BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
Yuwono, et.al. (2008: 80) menyatakan anggaran kinerja merupakan sistem anggaran yang lebih menekankan pada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal. Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD disusun berdasarkan perencanaan yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten yang dirangkai dalam sebuah kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang). APBD merupakan sebuah dokumen kontrak kesepakatan antara masyarakat dengan pihak pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan dalam suatu wilayah pemerintahan daerah.
Prinsip-prinsip penyusunan APBD menurut Yuwono, et.al. (2008:126) terdiri atas 6 hal sebagai berikut.
a. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksnaan APBD.
b. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
APBD harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat, meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja secara korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarakan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.
c. Disiplin Anggaran
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1. pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2. penganggaran pengeluaran didukung oleh adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD;
3. semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui kas umum daerah.
d. Keadilan Anggaran
Pungutan-pungutan daerah (pajak, retribusi, dan lainnya) yang dibebankan pada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberikan beban yang sama, sedangkan masyarakat yang
mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan perbedaan tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.
e. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran
Pemanfaatan dana yang tersedia secara optimal bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, agar efisiensi dan efektivitas anggaran meningkat, maka perencanaan anggaran perlu memerhatikan tujuan sasaran, hasil, manfaat, dan indikator kinerja yang ingin dicapai dengan penetapan prioritas kegiatan dan perhitungan beban kerja sekaligus penetapan harga satuan yang rasional. f. Taat Asas
Sebagai rencana tahunan pemerintah daerah, APBD ditetapkan sebagai peraturan daerah dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. APBD yang disusun tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. APBD harus sesuai dengan ketentuan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden dan peraturan lainnya yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
2. tidak bertentangan dengan kepentingan umum, yaitu rencana peraturan daerah tentang APBD lebih diarahkan agar mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan publik dan bukan membebani
masyarakat. Peraturan daerah tidak boleh menimbulkan diskriminasi yang dapat mengakibatkan ketidakadilan, menghambat kelancaran arus barang dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pemborosan keuangan daerah, memicu ketidakpercayaan publik kepada pemerintah, serta mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat yang secara keseluruhan mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah; 3. tidak bertentangan dengan peraturan daerah lainnya sebagai penjabaran
yang lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memerhatikan ciri khas masing-masing daerah supaya tidak terjadi tumpang tindih terhadap penyusunaan peraturan daerah, misalnya penetapan peraturan daerah tentang pajak daerah.
APBD merupakan rangkaian aktivitas dalam mengalokasikan sumber daya keuangan pada pemerintah daerah. Dalam melaksanakan APBD, ada kewenangan maupun tugas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 10 yang menerangkan bahwa tugas Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai pejabat pengelola APBD antara lain sebagai berikut:
a) menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD; b) menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
c) melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan;
d) melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Sementara itu kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang mempunyai tugas sebagai berikut.
a) menyusun anggaran SKPD yang dipimpinnya; b) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c) melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya; d) melaksanakan pemungutan pendapatan bukan pajak;
e) mengelola barang/kekayaan milik daerah pada SKPD yang dipimpinnya; f) menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Anggaran disusun dengan berbagai sistem yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang melandasi pendekatan tersebut.
Anggaran kinerja adalah perencanaan kinerja tahunan secara terintegrasi yang menunjukkan hubungan tingkat pendanaan program dengan hasil yang diinginkan dari program tersebut. (Bastian, 2007: 52)
Sembiring, 2009 menyatakan Anggaran Berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang memberikan fokus pada fungsi dan kegiatan pada suatu unit organisasi, bahwa setiap kegiatan yang ada tersebut harus dapat diukur kinerjanya. Definisi lain, anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Capaian hasil tersebut dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit
kerja. Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan/pendanaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari Rencana Strategis (Renstra) dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah a) tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya; b) pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya. Selanjutnya implementasi tentang anggaran berbasis kinerja menyangkut dokumen anggaran, baik perencanaan maupun pelaksanaan, seperti Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD), Alokasi Plafon Pagu Anggaran Sementara (PPAS), dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) (Sembiring, 2009).
Keluaran kegiatan satuan kerja dan harga satuannya yang dicantumkan dalam semua dokumen anggaran di atas. Beberapa di antaranya ada yang tidak termasuk dalam jenis keluaran yang dihasilkan satuan kerja dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, melainkan termasuk dalam jenis masukan. Keluaran kegiatan satuan kerja adalah sesuai dengan yang direncanakan dan dimuat dalam
dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) Satuan Kerja/Renstra SKPD dalam rangka penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
1. Masukan
Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat juga digunakan untuk perbandingan dengan lembaga-lembaga lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan penyuluhan lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang mampu adalah jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan.
Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara luas, tetapi seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal berikut sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat menyesatkan: a) pengukuran sumber daya manusia tidak menggambarkan intensitas keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan; b) pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya yang dibebankan pada suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut; c) banyaknya biaya-biaya masukan seperti gaji bulanan personalia pelaksana, biaya
pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan.
2. Keluaran
Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau non-fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran, instansi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karena itu, indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian, berbagai indikator kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk kegiatan yang bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan, serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk digunakan.
Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan perkembangan instansi. Sebagai contoh, besarnya pendapatan yang diperoleh melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi menunjukkan perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar serta mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada APBD,
sehingga dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut perlu dipertimbangkan:
a) perhitungan keluaran seringkali cenderung belum menentukan kualitas. Sebagai contoh jumlah layanan medik di RSU mungkin belum memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan;
b) indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua keluaran kegiatan, terutama yang bersifat intangible. Sebagai contoh, banyak hasil penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang baru, namun karena berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat dipatenkan.
3. Hasil
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya, para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun, untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya, setiap instansi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu kegiatan.
Pengukuran indikator hasil seringkali tidak sama dengan pengukuran indikator keluaran. Sebagai contoh, penghitungan jumlah bibit unggul yang dihasilkan oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun penghitungan besar produksi per hektar yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau penghitungan kenaikan pendapatan petani pengguna bibit unggul tersebut merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan
bahwa penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang tidak pendek karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat.
Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk
output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan
kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.
Pencapaian indikator kinerja outcome seringkali baru terlihat setelah melewati kurun waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil, dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif, tetapi lebih bersifat kualitatif.
Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja yang diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai,
ekonomis, dapat diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penetapan target kinerja antara lain: a) memiliki dasar penetapan sebagai justifikasi penganggaran yang diprioritaskan pada setiap fungsi/bidang pemerintahan; b) memperhatikan tingkat pelayanan minimum yang ditetapkan oleh pemerintah daerah terhadap suatu kegiatan tertentu; c) kelanjutan setiap program, tingkat inflasi, dan tingkat efisiensi menjadi bagian yang penting dalam menentukan target kinerja; d) ketersediaan sumber daya dalam kegiatan tersebut: dana, SDM, sarana, prasarana pengembangan teknologi, dan lain sebagainya; e) kendala yang mungkin dihadapi di masa depan.
2.1.2 Penyempurnaan administrasi
Penyempurnaan administrasi merupakan sebuah pelaksanaan reformasi birokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010−2025. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi sudah memasuki tahun ke-6 dan sudah dilaksanakan hampir pada seluruh instansi pusat dan sebagian pemerintah daerah.
Manajemen perubahan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah bertujuan mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja
individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran reformasi birokrasi.
Indikator perubahan pola pikir dan budaya kinerja dapat dilakukan dilakukan dengan melihat kondisi apakah:
2) terdapat keterlibatan pimpinan tertinggi secara aktif dan berkelanjutan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi;
3) terdapat media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan tentang reformasi birokrasi yang sedang dan akan dilakukan;
4) terdapat upaya untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan melalui pembentukan agent of change ataupun role model.
2.1.3 Sumber Daya
Sumber daya merupakan hal yang dibutuhkan dalam penganggaran berbasis kinerja yang meliputi sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam membantu pelaksaan anggaran berbasis kinerja.
1. Sumber Daya Manusia
Hasibuan (2003:244) mengatakan Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya.
SDM terdiri atas daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya. SDM menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa sejak lahir (modal dasar), sedangkan kecakapan
diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya
Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion Quality (EQ).
Menurut
2. Sarana dan Prasarana
Hariandja (2002: 2), SDM merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan di samping faktor yang lain, seperti modal. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 48 Tahun 2013 menyatakan sarana adalah fasilitas yang secara langsung berfungsi sebagai penunjang proses penyelenggaraan tugas dan fungsi pekerjaan, sedangakan prasarana adalah fasilitas yang secara tidak langsung berfungsi sebagai penunjang proses penyelenggaraan tugas dan fungsi pekerjaan.
2.1.4 Penghargaan
Manajemen imbalan adalah penyusunan, implementasi, pemeliharaan, komunikasi dan evaluasi proses imbalan yang mencakup pengukuran nilai jabatan, desain dan manajemen struktur gaji, manajemen kinerja, ketentuan tunjangan dan pensiun karyawan, serta manajemen prosedur imbalan (Sunarto, 2006: 2).
Penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut: 1. Kenaikan Pangkat
Kenaikan pangkat PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat PNS.
2. Pengangkatan Dalam Jabatan
Penghargaan berupa pengangkatan dalam jabatan diberikan kepada PNS yang persyaratannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural.
3. Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1994 Tentang Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya, bahwa jika Pegawai Negeri Sipil menunjukkan kesetiaan, kecakapan, kejujuran, dan kedisiplinannya dapat dijadikan teladan bagi setiap pegawai lainnya sehingga layak memperoleh penghargaan Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya
4. Tunjangan Jabatan
Tunjangan jabatan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tunjangan Jabatan Struktural.
5. Tunjangan Umum
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2006 tentang Tunjangan Umum bagi Pegawai Negeri Sipil merupakan penghargaan bagi setiap PNS, walaupun belum memperoleh jabatan.
6. Kenaikan Gaji Berkala (KGB)
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS. Dengan syarat diberikan KGB jika telah mencapai masa kerja golongan yang ditentukan untuk kenaikan gaji berkala dan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan nilai sekurang-kurangnya cukup.
7. Gaji
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perubahan ketiga belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS.
2.1.5 Hukuman
Dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, profesional, dan bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance), PNS sebagai unsur aparatur negara dituntut untuk setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah, bersikap disiplin, jujur, adil, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas.
Untuk mewujudkan PNS yang andal, profesional, dan bermoral tersebut, mutlak diperlukan peraturan disiplin PNS yang dapat dijadikan pedoman dalam menegakkan disiplin, sehingga dapat menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil memuat kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran. Penjatuhan hukuman disiplin dimaksudkan untuk membina PNS yang telah melakukan pelanggaran agar yang bersangkutan mempunyai sikap menyesal dan berusaha tidak mengulangi dan memperbaiki diri pada masa yang akan datang.
2.1.6 Komitmen Organisasi
Allen & Meyer (dalam Hapsari, 2010) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu kelekatan afeksi atau emosi terhadap organisasi seperti individu melakukan identifikasi yang kuat, memilih keterlibatan tinggi, dan senang menjadi bagian dari organisasi. Komitmen organisasi adalah suatu keadaan bahwa seorang individu memihak pada suatu organisasi tertentu dengan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Indikator dalam mengukur komitmen organisasi (Moeheriono, 2011) melalui adanya penetapan visi dan misi organisasi yang disusun dengan melibatkan segenap komponen anggota organisasi serta pemhaman yang jelas atas visi dan misi tersebut oleh seluruh anggota organisasi.
Pemahaman yang sangat jelas atas visi dan misi organisasi akan memberikan dampak yang positif terhadap segala perencanaan yang direncanakan di dalam organisasi. Setiap anggota organisasi diharapkan membuat perencanaan program masing-masing kerja akan mengikuti visi dan misi organisasi.
2.1.7 SPIP
Sesuai dengan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat SPIP menyebutkan bahwa SPIP adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah.
Unsur-unsur SPIP menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, mengacu pada unsur SPI pemerintahan di berbagai negara meliputi 5 unsur berikut.
1) Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian memberikan gambaran terhadap Kondisi dalam Instansi pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern sehingga atmosfir yang kondusif dalam instansi mendorong terimplementasinya SPIP yang efektif.
2) Penilaian risiko
Risiko menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 adalah kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Penilaian risiko sangat diperlukan dalam mengantisipasi dampak yang akan merugikan terhadap pencapian tujuan.
3) Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko, penetapan dan pelaksanaan kebijakan, serta prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. 4) Informasi dan komunikasi
Pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat sehingga dapat mengidentifikasi penyimpangan yang ada secara efektif dan efisien.
5) Pemantauan
Pemantauan dilakukan untuk memastikan apakah SPI pada suatu instansi pemerintah telah berjalan sebagaimana yang diharapkan dan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan sesuai dengan perkembangan.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang anggaran berbasis kinerja telah banyak dilakukan dan apabila dibandingkan dengan penelitian ini akan mempunyai beberapa kesamaan, antara lain permasalahan yang akan dibahas mengenai penyusunan APBD, tata pemerintahan yang baik, dan penganggaran berbasis kinerja sebagaimana ditampilkan dalam Tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
Tahun/ Nama Peneliti
Topik Variabel
yang Digunakan Hasil
1 Sembiring (2009) Faktor-Faktor yang Mempengaru hi Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Berbasis Kinerja (Studi Empiris Di Pemerintah Kabupaten Karo) Variabel Independen 6. Komitmen Organisasi 7. Penyempurna an Administrasi 8. Sumber Daya yang cukup 9. Penghargaan 10. Sangsi yang tegas Dependent : Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja
1. Secara simultan, komitmen dari seluruh komponen organisasi, penyempurnaan administrasi, sumber daya yang cukup, penghargaan yang jelas serta sanksi yang tegas berpengaruh signifikan terhadap APBD berbasis kinerja,
2. Secara parsial, penyempurnaan
administrasi, penghargaan yang jelas serta sanksi yang tegas masing-masing berpengaruh signifikan terhadap APBD berbasis
kinerja, sedangkan komitmen dari seluruh komponen organisasi serta sumber daya yang cukup tidak signifikan berpengaruh
kinerja. Tetapi yang memiliki pengaruh terbesar terhadap APBD berbasis kinerja adalah penyempurnaan administrasi. No Tahun/ Nama Peneliti Topik Variabel Yg Digunakan Hasil 2. Fitri, et al. (2013) Pengaruh Gaya Kepemimpin an, Komitmen Organisasi, Kualitas Sumber Daya, Reward, Dan Punishment Terhadap Anggaran Berbasis Kinerja Independent : a. Gaya Kepemimpina n b. Komitimen organisasi c. Reward d. Punishment Dependent : Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja lebih dipengaruhi oleh variabel gaya kepemimpinan, komitmen organisasi sedangkan punishment tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Kualitas penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja. Adapun kualitas sumber daya dan reward dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja.
3 Firmansyah, (2008) Faktor-faktor yang mempengaru hi perencanaan anggaran berbasis kinerja di propinsi DKI Jakarta Independent: a. faktor ketrampilan dan keahlian (X1) b. faktor dokumen perencanaan (X2) c. faktor pengetahuan tentang anggaran (X3) d. faktor prosedur perencanaan anggaran (X4) e. faktor data
berdasarkan hasil regresi linier ternyata terdapat 5 faktor yang mempengaruhi perencanaan di Bapeda yaitu X2, X3, X4, X5, dan X7,sedangkan untuk Biro keuangan hanya melibatkan 4 faktor yaitu X2, X3, X4, dan X5. secara keseluruhan ketujuh, faktor tersebut mempengaruhi perencanaan anggaran berbasis kinerja.
(X5) f. faktor inforrnasi yang valid dan mutakhir (X6) g. faktor deskripsi kerja. (X7) Dependent : Anggaran Berbasis Kinerja (Y) 4 Nalarreason , et.al. (2013) Pengaruh good governance dan kompetensi sumber Daya manusia terhadap implementasi anggaran berbasis Kinerja pada dinas pendapatan daerah kabupaten Buleleng Independen: a. Good Governance b. Kompetensi Sumber Daya Manusia Dependen : Implementasi Penganggaran Berbasis Kinerja
Secara parsial variabel good
governance berpengaruh secara
signifikan terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja. Kedua secara
parsial variabel kompetensi sumber daya manusia berpengaruh secara signifikan
terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja. Ketiga secara simultan variabel
good governance, dan
kompetensi sumber daya manusia berpengaruh secara signifikan
terhadap implementasi anggaran berbasis kinerja.
No Tahun/ Nama Peneliti Topik Variabel Yg Digunakan Hasil 5 Yandra, et.al. (2013) Penyusunan APBD berbasis kinerja Independen: a. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi. b. Fokus penyempurnaan
Hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel bebas komitmen dari seluruh
komponen organisasi, penyempurnaan administrasi,
sumber daya yang cukup, sistem reward and punishment secara simultan berpengaruh
secara terus menerus. c. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang). d. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas. e. Keinginan yang kuat untuk berhasil Dependen : Penganggaran Berbasis Kinerja
terhadap penyusunan APBD berbasis kinerja (Y) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Siak. 6 Cholifah (2013) Rancangan model effektivitas penggunaan anggaran berbasis Kinerja dinas pendapatan daerah provinsi jawa timur Independent: a. Sumberdaya (X1) b. Pengukuran Kinerja (X2) c. Ganjaran dan Hukuman (Reward and Punishment)( X3) d. Orientasi Pada Hasil Kerja (Output) (X4) Dependent : Penggunaan Anggaran Berbasis Kinerja (Y)
Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek sumberdaya
sangat berpengaru terhadap effektivitas penggunaan anggaran Berbasis Kinerja pada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa
Timur. Sedangkan Variabel Pengukuran Kinerja, Ganjaran dan hukuman serta orientasi pada Hasil Kerja tidak banyak
mempengarui teradap efektivitas Anggaran Berbasis