v
Abstrak
Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being. Adapun responden dalam penelitian tersebut adalah 200 jemaat gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Metode pengukuran yang digunakan adalah analisis regresi, melalui dua kuesioner yang terpisah, yaitu AGI (Attachment to God Inventory) yang terdiri dari 28 item dimana 14 item mencerminkan dimensi anxiety about abandonment, dan 14 item sisanya mencerminkan dimensi avoidance of intimacy, serta Ryff’s Psychological Well – Being Scale yang terdiri dari 84 item, dimana masing – masing dimensi psychological well – being memiliki 14 item. Keduanya sama – sama memiliki item yang positif dan negatif.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua dimensi Attachment to God berkontribusi terhadap dimensi Psychological Well – Being. Kontribusi terbesar terdapat pada dimensi self acceptance (31,9%), environmental mastery (29,4%), purpose in life (28,7%), personal growth (24,2%), positive relationship with others (20,9%), dan autonomy (10,9%). Keduanya memiliki kontribusi yang berbanding terbalik dan signifikan terhadap kelima dimensi Psychological Well – Being, kecuali personal growth pada dimensi anxiety about abandonment, dan autonomy pada dimensi avoidance of intimacy. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyarankan pihak gereja untuk mengadakan pembinaan rohani guna meningkatkan kedekatan jemaat dengan Tuhan sebagai figur attachment.
vi
Universitas Kristen Maranatha
Abstract
This research is conducted to determine the existence of the contribution from the dimension of Attachment to God towards the dimension of Psychological Well – Being. The respondents of this research are taken from 200 presbyterian in “X” church Bandung in their early adulthood period.
The measurement method which is used in this research is analysis regression from two different questionnaires separately. The first questionnaire is AGI (Attachment to God Inventory), which have 28 items whereas 14 items show the dimension of anxiety about abandonment, and another 14 items show the dimension of avoidance of intimacy. The second is Ryff’s Psychological Well – Being Scale which have 84 items, whereas each of their dimension have 14 items. Both of them have positive and negative items.
The result from this research acknowledges that both of the dimension of Attachment to God are contributes to the dimension of Psychological Well – Being. The biggest contribution emerges from self acceptance (31,9%), environmental mastery (29,4%), purpose in life (28,7%), personal growth (24,2%), positive relationship with others (20,9%), and autonomy (10,9%). Both have an inversely proportional and a significant contribution to the dimension of Psychological Well – Being, except for personal growth at dimension of anxiety about abandonment, and autonomy at the dimension of avoidance of intimacy. From this result, researcher suggest a spiritual coaching from the church to Presbyterian in purpose to increase the intimacy between Presbyterian with God as an attachment figure.
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR ORISINALITAS PENELITIAN ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 6
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1.Maksud Penelitian ... 6
x
Universitas Kristen Maranatha
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 7
1.4.2. Kegunaan Praktis ... 7
1.5. Kerangka Pikir ... 8
1.6. Asumsi ... 16
1.7. Hipotesis ... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar Attachment to God ... 18
2.1.1. Attachment ... 18
2.1.2. Attachment to God ... 19
2.1.2.1. Internal Working Model ... 20
2.1.2.2. Dimensi Attachment to God ... 22
2.2. Psychological Well – Being ... 24
2.2.1. Perkembangan Pemikiran Psychological Well – Being ... 24
2.2.2. Definisi Psychological Well – Being ... 25
2.2.3. Dimensi Psychological Well - Being ... 26
2.2.4. Faktor – faktor yang Memengaruhi Psychological Well - Being ... 31
2.3. Jemaat ... 40
xi
2.4.1. Definisi Masa Dewasa Muda ... 41
2.4.2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Muda ... 41
2.4.3. Karakteristik Perkembangan pada Masa Dewasa Muda ... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 46
3.2. Bagan Prosedur Penelitian ... 46
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 47
3.3.1. Variabel Penelitian ... 47
3.3.2. Definisi Operasional ... 47
3.4. Alat Ukur ... 49
3.4.1. Alat Ukur Attachment to God ... 49
3.4.1.1. Kisi – kisi Alat Ukur Attachment to God ... 50
3.4.1.2. Cara Skoring ... 50
3.4.2. Alat Ukur Psychological Well - Being ... 51
3.4.2.1. Kisi – kisi Alat Ukur Psychological Well - Being ... 52
3.4.2.2. Cara Skoring ... 53
3.4.3. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 55
3.4.4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 55
xii
Universitas Kristen Maranatha
3.4.4.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 57
3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 58
3.5.1. Populasi Sasaran ... 58
3.5.2. Karakteristik Populasi ... 58
3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 58
3.6. Teknik Analisis Data ... 58
3.7. Hipotesis Statistik ... 60
3.7.1. Dimensi Anxiety about Abandonment ... 60
3.7.2. Dimensi Avoidance of Intimacy ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden Penelitian ... 63
4.2. Hasil Penelitian ... 65
4.3. Pembahasan ... 68
4.4. Diskusi ... 104
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 105
5.2. Saran ... 107
xiii
5.2.2. Saran Praktis ... 107
DAFTAR PUSTAKA….. ... …………..109
DAFTAR RUJUKAN ... 110
xiv
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Distribusi Item tiap Dimensi Attachment to God ... 50
Tabel 3.2. Skor Pilihan Jawaban ... 51
Tabel 3.3. Distribusi Item tiap Dimensi Psychological Well - Being ... 52
Tabel 3.4. Skor Pilihan Jawaban ... 54
Tabel 3.5. Kriteria Validitas ... 56
Tabel 3.6. Kriteria Reliabilitas ... 57
Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 64
Tabel 4.2. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis kelamin ... 64
Tabel 4.3. Gambaran Responden Berdasarkan Lama Berjemaat ... 65
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1. Kerangka Pikir ... 15
xvi
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Tabel Data Mentah ... L – 1
Lampiran II : Tabulasi Silang Dimensi Self Acceptance dengan Faktor PWB ... L – 25
Lampiran III : Tabulasi Silang Dimensi Environmental Mastery dengan Faktor PWB ... L – 34
Lampiran IV : Tabulasi Silang Dimensi Purpose in Life dengan Faktor PWB ... L – 43
Lampiran V : Tabulasi Silang Dimensi Personal Growth dengan Faktor PWB ... L – 52
Lampiran VI : Tabulasi Silang Dimensi Positive Relationship With Others dengan
Faktor PWB ... ….L - 61
Lampiran VII : Tabulasi Silang Dimensi Autonomy dengan faktor PWB ... L – 70 Lampiran VIII : Hasil Perhitungan Statistik melalui SPSS ... L – 79
Lampiran IX : Validitas Alat Ukur ... L – 85
Lampiran X : Reliabilitas Alat Ukur ... L – 93
Lampiran XI : Letter of Consent ... L – 94
Lampiran XII : Kata pengantar Kuesioner ... L – 95
Lampiran XIII : Kuesioner Attachment to God ... L – 96
Lampiran XIV : Kuesioner Psychological Well – Being ... L – 100
Lampiran XV : Data Penunjang ... L – 107
xvii
Lampiran XVII : Biodata Peneliti ... L – 112
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke dalam sebuah organisasi sosial yang memiliki visi, misi, nilai – nilai ideologis, struktur sosial dan juga peran serta status dari individu yang berada di dalamnya. Istilah gereja secara sosiologis merupakan sinonim dari organisasi religi dimana gereja menjadi tempat yang digunakan untuk melakukan aktivitas religi seperti pujian dan penyembahan pada Tuhan (Moberg, 1962).
2
Masa dewasa muda menurut Hurlock (1999), secara teminologis merupakan masa dimana individu berada di antara usia 18 hingga 40 tahun, dan pada masa tersebut individu juga sudah mulai lebih mandiri dan mulai memantapkan diri di dalam pola kehidupan mereka yang baru seperti dalam hal penentuan karir, pasangan hidup, dan juga masa depan mereka. Dari segi perkembangan religiusitas, menurut Carl H.Witherington (2002), mengatakan bahwa pada masa tersebut, individu telah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem yang bersumber pada ajaran agama maupun sistem hukum yang berlaku. Motivasi mereka untuk beribadah juga ditentukan oleh diri mereka sendiri, dan bukan hanya karena ikut – ikutan dengan orang lain. Kondisi tersebut tercermin dalam
perilaku yang ditunjukkan oleh jemaat gereja “X” Bandung tersebut dimana mereka aktif
mengikuti ibadah, seperti datang ibadah di hari Minggu, dan juga ibadah komsel. Untuk jemaat yang masih berusia antara 18 – 25 tahun, mereka juga aktif mengikuti ibadah pemuda setiap hari Sabtu.
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh menurut survey awal terhadap 20 jemaat, pada awalnya alasan mereka datang ada yang karena mendengar informasi dan diajak oleh temannya, ada juga yang karena ikut keluarganya karena keluarganya telah terlebih dahulu
berjemaat di gereja tersebut, dan ada juga yang karena penasaran dengan gereja “X”. Menurut
mereka, setelah mencoba untuk beribadah disana, ternyata mereka merasa cocok, baik dengan praise and worshipnya, maupun dengan isi Firman Tuhan, dan juga lingkungannya, yang membuat mereka tertarik, merasa nyaman, sehingga mereka menjadi rutin datang beribadah.
3
Universitas Kristen Maranatha atau menyembah Tuhan, masih bisa mereka lakukan sendiri di rumah. Mereka kalah oleh rasa kantuk, dan lebih memilih untuk tidur, beristirahat, atau menjadikan hari itu sebagai waktu untuk mereka mengerjakan dan menyelesaikan tugas perkuliahan yang mereka miliki. Pada hari Minggu, seringkali mereka masih dibangunkan untuk pergi ke gereja, dan akibatnya ketika ibadah, suasana hatinya kesal, marah, bahkan tidak jarang tertidur di gereja.
Jemaat juga mengatakan bahwa ketika mereka berada dalam suatu masalah, mereka berdoa meminta pertolongan Tuhan, dan setelah berdoa mereka merasa seolah dirinya memeroleh suatu penguatan, ketenangan yang membuat mereka merasa lebih lega, dan tidak khawatir kembali atas permasalahan yang dihadapi. Ketika mereka merasa lelah dan jenuh dengan rutinitas hidup yang mereka jalani, melalui pendengaran akan Firman Tuhan di komsel atau di hari Minggu, mereka merasakan adanya suatu kesegaran rohani yang membuat mereka semangat kembali. Kondisi tersebut dalam ilmu Psikologi dikenal sebagai attachment to God. Attachment to God merupakan ikatan afeksional yang nyata antara manusia dengan Tuhan sebagai figur attachment. Attachment to God memiliki dua dimensi yaitu anxiety about abandonment yang menggambarkan mengenai adanya kecemasan yang dimiliki dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan sebagai figur attachment, dan dimensi avoidance of intimacy yang menggambarkan adanya penghindaran untuk menjalin hubungan yang intim dengan Tuhan (Okozi, 2010).
4
cemas dalam menjalin hubungannya dengan Tuhan (anxiety about abandonment) mengatakan bahwa dirinya merasa tidak yakin apakah Tuhan benar – benar mengasihi dirinya atau tidak. Mereka menjadi semakin sering berdoa, namun cenderung mendoakan hal yang sama secara berulang – ulang karena khawatir bahwa doanya tidak sampai dan tidak didengar oleh Tuhan. Saat doa mereka belum dijawab Tuhan, kecemasan mereka semakin meningkat. Jemaat yang merasa takut untuk diabaikan oleh Tuhan (avoidance of intimacy), mereka merasa enggan untuk berdoa dan meminta pertolongan Tuhan karena mereka merasa bahwa mereka tidak layak, mereka telah berdosa di hadapan Tuhan, dan Tuhan belum tentu mau menerima dan mengampuni dirinya. Sebagai contoh adalah seorang jemaat wanita yang mengatakan bahwa dirinya pernah hamil di luar nikah. Ia merasa sangat berdosa, tidak layak lagi di hadapan Tuhan, yakin bahwa Tuhan pasti tidak akan mengampuni dosanya, dan menyalahkan diri serta perbuatan yang telah ia lakukan, sehingga ia tidak mau datang ke gereja, tidak mau berdoa, dan berusaha untuk selalu menghindari Tuhan.
Perilaku jemaat yang terbentuk menurut kedua dimensi attachment to God tersebut, yaitu anxiety about abandonment dan avoidance of intimacy, pada akhirnya berpengaruh terhadap kondisi psychological well – being jemaat. Psychological Well – Being merupakan suatu hasil evaluasi kognitif akan hidup, kehadiran dari emosi yang positif atau menyenangkan seperti happiness dan joy, serta kehadiran dari emosi yang negatif atau tidak menyenangkan seperti kesedihan, depresi, kecemasan yang dapat terukur melalui keenam dimensi yaitu dimensi penerimaan diri (self – acceptance), dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with others), dimensi otonomi (autonomy), dimensi penguasaan lingkungan (environmental mastery), dimensi tujuan hidup (purpose in life), dan dimensi pertumbuhan diri (personal growth) (Ryff, 1989).
5
Universitas Kristen Maranatha diri dengan orang lain dan melihat bahwa orang lain lebih baik dari mereka, sehingga kepercayaan diri mereka rendah. Kondisi tersebut juga membuat mereka cenderung bersikap konfomis dan sulit untuk mengambil keputusan sendiri (self acceptance, autonomy). Di satu sisi, mereka terkadang merasa khawatir akan masa depan mereka, namun di sisi yang lain, mereka berusaha untuk percaya bahwa Tuhan sudah menyiapkan rencana yang indah dan besar untuk mereka (purpose in life). Ketika menghadapi masalah baik dalam keluarga maupun pekerjaan, mereka tetap berdoa kepada Tuhan, namun apabila masih belum memeroleh jalan keluar, mereka menjadi semakin cemas, dan akhirnya meminta bantuan pada orang lain (environmental mastery). Akan tetapi, meskipun mereka memiliki kecemasan untuk berelasi dengan Tuhan, mereka tetap mampu untuk menjalin relasi dengan orang lain. Melalui komsel misalnya, dimana mereka saling sharing satu dengan yang lain, sehingga melalui pengalaman sharing tersebut, saling menguatkan, mereka juga saling mendoakan akan setiap pergumulan mereka, dan meningkatkan kebersamaan juga, misalnya dengan mengadakan rekreasi atau acara makan bersama (positive relationship with others). Dari komsel pula, mereka memeroleh dukungan atau feedback dari rekan – rekan mereka yang dapat membantu mereka untuk memerbaiki diri dan semakin berkembang menjadi individu yang lebih baik lagi (personal growth).
6
mendalam dengan orang lain, dan bagi mereka relasi hanya sebatas relasi dan tidak semua hal tentang diri mereka harus diketahui oleh orang lain, termasuk keluarga (positive relationship with others). Karena relasi mereka dengan orang lain kurang begitu hangat dan dekat, mereka kurang memeroleh feedback ataupun saran dari orang lain mengenai perilaku mereka, sehingga pertumbuhan dan perkembangan diri mereka menjadi terhambat (personal growth). Mereka juga cenderung menyalahkan diri mereka atau lingkungan atas segala sesuatu yang terjadi (environmental mastery). Menurut hasil yang diperoleh, hubungan antara jemaat dengan Tuhan dapat berdampak terhadap cara mereka menjalin hubungan dengan sesama individu, terutama terhadap masing – masing keenam dari dimensi psychological well – being.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai kontribusi dari dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
1.2. Identifikasi masalah
Ingin mengetahui seberapa besar kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well – Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
7
Universitas Kristen Maranatha 1.3.2. Tujuan Penelitian
Ingin mengetahui kontribusi dimensi Attachment to God terhadap dimensi Psychological Well - Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoretis
Memberikan informasi mengenai sejauh mana kontribusi dimensi Attachment
to God terhadap dimensi Psychological Well – Being pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Memberikan informasi pada bidang ilmu Psikologi Positif dan Integratif
mengenai dimensi Psychological Well – Being dan dimensi Attachment to God yang terkait dengan spiritualitas
Sebagai referensi dan pendorong bagi peneliti lain yang akan meneliti lebih
lanjut mengenai dimensi Attachment to God dan dimensi Psychological Well – Being.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada pihak gereja mengenai kondisi attachment
8
Memberikan informasi kepada pihak gereja mengenai kondisi psychological
well – being jemaat yang dipengaruhi oleh beragam faktor. Informasi tersebut diharapkan dapat membantu pihak gereja dalam melakukan pendekatan terhadap jemaat dan juga membantu serta mengarahkan jemaat dalam menyikapi pengalaman hidup yang dialami.
1.5. Kerangka Pikir
Jemaat Gereja “X” Bandung yang selanjutnya akan disebut dengan jemaat, merupakan sekumpulan individu yang beribadah di gereja “X” Bandung. Gereja tersebut kurang lebih memiliki 600 jemaat, yang dimana lebih banyak jemaat yang berada di antara usia 18 hingga 40 tahun. Menurut Hurlock (1999), individu yang berada pada usia antara 18 hingga 40 tahun termasuk ke dalam masa dewasa muda. Hurlock menyatakan bahwa masa dewasa merupakan tahap dimana individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap untuk menerima kedudukan dalam masyararakat. Masa tersebut ditandai dengan adanya ketidaktergantungan secara finansial dari orangtua, adanya rasa tanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan, serta periode penyesuaian terhadap pola – pola kehidupan baru dan harapan sosial yang baru.
9
Universitas Kristen Maranatha permasalahan yang mereka miliki, dan kemampuan untuk memanajemen waktu yang mereka miliki antara bekerja dengan kuliah contohnya, atau dengan pelayanan.
Secara emosi, semakin bertambahnya usia, kemampuan jemaat untuk menguasai kondisi emosinya akan semakin meningkat dan menjadi lebih stabil. Ketika mereka memiliki perbedaan pendapat contohnya dengan salah satu rekan, mereka mampu untuk menahan emosi mereka, tidak langsung meledak – ledak, sehingga tidak terjadi perselisihan di antara mereka. Dalam hal karier, pemilihan karir yang tepat dapat membantu jemaat untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan diri. Hal ini terlihat dari seorang jemaat yang telah bekerja di bidang IT, dimana ia bekerja di tempat yang diinginkan, sehingga kemampuan dan keterampilan yang ia miliki menjadi semakin berkembang, dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi tantangan dalam pekerjaan yang ia lakukan. Dari segi agama, semakin bertambahnya usia, kematangan dalam beragama juga menjadi semakin meningkat dan pada masa tersebut. Jemaat sudah memiliki keyakinan yang kuat dan teguh terhadap ajaran agama yang dianutnya berdasarkan pertimbangan pikirannya yang semakin kompleks dan matang.
10
Kedua dimensi tersebut didasari oleh internal working model terhadap diri sendiri maupun orang lain, dimana dalam hal ini, orang lain diganti dengan Tuhan sebagai figur attachment, baik yang positif maupun negatif. Menurut Collins (1996), internal working model merupakan representasi kognitif dari hubungan attachment di masa lalu dengan figur attachment yang menuntun seseorang ke dalam harapan akan masa mendatang dan gaya dalam hubungan dengan figur attachment. Apabila jemaat memandang Tuhan dan diri sendiri secara positif, maka derajat anxiety about abandonment dan avoidance of intimacynya rendah, yang membuat jemaat akan mengembangkan gaya attachment yang secure. Akan tetapi, apabila pandangan terhadap Tuhan dan diri sendiri itu negatif, maka derajat anxiety about abandonment dan avoidance of intimacynya tinggi, yang membuat jemaat akan mengembangkan gaya attachment yang insecure. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat memengaruhi kondisi psychological well – being jemaat. Menurut Ryff (1989), psychological well – being merupakan suatu hasil evaluasi kognitif akan hidup, kehadiran dari emosi yang positif atau menyenangkan seperti happiness dan joy, serta kehadiran dari emosi yang negatif atau tidak menyenangkan seperti kesedihan, depresi, kecemasan.
11
Universitas Kristen Maranatha rajin datang ke gereja, rajin berdoa, memiliki keinginan untuk melakukan pelayanan (avoidance of intimacy). Hal tersebut membuat mereka memandang bahwa diri mereka layak di hadapan Tuhan, sehingga mereka bersyukur bahwa dirinya diterima oleh Tuhan, sehingga mereka mampu menerima kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Mereka juga merasa bahwa mereka layak untuk dicintai (self acceptance). Mereka memiliki hubungan yang dekat, hangat, intim dengan Tuhan sebagai figur attachmentnya, sehingga mereka membangun hubungan dengan orang lain yang didasari adanya rasa kasih, kenyamanan, dan kesediaan untuk menjalin hubungan secara lebih mendalam (positive relationship with others). Mereka juga mampu untuk mengambil keputusan sendiri karena mereka yakin bahwa mereka dimampukan oleh Tuhan dan diberi hikmat untuk menentukan yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dalam permasalahan yang sulit, mereka tidak merasa segan untuk bergantung kepada Tuhan, karena mereka yakin bahwa Tuhan dapat diandalkan setiap waktu (autonomy). Kegagalan dipandang sebagai suatu tantangan dalam hidup dan mereka percaya bahwa masalah yang mereka hadapi tidak akan melebihi kekuatan dan kemampuan mereka, sedangkan keberhasilan dipandang sebagai berkat yang Tuhan berikan dan bukan sesuatu yang diperoleh secara kebetulan, faktor keberuntungan atau kemampuan mereka sendiri (environmental mastery). Mereka berani untuk bertumbuh dan mengembangkan diri mereka secara positif karena mereka menjadikan Tuhan sebagai dasar rasa aman untuk melakukan eksplorasi diri dan mencoba berbagai hal baru di dalam kehidupan mereka (personal growth). Mereka berserah dan percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik untuk mereka sehingga mereka memandang masa depan secara positif (purpose in life).
12
Jemaat tidak percaya bahwa Tuhan itu akan menjaga dan selalu menolong mereka di kala kesulitan, sehingga mereka menjadi tidak berani untuk menggantungkan hidup dan masa depan mereka kepada Tuhan, yang membuat kecemasan mereka untuk dekat dengan Tuhan meningkat (anxiety about abandonment). Mereka juga merasa bahwa Tuhan tidak dapat mereka andalkan setiap saat, sehingga hal tersebut membuat mereka menolak untuk bergantung kepada Tuhan sepenuhnya dan lebih memilih untuk mengandalkan kemampuannya sendiri (avoidance of intimacy).
Dengan adanya pandangan tersebut, jemaat memandang bahwa diri mereka tidak layak untuk dicintai, ditolak oleh Tuhan dan tidak diinginkan, sehingga mereka tidak menganggap bahwa diri mereka berharga dan sulit untuk menerima dirinya apa adanya (self acceptance). Hubungan mereka dengan Tuhan banyak dipenuhi oleh kecemasan, ketidakpastian, ketidakpercayaan, sehingga ketika menjalin relasi dengan orang lain cenderung menjaga jarak, tidak mau menjalin hubungan yang terlalu dekat, merasa takut ditolak, dan takut diabaikan (positive relationship with others). Ketika menghadapi masalah dan belum memeroleh jalan keluar, kecemasan mereka meningkat, bahkan membuat diri mereka menjadi semakin yakin bahwa Tuhan mengabaikan diri mereka, dan merasa Tuhan tidak dapat diandalkan, sehingga mereka cenderung mengandalkan kekuatan mereka sendiri (autonomy).
13
Universitas Kristen Maranatha memiliki harapan. Tujuan hidup mereka juga tidak jelas dan banyak dipengaruhi oleh adanya kecemasan akan kesanggupan diri mereka untuk mencapainya (purpose in life).
Psychological well – being dipengaruhi oleh lima faktor, seperti faktor demografis, dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup, locus of control, dan juga religiusitas (Ryff dan Singer dalam Halim dan Atmoko, 2005). Semakin bertambahnya usia, memiliki pendidikan yang semakin tinggi, jenjang karir yang semakin mapan, status sosial ekonomi yang tergolong tinggi, dapat meningkatkan kondisi psychological well – being individu. Stereotype gender juga turut berperan dalam bagaimana individu berelasi dan bersikap terhadap orang lain, sehingga dapat memengaruhi psychological well – beingnya. Dukungan sosial adalah rasa nyaman, perhatian, penghargaan, dan pertolongan yang dipersepsikan individu yang menerima bantuan dari orang lain atau kelompok (Cobb, dalam Sarafino, 1990). Melalui adanya dukungan sosial tersebut, jemaat menjadi tidak sendirian, ada pihak – pihak yang mendukung terutama di kala dirinya mengalami kesulitan, yang dapat meningkatkan kondisi psychological well – being.
14
16
1.6. Asumsi
Jemaat Gereja “X” Bandung lebih banyak yang berusia 18 – 40 tahun sehingga
termasuk ke dalam tahap perkembangan masa dewasa muda.
Semakin bertambahnya usia, maka semakin meningkat pula kematangan
beragama yang dimiliki oleh jemaat Gereja “X” Bandung
Internal working model mendasari tinggi rendahnya derajat kecemasan dan
keengganan jemaat untuk menjalin hubungan yang intim dan dekat dengan Tuhan sebagai figur signifikan
Derajat tinggi rendahnya dimensi anxiety about abandonment dan avoidance
of intimacy dapat memengaruhi derajat tinggi rendahnya keenam dimensi dari psychological well – being jemaat Gereja “X” Bandung.
1.7. Hipotesis
Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi self
acceptance pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi positive
relationship with others pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi
autonomy pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda. Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi
17
Universitas Kristen Maranatha Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi purpose
in life pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda. Terdapat kontribusi dimensi anxiety about abandonment terhadap dimensi
personal growth pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi self
acceptance pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi positive
relationship with others pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi autonomy
pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi
environmental mastery pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi purpose in
life pada jemaat Gereja “X” Bandung yang berada pada masa dewasa muda.
Terdapat kontribusi dimensi avoidance of intimacy terhadap dimensi personal
105
Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kedua dimensi attachment to God, yaitu dimensi avoidance of intimacy dan anxiety about abandonment, memiliki kontribusi yang signifikan terhadap keenam dimensi psychological well – being
2. Kontribusi terbesar terdapat pada dimensi self acceptance (31,9%), environmental mastery (29,4%), purpose in life (28,7%),, personal growth (24,2%),, positive relationship with others (20,9%), dan kontribusi yang paling kecil adalah pada dimensi autonomy (10,9%)
3. Dimensi avoidance of intimacy memiliki pengaruh yang berbanding terbalik dan signifikan terhadap dimensi self acceptance, environmental mastery, purpose in life, personal growth, dan positive relationship with others, namun tidak signifikan terhadap autonomy.
106
Universitas Kristen Maranatha positive relationship with others, dan autonomy, namun tidak signifikan terhadap personal growth.
5. Dimensi self acceptance pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, penghayatan akan kegagalan, cara jemaat dalam mengatasi masalah, harapan, lamanya berjemaat, dan keaktifan pelayanan.
6. Dimensi environmental mastery pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan kegagalan, harapan, dan keaktifan pelayanan.
7. Dimensi purpose in life pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan pengalaman yang tidak menyenangkan, penghayatan akan kegagalan, harapan, lamanya berjemaat, dan keaktifan pelayanan.
8. Dimensi personal growth pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda cenderung berkaitan dengan faktor usia, penghayatan akan pengalaman yang tidak menyenangkan, penghayatan akan kegagalan, cara jemaat dalam mengatasi masalah, dan keaktifan pelayanan.
107
Universitas Kristen Maranatha 10. Dimensi autonomy pada jemaat Gereja “X” yang berada pada masa dewasa muda
cenderung berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, dan penghayatan akan kegagalan.
5.2. Saran
5.2.1. Saran Teoretis
1. Bagi peneliti lain yang hendak meneliti variabel yang sama, disarankan untuk memerhatikan data penunjang yang terkait dengan sampel penelitian secara lebih spesifik.
2. Disarankan pada peneliti berikutnya untuk dapat mewawancarai seluruh responden yang dimiliki, dalam rangka untuk menambah data hasil wawancara agar lebih representatif. Selain itu, disarankan pula untuk menggali lebih dalam mengenai data penunjang melalui wawancara.
3. Peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kedua variabel tersebut, disarankan untuk mencoba meneliti mengenai kontribusi antara faktor dari dimensi psychological well – being terhadap dimensi psychological well – being tersebut, terutama dimensi autonomy dan personal growth.
5.2.2. Saran Praktis
108
Universitas Kristen Maranatha 2. Adapun materi pembinaan rohani yang disarankan untuk dapat dipertimbangkan
berkaitan dengan faktor – faktor dari psychological well – being, contohnya seperti bagaimana cara untuk menyikapi stress atau permasalahan yang dialami, realita kegagalan, pengalaman yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan melalui perspektif agama Kristen.
KONTRIBUSI DIMENSI ATTACHMENT TO GOD TERHADAP
DIMENSI PSYCHOLOGICAL WELL – BEING PADA JEMAAT GEREJA
“X” BANDUNG YANG
BERADA PADA MASA DEWASA MUDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Sidang Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
OLEH:
AUDREY KRISTIANTI
NRP : 1130027
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN
Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : AUDREY KRISTIANTI
NRP : 1130027
Fakultas : Psikologi
Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.
Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensi sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 17 Tahun 2010.
Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.
iv
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN
Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : AUDREY KRISTIANTI NRP : 1130027
Fakultas : Psikologi
menyatakan bahwa:
1. Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti Non – Eksklusif (Non – Exclusive Royalty Free Right) atas kaya ilmiah saya yang berjudul:
“Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being pada Jemaat Gereja “X” Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda”
2. Universitas Kristen Maranatha bandung berhak menyimpan, mengalihmediakan / mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikannya dan menampilkan / mempublikasikannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta.
3. Saya bersedia menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.
Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Kontribusi Dimensi Attachment to God terhadap Dimensi Psychological Well – Being pada Jemaat Gereja “X” Bandung yang Berada pada Masa Dewasa Muda.” Penelitian tersebut disusun sebagai persyaratan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Dalam menyelesaikan penelitian tersebut, peneliti banyak mengalami tantangan, namun dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, peneliti mampu menyelesaikan penelitian tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada:
1. Dr. Irene P. Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.
2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama, yang telah membimbing, memberikan dorongan, dan saran kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tersebut
3. Heliany Kiswantomo, M.Si., Psik selaku dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan banyak masukkan, semangat dan dorongan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.
vi
5. Orang tua, adik, dan pasangan peneliti yang selalu mendukung, mengingatkan peneliti untuk tetap semangat dan tidak mudah menyerah, serta percaya bahwa peneliti mampu untuk dapat menyelesaikan penelitian tersebut.
6. Pemimpin gereja “X”, ketua komsel, dan ketua kebaktian pemuda yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan survey awal, pengambilan data, observasi, serta wawancara untuk penelitian tersebut.
7. Jemaat Gereja “X” Bandung yang telah bersedia untuk membantu peneliti dalam mengisi kuesioner yang diperlukan
8. Pihak lain yang telah membantu peneliti dalam menyebarkan kuesioner kepada jemaat baik di gereja maupun di komsel, serta memberikan semangat kepada peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian tersebut.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, peneliti berharap agar penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, Juni 2016
109
Universitas Kristen Maranatha Daftar Pustaka
Barret, L.S. (2000). The Internal Working Model Concepts: What do We Really Know About the Self in Relation to Others. Review of General Psychology, 4 (2), 155 – 175
Bartholomew,K. (1991). Attachment Styles among Young Adults: A Test of a Four Category Model. Journal of Personality and Social Psychology, 61, 226 – 244
Beck, R. (2004). Attachment to God: The Attachment to God Inventory, Tests of Working Model Correspondence, and an Exploration of Faith Group Differences. Journal of Psychology and Theology, 32. 92 – 103
Beck, R. (2006). God as a Secure Base: Attachment to God and Theological Exploration. Journal of Psychology and Theology, 34.125 – 132
Colins, N. (1996). Adult Attachment, Working Models, and Relationship Quality in Dating Couples. Journal of Personality and Social Psychology, 58. 644 - 663
Cooper, Laura B. (2009). Differentiated Styles of Attachment to God and Varying Religious Coping Efforts. Journal of Psychology and Theology, 37. 134 – 141. Huntsville.Biola University
Dierendonck, D. (2008). Ryff’s Six Factor Model of Psychological Well – Being. Soc Indic Res, 87. 473 – 479
Dodge, R. (2012). The Challenge of Defining Well – Being. International Journal of Well – Being, 2 (3). 222 – 235
Kirkpatrick, Lee. (2005). Attachment, Evolution, and the Psychology of Religion. New York : The Guilford Press
Moberg. (2007). Church as Social Institution. New York : Mc Graw Hill
Okozi. (2010). Attachment to God: It’s Impact on the Psychological Well – Being of Persons with Religious Vocation. Seton Hall University Dissertations and Theses (ETDs). 1- 75
Palys, T. (2008). Purposive Sampling. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods, 2. 697 – 698
Priyatno, D. (2004). SPSS 22 Pengolahan Data Terpraktis. Jakarta: Andi
Ryff, C.D. (1989). Happiness is Everything, or is it ? Explorations on the Meaning of Psychological Well – Being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069 – 1081
Ryff, C.D. (1995). The Structure of Psychological Well – Being Revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69. 719 – 727
110
Universitas Kristen Maranatha Daftar Rujukan
Andini, Widya. (2015). Kontribusi Religiusitas terhadap Psychological Well – Being. (Online). (Pustaka.unpad.ac.id, diakses pada 7 Mei 2015)
Febriana, I. (2014). Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well
– Being (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta the-positive-personal-growth-after-trauma, diakses pada 2 April 2016).
Hutapea, M. (2011). Chapter II USU Institutional Repository. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26019/4/Chapter%20II.pdf, diakses 2 April 2016).
Melati, A. (2011). Chapter II USU Institutional Repository Universitas Sumatera Utara. (Online). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28956/4/Chapter%20II.pdf, diakses pada 2 April 2016)
Mulyana, D. (2014). Makalah Perkembangan Orang Dewasa. (Online). (www.academia.edu, diakses pada 13 September 2015)
Preferred terms for Life Stafes / Age Groups. (2013). (Online). Widener.edu, diakses 8 Februari 2016
Rahayu, M. (2008). Psychological Well – Being (Skripsi). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta
Sari, I.M. (2008). Validitas. (Online). (http://file.upi.edu/Direktori/ pdf, diakses pada 17 Januari 2016)
Seifert, A.T. (2005). The Ryff Scales of Psychological Well – Being. (Online). (http://www.liberalarts.wabash.edu/ryff-scales/, diakses 10 Maret 2015)
Suharjo, S. (2014). Cara Melakukan Analisis Regresi Multiples dengan SPSS. (Online). (www.spssindonesia.com, diakses pada 10 Februari 2016)
Tassos, K. (2016). Jemaat: Definisinya, Kepalanya, Anggota – anggotanya. (Online).
(http://www.jba.gr/Bahasa/pdf/Jemaat-definisinya-kepalanya-dan-anggota-anggotanya.pdf, diakses pada 6 Mei 2016).