5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Melitus 2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Penyakit yang biasa ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin biasa disebut dengan Diabetes melitus. Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu penyakit hiperglikemi yang di akibatkan insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal. Definisi lain dari Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin. (Fatimah, 2016)
Menurut American Diabetes Asosiation (ADA) dalam jurnal (Chaidir, DKK, 2017) , Diabetes Melitus adalah penyakit metabolic yang memiliki karakteristik hiperglikemia yang di sebabkan oleh adanya kelainan sekresi insuli, kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes Melitus termasuk salah satu masalah yang cukup serius di seluruh dunia dikarenakan selalu terjadi peningkatan di masa yang akan datang. Diabetes Melitus juga dapat di definisikan sebagai kumpulan gejala gangguan metabolik yang biasanya ditandai dengan kadar gula darah melebihi standar sehingga mempengaruhi proses metabolisme zat gizi karbohidrat, lemak, dan protein dengan disertai etiologi multi faktor.(Nurayati et al., 2017)
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut (PERKENI, 2015) Diabetes Melitus dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
A. Diabetes Tipe I
Diabetes Melitus yang terjadi dikarenakan distruksi sel beta, biasanya cenderung merusak pada defisien insulin absolut. Yang menyebabkan kerusakan pada sel beta yaitu autoimun dan idiopatik.
B. Diabetes Tipe II
Penyebab Diabetes Melitus tipe II ini sangat bervariasi. Dimulai dari yang paling dominan yaitu resistensi insulin yang disertai dengan defisien insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin yang di sertai dengan resistensi insulin. C. Diabetes Tipe Lain
Pada diabetes tipe lain ini memiliki penyebab dengan beberapa variasi, yaitu adanya defek genetik fungsi sel beta dan defek genetic kerja insulin, terdapat penyakit eksokrin pada pancreas, Endokrinopati, dapat juga disebabkan karena adanya obat atau zat kimia dalam tubuh, adanya Infeksi, imunologi yang jarang pada tubuh, dan Sindrom genetik lainnya yang berkaitan dengan Diabetes Melitus. D. Diabetes Melitus Getasional
2.1.3 Manifestasi Klinis
Ada beberapa tanda terjadinya Diabetes Melitus yang dapat diketahui, Mengutip dari buku Diabetes Melitus Tipe II, 2019. Manifestasi klinis pada pasien diabetes melitus yaitu sebagai berikut :
B. Resistensi Urin
Resistensi urin biasanya terjadi pada orang-orang dengan postur tubuh overweight atau obesitas dikarenakan insulin tidak dapat bekerja dengan optimal pada sel otot, lemak, dan hati sehingga menuntut pancreas untuk menghasilkan insulin yang lebih banyak. Secara Klinis, Resistensi urin merupakan kondisi tubuh dimana terdapat adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari kebutuhan normal agar dapat mempertahankan normoglikemia.
C. Disfungsi Sel Beta
Sel beta pada pancreas dapat menghasilkan insulin sesui dengan kebutuhan untuk memastikan peningkatan resistensi insulin, tetapi pada pasien diabetes melitus sel beta pada pancreas tidak dapat memproduksi insulin dengan adekuat, oleh karena itu pada apsien diabetes melitus fungsi sel beta normal hanya 50%. Sel beta pancreas merupakan salah satu sel penting diantar sel lainnya. Disfungsi sel beta pancreas dapat terjadi karena kombinasi faktor genetic dan faktor lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pancreas dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu proses regenerasi dan kelangsungan hidup pada sel tersebut. Pada orang dewasa sel beta dapat hidup dalam waktu 60 hari. Normalnya sel beta mengalami apoptosis
sebanyak 0,5% tetapi juga di imbangi dengan replikasi dan neogenesis. Seiring bertambahnya usia, jumlah sel beta akan menurun disebabkan oleh proses apoptosis melebihi replikasi dan neogenesis.
D. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memegang peran penting dalam memicu terjadinya penyakit diabetes melitus yaitu adanya obesitas, banyak makan, dan kurangnya aktivitas fisik. Peningkatan berat badan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes melitus, tetapi sebagian besar orang yang mengalami obesitas tidak mengidap diabetes melitus. Penelitian terbaru menemukan adanya keterkaitan antara diabetes melitus dengan obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi yaitu tumor nicrosis factor alfa (TNFA) dan interleukin-6 (IL-6), resistensi urin, gangguan metabolisme asam lemak, dan proses seluler.
2.1.4 Gejala Diabetes Melitus
Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai gejala-gejala pada penderita. Gejala-gejala yang muncul pada penderita DM sangat bervariasi antara satu penderita dengan penderita lainnya bahkan, ada penderita DM yang tidak menunjukkan gejala yang khas penyakit DM sampai saat tertentu. Gejala-gejala DM tersebut telah dikategorikan menjadi gejala akut dan gejala kronis (AR Putra,2015).
Gejala diabetes melitus dibagi menjadi dua bagian, yaitu gejala akut dan kronik. Gejala akut diabtes melitus yaitu polydipsia (banyak minum), polyuria (sering kencing pada saat malam hari), nafsu makan bertambah tetapi tidak menaikkan berat badan dan semakin menurunkan berat badan ( 5-10 kg dalam 2-4 minggu), dan mudah lelah. . (Fatimah, 2016)
Gejala Kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit panas seperti tertusuk jarum, kram, mudah kelelahan, gampang mengantuk, pandangan mata mulai kabur, gigi goyah atau lepas, kemampuan seksual menurun bahkan terjadi impotensi pada pria, terjadi keguguran atu kematian janin dalam kandungan pada ibu hamil, juga berat bayi dalam kandungan mencapai 4 kg. . (Fatimah, 2016)
2.1.5 Diagnosa Diabetes Melitus
Gejala yang sering terjadi pada sesorang yang terkena diabetes melitus yaitu ditandai dengan pemeriksaan gula darah sewaktu >200 mg/dl, gula darah puasa >126 mg/dl. Hasil pemeriksaan tersebut sudah cukup akurat untuk menegakkan diagnose diabetes melitus. (Fatimah, 2016)
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250 mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring. (Fatimah, 2016)
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. .(Fatimah, 2016)
2.1.6 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Menurut (Fatimah, 2016) penatalaksanaan diabetes melitus yaitu sebagai berikut :
A. Diet
Prinsip diet pada penderita Diabetes Melitus sama dengan masyarakat biasa yaitu makan dengan makanan yang bergizi seimbang dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan tubuh individu. Pada penderita diabetes melitus harus di tekankan pada keteraturan pola makannya, seperti jumlah, jadwal, dan jenis makanan.
B. Latihan Fisik / Olahraga
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan.
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan. Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan sekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkan pendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.
D. Obat
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik tetapi harus juga di kombinasi dengan pemberian insulin.
2.2 Konsep Manajemen Diri Pada Remaja 2.2.1 Pengertian Mnajaemen Diri
Manajemen diri merupakan salah satu strategi yang dapat memberikan kesempatam kepada seseorang dalam memilih sendiri Teknik yang akan mereka gunakan untuk merubah suatu perbuatan dan juga dapat mencapai salah satu tujuan yaitu sesorang dapat mengontrol dirinya sendiri. Manajemen diri ini adalah salah satu cara yang lumrah untuk digunakan sebagai bimbingan dan konseling dalam berbagai sarana. Manajemen diri sebagai salah satu latihan yang cukup mudah dan tidak memungut biaya, hal ini sangat efektif dilakukan dimana saja untuk membantu seseorang yang mengalami masalah akibat kikurangan pengetahuan tentang manajemen diri, (Yasdar & Sulaiman, 2017)
Manajemen diri dapat dilakukan dengan meningkatan pengetahuan pasien terhadap gejala, konsekuensi fisik, psikososial dan perubahan gaya hidup pada penderita diabetes mellitus. Penelitian yang berhubungan dengan faktor pengetahuan, self efficacy, health belief dan dukungan sosial telah membuktikan pengaruh terhadap diabetes manajemen diri sehingga faktor tersebut tidak diteliti. Beberapa penelitian membuktikan bahwa motivasi juga dapat mempengaruhi diabetes manajemen diri, namun pada penelitian sebelumnya tidak menjelaskan secara lengkap tentang motivasi internal dan eksternal, dimensi pembentuk motivasi menggambarkan motivasi internal dan eksternal. (Setiawati, 2015)
Manajemen diri pada seseorang dengan diabetes merupakan serangkaian perilaku atau kegiatan yang dilakukan untuk mengatur kondiri mereka, yaitu termasuk juga meminum obat, mengatur diet, melakukan latihan fisik, memantau
glukosan darah dengan mandiri, dan dapat mempertahankan perawatan kaki. Manajemen diri pada seseorang dengan diabetes juga dapat didefiniskan sebagai serangkaian rejimen yang cukup rumit dan seseorang harus mengambil suatu keputusan yang kritis untuk memahami bagaimana cara menyeimbangkan obat, diet, dan olahraga agar mencapai kontrol glikemik yang optimal. (Astuti, 2014) 2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Manjamen Diri
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolikmemiliki riwatyat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein. (Fatimah, 2016)
A. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 1,2. (Fatimah, 2016)
B. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. (Fatimah, 2016)
C. Riwayat Keluarga Diabetes
Mellitus Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus. (Fatimah, 2016)
D. Dislipedimia
Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan naiknya kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes. (Fatimah, 2016)
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun. Seseorang yang lebih dewasa memiliki tingkat manajemen diri yang lebih tinggi pada diet, olahraga, dan pemeriksaan gula darah mandiri di banding penderita diabetes pada usia muda atau remaja. (Astuti, 2014)
F. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000gram 6. Faktor Genetik DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini. (Fatimah, 2016)
G. Alkohol dan Rokok
Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional lingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe 2. (Fatimah, 2016) H. Tingkat Pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi miliki pemahaman yang lebih luas tentang perawatan diri dan dapat melakukan manajemen diri dengan lebih baik baik dari pada orang yang berpendidikan rendah. Seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki manajemen diri yang tinggi terhadap diet, olahraga, dan pemeriksaan gula darah mandiri, dan juga seseorang dengan Pendidikan tinggi dapat lebih memahami informasi yang berhubungan dengan diet, aktivitas fisik, dan pengecekan gula darah secara mandiri (Astuti, 2014)
I. Pekerjaan
Manajemen diri pada seseorang yang bekerja akan lebih rendah daripada seseorang yang tidak bekerja. Hal ini dikarenakan penderita diabetes yang bekerja akan memiliki jadwal yang lebih sibuk dan jadwal yang lebih banyak dibandingkan orang yang tidak bekerja. Karena itu, manajemen diri seperti olahraga dan aktivitas fisik lainnya menjadi prioritas yang rendah untuk mereka. (Astuti, 2014)
J. Lamanya menderita diabetes
Seseorang dengan diagnosa diabetes yang sudah lama atau sudah bertahun-tahun akan dapat menerima penyakitnya dan berusaha untuk mematuhi obat dan akan melakukan gaya baru dalam mengontrol prilaku sehari-harinya. (Astuti, 2014)
K. Dukungan social
Dukungan social merupakan suatu hal penting untuk memanajemen diri, biasanya seseorang dengan penyakit kronis akan membutuhkan lebih banyak support atau dukungan dari teman maupun keluarga. (Astuti, 2014)
2.2.3 Penatalaksanaan Manjemen diri
Seseorang dengan diabetes perlu mengetahui pemahaman dalam pengelolaan penyakitnya. Tugas-tugas dalam manajemen diri yang diperlukan untuk mengontrol diabetes, sebagai berikut:
A. Diet
Seseorang dengan diabetes sangat penting untuk mengatur pola makan mereka, meliputi jenis makanan, waktu makan, dan jumlah makanan yang dimakan, terutama pada pasien yang mengkonsumsi obat penurun gula darah atau insulin. Aturan makan pada pasien diabetes hamper sama dengan masyarakat biasanya yaitu makanan dengan gizi seimbang dan kalori yang sesui dengan kebutuhan tubuh. (Fatimah, 2016)
B. Aktivitas Fisik
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance (CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas malasan. (Fatimah, 2016)
C. Medikasi
DM dapat diobati dengan obat tunggal atau kombinasi obat oral dan insulin. Setiap obat diberikan untuk salah satu ketidaknormalan kadar gula darah dan kombinasi dengan perawatan medis yang dapat menormalkan kadar gula darah. Jika terapi oral tidak bekerja, maka terapi insulin satu-satunya cara untuk mengontrol kondisi hiperglikemia. Insulin hanya akan digunakan jika nilai HbA1c lebih dari 6,5% setelah terapi oral maksimal. Insulin harus dikombinasikan dengan terapi oral
untuk mengurangi risiko hipoglikemia dan peningkatan berat badan (Svartholm and Nylander, 2010)
D. Monitoring gula darah mandiri
Monitoring gula darah mandiri didasarkan pada kebutuhan individu, jadwal, dan penggunaan data yang direncanakan. Monitoringgula darah mandiri efektif dalam meningkatkan kontrol glikemik pada individu dengan DM yang tidak menggunakan insulin. (Hirsch, 2008)Pedoman International Diabetes Federation, 2017 tentang monitoring gula darah mandiri untuk DM merekomendasikan bahwa monitoring gula darah mandiri harus dimasukkan sebagai bagian dari pendidikan manajemen diri diabetes berkelanjutan untuk membantu pasien untuk lebih memahami kondisi mereka, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pengobatan, dan memodifikasi perilaku perawatan dan obat-obatan yang diperlukan.
E. Perawatan Kaki
Kaki diabetes dianggap sebagai komplikasi umum dari diabetes. Pasien dengan risiko ulkus kaki, harus memahami dasar-dasar perawatan kaki. Beberapa studi menunjukkan bahwa intervensi pendidikan bagi pasien tentang perawatan kaki sangat efektif dalam pencegahan ulkus kaki diabetik. Perawat dapat mengajarkan pasien bagaimana melakukan pemeriksaan fisik dan merawat kaki setiap hari. Misalnya, perawat dapat mengganjurkan pasien untuk melaksanakan serangkaian aturan sederhana untuk membantu mencegah
kekambuhan ulkus kaki atau, seperti memeriksa sepatu sebelum memakainya, menjaga kaki bersih dan perawatan kulit dan kuku berkelanjutan. Pelatihan tentang memilih sepatu yang tepat juga sangat penting (Aalaa, 2012). 2.2.4 Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam manajemen diri remaja
A. Pola makan
Sebagian besar remaja pada usia muda tidak mempertimbangkan kesehatan dalam hal memilih makanan maupun pola makan mereka. Bahkan makanan bukan hanya kebutuhan rasa lapar dan kesehatan, tetapi makanan di jadikan salah satu alat untuk berkumpul dan berbincang dengan teman ataupun yang lainya. Salah satu hambatan yang membuat persepsi seseorang untuk memiliki pola makan yang baik yaitu karena mereka menganggap makanan yang sehat memiliki rasa yang tidak
enak, biasanya orang yang seperti ini miliki sikap yang pemilih terhadap makanan. Mereka juga tidak terbiasa makan dengan teratur, rasa malas untuk mendapatkan makanan sehat dan belum peduli dengan kesehatan. Pemilihan makanan oleh remaja banyak dipengaruhi oleh rasa, harga, ketersediaan, dan pengaruh orang terdekat. Remaja tidak banyak mempertimbangkan faktor kesehatan dalam pemilihan makanan. (Wigiyandiaz et al., 2020)
B. Lingkungan
Pada remaja akhir yang bertempat tinggal jauh dari keluarga seperti tinggal di kontrakan atau kost akan merasa tidak ada dukungan untuk mengkonsumsi makanan sehat dari teman atau keluarga dan merasa dianggap aneh jika mengkonsumsi makanan sehat. Juga pada remaja yang bertempat tinggal di kost sebagia ada yang tidak di sediakan dapur untuk memasak dan kulkas untuk menyimpan makanan agar tidak cepat basi. Hal tersebut yang memicu hambatan bagi para remaja untuk memulai hidup sehat. (Wigiyandiaz et al., 2020)
C. Olahraga
Remaja pada umumnya belum terlalu memperhatikan kesehatan mereka, mereka juga belum memiliki keterampilan untuk tidak berolah raga dan masih suka bermalas-malasan. Hambatan yang sering terjadi yaitu padatnya jadwal kerja atau kuliah yang membuat para remaja merasa Lelah dan malas untuk berolahraga, serta sebagian yang jauh dari tempat olahraga akan merasa lebih malas lagi untuk berolahraga. (Wigiyandiaz et al., 2020)