• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. FAKTOR-FAKTOR CALON PENGANTIN MELAKUKAN FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. FAKTOR-FAKTOR CALON PENGANTIN MELAKUKAN FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji)

Oleh:

IKA ISNAINI NPM. 1602030076

Jurusan Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah) Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1442 H/2021 M

(2)

ii

FAKTOR-FAKTOR CALON PENGANTIN MELAKUKAN FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Institut Agama Islam Negeri

Oleh:

IKA ISNAINI NPM.1602030076

Pembimbing I : Wahyu Setiawan, M., Ag Pembimbing II : Choirul Salim, S.H.I, M.H.

Jurusan Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1442 H / 2021 M

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR CALON PENGANTIN MELAKUKAN FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA SIMPANG PEMATANG KABUPATEN

MESUJI) OLEH IKA ISNAINI

Sampai saat ini foto prewedding yang berasal dari budaya asing belum diatur dalam Islam, sehingga diikuti oleh masyarakat Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji. Diketahui bahwa calon pengantin yang melakukan foto prewedding mempunyai beberapa alasan diantaranya hasil foto prewedding akan dipajang pada undangan, acara resepsi dan juga pada souvenir pernikahan.

Dengan demikian hal tersebut dijadikan tradisi di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji. Namun dalam pengambilan foto prewedding calon pengantin terkadang memunculkan adegan bersentuhan, berpandang-pandangan dan lain- lain, hal ini tentu dilarang dalam syariat Islam. Karena minat calon pengantin yang masih tinggi terhadap foto prewedding, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, untuk memperluas wawasan masyarakat terhadap foto prewedding dapat dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah Islam. Sehingga tidak merusak rukun dan syarat dalam pernikahan.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor calon pengantin melakukan foto prewedding yang dilakukan di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research) atau penelitian kasus.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah laporan evaluasi yang berdasarkan metode kualitatif yang akan mencakup sejumlah besar deskripsi murni tentang pengalaman orang. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji kondisi agama dan pendidikan cukuplah baik. Akan tetapi, keinginan calon pengantin untuk melakukan foto prewedding masih sangatlah tinggi. Hal tersebut didasari oleh beberapa faktor yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yaitu 1) sarana informasi kepada masyarakat luas, dengan adanya komunikasi seseorang dapat memberikan informasi kepada masyarakat lain salah satunya dengan memberikan undangan. 2) untuk mengabadikan moment setiap individu. Sedangkan faktor eksternal diantaranya yaitu: 1) tradisi, masyarakat menjadikan foto prewedding suatu keharusan yang dilakukan sebelum pernikahan. 2) lingkungan masyarakat, menjadikan foto prewedding sebagai referensi di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji. 3) kehormatan (status), sebagian masyarakat akan melakukan foto prewedding yang terbaik. Adapun dalam perspektif hukum Islam mengenai faktor-faktor melakukan foto prewedding pada dasarnya diperbolehkan apabila tidak berdekatan, jaga jarak dan menutup aurat, sementara tidak diperbolehkan apabila dalam pengambilan foto prewedding terdapat unsur membuka aurat, bermesraan dan menyombongkan diri.

(7)

vii

(8)

viii MOTTO



























































Artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri dan satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-Nya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (jagalah) hubungan kekeluargaan.Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (Q.S An-nisa:1)1

1Departemen Agama Islam RI, Al-qur‟an dan Terjemah (Jakarta: Magfirah Pustaka,2006), 88.

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayah- Nya, maka dari lubuk hati yang terdalam skripsi ini peneliti persembahkan kepada :

1. Ayahanda (Sukisno) dan Ibunda (Supiati) tercinta, beliau kedua orang tua hebat yang membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang. Terima kasih atas pengorbanan, nasehat dan doa yang tiada hentinya yang telah kalian berikan kepadaku selama ini.

2. Ananda Ardhian Bassarudhin dan keponakanku Elya Pramitha Ningtyas tercinta yang telah membantu selama penelitian dan senantiasa menyemangati peneliti dalam suka maupun duka.

3. Sahabat-sahabat seperjuanganku Leni Crisdiana, Yola Septiani, Febriani Monica Nanil Putrianti, Alma Wahyu Saputri, Mega yuli Jaya Trisna Wati, Eva Melinda Sari, Shantyka Kurnia Ningrum, Mayda Ruri Handayani serta teman-teman jurusan Ahwal Syakhshiyyah angakatan 2016 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

4. Terima kasih pula untuk M. Muchlis Ichsanudin, Anggi Dharmayanti, Deby Krisdayanti, Eli vitriana yang selalu mencharger semangat peneliti untuk menyelesaikan Skripsi ini.

5. Almamater tercinta Fakultas Syariah jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro.

(10)

x

(11)

xi DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

NOTA DINAS ... iii

PERSETUJUAN ... iv

ABSTRAK ... v

ORISINALUTAS PENELITIAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Penelitian Relevan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Konsep Kaidah „Urf Dalam Hukum Islam... 13

1. Pengertian „Urf ... 13

2. Macam-Macam „Urf... 14

3. Kedudukan „Urf ... 15

4. Syarat-Syarat „Urf sebagai Sumber Hukum Islam ... 16

B. Konsep Hukum Islam Tentang Pergaulan... 17

1. Menjaga Pandangan ... 17

2. Kasyful aurat (Menjaga Aurat) ... 19

3. Pengertian Ikhtilat dan Khalwat ... 20

(12)

xii

4. Berpergian Tanpa Didampingi Mahram ... 23

5. Konsep Islam tentang Foto Prewedding ... 25

C. Foto Prewedding pada Calon Pengantin ... 27

1. Calon Pengantin ... 27

a. Pengertian Calon Pengantin ... 27

b. Syarat-syarat Calon Pengantin ... 27

2. Foto Prewedding ... 31

a. Pengertian Foto Prewedding ... 31

b. Tujuan dan Kegunaan Foto Prewedding ... 32

c. Jenis-jenis Foto Prewedding ... 33

d. Faktor-faktor Calon Pengantin Melakukan Foto Prewedding ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 43

B. Sumber Data ... 44

C. Teknik Pengumpulan Data ... 46

D. Teknik Analisa Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum DesaSimpang Pematang Kabupaten Mesuji ... 51

B. Gambaran Tradisi Foto Prewedding di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji ... 55

C. Faktor-Faktor Calon Pengantin Melakukan Foto Prewedding di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji ... 64

D. Perspektif Hukum Islam Terhadap Faktor-Faktor Foto Prewedding yang dilakukan di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji ... 68

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan... 74

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumalah Penduduk Tingkat Pendidikan Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN 1. Surat Bimbingan

2. Surat Tugas

3. Surat Izin Research

4. Surat Keterangan Research 5. Surat Keterangan Bebas Pustaka 6. Outline

7. Alat Pengumpulan Data 8. Foto Wawancara

9. Riwayat Hidup

(15)

A. Latar Belakang Masalah

Zaman modern yang dikenal dengan sebutan era globalisasi telah didominasi oleh pesatnya perkembangan teknologi. Keadaan yang seperti ini membawa perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat. Perubahan yang besar ini telah meningkatkan kemajuan yang luar biasa, sekaligus menimbulkan kegelisahan.2Semakin hari perilaku masyarakat semakin tidak kritis lagi dalam memerangi nilai moral dan etika. Bahkan sakral agama sekalipun.3

Nilai sakral agama ini dapat diambil contoh mengenai pernikahan.Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW bagi seluruh umatnya.Pernikahan atau sering di sebut juga perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup sebagai suami istri.4

Menurut bahasa, kata “nikah” berarti adh-dhammu wattadaakhul (bertindih dan kemasukkan). Sedangkan menurut istilah ilmu fiqh, nikah berarti suau akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafazh “nikah” atau tazwij” atau semakna dengan keduanya. Melalui penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa setiap

2Muhammad Djakfar, Etika Bisnis: Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, (Jakarta: Penebar Plus,2012), 10

3Irfan Helmi, “Budaya Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2016), 1.

4Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat( Bandung: Pustaka Setia, 2018), 16.

(16)

perbuatan hukum juga akan mengandung akibat hukumnya. Perkawinan tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan kepuasan duniawi saja akan tetapi mencari keridhoan dari Allah SWT. Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna tentunya tidak disamakan dengan makhluk lainnya. Oleh karena itu, untuk menjaga harkat martabatnya maka perkawinan haruslah dilaksanakan degan sebuah akad.5

Mencapai jenjang pernikahan tentunya harus melalui beberapa tahap diantaranya adalah khitbah. Khitbah atau peminangan yaitu suatu langkah pendahuluan untuk melangsungkan pernikahan. Tujuannya adalah agar masing-masing mempelai dapat saling kenal mengenal dan mengetahui kepribadian masing-masing supaya mereka dapat memahami kelebihan dan kekurangan dengan ikhlas. Dalam pengertian lain, peminangan merupakan suatu upaya penyampaian hasrat hati untuk meminta kesediaan seorang menjadi suami dan istri.6

Sebagian ulama mengatakan bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu boleh saja. Adapun sebagian ulama yang berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu hukumnya sunat. Namun dalam melihat pinangan pihak laki-laki boleh mengirimkan utusan (seorang perempuan yang dipercayai) supaya dia dapat menerangkan sifat-sifat dan keadaan perempuan yang akan dipinang. Umat Islam benar-benar telah diberi

5Ibid, 11

6Enizar, Pembentukan Keluarga, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro, 2015), 49.

(17)

kelapangan untuk melihat seorang perempuan yang dipinangnya.Semua tidak boleh dilihatnya, kecuali bagian muka dan telapak tangan.7

Pelaksanaan khitbah/peminangan tidak cukup hanya dengan diterimanya pinangan oleh pihak wanita baik secara lahir ataupun batin, akan tetapi setelah pinangan tersebut diterima, tentunya kedua belah pihak perlu mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pernikahan.

Berbicara mengenai pernikahan tentunya tidak lepas dari pernak-pernik perhiasan yang menghiasi sudut ruangan pernikahan. Pernak-pernik tersebut tepatnya adalah foto prewedding .8

Foto prewedding merupakan salah satu budaya asing yang kental dengan kebiasaan orang barat, yang kini diikuti oleh masyarakat Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji. Pada foto prewedding tersebut tergambarkan sepasang adam dan hawa yang tengah berbahagia. Sebuah gambaran kebahagiaan sekali dalam seumur hidup yang terlukis dalam album foto prewedding. Seakan gambaran manis massa-massa pacaran terangkum satu dalam album foto prewedding.9

Dalam Al-Qur‟an QS. An-Nuur [24] ayat 19 dijelaskan sebagai berikut:

7Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat ( Bandung: Pustaka Setia, 2018), 149.

8Irfan Helmi, “Budaya Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2016), 1.

9Sharif Hidayah, “Foto Prewedding Dalam Perspektif Ulama Palangka Raya”, (Palangka Raya: IAIN Palangka Raya), vol.8, No. 1 Juni 2018, 1.

(18)











































Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, meraka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”.10

Firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang agar ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar dikalangan orang-orang beriman, bagi mereka adzab yang pedih,” yakni memilih tersiarnya perkataan keji tentang orang-orang beriman. Firman Allah, “ Bagi mereka adzab yang pedih didunia dengan ancaman siksa. Firman Allah, “Dan Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui, “yakni kembalikanlah semua urusan kepada-Nya, niscaya kalian akan mendapat bimbingan.

Foto prewedding yang dilakukan calon pengantin warga di DesaSimpang Pematang Kabupaten Mesuji berbeda-beda dalam tingkat pendidikan foto prewedding dilakukan oleh warga lulusan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejurusan (SMA/SMK) bahkan banyak juga yang dilakukan oleh Sarjana, tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu masalah bagi mereka untuk melakukan foto prewedding yang terkadang memunculkan adegan mesra dalam melakukan foto prewedding.11

10 Departemen Agama Islam RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: Magfirah Pustaka,2006), 351.

11Wawancara dengan joel (selaku fotografer) di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji, pada tanggal 06 Januari 2020.

(19)

Menurut Agustina Dwi Cahyani yang dikutip dari buku Abu Malik bin Sayyid Salam Pengambilan gambar foto prewedding ini belum ada pada masa Nabi. Selain itu, hal tersebut bukanlah bagian dari rentetan sunnah pernikahan seperti halnya walimatul ursy‟. Namun, tiadalah masalah bila mana pengambilan gambar foto prewedding ini dilaksanakan, karena tidak sampai merusak rukun dan syarat pernikahan. Tetapi ketika melihat foto prewedding hampir selalu menggambarkan sepasang calon pengantin yang sedang bermesraan atau berdekatan, paling tidak berduaan. Sehingga hal tersebut sudah menjadi „urf (tradisi) dalam masyarakat.12

„Urf dimaknai sebagai sesuatu yang dikenal oleh masyarakat, telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka yang berupa perkataan dan perbuatan. 13 Adapun dari segi terminologi, kata „urf mengandung makna yaitu sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutnya dalam bentuk setiap perbuatan yang popular diantara mereka.14 Dengan kata lain „urf (kebiasan masyarakat) adalah sesuatu yang berulang-ulang dilakukan oleh masyarakat daerah tertentu, dan terus dijalani oleh mereka.15

Selain itu, biasanya calon pengantin wanita mengenakan pakaian yang seksi. Meskipun ada foto prewedding yang masih mengedepankan kaidah-kaidah syariat Islam dengan cara mengenakan pakaian yang menutup aurat dan menjaga jarak dari sentuhan, tetapi foto prewedding yang

12 Ibid, 12.

13Iwan Hermawan, Ushul Fiqh Metode Kajian Hukum Islam (Kuningan: Hidayatul Qur‟an, 2019), 100.

14 Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 209.

15 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), 161.

(20)

mengenakan pakaian seksi yang lebih mendominasi dan membudaya di tengah fakta yang ada. Hingga sering sekali ditemukan bagi mereka calon pengantin melakukan foto prewedding yang penuh dengan unsur syahwat seperti merangkul, memeluk, menggendong, bahkan bercumbu mesra.16

Beberapa alasan masyarakat melakukan foto prewedding untuk mengikuti tradisi. Foto prewedding dilakukan sebagai hiasan disudut dekorasi pernikahan, disamping itu foto prewedding dilakukan juga guna untuk mempercantik undangan.17

Terdapat juga alasan masyarakat Desa Kecamatan Simpang Pematang Kabupaten Mesuji melakukan foto prewedding dilakukan guna untuk mengisi waktu kosong calon pengantin. Selain itu, foto prewedding dilakukan juga sebagai kenang-kenangan calon pengantin dikemudian hari. Ia mengatakan melakukan foto prewedding sudah menjadi budaya dalam masyarakat sebelum pernikahan jadi kegiatan tersebut dianggap biasa saja.18

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakanpenelitian lebih lanjut dengan judul “FAKTOR-FAKTOR CALON PENGANTIN MELAKUKAN FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” (Studi Kasus diDesa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji)”.

16Aguatina Dwi Cahyati, “Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam”, (Metro:

IAIN Metro, 2018), 64.

17Wawancara dengan Laily Mustliha di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji, pada tanggal 07 Januari 2020.

18Wawancara dengan Kartika di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji, pada tanggal 07 Januari 2020.

(21)

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pertanyaan peneliti yaitu “Apa saja Faktor yang melatarbelakangi Calon Pengantin Melakukan Foto Prewedding dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan hal tersebut di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji ?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, peneliti bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor yang melatarbelakangi Calon Pengantin Melakukan Foto Prewedding di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji.

2. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan atau manfaat penelitian yang diharapkan peneliti ini adalah:

a. Secara Teoritis, yaitu menjelaskan bahwa hasil penelitian untuk memperluas pemahaman terhadap ilmu pengetahuan kepada pembaca maupun mahasiswa/i jurusan Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah).

b. Manfaat praktis, yaitu menjelaskan bahwa hasil penelitian bermanfaat terutama kepada masyarakat yang melakukan foto prewedding di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji.

(22)

D. Penelitian yang Relevan

Penelitian foto prewedding telah banyak dilakukan, penelitian ini tentu tidak terlepas dari peneliti terdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan referensi diantaranya:

Skripsi Irfan Helmi (2016) skripsi yang ia tulis berjudul “Budaya Foto Prewedding Dalam Hukum Islam” (Studi Kasus Aris Fotografer, Jl. Harvest Citi Blok Ob IV No.15, Cibubur). Dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah faktor yang paling puncak yang menyebabkan banyaknya calon pengantin untuk mendatangi saudara Aris untuk di potret dalam bentuk foto prewedding. Dalam syariat Islammemandang haram kegiatan dalam pemotretan gambarnya selalu memunculkan perilaku khalwat, ikhtilat, dan khasyaful aurat.19

Sharif Hidayat (2017) skripsi yang ditulis berjudul “Foto Prewedding Dalam Perspektif Ulama Palangka Raya”. Dalam skripsi ini dapat disimpulkan bahwa ulama Palangka Raya memiliki pendapat berbeda-beda dalam menempatkan hukum foto prewedding, di antaranya ada yang membolehkan dan ada yang melarang secara mutlak. Kelompok yang membolehkan foto preweding hanya sebatas dalam keadaan model foto prewedding yang telah sah menjadi suami istri menurut hukum Islam, sehingga halal apabila bersentuhan. Adapun kelompok kedua yang melarang adanya foto prewedding, berpendapat bahwa foto prewedding haram apabila dilakukan sebelum akad nikah dengan alasan keadaan para model yang belum ada ikatan

19Irfan Helmi, “Budaya Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam”, (Jakarta:

UIN Syarif Hidayatullah, 2016).

(23)

sebagai suami istri memiliki peluang besar terjadinya khalwat dan ikhtilat.

Dalam hal apabila foto prewedding mengandung unsur membuka aurat, bertabarruj, dan tujuan yang tidak diperbolehkan dalam Islam para ulama sepakat untuk melarangnya.20

Agustina Dwi Cahyati (2018) Skripsi yang ia tulis berjudul

“Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam” ( Studi Kasus di Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah). Peneliti tersebut membahas bahwa foto prewedding yang dilakukan oleh para calon pengantin di Desa Rukti Harjo Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah dalam perspektif fiqih hukumnya, dilihat dari dua perspektif haram dan boleh. Dilihat dari beberapa aspek: yang pertama pakaian, dalam melakukan foto prewedding calon pengantin menggunakan pakaian yang tidak sopan dan tidak sesuai dengan syariat Islam. Kedua pose, dalam melakukan foto prewedding pose yang dilakukan calon pengantin berlebihan, dan mengandung unsur Ikhtilat, Khalawat, Kasyful aurat. Dan yang ketiga, pendampingannya dalam melakukan foto prewedding calon pengantin tidak didampingi oleh mahromnya ketika dalam perjalanan menuju lokasi sampai kembali lagi kerumah.21

Skripsi Dian Prita Devi (2015) skripsi yang ia tulis berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Foto Prewedding”. Dalam penelitian tersebut membahas pelaksanaanfoto prewedding dalam prespektif hukum

20Sharif Hidayah, “Foto Prewedding Dalam Perspektif Ulama Palangka Raya”, (Palangka Raya: IAIN Palangka Raya), Vol.8, No. 1 juni 2018.

21Agustina Dwi Cahyati, “Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam”, (Metro:

IAIN Metro, 2018).

(24)

Islam itu dilarang secara muktlak.Kegiatan foto prewedding di dalam Syari‟at Islam maupun menurut ijtihad para ulama di Indonesia berpendapat pelaksanaan foto prewedding sebelum adanya ijab qabul maka diharamkan.Sebagian ulama di Indonesia ada yang berpendapat bahwa pelaksanaan foto prewedding itu haram disebabkan kedua calon mempelai belum dapat dikatakan pasangan suami istri karena belum dilakukannya akad nikah sehingga kedua calon mempelai tersebut masih bukan mukhromnya.22

Berdasarkan keempat penelitian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan, kajian dalam penelitian tersebut menjelaskan hukum foto prewedding dalam prespektif fiqih dilihat dari segi poseikhtilat, khalawat, dan kasyful aurat. Akan tetapi terlihat adanya perbedaan yang mendasar dalam penelitian ini maka peneliti lebih menekankan pada faktor-faktor yang melatar belakangi calon pengantin melakukan foto prewedding.

Maka dalam hal ini peneliti akan mengkaji mengenai Faktor-Faktor Calon Pengantin Melakukan Foto prewedding Dalam Perspektif Hukum Islam di Desa Simpang Pematang Kabupaten Mesuji.

22Dian Prita Devi, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Foto Prewedding”, (Jember: IAIN Jember, 2015).

(25)

1. Pengertian ‘Urf

„Urf atau disebut juga adat secara bahasa berasal dari kata „arafa- ya‟rufu-ma‟rufin yang diartikan sebagai sesuatu yang dikenal. Namun secara istilah „urf dimaknai sebagai sesuatu yang dikenal oleh masyarakat, telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka yang berupa perkataan dan perbuatan.1 Definisi „urf menurut para ahli fiqh adalah:

“Sesuatu yang sudah dibiasakan oleh manusia dalam pergaulannya dan telah mantap dalam urusan-urusannya.”

Hakikat adat dan „urf adalah sesuatu yang sama-sama dikenal oleh masyarakat dan telah berlaku secara terus-menerus sehingga diterima keberadaannya ditengah umat.2

Secara etimologi (bahasa) al-„urf berasal dari kata yang terdiri dari huruf „ain, ra‟ dan fa‟ yang berarti kenal, dari kata ini muncul kata ma‟rifah (yang dikenal), ta‟rif (definisi), kata ma‟ruf (kebiasaan), dan kata

„urf (kebiasaan yang baik).3 „Urf secara bahasa berarti sesuatu yang telah dikenal dan dipandang baik serta dapat diterima akal sehat.4 „Urf yang

1Iwan Hermawan, Ushul Fiqh Metode Kajian Hukum Islam (Kuningan: Hidayatul Qur‟an, 2019), 100.

2Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh, (Jakarta: Karisma Putra Utama, 2014), 71.

3 Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), 209.

4Musnad Rozin, Ushul Fiqh 1, (Yogyakarta, Amzah, 2015), 165.

(26)

bermakna terbuat baik dapat ditemukan dalam firman Allah SWT surah Al-A‟raf (7) ayat 199:















Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma‟ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.5

Adapun dari segi terminologi, kata „urf mengandung makna yaitu sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutnya dalam bentuk setiap perbuatan yang popular diantara mereka.6 Dengan kata lain

„urf (kebiasan masyarakat) adalah sesuatu yang berulang-ulang dilakukan oleh masyarakat daerah tertentu, dan terus dijalani oleh mereka.7

„Urf lahir dari sebuah kebiasaan (al-adah), yaitu sesuatu yang telah bersemayam didalam jiwa yang berupa hal-hal rasional yang dilakukan secara berulang-ulang menurut akal yang sehat. Bagi seseorang, „urf (adat istiadat) mempunyai kekuasaan yang besar, yang harus ditaati.

2. Macam-macam ‘Urf

Adat yang sudah berlangsung lama, dalam hubungannya dengan hukum syara‟ yang datang, terdiri dari tiga macam:

1. Adat yang sebelum datangnya agama Islam, karena dianggap baik oleh hukum syara‟ dinyatakan berlaku untuk umat Islam, baik dalam bentuk diterimanya dalam Al-Qur‟an maupun

5 Departemen Agama Islam RI, Al-qur‟an dan Terjemah (Jakarta: Magfirah Pustaka, 2006), 176.

6 Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 209.

7 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), 161.

(27)

mendapat pengakuan dari nabi. Adat dalam bentuk ini dengan sendirinya diamalkan dalam Islam karena telah dikukuhkan dalam nash Al-Qur‟an.

2.Adat yang berlaku sebelum datangnya Islam, namun karena adat tersebut dianggap buruk dan merusak bagi kehidupan umat, dinyatakan Islam sebagai suatu yang terlarang, maka dalam hal ini ulama telah bersepakat bahwa adat dalam bentuk ini tidak boleh dilakukan.

3.Adat atau kebiasaan yang terdapaat ditengah masyakat belum diserap menjadi hukum Islam, namun tidak ada nash syara‟ yang melarangnya. Adat dalam bentuk ini dapat dijadikan dalil dalam menetapkan hukum syara‟. Kaidah yang digunakan dalam fiqh adalah al‟addah al muhakkamah.8

3. Kedudukan ‘Urf

para ulama mazhab fiqh, pada dasarnya bersepakat untuk menjadikan „urf secara global sebagai dalil hukum Islam (hujjah syar‟iyyah). Perbedaan pendapat diantara mereka terjadi mengenai batasan dan lingkup aplikai dari „urf itu sendiri.9 Dalam kaitan ini, perlu dkemukakan hal-hal sebagai berikut:

a. Perihal kebiasaan masyarakat Arab terdauhu yang kemudian dikonfirmasikan secara positif oleh syariat sehingga ia menjadi hukum syara‟. Mengenai hal ini, para ulama bersepakat bahwa

8Alfiani Eka Nurlaili, “Tinjauan Urf Terhadap Praktik Khitbah Perempuan” (Ponorogo:

IAIN Ponorogo, 2020), 44.

9 Asnawi, Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2011). 161.

(28)

kebiasaan tersebut mengikat secara syar‟i segenap kaum muslim.

Kebiasaan semacam ini tetap kukuh valid, tidak berubah sebagaimana berubahnya waktu dan tempat.

b. Perihal kebiasaan masyarakat Arab terdahulu yang kemudian dinegasikan secara ekspilit oleh syariat sehingga ia menjadi haram hukumnya. Mengenai hal ini, para ulama sepakat bahwa kebiasaan semacam ini harus dijadikan oleh segenap kaum muslim. Inilah ang disebut „urf fasid.10

4. Syarat-Syarat ‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam

„Urf dapat dijadikan sumber penemuan hukum Islam harus memenuhi persyaratan-persyartaan tertentu. Apabila dilihat dari nash-nash yang dijadikan sandaran bolehnya menggunakan „urf sebagai metode penemuan hukum Islam, maka dapat dinyatakan bahwa „urf tersebut harus merupakan „urf yang mengandung kemaslahatan dan „urf yang dipandang baik.11

Para ahli metodologi hukum Islam (ahli ushul) mensyaratkan beberapa syarat sebagai berikut:

a. „Urf (baik yang bersifat umum atau khusus ataupun yang bersifat perbuatan atau ucapan) berlaku secara umum, artinya

„Urf berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi ditengah- tengah masyarakat dan keberlakukannya dianut oleh mayoritas masyarakat.

10 Ibid, 162.

11 Sucipto, “ „Urf Sebagai Metode dan Sumber Penemuan Hukum Islam”, Jurnal Asas (IAIN Raden Intan Lampung), Vol. 7 No.1/Januari 2015, 32.

(29)

b. „Urf telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul. Artinya „Urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya.

c. „Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam suatu transaksi, atau dengan kata lain tidak terdapat persyaratan yang mengakibatkan „urf atau adat kebiasaan itu tidak dapat diterapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuannya.

Karena „urf itu secara implisit berkedudukan sebagai syarat.

d. „Urf tidak bertentangan dengan nash-nash qath‟i dalam syara‟.

Jadi „urf dapat dijadikan sebagai sumber penetapan hukum bila tidak ada nash qath‟i yang secara khusus melarang melakukan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat.12 Dengan persyaratan tersebut para ulama memperbolehkan penggunaan „urf sebagai sumber hukum Islam.

B. Konsep Islam tentang Pergaulan

Pergaulan antara perempuan dan laki-laki pada hakikatnya tidak dilarang. Bahkan interaksi antara keduanya diperbolehkan. Karena sesungguhnya kejasama anatara laki-laki dan perempuan diperlukan dalam kehidupan. Namun dalam pergaulan terdapat batas-batas hukum yang telah ditetapkan oleh Islam.13 Batas-batas hukum tersebut antara lain:

12 Sucipto, “ „Urf Sebagai Metode dan Sumber Penemuan Hukum Islam”, 32.

13Yusuf Qaradhawi, Fiqih Wanita, ( Bandung: Jabal, 2014), 107.

(30)

1. Menjaga Pandangan

Menjaga pandangan antara laki-laki dan perempuan.Artinya tidak boleh melihat aurat, tidak boeh memandang dengan syahwat, tidak berlama-lama memandang tanpa adanya keperluan. Hukum menjaga pandangan adalah wajib bagi setiap muslim.

Sebagimana Allah berfirman dalam Q.S An-Nuur[24]: (30)

































Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangnnya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.14

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah memaknai ayat tersebut bahwa Allah mensyariatkan penundukan pandangan terlebih dahulu (menjaga pandangan) karena mata merupakan sarana yang menyebabkan kemaksiatan pada kemaluan. Memandang hanya diperbolahkan untuk kemaslahatan kepentingan untuk kebaikan yang sudah jelas. Namun menjadi haram jika menimbulkan kerusakan.15

14 Departemen Agama Islam RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: Magfirah Pustaka,2006), 353.

15Haya binti Mubarok Al-barik, Wanita Muslimah, cetakan ke-5, (Jakarta : Darul Falah, 2003), 151.

(31)

Adapun yang dimaksud pandangan spontan dalah pandangan yang terjadi tanpa adanya niat dari pelakunya. Selama pandangan ini dilakukan tanpa sengaja, maka itu tidak berdosa. Akan tetapi, pandangan kedua yang dilakukan dengan sengaja akan mendapat dosa. Rasululllah memerintahkan untuk memalingkan pandangan pertama, dan tidak melanjutkan pandangan. Karena kelanjutannya sama saja dengan pengulangan.

2. Kasyful Aurat (Menjaga Aurat)

Pada umumnya kata aurat ini memberi arti tidak baik dipandang.

Memalukan dan mengecewakan. Ada juga para ahli tata Bahasa Arab yang mengatakan kata “Aurat” berasal dari “Aaro” artinya menutup dan menimbun seperti menutup mata air dan menimbunnya. Ini berarti pula, bahwa aurat itu adalah sesuatu yang ditutup sehingga tidak dapatdipandang. Adapun yang lain berpendapat kata “Aaurat” berasal dari kata “A‟wara” yakni sesuatu yang jika dilihat mencemarkan. Jadi aurat sesuatu anggota yang harus ditutup dan dijaga hingga tidak menimbulkan kekecewaan dan malu.16

Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Q.S Al- A‟raf : 26









































16Huzaemah T. Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer; (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2001), 18.

(32)

Artinya : “Wahai anak adam! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu.Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik.Demikianlah sebagaian tanda-

tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat”.17 Dalam konteks “menutup aurat” (satru al-„aurat) syariat Islam tidak mensyaratkan bentuk pakaian tertentu, atau bahan tertentu untuk dijadikan sebagai penutup aurat.Syariat hanya mensyaratkan agar sesuatu yang dijadikan penutup aurat, harus mampu menutupi warna kulit.18Seorang wanita bebas menentukan model pakaiannya menurut kebudayaan dan tingkat peradaban masyarakatnya, sepanjang tidak menyimpang dari prinsip pokok yang telah ditetapkan syariat.Dengan demikian, wanita muslimah Indonesia dapat saja merancang model busana yang sesuai dengan budaya dan tradisi Indonesia.tanpa meninggalkan prinsip menutup aurat, sehingga busana yang dikenakan member kesan keIslaman dan keIndonesiaan.Busana muslimah tidak identik model busana Arab, sebab yang penting menurut Islam ialah tertutupnya aurat.19

Islam mengharamkan wanita mengenakan pakaian yang dapat menunjukkan dan mengungkapkan tubuh yang ada dibaliknya karena tipis.Begitu pula pakaian yang menunjukkan lekuk-lekuk bagian tubuh, khususnya bagian-bagian yang sensitive mendatangkan fitnah, seperti payudara, paha, pinggul, dan sebagainya.

17Departemen Agama Islam RI, Al-Qur‟an dan Terjemah (Jakarta: Magfirah Pustaka,2006), 153.

18Ibid, 18.

19Muhammad Sudirman Sesse, „Aurat Wanita dan Hukum Menutupnya Menurut Hukum Islam, Jurnal Al-Maiyyah, Vol 9 No.2 Juli-Desember, 2016, 327.

(33)

3. Pengertian Ikhtilat dan Khalwat

Ikhtilat yakni pergaulan campur laki-laki dengan perempuan dan khalwat yakni berduan-duaan laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya.20Atau berkumpulnya beberapa orang perempuan dengan beberapa orang lelaki pada suatu tempat yang memungkinkan untuk saling bertemu pandang atau bercakap-cakap secara langsung, maka keberadaan seorang lelaki dangan seorang perempuan ditempat yang sunyi, dan diantaranya tidak ada hubungan muhrim, bagaimanapun hal tersebut dianggap ikhtilat.21

Dari „Umar bin Al-Khattab, ia berkhutbah di hadapan muslim di Jabiyah, lalu ia membawakan hadits nabi berikut:

َ اَ ن ااُط أيَّشَ أَ ناإَف َحاأُر ْامَُ َمَْكادَحَأَ انَوُ اخَْ ّ َال

َ نْرُؤَرَ انَهاإََهَتائْ ط ايسََهُتاءن اساوََهَتان اساحََهُتأ اسََ ُناراوَنامَ َثُْل اثَ

Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.”

Menurut pandangan Dr Abdul Karim Zaidan yang dikutip oleh Irfan Hekmi dalam karyanya Mufshal Fii Ahkami Mar‟ah.

Sesungguhnya asal hukum dalam masalah berkumpulnya seorang laki-laki dan perempuan adalah haram. Namun diperolehkan

20Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer, Cetakan ke-3 (Jakarta: Maf Media Kreativa, 2017), 242.

21Haya binti Mubarok Al-barik, Wanita Muslimah, cetakan ke-5, (Jakarta : Darul Falah, 2003), 153.

(34)

berikhtilat antara laki-laki dan perempuan jika memang terdapat dharurah syariah, hajat syariah, maslahah syariah atau karena hukum adat dalam beberapa keadaan berikut:

a. Ikhtilat yang diperbolehkan sebab dharurat:

Seorang laki-laki yang menolong seorang perempuan pada saat perempuan tersebut dikejar oleh seseorang yang akan menganiayanya.

b. Ikhtilat yang dibolehkan sebab hajat syariah:

1) Berikhtilatnya laki-laki dan perempuan untuk bermuamalah syariah seperti jual beli, gadai dan lainnya.

2) Beriktilatnya laki-laki dan perempuan untuk menghormati tamu.

3) Beriktilatnya laki-laki dan perempuan dalam kendaraan umum untuk memenuhi hajat kebutuhan hidup sehari-hari seperti belanja dan sebagainya).

c. Ikhtilat yang sudah menjadi hukum adat bersifat positif:

Berikhtilatnya laki-laki dan perempuan disalah suatu tempat berkumpul seperti lapangan upacara, auditorium atau saat mengujungi salah seorang sahabat dengan catatan pakian dan adab harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam dan hukum syariat, pandangan antara peran laki-laki dan perempuan tersebut tidak terdapat syahwat dan tidak ada khalwat antara seorang laki-laki dan perempuan.

(35)

Menurut Imam Abi Bakar Usman Bin Muhammad Syatho Adhimmyati ulama dari mazhab Syafi‟I dalam karyanya “Hasyiah I‟anah Tholibin” beliau mengungkapkan pendapatnya yaitu: “adapun hukum berkumpulnya seorang wanita dan seorang lelaki pada perayaan yang tidak melanggar hukum syari‟ah di akhir Ramadhan perayaan malam takbiran) adalah makhruh selama tidak terdapat persentuhan badan antara lawan jenis yang ajnaby secara sengaja dan tanpa kebutuhan dharurat. Maka jika terjadi persentuhan yang disengaja dan tidak kebutuhan dhorurat adalah haram hukumnya.”

Rasulullah SAW bersabda:

ََالََُّلْ اتََلًَ َحاأُرشَ أسامايَ َُ َحَ ُنْرََ الََ ُيْاخَفكيْكادَ ُنْرَفطاطُخْمْبَفلَجارَ ْسْحارَ ْفَِاناع ُاَيَ َُ َلأ

Artinya: “ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik daginya, daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.”(HR. Thobroni dalam Mu‟jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadist ini shahih).22

Betapa bahayanya perilaku ikhtilat, sehingga baginda Nabi Muhammad saw. pun mengibaratkan bahwa tertusuk oleh pasak yang berbuat dari besi, masih lebih baik di bandingkan harus menyentuh lawan jenis yang bukan mahram. Ini menunjukkan ketegasan dari baginda Nabi Muhammad saw. kepada umatnya untuk menjauhi perilaku ikhtilat dan khalwat.

22Irfan Helmi, “Budaya Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam” (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2016), 13-14

(36)

4. Berpergian Tanpa Didampingi Mahram

Penjajah barat telah membuat masyarakat kita menjadi tuli terhadap peraturan Allah dan Rasul-Nya.Orang-orang seperti ini yang kebanyakan para pemimpin, memaksa kita untuk memberikan kebebasan terhadap wanita untuk menyatakan diri, mengembangkan kerpribadiannya, menikmati hidupnya, dan kefiminimannya. Mereka ingin mereka bergaul dengan beberapa pria secara bebas,bergaul dekat dimana wanita bisa bersama-sama dengan beberapa pria dan berdua-duaan, berjalan bersama para pria.23

Wanita tidak boleh berpergian dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Jika tidak ada mahramnya atau ada tapi tidak mau pergi bersamanya maka ia boleh dibayar dari harta wanita itu (sebagai bayaran pergi bersamanya). Apabila tidak ada yang mendampingi wanita tersebut hendaknya tetap menetap dirumah.Wanita dilarang berpergian kecuali ditemani bersama mahramnya yang menjaganya dari gangguan-gangguan orang jahat dan orang-orang fasik.

Seorang laki-laki diharamkan untuk berpergian dengan seorang perempuan sebelum akad nikah dilaksanakan karena keduanya belum dihalalkan secara syara‟ sehingga hubungan keduanya belum sah.Jika tidak ditemani oleh mahramnya ditakutkan akan terjadi sesuatu yang tidak diperblehkan.24

23Yusuf Qaradhawi, Fiqih Wanita, ( Bandung: Jabal, 2014), 106.

24Agusina Dwi Cahyati, “Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam”(Metro:

IAIN Metro, 2018), 82.

(37)

Seorang laki-laki dan perempuan hendaklah untuk tidak berpergian tanpa ditemani oleh mahramnya, karena dikhwatirkan akan mendorong keduanya untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

5. Konsep Hukum Islam tentang Foto Prewedding

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara mengatakan bahwa hukum melakukan foto prewedding adalah haram. Prof. Dr.

Abdullah, MA. Menjelaskan bahwa foto prewedding yang dimaksud adalah foto mesra calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan yang dilakukan sebelum akad nikah.Foto prewedding diharamkan karena saat pengambilan foto belum ada ikatan sebagai suami istri.25

Berdasarkan penjelasan lain terkait bahwasannya hukum melakukan foto prewedding adalah haram menurut Fatwa yang dikeluarkan oleh Forum Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur ke 12 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri dan hal ini diakui oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Ridwan , yang setuju karena hal ini selaras dengan ajaran Islam.

Pengharaman pembuatan foto prewedding ini setidaknya didasarkan 2 hal yaitu pada pasangan mempelai dan fotografer yang melakukannya.Untuk mempelai diharamkan apabila dalam melaksakan

25Ibid, 39.

(38)

foto prewedding terdapat ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), khalwat (berduaan), kasyaful aurat (membuka aurat).26

Seluruh Ulama ahli fiqih sepakat bahwa hukum foto prewedding itu haram jika terjadi : Iktilath dan Khalwat, persentuhan dengan lawan jenis, tabarruj dan bermesraan. Hukum haram ini tidak hanya berlaku terhadap calon pengantin saja, melainkan fotografer terkena hukum haram karena pada umumnya fotografer melihat dan bahkan menyentuh bagian anggota tubuh calon mempelai wanita untuk menata dandanan dan penampilannya agar tampak lebih indah dan menarik. Atau minimal para fotografer itu rela terhadap tindakan foto prewedding yang merupakan perbuatan terlarang tersebut.

Namun, perbuatan foto prewedding itu tidak mutlak haram, melainkan ada peluang untuk diperbolehkan jika dalam proses pelaksanaannya dapat dihindari hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, tidak mengandung unsur perbuatan mungkar. Hal ini bisa ditempuh, misalnya dengan cara kedua calon mempelai melakukan pengambilan foto secara berpisah, dan juga dipajang atau dipasang secara terpisah, atau pengambilan gambar dilakukan setelah akad nikah, sebelum resepsi pernikahan, yang berarti keduanya sudah halal. Walaupun demikian, si perempuan tetap harus berpakaian sopan, Islami, dan tidak ber-tabarruj.

Akan tetapi, jika diyakini foto prewedding tersebut dapat memunculkan

26Adindha Putri Arifianing Kasih, Pandangan Masyarakat Terhadap Foto Prewedding Dalam Undangan Pernikahan Perspektif Hukum Islam (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2019), 6.

(39)

penilaian negatif dari masyarakat, maka foto prewedding tersebut dilarang, meskipun dilaksanakan sesudah akad nikah.27

C. Foto Prewedding pada Calon Pengantin 1. Calon Pengantin

a. Pengertian Calon Pengantin

Calon pengantin Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan melangsungkan perkawinan.28 Pengertian lain calon pengantin adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang akan dan sedang mengajukan permohonan kehendak nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).29Pasangan yang belum mempunyai ikatan, baik secara hukum agama maupun Negara dan pasangan tersebut berproses menuju pernikahan disebut sebagai calon pengantin.

Berdasarkan uraian tersebut dapat peneliti pahami bahwa calon pengantin adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum sah menjadi suami istri baik secara agama ataupun negara yang akanmelangsungkan pernikahan.

b. Syarat Menjadi Calon Pengantin

Calon pengantin laki-laki dan perempuan dalam Islam harus memenuhi rukun dan syarat-syarat. Rukun dan syarat keduanya

27Ahmad Zahro, Fiqih Kontemporer, cetakan ke-3 (Jakarta: Maf Media Kreativa, 2017), 243-245.

28 Calon pengantin: kamus, 2012. pada kbbi, diambil 16 Nov 2020, dari https://kbbi.web.id/pengantin.html

29Titin Lestari, “Presepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Kursus Calon Pengantin Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah”, (IAIN Metro, 2019), 20.

(40)

mengandung arti yang berbeda dari segi bahasa. Rukun adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya.

Menurut Hanafiah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang terkadang berhubungan dengan sighat, berhubungan dengan kedua calon mempelai dan berhubungan denan kesaksian. Menurut syafi‟iyyah, syarat perkawinan itu adakalanya menyangkut sighat, wali, calon suami-istri dan juga syuhud (saksi). Berkenaan dengan rukunnya, bagi mereka ada lima, yakni calon suami-istri, wali, dua orang saksi, dan sighat. Selanjutnya menurut Malikiyyah, rukun ada lima, yakni wali, mahar, calon suami-istri dan sighat. Jelaslah para ulama tidak saja berbeda dalam menggunakan kata rukun dan syarat, tetapi berbeda dalam detailnya.Malikiyyah tidak menempatkan saksi sebagai rukun, sedangkan syafi‟iyyah menjadikan dua orang saksi sebagai rukun.30

Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Yakni:

1.) Calon suami, dengan syarat: beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan dan tidak terdapat halangan perkawinan.

30Ach Puniman, “Hukum Perkawinan Menurut Islam dan Undang-Undang No.1 Thun 1974”, Jurnal Yustitia Vol. 19 (Universitas Wiraraja : 2018), 90.

(41)

2.) Calon Istri, dengan syarat: beragama Islam, perempuan, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuannya, dan tidak terdapat halangan perkawinan.

3.) Wali nikah, dengan syarat: laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian, dan tidak terdapat hak perwalian.

4.) Saksi nikah, dengan syarat: minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab Kabul, dapat mengerti maksud akad, Islam, dan desawa.

5.) Ijab Qabul, dengan syarat: adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan penerimaan dari calon memepelai pria, memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut, adanya ijab dan qabul bersambungan, antara ijab dan qabul jelas maksudnya, orangnya terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah dan majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.31

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)Rukun dan syarat pernikahansebagai berikut:

Rukun Pasal 14 Untuk melaksanakan pernikahan harus ada:

a. Calon suami b. Calon istri

3131Ibid, 91.

(42)

c. Wali nikah

d. Dua orang saksi dan;

e. Ijab dan qabul .

1. Syarat calon suami

a. Pasal 15 ayat 1: sekurang-kurangnya berumur 19 tahun.Untuk kemasalahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.32

b. Pasal 17 ayat 1: adanya keinginan sendiri (tidak dipaksa)

Sebelum berlangsungnya perkawinan pegawai pencatat nikah menanyakan lebih dulu persetujuan calon mempelai dihadapan dua saksi nikah.

c. Pasal 17 ayat 2: bila ternyata perkawinan tidak disetujui oleh salah satu seorang calon mempelai maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan.33

2. Syarat calon istri

a. Pasal 15 ayat 1: sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

32Kompilasi Hukum Islam(KHI) (Bandung: VC.Nuansa Aulia, 2017), 5.

33Ibid, 6.

(43)

.Untuk kemasalahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

b. Pasal 16 ayat 2: tidak adanya paksaan.persetujuannya berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas.

Menurut mazhab Syafi‟i dalam syarat-syarat calon pengantin tidak terdapat perbedaan.34Mazhab Hanafi yang membolehkan akad dengan paksaan, seluruh ulama mazhab sepakat bahwa akad harus dilakukan secara sukarela dan atas kehendak sendiri.

Sedangkan Syafi‟i dan Hambali menyatakan usia baligh untuk laki-laki dan perempuan adalah lima belas tahun,sedangkan Maliki menetapkan tujuh belas tahun. Sementara itu Hanafi menetapkan usia baligh anak laki-laki adalah delapan belas tahun, sedangkan anak perempuan Sembilan belas tahun.35

Sebagaimana telah diuraikan rukun dan syarat-syarat untuk menjadi seorang calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan harus memenuhi rukun dan syarat-syarat tersebut agar pernikahan sah.

34Muhammad Syaikul Fikry, “Tinjauan Fikih Empat Mazhab Terhadap Kebolehan Perkawinan Janda Hamil Dalam Menetapkan Nomor: 0238/Pdt.P/2016/PA.TA” (Surabaya:UIN Sunan Ampel Surabaya), 32-33.

35 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Jakarta: Lentera, 2011), 253- 255.

(44)

2. Foto Prewedding

a. Pengertian Foto Prewedding

Kata foto prewedding berasal dari bahasa Inggris yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti foto, sebelum pernikahan. Akan tetapi hingga saat ini menganggap bahwa foto ini berarti foto disuatu lokasi, dengan konsep serta pakaian yang memang dipersiapkan.

Maraknya kegiatan foto prewedding ini tidak hanya melibatkan calon pengantin namun juga melibatkan fotografer sebagai fasilisator, baik dari peralatan, ide atau konsep yang kemudian hasil dari foto prewedding akan ditampilkan dalam resepsi pernikahan.36

Foto prewedding sudah menjadi life style (gaya hidup) bagi pasangan-pasangan yang akan menikah. Foto hasil prewedding itu digunakan untuk berbagai keperluan pesta pernikahan. Seperti undangan souvenir, hingga sampai dekorasi ruangan.37

Sesi foto prewedding yang dilakukan saat ini sering menampakkan keintiman yang sudah jelas diharamkan untuk kedua calon pengantin, karena saling melihat, menatap dan bersentuhan adalah perbuatan- perbuatan yang mendekati zina.

Foto prewedding sudah menjadi salah satu kebiasaan yang dilakukan calon pengantin sebelum pernikahan. Bahkan hingga saat ini foto prewedding tidak dipermasalahkan.

36Agustina Dwi Cahyati, “Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam” (Metro:

IAIN Metro, 2018),69.

37Adindha Putri Arifianing Kasih, “Pandangan Masyarakat Terhadap Foto Prewedding Dalam Undangan Pernikahan Perspektif Hukum Islam”(Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2019), 5.

(45)

b. Tujuan dan Kegunaan Foto Prewedding

Sesi foto prewedding merupakan aktivitas pengambilan gambar yang dilakukan oleh seorang fotografer dan kemudian diserahkan kepada kline dalam wujud file foto, album dan juga frame. Disini merupakan pendapat dari sudut pandang seseorang calon pengantin terhadap foto prewedding .

Sebagaimana telah dijelaskan di atas calon pengantin yaitu seorang laki-laki dan perempuan yang akan melakukan pernikahan dikemudian hari, untuk mengisi waktu kekosongan. Calon pengantin melakukan foto prewedding dengan tujuan dan kegunaan sebagai berikut:

a. Sebagai Media Kenangan

Memberikan kenangan yang sangat berharga bagi calon pengantin, keluarga, dan teman-temannya. Dengan adanya foto-foto tersebut maka pasangan pengantin dan siapapun juga dapat membuka kembali album bersejarah tersebut dan mengenang peristiwa sakral dan membahagiakan dalam hidup tersebut.

b. Sebagai Referensi

Foto prewedding dapat menjadi referensi bagi keluarga atau teman yang hendak melangsungkan pernikahan. Bagi yang akan merencanakan pernikahan dan masih bingung memikirkan konsep pernikahan, model baju pernikahan dan sebagainya, maka foto-foto

(46)

tersebut dapat memberikan ide atau konsep yang sama seperti yang mereka lihat di dalam foto prewedding ide dari foto-foto tersebut.38 c. Jenis-jenis Foto Prewedding

1. Tempat Pengambilan FotoPrewedding

Pengambilan foto prewedding biasanya dilakukan 1-2 bulan sebelum hari pernikahan.Tempat pengambilan foto prewedding yang bisa dipilih calon pengantin yaitu outdoor atau indoor. Outdoor, calon pengantin bisa memilih tempat-tempat eksotis yang lokasinya dapat menghasilkan gambar yang unik seperti pantai, taman, puncak, atau hutan.39Indoor, foto prewedding ini dilakukan di dalam studio foto biasanya dengan latar belakang kain abstrak atau walpapper dinding.40

2. Pose Saat Pengambilan Foto Prewedding

Pose diartikan sebagai suatu sikap, gaya atau cara yang diambil atau dilakukan oleh seorang model (duduk atau berdiri) ketika sedang melakukan pemoteratan. Pada bagian prewedding, konsep yang umumnya dimunculkan adalah “gaya sikap badan (pose) pasangan laki-laki dan perempuan dalam sebuah bagian foto”.Konsep ini digambarkan dalam momen-momen romantis yang direkayasa memulai kosep yang kreatif.41

Ada beberapa contoh pose saat pemotretan prewedding yaitu:

38Andik Hermawan, “Foto Prewedding Dalam Prespektif Santri Pondok Pesantren Al- ishlah Bandar Kidul Mojoroto Kota Kediri” (STAIN Kediri), 101.

39 Liza Zakaria, Fitri Liza Aryamega, Fekum Ariesbowo W, Let‟s Get Married, cetakan ke-1, ( Jakarta: Penebar Plus‟, 2007), 62.

40Ibid, 111.

41Agustina Dwi Cahyati, “Foto Prewedding Dalam Pandangan Hukum Islam” (Metro:

IAIN Metro, 2018),79.

(47)

1.) Pose Foto Prewedding di Taman42

Dalam pengambilan foto prewedding biasanya calon pengantin memanfaatkan taman sebagai objek. Mereka berpose dengan mengespresikan pandangan mata antara calon pengantin laki-laki dan perempuan. Selain itu mereka juga berpose seperti layaknya pangeran dan puteri yang sedang jatuh cinta dengan mengekpresikan pose foto yang mesra seperti berpegangan tangan ataupun berpelukan untuk mendapatkan hasil pose romantis layaknya pengantin yang penuh bahagia.

2.) Pose Foto Prewedding di Pantai

Pantai tidak hanya dijadikan sebagai wisata oleh wisatawan yang berburu keindahan alam, pantai memang sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tempat liburan bersama keluarga maupun rekan kerja. Namun pantai juga dapat dijadikan objek foto prewedding karena keindahannya yang mempesona terlihat dari keindahan air lautnya, pesisir pantai, serta keindahan langit melengkapi suasana yang santai, objek ini dijadikan untuk menunjang pose romantis dengan pasangan namun terkesan elegan dan casual.

42Dewi Sinta, Rana, Aditya, Martin.,Trik Foto Prewedding, (Jakarta: PT.GRASINDO), 14.

(48)

3.) Pose Foto Prewedding di Lapangan43

Pemotretan akan berlangsung disebuah lapangan yang terdapat rerumputan. Rerumputan tersebut dijadikan alas oleh mereka dengan berpose duduk saling bersandar antara punggung laki-laki dan perempuan dan pandangan mata searah seakan-akan mereka tidak sabar untuk hidup bersama, foto prewedding ini dilakukan pada siang hari.

Prewedding sebenarnya hanya masalah budaya yang ingin mengabadikan moment indah sebelum pernikahan.Sehingga menjadi kebiasaan melakukan foto sebelum pernikahan berlangsung.Ada yang berupa foto, video, buku dan sebagainya. Maraknya kegiatan fotoprewedding ini melibatkan fotografer sebagai fasilitator, baik dari peralatan, idea tau konsep, dan juga bagaimana display yang akan ditampilkan dalam resepsi pernikahan.

3. Dari Segi Pakaian

Dalam melakukan foto prewedding ada beberapa hal yang harus dipersiapkan termasuk dalam mengenakan pakaian ketika sessi pemotretan prewedding berlangsung, pakaian yang biasa dikenakan anatara lain :

1.) Gaya Kasual

Lawan dari gaya glamor yang mewah adalah konsep kasual. Berbusana dengan konsep kasual seperti

43Erika Fredina, Arief Agung, Adiel Yuwono, “Perancangan Fotografi Pre-Wedding Gaya Dekontruksi” (Surabaya: Universitas Kristen Petra), 6.

(49)

mengenakan kemeja dan celana dasar untuk laki-laki, dan mengenakan gaun simple untuk perempuan.

2.) Gaya Glamor

Konsep pakaian yang digunakan oleh pasangan yang akan melakukan sesi pemotretan prewedding yaitu untuk laki-laki mengenakan pakaian seperti jas dan juga celana dasar sementara untuk perempuan wanita mengenakan gaun yang mewah.

3.) Gaya Tradisional

Salah satu konsep pakaian yang digunakan calon pengantin ketika melakukan foto prewedding yaitu mengenakan pakaian adat, biasanya mereka mengenakan pakaian yang sesuai dengan adat mereka sendiri bahkan ada juga yang sengaja tidak sesuai dengan adatnya.Seperti mengenakan pakaian adat Jawa, Lampung, Sunda, Bali dan lain-lain.

4.) Gaya mengenakan pakaian dengan menunjukkan profesi

Adapun dalam sesi pemotretan prewedding calon pengantin juga biasanya mengenakan pakaian yang menunjukan profesinya masing-masing (pekerjaannya) misalnya mengenakan pakaian jas putih yang identik menunjukan bahwa orang tersebut adalah dokter,

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif atau penelitian lapangan (field research). Jenis penelitian ini adalah studi kasus tentang pendidikan

Perilaku KKN itu tidak hanya terjadi antara birokrasi dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemberian jasa pelayanan, tetapi yang lebih tragis adalah bahwa KKN juga terjadi

Penerbitan pedoman pengelolaan zakat oleh BAZNAS yang akan menjadi acuan BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ hingga memadai kebutuhan merupakan

Penelitian ini adalah penelitian (Field Research) penelitian lapangan yang bersifat kualitatif deskriptif, yang menggambarkan apa yang ada di lapangan sesuai dengan

Dalam penelitian ini test yang digunakan adalah test perbuatan (Praktik) yaitu test kemampuan memperaktikan kembali tari bedana dari hasil penggunaan media audio visual

Tujuan observasi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data penelitian aktivitas peserta didik dalam menerapkan nilai-nilai afektif pada pembelajaran tari bedana di SMA

Jenis penelitan ini merupakan penelitian lapangan (field research), yang bersifat kualitatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatakan deskriptif

menjelaskan keadaan erapan di mana pada tahap awal padatan memiliki afinitas yang tinggi terhadap zat terlarut. Apabila tapak-tapak erapan tersebut telah ditempati,