Pemerintah Kota Mojokerto
BAB IV
ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN
Dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung
dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan, hal ini bertujuan untuk meminimalisir
pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan
permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting sosial,
ekonomi, dan lingkungan, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan
rekomendasi perlindungan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dibutuhkan.
4.1. Aspek Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta
Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan
isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan
gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian
kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau
pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya
tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan
aspek sosial adalah sebagai berikut :
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional :
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan
dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang
kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di
Pemerintah Kota Mojokerto
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di
tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan
tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin
kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014 :
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan
kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan
percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta
program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah :
1. Pemerintah Pusat:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis
Pemerintah Kota Mojokerto
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta
Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional
ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang
Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program
lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk
Pemerintah Kota Mojokerto
4.1.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Pengarusutamaan Gender
Aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan
bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang
Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan
(PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja
Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.
Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk
mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga
permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
4.1.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan,
dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik
dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi,
seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi
mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam
proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan
program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan
bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas
tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat
selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua
Pemerintah Kota Mojokerto
pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan
pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan
adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.
Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman
kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan
mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat
kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan
pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan,
perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika
diperlukan dan sesuai persyaratan.
4.1.3. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat
bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata
dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan
infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang
harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2. Aspek Ekonomi
Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional
karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka
kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya
berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.
4.2.1. Aspek Ekonomi pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
A. Kemiskinan
Aspek ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan
mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu
ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek ekonomi lebih menekankan pada
manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup
data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu :
Pemerintah Kota Mojokerto
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang
modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah
tangga miskin.
4.2.2. Aspek Ekonomi pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Dalam pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pelaksanaan
pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk mencapai upaya tersebut yang
nantinya juga berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan diarahkan pada percepatan
laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat
kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam kaitannya
dengan pelaksanaan pembangunan bidang cipta karya untuk menanggulangi kemiskinan
bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama yaitu :
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan
mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan;
b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya
Pemerintah Kota Mojokerto
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat
miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan
regional dengan memperhatikan aspek.
4.2.3. Aspek Ekonomi pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Untuk aspek ekonomi, output kegiatan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta
Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan
minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti
terbangunnnya sarana prasarana transportasi sehingga dapat membantu masyarakat
dalam mendistribusikan produk hasil kerajinan lokal (seperti kerajinan miniatur perahu,
alas kaki, batik dan lain-lain), berkurangnya pengangguran hingga turunnya angka
kemiskinan di Kota Mojokerto.
4.3. Aspek Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM
bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan
pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup :
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri
atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan
dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional :
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.
3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019 :
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan
pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung
dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi
Pemerintah Kota Mojokerto
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis :
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar
dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan
Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan
Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No.
32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak
perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota
Pemerintah Kota Mojokerto
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa
prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :
1) RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan
prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi
garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas
Lingkungan Hidup, untuk Kota Mojokerto KLHS disusun Tim Satgas RPIJM Kota Mojokerto
dibantu dengan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto sebagai instansi yang
memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di Kota Mojokerto. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi
diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya
penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong
Pemerintah Kota Mojokerto
Gambar 4.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program
dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan
iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3)
peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya
alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah
penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat;
dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
1. Iklim
Kota Mojokerto mempunyai perubahan iklim 2 jenis setiap tahunnya yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Curah hujan pada bulan April merupakan curah
hujan tertinggi yang terjadi selama tahun 2014 yaitu mencapai 25,90 mm. Sedangkan
rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 3,00 mm.
Kemudian untuk kondisi temperatur udara, Kota Mojokerto memiliki temperatur
udara maksimum 35,0°C yang terjadi pada bulan April dan Oktober, dan minimum
sebesar 21,0°C yang terjadi pada bulan September. Sedangkan kelembaban udara
maksimum terjadi pada bulan Januari - April yaitu sebesar 98%, dan minimum
sebesar 24% yang terjadi pada bulan September.
Pemerintah Kota Mojokerto
2. Keanekaragaman Hayati
Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin luasnya cakupan wilayah
pembangunan di Indonesia mengakibatkan kecenderungan pemanfaatan sumber
daya hayati untuk berbagai keperluan tersebut terjadi secara tidak seimbang. Hal ini
ditandai dengan semakin langkanya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan
ekosistem, dan semakin menipisnya plasma nutfah. Kejadian ini tentunya harus
dicegah, agar keanekaragaman hayati di Indonesia masih dapat digunakan untuk
menopang kehidupan bangsa, dan hal ini juga tentunya perlu dilakukan di Kota
Mojokerto.
Hilangnya keanekaragaman hayati antara lain disebabkan oleh:
Hilangnya habitat asal
Salah satu faktor yang sangat menentukan keberadaan keanekaragaman hayati
adalah habitat. Hutan merupakan habitat asli tempat hidup makhluk hidup.
Penebangan serta perusakan hutan secara terus menerus dapat menyebabkan
terganggunya ekosistem makhluk hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi
atau bahkan menghilangkan keanekaragaman hayati.
Degradasi habitat
Polusi merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi habitat, karena
polusi merupakan perubahan pada lingkungan yang menimbulkan pengaruh
negatif terhadap kesehatan dan kehidupan makhluk hidup.
Adanya spesies-spesies pendatang
Kehadiran spesies pendatang dapat mengalahkan atau mendominasi spesies asli,
seperti misalnya pembangunan kanal eric pada abad ke-19 yang telah
menyebabkan masuknya belut laut ke danau agung.
Eksploitasi secara berlebihan
Eksploitasi sumber daya alam dikatakan berlebihan jika jumlah sumber daya
alam yang diambil lebih besar dibandingkan dengan kemampuan memperbarui
diri sumber daya alam yang diambil.
Tujuan dari perlindungan terhadap jenis-jenis flora dan fauna ini adalah untuk
mencegah terjadinya kepunahan, dan juga agar jenis-jenis tersebut bisa tetap terjaga
kemurnian dan segala sifat-sifat alami yang memang sudah menjadi ciri khasnya.
Jenis flora yang banyak ditemukan di wilayah Kota Mojokerto adalah pohon mojo
yang biasanya digunakan sebagai tanaman peneduh tepi jalan dan juga menjadi
Pemerintah Kota Mojokerto
satwa liar yang sering terlihat di wilayah Kota Mojokerto adalah burung emprit.
Sayangnya belum diketahui secara pasti apakah burung emprit memang merupakan
fauna khas dari Kota Mojokerto ini.
3. Bencana Alam
Berdasarkan analisa fisik yang telah dilakukan, Kota Mojokerto tidak memiliki
kawasan rawan bencana alam yang memerlukan perhatian khusus. Rawan bencana
alam yang ada di Kota Mojokerto yaitu rawan bencana banjir.
Bencana banjir yang terjadi di Kota Mojokerto tepatnya berada pada lokasi Kelurahan
Kauman, Kelurahan Gedongan, Kelurahan Purwotengah, Kelurahan Jagalan,
Kelurahan Sentanan, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji,
Kelurahan Pajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Surodinawan, Kelurahan
Magersari, Kelurahan Wates, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan
Gunung Gedangan, dan Kelurahan Meri.
Adapun arahan pengelolaan sebagai usaha untuk penanggulangan banjir yang akan
datang di Kota Mojokerto adalah :
Perbaikan dan normalisasi saluran drainase untuk mengurangi genangan ;
Rencana master drewing, sudetan dan resapan air ;
Penguatan tanggul untuk mencegah terjadinya banjir ;
Pembuatan sumur resapan dan kolam penampung air hujan.
Selain itu juga perlu melakukan kerjasama antara pemerintah Kota Mojokerto dengan
pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait dengan kanalisasi.
4. Udara
Berdasarkan pada hirarki pusat GKS (Gerbang Kerto Susila), Kota Mojokerto
merupakan wilayah yang mempunyai fungsi sebagai perdagangan, jasa dan
pemerintahan. Sebagai salah satu fungsi perdagangan dan jasa, Kota Mojokerto tidak
terlepas dengan pencemaran udara seperti debu. Hal ini disebabkan karena lokasi
tersebut dekat dengan jalan raya yang lalu lintasnya padat. Debu termasuk pencemar
udara yang memberikan efek langsung bagi kesehatan manusia, mengganggu tidak
hanya pernafasan, penglihatan, tapi juga bisa menyebabkan iritasi kulit pada paparan
yang berlebihan.
Sejauh ini perhatian aparat Pemerintah Kota Mojokerto memang lebih terfokus pada
kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran badan air, yang secara tidak
langsung dapat memberikan celah kepada beberapa kegiatan perdagangan dan jasa
untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan hal yang negatif misalnya
Pemerintah Kota Mojokerto
yang masih suka membakar sampah rumah tangga mereka juga dapat menimbulkan
dampak yang kurang baik khususnya dalam hal pencemaran udara.
5. Air
Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini PDAM Kota Mojokerto hanya memanfaatkan
Sungai Brantas sebagai sumber air baku sistem penyediaan air minum untuk Kota
Mojokerto, sebelum dikonsumsi air baku terlebih dahulu diolah di instalasi
pengolahan air bersih yang terdapat di Desa Wates dengan kapasitas desain 110 lt/dt.
PDAM Kota Mojokerto memiliki potensi sumber air baku yang dapat dikembangkan.
Pada awalnya air baku yang digunakan PDAM Kota Mojokerto berasal dari Mata Air
Jubel yang terletak di Kabupaten Mojokerto yang sekarang pengelolaannya
diserahkan kepada PDAM Kabupaten Mojokerto. Sumber air yang potensial
dikembangkan lainnya adalah penggunaan air tanah dalam. Terdapat 8 sumur bor
yang pernah digunakan Kota Mojokerto.
Tabel 4.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto
Uraian Balongsari Gunung
Gedangan Panggreman Raung Welirang Arjuna Meri
Benteng
Pipa pembawa intake ke IPA Wates terdiri dari pipa berdiameter 500 mm sepanjang
kurang lebih 100 m dari bahan steel pipa berdiameter ini dipasok oleh 7 unit pompa
dimana untuk pengamanan terhadap arus balik dipasang check valve pada masing
masing pipa discharge guna pengamanan.
Dari Sungai Brantas aliran air baku melalui 2 unit pipa saluran diamater 20” yang
tertanam dan dilengkapi oleh 2 bak kontrol untuk pemeliharaan. Diperkirakan
dengan asumsi kecepatan aliran lebih dari 0,3 m/dt dan kemiringan garis hidraulik 2
Pemerintah Kota Mojokerto
sedangkan untuk garis hidraulik 0,5 dengan aliran penuh 20” dalam keadaan bersih
tanpa endapan maka kapasitas yang dihasilkan mencapai 270 lt/dt.
6. Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang
berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau
merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan
aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. Penetapan kawasan sempadan
sungai bagi perlindungan DAS, ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Dan Penyediaan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang menjelaskan bahwa Sempadan sungai
bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan
sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan
sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;
Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat,
diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan
sungai ;
Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk
tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana
dimaksud pada butir (1) harus dibebaskan.
Sempadan sungai tidak bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan
sebagai berikut :
Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
ditetapkan;
Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter,
garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi
sungai pada waktu ditetapkan;
Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis sempadan
ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu
Pemerintah Kota Mojokerto
Kondisi sungai Kota Mojokerto saat ini semuanya sudah merupakan sungai
bertanggul, maka ke depannya ditetapkan kawasan sempadan minimal 3 meter dari
sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini.
Tabel 4.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai - Sungai di Kota Mojokerto
No Nama Sungai Sempadan Sungai
1. Sungai Brantas Minimal 3 meter
2. Sungai Brangkal Minimal 3 meter
3. Sungai Sadar Minimal 3 meter
4. Sungai Cemporak Minimal 3 meter
5. Sungai Ngrayung Minimal 3 meter
6. Sungai Watu Dakon Minimal 3 meter
7. Sungai Ngotok/Pulo Minimal 3 meter
Sumber : RTRW Kota Mojokerto Tahun 2012 - 2032
Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang diijinkan, adalah :
Untuk budi daya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan ;
Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta
rambu-rambu rentangan ;
Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum ;
Untuk pondasi, pemancangan tiang jalan dan jembatan ;
Untuk pembangunan prasarana air.
Kawasan sempadan sungai yang ada di Kota Mojokerto terdapat di wilayah :
Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan
Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kelurahan
Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung,
Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan luas
sebesar 32,36 Ha atau 1,97%.
Pada kawasan sempadan sungai juga terdapat RTH. RTH kawasan sempadan sungai
adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi sebagai pengaman terhadap
longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah
resapan air. Rencana pengembangan RTH sempadan sungai untuk kawasan kota
ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah
Kota Mojokerto, dikembangkan dengan arahan luasan sebesar 32,37 Ha atau sekitar
1,97%. Adapun wilayah RTH sempadan sungai ini meliputi daerah : Kelurahan
Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon,
Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kleurahan Pulorejo,
Pemerintah Kota Mojokerto
Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates. Adanya pemanfaatan pada
daerah sempadan sungai dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dengan
pembuatan taman, jalan, dsb, sehingga kondisi sungai dapat terjaga dan terawat
dengan baik.
Adapun arahan rencana pengelolaan untuk penataan kawasan sungai adalah sebagai
berikut :
Penegasan batas fisik kawasan sempadan sungai bangunan oleh Pemerintah
Daerah ;
Untuk menghindari berkembangnya pemanfaatan lahan terbangun di sepanjang
sungai yang ada di Kota Mojokerto, perlu adanya batas fisik tentang garis
sempadan sungai yang belum ada bangunan sesuai dengan ketetapan yang telah
ada ;
Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan
alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai ;
Penegasan batas kawasan sempadan sungai oleh Pemerintah Daerah ;
Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang penetapan garis sempadan
sungai, fungsi dan manfaat dari garis sempadan tersebut ;
Di dalam mengeluarkan ijin bangunan perlu mengacu pada garis sempadan yang
telah ditetapkan, jika terjadi pelanggaran perlu adanya sanksi hukum yang tegas ;
Perlu adanya pemantauan dan pengendalian terhadap bangunan di sepanjang
sungai yang ada yang dapat dilakukan bersama-sama antara dinas dan instansi
yang terkait dengan masyarakat ;
Pemanfaatan ruang terbuka hijau di sepanjang sungai dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan taman, jogging track, dan sebagainya. Sehingga kondisi di sepanjang
sungai tersebut dapat lebih terawat dan memiliki estetika, salah satunya adalah
Sungai Brantas. Hal ini dimaksudkan karena selain berfungsi untuk melindungi
juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih
asri.
7. Pertanian
Kota Mojokerto mempunyai kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan
Prajuritkulon, Blooto, Surodinawan, dan Pulorejo. Kawasan pertanian yang ada
tersebut diantaranya ialah kawasan pertanian tanaman pangan, holtikultura, kawasan
perkebunan, kawasan peternakan, dan kawasan perikanan. Adapun kawasan
Pemerintah Kota Mojokerto
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kota Mojokerto.
Untuk kawasan peternakan lokasinya menyatu dengan perumahan.
Sedangkan kawasan perikanan yang terdapat di Kota Mojokerto ini terdiri dari
waduk, perairan umum, dan kolam. Keberadaan dari waduk ini berlokasikan di
Kelurahan Mentikan, Prajuritkulon, dan Pulorejo dengan luas sebesar 1,2 Ha. Pada
kawasan perikanan yang terdapat di perairan umum, tepatnya terdapat di Sungai
Brantas, Pulo/Ngotok, Brangkal, Sadar, Cemporat, Ngrayung, dan Watu Dakon. Serta
untuk kawasan perikanan yang terdapat di kolam adalah seluas 6,1 Ha.
Secara umum, rencana pengembangan kawasan pertanian diarahkan sebagai berikut :
Penerapan pola disinsentif meliputi pengurusan perizinan, pembukaan akses
jalan, pemasangan utilitas (listrik, telepon, air bersih, drainase, dan
persampahan).
Penerapan insentif meliputi bantuan pupuk dan obat-obatan secara berkala,
kemudahan pengajuan kredit tanam, suplai air irigasi yang kontinu, dan
stabilisasi harga jual hasil panen
Pengembangan prasarana pengairan.
Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang subur.
Mempertahankan fungsi kawasan pertanian sesuai dengannya
Membatasi kegiatan pembangunan disekitar kawasan pertanian potensial.
Mengupayakan ekstensifikasi pertanian meliputi daya dukung tanah, daya
dukung pengairan/irigasi, dan produktivitas lahan pertanian.
Mengembangkan sentra produksi tanaman pertanian sesuai dengan jenis
tanaman yang cocok dan produksi yang dominan.
8. RTH Publik
Seperti yang tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan Permendagri No. 1 Tahun
2007 tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, maka ruang terbuka
hijau kota yang perlu dipertahankan keberadaannya untuk mendukung penyediaan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah sebesar 30% dari luas wilayah Kota dengan
Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik sebesar 20% dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Privat sebesar 10%.
Kondisi eksisting ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Mojokerto pada tahun
2010 sebesar 64,058 Ha dengan jenis RTH yaitu taman RT, Taman RW, taman
kelurahan, taman kecamatan, taman kota, taman jalan, hutan kota dan kebun bibit,
Pemerintah Kota Mojokerto
sempadan SUTT/SUTET. Sedangkan untuk rencana kebutuhan ruang terbuka hijau
(RTH) publik yaitu sebesar 329,409 Ha atau 20,02%.
Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) publik dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. RTH Taman RT
Rencana pengembangan RTH taman RT untuk Kota Mojokerto sampai dengan
tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 2,14 Ha atau sekitar 0,13% dari
luas keseluruhan. Untuk RTH taman RT ini tersebar secara merata di seluruh
kelurahan yang ada di Kota Mojokerto.
b. RTH Taman RW
Rencana pengembangan RTH taman RW untuk Kota Mojokerto sampai dengan
tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 9,27 Ha atau sekitar 0,56% dari
luas wilayah. Keberadaan dari RTH taman RW ini juga tersebar merata di seluruh
wilayah kelurahan di Kota Mojokerto.
c. RTH Taman Kelurahan
Rencana pengembangan RTH taman kelurahan untuk Kota Mojokerto sampai
dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 19,32 Ha atau sekitar
1,17%. Untuk RTH taman kelurahan ini terdapat di : Kelurahan Surodinawan,
Kelurahan Kranggan, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan
Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Kedundung, dan Kelurahan Magersari.
d. RTH Taman Kecamatan
Untuk taman lingkungan tingkat kecamatan, jenis tanaman yang
direkomendasikan adalah jenis tanaman yang memiliki fungsi ekologi dan
klimatologi, fungsi peneduh, dan fungsi estetika. Rencana pengembangan RTH
taman kecamatan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan
tahun 2032 adalah seluas 14,48 Ha atau sekitar 0,88%. Adapun RTH taman
kecamatan ini terdapat di Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Gunung Gedangan,
dan Kelurahan Kedundung.
e. RTH Taman Kota
Pengembangan RTH taman kota untuk Kota Mojokerto direncanakan seluas
103,86 Ha atau sekitar 6,31 %. RTH taman kota ini memiliki fungsi sebagai
keindahan kota. Adapun konsep pengembangan ruang terbuka : hijau selain
sebagai taman kota yang juga sebagai taman wisata adalah : peningkatan potensi
Pemerintah Kota Mojokerto
Rencana pengembangan RTH taman kota di Kota Mojokerto diarahkan pada :
Kelurahan Kranggan, Kelurahan Blooto, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo,
Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan
Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.
Jenis tanaman yang digunakan adalah yang tidak merubah citra kawasan
(mempertahankan jenis tanaman yang membentuk citra kawasan yaitu antara
lain palem, beringin dll) yaitu jenis tanaman yang direkomendasikan. Selain itu
bisa juga dengan penambahan jenis tanaman penutup permukaan misalnya
adalah rumput-rumputan dan bunga-bungaan.
f. RTH Taman Jalan
RTH taman jalan ini meliputi : RTH jalur jalan, dan RTH taman persimpangan
jalan, monumen dan gerbang kota. Secara keseluruhan luas dari RTH taman jalan
ini adalah sebesar 3,67 Ha, atau kira-kira sebesar 0,22% dari luas wilayah Kota
Mojokerto. Distribusi dari RTH taman jalan ini adalah sebagai berikut : Jl.
Suromulang Timur, Jl. Suromulang Barat, Jl. Mojopahit, Jl.Mojopahit Selatan, Jl.
Pahlawan, Jl. Jawa, Jl. Irian Jaya, Perumahan Kranggan Permai, Jl. Pahlawan,Jl.
Bhayangkara, Jl. Cinde Baru 4, Perumahan DAM V Brawijaya, Jl. Komplek Balong
Cangkring, Jl. Hasyim Ashari, Jl. Veteran, Jl. Watu Dakon, Jl. Gajah Mada, Jl.
Benteng Pancasila, Jl. Empunala, Jl. Pemuda, Jl. Gunung Gedangan Timur, Jl.
Gunung Gedangan, Jl. Residen Pamuji, Jl. Ahmad Yani, Jl. Sawunggaling, Jl. Durian,
Jl. Raya Jabon, Terminal, Perumahan Permai Griya Meri, Jl. Bypass, Jl. Leci, dan
Perumahan Permai Griya Ijen.
g. RTH Pemakaman Umum
Pengembangan RTH pemakaman umum di Kota Mojokerto yang diarahkan
adalah dengan tetap mempertahankan lokasi yang ada yaitu di seluruh wilayah
Kota Mojokerto dengan luasan sebesar 20,21 Ha atau sekitar 1,23%. RTH tempat
pemakaman umum ini meliputi : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan,
Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan,
Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan
Kedundung, Kelurahan Balongsari, dan Kelurahan Wates. Adapun jenis tanaman
yang sesuai untuk ruang terbuka hijau pemakaman umum adalah jenis tanaman
yang berdaun lebat untuk tanaman tinggi dan tanaman berbunga harum untuk
jenis tanaman rendah. Sedangkan maksud dan tujuan adanya penataan serta
Pemerintah Kota Mojokerto
memiliki fungsi ekologi, klimatologi, penyangga air, namun tetap memiliki
keindahan, sehingga diharapkan TPU tidak memiliki kesan yang angker.
h. RTH Hutan Kota
RTH hutan kota yang terdapat di Kota Mojokerto diantaranya ialah RTH hutan
kota dan RTH kebun bibit. Adapun luas dari RTH hutan kota tersebut adalah
seluas 86,85 Ha atau sekitar 5,27%. Arahan rencana RTH hutan kota tersebut
adalah terdapat di : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Blooto,
Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung
Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari,
dan Kelurahan Wates.
RTH kebun bibit merupakan penghijauan yang memiliki fungsi sebagai
penyeimbang ekologi dan klimatologi kota, sehingga diharapkan lingkungan kota
masih tetap memiliki daya dukung minimal untuk kehidupan kota. RTH kebun
bibit ini mempunyai fungsi sebagai tempat melakukan pembibitan
tanaman-tanaman yang jika sudah tumbuh besar akan dipindahkan pada lokasi yang telah
ditentukan dan dikembangkan.
i. RTH Sempadan Rel KA
RTH sempadan rel kereta api merupakan ruang terbuka hijau yang
penempatannya disepanjang kanan kiri jalan kereta api yang memiliki fungsi
sebagai pelindung terhadap kecelakaan dan kebisingan. Kawasan sempadan rel
kereta api yang ditetapkan di Kota Mojokerto meliputi : Kelurahan Miji,
Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan
Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan
Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan arahan luasan
total 17,55 Ha atau sekitar 1,07%.
Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel
terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus.
Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur
dari kaki tanggul.
Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari
puncak galian tanah atau atas serongan.
Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur
Pemerintah Kota Mojokerto
Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m
diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke
jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara
berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m.
Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk
selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m.
Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api
terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m.
Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan
jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as
jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur–angsur
menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada titik 600
m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya.
Upaya pengendalian kawasan sempadan rel kereta api meliputi :
Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan pada
jarak 20 m dari tengah rel lebih dari 11 m kiri kanan rel dapat
dikembangkan sebagai RTH.
Membatasi perkembangan bangunan.
Untuk kawasan yang yang belum terdapat aktifitas sempadannya dapat
digunakan sebagai RTH.
j. RTH SUTT
RTH sempadan SUTT merupakan jalur hijau yang penempatannya pada daerah
di sekitar jalur yang dilewati SUTT, dengan fungsi sebagai sarana keamanan
terhadap bahaya tegangan tinggi. Jalur hijau untuk daerah sekitar SUTT yang
berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008
bahwa jarak bebas (minimum) antara penghantar SUTT 500 KV dengan
bangunan tidak tahan api adalah minimal 14-15 meter. Untuk pengaman jalur
tegangan tinggi dibuat buffer zone yang difungsikan sebagai RTH yang dibuat di
sepanjang jalur tegangan tinggi tersebut dengan lebar minimal 14-15 meter dari
kiri dan kanan jalur.
Kawasan sempadan SUTT pada Kota Mojokerto terdapat di Kelurahan Meri,
Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung dengan arahan luasan
total sebesar 19,94 Ha atau sekitar 1,21%.
Pemerintah Kota Mojokerto
Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan di
bawah jaringan pada jarak minimal 20m dari garis tengah tiang SUTT.
Untuk kawasan yang belum terdapat aktifitas digunakan sebagai RTH
dengan vegetasi yang tidak tinggi tajuknya.
9. Lahan
Dapat diamati dari tabel luas wilayah menurut penggunaan lahan/tutupan lahan Kota
Mojokerto tahun 2012 dapat dianalisa bahwa luas lahan di Kota Mojokerto adalah
seluas 1.646 Ha. Untuk penggunaan lahan tidak terbangun cukup mendominasi
dengan memiliki prosentase sebesar 60,29%. Penggunaan lahan tidak terbangun
didominasi oleh lahan sawah seluas 440,70 Ha atau 26,79 %, kebun sebesar 192,71
Ha atau sebesar 11,70%, semak belukar seluas 101,87 Ha atau 6,19%, tanah kosong
seluas 61,6 Ha atau 3,74%, hutan kota seluas 0,33 Ha atau sebesar 0,02%, taman
seluas 19,49 Ha atau 1,18%, Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 20,38 Ha atau
1,24%, lapangan seluas 5,37 Ha atau 0,33%, kolam seluas 1,21 Ha atau 0,07%,
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) seluas 2,65 Ha atau 0,16%, rawa seluas
1,87 Ha atau 0,11%, perikanan seluas 1,22 Ha atau 0,07%, jalan seluas 105,36 Ha atau
6,4% dan sungai seluas 44 Ha atau sebesar 2,67%.
Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa lahan di Kota Mojokerto termasuk
lahan yang subur karena sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan pertanian.
Namun tetap harus dilakukan kontrol ketat, karena tetap tidak menutup
kemungkinan bahwa ke depannya akan ada kawasan lindung yang akan
dialihfungsikan untuk kegiatan-kegiatan lain demi mendukung kelancaran Daerah daratan yang harus
bebas dari kegiatan budi daya Daerah daratan yang harus
bebas dari kegiatan budi daya Ruang udara yang harus bebas dari
kegiatan budi daya/transportasi
Ruang udara yang harus bebas dari kegiatan budi daya/transportasi
Pemerintah Kota Mojokerto
pembangunan di Kota Mojokerto. Salah satu upaya mengantisipasi kemungkinan
dampak negatif tersebut, maka diperlukan kegiatan penghijauan di Kota Mojokerto.
10. Sanitasi dan Permukiman Kumuh
Ada 3 (tiga) pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan
perumahan dan permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat yaitu:
Pendekatan Kesejahteraan (welfare strategy). Dalam pendekatan kesejahteraan
ini pemerintah memberi bantuan penuh kepada masyarakat yang membutuhkan
rumah. Masyarakat yang dibantu tergolong dalam kelompok yang rentan atau
sangat miskin, seperti kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis
kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial dan etnis, yang memerlukan uluran
tangan dari pemerintah atau pihak luar agar dapat hidup layak.
Strategi Responsif (responsive strategy). Dalam strategi ini masyarakat yang
dibantu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan secara ekonomi kurang
aktif atau mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti
penggusuran, krisis ekonomi, dengan tujuan memulihkan kembali kepada
kehidupan normal atau kondisi yang lebih baik.
Pendekatan Pemberdayaan (empowerment strategy). Peran masyarakat dominan.
Fokus dari strategi ini adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan
aktif secara ekonomi serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan.
Pendekatan yang dipilih dalam pelaksanaan kegiatan penataan permukiman kumuh
di Kota Mojokerto adalah pendekatan atau strategi pembangunan perumahan dan
permukiman yang ketiga, yaitu pendekatan pemberdayaan (empowerment strategy).
Tujuan dari pendekatan pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat
memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dengan potensi dan kemampuan yang
dimilikinya. Di bidang perumahan dan permukiman, sejak tahun 1980-an konsep
pemberdayaan ini berkembang menjadi enabling strategy, sehingga peran pemerintah
bergeser dari penyedia menjadi pendorong atau fasilitator. Melalui enabling strategy
sumber daya yang dimiliki negara akan menjadi lebih berdayaguna karena adanya
berbagi peran dan kemitraan (role sharing and resources sharing) antara pemerintah,
masyarakat, dan swasta.
Masyarakat atau komunitas dapat ikut ambil bagian untuk mengisi kegiatan yang
diprogramkan oleh pemerintah maupun bertindak sebagai pemeran utama bagi
kegiatan yang diprakarsainya sendiri. Agar keterlibatan masyarakat di bidang
penyelenggaraan perumahan dan permukiman menjadi dinamis dan berkelanjutan,
Pemerintah Kota Mojokerto
timbul pola pikir untuk memberdayakan atau memampukan masyarakat dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapinya sendiri secara mandiri.
Untuk semakin dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan akan
perumahan dan permukiman terutama dikawasan yang padat penduduknya, perlu
dirintis Konsep pembangunan rumah susun dengan pendekatan peremajaan kota.
Program penyediaan rumah susun tersebut dapat diintegralkan dengan Program
Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program), sehingga tidak hanya diperoleh permukiman yang layak huni tapi juga lingkungan pendukung yang baik.
Adapun elemen yang ditata dari Konsep penyediaan perumahan dan permukiman
dengan pola ini adalah perbaikan saluran air hujan, saluran air limbah, sarana mandi
cuci kakus (MCK), pengadaan air bersih, serta penanganan persampahan.
Bagi kawasan yang masih memiliki lahan relatif luas maka dapat dikembangkan
konsep kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian
konsep rumah sangat sederhana (RSS) yang dilaksanakan dengan subsidi pemerintah,
usaha koperasi dalam pengadaan rumah, dan kemitraan antara pemerintah, dunia
usaha, serta masyarakat.
Pada kawasan yang dinilai merupakan kawasan cepat tumbuh maka diperlukan
konsep penataan kawasan terintegrasi dalam bentuk RTBL (Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan). Dalam RTBL ini maka pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman yang menjadi salah satu elemen penataan dapat diperdetail sehingga
dihasilkan desain tapak sebagai panduan perwujudan fisik bangunan dan lingkungan
serta panduan bagi pengendalian pelaksanaan. RTBL juga berisi rencana keserasian
antarbangunan dan estetika lingkungan, di samping rencana fisik bangunan.
Konsep penataan sarana prasarana sanitasi di kawasan permukiman kumuh adalah
sebagai berikut :
a. Peningkatan pelayanan air bersih, baik kualitasnya maupun kapasitas
pelayanannya, mengingat bahwa air bersih ini merupakan kebutuhan dasar
penduduk yang sangat penting.
b. Mengingat bahwa air limbah merupakan buangan yang tidak dapat dipergunakan
lagi tanpa mengalami proses pengelolaan terlebih dahulu dan penambahan
kapasitas air limbah sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, maka
perlu dibuat suatu sistem jaringan riolering yang lebih baik, yang dapat menampung seluruh air buangan dan jika diperlukan sekali dapat dikembangkan
Pemerintah Kota Mojokerto
c. Peningkatan sarana-prasarana sanitasi dengan membuat MCK umum bagi
masyarakat yang belum memiliki MCk serta mensosialisasikan MCK tersebut
pada masyarakat yang belum mengerti manfaatnya MCK bagi kehidupannya dan
kebersihan lingkungan sekitarnya.
d. Mengembangkan sistem jaringan drainase yang lebih baik dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas dimensi saluran sehingga dapat menampung seluruh debit
air hujan, serta kalau perlu memisahkannya dengan saluran pembuangan air
limbah, maupun jaringan irigasi. Tetapi dalam beberapa kasus atau keadaan,
saluran limbah dan saluran drainase dapat disatukan.
e. Mengembangkan serta meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang
menyangkut :
Penentuan lokasi pengumpulan awal
Meningkatkan cara pengangkutan
Menentukan lokasi pengumpulan akhir
Pemilihan cara atau sistem pemrosesan akhir
f. Memperkuat kerjasama antar instansi pemerintah yang berkaitan dengan
permasalahan permukiman kumuh, serta mengembangkan kerjasama/kemitraan
dengan pihak masyarakat (pokmas, LSM) dan pihak swasta/dunia usaha.
Gambar 4.2. Peranan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Dalam Penyelesaian Permasalahan Permukiman Kumuh
Pemerintah Kota Mojokerto
11. Persampahan
Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) merupakan faktor penting untuk menuju Zero Waste (Tidak Menghasilkan Sampah). Sejumlah negara maju telah menerapkan Zero Waste ini dalam Visi Pembangunan suatu kota.
Pada prinsipnya Zero Waste dapat dipahami sebagai upaya memaksimalkan sistem daur-ulang dan meminimalisasi sampah (waste). Dalam prakteknya adalah upaya
untuk mengoptimalkan produk-produk yang telah dihasilkan agar dapat
didaur-ulang, diperbaiki, digunakan kembali oleh alam atau dalam pasar. Melalui Zero Waste ini paling tidak bisa diterapkan dalam suatu sistem proses manufaktur agar
sumberdaya yang digunakan tidak hilang dan menjadi langka atau dengan kata lain
lebih memberikan jaminan keberlangsungan manfaat sumberdaya tadi. Dengan
demikian sumberdaya atau bahan-bahan yag digunakan untuk membuat suatu
produk tidak hanya menjadi sampah atau sampah yang dibuang ke tempat
penampungan sampah ataupun dibakar dan dimusnahkan dalam suatu alat
insinerator.
Kebijakan gerakan Zero Waste ini ditujukan kepada seluruh stakeholder, mulai dari seluruh lapisan masyarakat, industri dan juga pemerintah daerah yang bersangkutan.
Sebagai syarat bagi keberhasilan program ini adalah partisipasi aktif seluruh
stakeholder pembangunan daerah. Adapun peran dan fungsi yang dijalankan oleh
masing-masing stakeholder atau lapisan masyarakat di daerah adalah sebagai
berikut:
Perancang industri
Harus dapat memastikan bahwa seluruh produknya dirancang untuk jangka
panjang (atau tahan lama), dapat diperbaiki dan mudah didaur-ulang.
Manufaktur
Menggunakan bahan-bahan atau sumberdaya alam atau artifisial dalam proses
produksi yang tidak menimbulkan polusi melalui teknik proses yang telah teruji.
Pedagang ritel
Harus ikut berpartisipasi mendidik publik tentang produk dan jasa yang bisa
tahan lama, dapat diperbaiki, dan pada akhirnya masa pakai barang-barang
tersebut didaur ulang.
Pemerintah Daerah
Berperan menyusun standar yang dapat mendorong dihasilkannya
produk-produk yang bisa tahan lama, dapat diperbaiki, dan dapat didaur ulang. Selain itu
Pemerintah Kota Mojokerto
yang menjadi sampah dan program daur ulang sesuai dengan karakter
daerahnya. Pemerintah daerah juga harus dapat memastikan partisipasi aktif
warganya secara luas dalam membentuk komunitas Zero Waste.
Pemerintah Pusat
Berperan menetapkan target nasional dari program Zero Waste berikut
aturan-aturan operasional yang mendukung.
Individu/ warga
Berpartisipasi secara aktif dan mendukung program Zero Waste dengan kesadaran penuh akan manfaat program ini. Partisipasi ini dapat berupa,
misalnya, hanya membeli barang-barang yang dapat dimanfaat kembali, didaur
ulang, dan dapat diasimilasi.
12. Air Limbah
Permasalahan pengelolaan limbah rumah tangga di Kota sebenarnya harus
dikembalikan lagi kepada masyarakat perkotaan. Penyelesaian permasalahan hanya
dapat diatasi dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pembuangan air
limbah rumah tangga yang benar. Di sinilah letak peran Pemerintah Kota, dimana
pemerintah berkewajiban untuk menjadi fasilitator baik dalam proses sosialisasi
demi meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya dalam program Sanitasi
berbasis Masyarakat. Proses sosialisasi tersebut dapat selalu dan senantiasa
dilakukan kapan saja dan dimana saja, misalnya pada saat terdapat even-even
pemerintahan, atau acara yang melibatkan masyarakat umum lainnya. Dapat juga
dilakukan sosialisasi melalui baliho, spanduk, iklan dan lain sebagainya. Kemudian
yang paling efektif adalah dilakukan sosialisasi langsung turun kepada masyarakat
dalam hal ini dapat dilakukan hingga sampai lapisan paling bawah, misalnya pada
saat acara pertemuan RT, RW, acara pengajian dan lain-lain. Sosialisasi yang
dilakukan juga dimulai dari hal yang sederhana terlebih dahulu agar dapat mengena
kepada masyarakat. Contoh konkret adalah sosialisasi mengenai prinsip mencuci
tangan dengan sabun dan membuang sampah/air limbah rumah tangga pada
tempatnya, dengan dideskriptifkan gambar-gambar atau foto-foto mengenai dampak
negative yang dapat ditimbulkan apabila prinsip tersebut tidak diterapkan oleh
masyarakat sejak ini.
Selain sosialisasi, Pemerintah juga berkewajiban untuk bertindak aktif dalam
pembangunan MCK umum untuk wilayah yang sangat memerlukan. Secara umum,
setiap MCK Umum dapat melayani melayani tidak lebih dari 6 keluarga atau 25 orang.
Pemerintah Kota Mojokerto
atau sistem baffle reaktor. MCK umum ini merupakan pilihan Sanitasi Berbasis Masyarakat yang sesuai untuk pemukiman yang kebanyakan rumah tangganya tidak
memiliki WC. Untuk kenyamanan, MCK sebaiknya berlokasi dekat dengan tempat di
mana masyarakat tinggal. Pengoperasian dan perawatan yang tepat merupakan
penghambat utama dalam mempertahankan kelanjutan dari MCK. Ongkos pemakaian
MCK harus dipungut untuk membiayai pengoperasian dan perawatan rutin MCK, yang
pelaksanaannya dapat diserahkan kepada petugas tetap atau paruh-waktu yang
dipekerjakan oleh kelompok-kelompok masyarakat atau penyedia jasa. Oleh karena
itu selain pembangunan secara fisik perlu juga dikoordinasikan untuk permasalahan
operation dan maintenance dari MCK Umum yang telah terbangun. Koordinasi
tersebut dapat dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya,
Dinas Kesehatan, pihak Kelurahan dan Kelompok Kerja Masyarakat yang ada di
sekitar lokasi dibangunnya MCK Umum.
Selain pembangunan MCK Umum salah satu alternative solusi untuk mengatasi
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga adalah dengan
pembangunan IPAL berupa Septictank Komunal. Pembangunan tersebut dapat
dilakukan pada kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi serta ketersediaan lahan
yang kurang. Perencanaan pembangunan septictank ini karena letaknya di bawah
tanah, maka dapat direncanakan perletakannya di bawah jalan lingkungan (apabila
sudah tidak ada lahan lagi yang memungkinkan untuk digunakan). Secara teknis, pada
prinsipnya IPAL atau septictank komunal ini menampung air limbah dari beberapa
rumah dalam satu kawasan dengan radius tertentu sesuai dengan kapasitas tanki
yang kemudian disalurkan melalui sistem perpipaan.
Pengelolaan limbah (khususnya limbah B3) di Kota Mojokerto juga perlu perhatian
dan penanganan khusus, misalnya untuk limbah industri dan sampah medis dari
fasilitas kesehatan. Sesuai dengan yang diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 18
tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa untuk setiap kegiatan/usaha yang
memiliki limbah dari hasil kegiatan tersebut, diwajibkan memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengelola limbahnya sendiri.
Untuk mencegah terjadinya permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya
pemantauan yang intensif terhadap sungai-sungai yang ada untuk memastikan
statusnya, khususnya dari parameter fisik, kimia dan biologi yang dilakukan secara
berkala. Sejalan dengan pelimpahan kewenangan dalam bidang pengelolaan
lingkungan, perlu dikembangkan upaya pemantauan yang melibatkan pemerintah
Pemerintah Kota Mojokerto
Salah satu Konsep yang dapat dikembangkan di Kota Mojokerto adalah Fitoremediasi
atau Waste Water Garden (WWG). Konsep mengolah air limbah dengan menggunakan
media tanaman atau lebih popular disebut fitoremediasi telah lama dikenal, bahkan
dapat digunakan juga untuk mengolah limbah bahan beracun berbahaya (B3) atau
untuk limbah radioaktif. Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di beberapa negara telah
pula membahas dengan detail bagaimana proses remediasi ini dapat menolong
manusia untuk memecahkan problem lingkungan.
Phyto berasal dari kata Yunani phyton yang berarti tumbuhan/tanaman (plant). Remediaton berasal dari kata Latin remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation)
merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan
mikro-organisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan
yang berguna secara ekonomi.
Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara
berseri yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/pencemar yang berada di
sekitarnya. Tahapan itu adalah :
a) Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat
kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan. Proses
ini disebut juga hyperacumulation
b) Rhizofiltration (rhizo = akar) adalah proses adopsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan
dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam yang mengandung zat
radioaktif di Chernobyl, Ukraina
c) Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel
erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.
d) Rhizodegradation di sebut juga enhanced rhezosphere biodegradation, atau planted-assisted bioremediation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tumbuhan.
Misalnya ragi, fungi, dan bakteri.
e) Phytodegradation (phitotransformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang
komplek menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang
Pemerintah Kota Mojokerto
Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar, atau di luar sekitar akar
dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa
tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang mempercepat proses
degradasi
f) Phytotovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang
tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfir. Beberapa
tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1.000 liter perhari untuk
setiap batang.
Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan pada proses fitoremediasi antara lain
anturium merah/ kuning, alamanda kuning/ ungu, akar wangi, bamboo air, cana
presiden merah/ kuning/ putih, dahlia, dracenia merah/ hijau, heleconia kuning/
merah, jaka, keladi loreng/ sente/ hitam, kenyeri merah/ putih, lotus kuning/ merah,
onje merah, pacing merah/ putih, padi-padian, papyrus, pisang mas, ponaderia,
sempol merah/ putih, spider lili.
Beberapa manfaat dari penerapan fitoremediasi di lapangan yang cukup berhasil di
antaranya :
Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang
dilakukan di Selandia Baru, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd) oleh penggunaan pestisida dengan menanam
pohon poplar.
Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX,
dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland
yaitu kolam yang diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian
dialirkan air yang tercemar bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang digunakan
seperti sagopond (potomegeton pectinatus), water stargas (hetrathera), elodea (elodea Canadensis).
Pemeliharaan sistem ini sangat ringan. Umumnya hanya menyiangi daun-daun
tumbuhan yang layu/ kering dengan ongkos pemeliharaan yang rendah. Pada
dasarnya proses yang terjadi sangat alami artinya mikroorganisme dan tanaman
membentuk ekosistem sendiri untuk berhadapan dengan jenis polutan yang masuk.
Jadi tingkat adaptasi/ akomodasi terhadap zat dan kadar pencemaran sangat baik.
Berbeda misalnya dengan fakultatif pond proses akan rusak (invalid) jika ada B3 yang
masuk atau jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20% akan membentuk algae