DAFTAR ISI
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Landasan Hukum 1.3. Maksud dan Tujuan 1.4. Sasaran
1.5. Hasil Yang Diharapkan 1.6. Ruang Lingkup
METODE PELAKSANAAN 2.1. Konsepsi Dasar 2.2. Metode Pendekatan
2.3. Metode Pengumpulan Data dan Informasi 2.4. Metode Analisis
GAMBARAN UMUM
3.1. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta
3.2. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah 3.3. Perkembangan Industri Kreatif
3.4. Kebutuhan Lahan Industri
HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN
4.1. Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan Perindustrian 4.2. Jenis Kegiatan Industri
4.3. Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah 4.4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
4.5. Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah
Hal I-1 I-1 I-7 I-9 I-9 1-10 1-10
2-1 2-1 2-10 2-20 2-21
3-1 3-1 3-7 3-10 3-20
4-1
4-1 4-3 4-12 4-41 4-45
BAB 5
BAB 6
4.6. Pengembangan Sumber Daya Manusia
4.7. Pemberdayaan Industri Kecil, Menengah dan Kreatif 4.8. Insentif dan Disinsentif
4.9. Kemitraan 4.10. Perizinan
4.11. Sistem Informasi Industri Daerah
4.12. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR 4.13. Peran serta Masyarakat
4.14. Pembinaan
4.15. Pengawasan dan Pengendalian 4.16. Sanksi
4.17. Penyidikan
MATERI MUATAN RAPERDA
5.1. Judul Rancangan Peraturan Daerah 5.2. Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis 5.3. Dasar Hukum
5.4. Batang Tubuh Raperda
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
RAPERDA PERINDUSTRIAN
4-64 4-69 4-73 4-77 4-85 4-93 4-96 4-100 4-101 4-104 4-109 4-120
5-1 5-1 5-2 5-4 5-17
6-1
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedudukan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki peran dan fungsi sebagai tempat penyelenggaraan pemerintahan dan tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional, sehingga peran dan fungsi Provinsi DKI Jakarta sangat luas dalam lingkup internasional, nasional, regional, dan lokal. Sebagai daerah otonom pada lingkup provinsi,1 berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta mempunyai tugas dan kewajiban menyelenggarakan pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang industri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jakarta sekaligus mewujudkan citra bangsa Indonesia.
Konsekuensi kedudukan, peran, dan fungsi Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, pembangunan di Provinsi DKI Jakarta terus mengalami perkembangan sangat dinamis dalam berbagai bidang, sehingga berpengaruh kepada sistem dan struktur ekonomi, sosial, dan politik lokal dan nasional yang berakibat pada perkembangan industri baik lingkup daerah maupun nasional. Di samping itu, masuknya globalisasi membawa dinamika perubahan sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian daerah dan nasional. Pengaruh paling dirasakan, terjadi persaingan usaha yang semakin ketat, namun di sisi lain membuka peluang kolaborasi sehingga dalam penyelenggaraan perindustrian diperlukan berbagai dukungan dalam bentuk
1 Lihat Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 2 perangkat kebijakan yang tepat, perencanaan yang terpadu, dan pengelolaan sumber daya yang efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama-sama Pemerintah Pusat dan pelaku usaha bidang industri berupaya untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan perindustrian sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dengan menempatkan bidang industri menjadi salah satu pilar dan penggerak perekonomian daerah.
Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki sumber daya alam seperti daerah lain di Indonesia, karena itu pembangunan industri dimasa mendatang sesuai ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dan Pasal 7 ayat (3) huruf a Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi berbasis ekonomi pada industri kreatif dan industri yang menggunakan teknologi tinggi,2 dengan strategi meningkatkan kapasitas dan intensitas pusat kegiatan primer dan sekunder untuk mewadahi aktivitas industri kreatif berskala regional, nasional, dan internasional.
Keterbatasan lahan dimiliki Provinsi DKI Jakarta menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat penyelenggaraan perindustrian di DKI Jakarta.
Kegiatan industri yang ada saat ini sesuai ketentuan Pasal 78 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012, sebagai berikut: (a) industri di luar kawasan tidak berada pada kawasan rawan bencana; (b) tidak berada di kawasan cekungan air;
(c) tersedia rencana pengelolaan air limbah dan air limbah tidak diperkenankan untuk dialirkan langsung ke drainase publik; (d) tidak menambah beban saat debit puncak saluran drainase publik; (e) tidak mengganggu fungsi lindung; (f) tidak mengganggu upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam; (g) sesuai dengan daya dukung lahan setempat; (h) memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan penataan dan pengembangan industri sesuai Pasal 89 Peraturan
2 Yang dimaksud dengan industri kreatif menurut penjelasan Pasal 43 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, adalah industri yang mentransformasi dan memanfaatkan kreativitas, keterampilan, dan kekayaan intelektual untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan yang dimaksud industri teknologi tinggi menurut penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf c Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, adalah industri yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 3 Daerah Nomor 1 Tahun 2012, melalui: (a) penataan kawasan industri sebagai bagian integral dari penataan kawasan pelabuhan melalui koordinasi dan kerjasama dengan kawasan Bodetabekpunjur; (b) mengembangkan kawasan industri dibatasi untuk industri hemat penggunaan lahan, hemat air dan energi, tidak berpolusi, memperhatikan aspek lingkungan dan menggunakan teknologi tinggi; (c) pengembangan industri perakitan di kawasan sekitar Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok; (d) mengembangkan Kawasan Ekonomi Strategis di Marunda sebagai bagian integral dari pengembangan pelabuhan Tanjung Priok; (e) penataan dan relokasi industri kecil dan menengah yang berada di kawasan permukiman ke kawasan industri di bagian barat dan timur Jakarta; (f) pengembangan kawasan industri dengan memperhatikan daya dukung transportasi dan infrastruktur lainnya.
Kebijakan dan strategi penyelenggaraan industri tersebut di atas, merupakan bagian dari penyelenggaraan perindustrian yang secara nasional bertujuan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 UU No. 3 Tahun 2014, yaitu: (a) mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional; (b) mewujudkan ke dalaman dan kekuatan struktur industri; (c) mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta industri hijau;3 (d) mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat; (e) membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; (f) mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; (g) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Untuk memberikan kepastian berusaha, persaingan usaha yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang dapat merugikan masyarakat serta membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja, maka diperlukan suatu produk hukum dalam bentuk Peraturan Daerah yang mengatur penyelenggaraan perindustrian di
3 Yang dimaksud dengan industri hijau menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, adalah Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 4 Provinsi DKI Jakarta. Keberadaan Peraturan Daerah tersebut diharapkan mampu mewujudkan penyelenggaraan perindustrian dalam rangka memperkuat dan memperkukuh ketahanan industri daerah dan nasional,4 serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.5 Selain itu, dapat menjawab berbagai kebutuhan dan perkembangan akibat perubahan lingkungan strategis dan sekaligus menjadi landasan hukum bagi tumbuh berkembang dan kemajuan industri di Provinsi DKI Jakarta baik saat ini maupun akan datang.
Kewenangan Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan perindustrian berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, termasuk urusan pilihan, yaitu urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan daerah sesuai potensi dimiliki daerah.6 Pemerintah Daerah bersama-sama Pemerintah Pusat diberi tugas dan wewenang oleh negara menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian melalui UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,7 sebagai berikut: (a) percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri melalui kawasan industri;8 (b) pembangunan sumber daya manusia industri untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten guna meningkatkan peran sumber daya manusia di bidang industri;9 (c) memfasilitasi penyediaan pusat pendidikan dan pelatihan industri di pusat pertumbuhan industri;10 (d) mendorong pengembangan industri pengolahan berwawasan lingkungan; (e) menjamin ketersediaan, penyaluran, dan pemanfaatan sumber daya alam untuk industri dalam negeri melalui kerja sama antar daerah;11 (f) pengembangan, peningkatan penguasaan, dan pengoptimalan pemanfaatan
4 Yang dimaksud dengan “ketahanan Industri” menurut penjelasan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, adalah industri yang berdaya saing, efisien, berkelanjutan, bersih, dan berwawasan lingkungan.
5 Yang dimaksud dengan “kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan”, sesuai penjelasan Pasal 3 huruf g Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, adalah pembangunan di bidang industri sebagai penggerak ekonomi daerah harus dinikmati oleh seluruh rakyat Jakarta terutama golongan ekonomi lemah atau kelompok yang berpenghasilan di bawah tingkat rata-rata pendapatan per kapita. Tujuan utama pembangunan di bidang industri bermuara pada segala upaya untuk mewujudkan tatanan ekonomi yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan keadilan sosial, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat, bukan kepentingan individu, golongan atau kelompok tertentu, dengan proses produksi yang melibatkan semua orang dan hasilnya bisa dinikmati oleh semua warga masyarakat.
6 Lihat Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
7 Lihat Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
8 Lihat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
9 Lihat Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
10 Lihat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
11 Lihat Pasal 33 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 5 teknologi industri;12 (g) memfasilitasi kerja sama penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang industri antara perusahaan industri dan perguruan tinggi atau lembaga penelitian dan pengembangan industri dalam negeri dan luar negeri;13 (h) memfasilitasi promosi alih teknologi dari industri besar, lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, dan/atau lembaga lain ke industri kecil dan industri menengah;14 (i) memfasilitasi lembaga penelitian dan pengembangan dalam negeri dan/atau perusahaan industri dalam negeri yang mengembangkan teknologi di bidang industri;15 (j) memfasilitasi pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi masyarakat dalam pembangunan industri;16 (k) memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri;17 (l) menjamin tersedia infrastruktur industri;18 (m) membangun sistem informasi industri dan menyampaikan data industri yang akurat, lengkap, dan tepat waktu secara berkala melalui sistem informasi industri yang terintegrasi;19 (n) melakukan pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah;20 (o) pemberian izin usaha industri;21 (p) mendorong penanaman modal di bidang industri untuk memperoleh nilai tambah yang sebesar-besarnya dalam pemanfaatan sumber daya daerah dan/atau nasional dalam rangka pendalaman struktur industri dan peningkatan daya saing industri;22 (q) memberikan fasilitas industri untuk mempercepat pembangunan industri;23 (r) mengawasi dan mengendalikan pembangunan industri;24 (s) memberikan sanksi kepada yang melakukan pelanggaran.25 Sehubungan tugas dan wewenang tersebut, bahwa keberadaan Peraturan
12 Lihat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
13 Lihat Pasal 42 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
14 Lihat Pasal 42 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
15 Lihat Pasal 42 huruf c Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
16 Lihat Pasal 43 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
17 Lihat Pasal 44 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
18 Lihat Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
19 Lihat Pasal 64 ayat (3), Pasal 65 ayat (3), dan Pasal 68 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
20 Lihat Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
21 Lihat Pasal 101 ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
22 Lihat Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
23 Lihat Pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
24 Lihat Pasal 117 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
25 Lihat Pasal 118 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 6 Daerah tentang Perindustrian merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang Pemerintah Daerah yang ditetapkan dalam UU No. 3 Tahun 2014.26
Sejalan dengan tugas dan wewenang Pemerintah Daerah tersebut di atas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan perindustrian. Dalam lingkup daerah tujuan penyelenggaraan perindustrian antara lain sebagai berikut: (a) mewujudkan industri sebagai pilar dan penggerak perekonomian daerah; (b) mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta industri hijau;
(c) mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat; (d) membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; (e) mewujudkan pemerataan pembangunan industri guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan industri daerah; (f) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kebutuhan (urgensi) Peraturan Daerah tentang Perindustrian karena ada tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang diberikan negara kepada Pemerintah Daerah melalui UU No. 3 Tahun 2014.
Selain itu, keberadaan Peraturan Daerah tersebut memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pelaku industri, dan masyarakat dalam penyelenggaraan industri di Provinsi DKI Jakarta, yang selama ini belum memiliki Peraturan Daerah. Atas dasar itu, Dinas Perindustrian dan Energi memprakarsai menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian. Untuk itu, harus dilengkapi dengan Naskah Akademik sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah, yang menyatakan SKPD/UKPD pemrakarsa dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menyiapkan terlebih dahulu Naskah Akademik mengenai materi yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah.27 Naskah akademik
26 Menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
27 Yang dimaksud dengan Naskah Akademik menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 7 tersebut paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis, yuridis, pokok-pokok pikiran dan lingkup materi yang akan diatur.28
1.2. Landasan Hukum
Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perindustrian ini, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tidak hanya menjadi pedoman dalam penyusunan Raperda dan Naskah Akademik, melainkan juga sebagai dasar hukum bagi Pemerintahan Daerah, bahwa Peraturan Daerah bagian dari peraturan perundang-undangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi setiap orang. Oleh sebab itu, UU tersebut menjadi dasar hukum kedudukan Peraturan Daerah.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, mengatur hak dan kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah (dalam hal ini Gubernur dan Perangkat Daerah) sebagai eksekutif dan DPRD sebagai legislatif dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
28 Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 8 c. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744);
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 menjadi dasar hukum dalam pembentukan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta, karena pelaksanaan otonomi berada pada lingkup provinsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (1). Artinya, di Provinsi DKI Jakarta hanya ada satu jenis Peraturan Daerah, yaitu Peraturan Daerah Provinsi.
d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 merupakan dasar hukum utama dalam pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik ini. Selain undang-undang tersebut, peraturan perundang-undangan terkait dengan perindustrian yang merupakan pelaksanaan dari UU No. 3 Tahun 2014, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035.
e. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah;
Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010 menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah. Selain itu, peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah tersebut adalah Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik, menjadi pedoman dalam penyusunan Naskah Akademik.
f. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2014 Nomor 201, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2004).
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 9 Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2014 menjadi dasar bagi Dinas Perindustrian dan Energi dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengembangan industri mulai perencanaan, pelaksanaan, sampai pembinaan dan pengawasan, yang secara operasional diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 231 Tahun 2014 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Perindustrian dan Energi.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perindustrian adalah memberikan justifikasi ilmiah dan pemahaman diperlukan Peraturan Daerah mengenai perindustrian berdasarkan referensi yang ada saat ini dan kondisi yang berkembang dalam masyarakat dan/atau dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang menjadi dasar pertimbangan dan/atau bahan masukan materi muatan Raperda tentang Perindustrian, sehingga materi muatan Raperda tersebut serasi dan selaras atau harmonis dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada.
Tujuannya adalah sebagai bahan pertimbangan yang dapat dijadikan pokok- pokok pemikiran atau gagasan dan aspirasi aktual yang berkembang, baik dalam kehidupan masyarakat termasuk pelaku usaha maupun dalam penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam rangka penyusunan atau perumusan dan pembahasan Raperda tentang Perindustrian.
1.4. Sasaran
Tersusunnya dasar-dasar pemikiran dan prinsip-prinsip dasar terhadap materi muatan Raperda tentang Perindustrian berdasarkan naskah akademik yang dilandasi kajian ilmiah.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 10 1.5. Hasil Yang Diharapkan
Mencermati latar belakang disusunnya Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian dengan memperhatikan maksud dan tujuan dilaksanakan kegiatan ini, maka hasil yang diharapkan sebagai berikut:
a. Tersedianya Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian yang memuat pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur serta jangkauan dan arah pengaturan sehingga materi muatan Rancangan Peraturan Daerah memenuhi rasa keadilan dan menjamin kepastian hukum, serta disusun secara sistematis sesuai kaidah-kaidah hukum dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
b. Tersusunnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian sesuai kaidah-kaidah hukum dan/atau prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan, yang dirumuskan dalam pasal per pasal sesuai dengan teknis pembentukan peraturan perundang-undangan.
1.6. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian, sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pelaku usaha, dan masyarakat dalam penyelenggaraan perindustrian ditinjau dari filosofis, yuridis, sosiologis, dan teknis operasional secara umum disertai dengan beberapa hal yang melatar-belakangi atau urgensi diperlukan kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah.
b. Memberikan justifikasi ilmiah dan pemahaman pengaturan berdasarkan referensi yang ada saat ini serta hasil-hasil penelitian mengenai dinamika yang berkembang dalam kehidupan masyarakat termasuk pelaku usaha dan penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, guna membantu perumusan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab I - 11 c. Melakukan analisis aspek filosofis bahwa norma-norma penyelenggaraan perindustrian yang termuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ditinjau dari kondisi saat ini dan masa mendatang.
d. Melakukan analisis aspek yuridis bahwa norma-norma penyelenggaraan perindustrian yang termuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan bentuk pelaksanaannya di daerah sebagai bahan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah, dengan cara menggali berbagai dinamika dan realita dari berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait dengan aspek teori hukum antara lain: (1) prinsip-prinsip dalam pembentukan norma hukum termasuk perumusan sanksi administrasi dan pidana atau bentuk- bentuk pelanggaran; (2) konstruksi bentuk sanksi baik administrasi maupun pidana termasuk besarnya. Selain itu, aspek bahasa hukum, bahwa bahasa Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian disusun sesuai kaidah bahasa hukum, namun mudah dipahami setiap orang tanpa mengabaikan kaidah bahasa Indonesia.
e. Melakukan analisis aspek sosiologis, yaitu norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat dalam penyelenggaraan perindustrian saat ini dan akan datang.
f. Melakukan analisis aspek teknis operasional, yaitu penyelenggaraan perindustrian berdasarkan UU No. 3 Tahun 2014 dan peraturan perundang- undangan lain yang terkait.
g. Menyusun naskah akademik berdasarkan analisis yang dilakukan, yang mencerminkan sekurang-kurangnya pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur, serta jangkauan dan arah pengaturan sehingga materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian memenuhi rasa keadilan dan menjamin kepastian hukum, disusun secara sistematis sesuai kaidah-kaidah hukum dan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 1
Bab 2
METODE PELAKSANAAN
2.1. Konsepsi Dasar
Untuk memberikan pemahaman yang sama dalam penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah, diberikut ini disampaikan konsepsi dasar mengenai Peraturan Daerah dan Naskah Akademik.
1. Peraturan Daerah
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, bahwa Peraturan Daerah salah satu jenis peraturan perundang-undangan.27 Peraturan Daerah dimaksud selain melaksanakan ketentuan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan lebih tinggi dalam hal ini UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian khususnya dan undang-undang lain pada umumnya, juga dapat mengatur aspek khusus yang terdapat atau dibutuhkan daerah dan/atau masyarakat. Sehubungan hal tersebut, secara umum materi muatan Peraturan Daerah sebagai berikut:
a. pengaturan lebih lanjut dengan cara menjabarkan asas dan/atau prinsip dan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ke dalam ketentuan lebih operasional. Konsep penjabaran mengandung makna adanya upaya untuk merinci atau menguraikan norma-norma yang terkandung dalam setiap asas, prinsip, dan ketentuan mengenai struktur untuk dinormakan lebih lanjut atau distrukturkan kembali yang perlu dan/atau yang layak untuk dikembangkan sesuai kebutuhan daerah dan masyarakat.
27 Yang dimaksud dengan peraturan peraturan perundang-undangan sebagaimana termuat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 2 Materi muatan Peraturan Daerah bukan pengulangan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lebih tinggi secara menyeluruh melainkan penjabaran atau operasionalisasinya. Tanpa dilakukan perumusan ulang menjadi materi muatan Peraturan Daerah, asas, prinsip-prinsip dan ketentuan atau norma yang termuat dalam peraturan perundang-undangan lebih tinggi secara otomatis tetap berlaku dan sifatnya mengikat bagi daerah. Walaupun demikian, kadangkala saat merumuskan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah lebih operasional seringkali mengalami kesulitan, antara lain disebabkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi telah mengatur rinci, sementara peraturan perundang-undangan tersebut memberikan mandat untuk diatur dengan Peraturan Daerah.
b. peraturan bersifat teknis operasional namun masih bersifat regulatif umum. Bersifat teknis operasional dimaksud adalah materi muatan Rancangan Peraturan Daerah lebih mengkonkretkan, karena itu materi muatan Rancangan Peraturan Daerah dapat dilaksanakan baik Pemerintah Daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pelaksana pemerintahan di daerah maupun oleh masyarakat termasuk pelaku usaha. Sedangkan bersifat regulasi umum, mengandung makna materi muatan yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah memberikan kepastian mengenai hak dan kewajiban dari subjek hukum.
Selain itu mengandung norma yang terkandung bersifat mengatur dengan konsekuensi mempunyai daya pemaksa/pengikat atau sanksi.
c. sebagai media hukum bagi Gubernur dalam rangka mewujudkan komitmen atau aspirasi atau keinginan atau harapan yang disampaikan masyarakat, dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah, dan melaksanakan kebijakan nasional. Hal tersebut tidak terlepas dari anggaran. Besar kecil anggaran pembangunan industri di DKI Jakarta sangat ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rayat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, karena anggaran merupakan wewenang
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 3 DPRD berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Sehubungan itu, keberhasilan penyelenggaraan perindustrian di Provinsi DKI Jakarta selain ditentukan komitmen Gubernur sebagai Kepala Daerah, peran aktif masyarakat, dan juga ditentukan oleh DPRD berkaitan dengan anggaran.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian diharapkan memuat ketentuan lebih kongkret, sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Selain itu, tidak menimbulkan penafsiran ganda (multi-tafsir) yang dapat merugikan masyarakat. Jika memungkinkan bersifat teknis untuk menghindari penafsiran yang berbeda dan dapat dioperasionalkan, serta mudah dipahami, atau sekurang- kurangnya diberikan dalam penjelasan.
Prinsip utama yang dipegang teguh dalam merumuskan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian ini adalah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi.28 Artinya, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tersebut lebih teknis dari UU, PP, dan/atau Peraturan Presiden yang mendelegasikan atau sekurang- kurangnya sama dengan materi muatan Peraturan Menteri yang terkait bila ada.
Mencermati ketentuan Pasal 236 ayat (3) huruf b UU No. 23 Tahun 2014, UU No. 12 Tahun 2011, dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010 tentang Pembentukan Peraturan Daerah, bahwa Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama dengan Kepala Daerah (dalam hal ini Gubernur). Dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah menurut Pasal 22 Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010,
28 Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, bahwa yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang- undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 4 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Energi sebagai pemrakarsa menyiapkan terlebih dahulu Naskah Akademik mengenai materi yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah.
2. Naskah Akademik
Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang dibentuknya suatu Peraturan Daerah, tujuan, sasaran yang ingin diwujudkan, dan lingkup pengaturan, jangkauan, objek, atau arah pengaturan dari suatu Rancangan Peraturan Daerah.29 Naskah akademik memuat hal-hal sebagai berikut: (a) latar belakang, tujuan penyusunan; (b) landasan filosofis, sosiologis, politis, dan yuridis;30 (c) sasaran ingin diwujudkan; (d) pokok-pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur; (e) jangkauan dan arah pengaturan.
Berdasarkan uraian di atas, naskah akademik bagian tidak terpisahkan dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah, karena memuat gagasan pengaturan materi yang akan diatur dan telah ditinjau secara sistematik, holistik, dan futuristik dari berbagai aspek terkait, dilengkapi referensi yang memuat urgensi, konsepsi, landasan, alasan hukum, dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-norma yang akan dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternatif bila ada, serta disajikan secara sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
29 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
30 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm. 170-172, landasan filosofis mencerminkan keinginan atau harapan yang hendak diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari melalui pelaksanaan undang-undang yang bersangkutan dalam kenyataan. Landasan sosiologis mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Sedangkan landasan politis mengambarkan adanya sumber hukum yang melandasi pembentukan undang-undang.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 5 Dalam lampiran UU No. 12 Tahun 2011 ditetapkan sistimatika Naskah Akademik, sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian.
a. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah. Latar belakang tersebut menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan Peraturan Daerah memerlukan suatu kajian mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.
b. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu: (1) permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi; (2) mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut; (3) apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah; (4) apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.
c. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut: (1) merumuskan permasalahan dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara mengatasi permasalahan;
(2) merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat; (3) merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah; (4) merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah. Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.
d. Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 6 Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal.
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder berupa peraturan perundang- undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya.
Metode yuridis normatif dapat dilengkapi wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian diawali dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan (normatif) dilanjutkan observasi mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan berpengaruh terhadap peraturan perundang-undangan yang diteliti.
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan negara dari pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah. Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut:
a. Kajian teoritis.
b. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.
Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Daerah yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.
c. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta permasalahan yang dihadapi masyarakat.
d. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Peraturan Daerah baru dengan peraturan perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari peraturan perundang- undangan yang ada, termasuk peraturan perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta peraturan perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan Undang- Undang atau Peraturan Daerah yang baru.
Kajian terhadap peraturan perundang-undangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat sinkronisasi, harmonisasi peraturan perundang-undangan yang ada serta posisi dari Peraturan Daerah untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan Peraturan Daerah yang akan dibentuk.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 7 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.
c. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Daerah yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturan sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya.
Selanjutnya mengenai ruang lingkup materi pada dasarnya mencakup:
a. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa;
b. materi yang akan diatur;
c. ketentuan sanksi; dan d. ketentuan peralihan.
BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas sub bab kesimpulan dan saran.
a. Kesimpulan
Kesimpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 8 b. Saran
Saran memuat antara lain: (1) perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan perundang-undangan di bawahnya; (2) rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan rancangan peraturan daerah dalam program legislasi daerah; (3) kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundang-undangan, dan jurnal yang menjadi sumber bahan penyusunan Naskah Akademik.
LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Berdasarkan uraian sistimatika Naskah Akademik tersebut di atas, secara umum memberikan pedoman dalam penyusunan Naskah Akademik ini, bahwa sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang termuat dalam Lampiran UU No. 12 Tahun 2011. Untuk pembentukan UU, PP, dan Peraturan Presiden dapat mengikuti sistematika yang termuat dalam UU No. 12 Tahun 2011, namun untuk penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tidak tepat, karena Peraturan Daerah merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan lebih tinggi, yang materi muatannya disesuaikan kebutuhan daerah dan masyarakat.
Artinya dalam penyusunan Naskah Akademik tidak melakukan evaluasi terhadap UU, PP, Perpres dan/atau Peraturan Menteri melainkan materi muatan UU, PP, Perpres dan/atau Peraturan Menteri menjadi bahan materi muatan Raperda. Oleh sebab itu, yang dilakukan kegiatan ini adalah harmonisasi peraturan perundang- undangan yaitu menselaraskan dan menserasikan asas, prinsip, dan norma yang termuat dalam peraturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun horizontal yang dilengkapi dengan berbagai teori dan referensi yang berhubungan dengan penyelenggaraan perindustrian, sehingga menghasilkan kesatuan sistem hukum yang harmonis menjadi bahan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 9 Walaupun demikian tetap merujuk pada pedoman yang ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 2011. Oleh sebab itu, Sistematika Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah ini, sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan, memuat latar belakang diperlukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian, maksud dan tujuan, sasaran yang ingin dicapai, hasil yang diharapkan, dan ruang lingkup kegiatan.
Bab 2 Metode Pelaksanaan, memuat metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik dan penyusunan Raperda, metode pengumpulan data dan informasi, dan metode analisis.
Bab 3 Gambaran Umum, memuat kondisi empiris perkembangan industri dan permasalahan yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pertimbangan atau alasan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Bab 4 Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan, memuat mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan serta hak dan kewajiban masyarakat terkait dengan penyelenggaraan perindustrian. Memuat materi muatan lain menjadi sasaran untuk diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah sesuai wewenang yang diberikan oleh UU berdasarkan No. 3 Tahun 2014 kepada Pemerintah Daerah dan/atau Gubernur sebagai Kepala Daerah.
Bab 5 Meteri Muatan Rancangan Peraturan Daerah, muat landasan filosofis, sosialogis, dan yuridis termasuk dasar hukum disertai norma-norma yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 10 Bab 6 Penutup, memuat Kesimpulan dan Saran/rekomendasi
Daftar Bacaaan
Lampiran Konsep Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian
2.2. Metode Pendekatan
Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, salah satu proses yang dilakukan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undang termasuk di dalamnya Peraturan Daerah adalah harmonisasi, yaitu upaya untuk menyelaraskan suatu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lain baik peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun sederajat atau sama (Peraturan Daerah), sehingga Peraturan Daerah tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih (overlaping). Hal tersebut merupakan konsekuensi kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011.
Pengharmonisasian terhadap materi muatan Konsep Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian agar tidak tumpang tindih dan saling bertentangan, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan ambiguitas dalam penerapannya. Pelaksanaan harmonisasi secara horizonal, berbagai Peraturan Daerah yang berlaku di Provinsi DKI Jakarta terkait dengan perindustrian baik langsung maupun tidak langsung dipelajari secara cermat agar konsepsi materi muatan Konsep Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian satu sama lain selaras melalui koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang secara substansial menguasai materi muatan peraturan perundang- undangan dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lain.
Di dalam pelaksanaan harmonisasi, ada 2 (dua) aspek dilakukan. Pertama, harmonisasi vertikal, yakni harmonisasi peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lain dalam hierarki berbeda atau lebih tinggi dari Peraturan Daerah. Kedua, hormonisasi horizontal, yaitu harmonisasi dengan Peraturan Daerah yang ada sehingga Konsep Rancangan Peraturan Daerah
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 11 yang disusun saling isi mengisi dan tidak tumpang tindih dengan peraturan daerah yang telah ada.
Harmonisasi horizontal berangkat dari asas lex posterior delogat legi priori yang artinya peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan atau mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lama dan asas lex specialist delogat legi generalis yang berarti suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan bersifat umum. Harmonisasi horizontal dilandasi kedua asas tersebut dalam penyusunan Peraturan Daerah dikarenakan penyelenggaraan perindustrian pada hakikatnya lintas urusan pemerintahan dan tidak dapat berdiri sendiri atau dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Energi saja melainkan juga terkait dengan Perangkat Daerah lain, seperti:
1. Dinas Penataan Kota dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan ruang untuk penyelenggaraan industri khususnya industri kecil dan menengah;
2. Bapeda dalam merumuskan dokumen perencanaan pembangunan baik RPJPD maupun RPJMD serta mengakomodir usulan kegiatan pembinaan yang disampaikan oleh Dinas Perindustrian dan Energi dan SKPD terkait;
3. Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) merumuskan kebijakan insentif berupa keringanan retribusi bagi pelaku usaha di bidang industri kecil dan menangah;
4. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) merumuskan berbagai kebijakan yang menjadi persyaratan dalam rangka mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan.
5. Dinas Pelayanan Pajak merumuskan kebijakan insentif berupa keringanan pajak daerah bagi industri kecil dan menengah.
Sehubungan itu, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian terdapat tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah yang di dalamnya sudah termasuk SKPD lain selain Dinas Perindustrian dan Energi, yang juga memiliki dasar hukum yang berbeda-beda namun saling mengkait dan/atau
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 12 terhubung satu sama lain sehingga dibutuhkan suatu pengaturan yang komprehensif.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, metode pendekatan yang digunakan dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian adalah harmonisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Melalui pendekatan tersebut diharapkan terwujud harmonis materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian baik secara vertikal maupun horizontal dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Demikian halnya pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik adalah peraturan perundang- undangan (statue approach).31 Hal tersebut didasarkan atas kedudukan Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, yang dibuat oleh DPRD bersama-sama Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur, dan diakui keberadaannya serta mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Atas dasar ketentuan tersebut, Peraturan Daerah bagian sistem hukum nasional, maka ketentuan yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan nasional (UU, PP, Peraturan Presiden) berlaku juga dalam pembentukan Peraturan Daerah sepanjang belum diatur secara khusus.
Peraturan Daerah sebagai sub sistem dalam kerangka sistem hukum nasional, maka dalam pembentukan harus memperhatikan asas dan/atau prinsip- prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010, yaitu:
1. kejelasan tujuan, bahwa dalam setiap pembentukan peraturan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Berdasarkan asas tersebut, pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Perindustrian dimaksudkan untuk mewujudkan struktur industri yang mandiri, sehat dan kukuh dengan menempatkan pembangunan industri menjadi salah satu pilar dan penggerak utama perekonomian berdasarkan peraturan perundang-undangan.
31 Valerine, J.L.K. Modul Metode Penelitian Hukum Edisi Revisi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 409.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 13 2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, bahwa dalam setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat lembaga atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat lembaga/pejabat yang tidak berwenang. Atas dasar asas tersebut, Rancangan Peraturan Daerah Perindustrian disiapkan oleh Dinas Perindustrian dan Energi selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diberi tugas dan fungsi oleh Gubernur berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah untuk merumuskan kebijakan di bidang perindustrian. Rancangan Peraturan Daerah tersebut disampaikan kepada Gubernur untuk selanjutnya dibahas dan ditetapkan bersama-sama dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta.
3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan. Asas tersebut menjadi perhatian dalam penyusunan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian sesuai kedudukan Peraturan Daerah, yaitu penjabaran lebih lanjut dari UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian sesuai wewenang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No.
29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan perindustrian, seperti: UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. dapat dilaksanakan, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Asas tersebut menjadi perhatian pada saat penyusunan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian. Dengan disusunnya naskah akademik
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 14 memberikan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian.
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan, setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan asas tersebut keberadaan Peraturan Daerah tentang Perindustrian menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Masyarakat termasuk pelaku usaha serta organisasi masyarakat di bidang industri dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan saat ini dan mendatang.
6. kejelasan rumusan, setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Asas tersebut menjadi perhatian pada saat penyusunan konsep Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana disampaikan sebelumnya.
Oleh sebab itu, Konsep Rancangan Peraturan Daerah yang disusun dilakukan uji publik melalui kegiatan workshop untuk menghindari kata-kata atau terminologi serta bahasa hukumnya yang tidak jelas dan tidak dimengerti, serta tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi.
7. keterbukaan, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Sejalan dengan asas tersebut, dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian dilakukan secara transparan dan terbuka, antara lain pendekatan yang digunakan konsultasi publik dan/atau temu pakar dihadiri oleh komponen pelaku industri.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 15 Asas lain yang juga diperhatikan dalam penyusunan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010 berikut penjelasannya, antara lain:
1. pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. Berdasarkan asas tersebut, kebedaraan Peraturan Daerah tentang Perindustrian diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi pelaku usaha di bidang industri dan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pembinaan dan pengawasan;
2. kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;
3. kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
4. kenusantaraan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila;
5. bhinneka tunggal ika, materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya menyangkut masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
6. keadilan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali;
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 16 7. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial;
8. ketertiban dan kepastian hukum, materi muatan peraturan perundang- undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;
9. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara;
10. prinsip lainnya sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain dalam hukum pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; serta dalam hukum perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara garis besar ada 2 (dua) asas yang harus diperhatikan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (dalam hal ini Peraturan Daerah), yakni:32
1. asas material, meliputi: (a) dibentuk oleh pejabat atau lembaga pembentuk peraturan hukum yang berwenang untuk itu; (b) dibentuk melalui mekanisme, prosedur atau tata tertib yang berlaku untuk itu; (c) materi muatannya memiliki asas-asas hukum yang jelas, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau dengan peraturan perundang-undangan lain yang sederajat/mengatur perihal yang sama; (d) isi peraturan harus jelas, mengandung kebenaran, keadilan dan kepastian hukum; (e) dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, untuk
32 Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara:
Suatu Studi Analisis Mengenai Keputuan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Fakultas Pascasarjana, 1990, hlm 336-343.
Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 17 menyelesaikan kasus pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dimaksud.
2. asas formal, meliputi: (a) memiliki tujuan yang jelas, maksud yang ingin diwujudkan dengan dibentuk suatu peraturan perundang-undangan; (b) memiliki dasar-dasar pertimbangan yang pasti pada konsideran menimbang;
(c) memiliki dasar-dasar peraturan hukum yang jelas pada konsideran mengingat; (d) memiliki sistematika yang logis dan tidak saling bertentangan antara bab, bagian, pasal, ayat, dan sub ayat; (e) dapat dikenali melalui pengundangan ke dalam lembaran negara serta disosialisasikan atau penyebarluasan.
Di dalam sistem hukum nasional memiliki asas filosofis yang terdapat dalam Pancasila, dan asas konstitusional yang terdapat dalam UUD 1945. Di antara asas tersebut terdapat hubungan yang harmonis. Bila hubungan diantara asas tersebut tidak harmonis dapat dikatakan tidak ada suatu tatanan yang secara teoritis tidak dalam satu sistem hukum, yaitu dalam kesatuan sistem hukum nasional. Naskah Akademik salah satu upaya mewujudkan harmonisasi peraturan perundang-undangan baik secara vertikal atau peraturan perundang-undangan diatasnya (UU, PP, dan Peraturan Presiden) maupun secara horizontal atau Peraturan Daerah yang ada, seperti Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Naskah Akademik agar hasilnya dapat terpenuhi nilai-nilai dasar hukum sebagai materi muatan suatu Rancangan Peraturan Daerah, yaitu kepastian hukum, menjamin keadilan, dan kemanfaatan, serta tercapainya maksud dan tujuan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah itu sendiri. Secara teoritis, yang diperhatikan sebagai berikut:
1. ditinjau dari teori hukum, ada 2 (dua) fungsi hukum (dalam hal ini Peraturan Daerah) yang menuntut pengembangan substansi hukum atau peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai alat kontrol sosial dan alat rekayasa sosial. Kedua fungsi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai fungsi kontrol sosial, Peraturan Daerah bertujuan memelihara pola hubungan