• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, salah satu proses yang dilakukan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undang termasuk di dalamnya Peraturan Daerah adalah harmonisasi, yaitu upaya untuk menyelaraskan suatu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lain baik peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun sederajat atau sama (Peraturan Daerah), sehingga Peraturan Daerah tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih (overlaping). Hal tersebut merupakan konsekuensi kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011.

Pengharmonisasian terhadap materi muatan Konsep Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian agar tidak tumpang tindih dan saling bertentangan, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan ambiguitas dalam penerapannya. Pelaksanaan harmonisasi secara horizonal, berbagai Peraturan Daerah yang berlaku di Provinsi DKI Jakarta terkait dengan perindustrian baik langsung maupun tidak langsung dipelajari secara cermat agar konsepsi materi muatan Konsep Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian satu sama lain selaras melalui koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang secara substansial menguasai materi muatan peraturan perundang-undangan dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-perundang-undangan lain.

Di dalam pelaksanaan harmonisasi, ada 2 (dua) aspek dilakukan. Pertama, harmonisasi vertikal, yakni harmonisasi peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lain dalam hierarki berbeda atau lebih tinggi dari Peraturan Daerah. Kedua, hormonisasi horizontal, yaitu harmonisasi dengan Peraturan Daerah yang ada sehingga Konsep Rancangan Peraturan Daerah

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 11 yang disusun saling isi mengisi dan tidak tumpang tindih dengan peraturan daerah yang telah ada.

Harmonisasi horizontal berangkat dari asas lex posterior delogat legi priori yang artinya peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan atau mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lama dan asas lex specialist delogat legi generalis yang berarti suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan bersifat umum. Harmonisasi horizontal dilandasi kedua asas tersebut dalam penyusunan Peraturan Daerah dikarenakan penyelenggaraan perindustrian pada hakikatnya lintas urusan pemerintahan dan tidak dapat berdiri sendiri atau dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Energi saja melainkan juga terkait dengan Perangkat Daerah lain, seperti:

1. Dinas Penataan Kota dalam merumuskan kebijakan pemanfaatan ruang untuk penyelenggaraan industri khususnya industri kecil dan menengah;

2. Bapeda dalam merumuskan dokumen perencanaan pembangunan baik RPJPD maupun RPJMD serta mengakomodir usulan kegiatan pembinaan yang disampaikan oleh Dinas Perindustrian dan Energi dan SKPD terkait;

3. Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) merumuskan kebijakan insentif berupa keringanan retribusi bagi pelaku usaha di bidang industri kecil dan menangah;

4. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) merumuskan berbagai kebijakan yang menjadi persyaratan dalam rangka mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan.

5. Dinas Pelayanan Pajak merumuskan kebijakan insentif berupa keringanan pajak daerah bagi industri kecil dan menengah.

Sehubungan itu, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian terdapat tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah yang di dalamnya sudah termasuk SKPD lain selain Dinas Perindustrian dan Energi, yang juga memiliki dasar hukum yang berbeda-beda namun saling mengkait dan/atau

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 12 terhubung satu sama lain sehingga dibutuhkan suatu pengaturan yang komprehensif.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, metode pendekatan yang digunakan dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian adalah harmonisasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Melalui pendekatan tersebut diharapkan terwujud harmonis materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian baik secara vertikal maupun horizontal dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Demikian halnya pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik adalah peraturan perundang-undangan (statue approach).31 Hal tersebut didasarkan atas kedudukan Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, yang dibuat oleh DPRD bersama-sama Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur, dan diakui keberadaannya serta mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Atas dasar ketentuan tersebut, Peraturan Daerah bagian sistem hukum nasional, maka ketentuan yang mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan nasional (UU, PP, Peraturan Presiden) berlaku juga dalam pembentukan Peraturan Daerah sepanjang belum diatur secara khusus.

Peraturan Daerah sebagai sub sistem dalam kerangka sistem hukum nasional, maka dalam pembentukan harus memperhatikan asas dan/atau prinsip-prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010, yaitu:

1. kejelasan tujuan, bahwa dalam setiap pembentukan peraturan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Berdasarkan asas tersebut, pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Perindustrian dimaksudkan untuk mewujudkan struktur industri yang mandiri, sehat dan kukuh dengan menempatkan pembangunan industri menjadi salah satu pilar dan penggerak utama perekonomian berdasarkan peraturan perundang-undangan.

31 Valerine, J.L.K. Modul Metode Penelitian Hukum Edisi Revisi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 409.

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 13 2. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, bahwa dalam setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat lembaga atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat lembaga/pejabat yang tidak berwenang. Atas dasar asas tersebut, Rancangan Peraturan Daerah Perindustrian disiapkan oleh Dinas Perindustrian dan Energi selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diberi tugas dan fungsi oleh Gubernur berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah untuk merumuskan kebijakan di bidang perindustrian. Rancangan Peraturan Daerah tersebut disampaikan kepada Gubernur untuk selanjutnya dibahas dan ditetapkan bersama-sama dengan DPRD Provinsi DKI Jakarta.

3. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan. Asas tersebut menjadi perhatian dalam penyusunan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian sesuai kedudukan Peraturan Daerah, yaitu penjabaran lebih lanjut dari UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian sesuai wewenang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No.

29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan perindustrian, seperti: UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. dapat dilaksanakan, setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Asas tersebut menjadi perhatian pada saat penyusunan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian. Dengan disusunnya naskah akademik

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 14 memberikan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian.

5. kedayagunaan dan kehasilgunaan, setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Berdasarkan asas tersebut keberadaan Peraturan Daerah tentang Perindustrian menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Masyarakat termasuk pelaku usaha serta organisasi masyarakat di bidang industri dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan saat ini dan mendatang.

6. kejelasan rumusan, setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Asas tersebut menjadi perhatian pada saat penyusunan konsep Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana disampaikan sebelumnya.

Oleh sebab itu, Konsep Rancangan Peraturan Daerah yang disusun dilakukan uji publik melalui kegiatan workshop untuk menghindari kata-kata atau terminologi serta bahasa hukumnya yang tidak jelas dan tidak dimengerti, serta tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi.

7. keterbukaan, dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Sejalan dengan asas tersebut, dalam proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian dilakukan secara transparan dan terbuka, antara lain pendekatan yang digunakan konsultasi publik dan/atau temu pakar dihadiri oleh komponen pelaku industri.

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 15 Asas lain yang juga diperhatikan dalam penyusunan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2010 berikut penjelasannya, antara lain:

1. pengayoman, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. Berdasarkan asas tersebut, kebedaraan Peraturan Daerah tentang Perindustrian diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum bagi pelaku usaha di bidang industri dan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pembinaan dan pengawasan;

2. kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;

3. kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;

4. kenusantaraan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila;

5. bhinneka tunggal ika, materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya menyangkut masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

6. keadilan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali;

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 16 7. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial;

8. ketertiban dan kepastian hukum, materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

9. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara;

10. prinsip lainnya sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain dalam hukum pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; serta dalam hukum perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, secara garis besar ada 2 (dua) asas yang harus diperhatikan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (dalam hal ini Peraturan Daerah), yakni:32

1. asas material, meliputi: (a) dibentuk oleh pejabat atau lembaga pembentuk peraturan hukum yang berwenang untuk itu; (b) dibentuk melalui mekanisme, prosedur atau tata tertib yang berlaku untuk itu; (c) materi muatannya memiliki asas-asas hukum yang jelas, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau dengan peraturan perundang-undangan lain yang sederajat/mengatur perihal yang sama; (d) isi peraturan harus jelas, mengandung kebenaran, keadilan dan kepastian hukum; (e) dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, untuk

32 Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara:

Suatu Studi Analisis Mengenai Keputuan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV, Fakultas Pascasarjana, 1990, hlm 336-343.

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 17 menyelesaikan kasus pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dimaksud.

2. asas formal, meliputi: (a) memiliki tujuan yang jelas, maksud yang ingin diwujudkan dengan dibentuk suatu peraturan perundang-undangan; (b) memiliki dasar-dasar pertimbangan yang pasti pada konsideran menimbang;

(c) memiliki dasar-dasar peraturan hukum yang jelas pada konsideran mengingat; (d) memiliki sistematika yang logis dan tidak saling bertentangan antara bab, bagian, pasal, ayat, dan sub ayat; (e) dapat dikenali melalui pengundangan ke dalam lembaran negara serta disosialisasikan atau penyebarluasan.

Di dalam sistem hukum nasional memiliki asas filosofis yang terdapat dalam Pancasila, dan asas konstitusional yang terdapat dalam UUD 1945. Di antara asas tersebut terdapat hubungan yang harmonis. Bila hubungan diantara asas tersebut tidak harmonis dapat dikatakan tidak ada suatu tatanan yang secara teoritis tidak dalam satu sistem hukum, yaitu dalam kesatuan sistem hukum nasional. Naskah Akademik salah satu upaya mewujudkan harmonisasi peraturan perundang-undangan baik secara vertikal atau peraturan perundang-undangan diatasnya (UU, PP, dan Peraturan Presiden) maupun secara horizontal atau Peraturan Daerah yang ada, seperti Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Naskah Akademik agar hasilnya dapat terpenuhi nilai-nilai dasar hukum sebagai materi muatan suatu Rancangan Peraturan Daerah, yaitu kepastian hukum, menjamin keadilan, dan kemanfaatan, serta tercapainya maksud dan tujuan dibentuknya Rancangan Peraturan Daerah itu sendiri. Secara teoritis, yang diperhatikan sebagai berikut:

1. ditinjau dari teori hukum, ada 2 (dua) fungsi hukum (dalam hal ini Peraturan Daerah) yang menuntut pengembangan substansi hukum atau peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai alat kontrol sosial dan alat rekayasa sosial. Kedua fungsi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai fungsi kontrol sosial, Peraturan Daerah bertujuan memelihara pola hubungan

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 18 sosial dan mengembalikan hubungan sosial yang terganggu karena terjadi penyimpangan. Dalam hal ini hukum berfungsi menyelesaikan penyimpangan yang terjadi atau pelanggaran, dengan mekanisme penilaian perilaku menyimpang/melanggar dan pemberian sanksi berdasarkan norma yang ada, sehingga tercipta hubungan sosial yang tertib dan harmonis. Sedangkan fungsi kedua, bertujuan menciptakan kondisi sosial ekonomi, dan politik baru dengan meninggalkan pola yang lama, dengan cara mendorong terjadinya perubahan perilaku dari yang lama ke yang baru. Mekanisme yang digunakan penekanan pada pelayanan optimal atau prima, pemberian insentif/fasilitas, dan pengenaan sanksi dalam rangka menciptakan kondisi yang diinginkan.

2. Peraturan Daerah mengatur suatu bidang tertentu harus menetapkan objek yang diatur jelas. Hal tersebut dimaksudkan agar substansinya tidak saling tumpang-tindih dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang saling berkaitan. Di samping itu, kejelasan objek akan memberikan kontribusi terhadap penetapan perilaku subjek yang diatur, sehingga lebih terarah pada efektivitas pencapaian maksud dan tujuan dibentuk Rancangan Peraturan Daerah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian memuat ketentuan yang lebih kongkret sehingga dapat memberikan dasar hukum dalam pembangunan industri di Provinsi DKI Jakarta dan mudah dipahami dan dilaksanakan baik oleh aparat Pemerintah Daerah maupun masyarakat termasuk pelaku usaha. Warga masyarakat Jakarta yang majemuk dengan kondisi sosial ekonomi yang beragam tidak mempunyai kemampuan yang sama untuk memahami atau menafsirkan norma atau aturan yang termuat dalam Peraturan Daerah, apalagi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Prindustrian tidak memberikan penafsiran berbeda yang dapat merugikan masyarakat, organisasi perindustrian, dan Pemerintah Daerah. Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian sedapat mungkin bersifat teknis operasional tapi regulatif dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan mudah dipahami.

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 19 Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, salah satu sasaran ingin dicapai dalam menyusunan Naskah Akademik ini adalah harmonisasi baik secara vertikal maupun horizontal dan sesuai kebutuhan.Prinsip harmonis tersebut merupakan salah satu prinsip utama yang diperhatikan dalam penyusunan materi muatan dari suatu peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011.

Mencermati uraian di atas, Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Perindustrian ini sebagaimana telah diuraikan sebelumnya menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach). Pendekatan tersebut dilakukan pengkajian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan industri dengan cara penafsiran, yaitu mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan sesuai yang dikehendaki dan yang dimaksud oleh pembuat undang-undang. Di dalam teori hukum, ada beberapa penafsiran, yaitu:

1. penafsiran tata bahasa (gramatikal), yaitu cara penafsiran berdasarkan pada filosofis dan sosiologis peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada arti perkataan dalam hubungan satu sama lain dalam kalimat yang dipakai peraturan perundang-undangan;

2. penafsiran sahih (autentik/resmi), yaitu penafsiran terhadap arti kata-kata sebagaimana yang diberikan pembentuk peraturan perundang-undangan;

3. penafsiran historis, yaitu sejarah hukumnya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut, dan sejarah peraturan perundang-undangan, yang diselidiki atau diteliti maksud dari pembentuk peraturan undangan pada waktu membuat peraturan perundang-undangan itu;

4. penafsiran sistematis (dogmatis), yaitu penafsiran susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan maupun dengan peraturan perundang-undangan lain;

5. penafsiran nasional, yaitu penafsiran memiliki sesuai tindakannya dengan sistem hukum yang berlaku;

Naskah Akademik Raperda tentang Perindustrian Bab 2 - 20 6. penafsiran teleologis (sosiologis), yaitu penafsiran dengan mengingat maksud

dan tujuan peraturan perundang-undangan itu;

7. penafsiran ekstensif, yaitu penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan perundang-undangan sehingga dapat dimaksudkan;

8. penafsiran restriktif, yaitu penafsiran dengan membatasi atau mem-persempit arti kata-kata yang terkadung dalam peraturan perundang-undangan;

9. penafsiran analogis, yaitu memberi tafsiran pada sesuatu peraturan perundang-undangan dengan memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai azas hukumnya, sehingga sesuatu yang sebenarnya tidak dimasukkan lalu dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.

Beberapa metode penafsiran tersebut di atas digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini.