12
Kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen Parmelia sp. dan
Graphis sp. pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara
Mursina Hadiyati
1, Tri Rima Setyawati
1, Mukarlina
1Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak Email korespondensi: inax_ipin27@yahoo.com
Abstrak
Penelitian mengenai kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen Parmelia dan Graphis pada pohon peneduh jalan di Kecamatan Pontianak Utara Kalimantan Barat telah dilakukan dari bulan September 2011 sampai Nopember 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan sulfur dan klorofil pada
thallus lichen Parmelia dan Graphis yang terdapat pada pohon peneduh jalan dengan tingkat kepadatan
lalu-lintas yang berbeda. Pengambilan sampel ditentukan secara stratified cluster sampling berdasarkan tingkat kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor dan jenis lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp.). Parmelia memiliki luas penutupan tertinggi pada pohon peneduh di jalan padat lalu-lintas (0,47 cm2) dan Graphis memiliki luas penutupan tertinggi pada pohon peneduh di jalan sepi lalu-lintas (0,28 cm2). Parmelia memiliki kandungan sulfur tertinggi pada pohon peneduh di jalan padat lalu-lintas (4,70 ppm) dengan kandungan klorofil tertinggi di jalan sepi lintas (5,95 mg/g) dan Graphis memiliki kandungan sulfur tertinggi di jalan padat lalu-lintas (10,50 ppm) dengan kandungan klorofil tertinggi di jalan sepi lalu-lalu-lintas (0,71 mg/g). Kandungan sulfur pada lichen berbanding terbalik dengan kandungan klorofilnya.
Kata kunci : kandungan sulfur, klorofil, lichen, Parmelia sp., Graphis sp.
PENDAHULUAN
Kecamatan Pontianak Utara merupakan salah satu kecamatan yang menjadi pusat kegiatan industri dan perdagangan di Kota Pontianak. Kegiatan- kegiatan tersebut dapat berdampak pada meningkatnya aktivitas manusia, termasuk meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan menyebabkan peningkatan penggunaan bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor ini menghasilkan berbagai macam senyawa gas emisi, termasuk sulfur dioksida (SO2). Jumlah emisi unsur sulfur di udara
yang semakin besar jumlahnya dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan berupa pencemaran udara.
Pemantauan kualitas lingkungan merupakan bagian dari upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Pemantauan pencemaran udara dapat menggunakan lichen sebagai indikator. Menurut Kovac (1992), keberadaan lichen dalam suatu lingkungan dapat digunakan sebagai indikator
terhadap berbagai polutan di udara diantaranya SO2. Keberadaan SO2 dapat merusak klorofil
tumbuhan maupun lichen yang berada di dekat sumber pencemar (Kozlowski, 1991).
Thallus lichen tidak memiliki kutikula sehingga
mendukung lichen dalam menyerap semua unsur senyawa di udara termasuk SO2 yang akan
diakumulasikan dalam thallus-nya. Kemampuan tersebut yang menjadi dasar penggunaan lichen untuk pemantauan pencemaran udara.
Jenis-jenis lichen yang bersifat toleran maupun sensitif dapat digunakan sebagai bioindikator untuk mendeteksi kadar bahan tercemar terutama yang terdapat di udara (Nursal, dkk, 2005). Jenis lichen yang sensitif terhadap pencemaran udara adalah Graphis sp. dan jenis yang toleran adalah
Parmelia sp.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen
Parmelia sp. dan Graphis sp. serta luas penutupan
lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada pohon peneduh di jalan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang berbeda.
13 BAHAN DAN METODE
Lokasi sampling ditentukan dengan metode
stratified cluster sampling yang ditentukan
berdasarkan tingkat kesibukan lalu lintas kendaraan bermotor dan jenis lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp.) (Nursal, dkk, 2005) (Gambar 1).
Pengambilan sampel lichen dilakukan pada pohon peneduh di tiga jalur hijau yang meliputi Jalan Khatulistiwa (kategori kendaraan ramai), Jalan Budi Utomo (kategori kendaraan sedang), dan Jalan Selat Panjang (kategori kendaraan sepi).
Keterangan : = Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel lichen di setiap lokasi dilakukan sebanyak tiga ulangan yaitu ujung-tengah-ujung jalan dengan setiap ulangan terdiri dari lima pohon yang ditentukan sesuai dengan ditemukannya lichen. Luas penutupan lichen
dilakukan pada bagian batang setinggi ±130 cm dari permukaan tanah dan menghadap jalan raya, dengan menggunakan bingkai kuadran plastik transparan berukuran 20x20 cm (Nursal, dkk, 2005 dan Ryan, 1990). Luas penutupan thallus
14 lichen pada bingkai ditandai dengan spidol warna
merah untuk Graphis sp. dan biru untuk Parmelia sp.
Sampel lichen diambil sebanyak enam gram dengan cara dikerik dari permukaan kulit batang. Sampel lichen yang diperoleh tersebut dikompositkan pada setiap ulangan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu disimpan dalam ice box, untuk selanjutnya diukur kandungan sulfur dan klorofil thallus lichen (Nursal, dkk, 2005). Pengukuran kandungan klorofil sampel lichen menggunakan metode spektrofotometri yang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura. Pengukuran kandungan senyawa sulfur dioksida (SO2) menggunakan
metode pararosaniline-spektrofotometri dan senyawa sulfur pada thallus lichen menggunakan metode gravimetri yang dilakukan di Laboratorium PT. Sucofindo Pontianak.
Faktor fisika-kimia lingkungan yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, kecepatan angin, dan kecepatan kendaraan yang dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel lichen.
Perbedaan luas penutupan thallus lichen (Parmelia sp. dan Graphis sp.) yang terdapat pada tiga lokasi penelitian diuji dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf signifikasi 0,05. Selanjutnya, hasil analisis yang menunjukkan adanya perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikasi α 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Luas Penutupan Lichen Parmelia dan Graphis
Luas penutupan, kandungan sulfur, klorofil pada lichen Parmelia dan Graphis, serta kandungan SO2
di udara ambient dipengaruhi oleh kepadatan lalu-lintas (Tabel 1).
Luas penutupan lichen Parmelia lebih besar pada pohon peneduh di Jalan Khatulistiwa dibandingkan di Jalan Selat panjang. Sebaliknya luas penutupan lichen Graphis sp. lebih besar di Jalan Selat Panjang dibandingkan di Jalan Khatulistiwa (Tabel 1 dan Gambar 2).
Berdasarkan hasil ANOVA, diperoleh nilai yang berbeda nyata antara tingkat kepadatan lalu-lintas dengan luas penutupan Parmelia sp., sedangkan tingkat kepadatan lalu lintas dengan luas penutupan Graphis sp. tidak berbeda nyata.
Tingkat kepadatan lalu-lintas yang berbeda pada lokasi penelitian mempengaruhi luas penutupan
Parmelia sp. Berdasarkan hasil uji Anava dan
Duncan, luas penutupan Parmelia sp pada pohon peneduh di jalan padat kendaraan berbeda nyata dengan luas penutupan Parmelia sp pada jalan sepi dan sedang kendaraan. Parmelia sp memiliki luas penutupan tertinggi (0,47 cm2) di jalan padat kendaraan.
Tabel 1 Tingkat Kepadatan Lalu-lintas, Luas Penutupan Lichen, Kandungan Sulfur dan Klorofil pada
Parmelia sp. dan Graphis sp., serta Kandungan
SO2 Udara Ambient pada Lokasi Penelitian
Parameter Kategori Padat Sedang Sepi
Jumlah kendaraan (buah)
Motor 26.745 6.460 5.649
Mobil 5.459 1.419 549
Luas penutupan lichen (cm2)
Parmelia 0,47 0,32 0,23 Graphis 0,07 0,13 0,28 Kandungan sulfur (ppm) Parmelia 4,70 3,70 1,60 Graphis 10,50 1,50 1,40 Kandungan klorofil (mg/g) Parmelia 1,22 2,98 5,95 Graphis 0,37 0,57 0,71 SO2 udara ambient (µg/Nm3) 89,87 78,97 100,81
Gambar 2 Luas Penutupan Lichen (Parmelia sp. dan
Graphis sp) pada Tingkat Kepadatan Lalu
Lintas Berbeda 0,47 0,32 0,23 0,07 0,13 0,28 0 0.2 0.4 0.6
Padat Sedang Sepi
Lu as P e n u tu p a n L ic h e n (c m 2 )
Tingkat Kepadatan Lalu-lintas
Luas Penutupan Lichen Parmelia sp Luas Penutupan Lichen Graphis sp
15
Kandungan Sulfur dan Klorofil pada Lichen Parmelia dan Graphis serta Kandungan SO2 di
Udara Ambient
Kandungan sulfur dan klorofil pada thallus lichen
Parmelia sp. dan Graphis sp. menunjukkan nilai
yang bervariasi pada tingkat kepadatan lalu-lintas
berbeda. Kandungan sulfur pada kedua genera berbanding lurus dengan kepadatan lalu-lintas (Gambar 3A), sedangkan kandungan sulfur pada
thallus lichen berbanding terbalik dengan kandungan klorofilnya (Gambar 3B).
Gambar 3 Kandungan Sulfur dan SO2 Udara Ambient Lichen Parmelia sp dan Graphis sp (A) serta Kandungan Klorofil dan SO2 Udara Ambient Lichen Parmelia sp dan Graphis sp (B)
Faktor Fisika Kimia Lingkungan
Parameter yang mempengaruhi keberadaan lichen di suatu kawasan dan diuji dalam penelitian ini adalah kecepatan angin, suhu, cahaya, kelembaban, kecepatan kendaraan, dan SO2 di udara ambient.
Hasil pengukuran terhadap beberapa parameter yang mempengaruhi keberadaan lichen di suatu kawasan terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai Rata-Rata Parameter Fisika Kimia Lingkungan Selama Penelitian. K: Jalan Khatulistiwa; BU: Budi Utomo; SP: Selat Panjang; KA: Kecepatan Angin; S: Suhu; IC: Intensitas Cahaya; K: Kelembaban; KK: Kecepatan Kendaraan; SO2: SO2 di udara; NAB:
Nilai Ambang Batas berdasarkan PP No. 41/1999
Parameter K BU SP Rerata NAB Fisika KA (m/s) 1,07 0,63 0,94 0,88 - S (0C) 35,08 30,53 34,82 33,48 - IC (lux) 1.329,83 1.202,03 1.284,19 1.272,02 - K (%) 50,85 61,80 61,59 58,08 - KK (det) 188,67 176 165,83 58,08 - Kimia SO2 (µgr/Nm3) 89,87 78,97 100,81 176,83 365
Lokasi dengan kendaraan bermotor yang padat memiliki kecepatan angin, suhu, cahaya, kecepatan kendaraan lebih tinggi dibandingkan lokasi sepi kendaraan bermotor, sedangkan kelembaban udara lebih rendah di jalan padat kendaraan bermotor. Pembahasan
Luas penutupan Parmelia pada pohon peneduh di jalan yang sepi kendaraan lebih rendah (0,23 cm2) dibandingkan Graphis (0,28 cm2). Kondisi ini disebabkan Parmelia kalah bersaing dengan
Graphis yang memiliki struktur morfologi berupa crustose. Lichen berupa crustose melekat lebih
kuat pada substrat sehingga dapat menghalangi
Parmelia untuk tumbuh.
Salvatore (1999), menyatakan bahwa lichen dengan morfologi berbentuk crustose (berbentuk datar seperti kerak), memiliki perlekatan yang sangat kuat dengan substrat. Sebaliknya Parmelia merupakan lichen dengan thallus berbentuk foliose (berbentuk seperti daun) memiliki perlekatan yang lemah dengan substrat, sehingga mudah terlepas dari substratnya. B 4.7 10.5 3.7 1.5 1.6 1.4 89,87 78,97 100,81 0 20 40 60 80 100 120
Padat Sedang Sepi
Ka n d u n ga n s u lf u r (p p m )
Tingkat Kepadatan Lalu-lintas Sulfur Parmelia Sulfur Graphis SO2
1.22 0.37 2.98 0.57 5.95 0.71 89,87 78,97 100,81 0 20 40 60 80 100 120
Padat Sedang Sepi
Ka n d u n ga n Kl o ro fi l ( m g/ g)
Tingkat Kepadatan Lalu-lintas
Klorofil Parmelia Klorofil Graphis SO2 A
16
Parmelia tergolong dalam lichen yang toleran
terhadap bahan pencemar udara. Parmelia
memiliki struktur morfologi yang mendukung untuk dapat bertahan hidup pada kondisi dengan tingkat polutan yang tinggi dibandingkan dengan lichen yang lain. Menurut Kansri (2003), struktur
Parmelia terdiri dari korteks atas, daerah alga,
medulla, dan korteks bawah berupa rhizines.
Rhizines berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan bagi lichen, sehingga lichen Parmelia dapat tumbuh dengan baik walaupun berada pada lingkungan yang tercemar.
Graphis memiliki struktur morfologi yang sedikit
berbeda dibandingkan Parmelia. Struktur morfologi Graphis terdiri dari korteks atas, daerah alga dan medulla, tidak memiliki rhizines sehingga pertumbuhannya lambat walaupun pada lingkungan yang kurang tercemar.
Luas penutupan Graphis yang paling sedikit pada jalan padat kendaraan disebabkan adanya kandungan sulfur pada Graphis yang dapat mengurangi kemampuan regenerasi lichen. Kandungan sulfur akan mengurangi kandungan klorofil lichen. Leisher, dkk (2003) menyatakan bahwa lichen bertipe crustose lebih rentan terhadap polutan udara sehingga menyebabkan kemampuan regenerasi lichen terbatas sebagai akibat menurunnya kandungan klorofil (Ray, 1972). Semakin padat kendaraan pada suatu lokasi maka akan semakin banyak SO2 yang diserap oleh
thallus lichen. Menurut Nurhidayah,dkk (2001), semakin banyak kandungan SO2 maka kandungan
klorofil pada tumbuhan akan mengalami penurunan. Kandungan SO2 di udara
mempengaruhi kandungan sulfur pada lichen. Meningkatnya kandungan sulfur pada lichen diikuti dengan penurunan kandungan klorofilnya. Perbedaan kandungan sulfur pada lichen Parmelia dan Graphis disebabkan kedua jenis lichen tersebut memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap pencemaran SO2. Parmelia merupakan lichen yang
toleran terhadap pencemaran SO2 sehingga dapat
lebih bertahan dengan tingginya kandungan sulfur pada thallusnya. Graphis sebagai lichen yang sensitif menyebabkan lichen jenis ini tidak dapat bertahan hidup apabila kandungan sulfur tinggi pada thallusnya. Menurut Nursal (2005), beberapa jenis lichen bersifat sensitif terhadap polutan di udara termasuk sulfur sehingga jarang ditemukan pada daerah padat kendaraan. Jenis-jenis yang
lebih toleran dapat mengakumulasi polutan dalam jumlah tertentu sampai batas konsentrasi yang masih bisa ditolerir.
Sulfur dioksidadapat bereaksi dalam tubuh lichen menyebabkan thallus menjadi asam dan merusak klorofil menjadi phaeophytin, sehingga lichen tidak dapat melanjutkan proses fotosintesis. Menurut Connel dan Miller (1995), sulfur dapat bereaksi dengan air di dalam sel membentuk asam sulfit. Asam sulfit yang dihasilkan dapat mengubah klorofil menjadi phaeophytin, yakni suatu pigmen yang tidak aktif dalam fotosintesis.
Sancho dan Kappen (1989), menyatakan kecepatan angin yang lebih tinggi, dapat meningkatkan penyerapan SO2 secara difusi oleh thallus lichen,
yang dibuktikan dengan rendahnya kandungan SO2
di udara dan tingginya kandungan sulfur pada
thallus lichen.
Kandungan SO2 di udara ambient Jalan
Khatulistiwa lebih rendah dibandingkan pada Jalan Selat Panjang. Hal ini disebabkan pada Jalan Khatulistiwa memiliki jalur hijau yang lebih banyak dibandingkan Jalan Selat Panjang. Banyaknya tumbuhan pada jalur hijau tersebut, dapat mengakumulasi SO2 yang ada di udara
ambient.
Udara di Jalan Selat Panjang memiliki kandungan SO2 relatif lebih tinggi dibandingkan udara di Jalan
Khatulistiwa dan Jalan Budi Utomo (Tabel 2), lokasi tersebut memiliki jalur hijau yang lebih sedikit dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Sedikitnya jalur hijau menyebabkan kurangnya tumbuhan yang membantu menyerap SO2 yang ada
di udara ambient, sehingga kandungan senyawa SO2 menjadi lebih tinggi pada lokasi tersebut.
Menurut Zoer’aini (2004), tumbuhan pada jalur hijau mampu mengabsorbsi senyawa SO2 sehingga
kandungan senyawa SO2 dalam udara ambient
akan berkurang. Namun demikian, kemampuan tanaman dalam menyerap gas tersebut akan semakin berkurang dengan peningkatan konsentrasi SO2 di udara.
Kandungan SO2 di udara ambient memiliki
pengaruh yang besar terhadap kandungan sulfur pada lichen. Pada penelitian ini, kondisi udara pada lokasi penelitian masih berada di bawah nilai ambang batas maksimum (176,83 µg/Nm3). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
17 Nomor 41 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Udara
Ambient Nasional, nilai ambang batas maksimum SO2 ambient adalah 365 µg/Nm
3
.
Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan lichen. Suhu udara di lokasi penelitian berkisar antara 30,53 0C -35,08 0C masih mampu mendukung kehidupan lichen. Menurut Gauslaa dan Solhaug (1998), suhu optimal bagi pertumbuhan lichen adalah < 40 oC. Suhu udara 45 oC dapat merusak klorofil pada lichen, sehingga aktivitas fotosintesis dapat terganggu. Suhu udara juga akan mempengaruhi aktifitas lichen dalam menyerap SO2 di udara. Dinyatakan oleh Nursal
dkk (2005) bahwa suhu yang tinggi dapat meningkatkan efektifitas penyerapan polutan oleh tumbuhan dan lichen.
Intensitas cahaya pada lokasi penelitian masih mendukung kehidupan lichen (Tabel 2). Menurut Ray (1972), nilai intensitas cahaya terendah yang diperlukan lichen untuk berfotosintesis secara efektif adalah 1025 lux.
Kelembaban udara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penyerapan lichen tehadap air, nutrien, dan bahan-bahan pencemar yang ada di udara. Kelembaban udara pada lokasi penelitian berkisar antara 50,85%-61,80% masih mendukung kehidupan lichen. Menurut Sunberg, dkk, (1996), lichen dapat tumbuh dan berfotosintesis pada kondisi habitat yang sangat lembab (85%). Kelembaban di atas 85% dapat mengurangi efektifitas fotosintesis lichen sebesar 35-40%. Semakin padat kendaraan bermotor pada suatu lokasi, maka kecepatan kendaraan semakin lambat, sehingga polutan (SO2) akan semakin lama
terpapar pada lokasi tersebut. Menurut Jinca, dkk (2009), kepadatan jalan yang tinggi menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas dan terjadi polutan (SO2) yang tinggi pada lokasi tersebut (kenaikan
emisi gas buang).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kandungan sulfur thallus lichen yang terdapat pada pohon peneduh di jalur hijau Kecamatan Pontianak Utara untuk Parmelia berkisar antara 1,60 ppm- 4,70 ppm, sedangkan
Graphis berkisar antara 1,40 ppm- 10,50 ppm.
Kandungan klorofil thallus lichen Parmelia berkisar antara 1,22 mg/g- 5,95 mg/g, sedangkan
Graphis berkisar antara 0,37 mg/g- 0,71 mg/g.
Kandungan sulfur berbanding lurus dengan
kepadatan lalu-lintas dan berbanding terbalik dengan kandungan klorofil pada thallus lichen
Parmelia dan Graphis. Lichen Parmelia memiliki
luas penutupan tertinggi pada pohon peneduh di jalan padat lalu-lintas (0,47 cm2) dan Graphis memiliki kepadatan tertinggi pada lokasi yang sepi lalu-lintas (0,28 cm2).
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Irwan Lovadi M.App.Sc dan Yudhi S.Si yang telah membantu dalam analisis data. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Harvino Anandri SH, Irma Erpina S.Si, Wendi Sudrajat, Ervin Septiani, Andriansyah, Warsi Kurnia Rahayu S.Si yang telah membantu dalam pengambilan sampel lichen untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Connel, D.W. dan Miller, G. J ., l995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, UI Press, Jakarta. Gauslaa, Y. dan Solhaug, K.A., 1998, Hight-light Damage in Air-dry Thalli of Old Forest Lichen
Lobaria pulmonaria: Interaction of Irradiance,
Exposure Duration and High Temperature, J
Exprmt. Bot 5 (334): 697-705.
Jinca, M.Y.; Hariyati dan Makhyani, F., 2009, Pencemaran Udara Karbon Monoksida dan Nitrogen Oksida Akibat Kendaraan Bermotor pada Luas Jalan Padat Lalu Lintas di Kota Makasar, Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Kansri, B., 2003, Acid Deposition Monitoring and Assessment Third Country Training: Using Lichen as Bioindicator of Air Pollution, Department of Biology Ramkhamhaeng University, Thailand.
Kozlowski, T.T., 1991, The Physiological Ecology of Woody Plants, Academic Press Inc., San Diego Kovacs, M., 1992, Biological Indicators in Environmental Protection, Ellis Horwood, New York.
Leisher, D. R.; Derr C. C. dan Geisser, L.H., 2003, Natural History and Management Considerations for Northwest Forest Plan Survey and Manage Lichens, USDA Forest Service Pasific Northwest Region, Portland. Nurhidayah, Anggarwulan, E. dan Solichatun, 2001,
Kandungan Klorofil pada Daun Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di Sekitar Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng,
18 Nursal, Firdaus dan Basori, 2005, Akumulasi Timbal
(Pb) pada Talus Lichenes di Kota Pekanbaru,
Biogenesis 1(2):47-50, Pekan baru.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Udara Ambient Nasional.
Ray, E.S., 1972, Photosynthetic Response with Respect to Light in Three Strains of Lichen Algae, The
Ohio Jrnl. Sci., 72(2): 114-117.
Ryan, B.D., 1990, Lichen and Air Quality in The Emigrant Wilderness: a Baseline Study, Department of Botany Aryzona State University, Arizona.
Salvatore, S., 1999, An Introduction to Lichen, Herbarium Intern, New York.
Sancho, L.G. dan Kappen, L., 1989, Photosynthesis and Water Relations and The Role of Anatomy in
Umbilicariaceae (Lichenes) from Central
Spain, Oecologia 81: 473-480
Sundberg, B.; Palmvqist K.; Essen P.A. dan Renhorn K.E., 1996, Growth and Vitality of Epiphytic Lichens : Modelling of carbon gain using field and laboratory data, J Oecologia, 2(109): 10-18.
Treshow, M., 1989, Plant Stess From Air Pollution, John Wiley dan Sons Ltd. Britain Inggris. Zoer’aini, D.I., 2004, Tantangan Lingkungan Landskap