MODUL
AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH
Oleh :
YULIA, S.E, M.M NIP. 200809937
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI FAKULTAS TEKNIK DAN INFORMATIKA
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Waa Ta'ala yang telah memberikan kemampuan untuk Penulis, sehingga dapat menyusun modul akuntansi keuangan menengah, sebagai lanjutan dari pengantar akuntansi. Modul ini muncul adanya kebutuhan yang harus ada dengan acuan garis – garis Besar Program Belajar (GBPB) yang mengikuti perkembangan dilapangan, sehingga Modul ini akan tetap up to date. Isi Inti Pokok pada modul ini adalah agar mahasiswa/mahasiswi, pelajar maupun pengusaha dan siapapun yang berminat dapat mudah memahami dan menguasai permasalahan bisnis yang sangat komplek.
Penulis merasa bahwa penyusunan modul akuntansi keuangan menengah sangat dibutuhkan sekali bagi para mahasiswa/ mahasiswi atau pihak lain yang ingin mempelajari Akuntansi Keuangan Menengah yang mudah dipelajari. Oleh karena itu, penyusun berharap Modul ini bermanfaat bagi lembaga pendidikan dan mahaiswa/mahasiswi serta pihak lain yang mempelajarinya.
Penulis sangat sadar bahwa semua insan pasti mempunyai kelemahan-kelemahan oleh karena itu penyusun menyadari dalam penyusunan modul ini masih ada kekurangan- kekurangan baik dalam pemadatan materi maupun bahasa serta kelengkapan kasus, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan sumbang saran dari rekan-rekan yang membaca modul ini untuk dapat menjadi modul yang lebih lengkap dan lebih baik. Besar harapan modul Akuntansi Keuangan Menengah ini dapat dijadikan modul pegangan para pembaca, sehingga dipakai oleh masyarakat luas.
Pontianak, April 2021
Yulia, S.E., M.M.
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Bab I Laporan Keuangan dan Kas ... 1
Bab II Rekonsiliasi Bank ...17
Bab III Akuntansi Piutang ...24
Bab IV Akuntansi Persediaan ...32
Bab V Aktiva Tetap ...38
Bab VI Akuntansi Hutang ...45
BAB I
LAPORAN KEUANGAN DAN KAS Defenisi Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan yang bersumber dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama setahun atau tahun berjalan.
Laporan keuangan ini disajikan oleh Manager yang akan digunakan sebagai dasar penilai atas kenerja perusahaan tersebut dan juga dapat digunakan untuk pihak Ekstern.
Komponen laporan keuangan:
1. Laporan Laba Rugi (Income Statement)
2. Perubahan Modal (Retained Earning Statement) 3. Neraca (Balance sheet statement)
4. Laporan Arus Kas (Cash Flowof statement) 5. Catatan atas laporan keuangan (Financial of Notes) Pembahasan:
Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Merupakan laporan yang menunjukkan posisi pendapatan dan beban yang mana selisih yang terjadi akan diakui sebagai laba atau rugi.
Komponen laba rugi:
- Pendapatan (Revenue) - Biaya-biaya (Expense) - Laba (Gain)
- Rugi (Loss)
Bentuk-bentuk penyajian laporan laba rugi:
Bentuk Single Step (Satu Tahap)
Dalam bentuk ini penyusunan atau pengelompokan laporan laba rugi tidak mengelompokan penyajian komponen pendapatan atau biaya baik kegiatan operasi (Ordinary) maupun di luar operasi (Sub Ordinary).
Contoh:
PT. “Setia Indah”
Laporan laba rugi Untuk tahun yang berakhir 200X
Penjualan xxx
Pendapatan sewa xxx
Pendapatan deviden xxx +
Total pendapatan xxx
Dikurangi:
Harga Pokok penjualan xxx
Biaya penjualan xxx
Biaya administrasi dan umum xxx
Biaya bunga xxx
Biaya pajak xxx +
Total beban xxx +
Laba atau Rugi XXX
Contoh: -1
PT. “Dosroha” menyajikan data keuanagn selama tahun 2007, dengan data sebagai berikut:
Pendapatan dari penjualan 50.000.000
Biaya iklan 5.000.000
Biaya administrasi 200.000
Pendapatan sewa 1.000.000
Gaji pegawai 10.000.000
Biaya sewa 250.000
Biaya pajak 5.000.000
Pendapatan deviden 500.000
Biaya bunga 200.000
Diminta:
Susunlah laporan laba rugi berdasarkan bentuk single step
Penyelesaian:
PT. “Dosroha”
Laporan laba rugi
Untuk tahun yang berakhir 2007
Pendapatan penjualan 50.000.000
Pendapatan sewa 1.000.000
Pendapatan deviden 500.000
Total pendapatan 51.500.000
Biaya-biaya usaha:
Biaya iklan 5.000.000
Biaya administrasi 200.000
Biaya sewa 250.000
Gjai pegawai 10.000.000
Biaya pajak 5.000.000
Biaya bunga 200.000
Total biaya 20.650.000
Laba usaha 30.850.000
Bentuk Multiple step (Banyak tahap)
Dalam bentuk ini penyajian laporan dilakukan berdasarkan pengelompokan terhadap pendapatan dan beban yang disusun secara berurut sehingga dapat dihitung mana laba-rugi kotor dan laba rugi bersih sebelum pajak dan sesudah pajak dan komponen/elemen luar biasa.
Contoh:
PT. “Setia Indah”
Laporan laba rugi Untuk tahun yang berakhir 200X
Penjualan xxx
Potongan penjualan (xxx)
Retur Penjualan (xxx)
Total penjualan bersih xxx
Harga pokok penjualan (HPP):
Persediaan awal xxx
Pembelian xxx
Potongan pembelian (xxx)
Retur pembelian (xxx)
Biaya angkut pembelian xxx
Total pembelian xxx
Barang tersedia untuk dijual
xxx
Persediaan akhir (xxx)
Harga pokok penjualan (xxx)
Laba kotor xxx
Biaya-biaya (usaha/operasi):
Biaya penjualan:
Gaji bagian penjualan xxx
Biaya iklan xxx
Depresiasi peralatan penjualan xxx
Biaya lain-lain penjualan xxx
Total biaya bagian penjualanq
xxx
Biaya administrasi dan umum:
Gaji bagian kantor xxx
Biaya perjalanan dinas kantor xxx
Biaya administrasi xxx
Depresiasi peralatan kantor xxx Biaya lain-lain administrasi xxx
xxx Total biaya administrasi dan umum
Total biaya usaha/operasi (xxx)
Laba usaha sebelum pajak xxx
Biaya pajak pendapatan (xxx)
Laba bersih usaha xxx
Contoh:
PT. “Dosroha” menyajikan data keuanagn selama tahun 2007, dengan data sebagai berikut:
Persediaan awal 20.000.000 Pendapatan deviden 4.000.000 Penjualan kotor 400.000.000 B. Administrasi umum 2.250.000
B. angkut penjualan 7.500.000 B. Angkut pembelian 5.000.000
Persediaan akhir 35.000.000 Gaji bag. Penjualan 17.500.000 Depresiasi perlt kantor 1.250.000 Retur penjualan 30.000.000
Beban iklan 4.500.000 Beban sewa 10.500.000
Potongan pembelian 20.000.000 Potongan penjualan 10.000.000 B. perjlnan dinas bag. Penj 10.000.000 Retur pembelian 10.000.000
Beban asuransi Ktr 1.750.000 Gaji bag. Kantor 15.250.000 Beban bunga 4.500.000 Depresiasi perlt. Bag. Penj 1.000.000
Beban pajak 800.000 Pembelian 250.000.000
Diminta:
Susunlah laporan laba rugi berdasarkan bentuk Multiple step Penyelesaian:
PT. “Dosroha”
Laporan laba rugi Untuk tahun yang berakhir 2007
Penjualan 400.000.000
Potongan penjualan (10.000.000)
Retur penjualan (30.000.000)
Penjualan bersih 360.000.000
HPP:
Persediaan awal 20.000.000
Pembelian 250.000.000
B. angkut pembelian 5.000.000 Potongan pembelian (20.000.000) Retur pembelian (10.000.000)
Total pembelian 225.000.000
Barang tersedia untuk dijual 245.000.000
Persediaan akhir (35.000.000)
HPP (210.000.000)
Laba kotor 150.000.000
Biaya biaya usaha:
Biaya bagian penjualan:
Biaya angkut penjualan 7.500.000
Biaya iklan 4.500.000
Biaya perjalanan dinas bag. Penjl 10.000.000
Gaji bag. penjualan 17.500.000
Depreseasi peralatan bag. Penjualan 1.000.000
Total biaya bag. Penjualan 40.500.000
Biaya bag. Administrasi:
Biaya asuransi bag. Kantor 1.750.000 Beban administrasi dan umum 2.250.000
Gaji bag. Kantor 15.250.000
Depresiasi peralatan bag. Kantor 1.250.000
Total biaya bag. Kantor 20.500.000
Total biaya usaha (61.000.000)
Laba usaha sebelum pajak 89.000.000
Pendapatan dan biaya lain-lain (Luar operasi) Pendapatan lain-lain:
Pendapatan deviden 4.000.000
Beban bunga 4.500.000
Beban sewa 10.500.000
Total beban lain-lain (15.000.000)
Total laba sebelum pajak 78.000.000
Beban pajak (800.000)
Laba bersih setelah pajak 77.200.000
Ada dua Pendekatan dalam penyusunan laporan laba rugi untuk kedua bentuk (Single dan multiple step) apabila terjadi keadaan yang tidak diinginkan (bencana alam) atau yang tidak di duga- duga (Ekstra Ordinary) dan akan disajikan setelah laba bersih setelah pajak.
Ciri-ciri komponen Ekstraordinary:
Jarang terjadi
Tidak disangka-sangka Tidak diinginkan
Nilai kerugian relatig besar.
Pendekatan ALL INCLUSIVE
Pendekatan ini akan menunjukkan komponen Ekstraordinary tersebut pada laporan laba rugi, sedangkan pada perubahan modal tidak berpengaruh.
Pendekatan CURRENT OPERATING PERFORMANCE
Pendekatan ini tidak menunjukkan konponen ekstra ordinary tersebut tetapi akan disajikan nantinya pada laporan perubahan modal.
Contoh: -1
Dari contoh diatas:
Diketahui laba bersih sebelum pos luar biasa sebesar Rp. 77.200.000
Kemudian adanya laba saat pengambilalihan asset (Bangunan) milik partner asing Rp. 5.000.000
Kerugian akibat bencana alam Rp. 50.000.000
Diminta:
Sajikanlah laporan laba rugi berdasarkan All inclusive dan current operating performance Penyelesaian:
PT. “Dosroha”
Laporan laba rugi
Untuk tahun yang berakhir 2007
All Inclusive COP
Laba sebelum pajak dan sebelum pos luar biasa 78.000.000 78.000.000 Pos luar biasa:
Laba pengambilalihan bangunan partner 5.000.000 -
Kerugian akibat bencana alam (50.000.000) -
Laba bersih sebelum pajak 33.000.000 78.000.000
Laba Ditahan:
Laba ditahan awal 10.000.000 10.000.000
Laba bersih 33.000.000 78.000.000
Total 43.000.000 88.000.000
Laba-rugi pos luar biasa:
Laba pengambilalihan bangunan partner 5.000.000
Kerugian akibat bencana alam (50.000.000)
Deviden yang dibagikan (2.000.000) (2.000.000)
Total laba ditahan akhir 41.000.000 41.000.000
Laporan Perubahan Modal (Retained Earning Statement) Contoh :
PT. “SWG”
Laporan Perubahan Modal Untuk tahun yang berakhir 2007
Laba ditahan awal xxx
Laba bersih xxx
Pembayaran deviden (xxx)
Laba ditahan akhir XXX
Neraca (Balance Sheet of Statement)
Neraca adalah Laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan pada periode tertentu. Keadaan keuangan tersebut akan ditunjukkan dengan membandingkan aktiva dengan pasiva (kewajiban dan modal). Dengan kata lain seberapa besar kemampuan passiva dalam memenuhi kebutuhan aktiva. Elemen atau komponen laporan neraca pada umumnya dikelompokkan berdasarkan tingkat kelancaran dan ketidaklancaran
.
Elemen laporan Neraca:
a. Aktiva
Aktiva Lancar:
Kas
Surat berharga Piutang Persediaan
Biaya-biaya dibayar dimuka Perlengkapan
Investasi Jangka panjang : Aktiva tetap berwujud:
Peralatan Bangunan Tanah
Aktiva Tak berwujud:
Paten Goodwill Franches Hak Cipta
b. Kewajiban:
Kewajiban Lancar:
Utang dagang Utang wesel Utang gaji Utang pajak Utang beban Utang deviden Kewajiban Jangka Panjang:
Utang obligasi Utang hipotik
Utang wesel jangka panjang c. Modal:
Modal saham Agio/disagio saham Laba ditahan
Ada dua bentuk Penyusunan Laporan Neraca:
Neraca bentuk rekening T Neraca bentuk Laporan
Contoh:-1
Neraca bentuk T PT. “SWG”
Laporan Neraca
Per 31 Desember 2007
AKTIVA PASSIVA
Aktiva Lancar: Utang:
Kas xxx Utang lancar:
Surat berharga xxx Utang dagang xxx
Piutang dagang xxx Utang wesel xxx
Piutang wesel xxx Uang PPh xxx
Cad. Kerugian Piutang (xxx) Utang gaji xxx
Biaya dibyr dimuka xxx sewa diterima dimuka xxx
Perlengkapan xxx Total utang lancar
xxx
Persediaan xxx
Total Aktiva lancar
xxx Utang jangka panjang
Utang Obligasi xxx
Investasi jangka panjang xxx Utang wesel jangka panjang xxx
Total kewajiban jangka panjg
xxx
Total Kewajiban xxx
Modal:
Aktiva Tetap berwujud: Modal saham xxx
Peralatan xxx Agio saham xxx
Bangunan xxx Total modal xxx
Ak. Penyusutan (xxx)
Tanah xxx Laba ditahan xxx
Total Aktiva berwujud xxx
Aktiva tetap tidak berwujud: Total Pasiva xxx
Paten xxx
Merek xxx
Total akt. tak berwujud
xxx
Total aktiva
XX
X
Contoh : -2
Neraca Bentuk Laporan
PT. “SWG”
Laporan Neraca Per 31 Desember 2007 AKTIVA
Aktiva Lancar:
Kas xxx
Surat berharga xxx
Piutang dagang xxx
Piutang wesel xxx
Cad. Kerugian Piutang (xxx)
Biaya dibyr dimuka xxx
Perlengkapan xxx
Persediaan xxx
Total Aktiva lancar xxx
Investasi jangka panjang xxx
Aktiva Tetap berwujud:
Peralatan xxx
Bangunan xxx
Ak. Penyusutan (xxx)
Tanah xxx
Total aktiva berwujud xxx
Paten xxx
Merek xxx
Total Aktiva tak berwujud xxx
Total aktiva XXX
Pasiva:
Utang:
Utang lancar:
Utang dagang xxx
Utang wesel xxx
Utang PPh xxx
Utang Gaji xxx
Sewa diterima dimuka xxx
Total utang lacar xxx
Utang jangka Panjang:
Hutang Obligasi xxx
Hutang wesel jangka panjang xxx
Total hutang jangka panjang xxx
Modal:
Modal setor xxx
Agio/disagio saham xxx
Laba ditahan xxx
Total modal xxx
Total Passiva XXX
Laporan Arus Kas (Cash Flow of Statement)
Laporan arus kas menunjukkan bagaimana perubahan aliran kas suatu perusahaan antara aliran masuk dengan aliran keluar.
Tujuan laporan arus kas adalah memberikan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas dari suatu perusahaan selama suatu periode tertentu.
Aktivitas aliran arus kas terdiri dari komponen:
1. aktivitas operasi = Aktiva jangka pendek, penjualan 2. aktivitas investasi = Aktiva jangka panjang
3. aktivitas pendanaan = Memenuhi seluruh dana 1. Aktivitas Operasi
Mencakup pengaruh atas kas dari transaksi yang masuk ke dalam penentuan laba bersih.
Aliran masuk:
Biaya penyusutan
Amortisasi aktiva tidak berwujud
Penurunan piutang, persediaan, biaya yang masih harus dibayar Kenaikan hutang dagang dan hutang yang masih harus dibayar Kenaikan hutang pajak dan pendapatan
Amortisasi diskonto atas obligasi
Kerugian penjualan investasi atas saham biasa Kerugian penjualan aktiva tetap
Kerugian selisih nilai kurs Aliran keluar:
Amortisasi premium atas obligasi Penurunan hutang pajak dan pendapatan Laba penjualan investasi atas saham Laba penjualan aktiva tetap
Kenaikan persediaan, piutang dan beban dibayar dimuka Penurunan hutang dagang dan hutang yang masih harus dibayar 2. Aktivitas Investasi
Mencakup pengadaan dan penerimaan utang serta perolehan dan disposisi investasi (baik hutang dan ekuitas) serta kekayaan, pabrik, dan peralatan.
Aliran masuk:
Penjualan aktiva tetap
Penjualan investasi jangka panjang Aliran keluar:
Pembelian aktiva tetap
Pembelian investasi jangka panjang 3. Aktivitas Pendanaan
Melibatkan pos-pos kewajiban dan ekuitas pemilik dan mencakup perolehan modal dari pemilik dan kompensasinya kepada pemilik dengan pengembalian atas dan dari investasi mereka serta pinjaman uang dari creditor dan pembayaran kembali hutang yang dipinjam.
Aliran masuk:
Penerbitan hutang obligasi Penerbitan saham biasa Aliran keluar:
Penebusan atau pembelian kembali hutang obligasi Penebusan atau pembelian kembali saham
Pembayaran deviden CATATAN
”Dalam penyusunan laporan arus kas laba ditahan tidak berpengaruh”
”Pada Metode Langsung biaya penyusutan akan dikeluarkan karena secara otomasi beroperasi atau tidak beroperasi perusahaan kalau penyusutan untuk aktiva tetap akan dibebankan. Alias dipakai atau tidak dipakai aktiva tersebut akan secara otomatis menyusut.
Namun pada metode tidak langsung akan ditunjukkan adanya beban penyusutan karena pada metode tersebut hanya melakukan penyesuaian saja”.
Metode-metode dalam penyusunan laporan arus kas:
A. metode langsung : aliran biaya dan pendapatan B. metode tidak langsung : melakukan penyesuaian
FORMAT PENYUSUNAN LAPORAN ARUS KAS Metode langsung
Aktivitas operasi xxx
Aliran masuk: penjualan-piutang Aliran keluar
Aktivitas investasi xxx
Aktivitas pendanaan xxx
Aliran kas (+/-) xxx
Saldo awal kas xxx
Saldo akhir xxx
Contoh :
PT. X menyajikan laporan neraca untuk 2 tahun yaitu 2005 dan 2006 dan juga menyajikan laporan laba rugi untuk tahun 2006. Dengan data sebagai berikut:
Keterangan 2005 2006 Perubahan
Kas 40.000 50.000 10.000
Piutang 50.000 60.000 10.000
Persediaan 80.000 60.000 20.000
Aktiva Tetap 70.000 100.000 30.000
Akumulasi penyusutan (10.000) (15.000) 5.000
Investasi Jangka 50.000 70.000 20.000
Panjang
280.000 325.000
Hutang Dagang 20.000 15.000 5.000
Hutang Biaya 30.000 35.000 5.000
Hutang Obligasi 90.000 70.000 20.000
Modal Saham 120.000 180.000 60.000
Laba Ditahan 20.000 25.000 5.000
280.000 325.000
Penjualan 100.000
HPP ( 35.000)
Laba kotor 65.000
Biaya operasi:
Biaya penjualan 15.000 Biaya adm. 25.000 Biaya penyusutan 5.000
Total biaya operasi (45.000)
Laba bersih sebelum pajak 20.000
INFORMASI
Selama tahun 2006 dilakukan pembayaran deviden sebesar 15.000 Diminta:
Susunlah laporan arus kas berdasarkan metode langsung Susunlah laporan arus kas berdasarkan metode tidak langsung Jawab:
METODE LANGSUNG
PT.X
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun Yang Berakhir 2006
Aktivitas Operasi:
-aliran masuk:
Penjualan – piutang
100.000 – 10.000 90.000
-Aliran keluar:
1. pembelian tunai (Pembayaran ke pada supplies)
HPP 35.000
Persediaan (20.000)
Pembelian 15.000
Hutang dagang 5.000
Pembelian tunai 20.000
2. biaya operasi:
Biaya penjualan 15.000
Biaya adm. 25.000
Total biaya
40.000
Hutang biaya (5.000)
Total biaya operasi 35.000
Total aliran keluar (55.000)
Aliran kas act. Operasi (+)
35.000
Aktivitas Investasi:
Aktiva tetap (30.000)
Investasi j.panjang (20.000)
(50.000) Aliran kas act. Investasi (-)
Aktivitas Pendanaan:
Hutang obligasi (20.000)
Modal saham 60.000
Deviden dibayar (15.000)
25.000
Aliran kas act. Pendanaan (+)
Aliran arus kas bertambah (+) 10.000
Saldo kas awal 40.000
Saldo kas akhir 50.000
METODE TIDAK LANGSUNG
PT.X
Laporan Arus Kas
Aktivitas Operasi:
Untuk Tahun Yang Berakhir 2006
Laba bersih 20.000
Penyesuaian ~ neraca
Piutang ( 10.000)
Persediaan 20.000
Hutang dagang ( 5.000)
Hutang biaya 5.000
Biaya penyusutan 5.000
Aliran masuk kas 15.000
Aliran kas aktivitas Operasi (+) 35.000
Aktivitas Investasi:
Aktiva tetap (30.000)
Investasi jangka panjang (20.000)
Aliran kas aktivitas Investasi (-) (50.000)
Aktivitas Pendanaan:
Hutang obligasi (20.000)
Modal saham 60.000
Deviden (15.000)
25.000
Aliran kas aktivitas Pendanaan (+)
Aliran arus kas bertambah (+) 10.000
Saldo kas awal 40.000
Saldo kas akhir 50.000
Catatan:
Pada aktivitas Operasi yang diperhitungkan adalah aliran aktiva lancar dan utang lancar serta komponen dalam laporan laba rugi dan neraca
Pada aktivitas Investasi yang diperhitungkan adalah aktiva tetap dan investasi jangka panjang dalam neraca
Pada aktivitas Pendanaan yang diperhitungkan adalah penerimaan penerbitan saham dan utang jangka panjang dalam neraca
Catatan Atas Laporan Keuangan
Laporan ini akan menyajikan setiap komponen laporan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan diatas dengan kata lain setiap informasi yang dibutuhkan dalam mendukung laporan keuangan yang tidak disajikan pada laporan keuangan yang sebelumnya maka akan dimuat dalam catatan atas laporan keuangan. Contoh:
Jatuh tempo bunga Besarnya bunga per tahun
Metode penyusutan yang digunakan Umur ekonomis
Kebijakan akuntansi lainnya yang digunakan
BAB II
REKONSILIASI BANK A. Pengertian Kas
Kas adalah harta yang dapat digunakan untuk membayar kegiatan operasional perusahaan atau dapat digunakan untuk membayar kewajiban saat ini. Wujud dari kas dpat berupa uang kertas/logam, simpanan bank yang sewaktu-waktu dapat ditarik, dana kas kecil, cek, bilyet giro, dsb. Item yang tidak dapat dikatakan kas adalah cek mundur, cek yang tidak cukup dananya/not sufficient fund (NSF) check, saldo dana yang kegunaannya dibatasi, saldo rekening koran yang diblokir.
B. Rekonsiliasi Saldo Kas
Untuk pengendalian, kas dapat disimpan di bank dalam bentuk simpanan giro. Jika hal ini terjadi maka masing-masing fihak yaitu perusahaan (nasabah) dan bank akan melakukan pencatatan atas saldo dan perubahan dari saldo kas tersebut. Perusahaan melakukan pencatatan atas uang yang disimpan di bank di perkiraan (akun) cash atau cash in bank. Selanjutnya berdasarkan catatan bank, secara berkala bank biasanya mengirimkan laporan ke nasabah yang lazim disebut rekening koran (bank statement).
Dengan demikian dapat dilakukan perbandingan antara data menurut perusahaan dengan informasi yang dilaporkan bank.
Secara sederhana rekonsiliasi bank dapat diartikan sebagai proses penyesuaian informasi catatan kas menurut perusahaan dan menurut bank. Bank secara berkala mengirimkan statement berupa laporan rekening koran yang bersisi informasi tentang seluruh transaksi penyetoran maupun pengambilan oleh nasabah/ perusahaan selama periode tertentu serta dilengkapi dengan bukti chek untuk bukti pelengkap.
Melalui kedua bukti tersebut maka perusahaan akan dapat mengetahui apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan pencatatan yang mengakibatkan perbedaan catatan menurut bank dan perusahaan.
Mengapa perlu dilakukan rekonsiliasi bank?
Rekonsiliasi laporan bank perlu dilakukan untuk mengecek ketelitian pencatatan dalam rekening kas dan catatan bank, selain itu untuk mengetahui jumlah penerimaan ataupun pengeluaran yang belum tercatat oleh perusahaan. Jika terdapat perbedaan yang dihasilkan karena ada suatu transaksi yang belum tercatat bank maka catatan perusahaan dianggap benar, dan sebaliknya jika catatan karena perbedaan pos-pos lain maka perlu disesuaikan antara catatan perusahaan dan catatan menurut bank.
Mengapa bisa terjadi perbedaan pencatatan?
Ada beberapa faktor yang umumnya menyebabkan perbedaan catatan bank dan perusahaan diantaranya:
1. Deposit on transit (deposit/ setoran dalam perjalanan), faktor ini yang biasanya sering menjadi penyebab pada kasus ini.
Faktor ini terjadi karena setoran yang dikirimkan oleh perusahaan ke bank pada akhir bulan belum diterima oleh bank sampai pada bulan berikutnya. Sehingga perusahaan sudah mencatat sebagai pengeluaran (setoran) namun bank belum mencatat karena belum menerima setoran tersebut.
2. Jasa giro, bunga yang sudah diperhitungkan oleh bank tetapi perusahaan belum menghitung/mencatat transaksi tersebut.
3. Cek beredar (outstanding cheque) merupakan cek yang sudah tercatat dikeluarkan oleh perusahaan namun si pemegang cek belum di uangkan di bank atau cheque on hand.
4. Cek kosong, ini menyebabkan bank tidak mencairkan uang karena kurangnya dana setoran perusahaan namun perusahaan sudah mencatatnya sebagai pengeluaran cek.
5. Piutang wesel, sudah dicatat oleh bank sebagai penerimaan tetapi perusahaan belum mencatatnya.
Faktor-faktor penyebab perbedaan diatas sudah lazim ditemukan dan sudah di persiapkan penyelesaiannya oleh pihak terkait.
Bentuk rekonsiliasi bank terdiri dari dua bagian yaitu:
1) Saldo Rekening Koran dan,
2) Saldo Catatan Perusahaan (nasabah)
Setelah dilakukan pengecekan dan perhitungan, kedua saldo tersebut harus berakhir dengan “Saldo Kas yang Benar” dengan jumlah yang sama antara keduanya.
Rekonsiliasi adalah tindakan membandingkan dua data untuk mencari kesesuaiannya. Jika rekening koran bank tersebut dibandingkan dengan catatan perusahaan, kemungkinan ada perbedaan yang dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Transaksi sudah dicatat oleh perusahaan, tetapi belum dilaporkan oleh bank, seperti:
- setoran dalam perjalanan (deposit in transit), yaitu setoran yang dilakukan oleh perusahaan (biasanya pada akhir suatu periode yang dicakup oleh rekening koran) dan uang setoran tersebut telah diterima oleh bank tetapi belum masuk dalam rekening koran bank karena rekening koran bank dibuat mendahului setoran tersebut.
- Cek yang masih beredar (outstanding check), yaitu cek yang sudah dibuat dan diserahkan oleh perusahaan kepada penerima tetapi sampai akhir periode cek tersebut belum diuangkan di bank. Akibatnya perusahaan telah mencatat pengeluaran tetapi bank belum.
2. Transaksi sudah dilaporkan di rekening koran bank, tetapi belum dicatat oleh perusahaan, seperti:
- Biaya bank, yang dibebankan kepada nasabah dengan cara langsung mengurangi saldo simpanan nasabah. Nasabah biasanya baru mengetahui hal itu pada saat menerima rekening koran.
- Penerimaan tagihan oleh bank, jika bank telah menerima uang dari pelanggan perusahaan , kadangkala bank memberi tahu hal tersebut bersamaan dengan rekening koran.
3. Kesalahan, baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oleh bank, misalnya cek untuk membayar gaji sebesar Rp 192.000.000,00 oleh petugas akuntansi perusahaan dicatat sebesar Rp 129.000.000,00.
Berikut adalah ikhtisar tindakan dalam proses rekonsiliasi:
(a) Transaksi sudah dicatat oleh salah satu pihak tetapi belum dicatat oleh pihak lain.
No .
Item Keterangan Perlakuan
1. Setoran dalam perjalanan
Perusahaan sudah mencatat penambahan kas tetapi bank belum melaporkan dalam rekening koran
Saldo bank ditambah
2. Cek yang sedang beredar
Perusahaan telah mencatat sebagai pengeluaran kas tetapi bank belum mencatat
Saldo bank dikurangi
3. Biaya bank Bank telah mengurangi saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat
Saldo kas menurut perusahaan dikurangi 4. Bunga/jasa giro Bank telah menambah saldo kas
perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat
Saldo kas menurut perusahaan ditambah 5. Debitur perusahaan
menyetor ke rekening perusahaan di bank
Bank telah menambah saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat
Saldo kas menurut perusahaan ditambah
(b) Adanya kesalahan oleh bank atau oleh perusahaan.
No .
Item Keterangan Perlakuan
1. Penerimaan kas terlalu besar dicatat oleh perusahaan
Saldo kas menurut perusahaan terlalu besar
Saldo kas menurut perusahaan dikurangi 2. Penerimaan kas terlalu
besar dicatat oleh bank
Saldo kas menurut bank terlalu besar
Saldo bank dikurangi 3. Pengeluaran kas
terlalu besar dicatat oleh perusahaan
Saldo kas menurut perusahaan terlalu kecil
Saldo kas menurut perusahaan ditambah 4. Pengeluaran kas
terlalu besar dicatat oleh bank
Saldo kas menurut rekening koran terlalu kecil
Saldo kas menurut RK ditambah
5. Debitur perusahaan menyetor ke rekening perusahaan di bank
Bank telah menambah saldo kas perusahaan, tetapi perusahaan belum mencatat
Saldo kas menurut perusahaan ditambah
C. Ilustrasi Akuntansi Transaksi Perusahaan Dan Bank
Berikut ini adalah daftar transaksi antara bank dan perusahaan selama bulan tertentu:
Perusahaan Bank
1. Salon Eliza didirikan dan Eliza setor uang ke Bank Rp 1.000
1. Menerima setoran dari Eliza Rp 1.000 2. Diterbitkan cek no. 1 untuk membayar
beban sewa Rp 100
2. Membayar cek no. 1 3. Menerima pembayaran piutang Rp 500
dan langsung disetor ke bank
3. Menerima setoran dari Salon Eliza Rp 500
4. Diterbitkan cek no. 2 untuk membayar honor
5. 5. Menerima setoran dari Tn. A untuk
Salon Eliza Rp 300
6. 6. Akhir bulan bank memberi jasa giro Rp 50 dan membebani Salon Eliza Rp 25 dan dibuat rekening koran.
7. Salon Eliza menyetor ke bank Rp 1.500 7. Bank menerima setoran dari Salon Eliza Rp 1.500 (belum masuk RK)
Jurnal yang dibuat oleh perusahaan dan bank adalah sebagai berikut:
Perusahaan Bank
1. Kas di Bank 1.000 Modal Eliza 1.000
1. Kas 1.000 Giro-Salon Eliza 1.000
2. Beban Sewa 100
Kas di Bank 100
2. Giro-Salon Eliza 100
Kas 100
3. Kas di Bank 500
Piutang 500
3. Kas 500
Giro-Salon Eliza 500
4. Biaya Honor 100
Kas di Bank 100
4. 5. 5. Kas 300
Giro-Salon Eliza 300
6. 6. Biaya bunga 50
Giro-Salon Eliza 50
Giro-Salon Eliza 25
Pendapatan adm 25 7. Kas di Bank 1.500
Pendapatan 1.500
7. Kas 1.500 Giro-Salon Eliza 1.500 Buku besar Kas di Bank yang disusun oleh Eliza adalah sebagai berikut:
Kas di Bank
Tgl Uraian Debet Kredit Saldo D/K
2007
Des 1 Penyetoran 1.000 1.000 D
2 Cek No.1 100 900 D
10 Setoran 500 1.400 D
15 Cek No.2 100 1.300 D
31 Setoran 1.500 2.800 D
Buku besar Giro-Salon Eliza dan rekening koran untuk Salon Eliza yang disusun oleh bank adalah sebagai berikut:
Salon Eliza
Tgl Uraian Debet Kredit Saldo D/K
2007
Des 1 Penyetoran 1.000 1.000 K
2 Cek No.1 100 900 K
10 Setoran 500 1.400 K
15 Setoran Tn. A 300 1.700 K
31 Jasa Giro 50 1.750 K
Biaya Bank 25 1.725 K
D. Ilustrasi Rekonsiliasi
Rekonsiliasi dilakukan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
2. Transaksi yang dilaporkan di Rekening Koran sisi Kredit dibandingkan dengan transaksi yang dicatat di Buku Besar Kas di Bank sisi Debet. Maka akan didapat data sebagai berikut:
- setoran Tn. A Rp 300 dan jasa giro Rp 50 belum dicatat oleh perusahaan, sehingga harus ditambahkan ke saldo menurut perusahaan.
- Perusahaan sudah mencatat setoran Rp 1.500 tetapi di Rekening Koran belum ada, sehingga harus ditambahkan ke saldo bank sebagai setoran dalam perjalanan.
3. Transaksi di sisi Debit Rekening Koran dibandingkan dengan sisi Kredit akun ”Kas di Bank”, maka akan menghasilkan:
- Cek No. 2 sebesar Rp 200 belum tampak di Rekening Koran, sehingga cek tersebut harus dikurangkan ke saldo menurut Rekening Koran.
- Di Rekening Koran telah ada biaya bank Rp 25, sementara di akun ”Kas di Bank” belum ada, saldo menurut perusahaan harus dikurangi dengan biaya bank tersebut.
E. Ilustrasi Bentuk Rekonsiliasi
Hasil perbandingan di atas dituangkan sebagai berikut:
Salon Eliza Rekonsiliasi Saldo Kas Untuk Bulan Desember 2007
Saldo menurut Rekening Koran Rp1,725
Ditambah: Setoran dalam Perjalanan Rp1,500
Rp3,225
Dikurangi: Cek yang beredar Rp 100
Rp3,125
Saldo menurut Perusahaan Rp2,800
Ditambah: Setoran Tn. A Rp 300
Jasa Giro Rp 50
Rp3,150
Dikurangi: Biaya Bank Rp 25
Rp3,125
F. Ilustrasi Jurnal Untuk Mencatat Hasil Rekonsiliasi
Transaksi yang harus dijurnal adalah transaksi yang belum dicatat oleh perusahaan, yaitu:
Tanggal Uraian Debet Kredit
2007 Des 31
Kas di Bank Piutang Jasa Giro
350
300 50 Biaya Bank
Kas di Bank
25
25
G. Dana Kas Kecil
Dana Kas Kecil adalah kas yang disediakan untuk membayar pengeluaran kecil. Terdapat dua metode pencatatan atas dana kas kecil yaitu:
1. Metode Imprest Fund (Metode Saldo Tetap)
Jika metode ini yang digunakan, maka di dalam buku besar disediakan satu rekening untuk mempertanggungjawabkan dana kas kecil. Saldo rekening ini tetap jumlahnya. Oleh karena itu jika ada pengeluaran kas kecil pengeluaran ini tidak dibuat jurnal. Jurnal pengeluaran dilakukan pada saat pengisian kembali (replenishment) yang biasanya dilakukan dengan menerbitkan cek sesuai bukti-bukti pengeluaran dari petugas kas kecil.
Jika pada akhir tahun ada pengeluaran kas kecil yang belum diisi kembali, dengan sistem ini pengeluaran ini tentu belum dicatat, maka pada akhir tahun dibuat jurnal penyesuaian dengan men-debet biaya atau aset dan meng-kredit rekening ”Kas Kecil”. Selanjutnya pada awal tahun berikutnya jurnal penyesuaian ini dijurnal balik (direverse), agar pembukuan waktu pengisian kembali atas pengeluaran tersebut konsisten dengan pembukuan pada waktu yang lain.
Akuntansi untuk dana kas kecil meliputi akuntansi saat pembentukan, pengisian kembali, dan ayat jurnal penyesuian jika pada akhir tahun ada pengeluaran yang belum diisi kembali.
1) Misalkan perusahaan membentuk dana kas kecil dan menyerahkan sebuah cek nominal Rp 500 kepada petugas akuntansi khusus yang menangani kas kecil. Jurnal yang dibuat adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
Jan 31 Kas Kecil Kas
500
500
2) Petugas kas kecil mengeluarkan kas kecil untuk membeli supplies kantor Rp 200, membayar ongkos angkut barang yang dibeli Rp 150 serta biaya lain-lain Rp 75. petugas akan menerima bukti-bukti pengeluaran. Transaksi ini dicatat dalam catatan petugas tetapi tidak dalam bentuk jurnal.
3) Karena uang hampir habis maka petugas kas kecil menyerahkan bukti-bukti pengeluaran sebesar Rp 425 ke bagian keuangan, kemudian petugas menerima cek sebesar Rp 425.
Tindakan ini disebut pengisian kembali (replenishment). Jurnal yang dibuat:
Tgl. Akun Debet Kredit
Des 30 Supplies Kantor 200
Biaya Lain-lain Kas
75
425 4) Pada akhir tahun petugas kas kecil mengeluarkan kas untuk biaya lain-lain sebesar Rp 50,
namun belum diisi kembali, maka dibuat jurnal penyesuaian oleh bagian akuntansi sebagai berikut:
Tgl. Akun Debet Kredit
Des 31 Biaya Lain-lain Kas Kecil
50
50 5) Pada awal tahun berikutnya dibuat jurnal balik sebagai berikut:
Tgl. Akun Debet Kredit
Des 31 Kas Kecil
Biaya Lain-lain
50
50 2. Metode Saldo Berfluktuasi
Jika metode ini yang digunakan, maka di dalam buku besar disediakan satu rekening untuk mempertanggungjawabkan dana kas kecil. Petugas kas kecil membuat catatan atas kas kecil.
Untuk membuat jurnal dianalisis dengan seksama transaksi yang berkaitan dengan kas kecil.
Pada hakikatnya hanya ada dua transaksi yaitu: (1) transaksi yang menambah Kas Kecil, dan (2) transaksi yang mengurangi Kas Kecil.
Transaksi yang menambah kas kecil adalah transaksi pengisian kas kecil atau replenishment.
Transaksi yang mengurangi kas kecil umumnya adalah untuk pembayaran biaya tertentu atau pembelian harta tertentu.
Karena metode saldo berfluktuasi tidak dipakai oleh pemerintah, maka modul ini tidak memberikan ilustrasi rinci mengenai metode saldo berfluktuasi.
H. Penyajian Di Neraca
Kas disajikan di neraca sebesar nilai nominal.
SOAL LATIHAN
PT Agung menyimpan uang di Bank Amal. Pada tanggal 31 Januari 2006 perusahaan menerima rekening Koran bulan Januari 2006. Saldo menurut rekening koran Rp 4.500.000,00 sementara itu saldo kas menurut perusahaan Rp 2.977.000,00. Setelah diteliti perbedaan tersebut disebabkan oleh:
a. Terdapat setoran tanggal 31 Januari 2006 Rp 1.000.000,00 yang belum masuk dalam rekening koran;
b. Cek yang sedang beredar Rp 500.000,00
c. Sebuah cek untuk membayar hutang nominal Rp 252.000,00
d. Dalam rekening Koran terdapat pengkreditan Rp 2.000.000,00 yang merupakan setoran pelanggan PT. Agung langsung ke Bank Amal
e. Bank memberi bagi hasil Rp 100.000,00 pada perusahaan dan telah dikreditkan di rekening Koran
f. Bank membebani perusahaan dengan biaya bank sebesar Rp 50.000,00 Diminta: Susun rekonsiliasi saldo kas dan buatlah jurnal yang diperlukan.
BAB III
AKUNTANSI PIUTANG A. Pengertian Piutang
Piutang merupakan klaim (hak untuk mendapatkan) uang dari entitas lain. Piutang juga disebut tagihan atau receivable. Menurut bukti pendukungnya piutang dapat dikelompokkan menjadi:
1. Piutang Wesel/Notes Receivable atau Wesel Tagih, yaitu tagihan yang didukung oleh instrument kredit resmi seperti Promes. Promes adalah janji tertulis untuk membayar uang pada tanggal tertentu tanpa syarat.
2. Piutang Usaha Biasa yaitu tagihan yang didukung oleh bukti usaha biasa biasa seperti faktur atau bukti bahwa perusahaan telah menjual barang/jasa ke fihak yang berhutang (debitur).
Mempertimbangkan relevansinya dengan praktek akuntansi piutang pada instansi pemerintah khususnya pada kementerian negara/lembaga, bab ini akan lebih banyak membahas mengenai piutang usaha biasa.
B. Piutang Usaha Biasa
1. Timbulnya piutang dan akuntansinya
Piutang dapat timbul karena menjual barang/jasa atau karena perusahaan memberi pinjaman ke perusahaan lain. Umumnya piutang dicatat pada saat timbulnya yaitu setelah perusahaan menyerahkan baran/jasa yang dijual.
1) Penjualan barang/jasa
Jika perusahaan menjual jasa secara kredit, misalkan perusahaan pada tanggal 5 Januari 2006 telah menjual jasa sebesar Rp 5.000.000,00. Karena perusahaan sudah menyerahkan jasa, maka perusahaan dapat mengakui piutang dan pendapatan jasa dengan membuat jurnal sebagai berikut:
Tgl. Akun Debet Kredit
2006
Jan 5 Piutang Usaha
Pendapatan Usaha
5.000.000
5.000.000 2) Pemberian Pinjaman
Piutang juga dapat timbul karena perusahaan memberi pinjaman uang pada perusahaan lain.
Misalnya pada tanggal 15 Januari 2006 PT Angkasa Pura II telah memberi pinjaman kepada pegawai sebesar Rp 500.000,00 maka jurnal yang dibuat oleh perusahaan adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
2006
Jan 15 Piutang Pegawai kas
500.000
500.000 2. Kerugian Piutang
Piutang memiliki resiko tidak tertagih sehingga timbul kerugian. Terdapat dua metode dalam akuntansi kerugian piutang, yaitu:
1) Metode Langsung
Jika metode ini yang digunakan, perusahaan tidak membentuk cadangan. Jika ada piutang yang dihapus, Kerugian Piutang didebet, dan rekening Piutang dikredit. Saldo rekening Kerugian Piutang pada akhir tahun disajikan dalam Laporan Laba Rugi.
2) Metode Cadangan/Penyisihan
Jika metode ini yang digunakan perusahaan pertama-tama membentuk cadangan atau penyisihan kerugian piutang dengan mendebet Beban Kerugian Piutang dan mengkredit Cadangan/Penyisihan Kerugian Piutang. Pada akhir tahun, saldo rekening Beban Kerugian Piutang disajikan dalam Laporan Laba Rugi, sedangkan saldo rekening Penyisihan disajikan di neraca sebagai pengurang Piutang.
Jika ada piutang yang dihapus, perusahaan tidak mengakui kerugian, sebab kerugian sudah diakui pada saat membentuk cadangan. Perusahaan mengurangi Cadangan dengan mendebet rekening Cadangan dan mengkredit rekening Piutang.
Jika banyak penghapusan piutang, saldo Cadangan dapat habis, oleh karena itu setiap akhir tahun Cadangan disesuaikan. Jadi pencatatan kerugian piutang dilakukan pada saat:
pembentukan Cadangan; dan penyesuaian saldo Cadangan.
Berikut ini contoh ikhtisar akuntansi kerugian piutang dengan metode Cadangan:
Pada tanggal 31 Desember 2005 dibentuk cadangan kerugian piutang Rp 5.000,00 Pada tanggal 19 September 2006 dihapuskan piutang sebesar Rp 3.000,00
Pada tanggal 14 Desember 2006 diterima piutang yang telah dihapus Rp 2.500
Transaksi Jurnal
Membentuk Cadangan
Beban Kerugian Piutang
Cadangan/Penyisihan Kerugian Piutang
5.000
5.000 Menghapus Piutang Cadangan/Penyisihan Kerugian Piutang
Piutang
3.000
3.000 Menerima Piutang
yang telah dihapus
Piutang
Cadangan/Penyisihan Kerugian Piutang
2.500
2.500 Kas
Piutang
2.500
2.500 Menyesuaikan akun
Cadangan
Pada akhir tahun dilakukan penyesuian berdasarkan:
a. Penjualan b. Saldo Piutang c. Menyesuaian saldo rekening Cadangan Kerugian Piutang
1) Dasar Penjualan
Pertama, tentukan besarnya penjualan kredit selama setahun, jika tidak ada data gunakan total penjualan selama satu periode. Besarnya taksiran kerugaian ditentukan dengan mengalikan % kerugian dengan penjualan tersebut, lalu dijurnal. Misalkan penjualan kredit selama tahun 2005 sebesar Rp 1.000.000.000,00 dan ditaksir kerugian piutang adalah 5% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 50.000.000,00. Jurnal yang dibuat adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
2005
Des 31 Beban Kerugian Piutang 50.000.000
Penyisihan Ker. Piutang 50.000.000 2) Dasar Piutang
Terdapat tiga langkah yang harus dilakukan, yaitu:
(a) Menentukan besarnya taksiran kerugian piutang;
(b) Membandingkan taksiran kerugian piutang dengan saldo rekening Cadangan/Penyisihan;
(c) Membuat jurnal jika hasil perbandingan pada poin b tidak sama.
Langkah pertama:
Untuk menentukan besarnya taksiran kerugian piutang dikemudian hari, dapat didasarkan pada: (1) Total piutang pada akhir tahun, atau (2) Umur masing-masing tagihan.
(1) Didasarkan pada Total Piutang
Caranya dengan mengalikan total piutang dari rekening “Piutang” dengan % yang telah ditetapkan. Misalnya dari PT ABC diperoleh data sebagai berikut dan taksiran kerugaian piutang adalah 15% dari total piutang.
Debitur Jumlah Tgl Faktur Tgl Jatuh Tempo
PT A 2.000 20/12/2005 20/01/2006
PT B 2.500 15/10/2005 15/11/2005
PT ABC 1.000 15/11/2005 15/12/2005
PT X 3.000 3/10/2005 3/11/2005
PT Y 2.500 3/7/2005 3/8/2005
PT Z 1.000 3/8/2005 3/9/2005
JUMLAH 12.000
Taksiran kerugian piutang = 15% x Rp 12.000,00 = Rp 1.800,00.
(2) Didasarkan pada Umur Piutang
Caranya hampir sama, namun saldo rekening piutang dianalisis terhadap tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo, kemudian dikelompokkan menurut umurnya.
Kemudian saldo masing-masing kelompok piutang dikalikan dengan prosentase yang telah ditetapkan berdasarkan pengalaman. Cara menentukan umur piutang dapat dicari (a) dari tanggal faktur ke 31 Desember atau (b) dari tanggal jatuh tempo ke 31 Desember.
(a) Umur piutang dihitung dari tanggal jatuh tempo ke tanggal 31 Desember Karena ada kemungkinan terdapat piutang yang belum jatuh tempo maka biasanya pengelompokannya meliputi piutang yang belum jatuh tempo dan yang sudah lewat waktu. Misalkan prosentase kerugian ditaksir sebagai berikut:
Umur Piutang % Taksiran Kerugian Piutang
Belum jatuh tempo 10%
Lewat waktu s.d. 30 hari 15%
Lewat waktu lebih dari 30 hari 20%
Untuk mempermudah menentukan besarnya taksiran kerugian dibuat daftar umur
Nama Debitur Jumlah
Belum Jatuh Tempo
Lewat s.d 30 Hari
Lewat Waktu > 30
Hari
PT A 2.000 2.000
PT B 2.500 2.500
PT ABC 1.000 1.000
PT X 3.000 3.000
PT Y 2.500 2.500
PT Z 1.000 1.000
Jumlah 12.000 2.000 1.000 9.000
% Penyisihan 10% 15% 20%
Jumlah Penyisihan 2.150 200 150 1.800
(b) Umur piutang dihitung dari tanggal faktur ke tanggal 31 Desember
Karena umur piutang dihitung dari tanggal faktur, maka biasanya pengelompokan umur piutang berdasarkan jumlah hari. Misalkan prosentase kerugian ditaksir sebagai berikut:
Umur Piutang % Taksiran Kerugian Piutang
s.d. 30 hari 10%
31 s.d. 60 hari 15%
lebih dari 60 hari 20%
Untuk mempermudah menentukan besarnya taksiran kerugian dibuat daftar umur piutang sebagai berikut:
Nama Debitur Jumlah s.d. 30 hari
31 s.d.
60 hari
Lebih dari 60
hari
PT A 2.000 2.000
PT B 2.500 2.500
PT ABC 1.000 1.000
PT X 3.000 3.000
PT Y 2.500 2.500
PT Z 1.000 1.000
Jumlah 12.000 2.000 1.000 9.000
% Penyisihan 10% 15% 20%
Jumlah Penyisihan 2.150 200 150 1.800
Langkah kedua:
Membandingkan antara jumlah taksiran kerugian piutang yang telah dihitung dengan saldo rekening Cadangan/Penyisihan Kerugian Piutang. Dari perbandingan ini akan ada 4 kemungkinan, yaitu:
(a) Rekening Cadangan bersaldo Kredit yang sama dengan taksiran kerugian piutang hasil perhitungan, tidak ada penyesuaian.
(b) Rekening Cadangan bersaldo Kredit lebih kecil dari taksiran kerugian piutang hasi perhitungan, perlu ditambah dengan membuat jurnal penyesuaian.
(c) Rekening Cadangan bersaldo Kredit lebih besar dari taksiran kerugian piutang hasil perhitungan, perlu dikurangi dengan membuat jurnal penyesuaian.
(d) Jika Cadangan bersaldo debet, berarti Cadangan yang dihitung tahun lalu kurang, sehingga rekening Cadangan harus dikredit sejumlah saldo debet ditambah dengan jumlah taksiran kerugian piutang hasil perhitungan.
Langkah ketiga:
Kasus I
Misalkan dalam langkah kedua telah dihasilkan bahwa taksiran kerugian piutang adalah Rp 2.150,00 dan saldo rekening Cadangan kredit Rp 2.150,00, maka tidak perlu ayat jurnal penyesuaian.
Kasus II
Misalkan dalam langkah kedua telah dihasilkan bahwa taksiran kerugian piutang adalah Rp 2.150,00 dan saldo rekening Cadangan kredit Rp 2.000,00, maka tidak ayat jurnal penyesuaian yang dibuat adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
2005
Des 31 Beban Kerugian Piutang Penyisihan Ker. Piutang
150
150 Jika jurnal ini diposting ke Buku Besar maka rekening Cadangan akan tampak sebagai berikut:
Penyisihan/Cadangan Kerugian Piutang
Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah
Des 31 2.000
31 AJP 150
Beban Kerugian Piutang
Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah
Des 31 AJP 150
Kasus III
Misalkan dalam langkah kedua telah dihasilkan bahwa taksiran kerugian piutang adalah Rp 2.150,00 dan saldo rekening Cadangan kredit Rp 3.000,00, maka tidak ayat jurnal penyesuaian yang dibuat adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
2005
Des 31 Penyisihan Ker. Piutang Beban Kerugian Piutang
850
850
Jika jurnal ini diposting ke Buku Besar maka rekening Cadangan akan tampak sebagai berikut:
Penyisihan/Cadangan Kerugian Piutang
Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah
31 AJP 850 Des 31 3.000
Beban Kerugian Piutang
Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah
Des 31 AJP 850
Kasus IV
Misalkan dalam langkah kedua telah dihasilkan bahwa taksiran kerugian piutang adalah Rp 2.150,00 dan saldo rekening Cadangan debet Rp 1.000,00, maka tidak ayat jurnal penyesuaian yang dibuat adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
2005
Des 31 Beban Kerugian Piutang Penyisihan Ker. Piutang
3.150
3.150 Jika jurnal ini diposting ke Buku Besar maka rekening Cadangan akan tampak sebagai berikut:
Penyisihan/Cadangan Kerugian Piutang
Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah
Des 31 1.000 Des 31 AJP 3.150
Beban Kerugian Piutang
Tgl Uraian Jumlah Tgl Uraian Jumlah
Des 31 AJP 3.150
Penyajian di Neraca
Piutang di sajikan di neraca sebesar nilai realisasinya. Nilai ini adalah jumlah yang akan diterima berupa nilai nominal dikurangi denan taksiran kerugian piutang yang telah dibentuk dan disesuaikan setiap akhir tahun. Dengan demikian jumlah tersebut merupakan jumlah yang diharapkan dapat ditagih.
Dengan data di atas, Neaca PT ABC akan tampak sebagai berikut:
PT ABC Neraca 31 Desember 2005
Harta Lancar:
Kas xx
Piutang Rp 12.000,00
Penyisihan Kerugian Piutang (Rp 2.150,00) Rp 9.850,00
Kadangkala perusahaan memberikan potongan tunai dan kesempatan untuk mengembalikan barang (retur penjualan). Jika perusahaan telah menjual barang dengan syarat di atas, maka ada kemungkinan pembeli akan membayar dalam masa diskon atau bahkan pembeli dapat saja mengembalikan barang ke perusahaan. Agar perusahaan dapat menyajikan nilai piutang sebesar nilai realissi, maka pada akhir tahun perusahaan membuat jurnal untuk mengakui retur dan pemberian potongan penjualan walaupun belum terjadi retur dan pemberian potongan tunai penjualan. Jurnal itu juga dmaksudkan untuk mengurangi nilai piutang sehingga nilai yang disajikan adalah sebesar nilai yang dapat direalisir. Misalkan pada akhir tahun 2005 diperkirakan bahwa debitur akan membayar dengan diskon Rp 20,00 dan melakukan retur Rp 100,00, maka perusahaan pada tanggal 31 Desember 2005 akan membuat jurnal:
Tgl. Akun Debet Kredit
2005
Des 31 Potongan Tunai Penjualan
Cadangan Pot. Tunai Penjualan
20
20 Retur Penjualan
Cadangan Retur Penjualan
100
100 PT ABC
Neraca 31 Desember 2005
Harta Lancar:
Kas xx
Piutang Rp 12.000,00
Cadangan Pot Tunai & Retur Rp 120,00
Penyisihan Kerugian Piutang Rp 2.150,00 (Rp 2.270,00) Rp 9.730
SOAL LATIHAN SOAL 1
Pada tanggal 1 Januari 2005 saldo akun piutang dangan Rp 2.000.000,00 dan saldo akun Penyisihan Kerugian Piutang Dagang Rp 250.000,00. Selama tahun 2005 telah terjadi transaksi sebagai berikut:
a. Dijual secara kredit barang dagangan Rp 15.000.000,00 b. Diterima uang hasil penagihan piutang Rp 14.000.000,00 c. Dihapuskan piutang Rp 400.000,00
d. Diterima piutang yang telah dihapus Rp 50.000,00 Diminta: Buat jurnal untuk mencatat transaksi di atas!
SOAL 3
Saldo akun Piutang per 31 Desember 2005 Rp 100.000.000,00 sementara itu saldo akun Cadangan Piutang (K) Rp 6.000.000,00. Ditaksir, dimasa datang piutang yang tak dapat ditagih 10% dari Piutang.
Diminta: Jurnal penyesuaian yang diperlukan.
SOAL 4
Saldo akun Piutang per 31 Desember 2005 Rp 100.000.000,00 sementara itu saldo akun Penjualan (K) Rp 600.000.000,00, Cadangan Kerugian Piutang (K) Rp 2.000.000,00. Ditaksir, dimasa datang piutang yang tak dapat ditagih 1% dari Penjualan.
Diminta: Jurnal penyesuaian yang diperlukan.
BAB IV
AKUNTANSI PERSEDIAAN A. Pengertian Persediaan Dan Cara Pencatatan
Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan. Persediaan ini dapat dicatat dengan dua sistem yaitu: Sistem Periodik dan Sistem Perpetual.
Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.
Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.
Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi Sistem Periodek Sistem Perpetual
1. Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000
Pembelian Hutang
10.00
0 10.00 0
Persediaan Brg Dag
Hutang
10.00
0 10.00 0
2. Retur pembelian Rp 500
Hutang Retur Pembelian
500
500
Hutang
Persediaan Brg Dag
500
500
3. Terdapat barang yang dijual.
Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500
Piutang/Kas Penjualan
4.000
4.000
Piutang/Kas Penjualan HPP
Persediaan Brg Dag
4.000 1.500
4.000 1.500
4. Pada akhir tahun Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan Misalkan
menurut
perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
Ikhtisar L/R Persediaan B.D.
Persediaan B.D Ikhtisar L/R
150
200
150
200
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.
B. Menentukan Nilai Dari Persediaan Akhir
Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.
Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:
Januari 1 Persediaan 200 unit @ Rp10 = Rp 2.000 12 Pembelian 400 unit @ Rp12 = Rp 4.800 26 Pembelian 300 unit @ Rp11 = Rp 3.300 30 Pembelian 100 unit @ Rp13 = Rp 1.300
Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit.
Tentukan:
a. Persediaan per 31 Januari 2006.
b. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.
Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
a. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
b. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
c. Everage, pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.
Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
200 unit @ Rp 10 = Rp 2.000
400 unit @ Rp 12 = Rp 4.800
100 unit @ Rp 11 = Rp 1.100
Harga pokok penjualan Rp 7.900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut:
200 unit @ Rp 11 = Rp 2.200
100 unit @ Rp 13 = Rp 1.300
Persediaan akhir Rp 3.500
LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli, yaitu:
100 unit @ Rp 13 = Rp 1.300
300 unit @ Rp 11 = Rp 3.300
300 unit @ Rp12 = Rp 3.600
Harga pokok penjualan Rp 8.200
Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:
200 unit @ Rp 10 = Rp 2.000
100 unit @ Rp 12 = Rp 1.200
Persediaan akhir Rp 3.200
3). Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit Jumlah
Jan 1 Persediaan 200 Rp 10 Rp 2.000
12 Pembelian 400 Rp 12 Rp 4.800
26 Pembelian 300 Rp 11 Rp 3.300
30 Pembelian 100 Rp 13 Rp 1.300
Jumlah 1,000 Rp 11.400
Rata-rata = Rp11.400 : 1.000 Rp 11,4
Harga pokok penjualan = 700 x Rp 11,4 = Rp 7.980 Persediaan akhir = 300 x Rp11,4 = 3.240
Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.
Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Unit Harga Beli per Unit
Jan. 1 Persediaan 200 Rp 10
12 Pembelian 400 Rp 12
17 Dijual 300
26 Pembelian 300 Rp 11
27 Dijual 200
28 Dijual 300
30 Pembelian 100 Rp 13
Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:
Tgl Ket
Dibeli Dipakai Persediaan
Unit Cost Jumla h
Unit Cost Jumla h
Unit Cost Jumla h Jan
1
Persediaan 200 10 2.000
12 Pembelian 400 12 4.800 200
400
10 12
2.000 4.800
17 Dijual 200
100
10 12
2.000 1.200
300 12 3.600
26 Pembelian 300 11 3.300 300
300
12 11
3.600 3.300
27 Dijual 200 12 2.400 100
300
12 11
1.200 3.300
28 Dijual 100
200
12 11
1.200 2.200
100 11 1.100
30 Pembelian 100 13 1.300 100
100
11 13
1.100 1.300
C. Menaksir Nilai Persediaan
Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak bahkan habis.
Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan. Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan metode laba kotor.
1. Metode Harga Eceran
Cost persediaan ditentukan dengan mengkonversi persediaan menurut harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan prosentase cost terhadap harga eceran. Contoh:
Harga Pokok (Cost) Harga Eceran
Persediaan 1 Januari 2005 Rp 60.000 Rp 100.000
Pembelian Januari 2005 Rp 540.000 Rp 900.000
Barang tersedia untuk dijual Rp 600.000 Rp 1.000.000
% Cost thd Harga Eceran=
(600.000 : 1.000.000) x 100% = 60%
Penjualan Rp 700.000
Persediaan akhir Rp 300.000
Nilai cost persediaan akhir = 60% x Rp 300.000 = Rp 180.000 2. Metode Laba Kotor
Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui
%-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya.
Misalkan persediaan awal tahun 2005 Rp 100.000 pembelian selama bulan Januari Rp 1.200.000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar Rp 90.000 dan laba kotor 20%
dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:
Persediaan 1 Januari 2005 Rp 100.000
Pembelian Januari 2005 Rp 1.200.000
Barang tersedia untuk dijual Rp 1.300.000
Penjualan Rp 900.000
Laba Kotor (20% x Rp 900.000) Rp 180.000
Harga pokok barang yang dijual Rp 720.000
Persediaan akhir Rp 580.000
D. Menyajikan Nilai Persediaan Di Neraca
Nilai yang disajikan di neraca dapat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya.
Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan dengan cost Rp 1.000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut adalah Rp 900, maka yang disajikan di neraca adalah Rp 900. Jika harga pasar barang tersebut adalah Rp 1.100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya yaitu Rp 1.000.
SOAL LATIHAN SOAL 1
Berikut ini disajikan data persediaan dari PT ABC untuk bulan Januari 2006:
Tanggal Keterangan Unit Harga per Unit
Jan 1 Persediaan 10 Rp 50
5 Pembelian 20 Rp 55
10 Pembelian 30 Rp 60
15 Penjualan 15
20 Pembelian 20 Rp 65
25 Penjualan 25
Diminta:
Susun kartu persediaan dengan metode FIFO, LIFO, dan Average.
Buat jurnal transaksi tanggal 15 dan 25 Januari dengan masing-masing metode di atas.
SOAL 2
Persediaan per 1 Januari 2007 at cost Rp 6.000.000,00 sementara itu harga ecerannya Rp 10.000.000,00.
Pembelian bulan Januari Rp 30.000.000,00, kemudian ditetapkan harga ecerannya Rp 50.000.000,00.
Menurut data penjualan dari pita yang ada pada cash register, penjualan selama bulan Januari Rp 40.000.000,00. Berdasarkan informasi di atas, tentukan cost persediaan akhir dengan menggunakan metode harga eceran.
SOAL 3
Persediaan pada tanggal 1 Januari 2007 Rp 2.000.000,00. Selama bulan Januari perusahaan telah membeli barang dengan harga Rp 10.000.000,00. Penjualan bulan Januari sebesar Rp 11.000.000,00.
Laba kotor ditetapkan oleh perusahaan sebesar 25% dari harga jual. Berdasarkan data di atas, tentukan cost persediaan akhir dengan menggunakan metode laba kotor.
BAB V AKTIVA TETAP
A. Klasifikasi
Aktiva tetap merupakan aktiva tidak lancar yang diperoleh untuk digunakan dalam operasi perusahaan yang memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta tidak untuk diperjualbelikan dalam operasi normal perusahaan.
Pengeluaran untuk aktiva tidak lancar dapat dikelompokkan menjadi:
1. Pengeluaran pada waktu perolehan;
2. Pengeluaran setelah aktiva tersebut diperoleh yang dapat dirinci menjadi:
3. Pengeluaran pendapatan yang lazim disebut revenue expenditure;
4. Pengeluaran modal yang lazim disebut capital expenditure.
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain:
1. Diperoleh dengan harga lumpsump (gabungan);
2. Diperoleh dengan pembayaran berkala;
3. Pembelian dengan cara leasing;
4. Perolehan dengan trade-in
5. Perolehan dengan menerbitkan surat berharga;
6. Perolehan dari donasi; dan 7. Dibangun sendiri.
B. Perolehan Sekelompok Aktiva Dengan Harga Gabungan/Lumpsump
Harga gabungan/lumpsump adalah suatu harga untuk beberapa aktiva. Sebagai contoh PT A membeli tanah, bangunan dan peralatan dengan harga Rp 160.000. Harga ini harus dialokasikan kepada 3 jenis harta tersebut dengan menggunakan perbandingan harga taksiran dari tanah, bangunan, dan peralatan. Misalnya harta yang dibeli tersebut memiliki harga taksiran tanah Rp 28.000, bangunan Rp 60.000, equipment Rp 12.000, alokasi harga Rp 160.000 tersebut adalah sebagai berikut:
Jenis harta Nilai Taksiran (Rp) Perhitungan Alokasi Jumlah Alokasi (Rp)
Tanah 28.000 28/100 x 160.000 44.800
Bangunan 60.000 60/100 x 160.000 96.000
Peralatan 12.000 12/100 x 160.000 19.200
Jumlah 100.000 160.000
Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi tersebut adalah:
Tgl. Akun Debet Kredit
2006
Jan 1 Tanah Bangunan Peralatan Kas
44.800 96.000 19.200
160.000