dan latar sosial. Selain itu,
penelitian novel ini dapat diimplementasikan dalam pelajaran sastra di SMA.
Penelitian tentang novel yang berjudul Do’a Anak Jalanan karya
Ma’mun Affany belum pernah dilakukan, bahkan peneliti belum menemukan
penelitian yang membahas mengenai novel ini dengan menggunakan kajian
atau pendekatan struktural. Oleh karena itu, peneliti memilih novel Do’a
Anak Jalanan karya Ma’mun Affany dengan menggunakan kajian struktural.
B.
Landasan Teori
1.
Sastra
Pengertian sastra menurut Wellek dan Warren (1993), sastra
adalah suatu kegiatan kreatif, sederetan karya seni. Sastra menyajikan
kehidupan dan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya
via Budianta, 19993:103). Luxemburg (1984:15) berpendapat bahwa sastra
memang mencerminkan kenyataan. Menurut KBBI (2005:1272) sastra
adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab
(bukan bahasa sehari-hari).
Menurut Sumardjo dan K.M (1987:1) sastra didefinisikan sebagai
karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan
penciptaan. Sastra memiliki fungsi sebagai penghalus budi pekerti,
peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan atau kepedulian sosial
penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan
ekspresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks.
2.
Pengertian Novel
Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang
panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). Novel merupakan salah satu bentuk
sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara
bersama-sama membentuk totalitas. Menurut KBBI (2005:1003) novel
adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Unsur-unsur tersebut adalah
unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik sebuah novel adalah
unsur-unsur yang secara langsung membangun sebuah cerita. Kepaduan
Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar,
dan amanat. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar
karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau
sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). Unsur ekstrinsik
yang dimaksud meliputi unsur religi, sosial, moral, politik, kebudayaan,
ekonomi, pendidikan, sejarah, dan lainnya.
3.
Kajian Struktural
Struktural karya sastra adalah hubungan antar unsure (intrinsik)
yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi, yang secara bersama
membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 1995:36). Sesuai
dengan namanya, pendekatan struktural memandang dan memahami karya
sastra dari segi struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang
sebagai sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,
realitas, maupun pembaca (Teeuw dalam Wiyatmi, 2006:89). Karya sastra
adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat
memahaminya haruslah karya tersebut dianalisis (Hill, 1966:6 via
Pradopo, 1995:108).
Teori struktural adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya
sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Sangidu, 2004:16). Pendekatan
struktural berusaha untuk objektif dan analisis bertujuan untuk melihat
itu amat bergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat
di dalamnya (Semi, 1993:68).
Pendapat itu telah diperkuat oleh pendapat Sujiman yang
mengatakan bahwa antara tokoh, alur, dan tema itu saling kait mengait.
Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri, ada interaksi antara unsur-unsur
itu (Sudjiman, 1995:145).
Struktur disini dalam arti bahwa novel itu merupakan susunan
unsur-unsur bersistem yang antar unsur-unsurnya terjalin hubungan
timbal-balik, saling menentukan, oleh karena itu unsur-unsur dalam novel
bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal yang berdiri sendiri,
melainkan hal yang saling terkait, saling berkaitan dan saling bergantung
(Pradopo, 1987:18).
Struktural dalam penelitian sastra memusatkan perhatiannya pada
elemen atau unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Elemen
itu disebut unsur intrinsik, yaitu unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur itu menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra. Abrams (via Nurgiyantoro, 1994:36) menjelaskan bahwa struktur
karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran
semua bahan dan bagian yang menjadi satu komponen yang secara
bersama membentuk kebulatan yang indah.
Analisis struktural merupakan salah satu kajian kesusastraan yang
menitikberatkan pada hubungan antar unsur pembangun karya sastra.
penokohan, alur,latar atau setting¸ pusat pengisahan dan sebagainya.
Struktur novel atau cerpen yang dibangun dari sejumlah unsur akan saling
berhubungan secara saling menentukan sehingga menyebabkan novel atau
cerpen tersebut menjadi sebuah karya sastra yang hidup. Dalam penelitian
ini yang akan dianalisis oleh peneliti adalah tema, tokoh, penokohan,
alur, latar, amanat dan hubungan antarunsur intrinsik.
a.
Tema
Tema adalah gagasan, atau pilihan utama yang mendasari suatu
karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Sudjiman berpendapat bahwa tema
didukung oleh pelukisan latar, didalam karya yang lain tersirat didalam
lakuan tokoh atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi
faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur (Sudjiman,
1991:51).
Selain itu, Sumardjo dan Saini (1986:56) mendefinisikan tema
adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menuliskan sebuah cerita
tidak hanya sekedar bercerita, tapi hendaknya menyampakan sesuatu
kepada pembacanya. Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan bahwa tema
dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran
peristiwa, konflik, situasi tertentu termasuk unsur intrinsik yang lain
karena hal-hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema
yang ingin disampaikan. Tema memiliki fungsi untuk menyatukan
respon pengarang terhadap pengalaman hubungan totalnya dengan jagat
raya (Wiyatmi, 2006:43).
Ada banyak penggolongan dan klasifikasi tentang tema.
Penelitian ini akan menyoroti klasifikasi tema menurut Shipley dalam
bukunya Dictionary of World Literature.
Menurut Shipley, terdapat lima tingkatan penggolongan tema
yaitu :
1)
Tema Tingkat Fisik
Manusia sebagai molekul utama man as molecul atau fokus utama
dalam tema ini. Tema ini menunjukkan lebih banyaknya aktivitas
fisik daripada kejiwaan.
2)
Tema Tingkat Organik
Manusia sebagai protoplasma man as protoplasm. Tema karya sastra
ini lebih mempersoalkan masalah seksualitas, suatu aktivitas yang
hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup.
3)
Tema Tingkat Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial man as socius. Kehidupan
masyarakat merupakan tempat aksi interaksinya manusia, sesama
dan dengan lingkungan alam. Objek pencarian tema ini adalah
banyaknya permasalahan, konflik, dan lain-lain.
4)
Tema Tingkat Egoik
Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as individualism.
makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan atas hak
individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk individu,
manusia pun mempunyai banyak pemasalahan dan konflik, misalnya
yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang
dihadapinya.
5)
Tema Tingkat Divine
Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi menjadi fokus dalam tingkat
ini. Karena yang menonjol dari tema ini adalah masalah hubungan
manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau berbagai
masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi,
misi dan keyakinan.
Untuk menemukan tema dalam sebuah cerita, maka harus
menyimpulkan dari setiap bagian-bagian dari karya tersebut misalnya
terdapat dalam setiap dialog. Tema dalam karya sastra letaknya
tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya (Sumardjo,
1984:58).
b.
Tokoh
Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi
(Wiyatmi, 2006:30). Sedangkan menurut Sudjiman (1988:16) yang
dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang mengalami
peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh
dalam cerita biasanya berwujud manusia, binatang atau benda yang
Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap
para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada
kualitas pribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000:165). Penokohan
atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara
penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti
Sudjiman mendefinisikan penokohan adalah penyajian watak tokoh dan
penciptaan citra tokoh (1992:23). Penokohan secara umum merupakan
cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah
cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Menurut Sumardjo (1997:65-66) untuk mengenal watak tokoh
dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara yaitu :
1)
Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya,
terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2)
Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh.
3)
Melalui penggambaran fisik tokoh, penggambaran bentuk tubuh,
wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah
pendeskripsian penulis tentang tokoh cerita.
4)
Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan
tindakannya.
5)
Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh
Tokoh-tokoh dalam cerita mewakili fungsi tertentu. Menurut
Altendbernd dan Lewis (via Nurgiyantoro, 1995:178) membedakan
fungsi penampilannya tokoh digolongkan menjadi tiga yaitu tokoh
protagonis, tokoh antagonis, dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian (Nurgiyantoro, 1995:177).
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah
satu jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan
pengejawataan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Kriteria
yang digunakan untuk menentukan tokoh utama adalah intensitas
keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang membangun
cerita, bukan hanya frekuensi kemunculan tokoh di dalam cerita. Tokoh
antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik
(Nurgiyantoro, 1995:179).
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali
atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relativ pendek (Nurgiyantoro, 1995:176).
Ada banyak penggolongan dan klasifikasi tentang tokoh.
Penelitian ini akan menyoroti klasifikasi tokoh menurut Burhan
c.
Penokohan
Penokohan adalah penyajian tokoh dan pencitraan tokoh.
Tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri lahir, sifat serta sikap-sikap
batinnya agar wataknya dapat dikenal oleh pembaca (Sudjiman,
1992:23). Penokohan ialah cara pandang melukiskan tokoh-tokoh
dalam cerita yang ditulisnya, Penokohan sekaligus menggambarkan
teknik perwujudan dan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro,
1995:166).
Menurut Sudjiman (1992:23-26) terdapat empat metode dalam
penokohan, yaitu (1) metode langsung atau analitik, (2) metode tidak
langsung atau dramatik, (3) metode kontekstual dan (4) metode
campuran.
1)
Metode langsung atau analitik adalah teknik pelukisan watak tokoh
dimana pengarang memaparkan saja watak tokoh dan dapat juga
menambah komentator tentang watak tersebut.
2)
Metode tidak langsung atau dramatik adalah teknik pelukisan
watak tokoh dimana pengarang tidak memaparkan watak tokoh
secara langsung tetapi pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh
tersebut dari pikiran, cakapan, lakuan tokoh yang disajikan
pengarang bahkan juga dari penampilan fisiknya serta dari
gambaran lingkunagn atau tempat tokoh.
3)
Metode kontekstual adalah teknik pelukisan watak tokoh dilihat
4)
Metode campuran atau kombinasi adalah campuran dua atau tiga
metode tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penokohan campuran.
Masalah penokohan dalam sebuah karya sastra tak semata-mata hanya
berhubungan dengan masalah pemilihan jenis dan perwatakan para
tokoh cerita saja,melainkan juga bagaimana melukiskan kehadiran dan
penghadirannya secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu
karya sastra yang meliputi : pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku
dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh tersebut.
d.
Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam satu cerita. Istilah alur dalam hal ini sama dengan
plot maupun struktur cerita (Aminuddin, 1988:83).
Alur adalah peristiwa-peristiwa yang diurutkan yang
membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya
meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan atau lakuan tetapi juga
termasuk perubahan sikap tokoh yang merubah nasib (Sudjiman,
1988:30).
Alur dalam karya sastra secara umum dapat dibedakan menjadi
tiga bagian yaitu awal, tengah, dan akhir. Bagian awal berisi eksposisi
yang mengandung instabilitas yang merangsang timbulnya konflik.
Bagian akhir mengandung penyelesaian atau pemecahan masalah
(Sayuti via Wiyatmi, 2006:37).
Panuti Sudjiman (1988:30-36) membagi struktur umum alur
menjadi delapan bagian yaitu paparan (Exposition), rangsangan
(Inciting moment), gawatan (Rising action), tikaian (Conflict), rumitan
(Complication), klimaks (Climacs), leraian (Falling action), dan
selesaian (Denoument).
1)
Paparan (Exposition) adalah penyampaian informasi kepada
pembaca. Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Pada
tahap ini, berfungsi untuk memancing rasa ingin tahu pembaca.
2)
Rangsangan (Inciting moment) adalah peristiwa yang mengawali
timbulnya gawatan. Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya
seorang tokoh baru sebagai katalisator.
3)
Gawatan (Rising action) adalah tahapan yang ditimbulkan oleh
rangsangan.
4)
Tikaian (Conflict) adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat
adanya dua kekuatan yang bertentangan (protagonis dan antagonis).
5)
Rumitan (Complication) adalah perkembangan dari gejala awal
tikaian menuju klimaks.
6)
Klimaks (Climax) adalah titik puncak cerita. Klimaks tercapai
apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya.
7)
Leraian (Falling action) adalah tahap yang menunjukkan peristiwa
8)
Selesaian (Denoument) adalah bagian akhir atau penutup cerita.
e.
Latar atau setting
Latar atau setting menunjukkan pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995:216).
Sudjiman juga berpendapat bahwa latar adalah segala keterangan
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana
terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat berkaitan dengan
masalah geografi, di lokasi mana peristiwa itu terjadi, di kota atau desa
apa, dan sebagainya. Latar waktu berkaitan dengan masalah waktu,
hari, jam maupun historis atau kisah sejarah. Latar sosial berkaitan
dengan hidup masyarakat (Sayuti viaWiyatmi, 2006:40). Terkadang
dalam sebuah cerita ditemukan latar yang banyak mempengaruhi
penokohan dan kadang membentuk tema. Pada banyak novel, latar
membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya cuaca yang ada di
lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh cerita
tersebut.
Fungsi latar diantaranya memberi informasi situasi (ruang dan
tempat) sebagaimana adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi
keadaan batin para tokoh. Selain itu, latar dapat menjadi metafora dari
Menurut Nurgiyantoro (1995:227-234) latar dapat dibedakan
menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
1)
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:227).
Deskripsi tempat secara teliti dan realistis sangat penting untuk
membuat pembaca terkesan seolah-olah hal yang diceritakan itu
sungguh-sungguh terjadi, yaitu tempat (dan waktu) seperti yang
diceritakan itu.
2)
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalamkarya fiksi (Nurgiyantoro, 1995:223). Latar sosial
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan
hidup, cara berpikir, dan pola sikap tokoh. Disamping itu, latar
sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan, misalnya kelas menengah, rendah, atau kelas atas.
3)
Latar waktu berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi.
Masalah ‘kapan’ tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, fakta yang ada kaitannya atau dikaitkan dengan peristiwa
sejarah (Nurgiyantoro, 1995:230). Menurut Genette (via
Nurgiyantoro, 1995:231) masalah waktu dalam karya naratif dapat
bermakna ganda, disatu pihak menunjuk pada waktu dan ukuran
persepsi pembaca terhadap waktu sejarah kemudian digunakan oleh
pengarang untuk mencoba mengajak pembaca masuk dalam
suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita
berdasarkan acuan waktu yang berasal dari luar cerita yang
bersangkutan.
f.
Amanat
Amanat yang terdapat dalam karya sastra tertuang secara
implisit. Secara implisit artinya jika jalan keluar atau ajaran moral itu
disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Amanat
secara eksplisit artinya jika pengarang pada tengah atau akhir cerita
menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan
sebagainya berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita
(Sudjiman, 1992:57-58).
Amanat merupakan kecenderungan dan keinginan pengarang
yang disalurkan melalui tokoh-tokoh ceritanya, biasanya amanat
mengesankan niat pengarang yang hendak menggurui pembaca.
Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan
pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan masalah
kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan
(Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat bisa berupa kata-kata mutiara,
firman, dan lainnya sebagai petunjuk untuk memberi nasihat. Amanat
merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dan merupakan bagian
Untuk menemukan sebuah amanat cerita, tidak cukup dengan
membaca dua atau tiga paragraf saja, melainkan harus membaca secara
keseluruhan isi ceritanya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara
langsung ataupun tersirat dari apa yang dialami para tokoh dalam kisah
tersebut.
4.
Hubungan Tema, Tokoh, Alur, Latar, dan Amanat
Novel adalah cerita yang berbentuk prosa dalam ukuran yang
panjang dan luas (Sumardjo, 1984:66). Novel merupakan salah satu bentuk
sastra yang memiliki unsur-unsur pembangun yang kemudian secara
bersama-sama membentuk totalitas.
Unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung
membangun sebuah cerita. Kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah
yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur-unsur yang dimaksud adalah
tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat.
a.
Tema dan unsur cerita lain
Tema dalam sebuah karya fiksi, hanya merupakan salah satu
dari sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama
membentuk sebuah kemenyeluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi
tema itu sendiri amat bergantung dari berbagai unsur yang lain. Dengan
demikian, sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam
memberi korelasi dan makna terhadap unsur cerita yang lain
(Nurgiyantoro, 1995:74).
b.
Penokohan dan unsur cerita lain
Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki
ciri artistik. Keutuhan dan keartistikan fiksi justru terletak pada
keterkaitan antarberbagai unsur pembangunnya. Penokohan sebagai
salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis
hubungannya dengan unsur-unsur pembangun yang lainnya.
1)
Penokohan dan Pemplotan
Tokoh dan plot atau alur saling berkaitan satu sama lainnya.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemunculan peristiwa dan
kejadian-kejadian yang ingin diungkapkan. Penokohan dan
pemplotan merupakan dua fakta dalam cerita yang saling
mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot
atau alur adalah jalan cerita tentang apa yang dilakukan tokoh dan
apa yang menimpanya. Dalam hal ini, plot merupakan sarana untuk
memahami perjalanan kehidupan tokoh. Adanya kejadian demi
kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks yang
notabene semuanya merupakan hal-hal esensial dalam plot hanya
mungkin terjadi jika ada pelakunya. Tokoh-tokoh cerita itulah yang
sebagai pelaku sekaligus penderita kejadian, dan karenanya
penentu perkembangan plot. Bahkan sebenarnya, plot tak lain dari
berperilaku, maupun bertindak, baik secara verbal maupun non
verbal (Nurgiyantoro, 1955:173).
2)
Penokohan dan Tema
Penokohan dan tema memiliki hubungan yang erat.
Tokoh-tokoh cerita merupakan pelaku dalam tema, secara terselubung
maupun terang-terangan. Adanya perbedaan tema dapat
menyebabkan perbedaan pemerlakuan tokoh cerita yang ditugaskan
menyampaikannya. Tema umumnya tidak dinyatakan secara
eksplisit, hal itu berarti pembacalah yang bertugas menafsirkannya.
Usaha penafsiran tema antara lain dapat dilakukan melalui detil
kejadian atau konflik yang dialami, ditimbulkan, atau ditimpakan
kepada tokoh utama. Usaha penafsiran tema haruslah dilacak dari
apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan, atau apa yang
ditimpakan kepada tokoh (Nurgiyantoro, 1995:173).
c.
Latar dan Unsur Cerita Lain
Latar sebuah karya yang sekedar berupa penyebutan tempat,
waktu, dan hubungan sosial tertentu secara umum, artinya bersifat
netral, pada umumnya tak banyak berperan dalam pengembangan cerita
secara keseluruhan. Hal itu berarti bahwa latar tersebut kurang
berpengaruh terhadap unsur-unsur fiksi yang lain, khususnya alur dan
tokoh. Sebaliknya, latar yang mendapat penekanan, yang dilengkapi
dengan sifat-sifat khasnya, akan sangat mempengaruhi dalam hal
Latar dengan pengaluran mempunyai hubungan yang erat dan bersifat
timbal balik. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan mempengaruhi
sifat-sifat tokoh. Bahkan, tak berlebihan jika di katakan bahwa sifat
seseorang akan di bentuk oleh keadaan latarnya (Nurgiyantoro,
1995:225).
Penokohan dan pengaluran memang tidak banyak ditentukan
oleh latar, namun setidaknya peranan latar harus di perhitungkan. Jika
terjadi ketidakseimbangan antara latar dan penokohan cerita akan
menjadi kurang wajar, kurang meyakinkan. Latar dalam kaitannya
dengan hubungan waktu, langsung tidak langsung akan berpengaruh
terhadap cerita, khususnya waktu yang di kaitkan dengan unsur
kesejarahan. Peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi, jika ada
hubungannya dengan peristiwa sejarah, harus tidak bertentangan
dengan kenyataan cerita sejarah itu. Jika terjadi ketidaksesuaian, cerita
tidak menjadi masuk akal, dan terjadilah apa yang disebut anakronisme
(Nurgiyantoro, 1995:226).
Latar juga mempunyai hubungan dengan tema. Latar merupakan
tempat, saat dan keadaan sosial yang menjadi wadah tempat tokoh
melakukan dan di kenai sesuatu kejadian. Latar bersifat memberikan
“aturan” permainan terhadap tokoh. Latar akan mempengaruhi
pemilihan tema. Atau sebaliknya, tema yang sudah di pilih akan
menuntut pemilihan latar dan mampu mendukung cerita. (Nurgiyantoro,
d.
Amanat dan Tema
Amanat atau pesan moral merupakan petunjuk yang sengaja
diberikan pengarang tentang bebagai hal yang berhubungan dengan
masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun
pergaulan (Nurgiyantoro, 1995:321). Amanat memiliki hubungan
dengan tema. Amanat dapat menyampaikan tema yang bersifat eksplisit
atau tersirat.
e.
Amanat dan Tokoh
Tokoh dan amanat berkaitan erat. Tokoh dapat menyampaikan
amanat di dalam cerita melalui perwatakan, sikap, tindak tutur, dan atau
pencitraannya.
f.
Amanat dan Alur
Alur merupakan jalan cerita dalam novel. Di dalam alur, banyak
ditemukan peristiwa, kejadian, konflik dan klimaks. Artinya, melalui
rangkaian alur dalam cerita, pembaca dapat menemukan amanat yang
tersirat maupun tersurat.
g.
Amanat dan Latar
Latar tempat, waktu dan sosial yang dilibatkan di dalam cerita
bukan hanya sekedar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat)
melainkan juga sebagai suatu gambaran keadaan batin dan emosional
tokoh. Melalui pelataran yang bersifat konkrit atau nyata, pembaca
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Sumber Data
Sumber data dari penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam
novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany adalah sebagai berikut :
Judul Buku
: Do’a Anak Jalanan
Pengarang
: Ma;mun Affany
Tebal Buku
: 152 halaman
Tahun Terbit
: 2013
Penerbit
: Sofia Publishing House bekerja sama dengan Penerbit
Affany.
B.
Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak
Jalanan karya Ma’mun Affany ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran
penyajian laporan tersebut (Moleong, 1989:7). Penelitian kualitatif adalah
prosedur penelitian penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
intrinsik khususnya tema, tokoh, penokohan, alur, latar dan amanat serta
hubungan antarunsur yang terdapat dalam novel Do’a Annak Jalanan karya
Ma’mun Affany.
Menurut Surakhmad (1982:140) menguraikan ciri-ciri metode
deskriptif sebagai berikut :
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, masalah-masalah yang aktual.
2.
Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian
dianalisis.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka.
Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis
untuk memperoleh data. Sumber tertulis dapat berwujud majalah, surat kabar,
karya sastra, buku acuan umum, karya ilmiah, buku perundang-undangan
(Subroto, 1992:124). Sedangkan menurut Moleong (1989:124) sumber
tertulis dapat dibagi atas buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen
pribadi, dan dokumen resmi. Sumber-sumber tersebut biasanya dapat
ditemukan di perpustakaan. Langkah awal yang digunakan dalam penelitian
ini ada dua yaitu menyimak dan mencatat. Peneliti menyimak langsung teks
sastra yang telah dipilih sebagai bahan penelitian. Menyimak bertujuan untuk
mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung penulis dalam
dari teknik simak. Hasil pengumpulan data yang diperoleh yaitu berupa hasil
kajian atau analisis unsur-unsur intrinsik serta hubungan antarunsur tersebut.
Sumber tertulis penelitian ini yaitu novel Do’a Anak Jalanan.
D.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data
(Moleong, 1989:112). Analisis yang digunakan dalam penelitian yang
berjudul Analisis Struktural dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun
Affany adalah analisis deskripsi. Langkah pertama dalam kegiatan analisis
adalah menganalisis unsur-unsur yang terdapat di dalam novel. Unsur-unsur
yang dianalisis adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat. Hasil
analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis hubungan antar
unsur tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan amanat dalam novel Do’a Anak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Data
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan hasil penelitian yaitu (1)
analisis unsur-unsur intrinsik novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun
Affany. Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain tema, tokoh, penokohan,
alur, latar atau setting, dan amanat. Dalam penelitian ini hanya menekankan
pada keenam unsur tersebut yang paling menonjol di dalam novel.
Unsur-unsur intrinsik ini akan membantu penulis dalam memahami isi dan sebagai
dasar untuk menganalisis hubungan antarunsur dalam novel tersebut. (2)
analisis hubungan antarunsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, alur, latar,
dan amanat) dalam novel Do’a Anak Jalanan karya Ma’mun Affany.
Novel yang akan dianalisis dalam penelitian ini berjudul Do’a Anak
Jalanan karya Ma’mun Affany. Novel ini terdiri dari 152 halaman dan
diterbitkan oleh Sofia Publishing House dan bekerja sama dengan Penerbit
Affany. Sinopsis dari novel Do’a Anak Jalanan terdapat di dalam lampiran
halaman 127.
B.
Hasil Analisis
Hasil analisis yang ditemukan dalam novel Do’a Anak Jalanan karya
1.
Tema
Tema adalah gagasan, atau pilihan utama yang mendasari suatu
karya sastra (Sudjiman, 1988:50). Sudjiman berpendapat bahwa tema
didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang lain tersirat di dalam
lakuan tokoh atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi
faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam satu alur (Sudjiman,
1991:51).
Nurgiyantoro (1995:68) mengatakan bahwa tema dalam banyak hal
bersifat mengikat kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi
tertentu termasuk unsur intrinsik yang lain karena hal-hal tersebut haruslah
bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema
memiliki fungsi untuk menyatukan unsur-unsur lainnya, selain itu juga
berfungsi untuk melayani visi atau respon pengarang terhadap pengalaman
hubungan totalnya dengan jagat raya (Wiyatmi, 2006:43).
Tema yang terkandung dalam novel Do’a Anak Jalanan adalah
perjuangan tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib dan Cindy dalam
menjalani hidup sebagai pengamen namun tetap semangat untuk
bersekolah. Kutipan yang mendukung pernyataan diatas adalah sebagai
berikut :
Hanya satu asa yang ingin mereka raih, mereka bisa lepas dari kehidupan yang mereka jalani sekarang. Mereka harus berjuang demi meraih cita-cita dan masa depan yang lebih baik (Do’a hlm. 5).
a.
Tema menurut Shipley
Tema dalam novel Do’a Anak Jalanan berdasarkan tingkatan
tema menurut Shipley adalah sebagai berikut :
1)
Tema Tingkat Fisik
Manusia sebagai molekul utama man as molecul atau fokus
utama dalam tema ini. Tema ini menunjukkan lebih banyaknya
aktivitas fisik daripada kejiwaan, ia lebih menekankan pada
mobilitas fisik daripada konflik kejiwaan tokoh cerita yang
bersangkutan. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah
sebagai berikut :
Mereka bertiga berdiri di tepi jalan, menenteng gitar untuk mencari uang. Mereka tak pernah lelah untuk berlari, naik turun bis. Setiap hari, aktivitas itu yang selalu mereka lakukan. Mereka tak peduli dengan lelah dan penat (Do’a hlm. 104).
2)
Tema Tingkat Organik
Manusia sebagai protoplasma man as protoplasm. Tema
karya sastra ini lebih mempersoalkan masalah seksualitas, suatu
aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Di dalam
novel Do’a Anak Jalanan ini tidak memuat persoalan atau masalah
seksualitas.
3)
Tema Tingkat Sosial
Tema pada tingkatan ini mengambil kehidupan dalam
masyrakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia
dengan sesama dan dengan lingkungan alam. Dalam kehidupan
sosial dalam cerita ini yaitu mengenai perjuangan hidup anak kecil
dan masalah pendidikan.
Hal tersebut dapat diketahui dari cerita yang menceritakan
perjalanan hidup tiga anak kecil yang bernama Dina, Adib, dan
Cindy. Mereka bekerja sebagai pengamen dan diadopsi oleh seorang
preman bernama Suratman atau yang biasa dipanggil Abang oleh
ketiganya. Kehidupan yang sederhana dan tertekan akibat siksaan
Abang membuat mereka harus bekerja keras demi menyambung
hidup. Namun mereka tetap mengutamakan belajar dan sekolah.
Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai
berikut :
Bertiga hidup bersama Suratman di dekat terminal kampong Rambutan, di sebuah rumah kontrakan. Dina, Adib, dan Cindy memang harus bersekolah, mereka sudah berniat dari awal, setidaknya mereka tidak bodoh meski hidup di jalanan (Do’a hlm. 9).
4)
Tema Tingkat Egoik
Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu, man as
individualism. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia sekaligus
juga sebagai makhluk individu yang senantiasa menuntut pengakuan
atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai makhluk
individu, manusia pun mempunyai banyak pemasalahan dan konflik,
misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah
sosial yang dihadapinya. Kutipan yang mendukung pernyataan diatas
Dina ingin memulai hidup baru yang lebih baik. Walaupun tanpa Adib, ia akan berusaha menghidupi dirinya dan Cindy dengan usahanya sendiri. Ia yakin akan ada kebahagiaan untuk mereka (Do’a hlm. 142).
5)
Tema Tingkat Divine
Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi menjadi fokus dalam
tingkat ini. Karena yang menonjol dari tema ini adalah masalah
hubungan manusia dengan sang pencipta, masalah religiusitas, atau
berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan
hidup, visi, misi dan keyakinan.
Keadaan bukanlah alasan untuk tak meraih masa depan, karena hidup hanya sekali dan harus dilewati walaupun berat tantangannya (Do’a hlm. 140).
2.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16).
Menurut Abrams via Nurgiyantoro (1995: 65) tokoh cerita adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Tokoh yang terdapat dalam novel Do’a Anak Jalanan terdiri dari enam
belas tokoh yaitu Dina, Adib, Cindy, Suratman (Abang), Kepala Sekolah,
Maya, Safira, Hanna, Fatimah, Ibu Ana, Ibu Winda, Ibu Hanna, Bibi,
Madya, Putri, dan Preman. Watak atau penokohan dari keenam belas
a.
Dina
Namanya Dina, Dina Sanjani umurnya sudah 17 tahun, meski ia
baru kelas sembilan, Dina sering berhenti sekolah. Tubuhnya tergolong
tinggi bila dibandingkan dengan anak-anak seusianya, 165 cm, kulit
sebenarnya kuning langsat, tapi tertutup debu jalanan menjadi
kecoklatan, matanya tak istimewa, bibirnya sederhana, sedikit ciut,
dagunya lancip, hidungnya tak begitu mancung, tapi bukan pesek,
parasnya bergaya oriental, tubuhnya, tak seksi, namun kesatuan
semuanya membuat setiap pemuja kecantikan akan memalingkan
wajah sejenak untuk dirinya. Dina adalah seorang anak pengamen yang
tinggal di sebuah kontrakan dekat terminal kampong rambutan, Jakarta.
Sedari kecil, Ia terlahir di panti asuhan, saat lima tahun ada seorang
bapak yang mengadopsinya, Suratman. Waktu itu Dina bahagia sekali,
tapi kebahagiaan yang Dina alami ternyata palsu, ia hanya diajari
bermain gitar, diajari menyanyi, dijadikan pengamen di jalan, sudah dua
belas tahun Dina menjalani semua ini. Ia memiliki dua adik namun
bukan saudara sekandung yang bernama Adib dan Cindy. Bertiga
mereka berjuang dan bekerja keras demi bertahan hidup ditengah
kerasnya kota Jakarta.
Penokohan pada Dina dapat dilihat atau diketahui dari tingkah
laku, pemikirannya, dan percakapannya dengan tokoh-tokoh lain.
Uraian tokoh Dina adalah sebagai berikut :
1)
Pekerja Keras
kegiatan ngamen di jalanan. Dina akan bekerja keras mengejar
setoran yang akan diberikan kepada Suratman yang biasa
dipanggilnya Abang. Hal ini dilakukan agar ia dan kedua adiknya
tidak mendapatkan penyiksaan dan perlakuan kasar dari Suratman.
Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai
berikut :
Setiap hari Dina tak bisa rasakan kebahagiaan seperti teman-teman yang lain, tak bisa tidur siang, setiap siang harus berpindah dari satu bis ke bis yang lain untuk menjajahkan suara emasnya, suara Dina memang bagus, tapi apalah artinya keindahan di jalanan, bila penumpang tahu pengamen akan bernyanyi lebih banyak yang berpaling muka keluar jendela, atau pura-pura tidur, mereka risih, tak ada harganya, pemberian uang juga lebih banyak karena rasa kasihan, tak banyak orang menghargai nyanyian yang didendangkan. Kalau sore, teman-teman sebayanya bermain di mall, jalan-jalan keliling kota, sudah sibuk berdandan selepas mandi, atau tidur nyenyak di kamar, tapi Dina dan kedua adiknya harus semangat-semangatnya memetik gitar menyambut para pekerja pulang dari kantor di bis, atau menyisir tepi jalan dari satu warung ke warung yang lain (Do’a hlm. 2-3).
Sikap pekerja keras Dina juga ditunjukkan ketika ia harus
ngamen sendirian tanpa Adib. Kutipan yang mendukung
pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Dina naik satu kopaja, kali ini Dina bertopi, tanpa permisi berdiri menghadap penumpang bersandar punggung kursi dekat pintu, tanpa pamit Dina tepuk tangan, nyanyikan sebuah lagu dari Hijau Daun, “Setiap detik, engkau yang s’lalu menghantuiku” saat bernyanyi yang teringat di kepalanya hanya Adib, ia membayang Adib yang kini ada di penjara. Katanya akan menerima hukuman enam tahun penjara, ada yang mengatakan sepuluh tahun penjara, itu berarti akan lama menanti Adib keluar penjara kembali. (Do’a hlm. 126).
2)
Penyayang
Sebagai anak tertua bagi kedua adiknya, Dina selalu
ditunjukkan saat percakapan antara Dina dan Maya. Kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut :
“Kenapa kamu tak henti pandangi kedua adikmu?” Maya heran, Dina seperti memndam sesuatu dalam pandangan.
“Aku takut mereka jadi pencuri,” Dina berdo’a hal ini tak merasuki dua adiknya.
“Kenapa berkata seperti itu?”
“Mereka masih kecil, tapi sudah merasakan hidup terhimpit, aku selalu berusaha mengatakan untuk terus semangat, tapi aku takut mereka terpaksa melakukan untuk sekedar mengisi perut,” Dina tersenyum. “Jangan berpikir macam-macam Din,” Maya menghentikan ocehan Dina, mencoba mengalihkan pikiran, “Kau tidak tergoda untuk pacaran seperti yang lain?”
Dina tersenyum sinis, “Aku lebih baik pikirkan dua adikku, mereka terlalu berharga untukku. Sedikitpun aku tak memikirkan hal itu, tak penting.” “Kenapa mereka begitu berharga untukmu? Bukankah mereka bukan saudara kandungmu Din?”
“Aku tak punya keluarga, sejujurnya aku iri meliha torang yang berayah dan beribu, jalan bersama-sama, tapi semakin hari aku sadar, aku punya mereka berdua, merekalah keluargaku satu-satunya. Mereka sudah menganggapku sebagai kakak, juga ibu, seharusnya dari dulu aku bisa menyadari itu. Tapi rasanya baru kemarin aku tahu, hidup tak mungkin sendirian (Do’a hlm. 94-95).
Dina bagi Adib sudah dianggap seperti kakak. Dina pun
menyayangi Adib selayaknya adik kandungnya sendiri. Dina selalu
memberikan kasih sayang yang tulus kepada Adib. Kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
Dina cepat mengambil air di satu botol Air minum, ia ingin membersihkan luka-luka adiknya, sedangkan Cindy terus berada di dekat Adib, mengusap pipinya, berusaha untuk tak menangis, meski si kecil tak kuat memandang lebam (Do’a hlm. 38-39).
Dina kembali dengan air satu gelas, lap kecil dari handuk, diusap di sekitar bibir Adib, bersihkan kening Adib. Cindy hanya bisa memandang, kadang memijat kaki Adib yang membujur diatas lantai (Do’a hlm. 39).