• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Kejang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Kejang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK 

DENGAN KEJANG DEMAM

DENGAN KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

1

1..

A

Ab

bd

du

ul

l H

Haam

miid

d

P 2

P

27

72

22

20

00

01

10

0 1

12

22

2

2. 2.

D

Dw

wi

i H

Haassttu

uttii

P

P 2

27

72

22

20

00

01

10

0 1

13

35

5

3.

3.

IIk

ka

a S

Seep

pttiiaan

naa

P

P 2

27

72

22

20

00

01

10

0 1

14

43

3

4.

4.

R

Riissm

ma

a F

Feeb

brriiaan

naa

P

P 2

27

72

22

20

00

01

10

0 1

15

56

6

5

5..

W

Waah

hy

yu

u W

Wiid

diiy

yaassttu

uttii

P 2

P

27

72

22

20

00

01

10

0 1

16

60

0

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

TAHUN AJARAN 2010/2011

(2)

BAB I

KONSEP DASAR 

A. PENGERTIAN

Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang  berlebihan (Betz & Sowden,2002).

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.

Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI

Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)

1. Demam itu sendiri

Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,

 pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul  pada suhu yang tinggi.

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme

3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.

Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau

(3)

dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

C. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K +dalam sel neuron tinggi dan ion Na+rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan  bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.

(4)

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang

mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

(5)

Cemas D. PATHWAY ANAK KEJANG

Infeksi bakteri rangsang mekanik dan biokimia.

Virus dan parasit gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

Reaksi inflamasi perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler  Proses demam

Ketidakseimbangan kelainan neurologis Hipertermia potensial membran perinatal/prenatal

ATP ASE Resiko kejang berulang

difusi Na+ dan K +

Pengobatan perawatan

Kondisi, prognosis, lanjut kejang resiko cedera Dan diit

Kurang informasi, kondisi kurang dari lebih dari 15 menit Prognosis/pengobatan 15 menit

Dan perawatan perubahan suplay

Tidak menimbulkan Darah ke otak   Kurang pengetahuan/ gejala sisa

Inefektif 

Penatalaksanaan kejang resiko kerusakan sel

Cemas Neuronotak  

(6)

E. MANIFESTASI KLINIK  1. Kejang parsial (fokal, lokal)

a. Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;

umumnya gerakan setiap kejang sama.

 b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi  pupil.

c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia.

d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.  b. Kejang parsial kompleks

a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang  parsial simpleks

 b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–  ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang  pada tangan dan gerakan tangan lainnya.

c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku 2. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)

a. Kejang absens

a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

 b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik 

c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi  penuh

 b. Kejang mioklonik 

a) Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.

 b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik   berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok 

(7)

d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c. Kejang tonik klonik 

a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

 b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah. d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d. Kejang atonik 

a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.  b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

F. KOMPLIKASI

1. Aspirasi

2. Asfiksia

3. Retardasi mental

G. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK 

1. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai

unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2. Pemindaian CT : menggunakan kajian

sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan  jaringan.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) :

menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–daerah otak yang tidak jelas terlihat  bila menggunakan pemindaian CT

4. Pemindaian Positron Emission

Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak 

(8)

5. Ujilaboratorium a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler 

 b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c. Panel elektrolit

d. Skrining toksik dari serum dan urin e. AGD

f. Kadar kalsium darah g. Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah

H. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Memberantas kejang secepat mungkin

Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

Pengobatan penunjang

Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan  penunjang

Semua pakaian ketat dibuka

Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

c.Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila  perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.

d. Penhisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.

3. Pengobatan rumat Profilaksis intermiten

Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil

(9)

anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun.

Profilaksis jangka panjang Diberikan pada keadaan

1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam 2) Kejang demam yang mempunyai ciri :

1. Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali

2. Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap

3. Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik   4. Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1

 bulan

4. Mencari dan mengobati penyebab KLASIFIKASI

Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah 1. Kejang demam sederhana

yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :

a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

 b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit. c. Kejang bersifat umum

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam. e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali 2. Kejang kompleks

Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari ke jang kompleks

(10)

diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai

kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

PENCEGAHAN

Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.

Pencegahan berulang

a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang b. Penkes tentang

1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter  2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan

termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas- batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC)

3) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat

4) Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya  pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.

Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi : a. Baringkan pasien pada tempat yang rata

b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas

d. Lepaskan pakaian yang ketat

(11)

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128)

1. Riwayat Keperawatan

a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga

 b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak. c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh

d. Adanya riwayat trauma kepala 2. Pengkajian fisik 

a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat

 b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan c. Adanya kelemahan dan keletihan

d. Adanya kejang

e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning 3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan

a. Tingkat perkembangan anak terganggu

 b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.

4. Pengetahuan keluarga

(12)

 b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

Pengkajian neurologik : 1. Tanda – tanda vital a. Suhu

b. Pernapasan c. Denyut jantung d. Tekanan darah e. Tekanan nadi

2. Hasil pemeriksaan kepala a. Fontanel : menonjol, rata, cekung b. Lingkar kepala : di bawah 2 tahun

c. Bentuk Umum 3. Reaksi pupil a. Ukuran

b. Reaksi terhadap cahaya c. Kesamaan respon

4. Tingkat kesadaran

a. Kewaspadaan : respon terhadap panggilan b. Iritabilitas

c. Letargi dan rasa mengantuk  

d. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain 5. Afek   a. Alam perasaan b. Labilitas 6. Aktivitas kejang a. Jenis b. Lamanya 7. Fungsi sensoris

(13)

a. Reaksi terhadap nyeri b. Reaksi terhadap suhu

8. Refleks

a. Refleks tendo superfisial b. Reflek patologi

9. Kemampuan intelektual

a. Kemampuan menulis dan menggambar  

b. Kemampuan membaca

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 : 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam

1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus 3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak  4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan

dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

DX 1 : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan: NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses

keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari

Pengendalian Resiko a.Pengetahuan tentang

resiko

b. Monitor  

lingkungan yang dapat menjadi resiko c.Monitor kemasan  personal d. Kembangkan strategi efektif  Mencegah jatuh a.identifikasi faktor 

kognitif atau psikis dari  pasien yang dapat

menjadiakn potensial  jatuh dalam setiap

keadaan

b. identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang dapat

(14)

 pengendalian resiko e.Penggunaan sumber 

daya masyarakat untuk   pengendalian resiko Indkator skala : 1 = tidak adekuat 2 = sedikit adekuat 3 = kadang-kadan adekuat 4 = adekuat 5 = sangat adekuat menjadikan potensial  jatuh

c.monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan

ambulasi

d. instruskan

 pada pasien untuk 

memanggil asisten kalau mau bergerak 

DX 2 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

Tujuan: NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma

Themoregulation a. Suhu tubuh dalam

rentang normal  b. Nadi dan RR dalam

rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak  warna kulit dan tidak   pusing Indicator skala 1. : ekstrem 2 : berat 3 : sedang 4 : ringan

5 : tidak ada gangguan

Temperatur regulation a.Monitor suhu minimal

tiap 2 jam

b. Rencanakan monitor   suhu secara kontinyu c.Monitor tanda –tanda

hipertensi

d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

e.Monitor nadi dan RR 

DX 3 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak 

(15)

Tujuan: NOC NIC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal

Status sirkulasi a. TD sistolik dbn  b. TD diastole dbn

c. Kekuatan nadi dbn

d. Tekanan vena sentraldbn e. Rata- rata TD dbn Indicator skala : 1 = Ekstrem 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan 5 = tidak terganggu  NIC I: Monitor TTV: a.monitor TD, nadi, suhu,

respirasi rate

b. catat

adanya fluktuasi TD c.monitor jumlah dan irama

 jantung

d. monit

or bunyi jantung e.monitor TD pada saat

klien berbarning, duduk,  berdiri

 NIC II: Status neurologia a.monitor tingkat kesadran

b. monit

or tingkat orientasi c.monitor status TTV

d. monit

or GCS

DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi

Tujuan: NOC NIC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien

Knowledge : diease proses a. Keluarga menyatakan

 pemahaman tentang  penyakit kondisi

 prognosis dan program  pengobatan

 b. Keluarga mampu

Teaching : diease process a.Berikan penilaian tentang

 penyakit pengetahuan  pasien tentang proses  penyakit yang spesifik 

b. Jelas

(16)

melaksanakan prosedur  yang dijelaskan secara  benar 

c. Keluarga mampu

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya Indicator skala : 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan

 penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat c.Gambarkan tanda dan

gejala yang biasa muncul  pada penyakit, dengan

cara yang tepat

d. Identi

fikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

EVALUASI

Dx Kriteria

hasil

Keterangan skala

1 a. Pengetahuan tentang resiko

b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko

c. Monitor kemasan personal

d. Kembangkan strategi efektif    pengendalian resiko

e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko

1 = tidak adekuat 2 = sedikit adekuat

3 = kadang-kadan adekuat 4 = adekuat

5 = sangat adekuat

2 a. Suhu tubuh dalam rentang

normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing

1. : ekstrem 2 : berat 3 : sedang 4 : ringan

(17)

3 a. TD sistolik dbn b. TD diastole dbn

c. Kekuatan nadi dbn

d. Tekanan vena sentral dbn e. Rata- rata TD dbn 1 = Ekstrem 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan 5 = tidak terganggu 4 a. Keluarga menyatakan

  pemahaman tentang penyakit kondisi  prognosis dan program pengobatan

b. Keluarga mampu melaksanakan  prosedur yang dijelaskan secara benar 

c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya 1. Tidak pernah dilakukan 2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan

(18)

DAFTAR PUSTAKA

1. Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik . Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.

3. Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC

4. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru 5. ………, ( 2003 ). Kejang Pada Anak . www. Pediatrik.com/knal.php

Referensi

Dokumen terkait

Rekurensi dapat terjadi pada pasien-pa- sien dengan awitan dini KD sebelum usia 15 bulan, kejang terjadi pada peningkatan suhu badan yang rendah, interval yang pendek (ku- rang dari

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak mengalai demam tanpa infeksi sisitem saraf pusat yang terjadi pada suhu lebih dari 38 0 C. Kejang demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 ˚C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yaitu ≥ 38,8°C

(1) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (lebih dari 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstra kranial (Ngastiyah,2010)..

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan gangguan neurologis yang terjadi pada anak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh seperti suhu rektal di atas 38 °C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.