• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPJMD PAPUA BARAT 2012 2016 NO. 17 TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RPJMD PAPUA BARAT 2012 2016 NO. 17 TAHUN 2012"

Copied!
263
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

DAFTAR GAMBAR 3

DAFTAR TABEL 5

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 6

1.2 Dasar Hukum Penyusunan 7

1.3 Hubungan Antar Dokumen 9

1.4 Sistematika Penulisan 13

1.5 Maksud dan Tujuan 14

1.5.1 Maksud 14

1.5.2 Tujuan 14

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 Aspek Geografi dan Demografi 15

2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah 15

2.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah 21

2.1.3 Wilayah Rawan Bencana 26

2.1.4 Aspek Demografi 27

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 30

2.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 30

2.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial 35

2.3 Aspek Pelayanan Umum 40

2.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib 40

2.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan 46

2.4 Aspek Daya Saing Daerah 47

2.5 Sebagian Capaian Bidang/Sektor di Provinsi Papua Barat Tahun 2011 52

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 57

3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 57

3.2 Kebijakan Pengelolaan Keuangan MasaLalu 73

3.3 Kerangka Pendanaan Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 79 3.4 Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Keuangan Daerah 86

(2)

3.4.2 Strategi Pengelolaan Keuangan Daerah 87

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS 89

4.1 Permasalahan Pembangunan 89

4.1.1 Permasalahan Internal 89

4.1.2 Pengaruh Eksternal 91

4.1.3 Analisis Lingkungan Internal 94

4.1.4 Analisis Lingkungan Eksternal 97

4.2 Isu Strategis 99

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 103

5.1 Visi Pembangunan 103

5.2 Misi Pembangunan 104

5.3 Tujuan dan Sasaran Pembangunan 108

5.3.1 Tujuan Pembangunan 108

5.3.2 Sasaran Pembangunan 110

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 115

6.1 Strategi Pembangunan 115

6.2 Arah Kebijakan Pembangunan 116

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN 133

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 180

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA PEMBANGUNAN 241

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 261

10.1 Pedoman Transisi 261

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 Skema Hubungan RPJPD Provinsi Papua Barat 2012-2031 dengan RPJMD

Provinsi Papua Barat 2012-2016 10

Gambar 1-2 Hubungan RPJMD dengan Rencana Strategis SKPD 11

Gambar 1-3 Skema Hubungan RPJMD dengan Dokumen Rencana Lainnya 13 Gambar 2-1 Persentase Kampung/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah 16 Gambar 2-2 Zona Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tingkat Kerawanan 26 Gambar 2-3 Zona Rawan Longsor Papua Barat Berdasarkan Tingkat Kerawanan 27

Gambar 2-4 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat 28

Gambar 2-5 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRH ADHK 2000 Dengan Migas dan Tanpa

Migas Tahun 2006-2010 31

Gambar 2-6 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010

(dalam %) 32

Gambar 2-7 Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2007-2010 (dalam %) 33

Gambar 2-8 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha Tahun

2007-2010 (dalam %) 33

Gambar 2-9 Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar

Harga Berlaku Tahun 2007-2010 (dalam %) 34

Gambar 2-10 Perkembangan Angka Melek Huruf dan Angka Buta Huruf di Provinsi Papua

Barat Tahun 2007-2010 36

Gambar 2-11 Perkembangan Angka Melek Huruf Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi Papua

Barat Tahun 2007-2010 36

Gambar 2-12 Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Antar

Jenjang Pendidikan Tahun 2010 37

Gambar 2-13 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Provinsi Papua Barat 38 Gambar 2-14 Perbandingan Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat Berdasarkan Status

Kemiskinan Tahun 2010 39

Gambar 2-15 Cakupan Layanan Kesehatan di Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2009 42 Gambar 2-16 Rencana Jaringan Transportasi Provinsi Papua Barat 43

Gambar 2-17 Kondisi Jalan Strategis di Provinsi Papua Barat 43

Gambar 2-18 Kelayakan Rumah di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Rumah Tangga Tahun

2007-2010 46

Gambar 2-19 Cakupan Pelayanan Listrik dan Air Bersih Pada Perkampungan 50 Gambar 2-20 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat dan

Perkembangannya 52

Gambar 3-1 Struktur Penerimaan Daerah Provinsi Papua Barat 58

(4)

Gambar 3-3 Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua Barat (dalam Milyar Rupiah) 64

Gambar 3-4 Integrasi Perencanaan dan Penganggaran Keuangan 74

Gambar 3-5 Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah 74

Gambar 3-6 Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) 76

Gambar 3-7 Proses Penetapan Plafond Sementara atau PPAS 76

Gambar 3-8 Proses dan Mekanisme Penyusunan RKA-SKPD 77

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1 Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun

2010 15

Tabel 2-2 Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat 17 Tabel 2-3 Debit Sungai Dirinci Menurut DPS di Provinsi Papua Barat 19 Tabel 2-4 Luas dan Penyebaran Danau di Provinsi Papua Barat 20 Tabel 2-5 Keadaan Iklim menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 20 Tabel 2-6 Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan

Jenis Penggunaan Tahun 2010 (Ha) 21

Tabel 2-7 Indikator Kependudukan Provinsi Papua Barat Tahun 2008-2010 29 Tabel 2-8 Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat 30 Tabel 2-9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan Tahun

2006–2009 32

Tabel 2-10 Rencana dan Realisasi Saluran Irigasi Provinsi Papua Barat Tahun 2009 44

Tabel 2-11 Kondisi Investasi Provinsi Papua Barat 51

Tabel 3-1 Distribusi Persentase Realisasi Penerimaan Daerah Provinsi Papua Barat 59 Tabel 3-2 Alokasi Dana Bagi Hasil Provinsi Papua Barat (Milyar Rupiah) 60 Tabel 3-3 Penerimaan Transfer Provinsi Papua Barat Tahun 2008-2010 (Milyar Rupiah) 61 Tabel 3-4 Dana Alokasi Khusus Provinsi Papua Barat (dalam Milyar Rupiah) 61 Tabel 3-5 Pendapatan Asli Daerah Provinsi Papua Barat(Jutaan Rupiah) 62 Tabel 3-6 Posisi Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat(dalam Trilyun Rupiah) 63 Tabel 3-7 Rata-Rata Pertumbuhan Neraca Daerah Provinsi Papua Barat 67 Tabel 3-8 Estimasi APBD Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2012 80 Tabel 3-9 Estimasi Pendapatan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2012 80 Tabel 3-10 Estimasi Belanja Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2012 81 Tabel 3-11 Estimasi Pembiayaan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2012 81 Tabel 3-12 Ringkasan Pembagian ke Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012 81 Tabel 5-1 Matriks Keterkaitan Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan 112 Tabel 6-1 Matriks Keterkaitan Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan

Pembangunan 123

Tabel 7-1 Program Pembangunan Berdasarkan Misi Pembangunan 137

Tabel 7-2 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan 146

Tabel 8-1 Indikasi Rencana Program Pembangunan yang Disertai Kebutuhan Pendanaan 197 Tabel 8-2 Indikasi Rencana Program Prioritas Otsus yang Disertai Kebutuhan Pendanaan 232 Tabel 9-1 Penetapan Indikator Kinerja Daerah Terhadap Capaian Kinerja Penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan Provinsi Papua Barat 242

Tabel 9-2 Indikator dan Target Capaian Program Pembangunan Implementasi Otonomi

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LatarBelakang

Provinsi Papua Barat secara efektif menjadi wilayah administratif Provinsi sejak pelantikan Kepala Daerah hasil Pilkada tahun 2006 dalam perkembangannya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, wilayah ini mendapatkan status sebagai Provinsi dengan Otonomi Khusus.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) serta Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan di Daerah, maka Kepala Daerah yang terpilih wajib menyusun dokumen rencana berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)sebagai acuan dalam pembangunan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sesuai dengan masa baktiGubernurdan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat yang terpilih secara demokratis.

Dengan berakhirnya masa bakti Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2006-2011, dan sesuai dengan Undang-Undang tersebut diatas, maka dokumen RPJMD untuk periode 5 (lima) tahun berikutnya yaitu tahun 2012-2016 perlu disiapkan.

RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 merupakan tahapan lima tahun pertama dalam rangka mewujudkan visi dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat 2012-2031, yaitu Mewujudkan Provinsi Papua Barat yang Mandiri, Berdaya Saing, Sejahtera, Adil dan Lestari. Selain itu RPJMD memuat visi, misi, program kepala daerah, arah kebijakan, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), program lintas SKPD, proram kewilayahan, rencana kerja dalam kerangka regulasi dan rencana kerja dalam rangka pendanaan yang bersifat indikatif. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 8 huruf b Undang-undang nomoer 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan pasal 50 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010.

Pada hakikatnya RPJMD ini mengandung berbagai substansi yang berasal dari materi yang dirumuskan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat berupa visi pembangunanyang kemudian dikemas menjadi dokumen resmi yang berfungsi sebagai acuan atau arah pembangunan yang akan dilaksanakan selama jangka waktu 5 (lima) tahun kedepan dan berpedoman pada RTRW Provinsi Papua Barat.

(7)

1.2

Dasar Hukum Penyusunan

RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 disusun dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang PenyelenggaraanNegara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234)

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4410);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

7. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 1137), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

(8)

10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

11. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua menjadi Undang-Undang

12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4594);

14. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan(LN dan TLN);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

(9)

Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (LN dan TLN);

21. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi;

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

1.3

Hubungan Antar Dokumen

Dalam sistem perencanaan pembangunan sebagaimanadiatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, RPJMD merupakan satukesatuan yang utuh dari manajemen pembangunan di lingkunganPemerintah Provinsi Papua Barat, khususnya dalam menjalankan agendapembangunan yang telah tertuang dalam berbagai dokumen perencanaan. Hubungan antara RPJMD dengan dokumen perencanaanlainnya adalah sebagai berikut:

1. Hubungan RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 dengan RPJPD Provinsi Papua Barat

Tahun 2012-2031

RPJMD merupakan dokumen perencanaan yang bersifat jangka menengah (lima tahunan) sebagai jabaran dari visi, misi Kepala Daerah Provinsi Papua Barat dan dalam penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat.

RPJMD Provinsi Papua Barat 2012–2016 merupakan rencanapembangunan tahap pertama dari pelaksanaan Rencana PembangunanJangka Panjang Daerah 2012-2031. Oleh sebab itu, penyusunanRPJMD selain memuat visi, misi, dan program prioritas Gubernur danWakil Gubernur Papua Barat periode 2012-2016, harus berpedoman pada RPJPD Provinsi Papua Barat2012 – 2031, dengan visi Mewujudkan Provinsi Papua Barat yang Mandiri, Berdaya Saing, Sejahtera, Adil dan Lestari.

RPJPD Provinsi Papua Barat memberikan arahan untuk periode lima tahun yang pertama ini pembangunan di Provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk mewujudkan komponen visi

(10)

Provinsi Papua Barat telah menjadi wilayah dengan stabilitas politik, pertahanan, dan keamanan. Selain itu Papua Barat juga memiliki ketahanan pangan, prasarana dan sarana wilayah yang memadai, keuangan daerah dengan PAD sebagai komponen utama yang membiayai pembangunan, yang kesemuanya merupakan hasil dari tata kelola pemerintahan yang baik.

Untuk lima tahun pertama dalam periode pembangunan jangka panjang ini, upaya mencapai Provinsi Papua Barat yang Mandiri terutama ditekankan pada upaya mewujudkan ketahanan pangan, pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana wilayah, serta pembenahan tata kelola

pemerintahan. Namun penekanan upaya-upaya tersebut bukan berarti mengabaikan arahan-arahan kebijakan lainnya. Berikut ini adalah paparan sasaran pokok dan arahan kebijakan untuk pembangunan jangka menengah pertama.

Gambar 0-1Skema Hubungan RPJPD Provinsi Papua Barat 2012-2025 dengan RPJMD

Provinsi Papua Barat 2012-2016

2. Hubungan RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Serta Dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten/Kota Yang Berdekatan.

RPJMD memiliki keterkaitan yang erat dengan RTRW baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, bahkan sampai rencana rinci tata ruang. Program serta kegiatan pembangunan yang muncul dalam RPJMD membutuhkan ruang untuk implementasinya. Disitulah peran dokumen tata ruang diperlukan untuk dapat menerjemahkan program dalam RPJMD dan menempatkan serta memberikan alokasi ruang yang tepat agar dapat sejalan dengan pencapaian visi pembangunan jangka menengah.

(11)

menengah maupun jangka panjang juga harus serasi dengan visi penataan ruang wilayah. Provinsi Papua Barat sebagai provinsi yang mengedepankan fungsi konservasi sebagai misi yang perlu dijalankan untuk mencapai visi pembangunan jangka panjang dan menengah, tentunya sangat bergantung kepada rencana tata ruang untuk menentukan, mengalokasikan, serta mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan wilayah dan aktivitas didalamnya agar selalu berjalan di dalam koridor fungsi konservasi.

3. Hubungan RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 dengan Rencana Strategis (Renstra)

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

RPJMD secara langsung menjadi pedoman untuk dijadikan acuandalam penyusunan Renstra SKPD dalam periode yang sama, yaitu kurun waktu 5(lima) tahunan. Renstra SKPD merupakan penjabaran teknis RPJMDyang berfungsi sebagai dokumen perencanaan teknis operasionaldalam menentukan arah kebijakan serta indikasi program dankegiatan setiap urusan bidang dan/atau fungsi pemerintahan untukjangka waktu 5 (lima) tahun, yang disusun oleh setiap Satuan KerjaPerangkat Daerah (SKPD) dan ditetapkan oleh Kepala Daerah setelahdiverifikasi terlebih dahulu oleh Bappeda Provinsi Papua Barat. Dengandemikian kesinambungan dan konsistensi program-program perencanaan pembangunan dengan rencana strategis SKPD sebagai eksekutornya diharapkam dapat berjalan dengan baik.

Gambar 1-2 Hubungan RPJMD dengan Rencana Strategis SKPD

(12)

Daerah (RKPD)

Selama 5 tahun periode pembangunan jangka menengah, pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 setiap tahunnya dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai suatu dokumen rencana kerja tahunan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang berisi sekumpulan bidang, sasaran, program prioritas sampai kepada pendanaan dan SKPD penanggung jawab program dan kegiatannya. Rencana Kerja Pemerintah Daerah merupakan bahan utama pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah Provinsi Papua Barat yang dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat Kampung/Kelurahan, Distrik, Kabupaten/Kota, hingga Provinsi.

Operasionalisasi segenap target yang tercantum dalam RPJMD lalu dituangkan ke dalam Rencana Strategis SKPD untuk kurun waktu 5 (lima) tahunan yang sekaligus berisi indikasi pembiayaan baik jumlah maupun sumber-sumbernya. Dari dokumen jangka menengah ini, kemudian dijabarkan menjadi rencana tahunan atau RKPD.

Dokumen rencana tahunan ini menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD dalam penyusunan Renja SKPD. Selanjutnya, berdasarkan dokumen tahunan ini, indikasi anggaran tahunan dialokasikan untuk membiayai segenap program dan kegiatan yang telah diprioritaskan.

5. Hubungan RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 dengan RPJM Nasional (RPJMN)

(13)

Gambar 1-3Skema Hubungan RPJMD dengan Dokumen Rencana Lainnya

1.4

Sistematika Penulisan

Sistematika substansi RPJMD Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016 adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, dasar hukum penyusunan, hubungan antar dokumen, sistematika penulisan, dan maksud & tujuan penyusunan RPJMD.

BAB II GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA BARAT

Berisi gambaran umum kondisi aspek geografi & demografi, kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan daya saing daerah.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Berisi kinerja keuangan masa lalu, kebijakan pengelolaan keuangan masa lalu, dan kerangka pendanaan.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Berisi permasalahan pembangunan dan isu strategis. BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Berisi visi, misi, tujuan, dan sasaran pembangunan jangka menengah. BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

(14)

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Berisi kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah sektoral dan berdasarkan wilayah-kawasan.

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN

PENDANAAN

Berisi rencana program prioritas yang dijabarkan sampai kepada target setiap tahun dan kebutuhan pendanaannya.

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

Berisi indikator yang merupakan ukuran keberhasilan pembangunan jangka menengah daerah dari setiap program.

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN

Berisi pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan program-program yang ada dalam RPJMD.

1.5

Maksud dan Tujuan

1.5.1

Maksud

Penyusunan dokumen RPJMDProvinsi Papua Barat tahun 2012-2016dimaksudkan untuk menghasilkan rumusan arah kebijakan dan program pembangunan yang efektif, efisien dan terpadu sebagai wujud penjabaran visi, misi dan tujuan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat, dengan memperhatikan keberlanjutan program pembangunan sebelumnya dan dengan tetap berpedoman pada RPJPD, RPJMN dan berbagai aspirasi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Provinsi Papua Barat.

1.5.2

Tujuan

Tujuan penyusunan dokumen RPJMD Propinsi Papua Barat periode tahun 2012-2016 adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan acuan dan arahan bagi segenap Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD dan Kementerian/Lembaga di Provinsi Papua Barat dalam menjabarkan Visi dan Misi Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat ke dalam arah kebijakan dan program pembangunan, terarah dan terukur bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat.

2. Menyediakan satu acuan resmi bagi SKPD Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dalam menentukan prioritas program pembangunan yang akan dilaksanakan di Provinsi Papua Barat.

3. Mendorong terwujudnya perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan yang terintegrasi dan harmonis antar program dan antar sector.

(15)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1

Aspek Geografi dan Demografi

2.1.1.

Karakteristik Lokasi dan Wilayah

1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Provinsi Papua Barat mencapai97.024,37 Km² (berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008) habis dibagi menjadi 10 Kabupaten dan 1 Kota, yang terdiri atas 154 Distrik dan 1.421 Kampung.

Tabel 2-1.Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota

Tahun 2010

Kabupaten/Kota Ibukota Jumlah

Distrik

Jumlah Kampung

Jumlah Kelurahan

Kabupaten Fakfak Fakfak 9 120 5

Kabupaten Kaimana Kaimana 7 84 2

Kabupaten Teluk Wondama Raisei 13 75 1

Kabupaten Teluk Bintuni Bintuni 24 115 2

Kabupaten Manokwari Manokwari 25 412 9

Kabupaten Sorong Selatan Teminabuan 13 117 2

Kabupaten Sorong Aimas 19 128 15

Kabupaten Raja Ampat Waisai 24 117 4

Kota Sorong Sorong 6 - 31

Kabupaten Tambrauw Sausapor 7 53 0

Kabupaten Maybrat Kumurkek 11 128 1

Total 154 1.421 72

Sumber: Provinsi Papua Barat Dalam Angka 2011

Sedangkan untuk batas wilayah secara administratif adalah sebagai berikut:  Sebelah Utara : Samudera Pasifik

(16)

2. Letak dan Kondisi Geografis

a. Provinsi Papua Barat secara astronomis terletak pada 124°-132° Bujur Timur dan 0°-4° Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut.

b. Wilayah Provinsi Papua Barat terdiri dari 7,95% merupakan puncak gunung, 18,73% berada di lembah. Wilayah lain lebih dari separuhnya berada di daerah hamparan. Seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Papua Barat berbatasan dengan laut, namun hanya 37,04% Kampung yang berada di daerah pesisir. Wilayah Kampung lainnya tidak berbatasan dengan laut (bukan pesisir), yaitu sebesar 62,96%.

Gambar 2-1.Persentase Kampung/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah

Sumber: Sensus Potensi Kampung (Podes), 2011 (angka sementara)

3. Topografi

a. Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 sampai dengan> 1000 m. Kondisi topografi antar wilayah di Provinsi Papua Barat cukup bervariasi. Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi barrier transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan pemanfaatan lahan.

(17)

bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor.

4. Geologi

a. Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua Barat (bersama Papua) merupakan produk dari pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan Lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Australia. Kondisi inilah yang menyebabkan wilayah ini rentan terhadap gempa bumi, karena berada dalam lintasan sesar besar. Informasi yang dipetakan oleh Badan Meteorogi dan Geofisika menunjukkan bahwa Papua Barat merupakan kawasan yang aktif mengalami gempa bumi yang potensial menimbulkan tsunami.

b. Karakteristik bencana yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu Gempa dan Tsunami. Kawasan rawan bencana alam ini meliputi kawasan rawan gempa dan tsunami yang terletak di daerah pesisir maupun daratan di Provinsi Papua. Umumnya daerah patahan aktif Sesar Sorong merupakan zona yang sangat rawan gempa bumi. Wilayah Manokwari merupakan daerah yang paling rawan gempa. Akan tetapi, secara umum wilayah Papua Barat rawan terhadap gempa bumi.

5. Hidrologi

a. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategoti terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah Pengembangan Sorong.

Tabel 2-2. Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat

KABUPATEN WILAYAH SUNGAI NAMA DAS LUAS (KM2)

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wasian 4.851,000

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Sebyar 12.981,400

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Kasi 693,200

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Mangopi 1.917,200

(18)

KABUPATEN WILAYAH SUNGAI NAMA DAS LUAS (KM2)

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maruni 193,320

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Masabui 111,110

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Ransiki 584,300

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Windesi 23,560

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wosimi 617,400

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wondiwoi 172,820

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Woworama 279,700

Kaimana, Nabire A2-27 Omba Omba 8.610,200

Kaimana A2-27 Omba Laenatum 379,500

Kaimana A2-27 Omba Lengguru 1.870,000

Kaimana A2-27 Omba Berari 1.029,900

Kaimana, Fak Fak A2-27 Omba Madefa 4.605,570

Fak Fak, Fak Fak A2-27 Omba Karufa 477,400

Fak Fak A2-27 Omba Bedidi 1.355,600

Fak Fak A2-27 Omba Fak Fak 88,760

Fak Fak, T. Bintuni A2-27 Omba Bomberai 2.033,300

Sorong Selatan, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wariagar 6.720,000

Manokwari, Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kamundan 9.732,250

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kais 4.232,740

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Sekak 830,700

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Waromga 810,430

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Seremuk 884,600 Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Karabra 5.989,230 Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Kladuk 3.131,150

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Klasegun 848,510

Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Misol 848,160

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Salawati 368,910

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Samate 82,000

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Batanta 69,490

Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Waigeo 598,160

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Remu 46,440

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Warsamson 2.437,131

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Mega 1.048,340

MANOKWARI B-50 KAMUNDAN-SEBYAR MAON 682,300

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wesauni 626,933

T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Kasuari 1.971,850

T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Wagura 1.799,100

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Arumasa 2.497,000

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Muturi 5.381,300

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005

(19)

Tabel 2-3. Debit Sungai Dirinci Menurut DPSdi Provinsi Papua Barat

No No. DPS NAMA DPS SWS Catchment

Area (Km2) Qn (m3/s) Kabupaten

1 17 Omba B – 49 8,610.200 316.919 Kaimana, Nabire

2 18 Laenatum B – 49 379.500 29.086 Kaimana

3 19 Lengguru B – 49 1,870.000 141.454 Kaimana

4 20 Berari B – 49 1,029.900 96.869 Kaimana

5 21 Madefa B – 50 4,605.570 374.730 Kaimana, Fak Fak

6 22 Karufa B – 49 477.400 38.903 Kaimana, Fak Fak

7 23 Bedidi B – 49 1,355.600 107.968 Fak Fak

8 24 Fak Fak B – 49 88.760 11.747 Fak Fak

9 25 Bomberai B – 49 2,033.300 146.870 Fak Fak, T. Bintuni

10 26 Kasuari B – 50 1,971.850 142.232 T. Bintuni

11 27 Wagura B – 50 1,799.100 165.546 T. Bintuni

12 28 Arumasa B – 50 2,497.000 127.979 T,Wondama

13 29 Muturi B – 50 5,381.300 476.337 T. Bintuni, Manokwari

14 30 Wasian B – 50 4,851.000 364.562 T. Bintuni, Manokwari

15 31 Sebyar B – 50 12,981.400 825.032 T. Bintuni, Manokwari

16 32 Wariagar B – 50 6,720.000 432.319 Sorong Selatan, Manokwari

17 33 Kamundan B – 50 9,732.250 796.177 Manokwari, Sorong Selatan

18 34 Kais B – 50 4,232.740 221.554 Sorong Selatan

19 35 Sekak B – 50 830.700 46.634 Sorong Selatan

20 36 Waromga B – 50 810.430 50.282 Sorong Selatan

21 37 Seremuk B – 50 884.600 58.182 Sorong Selatan, Sorong

22 38 Karabra B – 50 5,989.230 302.739 Sorong Selatan, Sorong

23 38 a Kladuk B – 50 3,131.150 195.716 Sorong

24 39 Klasegun B – 50 848.510 58.497 Sorong

25 40 Misol B – 50 848.160 53.437 Raja Ampat

26 41 Salawati B – 50 368.910 27.064 Sorong

27 42 Samate B – 50 82.000 6.183 Sorong

28 43 Batanta B – 50 69.490 5.338 Sorong

29 44 Waigeo B – 50 216.500 13.309 Raja Ampat

30 45 Remu B – 50 46.440 4.721 Sorong

31 46 Warsamson B – 50 2,437.131 147.467 Sorong

32 47 Mega B – 50 1,048.340 120.947 Sorong

33 48 Koor B – 50 1,202.800 140.594 Sorong

34 49 Maon B – 50 682.300 104.163 Manokwari

35 50 Wesauni B – 50 626.933 108.648 Manokwari

36 51 Kasi B – 50 0.000 128.883 Manokwari

37 52 Mangopi B – 50 1,917.200 222.960 Manokwari

38 53 Prafi B – 50 1,169.300 161.814 Manokwari

39 54 Maruni B – 50 193.320 25.129 Manokwari

40 55 Masawui B – 50 111.110 18.958 Manokwari

41 56 Ransiki B – 50 584.300 76.153 Manokwari

42 57 Windesi B – 50 23.560 3.574 T,Wondama

43 58 Wasimi B – 50 617.400 45.854 T,Wondama

44 59 Wondiwoi B – 50 172.820 18.816 T,Wondama

45 60 Woworama B – 50 279.700 30.974 T,Wondama

(20)

Tabel 2-4. Luas dan Penyebaran Danau di Provinsi Papua Barat

No Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten

01 Aiwasa 10,240 Kaimana

02 Laamora 16,740 Kaimana

03 Urema 12,600 Kaimana

04 Mbula 6,024 Kaimana

05 Kamakawalor 23,340 Kaimana

06 Berari 6,916 Kaimana

07 Makiri 7,527 Tel. Bintuni

08 Tanemot 17,640 Tel. Bintuni

09 Anggi Gigi 21,370 Manokwari

10 Anggi Gita 22,830 Manokwari

11 Ayamaru 10,850 Sorong Sel.

12 Hain 4,596 Sorong Sel.

Sumber: Dinas PU (2003). Studi Aplikasi SWS di Tanah Papua

6. Klimatologi

a. Provinsi Papua Barat memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim penghujan.

b. Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas curah hujan, yaitu kelas I dengan curah hujan antara 0 s.d. 1000 mm/tahun; kelas II dengan curah hujan antara 1000 s.d. 2000 mm/tahun; kelas III dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun; kelas IV dengan curah hujan antara 3000 s.d. 4000 mm/tahun; dan kelas V dengan curah hujan antara 4000 s.d. 5000 mm/tahun. Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000 s.d. 3000 mm/tahun.

Tabel 2-5. Keadaan Iklim menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2010

Uraian Minimum Maksimum

Suhu Udara Rata-rata 26,60

(Fakfak)

27,30 (Kab. Sorong)

Rata-rata Kelembaban Udara 83,00

(Kaimana)

85,60 (Fakfak)

Tekanan Udara Rata-rata 993,35

(Fakfak)

1.006,80 (Kab. Sorong)

Curah Hujan 1.581,0

(Manokwari)

4.306,0 (Kab. Sorong)

Hari Hujan 219

(Manokwari)

286 (Kab. Sorong)

Rata-rata Penyinaran Matahari 25,33 (Kaimana)

(21)

7. Penggunaan Lahan

Pencatatan data mengenai penggunaan lahan di Papua Barat masih sangat terbatas. Data mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan relatif lebih sulit dilakukan. Berikut ini adalah data penggunaan lahan di Provinsi Papua Barat yang dibedakan ke dalam beberapa kategori penggunaan lahan secara umum.

Tabel 2-6. Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis

Penggunaan Tahun 2010 (Ha)

Kampung/

Perumahan Sawah Tegalan Kebun

Kebun

Campur Hutan Semak

Tanah Rusak

Lain- lain

Fak-Fak - - - -

Kaimana 1.754,73 - 424,27 4.426,73 5.395,91 173.280,12 37.489,11 84.731,3

Teluk Wondama

- - - -

Teluk Bintuni 19.636,95 - 169,64 9.642,64 4.303,06 1.844.082,43 23.600,67 - 115.430,82

Manokwari 11.466,2 3.974,47 5.905,59 12.838,57 15.999,48 1.292.134,84 141.863,38 - 47.794,83

Sorong Selatan 3.907,35 - 90,52 - 29.372, 48 1.015.973,59 55.831,44 - 82.428,59

Sorong - - - -

Raja Ampat 29.533,54 - 132,48 - 994,87 699.981,84 26.343,14 - 29.602,61

Kota Sorong - - - -

Tambrauw - - - -

Maybrat - - - -

Papua Barat 66.289,77 3.974,47 6.712,50 26.889,76 55.955,79 6.590.452,82 285.127,74 - 359

Sumber: Papua Barat Dalam Angka Tahun 2011

2.1.2.

Potensi Pengembangan Wilayah

Sektor unggulan yang ada di Papua Barat adalah pertanian subsektor perikanan dan kehutanan, pertambangan migas, dan bangunan. Untuk sektor pertanian dapat dikembangkan pada daerah datar dengan kondisi keairan yang baik pada daerah tengah Kepala Burung. Untuk lebih detail mengenai potensi pengembangan wilayah Papua Barat adalah sebagai berikut :

1. Pertanian

(22)

b. Produksi dan luas panen tanaman jagung tahun 2010 kembali mengalami peningkatan. Luas panen meningkat dari 965 Ha di tahun 2009 menjadi 1.162 Ha di tahun 2010. Sedangkan produksinya kembali meningkat dari 1.584 ton di tahun 2009 menjadi 1.930 ton di tahun 2010. Peningkatan luas panen dan produksi jagung turut mendongkrak produktivitas jagung. Di tahun 2010 produktivitasnya meningkat tipis menjadi 16,61 Kw/Ha dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 16,41 Kw/Ha.

c. Komoditas unggulan di subsektor perkebunan diantaranya adalah pala, kelapa sawit, dan kakao. Perkebunan kelapa sawit berada di Kabupaten Manokwari, sedangkan perkebunan pala terutama di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana.

i. Produksi pala tahun 2010 mencapai 1.921 ton dengan luas areal perkebunan seluas 5.492 Ha.

ii. Produksi kelapa sawit mencapai 17.116 ton dengan luas areal perkebunan seluas 15.937 Ha.

iii. Produksi kakaomencapai 5.152 ton dengan areal seluas 11.154 Ha.

d. Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling signifikan adalah pada peternakan babi. Ternak babi meningkat dari 43.678 ekor di tahun 2008 menjadi 53.706 ekor di Tahun 2009. Jumlah tersebut kembali meningkat di tahun 2010 menjadi 63.138 ekor. Tingginya peningkatan jumlah ternak babi diduga terjadi karena tingginya permintaan konsumsi daging babi. Sedangkan pada ternak sapi dan kambing, peningkatannya tidak setinggi pada ternak babi.

e. Nilai produksi perikanan tahun 2010 mencapai 116.593,30 ton. Tiga Kabupaten/Kota dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong yaitu 36.786,4 ton, Kabupaten Fakfak 24.571,2 ton, dan Kabupaten Manokwari 11.987,2 ton.Beberapa komoditi ekonomis penting perikanan yang merupakan sumberdaya perikanan dari perairan 4 (empat) wilayah pengembangan seperti (kakap, kerapu dan napoleon) memiliki peluang ekspor yang besar dengan permintaan yang tinggi di pasaran luar negeri.

f. Sumber daya kehutanan masih sangat potensial untuk lebih mengembangkan nilai tambah dari produksi hasil hutan.

2. Pertambangan dan Energi

(23)

b. Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku sektor pertambangan dan penggalian Papua Barat tahun 2010 mencapai 2.302,78 miliar Rupiah. Nilai tersebut setara dengan 10,22% dari total PDRB Papua Barat yang mencapai 22.527,36 miliar Rupiah. Kontribusi sektor ini adalah yang terbesar ketiga di Papua Barat setelah sektor industri pengolahan (35,45%) dan sektor pertanian (20,71%).

c. Cadangan bahan tambang baik mineral logam maupun non logam masih tinggi. Potensi pertambangan yang dieksplorasi dan dieksploitasi di Papua Barat adalah pertambangan nikel di pulau-pulau sekitar Kepala Burung seperti Waigeo. Potensi batugamping dapat dijumpai di sekitar Pegunungan Kemum.

d. Khusus untuk potensi minyak dan gas di daerah Papua Barat ada pada Cekungan Bintuni, Cekungan Salawati, dan Cekungan Waiponga.

3. Industri Pengolahan

a. Kontribusi sektor industri pengolahan dalam perekonomian Papua Barat memiliki prospek yang sangat baik. sektor ini terus mengalami peningkatan share terhadap total PDRB. Di tahun 2010 kontribusinya meningkat sangat signifikan menjadi 35,45%. Kontribusi sektor industri pengolahan menempati posisi pertama dalam PDRB Papua Barat sejak tahun 2009.

b. Pada tahun 2010 sektor ini tumbuh mencapai 149,52% dibandingkan tahun 2009 dipicu oleh mulai beroperasinya industri LNG di Kabupaten Teluk Bintuni.

c. Di tahun 2009, ada 21 perusahaan industri besar-sedang. Jenis industri terbanyak yaitu industri makanan dan minuman sebesar 47,62%. Industri terbanyak kedua adalah industri kayu (selain mebeller) yaitu sebesar 19,05%. Industri lainnya adalah industri penerbitan, percetakan, dan reproduksi media rekam; industri barang-barang dari batubara, pengilangan dan pengolahan minyak bumi; industri barang galian bukan logam; dan industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih dengan persentase kurang dari 35%.

d. Menurut sebarannya, industri besar-sedang hanya terdapat di 4 (empat) Kabupaten/Kota, yaitu kabupaten Teluk Bintuni (5,92%), Manokwari (19,05%), Sorong (14,29%), dan Kota Sorong (57,14%).

(24)

4. Konstruksi

PDRB sektor konstruksi Papua Barat tahun 2009 mencapai 648,21 miliar Rupiah. Share sektor ini terus mengalami peningkatan beberapa tahun ini. Kontribusinya sebesar 8,00% di Tahun 2009. Walaupun bukan sebagai kontributor utama dalam PDRB Papua Barat namun pertumbuhannya berada pada peringkat kedua setelah sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor bangunan/konstruksi mampu menyerap banyak tenaga kerja (memiliki nilai pengganda tinggi).

5. Hotel dan Pariwisata

a. Subsektor hotel dan pariwisata cukup menjanjikan meskipun kontribusinya hanya sekitar 0,19% dari total PDRB Papua Barat. Pertumbuhan subsektor ini cukup pesat. Pada tahun 2010 jumlah hotel menjadi 80 unit, yang terdiri dari 10 hotel Bintang dan 70 hotel Melati. Hotel Berbintang hanya tersebar di kabupaten Fakfak, Manokwari, dan Kota Sorong.

b. Jumlah objek wisata di Papua Barat tahun 2010 sebanyak 79 objek. Objek wisata tersebut terdiri dari 20 objek wisata alam, 8 objek wisata tirta/bahari, 32 objek wisata budaya, dan 19 objek wisata agro. Objek wisata yang telah mendunia saat ini adalah objek wisata bawah laut di Kepulauan Raja Ampat

c. Papua Barat terkenal dengan panorama keindahan alam yang eksotis. Sebagian besar panorama alam tersebut bahkan masih sangat alami dan belum terjamah komersialisasi pariwisata. Sebagian besar objek wisata belum terekspos sehingga belum banyak dikenal khalayak umum. Salah satu objek wisata yang mulai popular adalah wisata bawah laut Kepulauan Raja Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau. Hanya sekitar 35 pulau yang berpenghuni. Perairan Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan diperkirakan menjadi nomor satu untuk kelengkapan dan keanekaragaman hayati flora dan fauna bawah laut saat ini.

d. Wisata alam lain yang menjadi andalan Papua Barat adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama. Panjang garis pantainya 500 Km dengan luas daratan mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 ha dengan rincian 80.000 ha kawasan terumbu karang dan 12.400 ha lautan.

e. Ekowisata di kepala burung pulau Papua terdapat Cagar AlamPegunungan Arfak di Kabupaten Manokwari, dengan luas mencapai 68.325 ha dengan ketinggian mencapai 2.940 mdpl. Terdapat juga Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita yang berada pada ketinggian 2000 mdpl.

(25)

g. Di kabupaten Kaimana terdapat wisata pantai dan laut teluk Triton disamping keindahan panorama Senja di Kaimana yang melegenda.

6. Transportasi dan Komunikasi

a. Dalam perekonomian Provinsi Papua Barat tahun 2010, sektor pengangkutan (transportasi) dan komunikasi memang tidak memberikan kontribusi hanya 6,38% dengan nilai agregat PDRB sebesar 1.437,07 miliar Rupiah (Atas Dasar Harga Berlaku) atau 612,20 miliar Rupiah (Atas Dasar Harga Konstan).

b. Pada tahun 2010, sektor transportasi dan komunikasi memiliki angka pertumbuhan tertinggi kedua terhadap tahun 2009 dibandingkan dengan sektor tersier lainnya.

c. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program Pengembangan Infrastruktur Dasar. Program tersebut rencananya akan membangun dan meningkatkan jalan Trans Papua dan Trans Papua Barat.

d. Sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan laut dan udara. Namun tren pengguna fasilitas perhubungan laut cenderung menurun, sebaliknya jumlah pengguna fasilitas perhubungan udara meningkat signifikan 2008-2010.

7. Perbankan dan Investasi

a. Dalam tiga tahun, fasilitas kredit perbankan yang disalurkan ke masyarakat baik rupiah maupun valuta asing lebih banyak digunakan untuk investasi. Penggunaan kredit untuk keperluan modal kerja/usaha justru lebih kecil digunakan dari penggunaan kredit untuk keperluan konsumsi. b. Penggunaan kredit perbankan untuk investasi meningkat dari 40,58% di tahun 2007menjadi

(26)

2.1.3.

Wilayah Rawan Bencana

Secara geologi, Provinsi Papua Barat memiliki struktur yang cukup kompleks dengan kelurusan umum kearahBarat-Timur (diapit dua lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik) yang berpengaruh terhadap kerawanan terhadap gempa tektonik berpotensi diikuti oleh tsunami.Seluruh wilayah kepala burung rawan gempa bumi. Dari data, daerah tsunami di wilayah ini, tingginya mencapai 15 m, meliputi daerah Oransbari, Yapen, dan Nabire.

Sebagai gambaran, zona rawan gempa bumi berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada Gambar 2-2.Untuk tingkat kerawanan bencana lainnya seperti banjir dan longsor di wilayah Papua Barat, kondisi lingkungan yang rata-rata memiliki tekstur pergunungan yang terjal dan dataran rendah di bagian tengah yang mengalir sungai-sungai secara intensif berpotensi tinggi memberikan kontribusi bencana yang fluktuatif. Sebagai gambaran, zona rawan longsor berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada Gambar 2-3.

Gambar 2-2. Zona Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tingkat Kerawanan

(Zona 1 paling rawan gempa, sedangkan Zona 6 paling aman dari gempa)

(27)

Gambar 2-3. Zona Rawan Longsor Papua Barat Berdasarkan Tingkat Kerawanan

Sumber:Draft RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028.

Belum ada jalur resmi evakuasi bencana yang direncanakan, baik dalam skala regional maupun lokal. Bencana alam besar yang terjadi pada Oktober 2010 di Kabupaten Teluk Wondama seharusnya menjadi pemantik bagi pemerintah untuk segera membuat rencana jalur evakuasi bencana.

Alat pemadam kebakaran dinamis berupa mobil pemadam kebakaran dengan jumlah yang sangat terbatas telah ada di setiap ibukota kabupaten kecuali di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat. Untuk alat pemadam kebakaran statis berupa hidran umum belum banyak terdapat di area publik atau pusat permukiman penduduk, hanya terdapat di gedung-gedung tertentu saja misalnya gedung kantor pemerintahan.

Perangkat posko bencana baru terdapat dengan jumlah yang terbatas di Kabupaten Manokwari, selebihnya masih mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga pemerhati kebencanaan dan sifatnya insidental. Perangkat peringatan dini belum dimiliki oleh wilayah-wilayah potensi bencana tsunami dan gempa bumi. Perangkat evakuasi belum dimiliki selain mengandalkan kendaraan milik pemerintah, polisi, dan tentara.

2.1.4.

Aspek Demografi

1. Sejak pertama kali dilaksanakan sensus penduduk pada Tahun 1971, Papua Barat mengalami pertumbuhan penduduk dengan oika kurva mirip distribusi logistik.

(28)

menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terkecil di Indonesia, kontribusinya hanya sekitar 0,32% terhadap total penduduk nasional.

3. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 3,71%. Laju pertumbuhan penduduk Papua Barat adalah yang terbesar ke-empat di Indonesia setelah Provinsi Papua (5,39%), Provinsi Kepulauan Riau (4,95%), dan Provinsi Kalimantan Timur (3,81%). Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi ini juga dipengaruhi tingkatmigrasi masuk karena memiliki faktor penarik migranakibat SDA dan prospek ekonominya. Laju pertumbuhan penduduk palimg tinggi di Kabupaten Sorong (5,41% per tahun) dan terendah adalah Kabupaten Tambrauw (0,38% per tahun).

4. Struktur penduduk Papua Barat dilihat dari piramida penduduk tergolong dalam struktur penduduk muda. Struktur penduduk ini masih sangat dipengaruhi oleh tingginya fertilitas. Hal ini terlihat pada alas piramida penduduk yang paling lebar pada kelompok umur 0-4 tahun. Dilihat dari median umur pun semakin menguatkan bahwa komposisi penduduk muda begitu dominan. Median umur penduduk Papua Barat adalah 18,60 tahun.Jumlah penduduk usia produktif termasuk tinggi sehingga sumber daya manusia masih ada kesempatan untuk digali kembali.

Gambar 2-4. Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat

Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2010

5. Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota masih dominan di dua daerah yaitu di Kota Sorong (25,07%) dan Kabupaten Manokwari (24,69%). Hampir setengah dari total penduduk Papua Barat tinggal di kedua daerah tersebut. Kota Sorong menjadi pintu gerbangnya Papua Barat dari dunia luar karena terdapat Bandar Udara dan pelabuhan kapal besar sebagai pintu keluar masuk penumpang dan barang dari dan ke Papua Barat maupun kabupaten lainnya di Papua Barat.

(29)

pemerintahan, akses transportasi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya.

7. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Papua Barat adalah provinsi dengan kepadatan terendah di Indonesia. Kepadatan penduduknya hanya 8 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk tertinggi di Papua Barat berada di Kota Sorong sebesar 290 jiwa/Km2 sementara kepadatan penduduk terendah adalah Kabupaten Tambrauw yaitu 1 jiwa/Km2.

8. Sex ratio Papua Barat adalah sebesar 112,39%, artinya diantara 100 orang penduduk perempuan, 112 orang adalah laki-laki. Sex ratio Papua Barat adalah yang tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua (113,44%).

9. Dependency ratio atau rasio ketergantungan Papua Barat sebesar 55,72%, artinya dari 100 orang usia produktif harus menanggung beban hidup sekitar 55-56 orang yang belum produktif dan tidak produktif. Beban tanggungan perempuan lebih besar daripada laki-laki, terlihat dari rasionya yaitu 54,21% untuk laki-laki dan 57,46% untuk perempuan.

Tabel 2-7. Indikator Kependudukan Provinsi Papua Barat Tahun 2008-2010

Uraian 2008 2009 2010

Jumlah Penduduk (jiwa) 729.962 743.860 760.422

Pertumbuhan Penduduk (%) 1,95 1,90 2,23

Sex Ratio (%) 110,44 110,20 112,39

Jumlah Rumah Tangga (ruta) 169.439 169.945 168.080

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4,31 4,38 4,52

Penduduk menurut kelompok umur (%)

0-14 32,16 31,08 34,13

15-64 68,33 67,39 64,22

65+ 1,47 1,53 1,65

Sumber: Proyeksi Penduduk dan SP 2010, BPS.

10. Penduduk Asli Papua di Papua Barat

a. Jumlah penduduk Asli Papuasebesar 405.074 jiwa, yang terdiri dari 208.658 laki-laki dan 196.416 perempuan. Dengan demikian, jumlah penduduk non asli Papua sudah hampir berimbang dengan penduduk asli Papua dengan perbandingan 46,73% dan 53,27%.

b. Dari 405.074 jiwa penduduk Asli Papua, 91,76% benar-benar penduduk Asli Papua karena memiliki ayah dan ibu Papua. Sementara itu, yang memiliki ayah Papua atau ibu Papua saja sebesar 2,28% dan 2,12%.

c. Sex ratio Penduduk Asli Papua 106,23%.

(30)

e. Berdasarkan distribusinya, lebih dari seperempat penduduk Asli Papua tinggal di Kabupaten Manokwari. Jumlahnya mencapai 107.857 jiwa (26,63%). Sedangkan Kota Sorong memberikan kontribusi terbesar kedua, yaitu 62.070 jiwa (15,32%). Kontributor terkecil penduduk Asli Papua adalah Kabupaten Tambrauw, yaitu 1,45%.

f. Struktur penduduk Asli Papua sangat berbeda dengan penduduk Non Asli Papua. Pada piramida penduduk asli papua, penduduk usia muda sangat dominan karena dipengaruhi oleh tingkat fertilitas yang tinggi. Sedangkan struktur penduduk Non Asli Papua didominasi oleh penduduk usia produktif, terutama 25-29 tahun.

g. Dependency ratio pada penduduk Non Asli Papua hanya sebesat 47,27% sedangkan pada penduduk asli papua sebesar 64,07. Rendahnya dependency ratio pada penduduk Non Asli Papua tidak lepas dari tingginya persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 67,90, terutama disumbang oleh penduduk laki-laki.

Tabel 2-8. Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat

URAIAN PENDUDUK ASLI PAPUA PENDUDUK NON ASLI PAPUA

Jumlah Penduduk (jiwa) 405.074 355.348

Laki-laki 208.658 193.740

Perempuan 196.416 161.608

Persentase Penduduk (%) 53,27 46,73

Sex Ratio (%) 106,23 119,88

Median Umur (th) 16,39 20,19

Dependency Ratio (%) 64,07 47,27

Penduduk menurut kelompok umur (%)

0-14 37,30 30,57

15-64 60,95 67,90

65+ 1,75 1,53

Jumlah Rumah Tangga 84.747 83.333

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2011.

2.2

Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Aspek kesejahteraan masyarakat terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga, dipaparkan sebagai berikut:

2.2.1.

Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

1. Pertumbuhan PDRB

(31)

menunjukan perubahan yang signifikan terhdap pembangunan Provinsi Papua Barat

Gambar 2-5. Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2006-2010

Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2011

Terkait dengan tingkat kesejahteraan, meskipun PDRB Provinsi Papua Barat memiliki laju pertumbuhan yang cukup baik namun prosentase tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat berada di posisi kedua nasional. Berbagai faktor berpengaruh atas kenaikan garis kemiskinan seperti kebijakan energi, kebijakan harga, kelancaran arus distribusi barang, kondisi alam dan lain-lain. Papua Barat tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dari luar disamping dari internal wilayah ini sendiri. Garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pekampungan karena perbedaan harga barang dan jasa antara Kota dan Kampung dimana harga di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di peKampungan.

PDRB Dengan Migas

a. Dalam kurun waktu 2007-2010 Papua Barat dapat dikatakan stabil memperlihatkan pertumbuhan yang tinggi dan menunjukkan percepatan setiap tahunnya. Hal ini jelas terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 26,82% pada Tahun 2010 setelah memasukkan nilai tambah gas alam cair (LNG). Sementara pertumbuhan tanpa migas mencapai 6,83%. b. Pada Tahun 2010, pertumbuhan tertinggi sebesar 149,52% dicapai oleh sektor industri

pengolahan didorong oleh pertumbuhan subsektor migas terutama pertumbuhan gas alam cair akibat tercakupnya produksi gas alam cair di Teluk Bintuni. Sementara sektor pertambangan dan penggalian justru mengalami kontraksi mencapai minus o,84%.

c. Sektor pertanianm industri pengolahan, dan bangunan tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi. Bahkan 21,94% dari pertumbuhan ekonomi 26,82& pada Tahun

4.55

6.95 7.84 7.02

26.82

7.63 8.61 9.25 7.86 6.83

2006 2007 2008 2009 2010

(32)

2010 berasal dari sektor industri pengolahan. Sektor pertanian memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 0,93%.

d. Sektor-sektor utama perekonomian Papua Barat pada periode 2007-2010 adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60% PDRB Papua Barat.

e. PDRB per kapita Papua Barat ADHB pada tahun 2010 meningkat 26,63% terhadap Tahun 2009, yaitu dari 23,40 juta Rupiah menjadi 29,62 juta rupiah. PDRB per kapita Papua Barat ADHK mencapai 11,42 juta Rupiah atau meningkat 22,72% terhadap Tahun 2009 (9,31 juta Rupiah).

Gambar 2-6. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Tahun

2007-2010 (dalam %)

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011

Tabel 2-9. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan

Tahun 2006–2009

NO SEKTOR

2006 2007 2008 2009

% % % %

1 Konsumsi Rumah Tangga 9.19 6.15 10.57 6.18 2 Lembaga Swasta Nirlaba 9.54 7.59 5.3 19.91 3 Konsumsi Pemerintah 19.21 15.61 10.62 5.45 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4.08 5.53 2.46 4.01 5 Perubahan Stok 2.19 2.24 -0.38 -11.04 6 Ekspor 11.04 0.18 -6.99 -27.15 7 Dikurangi Impor 17.88 1.47 -3.98 -24.1 PDRB Dengan Migas 4.55 6.95 7.33 6.26

1.72 -0,13

21.94

(33)

Gambar 2-7. Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar

Harga Berlaku Tahun 2007-2010 (dalam %)

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011

PDRB Tanpa Migas

a. Pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang tercipta pada tahun 2010 sebesar 6,83%. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh 12,20%. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan di sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 11,02%; sektor pengangkuan dan komunikasi 10,93%; sektr bangunan 9,77%; sektor jasa-jasa 7,34%; sektor listrik dan air bersih 7,30%; sektor pertanian 6,20%; sektor pengangkutan dan komunikasi 3,99%. Sementara sektor industri pengolahan hanya tumbuh 2,77%.

Gambar 2-8. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2007-2010 (dalam %) Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011 0

20 40 60 80 100

2007 2008 2009 2010

62.27 62.27 62.29 66.37

37.28 37.73 37.71 33.63

Sektor Pertanian, Pertambangan & Penggalian, Industri Pengolahan Sektor Lainnya

- 0.50 1.00 1.50 2.00

2.50 2.19

0.14 0.29 0.04 1.19

0.53 1.12

(34)

b. Dalam rentang waktu empat tahun terakhir, tiga sektor utama yang mendominasi penciptaan PDRB tanpa migas di Papua Barat adalah sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap PDRB tanpa migas Papua Barat.

Gambar 2-9. Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2010 (dalam %)

Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011

c. PDRB per kapita ADHB mencapai 18,01 juta Rupiah. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 10,15% dibandingkan dengan PDRB per kapita pada Tahun 2009. Sementara PDRB per kapita ADHK 2000 bernilai 7,55 juta Rupiah dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,37% dibandingkan keadaan tahun 2009.

2. Laju Inflasi Provinsi

a. Indeks Harga Konsumen (IHK) Papua Barat Tahun 2010 sebesar 143,49% artinya terjadi kenaikan harga secara umum sebesar 43,49% dibandingkan dengan harga tahun dasar 2007, atau dengan kata lain, harga secara umum saat ini hampir satu setengah kali lebih mahal daripada tahun 2007. Selama tahun 2008-2011, inflasi lebih banyak terjadi daripada deflasi. Bila mencermati fluktuasi yang ada, tampaknya perkembangan harga belum terkontrol dengan baik

b. Selama Januari 2009 - September 2011 inflasi gabungan tertinggi sebesar 2,35% yang terjadi di Juli 2010. Sedangkan deflasi terendah terjadi di September 2010 sebesar -0,76%.

c. Inflasi tahun 2010 tercatat 6,25%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 8,34%. Inflasi kelompok pengeluaran sandang memiliki

0 20 40 60 80 100

2007 2008 2009 2010

63.79 63.63 63.07 62.69

36.21 36.37 36.93 37.31

(35)

tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,36%. Pada tahun 2010 inflasi terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

d. Laju inflasi perKampungan tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,86%, lebih tinggi dari tahun 2009 sebesar 4,53%. Berarti tingkat kenaikan harga di tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009.

e. Selama Januari 2009 - September 2011 inflasi gabungan tertinggi sebesar 2,35% yang terjadi di Juli 2010. Sedangkan deflasi terendah terjadi di September 2010 sebesar -0,76%.

f. Inflasi tahun 2010 tercatat 6,25%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 8,34%. Inflasi kelompok pengeluaran sandang memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,36%. Pada tahun 2010 inflasi terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

g. Laju inflasi perKampungan tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,86%, lebih tinggi dari tahun 2009 sebesar 4,53%. Berarti tingkat kenaikan harga di tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009.

3. Indeks Gini

Koefisien Gini pada tahun 2007 sebesar 0,33 naik menjadi 0,35 pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi 0,37. Meskipun terjadi kenaikan koefisien gini, namun status ketimpangan pendapatan masih pada posisi diantara ketimpangan rendah.

4. Tingkat Pemerataan Pendapatan Menurut Bank Dunia

a. Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia, Provinsi Papua Barat masih dalam kategori ketimpangan rendah.

b. Selama periode 2007-2010, proporsi pengeluaran dari kelompok penduduk 40% terbawah terhadap total pengeluaran seluruh penduduk masih diatas 17%.

2.2.2.

Fokus Kesejahteraan Sosial

1. Pendidikan

(36)

hurufnya semakin kecil atau mengalami perlambatan. Dengan menggunakan angka melek huruf dapat diketahui jumlah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.

Gambar 2-10. Perkembangan Angka Melek Huruf dan Angka Buta Huruf di

Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2010

b. AMH penduduk laki-laki tahun 2009 sebesar 94,95% atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2008 yaitu sebesar 93,01% dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 95,33%.

c. AMH penduduk perempuan walaupun selalu lebih rendah daripada laki-laki namun selalu mengalami peningkatan menjadi 90,83% di tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 dan 2008 yang masing masing sebesar 88,55% dan 88,35%.

Gambar 2-11. Perkembangan Angka Melek Huruf Berdasarkan Jenis Kelamin di

Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2010

d. Angka rata-rata lama sekolah terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah sebesar 8,21 tahun atau mengalami peningkatan dari tahun 2009 dan 2008 yakni sebesar 8,01 tahun dan 7,67 tahun. Artinya rata-rata penduduk baru mampu menempuh pendidikan sampai kelas 2 SLTP. Berarti pencapaian pendidikan di Provinsi Papua Barat

90.32% 92.15% 92.94% 93.19%

9.68% 7.85% 7.06% 6.81%

2007 2008 2009 2010

Angka Melek Huruf Angka Buta Huruf

92.69 93.61

94.95 95.33

87.86 88.35 89.55

93.19

2007 2008 2009 2010

(37)

belum memenuhi Program Wajib Belajar 9 Tahun. Meskipun demikian, masih ada disparitas gender, dimana penduduk perempuan belum sepenuhnya memperoleh pendidikan yang setara dengan penduduk laki–laki. Sehingga perlu diperhatikan lagi faktor–faktor yang menjadi penyebab masih lambatnya kemajuan peningkatan pendidikan bagi perempuan di Provinsi Papua Barat.

e. Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI pada tahun 2010 sebesar 91,91% meningkat dari tahun 2009 sebesar 91,25%.APM SLTP/MTs meningkat menjadi 49,65% di tahun 2010 setelah tahun sebelumnya sebesar 49,03%. Artinya banyak penduduk yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP/MTs.APM SLTA/MA tahun 2010 hanya mencapai 43,93% atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebesar 43,55%.

Gambar 2-12. Angka Partisipasi Sekolah (APS) dan Angka Partisipasi Murni (APM)

Antar Jenjang Pendidikan Tahun 2010

f. APK SD/MI tahun 2010 sebesar 115,00%, menurun dibandingkan tahun 2009 sebesar 117,50. Tertinggi di Kabupaten Raja Ampat (142,15%) dan terendah di Kabupaten Tambrauw (107,98%).APK SLTP/MTs tahun 2009 sebesar 66,29% mengalami peningkatan menjadi 66,68% pada tahun 2010 setelah sebelumnya mengalami penurunan dari 89,99% tahun 2008. Tertinggi di Kabupaten Teluk Wondama (87,72%) dan terendah Kabupaten Sorong Selatan (43,24%).APK SLTA/MA terus meningkat dari tahun 2008 sebesar 57,25% menjadi 62,04% di tahun 2009 dan 72,07% di tahun 2010.

g. Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APT) SD/MI mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi 26,24% sementara pendidikan tinggi (SLTA keatas) sebesar 32,95% dengan rincian 24,59% berpendidikan SLTA/sederajat dan 8,36% berpendidikan perguruan tinggi. Meningkat 1,54% dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2009. Menandakan terdapat perbaikan kualitas pendidikan dengan menurunnya persentase pendidikan rendah dan meningkatnya persentase pendidikan tinggi. Kota Sorong dengan tingkat pendidikan tertinggi dan Kabupaten Tambrauw yang terendah.

94,04

89.95

58,98

14,45 91,91

49,65

43,93

7,36

SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA PT

(38)

2. Kesehatan

a. Angka rata-rata anak lahir hidup tahun 2010 sebesar 2,55 dan angka rata-rata anak masih hidup sebesar 2,39%.

b. Secara umum Angka Harapan Hidup (AHH) di masing-masing daerah mengalami kemajuan. di tahun 2010 AHH Papua Barat mencapai 68,51 pertahun. AHH tertinggi di Kota Sorong sebesar 71,95pertahun dan terendah di Kabupaten Tambrauw sebesar 66,51pertahun. Tahun 2009-2010 AHH mengalami kemajuan 0,31pertahun. Peningkatan tertinggi di Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong sebesar 0.42 pertahun dan terendah di Kabupaten Sorong Selatan sebesar 0,17 pertahun.

c. Status gizi buruk pada Balita di Papua Barat tahun 2010 tercatat mencapai 9,1%, sedangkan gizi kurang mencapai 17,4%. Angka ini masih diatas angka nasional yang hanya mencapai 4,9% dan 13,1%.

Gambar 2-13. Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Provinsi PapuaBarat

3. Kemiskinan

a. Dilihat dari aspek ekonomi, jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan dari tahun ke tahun dalam kurun waktu tahun 2006 – 2010, meskipun sempat mengalami peningkatan sebesar dari 35,12% pada tahun 2008 menjadi 35,71% pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 0,59%. Bila dilihat perbandingan antara penduduk miskin dan tidak miskin pada tahun 2010 di Provinsi Papua Barat, jumlah penduduk tidak miskin adalah sebesar 65,12%, sedangkan penduduk miskin adalah sebesar 34,88% dengan persentase penduduk miskin kota sebesar 1,32% dan penduduk miskin Kampung sebesar 33,56%.

b. Penurunan angka kemiskinan di perKampungan pada tahun 2009 sebesar 44,71% menjadi 43,48% di Tahun 2010 sedangkan angka kemiskinan di perkotaan naik dari 5,22% menjadi 5,73%.

36 32.7 31.6 30.5

2006 2007 2008 2009 2010 Angka Kematian Bayi

67.3 67.6 67.9 68.2 68.96

Gambar

Gambar 0-1Skema Hubungan RPJPD Provinsi Papua Barat 2012-2025 dengan RPJMD
Gambar 1-3Skema Hubungan RPJMD dengan Dokumen Rencana Lainnya
Gambar 2-1.Persentase Kampung/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah
Tabel 2-3. Debit Sungai Dirinci Menurut DPSdi Provinsi Papua Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aku sangat sibuk sekali dan aku merasa tidak tepat untuk bicara pada orang yang. dicintai

[r]

Terpaparnya serbuk kayu dan pemberian antibiotik pada awal kehidupan dapat meningkatkan risiko perkembangan asma bronkial pada masa kanak-kanak.. Bayi prematur

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan penurunan kadar surfaktan dan COD dalam air bekas cucian kendaraan dengan melakukan variasi diameter reaktor, ketinggian

 90 % dari draf yang disiapkan pemerintah mengalami perubahan yang sangat mendasar, baik dari segi substansi maupun formulasi rumusannya, yang disepakati pada

Aplikasi – Aplikasi pada Virtual Reality dengan menggunakan teknologi Leap Motion dan hubungannya dengan Artificial Neural Network dalam Interaksi Manusia dan Komputer (IMK)...

[r]

• Gejala-gejala metafisik atau parapsikologis banyak dijumpai pada pertandingan/perlombaan, teruma dalam cabang olahraga beladiri, tetapi penelitian secara ilmiah masih sangat