• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI–NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI–NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL SKRIPSI Diajukan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI

NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH

SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL

SKRIPSI

Diajukan Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Muhamad Syaifudin

NIM 111-14-302

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN

KESEDIAAN DI PUBLIKASIKAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhamad Syaifudin

NIM : 111-14-302

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SEJARAH

MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat dan tiruan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah. Skripsi ini di perbolehkan untuk di publikasikan pada e-repository

(6)

v MOTTO

“Sesuatu yang bikin saya bertahan ngerjain skripsi semalaman adalah bahwa apa yang saya kerjakan ini adalah hal yang membedakan saya dengan orang

malas”

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karuniaNya,

skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Pahlawanku Bapak Nur Salim dan Ibu Ngatemi tercinta yang telah merawat,

menjaga dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggali ilmu

pengetahuan melalui tingkat pendidikan yang setinggi ini, juga atas semangat

dan doa tiada hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikaan studi ini.

Semoga ilmu yang penulis raih dapat membahagiakan orang tua, berguna bagi

agama, nusa dan bangsa.

2. Kakakku Nur Kholis, Siti Baiti Kuniah, Keluarga besarku yang tak bisa kusebut

satu per-satu, terima kasih untuk kasih sayang yang selalu menguatkan hingga

sampai di titik ini.

3. Teman dekatku Nely Maksudah yang telah memberikan motivasi, dukungan dan

bantuan selama menempuh studi, khususnya dalam proses penyusunaan skripsi.

4. Sahabat-sahabatku terima kasih selalu menemani dalam suka maupun duka

mendengarkan segala keluh kesah.

5. Teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya jurusan Pendidika Agama Islam.

6. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya serta karunian-Nya kepada kami sehingga perencanaan,

pelaksanaan dan tersusunnya skripsi dapat terlaksana dengan baik. Shalawat serta

salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah

membimbing manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang dan yang

selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis haturkan

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengn judul”Nilai-Nilai

Pendidikan Islam dalam Sejarah Muhammad Al Fatih Sebagai Penakluk

Konstantinopel”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salat satu persyaratan guna

memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan

Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan

skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan. Penulis

menyadari tanpa bantuan dari pihak, penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar. Oleh karena itu dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

7. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

8. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

(9)

viii

10. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

rela menyisihkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kebijaksanaan

dan petunjuk-petunjuk serta dorongan-dorongan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

11. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat

dan mudah-mudahan dengan skripsi ini akan menambah semangat untuk

meneruskan langkah dalam memperjuangkan cita-cita pendidikan. Peneliti

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, peneliti berharap atas saran dan kritis yang

membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb

Salatiga, 28 Agustus 2018

(10)

ix ABSTRAK

Syaifudin, Muhamad. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Sejarah Muhammad Al Fatih Sebagai Penakluk Konstantinopel. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Maryatin, M.Pd.

Kata Kunci: Nilai Pendidikan Islam, Muhammad Al Fatih, Konstantinopel

Tujuan penelitian ini ingin menjawab permasalahan (1) Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terdapat pada sejarah Muhammad Al Fatih penakluk Konstantinopel ? (2) Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad Al Fatih jika diterapkan pada pendidikan Islam di era sekarang ?

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Metode pengumpulan data dalam penilitian ini yaitu pengumpulan sumber (heuristik), langkah kritik (verifikasi), langkah interpretasi, dan langkah historiografi. Data yang sudah ada, dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan (verifikasi).

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Tentang Nilai-nilai Pendidikan Islam... 9

B. Tinjauan Umum Tentang Muhammad Al Fatih... 16

C. Sejarah Turki Ustamani... 27

(12)

xi BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian... 34

B. Metode Pengumpulan Data... 34

C. Sumber Data... 36

D. Metode Analisis Data... 36

E. Kajian Pustaka... 37

BAB IV PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian... 42

Nilai-nilai Pendidikan Islam yang Terdapat Pada Sejarah Muhammad Al Fatih... 42

B. Pembahasan... 46

Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Sejarah Muhammad Al Fatih dalam Penerapan Pendidikan Islam di Era Sekarang... 46

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

C. Kata Penutup ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Daftar Nilai SKK

Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Lukisan Muhammad Al Fatih

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian sejarah secara etimologi berasal dari kata Arab syajarah

artinya “pohon”. Dalam bahasa Inggris peristilahan sejarah disebut history

yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia

yang bersifat kronologis. Sementara itu, pengetahuan serupa yang tidak

kronologis diistilahkan dengan science. Oleh karena itu dapat dipahami

bahwa sejarah itu adalah aktivitas manusia yang berhubungan dengan

kejadian-kejadian tertentu yang tersusun secara kronologis (Syamruddin

Nasution, 2013: 1).

Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa bangsa Arab

yang semula terkebelakang, bodoh, tidak dikenal dan diabaikan oleh

bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. Ia sangat

cepat bergerak mengembangkan dunia membina suatu kebudayaan dan

peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga

sekarang. Bahkan kemajuan bangsa Barat pada mulanya bersumber dari

peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol (Syamruddin

Nasution, 2013: 3)

Menurut Harun Nasution, bahwa sejarah Islam dapat dibagi kedalam

3 periode dengan karakteristiknya masing-masing. Pertama, periode klasik,

mulai dari zaman Nabi Muhammad Saw. pada abad ke 7, sampai dengan

(15)

2

dalam berbagai bidang: politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial dan

sebagainya.

Kedua periode pertengahan mulai dari zaman kehancuran Baghdad

pada akhir abad ke 13, terbentuknya Dinasti-dinasti (Turki Usmani, Safawi,

Moghul, dan Fatimi) hingga datangnya penjajahan Barat, di awal abad ke

17, yang ditandai dengan perpecahan dunia Islam, kemuduran dalam bidang

politik, ekonomi, budaya, hingga dunia Islam dikuasai dan dijajah oleh

Barat, seperti Perancis, Inggris, Belanda, dan Portugis.

Ketiga periode modern yang dimulai akhir abad ke 18 hingga

sekarang yang dimulai dari timbulnya kesadaran dari sebagian tokoh Islam

di berbagai negara Islam yang dijajah seperti India, Mesir dan lainnya untuk

melepaskan diri dari cengkraman penjajah dan bangkit kembali

sebagaimana yang terjadi di zaman kejayaan Islam di abad Klasik (Abuddin

Nata, 2010: 83).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan

suatu ajaran yang membawa banyak perubahan dan dalam perubahan itu

mengalami suatu peningkatan dan penurunan dalam setiap periodenya,

dimulai dari periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.

Didalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji sejarah Islam di periode

pertengahan dan dalam kemajuan suatu kerajaan Turki Ustmani yaitu ketika

masa kepemimpinan Muhammad Al-Fatih yang berhasil menaklukan

Konstantinopel untuk mencari nilai-nilai pendidikan Islam yang dapat di

(16)

3

Sultan Muhammad II bin Murad II atau lebih sering di kenal dengan

Muhammad Al-Fatih, yang berhasil mewujudkan bisyarah tentang

penaklukan Konstantinopel. Sejak kecil, dia telah dididik oleh ulama-ulama

besar pada zamannya, khususnya Syaikh Aaq Syamsuddin yang tidak hanya

menanamkan kemampuan beragama dan ilmu Islam, namun juga

membentuk mental pembebas pada diri Muhammad Al-Fatih. Beliau selalu

membekali Al-Fatih dengan cerita dan kisah para penakluk dan selalu

mingingatkan Muhammad II tentang bisyarah Rasulullah saw dan janji

Allah yang menjadikan seorang anak kecil bernama Muhammad II memiliki

mental seorang penakluk (Felix Y Siauw, 2013: 195).

Oleh karena itu, tidak mengherankan pada saat dia berusia kurang dari

17 tahun, Al-Fatih telah menguasai tujuh bahasa dan telah memimpin

ibukota kesultanan Utsmani di Andianopel (Edirne) sejak berusia 19 tahun

(ada juga sejarawan yang memberikan keterangan bahwa Al-Fatih telah

matang dalam politik sejak berusia 12 tahun). Sebagian besar hidupnya

berada diatas kuda, dan beliau tidak pernah meninggalkan shalat rawatib

dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon

pertolongan dan izin-Nya atas keinginan yang kuat yaitu, menaklukan

Konstantinopel (Felix Y Siauw, 2013: 195).

Al-Fatih pun sadar untuk menaklukan Konstantinopel, dia

memerlukan perencanaan yang baik serta orang-orang yang bisa

(17)

4

‘’Kalian pasti akan membebaskan Konstantinopel, sehebat -hebat amir (panglima perang) adalah amirn-nya dan

sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya.” (H.R. Ahmad bin Hanbal

Al-Musnad 4/335).

Berdasarkan hadits di atas dalam bukunya Felix yang berjudul

beyond the inpiration menjelaskan bahwa dalam penaklukan

Konstantinopel, sangat mengindikasikan dua keadaan penaklukan

Konstantinopel, yaitu panglima (Amir) yang paling baik dan pasukan (jaisy)

yang paling kuat (Felix Y Siauw, 2013: 196).

Berdasarkan paparan di atas sejak usia kecil Muhammad Al-Fatih

sudah dekat sekali dengan agama Islam dan banyak ulama yang

mengajarinya tentang agama serta dukungan dari orang tuanya dia

berambisi untuk menaklukan konstantinopel serta mewujudkan hadits

Rasulullah tersebut maka beliau termotivasi untuk merealisasikannya. Dari

kisah tersebut terlihat banyak sekali nilai-nilai pendidikan dalam sejarah

Muhammad Al-Fatih salah satunya terlihat dari nilai keimanan bahwa dia

tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya guna selalu

mendekatkan diri kepada Allah. Pendidikan Islam sangat perlu di tanamkan

sejak dini oleh setiap keluarga.

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam

atau tuntunan agama Islam dalam usaha membina atau membentuk pribadi

(18)

5

sesama hidupnya, juga pada tanah airnya, sebagai karunia yang diberikan

oleh Allah SWT (Beni Ahmad Saebani, 2012: 42).

Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiya dalam bukunya ilmu

pendidikan Islam yang mengutip dari Ahmad D.Marimba mengartikan

bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan

hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama

menerut ketentuan-ketentuan Islam. Maksud kepribadian utama adalah

kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Kemudian beliau mengutip lagi dari Muhammad At-Toumy Asy-Syaibany

mengartikan pendidikan Islam sebagai usaha yang diinginkan dan

diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada tataran tingkah laku individu

maupun pada tataran kehidupan sosial serta pada tataran relasi dengan alam

sekitar, atau pengajaran sebagai aktivitas asasi, dan sebagai proporsi di

antara profesi-profesi dalam masyarakat (Beni Ahmad Saebani, 2012: 42).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan, pendidikan Islam

adalah usaha sadar untuk mendidik peserta didik yang sesuai dengan ajaran

Islam sehingga peserta didik dapat menerapkan ajaran yang sesuai dengan

Islam dan tidak melenceng dari Islam. Oleh sebab itu, peneliti ingin

mengkaji lebih dalam guna menemukan nilai-nilai pendidikan Islam apa

sajakah yang terdapat dalam kisah Muhammad Al-Fatih penakluk

Konstantinopel sehingga dapat diterapkan dalam sebuah pendidikan Islam.

Kemudian penulis ingin mengangkatnya menjadi sebuah bahan penelitian

(19)

6

SEJARAH MUHAMMAD AL FATIH SEBAGAI PENAKLUK KONSTANTINOPEL”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terdapat pada sejarah

Muhammad Al-Fatih penakluk Konstantinopel ?

2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad

Al-Fatih jika diterapkan pada pendidikan Islam di era sekarang ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menemukan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada sejarah

Muhammad Al-Fatih penaklukan Konstantinopel.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimanakah nilai-nilai pendidikan Islam

dalam sejarah Muhammad Al-Fatih jika diterapkan pada pendidikan

Islam di era sekarang.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan

menambah khasanah keilmuan, khususnya dalam bidang program studi

tarbiyah di perpustakaan IAIN Salatiga dalam penaklukan

(20)

7 2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat menemukan nilai-nilai pendidikan Islam pada

masa Muhammad Al-Fatih dan bisa diterapkan diera sekarang,

sehingga pembaca dapat memiliki semangat seperti dalam kisah sejarah

Muhammad Al-Fatih ini.

E. Sistematika Penulisan

Dalam proses penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab

guna untuk memudahkan pembaca dalam melihat penulisan ini, diantaranya

bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman

persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman

pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata

pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar

lampiran.Bagian Isi dalam bagian ini terdapat bab yang berisi sebagai

berikut.

Bab I berisi pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode

penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang landasan teori yang meliputi pengertian nilai,

pengertian pendidikan Islam, nilai-nilai pendidikan Islam, biografi singkat

Muhammad Al-Fatih, Turki Ustmani dan Konstantinopel.

Bab III berisi tentang metodologi penelitian untuk meneliti

nilai-nilai pendidikan Islam dalam sejarah penaklukan Konstantinopel oleh

(21)

8

Bab IV berisi temuan penelitian dan pembahasam nilai-nilai

pendidikan Islam dalam sejarah Muhammad Al-Fatih penakluk

Konstantinopel.

Bab V berisi berupa penutup, kesimpulan, dan saran. Kemudian

(22)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam 1. Pengertian Nilai

Nilai adalah segala yang bermanfaat dan menjadi sarana bagi

kehidupan. Nilai atau value dalam bahasa Inggris, atau dalam bahasa

Latin, valere (berguna, mampu, akan, berdaya, berlaku, dan kuat). Nilai

adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk

memuaskan manusia. Nilai merupakan suatu konsep, yaitu

pembentukan mentalitas yang dirumuskan dari tingkah laku manusia

sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik, dan perlu

dihargai sebagaimana mestinya (Beni, 2012: 32-33).

Dalam kamus besar bahasa indonesia nilai bisa diartikan sebagai

sifat-sifat (hal-hal) atau hal penting yang berguna bagi manusia (Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 1005).

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, dapat di simpulkan bahwa

nilai adalah suatu takaran dalam suatu objek untuk memberikan

anggapan apakah suatu objek tersebut baik, atau buruk, bagus atau tidak,

berguna atau tidak berguna, bermanfaat atau tidak dan sebagainya.

2. Pengertian Pendidikan Islam

Secara sederhana Ahmad Tafsir(2014: 12) mendefinisikan

pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Kemudian

(23)

10

mendefinisikan suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik

agar senantiasa memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu

menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta

menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk

membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh

potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah,

menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi Allah,

manusia, dan alam semesta (Haidar, 2012: 3).

Umiarso(2010: 42) mengutip dari Syed Sajjad Husain dan Syed

Ali Ashraf mengatakan bahwa pendidikan Islam, suatu pendidikan yang

melatih perasaan peserta didik dengan cara begitu rupa sehingga dalam

sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap

segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual

dan sangat sadar akan nilai etis Islam.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan

Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik

agar dapat mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang

berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, sehingga dalam sikap hidup,

tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis

(24)

11 3. Landasan Pendidikan Islam

Landasan pendidkan Islam pada hakikatnya adalah identik

dengan pendidikan Islam. Asas pendidikan Islam kata Abdullah yang di

kutip oleh Fatah Yasin adalah Al-Qur’an dan Hadis Nabi. Sedangkan

nilai-nilai ajaran Islam tersebut jika dipetakan dapat dibagi menjadi 2

hal :

a. Al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan ideal operasional pendidikan

Islam

Cita-cita ideal dalam pendidikan Islam adalah sebagaimana

yang tergambar dalam Al-Qur’an dan contoh operasionalnya adalah

sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Nabi Saw dalam

kehidupan. Semua yang dilakukan oleh Nabi adalah contoh proses

pendidikan Islam yang mengajarkan semua aspek kehidupan menuju

arah perbaikan hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu nilai-nilai

yang ditanamkan dalam proses pendidikan haruslah diambil dan

bersumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan

(25)

12 Artinya:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang

munkar, dan beriman kepada Allah.”(Qs. Ali Imran: 110).

Ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia adalah diciptakan

oleh Tuhan sebagai mahluk terbaik, yang diberi tugas untuk

memerintah orang lain agar berbuat: pertama, amar ma’ruf atau

humanisme dan emansipasi, yang dikutip dari Kuntowijoyo oleh

Fatah Yasin maksudnya memanusiakan manusia dan mendudukan

manusia pada posisi sederajat secara nurani. Kedua, mencegah

perbuatan yang munkar atau liberasi, yaitu membebaskan manusia

dari penindasan. Ketiga, tujuan akhir dari tugas manusia dalam

membebaskan manusia lain adalah dilandasi karena tuntutan iman

atau ke arah Transendensi¸yaitu penyucian diri yang ditunjukan

melalui kerja kemanusiaan yang ditunjukkan semata-mata hanya

karena dan untuk Tuhan Allah Swt dan dalam Islam dikenal sebagai

manusia yang beruntung dan optimal.

Secara partikulasi, di dalam Al-Qur’an juga terdapat bagian

-bagian penting, atau ada ayat-ayat tertentu, atau tema-tema pokok

dalam Hadis, yang secara langsung membicarakan tentang proses

(26)

13 Artinya:

“Abdullah Bin Amra Al-Ashro: Bersabda Nabi SAW:

Sampaikanlah dari ajaranku walaupun hanya satu ayat dan ceritakanlah Bani Israil dengan terbatas dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja hendaknya menentukan

tempat di api neraka” (HR. Bukhari Muslim no. 3202).

Mengajak orang lain untuk menerima ajaran Islam, tentunya

adalah diambil dari sumber pokoknya yaitu Al-Qur’an, dan cotoh

praktiknya bersumber dari hadis Nabi.

b. Hasil Ijtihad ulama Islam sebagai landasan pengembangan

pendidikan Islam

Yang dimaksud dengan ijtihad sebagai landasan

pengembangan pendidikan Islam adalah hasil pemikiran para ulama

Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan, kemudian

dijadikan sebagai rujukan atau dasar untuk melaksanakan kegiatan

pendidikan. Dari sini dapat diketahui mana hal-hal penting yang

harus di-(de/re)-kontruksi sesuai dengan konteks pendidikan yang dilaksanakan. Inilah dalam sebuah pesan pendidikan disebutkan, “

Menjaga/ melestarikan nilai-nilai lama yang dianggap masih baik

dan menemukan/mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.”

Proses pendidikan pada dasarnya memiliki fungsi antara lain

untuk melestarikan atau mewariskan nilai-nilai historis kepada

(27)

14

generasi baru, supaya diikuti dan dijadikan sebagai landasan

pengembangan pendidikan untuk menemukan nilai-nilai baru yang

sebelumnya belum ada (Yasin, 2008: 39-48).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan

pendidikan Islam terdiri dari Al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan

ideal operasional yang dipraktikkan oleh Nabi Saw dalam kehidupan

guna menuju perbaikan hidup dunia dan akhirat. Kemudian Ijtihad

ulama Islam sebagai landasan pengembangan pendidikan Islam

yaitu sebuah rundingan oleh para ulama mengenai sesuatu hal yang

baru yang belum ada pada masa Nabi Saw seperti contohnya

lembaga pendidikan Islam dan hal itu dapat digunakan sebagai

rujukan guna melaksanakan pendidikan Islam.

4. Fungsi Pendidikan Islam

Syafaat(2008: 173) yang mengutip dari Djamaludin dan Abdullah

Aly mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam memiliki empat

macam fungsi, sebagai berikut:

a. Menyiapkan generasi muda memegang peranan-peranan tertentu

dalam masyarakat pada masa yang akan datang.

b. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan

peranan-peranan tersebut dari generasi tua ke generasi muda.

c. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara

keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi

(28)

15

d. Mendidik anak agar beramal saleh di dunia ini untuk memperoleh

hasilnya di masyarakat.

Kemudian Syafaat(2008: 173-174) juga mengutip lagi dari Zakiah

Darajat fungsi pendidikan Islam yaitu sebagai berikut:

a. Pembekalan, yaitu untuk membimbing anak dalam memiliki

akhlak.

b. Penerangan, yaitu membantu anak untuk mengetauhi

prinsip-prinsip dan hukum agama agar dalam pelaksanaanya sesuai dengan

ajaran agama.

c. Perbaikan, yaitu menolong anak dalam menentukan akidah yang

baik dan benar serta pembentukan jiwa keagamaan yang baik dan

kokoh.

d. Penyadaran, yaitu untuk memberikan penyadaran anak-anak atau

remaja agar memahami dan mampu menjaga kesehatan, baik

jasmani maupun rohani.

e. Pengajaran, yaitu untuk menyiapkan peluang dan suasana praktis

untuk mengamalkan nilai-nilai agama dan akhlak dalam

kehidupan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas tentang fungsi pendidikan

Islam, dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam adalah untuk

(29)

16

pribadi yang baik seperti dalam Islam, serta untuk mensejahterakan

kehidupan duniawi untuk bekal di akhirat.

B. Tinjauan Umum Tentang Muhammad Al Fatih 1. Masa Kecil dan Proses Pendidikan Al Fatih

Sultan Mehmed II yang lahir pada 833 H (1429 M), Sultan

Utsmani ketujuh dalam silsilah keluarga Utsman, bergelar Muhammad

Al-Fatih dan Abu Khairat, memerintah kurang lebih selama 30 tahun

dan berhasil membawa kebaikan dan kemuliaan bagi kaum Muslimin.

Dia diangkat menjadi penguasa daulah Ustmaniyah setelah kematian

ayahnya pada 16 Muharram 855 H (18 Februari 1451 M), pada waktu

itu umurnya baru 22 tahun (Ash-Shalabi, 2015: 168).

Dikatakan bahwa ketika menunggu proses kelahiran, Murad II

menenangkan dirinya dengan membaca Al-Qur’an dan lahirlah

anaknya saat bacaanya sampai pada surah Al-Fath, surat yang berisi

janji-janji Allah akan kemenangan kaum Muslim. Sebagai anak

laki-laki ketiga, Mehmed tidak diperkirakan siapapun untuk menjadi

pengganti Murad II menjadi sultan (Felix Y. Siauw, 2017: 43).

Ketika berumur 2 tahun, Mehmed (namanya dalam

keluarganya, dan Al-Fatih adalah gelar setelah melakukan penaklukan

Konstantinopel) dikirim bersama Ahmed kakak tertuanya ke Amasya,

sebuah kota tempat mempelajari pemerintahan bagi keluarga

kesultanan. Murad II termasuk sultan yang sangat memperhatikan

(30)

17

bermunculan di Edirne, Bursa, Amayasa, Manisa dan kota-kota

Utsmani lainnya. Dia berpendapat bahwa keimanan dan ketakwaan

adalah modal dasar peradaban yang kuat dan membangun kebudayaan

Utsmani berdasarkan darinya. Ketika menggantikan ayahnya hal

pertama yang dilakukan Murad adalah melakukan pengepungan

Konstantinopel dalam jangka waktu 22 hari pada 1422 akan tetapi

belum berhasil kemudian Murad mempersiapkan estafet penaklukan

Konstantinopel dan memepersiapkan anak-anaknya. Selain itu, Murad

juga menyemangati dan berdiskusi arti penting penaklukan

Konstantinopel, bahkan hampir setiap hari bertanya akan strategi dalam

menaklukan Konstantinopel pada mereka (Felix Y. Siauw, 2017:

43-44).

Ketika berumur 6 tahun, Mehmed yang masih sangat belia

diangkat menjadi gubernur Amasya, Mehmed bertukar tempat dengan

Ali untuk memimpin Manisa. Malang bagi Murad, di kota yang sama,

sekitar 1443, Ali bin Murad pun dibunuh oleh seorang Turki yang

kemungkinan besar kaki tangan Byzantium yang selalu mencari

kesempatan untuk menimbulkan kekacauan pada Utsmani. Peristiwa

yang menimpa anaknya, Ali yang disebut-sebut anak kesayangannya

membuat Murad sangat terpukul. Harapannya bertumpu pada anak

laki-lakinya yang terakhir maka saat itu pula, ia memanggil Mehmed ke

Edirne untuk dididik secara khusus dan mempersiapkanya menjadi

(31)

18

Semenjak remaja dia terlihat unggul atas teman-teman

sebayanya dalam banyak ilmu yang dipelajari di Madrasah al-Umara,

khususnya penguasaan bahasa yang berkembang di masanya dan

kecenderungannya untuk mempelajari kitab-kitab sejarah. Hal ini

semua membantunya di kemudian hari menjadi sosok yang menonjol

di bidang manajemen dan perang. Hingga ia tersohor di dalam sejarah

sebagai Muhammad Al-Fatih, karena berhasil menaklukan kota

Konstantinopel yang sekarang bernama Istanbul (Ash-Shalabi, 2015:

101-102).

Sultan Murad menugaskan kepada para syaikh yang paling

bagus pada masanya untuk membentuk kepribadiannya yaitu di

serahkan kepada syaikh Ahmad Al-Kurani adalah ulama berilmu lagi

faqih serta masyur dengan berbagai keutamaan menurut Imam Suyuti,

dan syaikh Aaq Syamsuddin adalah ulama yang nasabnya bersambung

pada Abu Bakar Ash-Shiddiq dan seorang yang pengetahuannya tidak

terbatas pada satu bidang sebagaimana kebanyakan ulama pada

masanya (Felix Y. Siauw, 2017: 46).

Dibawah tempaan Syaikh Al-Kurani, Mehmed mulai menyerap

ayat-ayat Al-Qur’an dan menghafalnya pada usia 8 tahun. Ia juga

mempelajari etika belajar dari beliau yang tidak menganggapnya

berbeda dari anak-anak lain. Ulama lain yang sangat berpengaruh

dalam membentuk mental seorang penakluk adalah syaikh Aaq

(32)

19

dikuasainya akan tetapi juga menceritakan tentang ahlu bisyarah yang

membebaskan Konstantinopel dan menceritakan Rasulullah dalam

menegakkan Islam, serta menanamkan sirahnya kepada Mehmed. Ia

juga menceritakan kepahlawanan para sahabat dan kekepahlawanan

para penakluk awal seperti Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid, Abu

Ubaidah bin Al-Ayubbi, Utsman I dan semua kstria Islam adalah

blueprint bagi Mehmed Celebi (Felix Y. Siauw, 2017: 47).

Keyakinan Mehmed II yang ditanamkan para syaikh bahwa ia

adalah seseorang yang di maksud dalam hadits Rasulullah yang

menaklukan Konstantinopel berpengaruh sangat besar. Dalam umur

kurang dari 17 tahun Mehmed dapat menguasai bahasa Arab, Turki dan

Persia dan juga fasih dalam percakapan bahasa Prancis, Yunani, Serbia,

Hebrew, dan Latin. Dalam ilmu sejarah dan geografi, syair dan puisi,

seni, serta ilmu teknik terapan Mehmed juga sangat tertarik dan mahir.

Keahlian dalam perang pun menjadi buah bibir, Mehmed dikatakan

menghabiskan sebagian waktunya diatas kuda. Ini merupakan sebuah

gabunga yang membentuk kepribadian yang unik (Felix Y. Siauw,

2017: 47-48).

Dari semua hal yang ada pada Mehmed II, tentu saja yang paling

mempesona pada dirinya adalah kedekatanya dengan Allah. Mehmed

sadar bila keinginannya untuk menjadi ahlu bisyarah sangat

dipengaruhi dengan kedekatanya dengan yang Maha memenangkan

(33)

20

kepada Allah, dan dia satu-satunya panglima yang tidak pernah masbuq dalam shalatnya, dan dia selalu menunaikan dengan berjama’ah, dan

dia juga menjaga shalat malamnya sebagai mahkota dan shalat rawatib

sebagai pedangya dan tidak pernah meninggalkan shalat malam dan

rawatib semasa baligh hingga ia meninggal. Ketika Mehmed berusia 12

tahun, Murad menandatangani perjanjian damai di Szeged dengan

pasukan salib menyusul kekalahan pasukan Ustmani oleh pasukan salib

yang dipimpin oleh John Hunyad pada 1444 dan berisi tentang genjatan

senjata selama 10 tahun dan Ustamani kehilangan Serbia dan

Wallachia. Setelah mengamankan Ustamani dari ancaman Eropa,

Murad bersegera untuk menyeberangi Selat Dardanela dan

memadamkan pemberontakan di Karaman. Sebelum ia menyerahkan

tahta sultan kepada Mehmed II memastikan anaknya menjalankan tigas

dengan baik semasa ia masih hidup dan mempercayakan kepada Halil

Pasha, wazir kepercayaan untuk mendidiknya tentang tugas kesultanan

dan kepemimpinan (Felix Y. Siauw, 2017: 49-51).

2. Pengangkatan dan Penurunan Jabatan Kesultanan

Strategi Murad II membuahkan tantangan besar bagi kaum

Muslim, setelah Mehmed diangkat menjadi sultan, dan Murad berada

di tempat jauh dari pemerintahan. Mendengar hal ini kemudian Paus

Eugene IV membujuk Ladislas untuk menghianati perjanjian damai dan

memanfaatkan situasi ini dan mengusir pasukan kaum Muslim di

(34)

21

kota pelabuhan di laut Hitam, untuk menyerang kaum Muslim dari

utara. Keadaan menjadi sangat kacau di Edirne, dan Mehmed sangat

bingung menghadapi gejolak politik yang belum pernah dihadapi

sebelumnya dan kemudian ia mengirim surat kepada ayahnya di

Anatolia untuk membantu mengatasi kekacauan di Edirne. Surat yang

dikirimkan Mehmed kepada ayahnya adalah seperti ini : Siapakah yang

saat ini menjadi sultan, saya atau ayahanda ?,Bila ayahanda yang

menjadi sultan, datanglah kemari dan pimpinlah pasukanmu. Tetapi

bila engkau menganggap saya sebagai sultan maka dengan ini saya

meminta ayahanda segera datang kemari untuk memimpin pasukan

saya!. (Felix Y. Siauw, 2017: 52).

Surat ini tidak memberikan pilihan kepada Murad, kemudian

Murad langsung sesampainya di Eropa, memobilisasi pasukannya ke

Varna untuk mencegah gerakan pasukan salib dan atas pertolongan

Allah, Murad II mendapatkan kemenangan yang gemilang dan hampir

20.000 pasukan gabungan dipimpin Hungaria di hukum atas

penghianatan dan raja Ladislah terbunuh saat menantang Murad II dan

kemudian ia kembali ke Anatolia setelah turun tahta untuk ke dua

kalinya dan bertaqarrub kepada Allah (Felix Y. Siauw, 2017: 52).

Keadaan menjadi stabil dan Mehmed membuat kebijakan baru

sebagai manifestasinya sejak kecil yaitu penaklukan Konstantinopel,

akan tetapi Mehmed salah perhitungan karena ia belum sepopuler

(35)

22

seperti militer, industri dab khususnya pasukan khusus Yenisari. Halil

Pasha yang mengkuatirkan bahwa kebijakan Mehmed membuat gejolak

kaum Kristen di Eropa untuk membantu Konstantinopel akhirnya

mensabotase kebijakan Mehmed dengan memanfaatkan

pemberontakan Yeniseri dan Menggugat Murad kembali menjadi

Sultan dan usahanya berhasil, sekali lagi Murad II menjadi sultan pada

1446, sedangkan Mehmed dalam kondisi kalah dan terhina di

tempatkan kembali sebagai gubernur kota Manisa (Felix Y. Siauw,

2017: 52-53).

3. Proses perbaikan diri dan melanjutkan misi ayahnya

Dalam jangka waktu 2 tahun, Mehmed membenahi seluruh

kekurangan dan kelmahanya untuk membuktikan bahwa layak menjadi

pemimpin, dan di bulan Oktober 1448 dia menemani ayahnya

memerangi pasukan Hungaria di Kosovo. Peperangan ini menjadi ajang

pembuktian dan pelantikannya sebagai komandan terbaik bagi Mehmed

II. Pasca Kosovo 1448, Mehmed seringkali muncul dalam ekspedisi

maupun pertempuran yang dilancarkan oleh Murad II, seolah sebagai

bekal terakhir dari ayah pada anaknya sebelum menutup usianya dalam

ketenangan di Edirne pada Februari 1451 (Felix Y. Siauw, 2017: 55).

Berita kematian ayahnya sampai kepadanya bersamaan dengan

permintaan Halil Pasha agar Mehmed segera ke Edirne menggantikan

ayahnya dan dinobatkan sebagai sultan. Begitu ia memegang kendali

(36)

23

yang diambil oleh ayahnya, dan kegagalan dahulu merupakan

pembelajaran yang berharga, sehingga ia lebih banyak menghabiskan

waktunya untuk menjalin hubungan baik dengan aparatur negara dan

militer, khususnya pasukan Yeniseri. Usianya baru 19 tahun pada saat

itu dan dunia barat, baik Kosntantinopel maupun Eropa

meremehkannya dan menganggap sebagai anak remaja manja tak

berpengalaman yang memiliki catatan kepemimpinan yang buruk

(Felix Y. Siauw, 2017: 56-57).

4. Proses Penaklukan Konstantinopel

Banyak sejarawan mengatakan bahwa motif utama penaklukan

Konstantinopel bukan pada Islamnya. Namun, sungguh mereka telah

salah besar. Memang betul, secara geografis keberadaan

Konstantinopel merupakan ancaman bagi Turki Ustmani disebabkan

letaknya seperti duri di dalam daging. Tetapi, penglihatan Mehmed II

jauh dari hanya pendekatan geografis, dia tumbuh bersama dengan

impiannya akan penaklukan Konstantinopel, seluruh hidupnya

diabadikan untuk usaha mewujudkan bisyarah Rasulullah. Bagi

Mehmed II, Konstantinopel bukan hanya sebuah kota yang strategis dan

banyak hartanya. Baginya Kosntantinopel adalah pertaruhan akan

kebenaran lisan Rasulullah, inspirator dalam hidupnya (Felix Y. Siauw,

2017: 59).

Kota Konstantinopel dikelilingi oleh perairan laut di tiga front:

(37)

24

dengan rantai raksasa, yang dapat mengontrol arus masuk kapal-kapal

yang menujunya. Di samping itu ada dua garis dari tembok-tembok

yang mengelilingi dari arah darat, tepatnya dari tepi pantai laut

Marmara hingga Tanduk Emas dan diapit oleh sungai Lycus.antara

kedua tembok terdapat halaman yang luas yang lebarnya mencapai 60

kaki. Tinggi tembok tersebut dari dalam adalah 40 kaki. Di Antaranya

terdapat sejumlah mercusuar yang ketinggiannya mencapai 60 kaki.

Sedangkan tinggi tembok dari luar mencapai hampir 25 kaki, di

antaranya terdapat sejumlah mecusuar yang terpancar-pancar, yang

dijaga oleh para prajurit. Ini sangat sulit untuk masuk menerobos ke

dalamnya. Karena itu pulihan percobaan militer mengalami kesulitan

untuk menerobos masuk ke dalamnya, termasuk di antaranya sebelas

percobaan Islam sebelumnya (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017:

113-114).

Meski para pendahulunya pernah berusaha merebutkan kota

kuno Konstantinopel dari para penguasa Kristen, mereka gagal

menerobos tembok kota yang sangat kuat. Setelah Rasulullah dulu

meramalkan penaklukan kota tersebut oleh umat Islam pada abad

ketujuh, pasukan Muslim sudah berulang kali mencobanya, tetapi tidak

cukup berhasil. Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan, pendiri Dinasti

Umayyah, merupakan salah satu penguasa pertama Muslim yang

mengirimkan ekspedisi untuk menaklukan Konstantinopel. Abu Ayyub

(38)

25

berani dalam ekspedisi tersebut kala menghadapi Byzantium, dia

dikebumikan di pinggir kota Konstantinopel. Sepertinya sudah

ditakdirkan, tugas menaklukan benteng terakhir Kekaisaran Romawi

Suci ini jatuh di pundak Sultan Muhammad II. Karena ingin

memperluas kekuasaannya sampai ke daratan Eropa, sehingga menjadi

penguasa yang paling kuat pada masanya, sang Sultan bertekad

membebaskan Konstantinopel. Menurutnya, pembebasan kota

bersejarah ini akan mengonsolidasikan posisinya sebagai penguasa

sejati dunia Islam dan memberinya sebuah tempat unik dalam catatan

sejarah (Khan, 2010: 268).

Segera setelah penaklukan Konstantinopel, Sultan Mehmed

memindahkan ibu kota Utsmani ke kota itu dan memerintah rakyatnya

dengan adil. Kemampuannya dalam urusan administrasi dan

pengelolaan kota sama baiknya ketika ia berhadapan dengan pasukan

perang. Mehmed Al-Fatih adalah sutlan pertama yang mengodifikasi

aturan-aturan hukum dalam setiap urusan-urusan, yang selanjutnya

akan disempurnakan oleh keturunannya, Khalifah Suleyman II yang

dikenal sebagai Al-Qanuni, sang pembuat hukum. Sultan mengatur

semuanya dengan hukum-hukum yang rinci, baik dalam bidang

pendidikan, pemerintahan, kepegawaian, peradilan, kesehatan, militer,

seni dan budaya, perdagangan, sampai hukum-hukum sipil. Tidak heran

bila pada masa pemerintahannya, banyak diantara penduduk Yunani

(39)

26

berikutnya adalah membangun Konstantinopel dan mengembalikannya

sebagai pusat peradaban. Atas kemahirannya dalam mengatur

administrasi negara, dalam waktu dari 30 tahun sejak jatuhnya

Konstantinopel, Sultan Mehmed telah melipatgandakan penduduk kota

menjadi 4 kali lipat dan menjadi fondasi bagi penguasa-penguasa

setelahnya untuk menjadikannya kota termegah di dunia (Felix Y.

Siauw, 2017: 261).

5. Penaklukan Menuju Roma dan Kematian Al-Fatih

Setelah membangun kembali Konstantinopel dan

memastikannya dapat bertahan dari serangan internal dan external,

Sultan Mehmed memulai rangkaian perjalannya menuju kota Roma,

setapak demi setapak. Setahun setelah penaklukan Konstantinopel,

Sultan Mehmed menaklukan sebagian besar wilayah Serbia sampai

sampai kepinggir sungau Danudabe yang berbatasan dengan Hungaria.

Jalan menuju Roma terus-menerus dibangun, selain membebaskan

wilayah Eropa di sebelah barat, Karaman juga dapat ditaklukan pada

1468 sehingga lengkaplah kekuasaan Ustmani di Asia. Pada tahun

1479, Sultan sampai di perbatasan Italia sebelah utara Venesia,

menaklukan Friuli dan Isonzo, kala itu pasukan Muslim terdengar meneriakan dengan lantang “Roma...! Roma..!. Merasa takut

wilayahnya akan segera diserang, Venesia segera mengajukan

perjanjian damai kepada Sultan dan memberikan upeti dalam jumlah

(40)

27

jalan menuju Roma kini dialihkan ke laut, pada 1480, Otranto berhasil

ditaklukan setelah tentara Ustsmani gagal menaklukan pulau Rhodes.

Kini jalan menuju Roma tinggal setapak lagi (Felix Y. Siauw, 2017:

268-269).

Sejak Otranto dikuasai pada 1480, Sultan Mehmed sedang

menyiapkan pasukan yang jauh lebih besar dari pada pasukan yang

menaklukan Konstantinopel. Pada penaklukan itu, Sultan Mehmed

tidak merasa seperti biasanya. Fisiknya yang selalu membaik manakala

ia berangkat untuk berjihad tidak menunjukkan tanda-tanda demikian,

malahan penyakit radang sendi yang dideritanya semenjak 1470

bertambah parah (Felix Y. Siauw, 2017: 271-272).

Namun, semua itu tidak menghalanginya untuk menggenapi

sabda suci Rasulullah saw. Pasukan yang paling istimewa telah

disiapkan untuk membebaskan Roma. Tapi, ternyata Allah

berkehendak lain, Allah berkehendak untuk membagi dua pahala

pembebasan yang telah terjanjikan itu. Muhammad Al-Fatih menutup

usianya dalam kondisi bersiap untuk membuka Roma pada 3 Mei 1481

dalam usia 49 tahun (Felix Y. Siauw, 2017: 271-272).

C. Sejarah Turki Ustmani

Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara

yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika

bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi, Sulaiman

(41)

28

Mongol tersebut dan lari ke arah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang

dan menaklukan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti

Khwarazm Syah tahun 1219-20. Sulaiman Syah meminta perlindungan

kepada Jalal ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di

Transoksani, sebelum dikalahkanoleh pasukan Mongol. Jalal ad-Sin

memberi jalan agar Sulaiman pergi kebarat ke arah Asia kecil, dan di

sanalah mereka menetap. Sualaiman ingin pindah lagi kewilayah Syam

setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negari Syam itu,

pemimpin orang-orang Turki tersebut mendapat kecelakaan hanyut di

sungai Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar, tahun 1228.

(Mughni, 1997: 51)

Mereka akhirnya terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama ingin

pulang ke negara asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke

wilayah Asia kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga

dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya

menghambakan dirinya kepada Sultan Alaud-Din II dari Turki Saljuq Rum

yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil. Pada

waktu itu bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang

Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai

kekuasaan di Kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya

pasukan tambahan baru dai saudara sebangsanya itupasukan saljuq menang

atas Romawi. Sultan gembira dengan Kemenangan tersebut dan memberi

(42)

29

memperluas wilayahnya dengan merebut dan merongrong wilayah

Bizantium. Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang

diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Usman itulah yang diambil sebagai

nama untuk kerajaan Turki Utsmani. Erthogrol meninggal tahun 1280.

Usman ditunjuk untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai

pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa

gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan

pendahulunya (Mughni, 1997: 51-52).

Setelah menghancurkan Baghdad tahun 1258 bangsa Mongol

meneruskan penaklukannya ke arah utara, termasuk kekuasaan Saljuq Rum.

Sultan Saljuq tidak dapat mempertahankan diri dan mati terbunuh. Dalam

keadaan kosong itulah Usman memerdekakan diridan bertahan terhadap

serangan bangsa Mongol. Bekas wilayah Saljuq dijadikan basis

kekuasaannya dan para penguasa Saljuq yang selamat dari pembantaian

Mongol mengangkatnya sebagai pemimpin. Peristiwa terebut berlangsung

kira-kira 1300. Maka, berdirilah Kerajaan Usmaniyyah yang dipimpin oleh

Ustman yang bergelar Padisyah Alu Usman atau raja dari Keluarga Usman.

(Mughni, 1997: 52-53).

Dimulai dari penobatan Usman l sebagai “Padisyah Al Usman (Raja

besar keluarga Usman) yang berkuasa pada tahun 1300 M/669 H, secara

perlahan wilayah Islam dapat tersebar meluas sebagai berikut: (M.

(43)

30

a. Pada tahun 1317 M dapat menguasai daerah perbatasan Byzantium dan

kota Broessa, kemudian pada tahun 1326 M kota tersebut dijadikan

sebagai pusat pemerintahan.

b. Pada tahun 1326 M Usman wafat dan digantikan putranya yaitu ,

Urkhan. la meneruskan siasat ayahnya untuk mermerluas penyebaran

ke Kerajaan Byzantium. Akhirnya dapat dikuasai hampir seluruh

wilayah Byzantium seperti Nekomedia, Nikia dan Iain-lain di Asia

kecil, bahkan sampai ke semenanjung Gallipolia (benua Eropa).

c. Pada tahun 1360 Urkhan meninggal, singgasana akhimya di duduki

oleh Murad I (anaknya) dan ia berkuasa dari tahun 1360-1389 M.

Selama berkuasa selain memantapkan dalam negeri. la juga melakukan

perluasan wilayah ke Eropa, seperti Andrianopel yang kemudian

dijadikan lbu kota kerajaan baru seperti: Macedonia, Sopia, Salonia,

dan seluruh bagian wilayah utara Yunani. Dengan di kuasainya

kota-kota seperti Andrianopel (kota-kota terpenting setelah Konstantinopel) dan

lain sebagainya, maka lahirlah daulat Islam di Eropa Timur,

sebagaimana dibagian barat benua itu tegak pula sebuah daulat Islam

lagi yaitu: Bani Umayah di Andalusia.

d. Merasa cemas terhadap kemajuan turki Usmani di Eropa, Paus

mengobarkan semangat perang dengan menghadirkan sejumlah

pasukan sekutu Eropa untuk membantu memukul mundur Turki

(44)

31

e. Nama Biyazid I (13-1430), dapat menghancurkan pasukan Kristen

Sekutu tersebut (Beyazid I adalah pengganti Murad I). Dan peristiwa

ini merupakan catatan sejarah yang paling gemilang bagi umat Islam.

f. Ekspansi Kerajaan Turki Usmani sempat berhenti beberapa saat yang

cukup lama karena ketika mengarahkan ekspansi ke Konstantinopel,

tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur Lenk, menghadang

menyerang ke Asia kecil, dan pertempuran hebat terjadi di Angkara

tahun 1402 M, dan tentara Turki Usmani kalah sementara Beyazid dan

putranya tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.

Dari kekalahan ini kerajaan Usmani merambat nasib buruk,

penguasa-penguasa saljuk di Asia Kecil memisahkan diri dari Turki Usmani,

wilayah-wilayah Serbia Bosnia, Bulgaria, memproklamirkan

kemerdekaan, dan putra-putra beyazid saling rebut kekuasaan.

g. Suasana buruk itu baru dapat diatasi pada waktu Sultan Muhammad I

berkuasa (1403-1412 M). Beliau berusaha keras untuk menyatukan

kembali negaranya, dan ingin memulihkan kembali kekuatan dan

kekuasaan negara (Turki Usmani) seperti semula. Rencana tersebut

sedikit bisa diatasi setelah Timur Lenk meninggal dunia pada tahun

1405, dan kesultanan Mongol pecah diperebutkan putra-putranya yang

satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini di manfaatkan oleh Sultan

Muhammad I dan sejenak dapat dirasakan. Akan tetapi belum lama

merasakan kekompakan, terjadi perselisihan antara putra-putra Beyazid

(45)

32

Muhammad yang menang dalam merebutkan kekuasaan dari ayahnya.

Jadi pada masa Muhammad I ini Iebih banyak menekankan

pembenahan dan keamanan dalam negeri.

h. Pada tahun 1421-1451 M usaha Muhammad I diteruskan oleh Murad

II. Pada masa ini juga masih banyak upaya pembenahan keamanan

dalam negeri, walaupun ada serangan dari luar seperti Hunyadi, raja

Hongaria dan Kardinal Yulian utusan Paus, namun dapat

dipatahkannya. Sementara kerajaan Hunyadi (Kristen Ortodok) dan

bangsa Magyar (Kristen yang telah melanggar janji damai)

dihancurkannya bercerai berai.

Salah satu basil kemenangan Sultan Murad ll adalah kembalinya

Serbia-Bosnia ke dalam wilayah kekuasaan Turki. Sultan Murad ll

wafat, dan akhirnya kekuasaan diserahkan kepada anaknya yaitu Sultan

Muhammad ll.

i. Setelah wafatnya Sultan Murad II diserahkan kepada Sultan

Muhammad II yang sangat menumpahkan perhatian untuk

menaklukkan Konstantinopel yang belum dapat dilaksanakan oleh ayah

dan neneknya, dengan mempersiapkan pasukan, dan alat perang yang

(46)

33 D. Konstantinopel

Dalam penjelasan yang terdapat pada karya Felix Y. Siauw(2013:

194) yang berjudul Beyond The Inspiration beliau mengemukanan

Konstantinopel sebagai berikut.

Konstantinopel adalah kota yang besar dan terkaya di dunia dalam

kekaisaran Romawi akhir, dikarenakan posisi strategisnya yang berada di

jalur utama perdagangan antara Laut Aegean dan Laut Hitam, diceritakan

bahwa pengunjung dan pedagang selalu terpesona oleh biara-biara dan

gereja yang indah di kota, terutama Hagia Sopia yang menjadi landmark

kota Konstantinopel.Seorang penjelajah Rusia abd ke-14, Stepen Novgorod, menulis, “adapun Hagia Sophia, pikiran manusia tidak akan dapat

menceritakan atau mendeskripsikan keindahannya.” Konstantinopel

merupakan salah satu kota terpenting di dunia, kota ini memiliki benteng

yang tidak tertembus yang dibangun pada 330 oleh Kaisar Byzantium, yaitu

Constantine I. Konstantinopel memiliki posisi yang sangat penting di mata

dunia. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikannya

sebagai ibu kota Byzantium. Konstantinopel merupakan salah satu kota

terbesar dan benteng terkuat di dunia pada saat itu, di kelilingi lautan dari

tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, laut Marmara dan teluk Tandus

Emas (Golden Horn Bay). Begitu pentingnya posisi Konstantinopel ini digambarkan oleh Napoleon Bonaparte dengan pernyataan, “If the Earth

(47)

34

ini sebuah negara maka Konstantinopel inilah yang paling layak menjadi

ibukota negaranya!” (Felix, 2013: 194).

Berdasarkan kutipan di atas, bahwasanya Konstantinopel

merupakan ibu kota yang sangat penting pada masanya, dengan segala

keindahan serta ilmu pengetahuan didalamnya, membuat banyak

(48)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research)

yang bersumber baik dari buku, jurnal maupun internet. Metode yang

digunakan pada penelitian ini adalah metode sejarah yang dapat diartikan

sebagai metode penelitian dan penulisan sejarah dengan cara, prosedur atau

teknik yang sistematik sesuai dengan asas-asas dan aturan ilmu sejarah (A.

Daliman, 2012: 27).

B. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penulisan

sejarah. Metode sejarah biasanya terbagi atas empat kelompok kegiatan

yaitu heuristik yaitu kegiatan menghimpun sumber-sumber sejarah, kritik

(verifikasi) yaitu meneliti sumber-sumber itu sejati, baik bentuk maupun

isinya, interpretasi yaitu untuk menetapkan makna dan saling-hubungan

dari fakta-fakta yang telah diverifikasi, dan kemudian adalah historiografi

yaitu penyajian hasil sintesis yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah

sejarah (A. Daliman, 2012: 28-29). Sebelum melakukan metode tersebut,

penulis akan menentukan langkah-langkah dalam penelitian ini:

1. Langkah Pengumpulan Sumber (heuristik)

Dalam menghimpun data, peneliti menggunakan berbagai

(49)

36

majalah, maupun buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan

penelitian dalam penulisan ini guna sebagai refrensi.

2. Langkah Kritik (verifikasi)

Setelah mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan

penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah langkah kritik atau

verifikasi data yang telah terkumpul untuk membandingkan tulisan

dalam buku sehingga menghasilkan sumber yang akurat dalam

penelitian ini.

3. Langkah Interpretasi

Kemudian peneliti menafsirkan dan menganalisis hasil verifikasi

yang terdapat sumber data mengenai Muhammad Al-Fatih penakluk

Konstantinopel yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan Islam,

sehingga dari hal tersebut menciptakan suatu penafsiran yang

menyeluruh.

4. Langkah Historiografi

Langkah selanjutnya ini, penulis memamarkan hasil penelitian

dan temuan yang sudah di teliti untuk mencari nilai-nilai pendidikan

yang ada pada penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih

(50)

37 C. Sumber Data

1. Sumber Data Premier

Sumber data premier yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku

karya Dr. Ali Muhammad Ash Shallabi dengan judul Sultan Muhammad

Al Fatih.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku

karya Felix Y. Siauw dengan judul Muhammad Al Fatih 1453, buku

karya Okay Tiryakioglu dengan judul Fatih Elang Besar Pembebas

Konstantinopel, buku karya Dr. Ali Muhammad Ash Shallabi dengan

judul Muhammad Al Fatih sang penakluk, buku Aat Syafaat dengan

judul Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenalakan

Remaja (Juvenile Delinquency), dan Ahmad Saebani dengan judul Ilmu

Pendidikan Islam.

D. Metode Analisis Data

Dalam proses pengambilan analisis data, penulis menggunakan

metode deskriptif analisis yang terdiri dari tiga kegiatan dalam bukunya

miles dan Huberman yang dikutip oleh Basrowi dan Suwardi(2008: 209)

yaitu reduksi data , penyajian data, dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Langkah pertama setelah pengumpulan data adalah mereduksi data, yaitu

memilah data yang perlu dan memisahkan yang tidak perlu, kemudian

mengelompokan data tersebut sehingga setelah data sudak di kelompokkan

(51)

38 E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan hal yang penting dalam penulisan ini, dan

dari kajian sebelumnya peneliti melakukan kajian pustaka sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan kajian pustaka dari skripsi yang berjudul Nilai-Nilai

Pendidikan Islam Dalam Kisah Umar Bin Khattab dan ditulis oleh Eka

Fatimah Alvianita, Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah),

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta 2014.

Dan dalam abstraknya berisi tentang Umar ketika menjadi khalifah dan

memegang peran penting dalam membangaun dan memperluas wilayah

serta menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan nabi Muhammad.

Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah nilai-nilai

pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam kisah tersebut, serta

tujuan penelitian tersebut adalah mengetahui dan mendeskripsikan

nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung di dalam kisah Umar bin

Khattab. Jenis penelitian tersebut termasuk penelitian kepustakaan

(library research) dengan pendekatan kualitatif. Kemudian peneliti

tersebut menemukan hasil yaitu nilai pendidikan aqidah, nilai

pendidikan ibadah, dan nilai pendidikan akhlak.

Dalam skripsi ini ada kesamaan didalam objeknya yaitu sama-sama

mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan Islam, dan dari segi

perbedaannya terletak pada subjeknya yaitu dalam penulisan ini penulis

mengkaji tentang tokoh Muhammad Al-Fatih sedangkan dalam skripsi

(52)

39

2. Peneliti melakukan kajian pustaka dari skripsi yang berjudul Nilai-Nilai

Pendidikan Islam Dalam Novel Api Tauhid Karangan Habibburahman

El-Shirazy, dan ditulis oleh Nurfalah Handayani, jurusan Pendidikan

Agama Islam Faultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Raden Lampung 2017. Dan dalam abstraknya berisi tentang

mengungkapkan nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Api Tauhid

Karangan Habiburrahman El-Shirazy meliputi aspek aqidah, ibadah,

akhlak dan sosial. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah

mencari nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Api

Tauhid karangan Habiburrahman El-Shirazy dan fokus pada apa saja

nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam novel Api Tauhid

karangan Habiburrahman El-Shirazy. Dalam penggalian data digunakan

penelitian kepustakaan atau library reseach dan hasil penelitian tersebut,

menemukan beberapa nilai- nilai pendidikan Islam yang tertuang dalam

novel Api Tauhid yaitu aspek aqidah, aspek ibadah, aspek akhlak dan

aspek sosial.

Dalam skripsi ini ada kesamaan di dalam objeknya yaitu sama-sama

mengkaji tentang nilai-nilai pendidikan Islam, dan dari segi

perbedaannya terletak pada subjeknya yaitu dalam penulisan ini penulis

mengkaji tentang tokoh Muhammad Al-Fatih sedangkan skripsi tersebut

mengkaji tentang Novel Api Tauhid Karangan Habibburahman

(53)

40

3. Peneliti melakukan kajian pustaka dari tesis yang berjudul Nilai-Nilai

Pendidikan Islam Dalam Film Kartun Upin & Ipin, dan ditulis oleh Siti

Murowdhotun, jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama

Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga 2010. Dan dalam

abstraknya tertulis bahwa peneliti menemukan permasalahan bahwa

orang tua atau pendidik kesulitan dalam menanamkan nilai-nilai

Pendidikan Islam pada anak dan menyebabkan gagalnya mendidik anak

atau peserta didik. Kemudian rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah materi pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam film kartun “Upin & Ipin”, metode pendidikan Islam apa saja yang terdapat dalam

film kartun “Upin & Ipin”.

Penelitian tersebut bertujuan untuk menuturkan, menganalisis dan

mengklasifikasikan nilai-nilai Pendidikan Islam dalam film kartun “Upin & Ipin”. Dan dalam penelitian tersebut menggunakan penelitian

kualitatif dengan mengambil objek film kartun “Upin & Ipin”, dengan

sasaran para orang tua dan pendidik. Kemudian pengumpulan data

tersebut dilakukan dengan mengadakan observasi dan dokumentasi

kemudian analisis data dengan menggunakan Content Analisyis

(Analisis Isi) atau analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan

materi pendidikan akidah, materi pendidikan ibadah, dan metode

pendidikan Islam.

Dalam skripsi ini ada kesamaan di dalam objeknya yaitu sama-sama

(54)

41

perbedaannya terletak pada subjeknya yaitu dalam penulisan ini penulis

mengkaji tentang tokoh Muhammad Al-Fatih sedangkan dalam skripsi

(55)

42 BAB IV

PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian

1. Nilai-nilai pendidikan Islam sejarah Muhammad Al-Fatih dalam

penaklukan Konstantinopel adalah sebagai berikut :

a. “ Penggemblengan terhadapnya oleh para ulama sejak pertumbuhannya ikut memberikan andil pada dirinya untuk mencintai Islam, iman, dan pengamalan al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Karena itulah, dia tumbuh sebagai orang yang mencintai syariat Islam, menjadi seorang yang bertaqwa dan wara’, mencintai ilmu dan para ulama serta mendukung penyebaran ilmu. (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 107) ”.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa nilai pendidikan

Islam yaitu mencintai Islam, iman, dan pengalaman al-Qur’an dan

sunnah Nabi SAW, karena Al-Fatih sejak masa pertumbuhan sudah

di gembleng oleh para ulama dalam pemahaman tentang Islam.

b. “ Al-Fatih juga memberikan perhatian kepada persiapan mereka secara mental yang kuat, menanamkan spirit jihad pada diri mereka dan mengingatan mereka dengan sanjungan Rasulullah SAW pada pasukan yang berhasil menaklukan Konstantinopel, dan semogalah pasukan yang dimaksud itu! Hal ini menumbuhkan kekuatan mental dan keberanian yang sulit untuk dicarikan tandingannya (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 110 ) ”.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa nilai

Islam yaitu menanamkan spirit jihad yang kuat, dan menumbuhkam

(56)

43

c. “ Langkah ini membuat Raja Bizantium berupaya untuk menyurutkan niat sultan Al-Fatih membangun benteng tersebut dengan cara berkomitmen memberikan sejumlah uang kompensasi atas hal itu, namun Al-Fatih tetap kukuh untuk membangun benteng tersebut, karena dia mengetahui letak strategisnya secara militer, hingga proyek pembangunan itu rampung, sebuah benteng tinggi nan kokoh, yang ketinggiannya mencapai 82 meter (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 110) ”.

Berdasarkan uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai

pendidikan Islam yaitu penolakan terhadap suap dari raja Bizantium

terhadap Al-Fatih untuk tidak membangun benteng diwilayahnya.

d. “ Dalam kondisi seperti ini di mana Sultan telah menyiapkan segala sesuatunya untuk penaklukan Kota Konstantinopel, Kaisar Bizantium mati-matian melakukan upaya untuk menghalanginya melaksanakan tujuan tersebut. Di antaranya dengan memberikan sejumlah harta dan hadiah yang beragam kepadanya. Juga upaya menyuap sebagian penasihat Sultan agar mempengaruhi keputusan Sultan. Akan tetapi Sultan sudah bertekad bulat untuk tetap melaksanakan rencananya tersebut dan tidak ada hal yang dapat menghentikan tujuan tersebut (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 112) ”.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat nilai pendidikan Islam

yaitu, tekad bulat Al-Fatih terhadap rencana penaklukan

Konstantinopel.

(57)

44

Berdasarkan uraian di atas, terdapat nilai pendidikan Islam

yaitu mengajak berjihad, meminta kemenangann terhadap Allah,

membaca ayat-ayat al-Qur’an untuk penaklukan Konstantinopel.

f. “ Pasukan Daulah Ustmaniah tidak berputus asa untuk mencoba lagi, bahkan Sultan Al-Fatih ketika memantau sendiri apa yang terjadi berkata, “besok, kita akan buat lagi empat benteng kayu lainnya” (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 130) ”.

Berdasarkan kutipan di atas, terdapat nilai pendidikan Islam

yaitu tidak berputus asa atau pantang menyerah.

g. “ Muhamad Al-Fatih yakin bahwa Kota Konstantinopel sebentar lagi akan jatuh. Kendati demikian, dia berusaha memasukinya secara damai. Maka dia menulis surat kepada kaisar yang isinya memintanya untuk menyerahkan kota tanpa pertumpahan darah dan menawarkan kepadanya jaminan keamanan baginya untuk keluar bersama keluarganya, para pembantunya dan setiap penduduk kota yang menginginkan hal itu kemana saja yang mereka mau dengan aman. Selain itu, penduduk kota juga mendapat jaminan berupa dijaganya darah mereka, tidak mendapatkan gangguan apa pun dan dapat memilih antara tinggal di kota tersebut atau meninggalkannya (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 132) ”.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat pendidikan Islam yaitu

perdamaian dari Al-Fatih.

h. “ Pada hari Ahad, 18 Jumadil Ula, bertepatan dengan 27 Mei, Sultan Muhammad Al-Fatih mengarahkan para prajurit agar khusyu, menyucikan jiwa, bertaqarrub kepada Allah dengan shalat, melakukan segala bentuk ketaatan, merendahkan diri dan berdoa kepadaNya, semoga Allah memudahkan aksi penaklukan. Perintah ini tersebar di tengah seluruh kaum Muslimin (Ali Muhammad ash-Shalabi, 2017: 136-137) ”.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat pendidikan Islam yaitu

khusyu, menyucikan jiwa, bertaqarrub kepada Allah dengan shalat.

Referensi

Dokumen terkait

dengan Judul penulisan skripsi ini adalah” Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran IPS Sejarah Dengan Model Pembelajaran Snow Ball Throwing SMP

Skripsi ini membahas tentang perubahan muatan materi nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Pendidikan di Indonesia yang tertuang dalam mata pelajaran Pendidikan Kewargaan

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Risalatul Mu’awanah karya Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad

Hasil penelitianSerat Wedhatama berisi nilai-nilai Ontologi Pendidikan mengenai pokok ajaran mengenai Sembah Catur atau empat sembah (Sembah Raga, Sembah Cipta,

Skripsi ini berjudul “Tata Cara Perkawinan Suku Timor dan Nilai-Nilai yang terkandung didalamnya (Studi Antropologi Pada Desa Supul Kecamatan Kuatnana Kabupaten

Ciri pembelajaran sejarah secara konstruktivis adalah : 10 a) Siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. b) Siswa diberi kesempatan untuk berkreativitas mengemukakan suatu

Penelitian ini berjudul ”Upaya Peningkatkan Prestasi Belajar Siswa Dengan Penerapan Metode Jigsaw Learning Pada Mata Pelajaran PKN Materi Tentang Sejarah Perumusan

p-ISSN: : 2338-6878 e-ISSN: -DOI: 10.31942/pgrs.v11i2.9865 NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SEJARAH DAKWAH NABI MUHAMMAD DI MADINAH SEBAGAI SARANA PENANAMAN KARAKTER PADA REMAJA