• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV - DOCRPIJM 7465d65e93 BAB IVBAB IV RPIJM Moker

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV - DOCRPIJM 7465d65e93 BAB IVBAB IV RPIJM Moker"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Pemerintah Kota Mojokerto

BAB IV

ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

Dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung

dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan, hal ini bertujuan untuk meminimalisir

pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan

permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek sosial, ekonomi, dan

lingkungan meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting sosial,

ekonomi, dan lingkungan, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan

rekomendasi perlindungan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dibutuhkan.

4.1. Aspek Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta

Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca

pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur

permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan

isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan

gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak

sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian

kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau

pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya

tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi

masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan

aspek sosial adalah sebagai berikut :

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional :

 Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan

dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang

kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di

(2)

Pemerintah Kota Mojokerto

 Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di

tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

 Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin

kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 :

 Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program

pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan

kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan

percepatan pembangunan infrastruktur dasar.

 Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan

partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan

 Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta

program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

 Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender

guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif

gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah :

1. Pemerintah Pusat:

a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis

(3)

Pemerintah Kota Mojokerto

b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat

strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program

lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.

d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta

Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional

ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program

lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.

d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang

Cipta Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a) Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

b) Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.

c) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program

lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.

d) Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program

pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk

(4)

Pemerintah Kota Mojokerto

4.1.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Pengarusutamaan Gender

Aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan

bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang

Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan

(PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja

Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya.

Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk

mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga

permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.

4.1.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan,

dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik

dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi,

seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan

bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,

terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan

bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi

mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam

proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan

program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan

bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas

tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat

selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua

(5)

Pemerintah Kota Mojokerto

pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan

pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan

adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.

Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman

kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan

mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat

kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan

pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan,

perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika

diperlukan dan sesuai persyaratan.

4.1.3. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat

bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata

dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan

infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang

harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

4.2. Aspek Ekonomi

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional

karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka

kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya

berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

4.2.1. Aspek Ekonomi pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

A. Kemiskinan

Aspek ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan

mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu

ditindaklanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek ekonomi lebih menekankan pada

manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup

data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya.

Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan

keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu :

(6)

Pemerintah Kota Mojokerto

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok

tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,

buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya

dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-

seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang

modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah

tangga miskin.

4.2.2. Aspek Ekonomi pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Dalam pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pelaksanaan

pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk mencapai upaya tersebut yang

nantinya juga berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan diarahkan pada percepatan

laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat

kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam kaitannya

dengan pelaksanaan pembangunan bidang cipta karya untuk menanggulangi kemiskinan

bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama yaitu :

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan

mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan;

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya

(7)

Pemerintah Kota Mojokerto

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat

miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan

regional dengan memperhatikan aspek.

4.2.3. Aspek Ekonomi pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Untuk aspek ekonomi, output kegiatan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta

Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan

minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti

terbangunnnya sarana prasarana transportasi sehingga dapat membantu masyarakat

dalam mendistribusikan produk hasil kerajinan lokal (seperti kerajinan miniatur perahu,

alas kaki, batik dan lain-lain), berkurangnya pengangguran hingga turunnya angka

kemiskinan di Kota Mojokerto.

4.3. Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM

bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan

pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup :

“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri

atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya

Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan

dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional :

“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan

prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2015-2019 :

“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan

mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan

pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung

dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi

(8)

Pemerintah Kota Mojokerto

4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup

Strategis :

Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk

menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar

dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen

Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan

Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan

Amdal atau UKL dan UPL.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No.

32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :

1. Pemerintah Pusat

a. Menetapkan kebijakan nasional.

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak

perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.

j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan,

peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota

(9)

Pemerintah Kota Mojokerto

g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah

rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa

prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam

pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :

1) RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan

infrastruktur.

2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM

berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan

prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi

garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi

mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas

Lingkungan Hidup, untuk Kota Mojokerto KLHS disusun Tim Satgas RPIJM Kota Mojokerto

dibantu dengan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto sebagai instansi yang

memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup di Kota Mojokerto. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi

diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya

penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong

(10)

Pemerintah Kota Mojokerto

Gambar 4.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program

dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan

iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3)

peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,

dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya

alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah

penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat;

dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

1. Iklim

Kota Mojokerto mempunyai perubahan iklim 2 jenis setiap tahunnya yaitu musim

penghujan dan musim kemarau. Curah hujan pada bulan April merupakan curah

hujan tertinggi yang terjadi selama tahun 2014 yaitu mencapai 25,90 mm. Sedangkan

rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 3,00 mm.

Kemudian untuk kondisi temperatur udara, Kota Mojokerto memiliki temperatur

udara maksimum 35,0°C yang terjadi pada bulan April dan Oktober, dan minimum

sebesar 21,0°C yang terjadi pada bulan September. Sedangkan kelembaban udara

maksimum terjadi pada bulan Januari - April yaitu sebesar 98%, dan minimum

sebesar 24% yang terjadi pada bulan September.

(11)

Pemerintah Kota Mojokerto

2. Keanekaragaman Hayati

Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin luasnya cakupan wilayah

pembangunan di Indonesia mengakibatkan kecenderungan pemanfaatan sumber

daya hayati untuk berbagai keperluan tersebut terjadi secara tidak seimbang. Hal ini

ditandai dengan semakin langkanya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan

ekosistem, dan semakin menipisnya plasma nutfah. Kejadian ini tentunya harus

dicegah, agar keanekaragaman hayati di Indonesia masih dapat digunakan untuk

menopang kehidupan bangsa, dan hal ini juga tentunya perlu dilakukan di Kota

Mojokerto.

Hilangnya keanekaragaman hayati antara lain disebabkan oleh:

 Hilangnya habitat asal

Salah satu faktor yang sangat menentukan keberadaan keanekaragaman hayati

adalah habitat. Hutan merupakan habitat asli tempat hidup makhluk hidup.

Penebangan serta perusakan hutan secara terus menerus dapat menyebabkan

terganggunya ekosistem makhluk hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi

atau bahkan menghilangkan keanekaragaman hayati.

 Degradasi habitat

Polusi merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi habitat, karena

polusi merupakan perubahan pada lingkungan yang menimbulkan pengaruh

negatif terhadap kesehatan dan kehidupan makhluk hidup.

 Adanya spesies-spesies pendatang

Kehadiran spesies pendatang dapat mengalahkan atau mendominasi spesies asli,

seperti misalnya pembangunan kanal eric pada abad ke-19 yang telah

menyebabkan masuknya belut laut ke danau agung.

 Eksploitasi secara berlebihan

Eksploitasi sumber daya alam dikatakan berlebihan jika jumlah sumber daya

alam yang diambil lebih besar dibandingkan dengan kemampuan memperbarui

diri sumber daya alam yang diambil.

Tujuan dari perlindungan terhadap jenis-jenis flora dan fauna ini adalah untuk

mencegah terjadinya kepunahan, dan juga agar jenis-jenis tersebut bisa tetap terjaga

kemurnian dan segala sifat-sifat alami yang memang sudah menjadi ciri khasnya.

Jenis flora yang banyak ditemukan di wilayah Kota Mojokerto adalah pohon mojo

yang biasanya digunakan sebagai tanaman peneduh tepi jalan dan juga menjadi

(12)

Pemerintah Kota Mojokerto

satwa liar yang sering terlihat di wilayah Kota Mojokerto adalah burung emprit.

Sayangnya belum diketahui secara pasti apakah burung emprit memang merupakan

fauna khas dari Kota Mojokerto ini.

3. Bencana Alam

Berdasarkan analisa fisik yang telah dilakukan, Kota Mojokerto tidak memiliki

kawasan rawan bencana alam yang memerlukan perhatian khusus. Rawan bencana

alam yang ada di Kota Mojokerto yaitu rawan bencana banjir.

Bencana banjir yang terjadi di Kota Mojokerto tepatnya berada pada lokasi Kelurahan

Kauman, Kelurahan Gedongan, Kelurahan Purwotengah, Kelurahan Jagalan,

Kelurahan Sentanan, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji,

Kelurahan Pajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Surodinawan, Kelurahan

Magersari, Kelurahan Wates, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan

Gunung Gedangan, dan Kelurahan Meri.

Adapun arahan pengelolaan sebagai usaha untuk penanggulangan banjir yang akan

datang di Kota Mojokerto adalah :

 Perbaikan dan normalisasi saluran drainase untuk mengurangi genangan ;

 Rencana master drewing, sudetan dan resapan air ;

 Penguatan tanggul untuk mencegah terjadinya banjir ;

 Pembuatan sumur resapan dan kolam penampung air hujan.

Selain itu juga perlu melakukan kerjasama antara pemerintah Kota Mojokerto dengan

pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait dengan kanalisasi.

4. Udara

Berdasarkan pada hirarki pusat GKS (Gerbang Kerto Susila), Kota Mojokerto

merupakan wilayah yang mempunyai fungsi sebagai perdagangan, jasa dan

pemerintahan. Sebagai salah satu fungsi perdagangan dan jasa, Kota Mojokerto tidak

terlepas dengan pencemaran udara seperti debu. Hal ini disebabkan karena lokasi

tersebut dekat dengan jalan raya yang lalu lintasnya padat. Debu termasuk pencemar

udara yang memberikan efek langsung bagi kesehatan manusia, mengganggu tidak

hanya pernafasan, penglihatan, tapi juga bisa menyebabkan iritasi kulit pada paparan

yang berlebihan.

Sejauh ini perhatian aparat Pemerintah Kota Mojokerto memang lebih terfokus pada

kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran badan air, yang secara tidak

langsung dapat memberikan celah kepada beberapa kegiatan perdagangan dan jasa

untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan hal yang negatif misalnya

(13)

Pemerintah Kota Mojokerto

yang masih suka membakar sampah rumah tangga mereka juga dapat menimbulkan

dampak yang kurang baik khususnya dalam hal pencemaran udara.

5. Air

Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini PDAM Kota Mojokerto hanya memanfaatkan

Sungai Brantas sebagai sumber air baku sistem penyediaan air minum untuk Kota

Mojokerto, sebelum dikonsumsi air baku terlebih dahulu diolah di instalasi

pengolahan air bersih yang terdapat di Desa Wates dengan kapasitas desain 110 lt/dt.

PDAM Kota Mojokerto memiliki potensi sumber air baku yang dapat dikembangkan.

Pada awalnya air baku yang digunakan PDAM Kota Mojokerto berasal dari Mata Air

Jubel yang terletak di Kabupaten Mojokerto yang sekarang pengelolaannya

diserahkan kepada PDAM Kabupaten Mojokerto. Sumber air yang potensial

dikembangkan lainnya adalah penggunaan air tanah dalam. Terdapat 8 sumur bor

yang pernah digunakan Kota Mojokerto.

Tabel 4.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto

Uraian Balongsari Gunung

Gedangan Panggreman Raung Welirang Arjuna Meri

Benteng

Pipa pembawa intake ke IPA Wates terdiri dari pipa berdiameter 500 mm sepanjang

kurang lebih 100 m dari bahan steel pipa berdiameter ini dipasok oleh 7 unit pompa

dimana untuk pengamanan terhadap arus balik dipasang check valve pada masing

masing pipa discharge guna pengamanan.

Dari Sungai Brantas aliran air baku melalui 2 unit pipa saluran diamater 20” yang

tertanam dan dilengkapi oleh 2 bak kontrol untuk pemeliharaan. Diperkirakan

dengan asumsi kecepatan aliran lebih dari 0,3 m/dt dan kemiringan garis hidraulik 2

(14)

Pemerintah Kota Mojokerto

sedangkan untuk garis hidraulik 0,5 dengan aliran penuh 20” dalam keadaan bersih

tanpa endapan maka kapasitas yang dihasilkan mencapai 270 lt/dt.

6. Sempadan Sungai

Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang

berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau

merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan

aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. Penetapan kawasan sempadan

sungai bagi perlindungan DAS, ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Dan Penyediaan Pemanfaatan Ruang

Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang menjelaskan bahwa Sempadan sungai

bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

 Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan

sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;

 Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan

sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;

 Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat,

diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan

sungai ;

 Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk

tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana

dimaksud pada butir (1) harus dibebaskan.

Sempadan sungai tidak bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

 Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan

sebagai berikut :

 Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan

ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu

ditetapkan;

 Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter,

garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi

sungai pada waktu ditetapkan;

 Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis sempadan

ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu

(15)

Pemerintah Kota Mojokerto

Kondisi sungai Kota Mojokerto saat ini semuanya sudah merupakan sungai

bertanggul, maka ke depannya ditetapkan kawasan sempadan minimal 3 meter dari

sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini.

Tabel 4.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai - Sungai di Kota Mojokerto

No Nama Sungai Sempadan Sungai

1. Sungai Brantas Minimal 3 meter

2. Sungai Brangkal Minimal 3 meter

3. Sungai Sadar Minimal 3 meter

4. Sungai Cemporak Minimal 3 meter

5. Sungai Ngrayung Minimal 3 meter

6. Sungai Watu Dakon Minimal 3 meter

7. Sungai Ngotok/Pulo Minimal 3 meter

Sumber : RTRW Kota Mojokerto Tahun 2012 - 2032

Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang diijinkan, adalah :

 Untuk budi daya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan ;

 Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta

rambu-rambu rentangan ;

 Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum ;

 Untuk pondasi, pemancangan tiang jalan dan jembatan ;

 Untuk pembangunan prasarana air.

Kawasan sempadan sungai yang ada di Kota Mojokerto terdapat di wilayah :

Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan

Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kelurahan

Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung,

Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan luas

sebesar 32,36 Ha atau 1,97%.

Pada kawasan sempadan sungai juga terdapat RTH. RTH kawasan sempadan sungai

adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi sebagai pengaman terhadap

longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah

resapan air. Rencana pengembangan RTH sempadan sungai untuk kawasan kota

ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah

Kota Mojokerto, dikembangkan dengan arahan luasan sebesar 32,37 Ha atau sekitar

1,97%. Adapun wilayah RTH sempadan sungai ini meliputi daerah : Kelurahan

Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon,

Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kleurahan Pulorejo,

(16)

Pemerintah Kota Mojokerto

Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates. Adanya pemanfaatan pada

daerah sempadan sungai dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dengan

pembuatan taman, jalan, dsb, sehingga kondisi sungai dapat terjaga dan terawat

dengan baik.

Adapun arahan rencana pengelolaan untuk penataan kawasan sungai adalah sebagai

berikut :

 Penegasan batas fisik kawasan sempadan sungai bangunan oleh Pemerintah

Daerah ;

Untuk menghindari berkembangnya pemanfaatan lahan terbangun di sepanjang

sungai yang ada di Kota Mojokerto, perlu adanya batas fisik tentang garis

sempadan sungai yang belum ada bangunan sesuai dengan ketetapan yang telah

ada ;

 Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan

alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai ;

 Penegasan batas kawasan sempadan sungai oleh Pemerintah Daerah ;

 Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang penetapan garis sempadan

sungai, fungsi dan manfaat dari garis sempadan tersebut ;

 Di dalam mengeluarkan ijin bangunan perlu mengacu pada garis sempadan yang

telah ditetapkan, jika terjadi pelanggaran perlu adanya sanksi hukum yang tegas ;

 Perlu adanya pemantauan dan pengendalian terhadap bangunan di sepanjang

sungai yang ada yang dapat dilakukan bersama-sama antara dinas dan instansi

yang terkait dengan masyarakat ;

 Pemanfaatan ruang terbuka hijau di sepanjang sungai dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan taman, jogging track, dan sebagainya. Sehingga kondisi di sepanjang

sungai tersebut dapat lebih terawat dan memiliki estetika, salah satunya adalah

Sungai Brantas. Hal ini dimaksudkan karena selain berfungsi untuk melindungi

juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih

asri.

7. Pertanian

Kota Mojokerto mempunyai kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan

Prajuritkulon, Blooto, Surodinawan, dan Pulorejo. Kawasan pertanian yang ada

tersebut diantaranya ialah kawasan pertanian tanaman pangan, holtikultura, kawasan

perkebunan, kawasan peternakan, dan kawasan perikanan. Adapun kawasan

(17)

Pemerintah Kota Mojokerto

ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kota Mojokerto.

Untuk kawasan peternakan lokasinya menyatu dengan perumahan.

Sedangkan kawasan perikanan yang terdapat di Kota Mojokerto ini terdiri dari

waduk, perairan umum, dan kolam. Keberadaan dari waduk ini berlokasikan di

Kelurahan Mentikan, Prajuritkulon, dan Pulorejo dengan luas sebesar 1,2 Ha. Pada

kawasan perikanan yang terdapat di perairan umum, tepatnya terdapat di Sungai

Brantas, Pulo/Ngotok, Brangkal, Sadar, Cemporat, Ngrayung, dan Watu Dakon. Serta

untuk kawasan perikanan yang terdapat di kolam adalah seluas 6,1 Ha.

Secara umum, rencana pengembangan kawasan pertanian diarahkan sebagai berikut :

 Penerapan pola disinsentif meliputi pengurusan perizinan, pembukaan akses

jalan, pemasangan utilitas (listrik, telepon, air bersih, drainase, dan

persampahan).

 Penerapan insentif meliputi bantuan pupuk dan obat-obatan secara berkala,

kemudahan pengajuan kredit tanam, suplai air irigasi yang kontinu, dan

stabilisasi harga jual hasil panen

 Pengembangan prasarana pengairan.

 Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang subur.

 Mempertahankan fungsi kawasan pertanian sesuai dengannya

 Membatasi kegiatan pembangunan disekitar kawasan pertanian potensial.

 Mengupayakan ekstensifikasi pertanian meliputi daya dukung tanah, daya

dukung pengairan/irigasi, dan produktivitas lahan pertanian.

 Mengembangkan sentra produksi tanaman pertanian sesuai dengan jenis

tanaman yang cocok dan produksi yang dominan.

8. RTH Publik

Seperti yang tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan Permendagri No. 1 Tahun

2007 tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, maka ruang terbuka

hijau kota yang perlu dipertahankan keberadaannya untuk mendukung penyediaan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah sebesar 30% dari luas wilayah Kota dengan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik sebesar 20% dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Privat sebesar 10%.

Kondisi eksisting ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Mojokerto pada tahun

2010 sebesar 64,058 Ha dengan jenis RTH yaitu taman RT, Taman RW, taman

kelurahan, taman kecamatan, taman kota, taman jalan, hutan kota dan kebun bibit,

(18)

Pemerintah Kota Mojokerto

sempadan SUTT/SUTET. Sedangkan untuk rencana kebutuhan ruang terbuka hijau

(RTH) publik yaitu sebesar 329,409 Ha atau 20,02%.

Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) publik dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. RTH Taman RT

Rencana pengembangan RTH taman RT untuk Kota Mojokerto sampai dengan

tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 2,14 Ha atau sekitar 0,13% dari

luas keseluruhan. Untuk RTH taman RT ini tersebar secara merata di seluruh

kelurahan yang ada di Kota Mojokerto.

b. RTH Taman RW

Rencana pengembangan RTH taman RW untuk Kota Mojokerto sampai dengan

tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 9,27 Ha atau sekitar 0,56% dari

luas wilayah. Keberadaan dari RTH taman RW ini juga tersebar merata di seluruh

wilayah kelurahan di Kota Mojokerto.

c. RTH Taman Kelurahan

Rencana pengembangan RTH taman kelurahan untuk Kota Mojokerto sampai

dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 19,32 Ha atau sekitar

1,17%. Untuk RTH taman kelurahan ini terdapat di : Kelurahan Surodinawan,

Kelurahan Kranggan, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan

Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Kedundung, dan Kelurahan Magersari.

d. RTH Taman Kecamatan

Untuk taman lingkungan tingkat kecamatan, jenis tanaman yang

direkomendasikan adalah jenis tanaman yang memiliki fungsi ekologi dan

klimatologi, fungsi peneduh, dan fungsi estetika. Rencana pengembangan RTH

taman kecamatan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan

tahun 2032 adalah seluas 14,48 Ha atau sekitar 0,88%. Adapun RTH taman

kecamatan ini terdapat di Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Gunung Gedangan,

dan Kelurahan Kedundung.

e. RTH Taman Kota

Pengembangan RTH taman kota untuk Kota Mojokerto direncanakan seluas

103,86 Ha atau sekitar 6,31 %. RTH taman kota ini memiliki fungsi sebagai

keindahan kota. Adapun konsep pengembangan ruang terbuka : hijau selain

sebagai taman kota yang juga sebagai taman wisata adalah : peningkatan potensi

(19)

Pemerintah Kota Mojokerto

Rencana pengembangan RTH taman kota di Kota Mojokerto diarahkan pada :

Kelurahan Kranggan, Kelurahan Blooto, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo,

Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan

Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.

Jenis tanaman yang digunakan adalah yang tidak merubah citra kawasan

(mempertahankan jenis tanaman yang membentuk citra kawasan yaitu antara

lain palem, beringin dll) yaitu jenis tanaman yang direkomendasikan. Selain itu

bisa juga dengan penambahan jenis tanaman penutup permukaan misalnya

adalah rumput-rumputan dan bunga-bungaan.

f. RTH Taman Jalan

RTH taman jalan ini meliputi : RTH jalur jalan, dan RTH taman persimpangan

jalan, monumen dan gerbang kota. Secara keseluruhan luas dari RTH taman jalan

ini adalah sebesar 3,67 Ha, atau kira-kira sebesar 0,22% dari luas wilayah Kota

Mojokerto. Distribusi dari RTH taman jalan ini adalah sebagai berikut : Jl.

Suromulang Timur, Jl. Suromulang Barat, Jl. Mojopahit, Jl.Mojopahit Selatan, Jl.

Pahlawan, Jl. Jawa, Jl. Irian Jaya, Perumahan Kranggan Permai, Jl. Pahlawan,Jl.

Bhayangkara, Jl. Cinde Baru 4, Perumahan DAM V Brawijaya, Jl. Komplek Balong

Cangkring, Jl. Hasyim Ashari, Jl. Veteran, Jl. Watu Dakon, Jl. Gajah Mada, Jl.

Benteng Pancasila, Jl. Empunala, Jl. Pemuda, Jl. Gunung Gedangan Timur, Jl.

Gunung Gedangan, Jl. Residen Pamuji, Jl. Ahmad Yani, Jl. Sawunggaling, Jl. Durian,

Jl. Raya Jabon, Terminal, Perumahan Permai Griya Meri, Jl. Bypass, Jl. Leci, dan

Perumahan Permai Griya Ijen.

g. RTH Pemakaman Umum

Pengembangan RTH pemakaman umum di Kota Mojokerto yang diarahkan

adalah dengan tetap mempertahankan lokasi yang ada yaitu di seluruh wilayah

Kota Mojokerto dengan luasan sebesar 20,21 Ha atau sekitar 1,23%. RTH tempat

pemakaman umum ini meliputi : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan,

Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan,

Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan

Kedundung, Kelurahan Balongsari, dan Kelurahan Wates. Adapun jenis tanaman

yang sesuai untuk ruang terbuka hijau pemakaman umum adalah jenis tanaman

yang berdaun lebat untuk tanaman tinggi dan tanaman berbunga harum untuk

jenis tanaman rendah. Sedangkan maksud dan tujuan adanya penataan serta

(20)

Pemerintah Kota Mojokerto

memiliki fungsi ekologi, klimatologi, penyangga air, namun tetap memiliki

keindahan, sehingga diharapkan TPU tidak memiliki kesan yang angker.

h. RTH Hutan Kota

RTH hutan kota yang terdapat di Kota Mojokerto diantaranya ialah RTH hutan

kota dan RTH kebun bibit. Adapun luas dari RTH hutan kota tersebut adalah

seluas 86,85 Ha atau sekitar 5,27%. Arahan rencana RTH hutan kota tersebut

adalah terdapat di : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Blooto,

Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung

Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari,

dan Kelurahan Wates.

RTH kebun bibit merupakan penghijauan yang memiliki fungsi sebagai

penyeimbang ekologi dan klimatologi kota, sehingga diharapkan lingkungan kota

masih tetap memiliki daya dukung minimal untuk kehidupan kota. RTH kebun

bibit ini mempunyai fungsi sebagai tempat melakukan pembibitan

tanaman-tanaman yang jika sudah tumbuh besar akan dipindahkan pada lokasi yang telah

ditentukan dan dikembangkan.

i. RTH Sempadan Rel KA

RTH sempadan rel kereta api merupakan ruang terbuka hijau yang

penempatannya disepanjang kanan kiri jalan kereta api yang memiliki fungsi

sebagai pelindung terhadap kecelakaan dan kebisingan. Kawasan sempadan rel

kereta api yang ditetapkan di Kota Mojokerto meliputi : Kelurahan Miji,

Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan

Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan

Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan arahan luasan

total 17,55 Ha atau sekitar 1,07%.

Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

 Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel

terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus.

 Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur

dari kaki tanggul.

 Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari

puncak galian tanah atau atas serongan.

 Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur

(21)

Pemerintah Kota Mojokerto

 Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m

diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke

jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara

berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m.

Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk

selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m.

 Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api

terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m.

 Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan

jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as

jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur–angsur

menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada titik 600

m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya.

Upaya pengendalian kawasan sempadan rel kereta api meliputi :

 Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan pada

jarak 20 m dari tengah rel lebih dari 11 m kiri kanan rel dapat

dikembangkan sebagai RTH.

 Membatasi perkembangan bangunan.

 Untuk kawasan yang yang belum terdapat aktifitas sempadannya dapat

digunakan sebagai RTH.

j. RTH SUTT

RTH sempadan SUTT merupakan jalur hijau yang penempatannya pada daerah

di sekitar jalur yang dilewati SUTT, dengan fungsi sebagai sarana keamanan

terhadap bahaya tegangan tinggi. Jalur hijau untuk daerah sekitar SUTT yang

berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008

bahwa jarak bebas (minimum) antara penghantar SUTT 500 KV dengan

bangunan tidak tahan api adalah minimal 14-15 meter. Untuk pengaman jalur

tegangan tinggi dibuat buffer zone yang difungsikan sebagai RTH yang dibuat di

sepanjang jalur tegangan tinggi tersebut dengan lebar minimal 14-15 meter dari

kiri dan kanan jalur.

Kawasan sempadan SUTT pada Kota Mojokerto terdapat di Kelurahan Meri,

Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung dengan arahan luasan

total sebesar 19,94 Ha atau sekitar 1,21%.

(22)

Pemerintah Kota Mojokerto

 Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan di

bawah jaringan pada jarak minimal 20m dari garis tengah tiang SUTT.

 Untuk kawasan yang belum terdapat aktifitas digunakan sebagai RTH

dengan vegetasi yang tidak tinggi tajuknya.

9. Lahan

Dapat diamati dari tabel luas wilayah menurut penggunaan lahan/tutupan lahan Kota

Mojokerto tahun 2012 dapat dianalisa bahwa luas lahan di Kota Mojokerto adalah

seluas 1.646 Ha. Untuk penggunaan lahan tidak terbangun cukup mendominasi

dengan memiliki prosentase sebesar 60,29%. Penggunaan lahan tidak terbangun

didominasi oleh lahan sawah seluas 440,70 Ha atau 26,79 %, kebun sebesar 192,71

Ha atau sebesar 11,70%, semak belukar seluas 101,87 Ha atau 6,19%, tanah kosong

seluas 61,6 Ha atau 3,74%, hutan kota seluas 0,33 Ha atau sebesar 0,02%, taman

seluas 19,49 Ha atau 1,18%, Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas 20,38 Ha atau

1,24%, lapangan seluas 5,37 Ha atau 0,33%, kolam seluas 1,21 Ha atau 0,07%,

Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) seluas 2,65 Ha atau 0,16%, rawa seluas

1,87 Ha atau 0,11%, perikanan seluas 1,22 Ha atau 0,07%, jalan seluas 105,36 Ha atau

6,4% dan sungai seluas 44 Ha atau sebesar 2,67%.

Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa lahan di Kota Mojokerto termasuk

lahan yang subur karena sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan pertanian.

Namun tetap harus dilakukan kontrol ketat, karena tetap tidak menutup

kemungkinan bahwa ke depannya akan ada kawasan lindung yang akan

dialihfungsikan untuk kegiatan-kegiatan lain demi mendukung kelancaran Daerah daratan yang harus

bebas dari kegiatan budi daya Daerah daratan yang harus

bebas dari kegiatan budi daya Ruang udara yang harus bebas dari

kegiatan budi daya/transportasi

Ruang udara yang harus bebas dari kegiatan budi daya/transportasi

(23)

Pemerintah Kota Mojokerto

pembangunan di Kota Mojokerto. Salah satu upaya mengantisipasi kemungkinan

dampak negatif tersebut, maka diperlukan kegiatan penghijauan di Kota Mojokerto.

10. Sanitasi dan Permukiman Kumuh

Ada 3 (tiga) pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan

perumahan dan permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat yaitu:

 Pendekatan Kesejahteraan (welfare strategy). Dalam pendekatan kesejahteraan

ini pemerintah memberi bantuan penuh kepada masyarakat yang membutuhkan

rumah. Masyarakat yang dibantu tergolong dalam kelompok yang rentan atau

sangat miskin, seperti kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis

kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial dan etnis, yang memerlukan uluran

tangan dari pemerintah atau pihak luar agar dapat hidup layak.

 Strategi Responsif (responsive strategy). Dalam strategi ini masyarakat yang

dibantu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan secara ekonomi kurang

aktif atau mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti

penggusuran, krisis ekonomi, dengan tujuan memulihkan kembali kepada

kehidupan normal atau kondisi yang lebih baik.

 Pendekatan Pemberdayaan (empowerment strategy). Peran masyarakat dominan.

Fokus dari strategi ini adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan

aktif secara ekonomi serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan.

Pendekatan yang dipilih dalam pelaksanaan kegiatan penataan permukiman kumuh

di Kota Mojokerto adalah pendekatan atau strategi pembangunan perumahan dan

permukiman yang ketiga, yaitu pendekatan pemberdayaan (empowerment strategy).

Tujuan dari pendekatan pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat

memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dengan potensi dan kemampuan yang

dimilikinya. Di bidang perumahan dan permukiman, sejak tahun 1980-an konsep

pemberdayaan ini berkembang menjadi enabling strategy, sehingga peran pemerintah

bergeser dari penyedia menjadi pendorong atau fasilitator. Melalui enabling strategy

sumber daya yang dimiliki negara akan menjadi lebih berdayaguna karena adanya

berbagi peran dan kemitraan (role sharing and resources sharing) antara pemerintah,

masyarakat, dan swasta.

Masyarakat atau komunitas dapat ikut ambil bagian untuk mengisi kegiatan yang

diprogramkan oleh pemerintah maupun bertindak sebagai pemeran utama bagi

kegiatan yang diprakarsainya sendiri. Agar keterlibatan masyarakat di bidang

penyelenggaraan perumahan dan permukiman menjadi dinamis dan berkelanjutan,

(24)

Pemerintah Kota Mojokerto

timbul pola pikir untuk memberdayakan atau memampukan masyarakat dalam

mengatasi permasalahan yang dihadapinya sendiri secara mandiri.

Untuk semakin dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan akan

perumahan dan permukiman terutama dikawasan yang padat penduduknya, perlu

dirintis Konsep pembangunan rumah susun dengan pendekatan peremajaan kota.

Program penyediaan rumah susun tersebut dapat diintegralkan dengan Program

Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program), sehingga tidak hanya diperoleh permukiman yang layak huni tapi juga lingkungan pendukung yang baik.

Adapun elemen yang ditata dari Konsep penyediaan perumahan dan permukiman

dengan pola ini adalah perbaikan saluran air hujan, saluran air limbah, sarana mandi

cuci kakus (MCK), pengadaan air bersih, serta penanganan persampahan.

Bagi kawasan yang masih memiliki lahan relatif luas maka dapat dikembangkan

konsep kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian

konsep rumah sangat sederhana (RSS) yang dilaksanakan dengan subsidi pemerintah,

usaha koperasi dalam pengadaan rumah, dan kemitraan antara pemerintah, dunia

usaha, serta masyarakat.

Pada kawasan yang dinilai merupakan kawasan cepat tumbuh maka diperlukan

konsep penataan kawasan terintegrasi dalam bentuk RTBL (Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan). Dalam RTBL ini maka pengembangan kawasan perumahan dan

permukiman yang menjadi salah satu elemen penataan dapat diperdetail sehingga

dihasilkan desain tapak sebagai panduan perwujudan fisik bangunan dan lingkungan

serta panduan bagi pengendalian pelaksanaan. RTBL juga berisi rencana keserasian

antarbangunan dan estetika lingkungan, di samping rencana fisik bangunan.

Konsep penataan sarana prasarana sanitasi di kawasan permukiman kumuh adalah

sebagai berikut :

a. Peningkatan pelayanan air bersih, baik kualitasnya maupun kapasitas

pelayanannya, mengingat bahwa air bersih ini merupakan kebutuhan dasar

penduduk yang sangat penting.

b. Mengingat bahwa air limbah merupakan buangan yang tidak dapat dipergunakan

lagi tanpa mengalami proses pengelolaan terlebih dahulu dan penambahan

kapasitas air limbah sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, maka

perlu dibuat suatu sistem jaringan riolering yang lebih baik, yang dapat menampung seluruh air buangan dan jika diperlukan sekali dapat dikembangkan

(25)

Pemerintah Kota Mojokerto

c. Peningkatan sarana-prasarana sanitasi dengan membuat MCK umum bagi

masyarakat yang belum memiliki MCk serta mensosialisasikan MCK tersebut

pada masyarakat yang belum mengerti manfaatnya MCK bagi kehidupannya dan

kebersihan lingkungan sekitarnya.

d. Mengembangkan sistem jaringan drainase yang lebih baik dengan meningkatkan

kualitas dan kuantitas dimensi saluran sehingga dapat menampung seluruh debit

air hujan, serta kalau perlu memisahkannya dengan saluran pembuangan air

limbah, maupun jaringan irigasi. Tetapi dalam beberapa kasus atau keadaan,

saluran limbah dan saluran drainase dapat disatukan.

e. Mengembangkan serta meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang

menyangkut :

 Penentuan lokasi pengumpulan awal

 Meningkatkan cara pengangkutan

 Menentukan lokasi pengumpulan akhir

 Pemilihan cara atau sistem pemrosesan akhir

f. Memperkuat kerjasama antar instansi pemerintah yang berkaitan dengan

permasalahan permukiman kumuh, serta mengembangkan kerjasama/kemitraan

dengan pihak masyarakat (pokmas, LSM) dan pihak swasta/dunia usaha.

Gambar 4.2. Peranan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Dalam Penyelesaian Permasalahan Permukiman Kumuh

(26)

Pemerintah Kota Mojokerto

11. Persampahan

Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) merupakan faktor penting untuk menuju Zero Waste (Tidak Menghasilkan Sampah). Sejumlah negara maju telah menerapkan Zero Waste ini dalam Visi Pembangunan suatu kota.

Pada prinsipnya Zero Waste dapat dipahami sebagai upaya memaksimalkan sistem daur-ulang dan meminimalisasi sampah (waste). Dalam prakteknya adalah upaya

untuk mengoptimalkan produk-produk yang telah dihasilkan agar dapat

didaur-ulang, diperbaiki, digunakan kembali oleh alam atau dalam pasar. Melalui Zero Waste ini paling tidak bisa diterapkan dalam suatu sistem proses manufaktur agar

sumberdaya yang digunakan tidak hilang dan menjadi langka atau dengan kata lain

lebih memberikan jaminan keberlangsungan manfaat sumberdaya tadi. Dengan

demikian sumberdaya atau bahan-bahan yag digunakan untuk membuat suatu

produk tidak hanya menjadi sampah atau sampah yang dibuang ke tempat

penampungan sampah ataupun dibakar dan dimusnahkan dalam suatu alat

insinerator.

Kebijakan gerakan Zero Waste ini ditujukan kepada seluruh stakeholder, mulai dari seluruh lapisan masyarakat, industri dan juga pemerintah daerah yang bersangkutan.

Sebagai syarat bagi keberhasilan program ini adalah partisipasi aktif seluruh

stakeholder pembangunan daerah. Adapun peran dan fungsi yang dijalankan oleh

masing-masing stakeholder atau lapisan masyarakat di daerah adalah sebagai

berikut:

 Perancang industri

Harus dapat memastikan bahwa seluruh produknya dirancang untuk jangka

panjang (atau tahan lama), dapat diperbaiki dan mudah didaur-ulang.

 Manufaktur

Menggunakan bahan-bahan atau sumberdaya alam atau artifisial dalam proses

produksi yang tidak menimbulkan polusi melalui teknik proses yang telah teruji.

 Pedagang ritel

Harus ikut berpartisipasi mendidik publik tentang produk dan jasa yang bisa

tahan lama, dapat diperbaiki, dan pada akhirnya masa pakai barang-barang

tersebut didaur ulang.

 Pemerintah Daerah

Berperan menyusun standar yang dapat mendorong dihasilkannya

produk-produk yang bisa tahan lama, dapat diperbaiki, dan dapat didaur ulang. Selain itu

(27)

Pemerintah Kota Mojokerto

yang menjadi sampah dan program daur ulang sesuai dengan karakter

daerahnya. Pemerintah daerah juga harus dapat memastikan partisipasi aktif

warganya secara luas dalam membentuk komunitas Zero Waste.

 Pemerintah Pusat

Berperan menetapkan target nasional dari program Zero Waste berikut

aturan-aturan operasional yang mendukung.

 Individu/ warga

Berpartisipasi secara aktif dan mendukung program Zero Waste dengan kesadaran penuh akan manfaat program ini. Partisipasi ini dapat berupa,

misalnya, hanya membeli barang-barang yang dapat dimanfaat kembali, didaur

ulang, dan dapat diasimilasi.

12. Air Limbah

Permasalahan pengelolaan limbah rumah tangga di Kota sebenarnya harus

dikembalikan lagi kepada masyarakat perkotaan. Penyelesaian permasalahan hanya

dapat diatasi dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pembuangan air

limbah rumah tangga yang benar. Di sinilah letak peran Pemerintah Kota, dimana

pemerintah berkewajiban untuk menjadi fasilitator baik dalam proses sosialisasi

demi meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya dalam program Sanitasi

berbasis Masyarakat. Proses sosialisasi tersebut dapat selalu dan senantiasa

dilakukan kapan saja dan dimana saja, misalnya pada saat terdapat even-even

pemerintahan, atau acara yang melibatkan masyarakat umum lainnya. Dapat juga

dilakukan sosialisasi melalui baliho, spanduk, iklan dan lain sebagainya. Kemudian

yang paling efektif adalah dilakukan sosialisasi langsung turun kepada masyarakat

dalam hal ini dapat dilakukan hingga sampai lapisan paling bawah, misalnya pada

saat acara pertemuan RT, RW, acara pengajian dan lain-lain. Sosialisasi yang

dilakukan juga dimulai dari hal yang sederhana terlebih dahulu agar dapat mengena

kepada masyarakat. Contoh konkret adalah sosialisasi mengenai prinsip mencuci

tangan dengan sabun dan membuang sampah/air limbah rumah tangga pada

tempatnya, dengan dideskriptifkan gambar-gambar atau foto-foto mengenai dampak

negative yang dapat ditimbulkan apabila prinsip tersebut tidak diterapkan oleh

masyarakat sejak ini.

Selain sosialisasi, Pemerintah juga berkewajiban untuk bertindak aktif dalam

pembangunan MCK umum untuk wilayah yang sangat memerlukan. Secara umum,

setiap MCK Umum dapat melayani melayani tidak lebih dari 6 keluarga atau 25 orang.

(28)

Pemerintah Kota Mojokerto

atau sistem baffle reaktor. MCK umum ini merupakan pilihan Sanitasi Berbasis Masyarakat yang sesuai untuk pemukiman yang kebanyakan rumah tangganya tidak

memiliki WC. Untuk kenyamanan, MCK sebaiknya berlokasi dekat dengan tempat di

mana masyarakat tinggal. Pengoperasian dan perawatan yang tepat merupakan

penghambat utama dalam mempertahankan kelanjutan dari MCK. Ongkos pemakaian

MCK harus dipungut untuk membiayai pengoperasian dan perawatan rutin MCK, yang

pelaksanaannya dapat diserahkan kepada petugas tetap atau paruh-waktu yang

dipekerjakan oleh kelompok-kelompok masyarakat atau penyedia jasa. Oleh karena

itu selain pembangunan secara fisik perlu juga dikoordinasikan untuk permasalahan

operation dan maintenance dari MCK Umum yang telah terbangun. Koordinasi

tersebut dapat dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya,

Dinas Kesehatan, pihak Kelurahan dan Kelompok Kerja Masyarakat yang ada di

sekitar lokasi dibangunnya MCK Umum.

Selain pembangunan MCK Umum salah satu alternative solusi untuk mengatasi

pencemaran yang diakibatkan oleh limbah rumah tangga adalah dengan

pembangunan IPAL berupa Septictank Komunal. Pembangunan tersebut dapat

dilakukan pada kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi serta ketersediaan lahan

yang kurang. Perencanaan pembangunan septictank ini karena letaknya di bawah

tanah, maka dapat direncanakan perletakannya di bawah jalan lingkungan (apabila

sudah tidak ada lahan lagi yang memungkinkan untuk digunakan). Secara teknis, pada

prinsipnya IPAL atau septictank komunal ini menampung air limbah dari beberapa

rumah dalam satu kawasan dengan radius tertentu sesuai dengan kapasitas tanki

yang kemudian disalurkan melalui sistem perpipaan.

Pengelolaan limbah (khususnya limbah B3) di Kota Mojokerto juga perlu perhatian

dan penanganan khusus, misalnya untuk limbah industri dan sampah medis dari

fasilitas kesehatan. Sesuai dengan yang diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 18

tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa untuk setiap kegiatan/usaha yang

memiliki limbah dari hasil kegiatan tersebut, diwajibkan memiliki Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk mengelola limbahnya sendiri.

Untuk mencegah terjadinya permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya

pemantauan yang intensif terhadap sungai-sungai yang ada untuk memastikan

statusnya, khususnya dari parameter fisik, kimia dan biologi yang dilakukan secara

berkala. Sejalan dengan pelimpahan kewenangan dalam bidang pengelolaan

lingkungan, perlu dikembangkan upaya pemantauan yang melibatkan pemerintah

(29)

Pemerintah Kota Mojokerto

Salah satu Konsep yang dapat dikembangkan di Kota Mojokerto adalah Fitoremediasi

atau Waste Water Garden (WWG). Konsep mengolah air limbah dengan menggunakan

media tanaman atau lebih popular disebut fitoremediasi telah lama dikenal, bahkan

dapat digunakan juga untuk mengolah limbah bahan beracun berbahaya (B3) atau

untuk limbah radioaktif. Beberapa majalah dan jurnal ilmiah di beberapa negara telah

pula membahas dengan detail bagaimana proses remediasi ini dapat menolong

manusia untuk memecahkan problem lingkungan.

Phyto berasal dari kata Yunani phyton yang berarti tumbuhan/tanaman (plant). Remediaton berasal dari kata Latin remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/ menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi (phytoremediation)

merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan

mikro-organisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat mengubah zat kontaminan

(pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan

yang berguna secara ekonomi.

Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara

berseri yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/pencemar yang berada di

sekitarnya. Tahapan itu adalah :

a) Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat

kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan. Proses

ini disebut juga hyperacumulation

b) Rhizofiltration (rhizo = akar) adalah proses adopsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Proses ini telah dibuktikan

dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam yang mengandung zat

radioaktif di Chernobyl, Ukraina

c) Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel

erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

d) Rhizodegradation di sebut juga enhanced rhezosphere biodegradation, atau planted-assisted bioremediation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada disekitar akar tumbuhan.

Misalnya ragi, fungi, dan bakteri.

e) Phytodegradation (phitotransformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang

komplek menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang

(30)

Pemerintah Kota Mojokerto

Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar, atau di luar sekitar akar

dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa

tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang mempercepat proses

degradasi

f) Phytotovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang

tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfir. Beberapa

tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1.000 liter perhari untuk

setiap batang.

Jenis-jenis tanaman yang sering digunakan pada proses fitoremediasi antara lain

anturium merah/ kuning, alamanda kuning/ ungu, akar wangi, bamboo air, cana

presiden merah/ kuning/ putih, dahlia, dracenia merah/ hijau, heleconia kuning/

merah, jaka, keladi loreng/ sente/ hitam, kenyeri merah/ putih, lotus kuning/ merah,

onje merah, pacing merah/ putih, padi-padian, papyrus, pisang mas, ponaderia,

sempol merah/ putih, spider lili.

Beberapa manfaat dari penerapan fitoremediasi di lapangan yang cukup berhasil di

antaranya :

 Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang

dilakukan di Selandia Baru, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium (Cd) oleh penggunaan pestisida dengan menanam

pohon poplar.

 Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX,

dan amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland

yaitu kolam yang diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian

dialirkan air yang tercemar bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang digunakan

seperti sagopond (potomegeton pectinatus), water stargas (hetrathera), elodea (elodea Canadensis).

Pemeliharaan sistem ini sangat ringan. Umumnya hanya menyiangi daun-daun

tumbuhan yang layu/ kering dengan ongkos pemeliharaan yang rendah. Pada

dasarnya proses yang terjadi sangat alami artinya mikroorganisme dan tanaman

membentuk ekosistem sendiri untuk berhadapan dengan jenis polutan yang masuk.

Jadi tingkat adaptasi/ akomodasi terhadap zat dan kadar pencemaran sangat baik.

Berbeda misalnya dengan fakultatif pond proses akan rusak (invalid) jika ada B3 yang

masuk atau jika beban pencemaran meningkat lebih dari 20% akan membentuk algae

Gambar

Gambar 4.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Tabel 4.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto
Tabel 4.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai - Sungai di Kota Mojokerto
Gambar 4.2. Peranan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Dalam Penyelesaian Permasalahan Permukiman Kumuh
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa Pendidikan Dinas Kabupaten Garut telah melaksanakan penyusunan anggaran program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

DBL Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang olahraga dengan segementasi anak remaja SMP hingga SMA. DBL Indonesia memiliki kegiatan tahunan yang rutin

Kedisiplinan Siswa ditinjau Dari Dukungan Sosial dan Pola Asuh Otoriter Orangtua Pada siswa yang berlatar belakang berbeda (TNI dan Non TNI).. Kedisiplinan di sekolah

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Akhir yang telah saya buat ini dengan judul “ Rancang Bangun Dua Lengan Robot Berjari Menggunakan Sensor Flex Sebagai Sensor

Menurut Sugiyono bahwa penelitian kualitatif mempunyai beberapa karakteristik diantaranya yaitu dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pemasaran dalam meningkatkan jumlah nasabah dan mengetahui perspektif ekonomi Islam tentang pemasaran

Pembuatan plastik biodegradable dilakukan dengan tiga tahap diantaranya, pembuatan pati singkong karet, pembuatan plastik biodegradable dengan penambahan kitosan, dan uji

Sedangkan menurut Riva’i (2008:4 77), kredit macet merupakan kesulitan nasabah di dalam penyelesaian kewajiban-kewajibannya terhadap bank/lembaga keuangan non bank,