• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

i

MEDIA AUDIO VISUAL BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA UNTUK MATERI PERAN TOKOH PROKLAMATOR DAN TOKOH-TOKOH

LAINNYA SEKITAR PROKLAMASI (Tinjauan Literatur)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh :

Yunita Fernanda Sene Raja NIM: 161314056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulisan sederhana ini aku persembahkan Kepada orang-orang kucintai dan kusayangi:

⃰ Tuhanku Yesus Kristus dan Bunda Maria ⃰ Bapak Ibuku tercinta

⃰ Kakak dan Adik tersayang ⃰ Keluarga Besar Paga dan Sumba

⃰ Sahabat-sahabatku

(3)

v MOTTO

“Terjadilah Padaku Menurut Perkataan-Mu”. (Lukas 1:38)

“Keberhasilan Bukanlah Milik Orang yang Pintar. Keberhasilan Adalah Kepunyaan Mereka yang Senantiasa Berusaha”.

(4)

viii ABSTRAK

MEDIA AUDIO VISUAL BERMUATAN PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN SEJARAH DI SMA UNTUK MATERI PERAN TOKOH PROKLAMATOR DAN TOKOH-TOKOH

LAINNYA SEKITAR PROKLAMASI (Tinjauan Literatur)

Yunita Fernanda Sene Raja Universitas Sanata Dharma

2020

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) pentingnya media audio visual bermuatan pendidikan karakter sebagai sarana pembelajaran sejarah untuk materi perjuangan tokoh-tokoh proklamator era kemerdekaan Indonesia; (2) contoh rancangan penerapanya dalam sejarah Indonesia.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tinjauan literatur. Sumber data primer berupa kurikulum 2013, silabus, sumber data sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan media audio visual, pendidikan karakter dan pembelajaran sejarah. Instrumen pengumpulan data menggunakan kartu data. Analisis data menggunakan teknik analisis interaktif model Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pentingnya media audio visual bermuatan pendidikan karakter sebagai sarana pembelajaran karena dapat mendorong siswa aktif dan dapat menumbuhkan nilai karakter nasionalisme dan patriotisme. (2) contoh rancangan pembelajarannya dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang tertuang dalam sintak pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Kata Kunci: Media Audio Visual, Pendidikan Karakter, Pembelajaran Sejarah.

(5)

ix ABSTRACT

AUDIO VISUAL MEDIA USING CHARACTER EDUCATION AS A HISTORY LEARNING FACILITIES IN HIGH SCHOOLS FOR THE TOPIC

ON THE ROLE OF PROCLAMATORS AND OTHERS DURING THE INDONESIAN INDEPENDENCE TIMES

(Literature Review)

Yunita Fernanda Sene Raja Sanata Dharma University

2020

This study aims to describe: (1) the importance of audio-visual media containing character education as a means of learning history on the topic on the role of the proclamators and other in Indonesian independence times; (2) examples of application designs in Indonesian history lesson.

This study uses a qualitative approach with a literature review. The primary data sources are curriculum 2013, syllabus while the secondary data sources are books related to audio visual media, character education and history learning. The data collection instrument used a data card. The data analysis technique used was interactive model of Miles and Huberman.

The results showed that: (1) audio-visual media containing character education as a means of learning history is important to be applied in Indonesian history learning, because it can encourage students to be active and can foster the values of nationalism and patriotism (2) An example of a lesson plan starts from planning, implementation, and evaluation is given which is contained in the syntax in the Learning Implementation Plan (RPP).

(6)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYAvi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 6 C. Batasan Masalah ... 6 D. Rumusan Masalah ... 7 E. Tujuan Penelitian ... 7 F. Manfaat Penelitian ... 8

(7)

xiv BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori ... 9

1. Media Pembelajaran ... 9

2. Media Audio Visual ... 12

3. Pendidikan Karakter ... 18

4. Pembelajaran Sejarah... ... 25

5. Kurikulum 2013 ... 29

6. Saintifik Learning Kurikulum 2013 ... 32

7. Pendekatan Konstruktivisme... . 33

B. Penelitian Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40

B. Setting Penelitian ... 41

C. Sumber Data ... 41

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 46

E. Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

1. Pentingnya Media Audio Visual Bermuatan Pendidikan

Karakter Sebagai Sarana Pembelajaran Sejarah Untuk Materi Peran Tokoh Proklamator dan Tokoh-Tokoh Lainnya Sekitar

(8)

xv

Proklamasi ... 49

2. Contoh Rancangan Pembelajaran Sejarah Indonesia Untuk Materi Peran Tokoh Proklamator dan Tokoh Lainnya Sekitar Proklamasi dengan Menggunakan Media Audio Visual ... 53

B. Pembahasan. ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(9)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Nilai dan Deskripsi Pendidikan Karakter ... 21

(10)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar I. Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 11

Gambar II . Kerangka Berpikir ... 39

(11)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ... 77

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dokumen Kurikulum 2013 disebutkan bahwa manusia yang berkualitas adalah manusia yang terdidik, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Manusia yang berkualitas itu dihasilkan melalui proses pendidikan. Artinya pendidikan tidak semata-mata mencerdaskan, namun juga di dalamnya terkandung upaya penanaman nilai-nilai kehidupan. Harapannya setiap individu nantinya dapat hidup bersama di tengah-tengah masyarakat sebagai warga bangsa dan negara.1

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 mengenai sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi, secara jelas Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional Indonesia menyebut pengembangan berbagai karakter sebagai tujuannya, seperti beriman, bertakwa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Namun, praktik pendidikan formal di sekolah-sekolah yang berlaku umum di Indonesia sekarang ini, yang mencakup suasana, proses,

1 Hendra Kurniawan, Pembelajaran Era 4.0; integrasi Penguatan Pendidikan Karakter, keterampilan Abad 21, HOTS, dan Literasi dalam Perspektif Merdeka Belajar, Yogyakarta, Media Akademi, 2020, hlm 34.

(13)

substansi, dan penilaian hasil pembelajaran, belum menunjukkan adanya usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan pendidikan yang berdimensi karakter tersebut.2

Selama ini para guru sudah mengajarkan pendidikan karakter namun kebanyakan masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep (hakikat), teori (syariat), metode (tarikat), dan aplikasi (makrifat). Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara kompherensif melalui konsep, teori, metodologi, dan aplikasi setiap mata pelajaran di mana pendidikan karakter sudah terimplementasikan di dalamnya, maka kebermaknaan yang diajarkan akan lebih efektif dalam menunjang pendidikan karakter. Tanpa pijakan dan pemahaman tentang konsep, teori, serta metode yang jelas dan komprehensif tentang pendidikan karakter, maka misi pendidikan karakter pada sekolah-sekolah akan menjadi sia-sia.3

Pendidikan karakter memiliki fungsi yang strategis dan efektif bagi proses perubahan sosial dalam masyarakat jika dikerjakan dengan terarah dan terencana, melalui dukungan dari banyak pihak yang memiliki otoritas, terutama otoritas negara. Dalam masyarakat yang ditandai dengan mulai hilangnya nilai-nilai dan moralitas, pendidikan karakter sebenarnya menemukan momentum yang tepat untuk bangkit. Publik secara transparan sangat mendukung untuk segera menerapkan pendidikan karakter di sekolah. Banyak bukti menunjukan bahwa

2 Gede Raka,dkk, Pendidikan Karakter di Sekolah: Dari Gagasan ke Tindakan, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011, hlm 20.

3 Retno Listyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif, Jakarta: Erlangga, 2012, hlm 2-3.

(14)

pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ternyata membantu menciptakan kultur sekolah menjadi lebih baik pelajar merasa lebih aman, dan lebih mampu berkonsentrasi dalam belajar sehingga prestasi mereka meningkat.4 Adapun cara yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan pendidikan karakter adalah dengan melalui pembelajaran di kelas.

Di zaman modern saat ini, banyak sekali kita jumpai berbagai permasalahan yang terjadi dalam bidang pendidikan, salah satunya yaitu masalah dalam proses pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Namun, kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak dapat diterima oleh siswa, lebih parahnya lagi siswa sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan guru. Anak didik cepat merasa bosan dan kelelahan tentu tidak dapat mereka hindari, disebabkan penjelasan guru yang sukar dicerna dan dipahami. Guru yang bijaksana tentu sadar bahwa kebosanan dan kelelahan anak didik adalah berpangkal dari penjelasan yang diberikan guru simpang siur, tidak fokus pada akar masalah. Untuk menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan media sebagai alat bantu.5

Dalam proses belajar, media pembelajaran mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Namun, pada kenyataannya masih banyak sekolah-sekolah kurang didukung dengan adanya fasilitas belajar. Tidak sedikit sekolah yang masih kekurangan akan sarana dan prasarananya sehingga 4 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter, Jakarta: Grasindo, 2010, hlm 132.

5 https://stkippgri-bkl.ac.id/wp-content/uploads/2016/11/ARTIKEL-MEDIA-PEMBELAJARAN.pdf diakses tgl 29 Mei 2020, pukul 10.54 WIB.

(15)

membuat siswa kesulitan dalam memahami pelajaran di kelas. Selain itu, masih banyak guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran sebagai pendukung sumber belajar siswa. Hal ini di pengaruhi oleh kurangnya kreatif guru dalam mengembangkan media pembelajaran serta materi yang disampaikan guru tidak cocok dengan media yang digunakan. Adapun guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan tidak ada media lain yang digunakan sebagai alat bantu pembelajaran di kelas.

Akibatnya selama proses pembelajaran di kelas siswa akan merasa bosan dan kehilangan semangat serta motivasi dalam belajar dan akan kurang memahami materi yang di sampaikan guru. Melihat permasalahan tersebut, sebagai seorang guru hendaknya dapat memberikan jalan keluar agar pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, Guru di tuntut untuk dapat berkreatif dan berinovatif dalam mengembangkan media pembelajaran. Guru dapat menggunakan media pembelajaran yaitu media audio visual dengan menampilkan gambar, video atau film yang menarik yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan guru. Selain itu guru dapat menugaskan kepada siswa untuk membuat ragam media audio visual sehingga akan membuat pembelajaran di kelas terasa lebih hidup dan lebih menyenangkan. .

Dalam setiap mata pelajaran di sekolah khususnya materi pelajaran sejarah sangat dibutuhkan adanya media. Adanya media pembelajaran dapat mempengaruhi proses belajar di kelas menjadi lebih efektif. Media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan siswa

(16)

melalui media pembelajaran khususnya media audio visual ini, siswa dapat melihat sekaligus mendengar sebuah gambar atau video yang ditayangkan oleh gurunya sambil siswa menelaah isi dari gambar atau video yang di tampilkan tersebut. Hal ini sangat membantu guru dalam mengajar dan memudahkan siswa dalam menerima dan memahami isi dari materi pelajaran. Sehingga dengan siswa memahami materi yang diajarkan guru maka akan mempengaruhi prestasi belajar siswa itu sendiri.

Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga pendidikan nilai dan pembentukan karakter tidak hanya dilakukan dalam tataran kognitif, tetapi menyentuh internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan sehari-hari.6 Dalam penerapannya, guru dapat menerapkan media audio visual bermuatan pendidikan karakter melalui materi pembelajaran seperti pada materi perjuangan tokoh-tokoh era kemerdekaan Indonesia. Dimana melalui media audio visual guru dapat menampilkan gambar, video maupun film yang berkaitan dengan perjuangan para tokoh-tokoh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia serta guru dapat menyisipkan nilai-nilai karakter seperti nilai nasionalisme dan patriotisme dalam pembelajaran tersebut.

6 H.E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2013, hlm 7.

(17)

Dengan demikian, peneliti merasa tertarik untuk mengangkat judul “Media Audio Visual Bermuatan Pendidikan Karakter Sebagai Sarana Pembelajaran Sejarah Di SMA Untuk Materi Peran Tokoh Proklamator dan Tokoh-Tokoh Lainnya Sekitar Proklamasi”. Diharapkan dengan adanya media audio visual bermuatan pendidikan karakter ini dapat membantu siswa dalam melihat, mendengar serta memahami materi yang diajarkan guru dan dapat menguatkan karakter siswa melalui materi pembelajaran sejarah di kelas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :

1. Dalam pembelajaran di kelas, guru selalu menggunakan metode ceramah dan kurangnya menggunakan media audio visual.

2. Sarana dan prasarana belajar yang kurang memadai.

3. Kurangnya kreatif guru dalam menggunakan media audio visual sebagai sumber belajar siswa

4. Telah merosotnya nilai karakter di kalangan para pelajar saat ini. C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yaitu penggunaan media audio visual bermuatan pendidikan karakter sebagai sarana pembelajaran sejarah untuk materi peran tokoh proklamator dan tokoh-tokoh lainnya sekitar proklamasi. Adapun karakter yang dikembangkan yaitu nilai nasionalisme dan patriotisme.

(18)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini di temukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Mengapa media audio visual bermuatan pendidikan karakter penting sebagai sarana pembelajaran sejarah untuk materi peran tokoh proklamator dan tokoh-tokoh lainnya sekitar proklamasi di SMA?

2. Bagaimana contoh rancangan pembelajaran sejarah Indonesia untuk materi peran tokoh proklamator dan tokoh-tokoh lainnya sekitar proklamasi dengan menggunakan media audio visual bermuatan pendidikan sebagai sarana pembelajaran sejarah di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Dilihat dari rumusan masalah diatas, adapun tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mendeskripsikan pentingnya media audio visual bermuatan pendidikan karakter sebagai sarana pembelajaran sejarah untuk materi peran tokoh proklamator dan tokoh- tokoh lainnya sekitar proklamasi di SMA.

2. Mendeskripsikan contoh rancangan pembelajaran sejarah dengan menggunakan media audio visual yang bermuatan pendidikan karakter sebagai sarana pembelajaran sejarah untuk materi peran tokoh proklamator dan tokoh-tokoh lainnya sekitar proklamasi di SMA.

(19)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak sebagai berikut:

1. Bagi Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi calon guru pendidikan sejarah akan pentingnya pemanfaatan media audio visual bermuatan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah.

2. Bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang media audio visual bermuatan pendidikan karakter.

3. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman tentang media audio visual bermuatan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah

4. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan lebih luas bagi penulis sebagai calon guru sejarah, sehingga kelak dapat menjadi seorang guru sejarah yang berkualitas dan profesional dan kemampuan dalam meningkatkan karya pendidikan.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media pembelajaran

Menurut Suryani dan Agung bahwa Media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).7 Media pembelajaran adalah sarana atau alat yang digunakan untuk menampilkan, menyampaikan informasi atau materi pelajaran dari pemberi pesan ke penerima pesan.8 Media pembelajaran identik artinya dengan pengertian keperagaan yang berasal dari kata raga yaitu suatu bentuk yang dapat diraba, dilihat, didengar, diamati melalui panca indera. Tekanan utama media adalah terletak pada benda atau hal-hal yang dilihat (visual), di dengar (audio), dan diraba. Media pembelajaran digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam proses pembelajaran antara pengajar dan pembelajar. Media pembelajar merupakan suatu perantara (medium, media) dan digunakan dalam rangka pendidikan dan pengajaran.

b. Tujuan Media Pembelajaran

Menurut Sanaky bahwa tujuan media sebagai alat bantu pembelajaran adalah:

a) Mempermudah proses pembelajaran

b) Meningkatkan efisiensi proses pembelajaran

7 Nunuk Suryani, Media Pembelajaran Inovatif dan Pengembangannya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018, hlm 4.

8 Hujair AH Sanaky, Media Pembelajaran Interaktif-Inovatif, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013, hlm 25.

(21)

c) Menjaga relevansi antara materi pelajaran dengan tujuan belajar d) Membantu konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran.9 c. Kegunaan Media Pembelajaran

Secara umum kegunaan media dalam proses pembelajaran, adalah sebagai berikut :

a) Memperjelas sajian pesan dan tidak terlalu bersifat verbalistik dalam bentuk kata-kata tertulis dan lisan belaka.

b) Mengatasi keterbatasan ruang,waktu, dan daya indera, misalnya:

1) Objek yang terlalu besar dapat digantikan dengan realitas, gambar, film bingkai, film, dan model.

2) Objek yang kecil dapat dibantu dengan projektor mikro, film, bingkai, film, dan gambar.

3) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu, dapat ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun verbal.

4) Objek yang terlalu kompleks (mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.

5) Konsep yang terlalu luas, seperti gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain dapat divisualisasikan dalam bentuk film, film bingkai, video, gambar, dan lain-lain.10

Secara umum, ada tiga jenis media yang perlu diketahui, yaitu: media audio (dapat didengar). Media visual (dapat dilihat), dan media audio-visual (didengar dan dilihat).11

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi audio, pada pertengahan abad ke 20 lahirlah alat bantu konkret untuk menghindari verbalisme. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu, Edgar Dale mengadakan klasifikasi media menurut tingkat yang paling konkret ke yang paling abstrak dan dinamakan dengan kerucut pengalaman (cone experience). Dengan kerucut

9 Nunuk Suryani, op.cit. hlm 8-9 10 Ibid, hlm 41.

(22)

pengalaman Edgar Dale ini memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audio visual.

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Sumber:https://bagusdwiradyan.wordpress.com/2014/07/06/kerucu t-pengalaman-cone-of-experience-edgar-dale/

Kerucut itu dari yang paling bawah hingga keatas secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Direct purposeful ecperience (pengalaman langsung); seperti melihat, mendengar, memegang, merasakan, menyentuh, dan membau. Seseorang yang berpartisipasi langsung akan memperoleh pengalaman yang jauh lebih bermakna, misalnya percobaan di laboraturium, olahraga, memainkan alat musik, dan sejenisnya.

b. Contrived experiences atau indirect experiences (pengalaman tiruan atau tidak langsung); dibuat atau tiruan yang berbeda dengan aslinya. Misalnya bank mini, pojok bursa efek, dan lainnya yang memungkinkan siswa melakukan simulasi.

c. Dramatized experiences ( pengalaman bersandiwara); mirip katanya dengan role playing (bermain peran). Perlu dibedakan antara berpartisipasi dalam sandiwara dengan menonton sandiwara. Keduanya bermanfaat namun berbeda.

d. Demonstration (demonstrasi); merupakan penjelasan visual dari suatu fakta, ide, atau proses yang penting, misalnya dalam mata pelajaran sains lewat peragaan percobaan, guru olahraga saat memberi contoh, guru olahraga memberi contoh penggunaan alat hitung, dan sebagainya.

(23)

e. Field-trip (karya wisata); merupakan kunjanganlangsung dan siswa melakukan pengamatan yang dikombinasikan dengan partisipasi agar lebih bermakna.

f. Exhibits (pameran); misalnya hasil karya siswa, alat peraga, komputer, dan lainnya yang dapat dimanfaatkan siswa untuk belajar.

g. Television and motion pictures (televisi dan gambar bergerak); memasuki era 3.0, media ini termasuk paling sering digunakan karena menarik. Seringkali siswa juga mendapat tugas untuk menonton berita atau lainnya dari televisi di rumah.

h. Still picture, radio, and recording (gambar diam, radio, dan rekaman); memasuki era 4.0 media ini semakin berkembang. Gambar, suara, maupun rekaman audio visual menggunakan format digital dengan kualitas baik namun hanya membutuhkan ruang penyimpanan yang justru semakin kecil. Tak heran media ini begitu disenangi.

i. Visual symbols (lambang-lambang visual); misalnya peta, diagram, bagan dan lainnya. Tentu lambang-lambang didalamnya harusnya dimengerti baik oleh siswa maupun guru.

j. Verbal symbols (lambang kata-kata); ini merupakan puncak kerucut pengalaman. semua tampilan beralih dari sesuatu ang riil menjadi simbol-simbol verbal yang disepakakati bersama.12

Terkait dengan kerucut pengalaman tersebut, kelebihan dari hasil penelitian peserta didik yang mampu memahami dan yang diingat dengan menggunakan media pembelajaran pada tingkatan keenam, tujuh dan delapan adalah sebanyak 30%.

2. Media Audio visual

a. Pengertian Media Audio visual

Media audio adalah segala macam bentuk media yang berkaitan dengan indera pendengaran. Ciri utama dari media ini adalah pesan yang disalurkan melalui media audio dituangkan dalam lambang-lambang auditif, baik verbal (bahasa lisan/kata-kata) maupun non verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti

12 Hendra Kurniawan, Pembelajaran Era 4.0; integrasi Penguatan Pendidikan Karakter, keterampilan Abad 21, HOTS, dan Literasi dalam Perspektif Merdeka Belajar, Yogyakarta, Media Akademi, 2020, hlm 138.

(24)

gerutuan, gumam, musik, dll).13 Media berbasis visual memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalu elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.

Alat-alat audio visual mempunyai guna untuk membuat cara berkomunikasi menjadi efektif. Media audio visual adalah suatu media yang terdiri dari media visual yang disinkronkan dengan media audio, yang sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara guru dan anak didik di dalam proses belajar-mengajar. Dengan kata lain media audio visual merupakan perpaduan yang saling mendukung antara gambar dan suara, yang mampu menggugah perasaan dan pemikiran bagi yang menonton.

Media audio visual terdiri dari “software” dan “hardware’. Software adalah bahan-bahan informasi yang terdapat dalam sound slide, kaset, TV dan sebagainya. Sedang hardwarenya adalah segenap peralatan teknis yang memungkinkan software bisa dinikmati, misalnya tape, proyektor flm dan sebagainya.

Alat-alat audio visual dapat menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara yang lebih konkrit atau lebih nyata daripada yang disampaikan oleh

13 Yudhi Muhadi, Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Jakarta: Gaung Persada Press, 2013, hlm 64

(25)

kata-kata yang diucapkan, dicetak, atau ditulis. Oleh karena itu alat-alat audio visual membuat suatu pengertian atau informasi menjadi lebih berarti. Kita lebih mudah dan lebih cepat belajar dengan melihat alat-alat sensori seperti gambar, bagan, contoh barang atau model. Kata-kata yang diucapkan, dicetak atau ditulis penuh dengan bahasa verbalisme, artinya penggunaan kata-kata yang tidak dapat dimengerti dengan jelas. Dengan melihat sekaligus mendengar, orang yang menerima pelajaran, penerangan atau penyuluhan dapat lebih mudah dan lebih cepat mengerti tentang apa yang dimaksud oleh orang yang memberi pelajaran, penerangan atau penyuluhan.14

Anderson mencoba menghubungkan program audio dengan tujuan pembelajaran kognitif, psikomotorik, dan afektif.

a. Untuk tujuan kognitif, audio dapat digunakan untuk mengajar pengenalan kembali dan/atau pembedaan rangsang audio yang relavan, contohnya :

a) Memperdengarkan suara-suara tanda bahaya tertentu, atau alat-alat lain sehingga siswa dapat mengambil tindakan tertentu.

b) Mengajarkan pengenalan kembali dialek dan istilah yang berhubungan dengan pekerjaan, atau untuk memperdengarkan suara di lapangan diserta suara latar belakangnya.

c) Memberikan latihan pendengaran, untuk belajar mengingat atau mengucapkan kata dan kalimat dari bahasa asing atau bahasa yang tidak dikenal.

b. Untuk tujuan psikimotorik, program audio dapat digunakan untuk mengajar keterampilan verbal contohnya:

a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendengar, menirukan, dan melatih kata-kata dari bahasa asing, atau kata yang belum dikenal.

b) Memberikan latihan kepada siswa agar dapat mengenal kembali dan melatih pengucapan kata-kata untuk mengatasi masalah kesulitan berbicara.

c) Memberikan kesempatan latihan memberikan respon terhadap perintah lisan.

14 Amir Hamzah Suleiman, Media Audiovisual,Penerangan Dan Penyuluhan, Jakarta: PT Gramedia, 1981, hlm 17.

(26)

d) Memperdengar latihan untuk berlatih memberi reaksi terhadap bunyi tanda tanya, atau tanda lainnya, juga komunikasi atau engajaran audio dalam keadaan darurat.

c. Untuk tujuan afektif, suasana mungkin dapat diciptakan oleh musik latar, efek suara, suara narator.15

b. Jenis-Jenis Media Audio visual

Teknologi pada dasarnya mendayagunakan media audio-elektronik sebagai media komunikasi, untuk menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada para peserta didik. Pendayagunaan media tersebut dapat secara mandiri atau kombinasi beberapa media. Keterlibatan pendidik dalam komunikasi bergantung pada jenis media yang digunakan, jenis informasi yang disampaikan, metode komunikasi yang dilaksanakan, pemanfaatan waktu dan tempat secara tepat, serta kemampuan komunikator/pendidik yang bersangkutan.

Jenis-jenis media audio visual yang dimaksud adalah sebagai berikut: a) Transparansi

Jenis informasi (bagian-bagian penting) ditulis pada lembaran transparansi tersebut dan disajikan melalui bantuan OHP. Proses komunikasi audiens disertai dengan penjelasan secara lengkap dan menyeluruh.

b) Slide

Bahan informasi tersusun dalam satu unit yang dibagi-bagi menjadi perangkat slide yang disusun secara sistematis dan disajikan secara berurutan. Slide satu dengan yang lainnya terlepas-lepas dan tidak bersuara. Bentuk komunikasi ini lebih efektif bila disertai dengan penjelasan lisan atau dibarengi dengan rekaman yang telah disiapkan untuk menunjang sajian melalui slide tersebut.

c) Flm strip

Satuan infomasi dalam media ini disajikan secara berkesinambungan, tidak terlepas-lepas, tapi sebagai unit bahan yang utuh. Media ini tidak bersuara, dan karenanya perlu dibantu dan dilengkapi dengan penjelasan verbal atau kombinasikan dengan penjelasan melalui rekaman.

d) Rekaman

Semua bahan informasi dirancang dan direkam secara lengkap. Audiens mengikuti sajian sebagaimana halnya mengikuti ceramah: mencatat hal-hal yang dianggap perlu, menulis pertanyaa-pertanyaan yang berkaitan dengan

(27)

hal-hal yang belum jelas. Media ini bersifat satu arah dan dapat digunakan untuk membantu media lainnya, misalnya siaran radio.

e) Siaran Radio

Program siaran radio dapat dipergunakan dalam rangka pembelajaran jarak jauh. Siaran dapat menggunakan rekaman atau komunikator. Si pembicara mengajukan informasi/pelajaran dalam siaran langsung. Rekaman dan program radio menitikberatkan pada pendayagunaan segi pendengaran (audio), segi visual diabaikan dan komunikasi berlangsung satu arah.

f) Film

Mengombinasikan media audio visual dan media audio. Suatu rangkaian cerita yang disajikan dalam bentuk gambar pada layar putih disertai gerakan-gerakan dari para pelakunya. Keseluruhan bahan informasi disajikan lebih menarik dengan nada dan gaya serta tata warna, sehingga sajiannya lebih merangsang minat dan perhatian penonton atau penerima pesan.

g) Televisi

Program siaran televisi lebih unggul dibandingkan dengan siaran radio dan film, bahkan kedua media tersebut sekaligus digunakan dalam program siaran TV. Wilayah jangkauannya lebih luas, lebih bervariasi dan menarik, dapat dirancang secara khusus atau melalui siaran langsung. Program siaran memuat banyak informasi karena adanya siaran langsung. Program siaran memuat banyak informasi karena adanya siaran lainnya. Sistem komunikasi berlangsung satu arah, peningkatan efektivitasnya perlu diupayakan dengan bantuan komunikasi langsung.

h) Tape atau video Cassate

Media ini hampir sama dengan rekaman (recording), yakni meliputi rekaman gambar. Rekaman diputar ulang dan tampak gambar film yang berkombinasi dengan suara. Media ini hampir sama dengan film biasa, lebih sederhana, dan lebih praktis. Keunggulan yang dimiliki oleh rekaman, radio, film, dan televisi juga dimiliki media ini.

i) Laboratorium

Pembelajaran melalui laboratorium juga menggunakan rekaman, baik rekaman suara maupun rekaman video cassete dalam suasana laboratorik. Antara komunikator dan audiens dapat berkomunikasi dua arah. Model laboratorik adalah laboratorium bahasa dan laboratorium pengajaran mikro.

j) Komputer

Penggunaan komputer dalam komunikasi pembelajaran pada prinsipnya sama dengan Computerized Assisted Instruction atau CAL. Kemampuannya menerima informasi, menyimpan dan mengolah serta memproduksikan dalam jumlah yang banyak dan jangka waktu yang lama, serta setiap saat dapat digunakan dan dapat menggandakan informasi dalam jumlah tak terbatas, merupakan suatu media yang sangat canggih.16

(28)

3. Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual a. Kelebihan

Media audio visual memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki media audio visual yaitu:

1) Film dan video dapat membentuk pengalaman dasar peserta didik. karena sekolah merupakan awal mula peserta didik mengenal dan membentuk pengalamanya baik dengan teman, guru, dan sarana prasarana yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah.

2) Memperjelas hal-hal yang abstrak dan dapat memberikan gambaran yang realistik.

3) Dapat dilihat oleh jumlah penonton yang banyak atau sedikit. 4) Sangat kuat mempengaruhi emosi seseorang.

5) Menimbulkan motivasi belajar dari berbagai aspek. 6) Mengatasi keterbatasan jarak dan waktu.

b. Kekurangan:

Selain kelebihan, media audio visual juga memiliki kekurangan. Kekurangan media audio visual yaitu:

1) Penggunaan media yang lumayan mahal.

2) Tidak dapat digunakan dimana saja karena penggunaannya memerlukan tempat yang tetap.17

17 Ayu Solehah Islamiah, “Efektivitas Penggunaan Media Audio Visual Dalam Mata Pelajaran Sosiologi” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP, Vol. 2, No.1, 2019, hal. 276-285

(29)

4. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Ki Hadjar Dewantara karakter sama dengan watak. Karakter atau watak adalah panduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lain. Menurut Ki Hadjar Dewantara, karakter itu terjadi karena perkembangan dasar yang telah kena pengaruh pengajaran.

Menurut Driyarkara, ia menyamakan karakter dengan budi pekerti. Menurutnya seseorang disebut mempunyai budi pekerti atau karakter bila ia mempunyai kebiasaan mengalahkan dorongan yang tidak baik dalam dirimya. Atau secara positif orang mempunyai kebiasaan menjalankan dorongan yang baik. dalam pendidikan budi pekerti, bakat-bakat itu di kembangkan sehingga mendominasi kehidupan orang itu. Bakat awal itu harus dikembangkan sehingga karakternya menjadi baik. Unsur pendidikan sangat penting untuk membangun karakter seseorang.18

Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya mendasar dalam menciptakan situasi belajar yang memenuhi kebutuhan pengembangan diri siswa pada interaksi belajar yang dirancang guna membentuk siswa berkarakter. Meskipun pembentukan dan pengembangan karakter dapat dilakukan di rumah melalui bimbingan orang tua dan lingkungan sekitar. Namun, sekolah juga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter siswa. Dengan harapan, bahwa melalui pendidikan karakter akan menjadikan siswa sebagai sosok yang

(30)

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki keimanan yang kuat sehingga melahirkan pribadi yang berbudi luhur, toleran terhadap sesama, memiliki motivasi juang dan mampu bekerja keras. Berprestasi dan disiplin, sikap menghargai orang lain dan demokratis, bertanggung jawab, kreatif dan mandiri.19 Pendidikan karakter berarti pendidikan yang bertujuan untuk membantu agar siswa-siswi mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkan. Pendidikan karakter dilakukan dengan keyakinan bahwa karakter seseorang dapat dikembangkan dan diubah. Tabiat anak yang awalnya kurang baik, lewat pendidikan dapat dibantu untuk dikurangi dan akhirnya diubah menjadi lebih baik.20

b. Tujuan Pendidikan Karakter dalam Seting Sekolah

Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang di kembangkan.

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah

19https://www.researchgate.net/publication/329504251_Karakteristik_Pendidikan_Karakt

er_MenjawabTantangan_Multidimensional_Melalui_Implementasi_Kurikulum_2013

diakses pada tanggal 23 Maret 2020 pukul 11.30 WIB.

(31)

3. Membangun koneksi dan harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi positif. Proses pelurusan yang dimaknai sebagai pengkoreksian perilaku dipahami sebagai proses yang pedagogis, bukan suatu pemaksaan atau pengkondisian yang tidak mendidik. Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter seting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga.21 c. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Menurut Kemendiknas (2010), pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

21 Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, hlm 9-10.

(32)

Mulai tahun pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter.22 18 nilai pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

Tabel 1 : Nilai dan Deskripsi Pendidikan Karakter No. Nilai Karakter Deskripsi

1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang diautnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius adalah proses mengikat kembali atau bisa dikatakan dengan tradisi, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukan upaya sunguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam 22 Retno Listyarti, Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, dan Kreatif, Jakarta: Erlangga, 2012, hlm.5

(33)

menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan ksetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/

Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain. 14. Cinta damai Sikap, perkataan dan tindakan yang

menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara.

15. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan dalam dirinya. 16. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin

memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk

melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap

(34)

dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya.23

Dari nilai-nilai karakter diatas, peneliti hanya akan memfokuskan pada dua nilai karakter, diantaranya yaitu nilai nasionalisme dan patriotisme.

d. Nilai Nasionalisme dan Patriotisme 1) Nasionalisme

Nasionalisme merupakan sikap cinta terhadap tanah air. Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsanya.

Rasa nasionalisme yang harus dimiliki bangsa Indonesia bukan menjurus pada rasa bangga kepada bangsa sendiri dengan merendahkan bangsa lain. Oleh karena itu, bangsa Indonesia perlu menggalang persatuan dan kesatuan bangsa yang tidak memandang perbedaan itu sebagai konflik. Penanaman nilai nasionalisme sangat erat kaitannya dalam pembentukan karakter siswa yang berguna bagi pembangunan bangsa. Dengan demikian, guru sangat penting dalam menanamkan nilai cinta tanah air ke dalam diri siswa sebagai bekal generasi penerus bangsa.

Bentuk-bentuk sikap nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari yaitu: a) Menghargai jasa para pahlawan

b) Rela berkorban demi bangsa c) Mengutamakan kepentingan umum

(35)

d) Membina persatuan dan keatuan

e) Bangga terhadap budaya yang beraneka ragam f) Bangga sebagai bangsa Indonesia

g) Memiliki sikap toleransi h) Cinta terhadap lingkungan24

Dalam pembelajaran sejarah, nasionalisme merupakan tujuan pembelajaran yang sangat penting dalam rangka membangun karakter bangsa. Dengan menumbuhkan sikap nasionalisme dalam diri siswa melalui pembelajaran sejarah maka akan dapat membentuk karakter siswa yang memiliki sikap peduli, saling menghargai dan mencintai bangsanya.

2) Patriotisme

Patriotisme atau semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi juga merupakan semangat kebangsaan. Saat ini memang sedang terjadi perubahan dan pergeseran nilai akibat kuat dan derasnya arus penyebaran informasi dan komunikasi di segala bidang kehidupan. Namun pergeseran itu harus kembali diarahkan pada ranah kebangsaan agar tidak terbuai dan kena imbas lajunya perubahan teknologi yang semakin tidak terkontrol.

Peserta didik harus diarahkan untuk memiliki semangat kebangsaan agar dapat mencintai negaranya sehingga dapat mengabdi kepada bangsa dan negara selain mengabdi kepada agama yang dianut. Untuk mengembangkan karakter

24 An-Nisa Apriani, “ Implementasi Pendidikan Nilai Nasionalisme dalam Pembelajaran Living Values”. Literasi, Vol VIII No. 1, 2017, 65.

(36)

semangat kebangsaan, peserta didik diharapkan mampu melakukan perkara sebagai berikut:

a) Berpikir tentang kepentingan umum melebihi kepentingan diri secara individu

b) Pertimbangkan apakah aturan dan nilai saat ini adil bagi seluruh kelompok suku, agama, ras dan agama dalam suatu negara.

c) Bekerja secara aktif untuk memperbaiki kondisi komunitas.

d) Mendengarkan keluhan orang lain untuk memahami kebutuhan komunitas yang lebih besar.

e) Berpartisipasi untuk memberikan suara, menghidupkan diskusi atau komunikasi, dan mengambil tindakan untuk membuat perubahan positif.25

4. Pembelajaran Sejarah

a. Pengertian Pembelajaran Sejarah

Menurut Winkel Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang dialami siswa.26 Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso dalam Evelin Siregar, menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaanya terkendali.

Dari beberapa pengertian pembelajaran diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan sadar atau sengaja, proses pembelajaran harus dapat membuat siswa belajar, serta dalam pembelajaran terlebih dahulu ditetapkan tujuan pembelajaran.

25 Muhamad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, hlm 103.

26 Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011, hlm 12.

(37)

Konsep pembelajaran sering juga disebut dengan “instruction” yang terdiri dari dua kata yakni kegiatan belajar dan mengajar. Dalam konsepsi umum, belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada yang berlangsung pada diri seseorang. Belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri seseorang sebagai hasil kegiatan pembelajaran dapat mencakup perubahan pengetahuannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain sebagainya. Demikian pula dengan mengajar yang pada dasarnya merupakan suatu proses, yang meliputi proses mengatur dan mengorganisir lingkungan belajar siswa yang tujuannya adalah menumbuhkan dan memotivasi siswa untuk belajar.

Sependapat dengan itu, Nana Sudjana menjelaskan bahwa mengajar merupakan suatu proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua kegiatan yang terjadi dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda, yakni siswa belajar dan guru yang mengajar untuk tujuan pembelajaran tertentu. Oleh karena itu dalam kegiatan belajar mengajar terjadi hubungan dua arah antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, eksistensi guru dan siswa yang saling mendukung dalam kegiatan pembelajaran merupakan suatu faktor yang harus ada dalam proses pembelajaran.27

Pelajaran sejarah bertujuan menciptakan wawasan historis atau perspektif sejarah. Pelajaran sejarah mempunyai fungsi sosio-kultural, membangkitkan

27 Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011, hlm 63-64.

(38)

kesadaran historis. Berdasarkan kesadaran historis dibentuk kesadaran nasional. Hal ini membangkitkan inspirasi dan aspirasi kepada generasi muda bagi pengabdian kepada negara dengan penuh dedikasi dan kesediaan berkorban. Sejarah nasional perlu menimbulkan kebanggaan nasional (nasional pride), harga diri dan rasa swadaya. Dengan demikian sangat jelas bahwa pelajaran sejarah tidak semata-mata memberi pengetahuan, fakta, dan kronologi. Dalam pelajaran sejarah perlu dimasukan biografi pahlawan mencakup soal kepribadian, perwatakan, semangat berkorban, perlu ditanam histotical-mindedness, perbedaan antara sejarah dan mitos, legenda dan novel historis.

b. Materi Pelajaran Sejarah

Sejarah merupakan cerita tentang pengalaman kolektif suatu komunitas atau nation di masa lampau. Pada pribadi pengalaman membentuk kepribadian sesorang dan sekaligus menentukan identitiasnya. Proses serupa terjadi pada kolektivitas, yakni pengalaman kolektifnya atau sejarahnyalah yang membentuk kepribadian nasional dan sekaligus identitas nasionalnya. Bangsa yang tidak mengenal sejarahnya dapat diibarat dengan seorang individu yang telah kehilangan memorinya, ialah orang yang pikun atau sakit jiwa, maka dia kehilangan kepribadian atau identitasnya.

Pembelajaran sejarah selain bertugas memberikan pengetahuan sejarah (kognitif), juga memperkenalkan nilai-nilai luhur bangsanya (afektif). Kedua hal ini tidak akan memiliki arti bagi kehidupan peserta didik pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang apabila peserta didik tidak mampu memahami maknanya. Mengingat setiap peserta didik memiliki kemampuan yang tidak sama

(39)

untuk menangkap makna yang ada dibalik cerita sejarah, maka setiap pengajar sejarah sebaiknya selalu menekankan pada arti dan makna dari setiap peristiwa yang dipelajarinya.

Materi sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan materi pokok dari KD 3.9 Menganalisis peran dan nilai-nilai perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta sebagai proklamator serta tokoh-tokoh lainnya sekitar proklamasi, dengan materi pokok tokoh prolamator dan tokoh lainnya sekitar proklamasi. Melalui materi ini guru dapat menggunakan media audio visual seperti menampilkan video atau film tentang perjuangan tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh proklamator lainnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Hal ini semakin penting apabila dikaitkan dengan pendapat Sartono Kartodirdjo tentang fungsi pembelajaran sejarah, yaitu:

a. Untuk membangkitkan minat kepada sejarah tanah airnya

b. Untuk mendapat inspirasi dari sejarah, baik dari kisah-kisah kepahlawanan baik peristiwa-peristiwa yang merupakan tragedi nasional, c. Memberi pola berpikir ke arah berpikir secara rasional, kritis, empiris d. Mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

Menurut Hill sejarah yang diajarkan dengan baik dapat menjadikan seseorang bersikap kritis dan berperikemanusiaan. Sebaliknya jika sejarah diajarkan secara keliru, maka ia dapat mengubah manusia menjadi fanatik, dapat juga menjadi penganut yang berlebih-lebihan. Untuk itu agar pembelajaran

(40)

sejarah tetap relavan terhadap tuntutan pembangunan dan tuntutan zaman, maka pembelajaran sejarah perlu melakukan reorientasi perspektif pembelajarannya. Orientasi pemilihan masa lampau dalam pemilihan bahan dan interpretasi sejarah, perlu diimbangi dengan perluasan rientasi berwawasan masa depan.28

5. Kurikulum 2013

a. Implementasi Kurikulum 2013

Dalam dunia pendidikan kurikulum bukanlah kata yang asing. Pendidikan atau pembelajaran tidak lepas dari istilah ini karena kurikulum adalah salah satu komponen dari pembelajaran. Dengan adanya kurikulum proses belajar dan pembelajaran akan berjalan secara terstruktur dan tersistem demi mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat pengaturan mengenai tujuan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hal ini sejalan dengan Hamalik (2011:18) yang mengemukakan bahwa:

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan nasional.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2013 sebagai bentuk pengembangan dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Menurut

(41)

Permendikbud No 104 Tahun 2014 yang berisikan tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah dijelaskan bahwa penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran. Pada proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 lebih diarahkan pada pembelajaran saintifik yang mencakup menanya, mengamati, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kurniasih (2014:132) yang mengatakan bahwa:

Titik berat kurikulum 2013 adalah bertujuan agar peserta didik atau siswa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan:

a. Observasi

b. Bertanya (wawancara) c. Bernalar

d. Mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.29

Selain itu, kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui pengembangan kurikulum berbasis karakter dan berbasis kompetensi diharapkan dapat menjadikan setiap manusia sebagai insan yang berakhlak mulia, bermartabat, kreatif dan mandiri yang mampu bersaing dengan dunia luar.

b. Pembelajaran Sejarah dalam Kurikulum 2013

Kurikulum memiliki dua sisi yang sama penting yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai dokumen, kurikulum sebagai pedoman bagi guru.

29 Safitri Mardiana dan Sumiyatun, “Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri Metro”. Jurnal Historis FKIP, Vol. 5, No. 1 Tahun 2017.

(42)

Sementara kurikulum sebagai implementasi merupakan realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.30

Dalam kurikulum 2013 di SMA terdapat mata pelajaran sejarah Indonesia yang sifatnya wajib pada setiap jenjang untuk semua peminatan dan mata pelajaran sejarah untuk peminatan ilmu sosial. Dalam konteks ini sejarah terlebih bukan untuk sarana penanaman nilai namun dipelajari sebagai suatu disiplin ilmu. Sejarah merupakan disiplin ilmu dalam ilmu pengetahuan yang mengkaji aktivitas manusia sebagai individu, kelompok atau masyarakat dalam konteks ruang dan waktu. Dalam silabus mata pelajaran sejarah (2016) dijabarkan tujuan mata pelajaran sejarah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman mengenai kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia serta dunia melalui pengalaman sejarah bangsa Indonesia dan bangsa lain

2) Mengembangkan rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan penghargaan kritis terhadap hasil dan prestasi bangsa Indonesia dan umat manusia di masa lalu 3) Membangun kesadaran tentang konsep waktu dan ruang dalam berpikir

kesejarahan (historical awareness)

4) Mengembangkan kemampuan berpikir sejarah (historical thinking), keterampilan sejarah, (historical skill), dan wawasan terhadap isu sejarah (historical issue), serta menerapkan kemampuan, keterampilan dan wawasan tesebut dalam kehidupan masa kini.

5) Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang mencerminkan karakter diri, masyarakat, dan bangsa

6) Menanamkan sikap berorientasi kepada kehidupan masa kini dan masa depan berdasarkan pengalaman masa lampau.

7) Memahami dan mampu menangani isu-is kontroversial untuk mengkaji permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya

8) Mengembangkan pemahaman internasional dalam menelaah fenomena aktual dan global.

30 Hendra Kurniawan, Kajian Kurikulum dan Bahan Ajar Sejarah SMA Menurut Kurikulum 2013, Yogyakarta: Sanata Dharma University Press, 2018, hal 232.

(43)

Berdasarkan tujuan tersebut, muatan isi mata pelajaran sejarah mengembangkan peseta didik agar memiliki kemampuan intelektual dan kecemerlangan akademik, pewaris nilai-nilai kebangsaan dan memiiki kepedulian terhadap permasalahan kehidupan masyarakat dan bangsa pada masa kini dan masa depan.31

6. Saintifik Learning Kurikulum 2013

Pendekatan saintifik atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah merupakan pendekatan dalam kurikulum 2013. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologi) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.

Tabel 2. Lintasan perolehan aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan Sikap Pengetahuan Keterampilan

Menerima Mengingat Mengamati Menjalankan Memahami Menanya Menghargai Menerapkan Mencoba Menghayati Menganalisis Menalar

(44)

Mengamalkan Mengevaluasi Menyaji Mencipta Mencipta

Dari penjelasan yang telah dijelaskan di atas dapat diartikan bahwa pendekatan pembelajaran saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.32 Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik diharapkan agar dapat melatih siswa untuk berpikir analitis (bagaimana mengambil keputusan sendiri), dan menganggap belajar merupakan kebutuhan serta mampu mengemukakan ide-ide, meningkatkan hasil belajar dan mengembangkan karakter peserta didik.

7. Pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran Sejarah a. Pendekatan Konstruktivisme

Teori konstruktivisme mengatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh siswa adalah hasil dari proses konstruksi atau bentukan dari siswa itu sendiri. Dengan kata lain, siswa akan memiliki pengetahuan apabila ia terlibat aktif dalam proses penemuan dan pembentukan dalam dirinya sendiri.

Pendekatan konstruktivisme memiliki beberapa karakter yang dapat dilihat dari proses pembelajarannya. Karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Hanafih dan Sunaha adalah sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik

b. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik.

32 Dika Setiawan, “Pendekatan Saintifik Dan Penilaian Autentik Untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”. Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(45)

c. Pandangan yang berbeda diantara peserta didik dihargai sebagai tradisi dalam proses pembelajaran.

d. Dalam proses pembelajaran peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan menyintesiskan secara terintegrasi

e. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam proses pencarian (inquiry) yang alami.

f. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. g. Proses pembelajaran dilakukan secara konteksktual, yaitu peserta didik

dihadapkan ke dalam pengalaman nyata.

Pendapat lain terkait karakteristik konstruktivisme dinyatakan oleh Winataputra (2008:6.19) meliputi:

a. Mengembangkn strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi.

b. Dimungkinkannya perspektif jamak (multiple perspevtive) dalam proses belajar.

c. Peran utama siswa dalam proses belajar d. Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran. e. Pendidik lebih sebagai tutor, fasilitator dan mentor. f. Kegiatan dan evaluasi belajar yang otentik.33

Dari karakteristik pendekatan kontruktivisme diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran adalah guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik melainkan membangun pengetahuan itu berdasarkan pengalaman siswa itu sendiri. Artinya, proses pembelajaran berpusat pada siswa dan hasil belajar dapat diperoleh dengan optimal apabila siswa melihat dan merasakan sendiri atau paling tidak melihat objek secara nyata.

B. Penelitian yang Relevan

Terkait penelitian ini ada beberapa penelitian yang relevan, yaitu Penelitian yang dilakukan oleh Eben Haezer Gulo (2018) yang berjudul “Penerapan Media

(46)

Audio Visual Sejarah Lokal Bermuatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 10 Yogyakarta”. Berdasarkan hasil penelitian Eben Haezer Gulo di SMA Negeri 10 Yogyakarta, di peroleh hasil belajar siswa dengan menerapkan media audio visual sejarah lokal bermuatan pendidkan karakter menunjukan hasil yang baik. Pada aspek kognitif menunjukan hasil yang cukup tinggi dengan rata-rata nilai siswa adalah 75. Siswa mencapai kriteria ketuntasan minimum mencapai 72,41%. Pada aspek afektif dibedakan dalam tiga aspek sikap yaitu, sikap nasionalisme, patriotisme dan kejujuran. Karakter yang paling berkembang dari ketiga nilai tersebut dengan menerapkan media audiovisual sejarah lokal bermuatan pendidikan karakter adalah patriotisme. Ini didasarkan pada rata-rata skor yang diperoleh siswa yaitu 54,55.

Penelitian dilakukan oleh Aurora Nandia F, dkk (2015) yang berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Berbasis Media Audiovisual Situs Purbakala Pugung Raharjo untuk meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Kotagajah”. Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi keefektifan dalam penggunaan media audiovisual dalam pembelajaran sejarah di kelas X. Hal ini dilihat dari hasil post-tes yang telah dilakukan pada kelas eksperimen (kelas yang diberikan penerapan media audiovisual) dan control (kelas yang diberikan power point) menunjukkan bahwa nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas control. Pernyataan tersebut di buktikan berdasarkan hasil analisis uji tes, thi t > ttab atau 6,909 > 0,679 yang menyatakan H0 di tolak dan itu menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki nilai prestasi yang tidak sama.

(47)

Penelitian ketiga dilakukan oleh Yasinta Sabolak yang berjudul “Implementasi Media Audio visual Bermuatan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah Bagi Siswa SMAN 11 Yogyakarta”. Hasil penelitian menyatakan bahwa pembelajaran sejarah dengan menggunakan media audio visual bagi penguatan pendidikan karakter siswa di bagi dalam dua kategori yaitu hasil kognitif dan afektif. Hasil kognitif menunjukan bahwa keberhasilan yang dicapai siswa kelas X IPA 1 sudah sangat baik dimana yang diatas KKM (70) sebanyak 22 siswa (84.62%). Sedangkan hasil siswa dalam bentuk afektif dari ketiga sikap nasionalisme, patriotisme dan kejujuran yang paling berkembang adalah sikap patriotisme Hal ini dibuktikan dengan sikap patrotisme rata-rata 50.12 dibandingkan dengan sikap nasionalisme dan kejujuran.

Penelitian keempat dilakukan oleh Rian Wahyu Nugroho yang berjudul “Penerapan Media Pembelajaran Audio Visual Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Sepeda Motor B Pada Mata Pelajaran Perbaikan Perawatan Mekanik Otomotif Di SMK Piri Sleman”. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada perkembangan yang baik dan meningkat pada siklus I dan siklus II. Penerapan media pembelajaran audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI Sepeda Motor B di SMK PIRI Sleman, prestasi belajar tersebut dibuktikan dengan peningkatan hasil tes pada setiap akhir siklus. Peningkatan hasil belajar dilihat dari ketuntasan belajar pada siklus I yaitu 52,17% dan pada siklus II 82,61%

Penelitian kelima dilakukan oleh Ridhwan yang berjudul “Penggunaan Media Audio Visual Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi

(48)

Peninggalan Sejarah Di Kelas V MIN Miruk Aceh Besar”. Hasil penelitian menyatakan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan media audio visual pada mata pelajaran IPS pada materi peninggalan sejarah di Indonesia kelas V siklus I adalah 3,05 (baik) dan meningkat pada siklus II yaitu dengan nilai rata-rata 3,52 (sangat baik).

C. Kerangka Berpikir

Pemanfaatan media pembelajaran memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar. Hal ini dikarenakan media pembelajaran secara khususnya media audio visual dapat menyampaikan pengertian atau informasi dengan cara yang lebih konkret atau lebih nyata daripada yang dapat disampaikan oleh kata-kata yang diucapkan, dicetak atau ditulis saja. Oleh karena itu, media audio visual membuat suatu informasi lebih berarti. Dengan melihat sekaligus mendengar siswa dapat lebih mudah memahami tentang materi yang disampaikan sehingga dapat meminimalisir keraguan atau kesalahan konsep. Selain itu, media audio visual seperti video dapat menarik perhatian siswa sehingga menjadi dorongan dan motivasi yang dapat membangkitkan keinginan untuk mengetahui dan menyelidiki yang akhirnya menjurus pada pemahaman yang lebih luas terhadap suatu materi pembelajaran serta siswa dapat mempersepsi terhadap apa yang dilihat dan didengar sehingga dapat menumbuhkan karakter positif dalam diri siswa yang kemudian akan diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.

Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran

(49)

adalah materi pembelajaran yang dianggap terlalu teoritis. Hal ini sangat dirasakan dalam kegiatan pembelajaran sejarah karena sering dianggap sebagai pelajaran hafalan dan membosankan namun memiliki tujuan untuk menemukan jati diri bangsa. Hal tersebut tidak terlepas dari materi peran tokoh proklamator dan tokoh lainnya sekitar proklamasi yang berisikan fakta, konsep dan teori terkait nilai perjuangan tokoh proklamator dan tokoh lainnya sekitar proklamasi.

Tidak hanya pengetahuan kognitif saja, pembelajaran sejarah juga dapat bertujuan untuk menguatkan pendidikan karakter dalam diri siswa. Adapun nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan yaitu nilai-nilai nasionalisme seperti menghargai jasa para pahlawan, mengikuti upacara bendera, bangga akan budaya bangsa, memiliki sikap toleransi dan cinta terhadap lingkungan, serta nilai patriotisme seperti rela berkorban, mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, menghargai keberagaman, bekerja sama dan berpartisipasi dalam memberi suara dalam suatu diskusi.

(50)

Berdasarkan uraian tersebut dapat digambar skema kerangka berpikir sebagai berikut

Gambar II . Kerangka Berpikir Media Pembelajaran

Media Audio Visual

Pembelajaran Sejarah

Pendidikan Karakter Materi

Nasionalisme

Patriotisme

Peran tokoh proklamator dan tokoh lainnya sekitar

proklamasi

Penguatan Karakter

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kepustakaan atau studi pustaka. Menurut Moleong (2007) yang dikutip oleh Sandu & Sitoya mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya.34 Penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi serta menjelaskan hubungan antar peristiwa.

Studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan atau sumber dari internet yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan.35 Tujuan dari kajian pustaka adalah untuk mendeskripsikan atau menjelaskan suatu penelitian dengan bersumber pada buku-buku, jurnal, dokumen dan hasil penelitian lain yang terbukti keabsahannya. Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka peneliti dapat memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang diharapkan, sehingga pekerjaan penelitian tidak merupakan duplikasi.36

34 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Sosial: perspektif Konvensional dan Kontemporer, Jakarta Selatan : Salemba Humanika, 2019, hlm 8

35 Milya Sary, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam penelitian pendidikan IPA” Natural Science, Vol 6 (1) 2020, (41-53)

36http://repository.upi.edu/8083/5/s_pkn_0808386_chapter3.pdf. Diakeses pada tanggal 19 Mei 2020, pukul 22.20 WIB.

Gambar

Tabel 1:      Nilai dan Deskripsi Pendidikan Karakter  ...................................
Gambar I.   Kerucut Pengalaman Edgar Dale ...............................................
Gambar 1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Tabel 1 : Nilai dan Deskripsi Pendidikan Karakter
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melancarkan tindak lanjut daripada Gerakan 30 September 1965, maka oleh Pimpinan Gerakan 30 September akan dibentuk Dewan Revolusi Indonesia yang anggotanya terdiri

Skripsi yang berjudul “Sutan Sjahrir, Sosialisme, dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia” ini bertujuan untuk mendeskripsikan riwayat hidup Sutan Sjahrir serta menganalisa

Tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan (action). Selama proses pembelajaran berlangsung, guru melakukan pengamatan terahdap aktifitas belajar

Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yang dilihat dari hasil belajar siswa, maka peneliti mengadakan tes hasil

Melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, model pembelajaran kooperatif, metode kajian literatur, diskusi kelompok, praktikum, dan presentasi, peserta

Perangkat pembelajaran RPP disusun lengkap terdiri dari 1) identitas RPP (memuat satuan pendidikan, kelas/semester, tema, subtema, pembelajaran ke, mupel yang

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah media audio visual dan cerita bergambar efektif sebagai media pembelajaran dan hasil belajar

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD). Pengembangan dan Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013.. materi dalam bentuk Power point