• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh : ANDIKA PRIMA

NIM : 2114135

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2019 M/1441

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tim pembimbing telah membimbing dan memberikan koreksi sebagaimana masalah- masalahnya terhadap skripsi :

Judul Skripsi : Pembinaan Akhlak Murid Berdasarkan Kitab Ayyuha Al-Walad Karya Imam Al-Ghazali

Nama : ANDIKA PRIMA NIM : 2114135

Prodi : Pendidikan Agama Islam Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

DISETUJUI

Untuk dimunaqasyahkan dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi.

Demikianlah persetujuan ini diberikan untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bukittinggi, 31 Oktober 2019

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr. Wedra Aprison, M.Ag Zubaidah, S.S, MA

NIP: 19720524 20000 3 1001 NIP: 19860811 20150 3 2003

(3)
(4)

ABSTRAK

Skripsi atas Nama: Andika Prima, NIM: 2114135 yang berjudul “Pembinaan Akhlak Murid Berdasarkan Kitab Ayyuha Al-Walad Karya Imam Al-Ghazali”.

Maksud dari judul ini secara umum adalah untuk menggali upaya dalam membina akhlak terhadap murid yang terkandung dalam kitab Ayyuha Al-Walad karya Imam al-Ghazali.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sebuah fenomena bahwa pembinaan akhlak tentang keikhlasan, kedisiplinan dan tanggung jawab harus di didik sejak dini. Pada saat ini masih banyak terjadi dekadensi akhlak seorang murid terhadap gurunya. Pembinaan ini diartikan sebagai usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Untuk mempunyai akhlak yang baik diperlukan nasehat-nasehat atau pesan moral dan keteladanan sehingga akan tertanam nilai moral yang akan menjadi sikap yang baik di dalam kehidupan.

Dalam pembahasan ini penulis menggunkan jenis penelitian kepustakaan (Library Reseach) atau penulisan berdasarkan literature dan metode studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan kajian yang menitikberatkan pada analisis atau interpretasi bahan tertulis berdasarkan konteks. Dalam analisis data menggunakan analisis isi (content analysis) dengan fokus kajian yang dibahas dalam penelitian ini adalah pembinaan akhlak murid dalam kitab Ayyuha al-Walad. Teknik pengumpulan data dengan cara dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat, notulen dan sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Imam al-Ghazali memberikan kontribusi dalam membina akhlak muridnya dengan memberikan nasehat- nasehat penting yang dapat dipegang dalam kehidupan. Secara garis besar, upaya yang dilakukan mencakup dua aspek: Pertama, penanaman aqidah yang kuat, kedua, pemeliharaan diri dan antar sesama makhluk. Adapun metode yang digunakan dalam membina akhlak ialah metode nasehat, metode pembiasaan, metode keteladanan dan metode kisah. Selain itu, pembelajaran yang dapat diambil selain pesan-pesan nasihat Imam al-Ghazali dalam kitab tersebut, mengandung emosional kedekatan Imam al-Ghazali sebagai guru dengan muridnya bagaikan orang tua dan anak, sehingga murid tidak merasa canggung dan nyaman tetapi tetap menjaga norma-norma kesopanan terhadap guru.

Kata Kunci : Pembinaan Akhlak, Ayyuha al-Walad

(5)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING PERNYATAAN ORIGINAL ABSTRAK

DAFTAR ISI . ... . i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 13

C. Rumusan Masalah ... 13

D. Tujuan Penelitian ... 13

E. Manfaat Penelitian ... 14

F. Kegunaan Penelitian ... 15

G. Penelitian Relevansi ... 15

H. Penjelasan Judul ... 17

I. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Pembinaan ... 21

B. Akhlak ... 22

1. Pengertian Akhlak ... 22

2. Pembagian Akhlak ... 24

3. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ... 27

C. Murid ... 29

1. Pengertian Murid ... 29

2. Tugas Murid ... 31

3. Kedudukan dan Kewajiban Murid ... 31

D. Tujuan Pembinaan Akhlak ... 32

E. Sumber Pembinaan Akhlak ... 34

F. Metode Pembinaan Akhlak ... 36

1. Metode Hiwar atau Dialog ... 41

2. Metode Qishah atau Cerita ... 42

(6)

3. Metode Amtsal atau Perumpamaan ... 43

4. Metode Uswatun Hasanah atau Keteladanan ... 44

5. Metode Pembiasaan ... 46

6. Metode Ibrah dan Maui’dzah ... 46

7. Metode Targhib dan Tarhib ... 47

G. Ruang Lingkup Pembinaan Akhlak ... 48

H. Faktor – faktor yang Mempengaruhi dalam Pembinaan Akhlak ... 53

I. Kitab Ayyuha Al-Walad ... 58

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 64

B. Sumber Data ... 65

C. Teknik Pengumpulan Data ... 66

D. Teknik Analisis Data ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Biografi Imam Al-Ghazali ... 69

B. Pembinaan Akhlak dalam Kitab Ayyuha Al-Walad ... 76

1. Membentuk Fondasi Tauhid kepada Allah SWT ... 76

2. Memelihara diri sendiri dan Sesama Makhluk ... 77

C. Metode Pembinaan Akhlak dalam Kitab Ayyuha Al-Walad ... 85

1. Metode Nasehat ... 86

2. Metode Pembiasaan ... 88

3. Metode Keteladanan ... 90

4. Metode Kisah ... 91

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 93

DAFTAR KEPUSTAKAAN

(7)

1 A. Latar Belakang

Pembinaan akhlak siswa menjadi sesuatu yang didambakan oleh setiap orang dalam proses pendidikan, sebab akhlak memiliki fungsi menjadikan perilaku manusia menjadi lebih beradab serta mampu mengidentifikasi berbagai persolan kehidupan, baik atau buruk menurut norma yang berlaku.

1

Oleh karena itu, perhatian terhadap akhlak menjadi salah satu fokus utama diselenggarakannya pendidikan di Indonesia. Melalui pendidikan akhlak, seseorang akan dapat mengetahui mana yang benar kemudian dianggap baik, dan mana yang buruk.

Sebab, Kehidupan ini tidak akan bisa lari dari dinamika perubahan pribadi dan sosial. Oleh karena itu, seiring berkembangnya zaman dan teknologi, pendidikan akhlak memiliki posisi yang strategis dalam pengendalian prilaku manusia.

Dalam perjalanan pendidikan nasional, ada satu sisi yang menjadi bagian terpenting dalam usaha pembangunan moral bangsa, yakni pendidikan agama.

Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib diseluruh jenjang pendidikan, mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Dengan pendidikan agama, diharapakan seorang individu dapat menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan dan ajaran agamanya. Karena dalam agama semua aspek kehidupan diatur didalamnya. M. Arifin dalam bukunya menyebutkan bahwa pendidikan Islam merupakan sebuah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang

1 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hlm, 1

(8)

lebih baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan keamampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).

2

Pembinaan dan pengajaran merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia. Untuk itu eksistensi pendidikan sangat diperlukan, karena ia akan bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak. Terutama pendidikan agama yang berhubungan dengan akhlak, baik penanaman pendidikan tersebut dilakukan pada lembaga-lembaga formal, informal, maupun non formal. Pembentukan pribadi anak sejalan dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sisitem pendidikan nasional, yaitu”

Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

3

Secara umum pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

4

Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah begitu kompleks. Jadi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, tidak hanya menyentuh dalam ranah kognitif dan afektif siswa tetapi juga lebih

2M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-4, hlm. 14.

3 Undang-undang Sistem pendidikan Nasional, UU RI No. 20 tahun 2003, (Jakarta: Sinar grafika, 2003), h. 6-7.

4Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja, 2004), h.135

(9)

ditekankan ranah psikomotorik siswa. Hal ini akan nampak sekali pada saat seorang siswa berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Globaliasasi menimbulkan masyarakat masa depan yang penuh dengan resiko; yaitu resiko kehilangan pegangan, rasa aman, ragu-ragu, atau berada di dalam keadaan yang tidak pasti. Penyebabnya adalah rasa tidak aman karena stuasi politik yang tidak menentu. Sebagaimana pendapat scoot lash risk- culture menimbulkan budaya ketidakpastian. Budaya ini merupakan ciri utama masyarakat moderen.

5

Perubahan zaman telah merubah gaya hidup seseorang, terutama di kalangan remaja. Kebanyakan remaja sangat aktif dalam memanfaatkan teknologi yang ditawarkan di era global saat ini. Kehidupan remaja saat ini sering dihadapkan pada permasalahan yang begitu kompleks. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari kita semua. Salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah semakin menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika moral remaja dalam praktik kehidupan, baik itu didalam sekolah, rumah, maupun lingkungan masyarakat, yang mengakibatkan munculnya berbagai prilaku negatif di lingkungan masyarakat. Seperti yang sering kita temui terjadi banyak kasus penyimpangan norma, baik itu norma agama maupun sosial, berupa tawuran, pembunuhan, penyalahgunaan narkotika, serta prilaku negatif lainnya.

Pembinaan akhlak menjadi sangat penting dalam usaha pencegahan efek negatif dari perkembangan zaman. Aat syafaat dalam bukunya menjelaskan bahwa perubahan dan tantangan di era globalisasi merupakan suatu keharusan yang harus terjadi dan tidak dapat dihindari oleh siapapun di muka bumi ini.

5 S.Lestari & Ngatini, Pendidikan Islam Kontekstual, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 20

(10)

Hanya bagaimana menyikapinya, agar perubahan itu dapat dimanfaatkan menjadi peluang. Dari pernyataan Aat syafaat diatas dapat dilihat bahwa tidak selamanya perubahan zaman berdampak pada munculnya efek negatif. Oleh karena itu pembinaan akhlak diperlukan supaya peserta didik dapat memilah dalam arti memanfaatkan perubahan zaman, di era globalisasi yang semakin canggih saat ini untuk tidak terjebak pada lubang perilaku negatif.

Posisi pendidikan agam Islam yang didalamnya terdapat proses internalisasi nilai-nilai keagaamaan. Menjadikan seorang guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi sesuai dengan silabus yang dibuatnya, tetapi seorang guru juga harus mampu mengarahkan, membina dan membentuk perilaku atau kepribadian peserta didik. Tugas tersebut memang berat sekali karena tanggung jawab mendidik dan membina anak bukan ditanggung mutlak oleh guru saja, akan tetapi juga oleh keluarga dan masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang di kalangan murid. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Longgarnya peganggan terhadap agama. Kepercayaan kepada Tuhan Tinggal symbol, larangan-larangan tuhan sudah tidak diindahkan lagi, kedua, Kurang efektifnya pembinaan moral yang di lakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyarakat. Ketiga, derasnya budaya matrealistis, hedonistis, dan sekularitis, keempat, belum adaya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk melakukan pembinaan moral bangsa.

6

Akhlak adalah budi pekerti, peringai, tingkah laku, tata krama, sopan

6 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 191-194.

(11)

santun adab dan tindakan.

7

Akhlak ibarat keadaan jiwa yang kokoh, dari mana timbul berbagai perbuatan dengan mudah tanpa menggunakan fikiran dan perencanaan. Bilamana perbuatan-perbuatan yang timbul dari jiwa itu baik, maka keadaannya disebut “akhlak yang baik”. Jika yang ditimbulkan lebih dari itu, maka keadaanya disebut “akhlak yang buruk”.

8

. Menurut etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab ) قلاخا ( , bentuk jamak dari mufradnya khuluq ) قلخ ( , yang berarti “budi pekerti”. Sinonimnya adalah etika dan moral

.

Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

ريغ نم ٍرسُيو ةلوهسب لاعفلأا رُدصَت اهنع ،ةخسار سفنلا يف ةئيه نع ةرابع قُلُخلا ةجاح

عوضوملا طبار ةَّيورو رْكِف ىلإ

Artinya : Akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam suatu jiwa yang dari padanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan pikiran atau direncanakan.

9

Menurut Ibnu Maskawaih akhlak dalam karyanya adalah:

ةَّيور لاو ركف ريغ نم اهلاعفأ ىلإ اهل ةيعاد سفنلل لاح

Artinya: Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

10

Sedangkan menurut Muhammad bin Ali Asy-Syarif Al-Jurjani :

ركف ىلإ ةجاح ريغ نم رسيو ةلوهسب لاعفلأا اهنع ردصت ةخسار سفنلل ةئيه نع ةرابع ةَّيورو

7Abdul Hamid, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung, CV Pustaka Setia, 2012), h.13

8 Umar Baradja, Bimbingan Akhlak, (Jakarta, Pustaka Amani, 1993), h. 11

9 Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3 (Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, t.th), h. 52

10 Ibn Maskawaih, Tahzib Al Aklaq wa Tathhir A`raq, (Kairo: Muassasat Al-Khaniji, 1967), h. 9

(12)

Artinya: Sesuatu yang sifatnya (baik atau buruk) tertanam kuat dalam diri manusia yang darinyalah terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa berpikir dan direnungkan.

11

Dari pengertian tersebut disimpulkan bahwa karakter adalah sebuah pola, baik itu fikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit untuk dihilangkan.

Peran akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting baik secara individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena Rasulullah SAW menjadikan baik buruk akhlak seseorang sebagai kualitas imannya.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

نع لاق هنأ هنع الله يضر ةريره يبأ :

ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لاق امنإ

قلاخلأا مراكم ممتلأ تثعب ) ىراخبلا هاور (

Artinya: Dari Abu Hurairah beliau berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia. (HR.

Bukhari).

12

Secara garis besar akhlak itu terbagi kedalam dua macam yaitu: a) akhlak mahmudah yaitu akhlak yang terpuji (baik) atau akhlak mulia, b) akhlak madzmumah yaitu akhlak yang tercela. Maka yang termasuk dalam akhlak yang baik ini antara lain: taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berbakti kepada orang tua, saling menolong, menepati janji, amanah (dapet dipercaya), pemaaf, sabar, jujur, menghormati orang lain, santun dalam berbicara, bersyukur, ikhlas, pemurah, beramal, sholeh, dan lain-lain. Sedangkan akhlak tercela antara lain:

membangkang perintah Allah dan Rasul-Nya, durhaka kepada ibu-bapak, saling bertengkar dan dendam, mengingkari janji, berbohong, curang, khianat, riya,

11 Al-Jurjani, Mu’ajam At-Ta’riifaat, (Kairo: Darul Fadhilah, tt.), h. 89

12 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari : Bab Al-Adaab Al-Mufraad, (Kairo: Dar Al-Haditsh), h. 42

(13)

sombong, egois, putus asa dan menerima keputusan Allah.

13

Berdasarkan kutipan diatas dapat dipahami bahwa peserta didik di sekolah akan memiliki akhlak yang baik apabila terlebih dahulu guru agama yang mendidik mereka dapat memberikan contoh yang baik, sebab guru adalah orang pertama sesudah orang tua yang dapat mempengaruhi kepribadian anak didik.

Jadi jelas, jika tingkah laku atau kepribadian guru tidak baik maka anak didiknya juga akan kurang baik karena kepribadian seorang anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.

Pembinaan akhlak pada dasarnya menuntut seseorang agar memberi petunjuk agar peserta didik dapat berbuat baik dan meninggalkan yang tidak baik, maka sangat penting diadakannya pembinaan akhlak, karena seseorang yang memiliki pengetahuan dalam hal ilmu akhlak biasanya lebih baik perilakunya dari pada orang yang tidak memiliki pengetahuan ilmu akhlak tersebut. Pada fase perkembangan anak didik menuju kearah kedewasaanya, anak sering mengalami kegoncangan dan keraguan yang penuh dengan ketidak seimbangan, emosi, kecemasan dan kekhawatiran. Dalam keadaan yang demikian anak didik perlu ditanamkan kepercayaan kepada Allah, sifat-sifat Allah, arti dan manfaat agama, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sifat-sifat yang terpuji seperti pemaaf, sabar dan menepati janji. Dalam hal akhlak maka umat Islam wajib meneladani Rasulullah SAW sebagaimana Allah SWT berfirman:

ٖميِظَع ٍقُلُخ ٰىَلَعَل َكَّنِإ َو ٤

Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S al-Qalam : 4)

Untuk membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang memiliki

13Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, cet ke-11, 2012), h.126

(14)

akhlakul karimah, yang taat kepada Allah SWT dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya, maka guru harus menjalankan peranannya dalam membina akhlak secara sistemik, kontinyu dan berkesinambungan seperti melakukan upaya-upaya dibawah ini:

1. Guru dapat membuat cerita-cerita hayalan yang tujuannya mengarahkan anak-anak untuk berbuat baik. Dengan cara ini guru dapat juga menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik, sehingga nantinya akan membentuk sikap dan kepribadian peserta didik.

2. Guru harus berupaya menjadi teladan peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya.

3. Guru harus dapat mendidik melalui kebiasaan. Faktor pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara kontinu, dalam arti dilatih dengan tidak jemu- jemunya, dan faktor ini pun harus dilakukan dengan menghilangkan kebiasaan buruk. Pembiasaan ini dapat berupa mengadakan kegiatan keagamaan seperti perayaan hari besar Islam.

4. Sebagai pembimbing, pendidik agama harus membawa peserta didik kearah kedewasaan berfikir yang kreatif dan inovatif. Bimbingan yang dilakukan bisa dengan mengadakaan pembinaan keagamaan seperti tatacara shalat, wudhu, tayamum, berdoa, berzikir, sholat berjamaah dan lain-lain.

5. Sebagai penegak disiplin, pendidik agama harus mmenjadi contoh

dalam melaksanakan peraturan yang ditetapkan oleh sekolah. Apabila

ada peserta didik yang melakukan kesalahan, maka guru harus menegur

(15)

peserta didik.

6. Guru hendaknya memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin. Selain dengan memotivasi dengan menuntut ilmu, guru juga dapat memberikan arahan dan memotivasi tentang pentingnya melakukan berbagai kewajiban seorang hamba kepada Allah seperti puasa, zakat, berdoa, shalat dalam kehidupan sehari-hari

Beberapa bentuk dekadensi akhlak yang terjadi di sekitar kalangan masyarakat yang dikutip dari Merdeka.com bahwa Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat (Sumbar) Irjen. Pol Fakhrizal mencatat, kasus paling tinggi sepanjang 2018 adalah pencurian kendaraan bermotor. Total kasus curanmor sepanjang 2018 berjumlah 2.709 kasus. Sedangkan untuk kasus yang menonjol lainnya disusul tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat) berjumlah 2.538 kasus. Selanjutnya, kasus penipuan 976 dan kasus penggelapan 926 menjadi urutan ketiga dalam tindak pidana yang selama ini terjadi di Sumbar. Namun Fakhrizal menambahkan, secara keseluruhan kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah hukumnya sepanjang 2018 menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Kasus pidana tahun ini berjumlah 14.710 kasus, sedangkan tahun lalu mencapai 17.498 kasus.

Artinya hanya terjadi penurunan 2,5 persen.

Sedangkan untuk penyelesaian dari semua total tindak pidana di tahun ini berjumlah 6.671 kasus dan pada tahun sebelumnya 8.202 kasus," terangnya. Dari sekian banyak tindak pidana yang ditangani, Fakhrizal mengaku kasus narkoba menjadi perhatian. "Tahun ini 803 kasus dengan jumlah tersangka 1.047 orang dan sedangkan tahun sebelumnya 824 kasus dengan jumlah tersangka 1.110 orang,"

ucapnya. Untuk barang bukti narkoba di tahun ini jumlahnya meningkat tajam.

(16)

Barang bukti narkoba yang disita antara lain 475,37 kilogram ganja. Sedangkan sabu pada tahun ini mencapai 6879,34 gram. Pil ekstasi sebanyak 40.000 butir pil merk hexymer ditambah 600 butir pil alpazolam serta 47 butir erimin berhasil disita. Jenderal bintang dua ini mengakui, kasus narkoba di Sumbar menjadi perhatian karena sudah merambah ke aparat penegak hukum. Untuk itu, dalam mengantisipasi pihaknya selalu memperketat pengawasan dan peredaran hingga ke perbatasan wilayah.

14

Salah satu upaya atau caran mengatasi hal tersebut adalah mempelajari kandungan isi kitab karya ulama termasyhur yakni Ayyuha al-Walad karangan Imam al-Ghazali untuk dijadikan rujukan dan pedoman dalam rangka pembelajaran, pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, sehingga dapat mengantarkan manusia kepada terjaminnya moral generasi bangsa yang dapat menjadi tumpuan dan harapan bangsa serta mampu mengantisipasi perilaku yang tercela, menjadikan manusia senantiasa menjunjung kehormatan dan saling menghargai.

Kitab Ayyuha al-Walad ditulis oleh seorang yang sangat berkompeten dalam berbagai bidang keilmuan yang mendapat gelar Hujjatul Islam (Pembela Kebenaran Ajaran Islam). Dalam kitab Ayyuha al-Walad memiliki kandungan tentang pendidikan akhlak yang sangat dalam. Penjelasan yang dijabarkan oleh Imam al-Ghazali sangat mudah dipahami dan penuh penghayatan dalam mendidik muridnya.

Peneliti melihat bahwa, karya ini dilatarbelakangi oleh seorang murid yang selalu memberikan pelayanan kepada Syeikh al-Imam al-Ghazali. Ia telah sibuk

14 https://www.merdeka.com, Kamis, 17 Agustus 2019

(17)

dengan menghasilkan dan membaca ilmu di hadapan gurunya. Sehingga ia berhasil mengumpulkan berbagai macam ilmu. Murid tersebut pada suatu hari merenung dan berfikir tentang keadaan jiwanya serta berkata-kata dalam hati dan mengucapkan:

“Sungguh aku telah membaca bermacam-macam ilmu dan telah kucurahkan umurku untuk belajar dan menghasilkan ilmu, saat ini sepatutnya aku ketahui adalah, ilmu mana yang akan bermanfaat bagiku serta menjadikanku tentram di alam kubur ? dan ilmu mana yang tidak bermanfaat bagiku sehingga aku meninggalkannya”. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

عفني لا ملع نم كبذوعا ىنإ مهللا

Artinya: Ya Allah, aku berlindung padamu dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Renungan itu selalu melekat pada dirinya, sehingga ia menulis surat kepada gurunya untuk meminta nasehat tentang beberapa masalah agar gurunya dapat menuliskan beberapa lembaran yang bisa ia amalkan sepanjang hidupnya.

Berdasarkan latar belakang kitab tersebut, Peneliti memahami bahwa pentingnya bimbingan dan peranan seorang pendidik untuk mengarahkan dan bimbingan pemahaman seorang murid. Peranan yang dilakukan oleh Imam al- Ghazali membuka wawasan bahkan memberikan jalan keluar dari permasalahan yang tidak dapat terpecahkan oleh muridnya.

Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk menggali, membahas dan mendalami tentang membina akhlak murid, khususnya dalam kitab Ayyuha al- Walad sebagai judul penulisan proposal penelitian. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penulis mengangkat permasalahan dan dituangkan dalam karya ilmiah ini dengan judul: Pembinaan Akhlak Murid Berdasarkan Kitab Ayyuha Al-Walad Karya Imam Al-Ghazali.

B. Batasan Masalah

(18)

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti membatasi masalah dalam pembahasan ini, yaitu Pembinaan akhlak murid di dalam kitab Ayyuha Al- Walad karya Imam Al-Ghazali.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian, yaitu:

1. Bagaimana bentuk pembinaan akhlak murid di dalam kitab Ayyuha Al- Walad karya Imam Al-Ghazali tersebut ?

2. Apa metode yang digunakan untuk membina akhlak murid dalam kitab Ayyuha Al-Walad karya Imam Al-Ghazali ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bentuk pembinaan akhlak murid di dalam kitab Ayyuha Al-Walad karya Imam Al-Ghazali.

2. Mengetahui metode dalam membina akhlak murid di dalam kitab Ayyuha Al-Walad karya Imam Al-Ghazali.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangsih bagi proses perkembangan keilmuan pendidikan terutama dalam pengembangan konsep pembinaan akhlak murid sehingga dapat memperluas cakrawala inelektual di bidang pendidikan, baik secara umum maupun khusus dalam pendidikan Islam.

b. Memberi kontribusi konsep pemahaman Imam Al-Ghazali dalam kitab

Ayyuha Al-Walad terhadap pendidikan.

(19)

2. Manfaat Praktis

a. Dapat mengetahui secara lebih jelas tentang isi dan kandungan kitab Ayyuha Al-Walad.

b. Hasil dari penelitian ini, diharapkan sedikit banyak bisa membantu usaha untuk memberikan solusi terhadap permasalahan dalam pendidikan akhlak agar orang tua ataupun guru memahami konsep dari tokoh Hujjatul Islam dalam mendidik anak.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan informasi ilmiah tentang pembinaan akhlak murid di dalam kitab Ayyuha Al-Walad karya Imam Al-Ghazali yang dapat dibaca dan dikaji oleh khalayak umum khususnya mahasiswa FTIK IAIN Bukittinggi serta dapat dijadikan kajian penelitian selanjutnya.

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada program studi Pendidikan Agama Islam.

G. Penelitian Relevansi

Dalam kajian pustaka yang akan dilakukan, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang temanya hampir sama dengan judul penelitian ini, yaitu tokoh “Imam Al-Ghazali”. Diantara hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

1. Skripsi Paryono, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2014, yang mengangkat tema dengan pendidikan akhlak dengan judul “Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis kitab Ihya‟ Ulumudin)”.

Kesimpulan dari skripsi ini konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ihya’

(20)

Ulumuddin antara lain: Pengajaran Keteladan dan Kognifistik, Mengolaborasi Behavioristik dengan pendekatan Humanistik serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dam membentuk akhlak yang mulia.

2. Skripsi Muhammmad 'Athoillah, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, 2015, yang mengangkat tema pendidikan karakter sufistik dengan judul

“Pendidikan Karakter Sufistik menurut Imam Al-Ghazali (Studi Analisis dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin Bab Riyadlatun al-Nafs)”.

Kesimpulan dari skripsi ini pendidikan karakter sufistik dalam kitab Ihya‟

Ulumudin bab Riyadlatun al-Nafs antara lain: pentingnya akhlak dan dengan hati bersih yang didalamnya terdapat keimanan yang kuat akan menghasailkan karakter atau akhlak yang baik yang religius, humanis, sosialis, tidak sombong yang bisa menjaga hawa nafsu amarah serta relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam dalam memebentuk manusia yang berakhlak.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, tentu adanya perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Paryono mengangkat tema tentang pendidikan akhlak, sedang penelitian

yang dilakukan penulis mengangkat tema tentang pembinaan akhlak murid

di dalam kitab Ayyuha Al-Walad karya Imam Al-Ghazali. Skripsi Paryono

berjudul “Konsep Pendidikan Akhlak Imam Al-Ghazali (Studi analisis

kitab Ihya’ Ulumuddin)”. Fokus penelitian skripsi Paryono adalah

mengenai konsep pendidikan akhlak, sedang fokus penelitian penulis

(21)

adalah mengenai pembinaan akhlak yang ada dalam kitab Ayyuha al- Walad. Jadi, baik secara tema, judul serta fokus pembahasan sangat jelas sekali perbedaanya.

2. Muhammmad 'Athoillah, mengangkat tema tentang pendidikan karakter sufistik, sedangkan penulis mengangkat tema tentang pembinaan akhlak murid. Skripsi Muhammmad 'Athoillah berjudul “Pendidikan Karakter Sufistik menurut Imam Al-Ghazali (Studi Analisis dalam Kitab Ihya’

Ulumuddin Bab Riyadlatun al-Nafs)”. Fokus penelitian skripsi Muhammmad 'Athoillah adalah menganai Pendidikan Karakter Sufistik, sedang fokus penelitian penulis adalah mengenai pembinaan akhlak murid yang ada dalam kitab Ayyuha al-Walad.

H. Penjelasan Judul

Agar tidak terjadi kesalahpahaman judul skripsi ini, maka penulis perlu untuk memberikan pengertian tentang istilah yang terdapat dalam judul sebagai berikut :

Pembinaan Proses, cara, perbuatan pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

15

Akhlak suatu sifat yang tertanam dalam suatu jiwa yang dari padanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah

15 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet.4, h.193

(22)

tanpa melakukan pertimbangan pikiran atau direncanakan.

16

Murid/Peserta didik : Orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, darimana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelektual dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.

17

Ayyuha Al-Walad : Salah satu kitab imam Al-Ghazali yang berisi nasehat-

nasehat tentang pendidikan, yaitu kitab yang secara ringkas membahas tentang ilmu, tugas guru dan persyaratannya, sikap murid terhadap guru, tasawuf, dan do’a.

Imam al-Ghazali : Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali yang bergelar Syaikh Al-Ajal Al-Imam Al-Zahid, Al-Said Al-Muwafaq Hujjatul Islami.

18

Beliau dilahirkan di Thus, sebuah Kota di Khurasan Persia pada tahun 450 H/1058 M. di dalam dirinya terkumpul keahlian sebagai seorang filosof, sufi, dan pendidik. Al-Ghazali menyusun beberapa buku tebal untuk menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. Al- Ghazali adalah anak seorang sufi yang wara’ yang

16 Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3 (Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, t.th), h. 52

17 Syafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 62

18 Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001), h. 55

(23)

bekerja sebagai pemintal wol dan hasilnya dijual sendiri di tokohnya di Thus.

19

I. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN, mengemukakan tentang latar belakang masalah sebagai informasi awal, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORITIS, mengemukakan teori yang berkenaan dengan pembinaan akhlak anak yang mencakup pengertian, tujuan dan fungsi, metode, model dan nilai-nilai.

BAB III : METODE PENELITIAN, menguraikan tentang jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN, menjelaskan dan menjabarkan permasalahan yang diteliti dari hasil pemahaman setelas membaca, menelaah terhadap buku yang menjadi objek penelitian serta referensi yang mendukung. Pada bab ini menguraikan tentang biografi pengarang kitab dan analisis uraian pembinaan akhlak dalam kitab Ayyuha Al- Walad.

BAB V : PENUTUP, merupakan penutupan dari seluruh bab sebelumnya yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

19Al-Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Medan: Perdana Publishing, 2011), h. 71

(24)
(25)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Pembinaan

Pembinaan adalah proses, cara, perbuatan pembaharuan, penyempurnaan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

20

Jadi yang dimaksud dengan membina disini merupakan usaha kegiatan mengarahkan anak dalam melaksanakan suatu kegiatan pendidikan yang baik secara teori maupun praktek agar kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang di inginkan.

Pembinaan juga dikatakan sebagai kegiatan mempertahankan dan menyempurnakan apa yang telah ada dan dilakukan secara berulang-ulang.

Pembinaan dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya.

21

Pembinaan akhlak bagi setiap muslim adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan terus menerus tanpa henti baik melalui pembinaan orang lain maupun pembinaan diri sendiri tanpa harus dituntun oleh orang lain. Pada hakikatnya pembinaan akhlak lebih merupakan pembinaan rohani yang dilakukan seseorang atas dirinya sendiri dengan tujuan jiwanya bersih dan perilakunya terkontrol.

22

20 Departemen Pendidikan Indonesia, Kamus Besar Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.193

21 Tri Suwarsih, “Pembinaan Akhlak Santri di Pondok Pesantren Ushuludin Lampung

Selatan”.(Skripsi Program S1 fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan, Lampung, 2015), h. 18

22 Khoiri Alwan, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Pogja UIN Sunan Kalijaga, 2005), h.151

(26)

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Ditinjau dari etimologi, akhlak berasal dari bahasa Arab, ) قلاخا ( , bentuk jamak dari khuluq ) قلخ (, yang berarti perangai, tabiat, kebiasaan dan agama.

23

sedangkan menurut terminologi, akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia di muka bumi. Sistem nilai yang dimaksud adalah ajaran Islam, dengan al-Qur’an dan al- Hadits sebagai sumber nilainya serta ijtihad sebagai metode berfikir dalam Islami. Pola sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dirinya sendiri), dan dengan alam.

24

Menurut Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin mendefinisikan akhlak sebagai berikut:

ريغ نم ٍرسُيو ةلوهسب لاعفلأا رُدصَت اهنع ،ةخسار سفنلا يف ةئيه نع ةرابع قُلُخلا عوضوملا طبار ةَّيورو رْكِف ىلإ ةجاح

Artinya : Akhlak merupakan suatu sifat yang tertanam dalam suatu jiwa yang dari padanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa melakukan pertimbangan pikiran atau direncanakan.

25

Menurut al-Ghazali, lafadz khuluq dan khalqu adalah dua sifat yang dapat dipakai bersama. Jika menggunakan kata khalqu maka yang dimaksud adalah bentuk lahir, sedangkan jika menggunakan kata khuluq maka yang dimaksud adalah bentuk batin. Karena manusia tersusun dari jasad yang dapat diketahui eksistensinya dengan kasat mata (bashar), dan tersusun dari ruh dan

23 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus wa Dzurruyah, 2010), h.120

24 Muslim Nurdin dkk, Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: Alfabeta, 1995), h.209

25 Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz 3 (Dar al-Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, t.th), h. 52

(27)

nafs yang dapat disadari keberadaanya dengan penglihatan mata hati (bashirah), sehingga kekuatan nafs yang keberadaanya disadari dengan bashirah lebih besar dari pada jasad yang keberadaanya hanya disadari dengan bashar. Dalam hal ini al-Ghazali mengutip firman Allah Swt yang terdapat dalam Al-Qur’an dan pada sabda nabi, yaitu :

ذِإ ُُۢقِل َٰخ يِ نِإ ِةَكِئََٰٰٓلَم لِل َكُّبَر َلاَق

رَشَب

ٖنيِط نِ م ا ٗ اَذِإَف ٧١

ُهُت ي َّوَس نِم ِهيِف ُت خَفَن َو ۥ

ُهَل ْاوُعَقَف ي ِحو ُّر َنيِد ِج َٰس ۥ

َدَجَسَف ٧٢ ُةَكِئََٰٰٓلَم لٱ َنوُعَم جَأ مُهُّلُك

٧٣

“Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:

"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah" (71) Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku;

Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (72)". (Qs. Al- Shaad: 71-72).

نع لاق هنأ هنع الله يضر ةريره يبأ :

ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لاق تثعب امنإ

قلاخلأا مراكم ممتلأ ) ىراخبلا هاور (

Artinya: Dari Abu Hurairah beliau berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.

(HR. Bukhari).

26

Pengertian akhlak menurut al-Ghazali diatas tidak berbeda dengan pengertian Akhlak yang diungkapkan oleh para Ulama’, seperti Ibnu Miskawaih yang mendefinisikan akhlak sebagai :

ةيعاد سفنلل لاح لاو ركف ريغ نم اهلاعفأ ىلإ اهل

ةَّيور

Artinya: Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

27

Senada dengan pendapat diatas, Akhlak menurut Anis Matta adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa,

26 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari : Bab Al-Adaab Al-Mufraad, (Kairo: Dar Al-Haditsh), h. 42

27 Ibn Maskawaih, Tahzib Al Aklaq wa Tathhir A`raq, (Kairo: Muassasat Al-Khaniji, 1967), h. 9

(28)

kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah tanpa dibuat-buat, serta refleks.

28

Jadi, pada hakikatnya khuluq atau akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Disini tumbuhlah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran. Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia, dan makhluk sekitarnya.

2. Pembagian akhlak

Semua ajaran dalam Islam ditentukan dan diputuskan melalui sumber al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Maka termasuk juga dalam pembagian akhlak, apakah baik dan buruk, juga menurut kedua sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum tentu menganggapnya baik.

Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik.

29Berdasarkan sifatnya, akhlak dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Akhlak mazhmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyi’ah (akhlak yang jelek).

Menurut Imam al-Ghazali, akhlak yang tercela dikenal dengan sifat- sifat muhlikat, yaitu segala perbuatan manusia yang dapat membawanya

28 Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-Itishom, 2006), cet III, hlm 14

29 Hamzah Ya‟qub, Etika Islam : Pembinaan Akhlaqul karimah (Suatu Pengantar), (Bandung : CV. Diponegoro, 1988), Hlm. 35

(29)

kepada kebinasaan dan kehancuran diri yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan. Pada dasarnya sifat dan perbuatan tercela dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Maksiat Lahir

Maksiat berasal dari bahasa arab yakni ةيصعم yang berarti pelanggaran oleh orang yang mukallaf, karena melakukan perbuatan yang dilarang dan meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan oleh syara’ dan pelanggaran tersebut dilakukan dengan meninggalkan alat-alat lahiriahnya. Maksiat lahir dibagi beberapa bagian :

- Maksiat lisan - Maksiat mata - Maksiat telinga - Maksiat tangan b. Maksiat Batin

Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia atau digerakkan oleh tabiat hati. Sedangkan hati memiliki sifat yang tidak tetap, berbolak balik sesuai dengan keadaan atau situasi yang mempengaruhinya.

Hati terkadang baik, simpati dan kasih sayang. Tetapi disisi lainnya hati terkadang jahat, pendendam dan sebagainya. Maksiat batin ini lebih berbahaya dibandingkan dengan maksiat lahir, karena tidak terlihat dan lebih sukar untuk dihilangkan. Beberapa contoh penyakit batin (akhlak tercela) adalah :

a) Syirik

b) Takabur

(30)

c) Marah d) Nifaq e) Dengki/iri

b. Akhlak mahmudah atau akhlak karimah (terpuji)

Yang dimaksud dengan akhlak terpuji adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang terpuji. Akhlak ini dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia.

30

Sedangkan berakhlak terpuji artinya menghilangkan semua adat kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam agama Islam serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan baik, melakukannya dan mencintainya.

31

Akhlak yang terpuji berarti sifat-sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma atau ajaran Islam. Adapun ruang lingkup akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah) menurut Quraish Shihab yang diambil dari nilai-nilai akhlak mahmudah dari al-qur‟an diantaranya adalah sebagai berikut:

32

1. Akhlak terhadap Allah SWT 2. Akhlak terhadap Rasullullah SAW 3. Akhlak terhadap sesama manusia 4. Akhlak terhadap Lingkungan c. Faktor yang mempengaruhi akhlak

Sebagaimana diketahui bahwa akhlak manusia itu dapat dirubah, berarti akhlak dapat dirubah dan dipengaruhi oleh sesuatu. Karena itu ada usaha-usaha

30 A. Musthofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 197-198

31 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h.204

32 Quraisy Syihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 2000), h. 261

(31)

untuk mendidik dan membentuk akhlak seseorang yang artinya berusaha untuk memperbaiki kehidupan yang nampak kurang baik sehingga menjadi lebih baik.

Dengan demikian untuk mempengaruhi supaya anak mempunyai akhlak muslim, supaya usaha yang diberikan dapat membentuk akhlak anak sesuai dengan norma-norma Islam serta kepercayaan dari seluruh aspek jiwanya, menunjukkan pengabdiannya kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya.

Didalam usaha-usaha ini untuk mencapai suatu akhlak muslim, maka manusia tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya dari pribadi itu sendiri.

Menurut M. Alisuf Sabri bahwa yang mempengaruhi akhlak itu adalah:

33

a. Hereditas (pewarisan watak)

b. Pengalaman

c. Kulture dan kebudayaan

Sedangkan Agus Sujanto menyatakan bahwa “akhlak tiap-tiap orang tumbuh atas dua kekuatan yaitu kekuatan dari dalam yang sudah dibawa sejak lahir berujud benih, bibit, atau sering juga disebut kemampuan dasar”.

34

Bertitik tolak dari pendapat diatas, maka yang mempengaruhi akhlak seseorang itu ada dua yaitu:

1. Faktor dari dalam atau bawaan

Adalah sesuatu yang ada dalam diri, jiwa manusia itu sendiri seperti watak, ciri khas ataupun tingkah laku dan sebagainya.

2. Faktor dari luar, terbagi dua : a) Lingkungan

33M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 74

34 Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, (Jakarta, Aksara baru, 1986), h. 3

(32)

Lingkungan dimana anak didik dibesarkan adalah sangat mempengaruhi perkembangan akhlak seseorang. Karena lingkungan adalah tempat ia bergaul, tempat mencari informasi, tempat mencari pengetahuan, serta tempat ia bermasyarakat, maka pengaruh lingkkungan ini juga sangat mempengaruhi akhlak anak.

b) Kebudayaan atau kulture

Kebudayaan atau kultur dari luar juga sangat mepengaruhi terhadap pembentukan akhlak muslim. Budaya barat yang tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang timur sering kali bertentangan. Maka dari itu si anakdidik harus dijatuhkan dari budaya-budaya yang masuk, supaya pertumbuhan serta perkambangan anak didik sesuai dengan ajaran agama Islam.

c) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi yang semakin pesat juga sangat mempengaruhi terhadap perkembangan akhlak anak. Maka dari itu supaya anak tidak terpengaruh ke hal-hal yang negatif maka harus diberi bekal ilmu pengetahuan agama. Jadi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi selain punya hal positif juga mempunyai dampak negatif. Oleh sebab itu kita harus bisa membedakan mana yang harus kita kerjakan dan mana yang harus kita tinggalkan.

Dengan demikian seorang pendidik baik ia seorang pendidik

di lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat semuanya

mempunyai peranan dan tugas yang amat penting dalam

(33)

mempengaruhi akhlak seorang anak, untuk diarahkan pada akhlak yang berlandasan ajaran Islam.

C. Murid

1. Pengertian Murid

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologi kata siswa memiliki arti “murid (terutama pada tingkat sekolah dasar dan menengah) pelajar”

sedangkan murid adalah orang (anak) yang sedang berguru (belajar, bersekolah).

35

Istilah murid mengandung kesungguhan belajar, memuliakan guru, dan keprihatinan guru terhadap murid. Dalam konsep murid ini terkandung dalam keyakinan bahwa mengajar dan belajar itu wajib, serta dalam perbuatan mengajar dan belajar itu ada berkah. Istilah murid kelihatan khas pengaruh agama Islam. Di dalam Islam istilah ini diperkenalkan oleh kalangan sufi. Istilah murid dalam tasawuf mengandung pengertian orang yang sedang belajar menuju Tuhan.

36

Dalam bahasa Indonesia ada tiga bentuk penyebutan untuk pelajar, yaitu murid, anak didik, dan peserta didik. Sebutan murid bersifat umum, sama umumnya dengan sebutan anak didik dan peserta didik. Namun, pada Undang- Undang Pendidikan No. 20 Tahun 2003, memakai istilah peserta didik, bukan siswa, pelajar, murid, ataupun mahasiswa. Mungkin dengan perkataan itu lebih bias mencakup semuanya, sifatnya lebih umum. Juga erat kaitannya peserta didik itu tidak hanya ada pada lembaga pendidikan formal, tetapi juga pendidikan nonformal. Pada pendidikan nonformal peserta didik tidaklah dibatasi oleh pembatasan usia. Jadi, bias saja seorang dewasa yang berumur lanjut menjadi

35 Departemen Pendidikan Nasional Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet 4, h. 1077

36 Bambang Q-Anees, Pendidikan Karekter Berbasis Al-Quran, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), cet 3, h. 71

(34)

peserta didiknya, dan perkataan itulah yang tepat buat mereka.

37

Pengertian peserta didik menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Bab 1 Pasal 1, ayat (4). Sedangkan di dalam dunia pendidikan Islam, peserta didik itu adalah mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh di suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan.

38

Adapun defenisi atau pengertian siswa menurut beberapa para ahli sebagai dikutip Syahrani Tambak adalah sebagai berikut:

Zakiah Daradjat mengungkapkan bahwa peserta didik adalah pribadi yang

“unik” yang mempunyai potensi dan mengalami proses perkembangan. Dalam proses perkembangan itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain.

Saiful Rohman seorang praktisi pendidikan dan pemerhati lingkungan hidup membedakan empat istilah yang menggambarkan individu yang belajar, murid/peserta didik, pelajar, anak didik, dan siswa. Murid/peserta didik adalah orang yang sedang belajar atau bersekolah. Pelajar adalah seorang yang sedang menuntut ilmu di dalam lembaga pendidikan dasar dan menengah. Anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan oleh orang tua/ wali kepada tanggung jawab guru atau guru menyayangi murid seperti anaknya sendiri.

Siswa adalah kata yang saat ini sering dipakai lebih ditekankan kepada pentingnya

37 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), h 115

38 Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam Konsep Metode Pembelajaran PAI, (Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2014), hal 177

(35)

murid/peserta didik untuk berperan secara aktif dalam proses pembelajaran.

Sementara Ahmad Tafsir memberikan pengertian anak didik, peserta didik, dan murid. Anak didik merupakan sebutan siswa mengandung pengertian bahwa guru menyayangi murid seperti anaknya sendiri. Kasih sayang merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik adalah istilah ini menekankan pentingnya murid berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Murid yang diperkenalkan dalam kalangan sufi adalah orang yang sedang belajar, menyucikan diri, dan sedang belajar menuju Tuhan.

39

2. Tugas Murid

a. Menimba ilmu pengetahuan dari berbagai sumber belajar b. Belajar dengan tekun

c. Memperbaiki diri terus menerus, dengan menanamkan dan mengamalkan akhlak mulia di dalam dirinya.

40

3. Kedudukan dan kewajiban murid

Menurut HAMKA sebagai dikutip Samsul Nizar bahwa kedudukan dan kewajiban peserta didik berupaya memiliki akhlak mulia, baik secara vertikal maupun horizontal dan senantiasa mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat ilmu pengetahuan, sesuai dengan nilai-nilai kemanusian yang telah di anugerahkan Allah melalui fitrah-Nya. Dalam hal ini ia meningkatkan sikap yang patut dimiliki peserta didik dengan mengetengahkan QS. Al-Isra : 24, Allah berfirman:

َوٱ ضِف خ َحاَنَج اَمُهَل

ِ لُّذل ٱ َنِم ِةَم ح َّرل ٱ ِ ب َّر لُق َو

اَمُه مَح ر ٱ ا ريِغَص يِناَيَّب َر اَمَك

٢٤

39 Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam Konsep ..., h. 180-182

40 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam ..., h. 119

(36)

Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. Al-Isra : 24).

Dalam ayat tersebut, dijelaskan tentang pentingnya etika antara peserta didik dan pendidik. Meskipun seorang anak atau peserta didik telah berhasil memiliki ilmu pengetahuan dan kedudukan yang tinggi, akan tetapi ketika dihadapan orang tua maupun pendidik hendaklah ia merendahkan diri dan menunjukkan akhlak yang mulia. Sikap yang demikian dapat memperhalus rasa kemanusiaan dan pengabdian peserta didik, baik kepada kedua orang tuanya, guru-gurunya, maupun terutama terhadap Khaliknya. Dengan keluasan ilmu dan kehalusan akhlak yang dimilikinya, peserta didik dapat mengendalikan diri, membersihkan hati, memiliki wawasan yang luas, dan meraih kesempurnaan. Melalui ilmu yang dimilikinya, peserta didik dapat mengenal Khaliknya dan menambah keimanannya.

D. Tujuan Pembinaan Akhlak

Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ini sangat ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan masyarakat pada umumnya.

Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, tujuannya adalah untuk mendapatkankebahagiaan di dunia dan di akhirat.

41

Para ahli pendidikan Islam berpendapat bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak yang benar. Muhammad Athiyah Al-Abrasy mengatakan pembinaan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk orang-orang

41 Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, (Yogyakarta: Belukar, 2006), h.

54

(37)

yang bermoral baik, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bersifat bijaksana, sopan dan beradab. Jiwa dari pendidikan Islam pembinaan moral atau akhlak.

Ibnu Maskawaih merumuskan tujuan pembinaan akhlak yaitu terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempura dalam arti yang sempurna. Tujuan pembinaan akhlak bersifat menyeluruh yakni mencakup kebahagiaan hidup manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Allah Swt mengambarkan dalam al- Qur’an tentang janji-Nya terhadap orang yang senantiasa berakhlak baik, diantaranya QS. an-Nahl : 97

نَم ُهَّنَيِي حُنَلَف ٞنِم ؤُم َوُه َو ٰىَثنُأ وَأ ٍرَكَذ نِ م ا حِل َٰص َلِمَع مُهَّنَي ِز جَنَل َو ٗۖ ةَبِ يَط ة ٰوَيَح ۥ

َنوُلَم عَي ْاوُناَك اَم ِنَس حَأِب مُه َر جَأ ٩٧

Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S an-Nahl : 97).

42

Dalam hal ini salah satu contoh dari misi kerasullan SAW. Yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah satu hadisnya beliau menegaskan bahwa

نع لاق هنأ هنع الله يضر ةريره يبأ :

ملسو هيلع الله ىلص الله لوسر لاق تثعب امنإ

كم ممتلأ قلاخلأا مرا

) ىراخبلا هاور (

Artinya: Dari Abu Hurairah beliau berkata, Rasulullah SAW telah bersabda : Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia. (HR.

Bukhari).

43

Orang yang selalu melaksanakan akhlak baik, mereka akan senantiasa

42 Khadim Harmain, Mushaf Madinah Nabawiyah, (Medina: Majmu’Mulk, 2014), h. 278

43 Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari : Bab Al-Adaab Al-Mufraad, (Kairo: Dar Al-Haditsh), h. 42

(38)

memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan pahala yang berlipat ganda diakhirat dan akan dimasukkan kedalam surga. Dengan demikian orang yang berakhlak mulia akan mendapatkan keberuntungan hidup di dunia dan akhirat.

E. Sumber Pembinaan Akhlak

Dalam konsep akhlak segala sesuatu itu dinilai baik dan buruk, terpuji dan tercela,semata-mata berdasar kepada Al- Qur’an dan Hadis. Oleh karena itu, dasar pembinaan akhlak adalah Al-Qur’an dan Hadis. Bertitik tolak dengan pengertian akhlak yang mengandung arti tingkah laku, maka dapat dikatakan kelakuan manusia itu beraneka ragam sesuai dengan firman Allah SWT. QS. Al-Lail : 4

ٰىَّتَشَل مُكَي عَس َّنِإ ٤

Artinya: sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda (Q.S al-Lail : 4).

Pada dasarnya manusia terdiri dari dua potensi yaitu kebaikan dan keburukan, namun pada diri manusia ditemukan isyarat-isyarat dalam Al-Qur’an bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia dari pada kejahatan, dan bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan. Kecenderungan manusia kepada kebaikan lebih dominan disebabkan karena pada diri manusia ada potensi fitrah (kesucian) yang dibawa sejak lahir.

Prinsip akhlak yang paling menonjol ialah bahwa manusia bebas melakukan

tindakan-tindakannya, manusia punya kehendak untuk berbuat dan tidak berbuat

sesuatu. Ia merasa bertanggung jawab terhadap semua yang dilakukannya dan harus

menjaga apa yang dihalalkan dan diharamkan. Maka tanggung jawab pribadi ini

merupakan prinsip akhlak yang paling menonjol dalam Islam dan semua urusan

keagamaan seseorang selalu disandarkan pada tanggung jawab pribadi. Allah

berfirman dalam QS. Mudasir: 38 dan QS al-An’am :164 yaitu:

(39)

ٌةَنيِه َر تَبَسَك اَمِب ُِۢس فَن ُّلُك ٣٨

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (Q.S al-Mudatsir : 38).

44

لُق َر يَغَأ َِّللّ ٱ ُر ِزَت َلا َو ٖۚاَه يَلَع َّلاِإ ٍس فَن ُّلُك ُبِس كَت َلا َو ٖٖۚء يَش ِ لُك ُّب َر َوُه َو ا ب َر يِغ بَأ

خَت ِهيِف مُتنُك اَمِب مُكُئِ بَنُيَف مُكُع ِج رَّم مُكِ ب َر ٰىَلِإ َّمُث ٰٖۚى َر خُأ َر زِو ٞة َر ِزا َو َنوُفِلَت

١٦٤

Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan"(Q.S al-An’am : 164).

45

Dari ayat dan hadis di atas jelas bahwa al-Qur’an dan hadits Rasul merupakan sumber akhlakul karimah dalam ajaran Islam.

F. Metode Pembinaan Akhlak

Secara harfiyah metode berasal dari kata method yang berarti suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan. Ia merupakan jawaban atas pertanyaan “Bagaimana”.

46

Dalam penanaman akhlak anak tentunya mengarahkan pada pembentukan perangai dan sikap anak yang lebih baik, karena ia yakin bahwa tabi’at manusia dapat dirubah. Kemungkinan melakukan perubahan tidak dapat dilaksanakan secara tuntas ataupun ditinggalkan sama sekali dan tidak akan ditundukkan sepenuhnya.

Usaha demikian itu menemukan kegagalan, karena jika kita hendak menundukkan dan memaksakannya dengan segenap potensi kita, hingga keduanya tidak mempunyai pengaruh apa-apa lagi tentu kita tidak akan melakukan, tetapi jika kita

44 Khadim Harmain, Mushaf Madinah Nabawiyah, ... h. 576

45 Khadim Harmain, Mushaf Madinah Nabawiyah, ... h. 150

46 Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 1

(40)

akan melunakkan dan mengendalikannya dengan latihan dan usaha niscaya kita akan dapat melakukkannya karena kita dianjurkan untuk demikian.

Imam Al-Ghazali menyarankan agar tabi’at-tabi’at yang jahat dialihkan lebih dahulu kepada sifat-sifat kurang jahat, kemudian secara bertahap dan bertingkat dipindahkan kepada sifat-sifat baik. Dalam pengertian inilah Al-Ghazali mengajak untuk dilaksankan fitrah, pelurus tabi’at dengan cara pembiasaan yang cukup wajar. Dan ini tentunya harus menggunakan metode-metode yang tepat. Ada beberapa metode penanaman akhlak anak menurut Al-Ghazali, yaitu:

47

a. Melalui pengekangan dan pengendalian hawa nafsu

Dalam salah satu ungkapan Al-Ghazali mengatakan bahwa: Apabila pendidikan (orang tua) melihat bahwa anak tamak terhadap makanan, maka hendaknya mengharuskan anak itu untuk berpuasa dan membatasi makanannya. Kemudian menyuruh supaya menjadikan makanan lezat untuk di berikan kepada orang lain, sedangkan ia sendiri tidak memakannya.

Demikianlah seterusnya hingga anak menjadi kuat dan terbiasa untuk bersabar dan hilang ketamakan.

Dari pernyataan al-ghazali tersebut diatas dapat penulis pahami bahwa tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan akhlak dalam keluarga adalah membentuk anak yang beriman, bertakwa, berkpribadian muslim yang sejati (taat beribadah dalam hidup keseharian) dengan tujuan menjadikan anak yang berakhlak karimah.

Pertama yang diajarkan kepada anak adalah tentang bersuci. Shalat lima waktu, berpuasa dalam bulan Ramadhan, dan ibadah-ibadah lahiriyah lainnya. Dan apabila berkecimpung dalam harta atau ia mengerjakan perbuatan

47 Imam Al-Ghazali, Tentang Rahasia Keajaiban Hati, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1968), h. 60

(41)

yang maksiat maka mula yang pertama diperintahkan kepadanya adalah disuruh meninggalkan perbuatan tersebut, sehingga secara bertahap akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Dan dengan sendirinya anak terdorong untuk melakukan perintah dari siapa-siapa.

Dari pendapat tersebut dapatlah dipahami bahwa dalam mendidik tingkah laku anak, beliau lebih cenderung kepada metode pengekangan dan pengendalian hawa nafsu sebagai cara untuk mendidik akhlak anak dan memperindah tingkah laku.

b. Melalui Ar-Riyadlah/pembiasaan/latihan

Metode pembiasaan merupakan cara menyampaikan pendidikan akhlak pada anak dengan membiasakan perbuatan-perbuatan yang baik yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Tujuannya adalah untuk membentuk tingkah laku atau akhlak pada anak melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik.

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q. S. Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:

اَهُّيَأََٰٰٓي ٱ َنيِذَّل ُمُك يَلَع َبِتُك ْاوُنَماَء ُماَي ِ صل ٱ

ىَلَع َبِتُك اَمَك ٱ

َنيِذَّل مُكَّلَعَل مُكِل بَق نِم

َنوُقَّتَت ١٨٣

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S: al-Baqarah 183).

48

Bagi anak-anak harus dilarang dari segala sesuatu yang ia lakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena perbuatan tersebut akan membiasakan anak-anak untuk berbuat jahat. Artinya anak telah mengetahui bahwa perbuatan itu buruk. Tetapi ia melakukannnya secara sembunyi-sembunyi karena takut ditegur, takut dimarahi, bahkan mungkin takut dihukum oleh kedua orang

48 Khadim Harmain, Mushaf Madinah Nabawiyah, ... h. 28

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Reward adalah salah satu alat belajar dalam pendidikan. Sebagai alat, Reward mempunyai arti penting dalam pembinaan watak anak didik. Reward dimaksudkan disini tentu saja

Pada penelitian ini perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan oleh peneliti adalah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dengan menggunakan Realistic Mathematics Education

Peningkatan aktifitas belajar peserta didik di setiap siklus penelitian. Hasil tes akhir juga menunjukkan peningkatan prestasi belajar peserta didik dari tahap siklus I dan siklus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) kemampuan peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1 Yogyakarta dalam menyelesaikan soal matematika tipe HOTs pada

Dari perolehan data dari siklus II dinyatakan penelitian ini telah berhasil karena telah sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian nilai akhlak peserta didik yang

1) Motivasi: Harus ada kebutuhan, minat, atau keinginan untuk belajar dari pihak peserta didik sebelum meminta perhatianya untuk mengerjakan tugas dan

Tabel 4.2.4.1 Frekuensi Pernyataan Responden Terhadap Tangibles Tabel 4.2.4.2 Frekuensi Pernyataan Responden Terhadap Reliability Tabel 4.2.4.3 Frekuensi Pernyataan Responden

Alhamdulillah segala puji bagi Mu ya Allah, Engkau telah memberi petunjuk dan kesehatan jasmani serta rohani kepada penulisan skripsi ini, sehingga skripsi dengan