BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Bola golf saat ini yang banyak ditemukan terdiri dari bola golf 1-piece,
2-piece, dan 3-piece. Dan pada penelitian ini peneliti menggunakan bola golf 1-piece. Bola ini adalah bola yang baik untuk pemula, karena murah dalam biaya produksinya. Bola ini terbuat dari sepotong padat surlin dengan lesung yang dibentuk masuk ke arah dalam. Bola ini proses pembuatannya murah dan sangat tahan lama. Gambar bola golf 1-piece dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bola golf 1-piece (google, 2001)
Bola golf 1-piece dipergunakan oleh pegolf untuk latihan memukul,
karena bola ini memiliki daya tahan yang bagus dan jarak lintasan yang maksimum. Proses pembuatan yang mudah membuat bola ini memiliki harga
yang relatif lebih murah dibanding bola golf jenis lain. Bola ini dibuat dengan inti padat tunggal tertutup pada cover bola. Inti padat biasanya terbuat akrilat bertekanan tinggi atau resin dan ditutupi oleh penutup. Ukuran dan jumlah dimple
memiliki nilai bervariasi sesuai dengan pabrikan bola yang memproduksinya. inti bola
2.2. Material Komposit
Bahan komposit merupakan bahan teknologi yang mempunyai potensi
yang tinggi. Komposit dapat memberikan gabungan sifat-sifat yang berbeda-beda pada penggunaan yang tidak akan diperoleh melalui penggunaan logam dan keramik, khususnya tentang sifat kekuatan spesifik serta kekakuan spesifik.
Klasifikasi komposit dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Klasifikasi/skema struktur komposit (Calliester, 1994)
Secara umum bahan komposit terdiri dari dua bagian utama, yaitu : (1) matriks yang mengisolasi fasa, dan (2) penguat/reinforcement (gambar 2.3).
Gambar 2.3 Gabungan makroskopis fasa-fasa pembentuk komposit
Matriks berfungsi sebagai pelindung dan pengikat fasa penguat. Biasanya
matriks mempunyai kerapatan, kekukuhan dan kekuatan yang jauh lebih rendah Composite
daripada serat. Namun, gabungan matriks dengan serat bisa mempunyai kekuatan dan ketegaran yang tinggi, tetapi masih mempunyai kerapatan yang
rendah. Matriks jenis ini tergolong polymer thermoset dan memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk
crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap jenis pembebanan statik dan impak. Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki bahan
ini ialah dalam bentuk rantai molekul raksasa atom-atom karbon yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian struktur molekulnya menghasilkan efek peredaman yang cukup baik terhadap beban yang diberikan.
Foam didefenisikan sebagai penyebaran gelembung gelembung gas yang terjadi pada material cair dan padat. Foam berkembang menjadi rongga rongga
mikro yang memiliki diameter 10µm. Foam yang tersebar dalam polymer dapat mencapai 108/cm3
Pada saat ini, perkembangan penelitian ini telah menghasilkan
karakteristik fisik dan mekanik material foam (Klemper, 2004). Karakteristik fisik tersebut meliputi faktor geometri, separti ukuran rongga dan ketebalan dinding
rongga. Selain karakteristik fisik juga terdapat karakteristik mekanik. Karakteristik mekanik terdiri atas densitas dan modulus elastisitas.
(Gupta, 1998).
Material foam memiliki susunan rongga yang bervariasi. Susunan rongga
tersebut dapat diketahui melalui pengamatan struktur mikro material foam. Susunan rongga dibagi atas dua jenis, yaitu susunan rongga terbuka (open cell)
rongga tertutup tidak terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat kaku. Perbedaan kedua jenis ini susunan rongga tersebut ditunjukan oleh gambar 2.4.
a.rongga terbuka b.rongga tertutup Gambar 2.4 Jenis material berongga (Klemper, 2004)
Rongga rongga pada polymer terbentuk akibat adanya campuran fase padat dan gas. Dua fase tersebut terjadi dengan cepat dan membentuk permukaan
material yang berongga. Foam yang dihasilkan dari polimer merupakan gelembung udara atau rongga udara yang bergabung di dalam polymer tersebut.
Material yang digunakan untuk membentuk foam disebut blowing agent. Pemberian blowing agent dilakukan secara kimia dan fisika. Blowing agent secara kimia menimbulkan dekomposisi unsur-unsur material dalam suatu reaksi kimia.
Blowing agent secara fisika terjadi akibat adanya gas yang diberikan pada material.
pengeluaran panas (eksoterm) yang mengakibatkan kenaikan temperature mencapai 75-1600
Sifat–sifat dari komposit sangat tergantung kepada sifat–sifat dari fasa-fasa pembentuknya, jumlah relatif masing–masing fasa-fasa, bentuk dari fasa-fasa, ukuran fasa, distribusi ukuran dari fasa–fasa dan sebarannya. Bila komposit tersusun dari
dua material yaitu, (1) M sebagai matriks dan (2) P sebagai penguat, maka secara teoritis sifat–sifat hasil pencampuran kedua material tersebut memiliki sifat
diantara sifat dari masing–masing material yang bercampur. C.
2.3. Material Komposit Polymeric Foam
Material komposit polymeric foam terdiri dari polyester resin tak jenuh,
silikon, blowing agent, serat TKKS, dan serat nilon. Blowing Agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Polyol dan Isocyanate. Sementara untuk mempercepat proses polimerisasi digunakan katalis jenis MEKPO dan katalis Blusill.
2.3.1. Polyester Resin Tak Jenuh
Polyester resin tak jenuh merupakan polymer kondensat yang terbentuk berdasarkan reaksi antara polyol yang merupakan organik gabungan dengan
alkohol multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic, yang mengandung ikatan ganda. Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol, seperti ethylene glycol. Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah asam phthalic dan asam maleic.
ketika proses pembentukan. Data karakteristik mekanik material polyester resin tak jenuh seperti terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakteristik mekanik polyester resin tak jenuh (Justus, 2007)
SIFAT MEKANIK SATUAN BESARAN
Berat Jenis (ρ) Kg.m-3 1200 s/d 1500
Modulus Young ( E) GPa. 2 s/d 4,5
Kekuatan Tarik (σT) Mpa 40 s/d 90
Umumnya material ini digunakan dalam proses pembentukan dengan cara
penuangan antara lain perbaikan body kenderaan bermotor, pengisi kayu dan sebagai material perekat. Material ini memiliki sifat perekat dan aus yang baik dan
dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda. Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan terhadap sinar Ultraviole (UV), dan daya tahan yang baik terhadap serapan air.
Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak kedalam bentuk komposit, dimana material-material penguat seperti serat kaca, karbon dan lain-lain akan
meningkatkan sifat mekanik material tersebut. Ketika dalam keadaan tunggal material ini bersifat rapuh dan kaku.
2.3.2. Katalis MEKP
Katalis merupakan material kimia yang digunakan untuk mempercepat proses reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan
atmosfir. Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan
2.3.3 Silikon
Silikon adalah suat
lambang Si da bersifat lebih tidak reaktif daripad Kontroversi mengenai sifat-sifat silikon bermula sejak penemuannya. Silikon
pertama kali dibuat dalam bentuk murninya pada tahun 1824 dengan nama silisium (dari katasilicis), dengan akhiran -ium yang berarti logam.
Meski begitu di tahun 1831, namanya diganti menjadi silikon karena sifat-sifat fisiknya lebih mirip denga
Silikon merupaka
massanya, tapi sangat jarang ditemukan dalam bentuk murni di alam. Silikon paling banyak terdistribusi pada
bentuk seperti di kerak bumi setel
Silikon sering digunakan untuk membuat serat optik dan dalam operasi plastik digunakan untuk mengisi bagian tubuh pasien dalam bent
Silikon dalam bentuk mineral dikenal pula sebagai zat kersik.
Sebagian besar silikon digunakan secara komersial tanpa dipisahkan, terkadang dengan sedikit pemrosesan dari senyawanya di alam. Contohnya adalah
pemakaian langsung batuan, pasir silika, dan tanah liat dalam pembangunan gedung. Silika juga terdapat pada keramik. Banyak senyawa silikon modern
tinggi. Silikon juga dipakai sebagai monomer dalam pembuatan polymer sintetik
Silikon yang digunakan dalam penelitian ini adalah silikon rubber RTV. Silikon ini berbentuk agak cair, namun akan mengeras seperti karet setelah diberikan katalis. Katalis yang digunakan merupakan katalis khusus dengan nama
Bluesill. Katalis Bluesill akan mempercepat reaksi pengerasan silikon pada suhu kamar dan tekanan atmosfir.
2.3.4. Blowing Agent
Blowing agent adalah material yang digunakan untuk menghasilkan struktur berongga pada komposit yang dibentuk. Jenis blowing agent yang
digunakan dalam penelitian ini adalah polyurethane.
Polyurethane adalah suatu jenis polimer yang mengandung jaringan urethane yaitu -NH-CO-O-. Polyurethane dibentuk oleh reaksi senyawa isocyanate yang bereaksi dengan senyawa yang memiliki hydrogen aktif seperti polyol, yang mengandung group hydroksil dengan pemercepat katalis. Unsur nitrogen yang bermuatan pada kelompok alkohol (polyol) akan membentuk ikatan urethane antara dua unit monomer dan menghasilkan dimer urethane. Reaksi isocyanat ini akan membentuk amina dan gas karbon dioksida (CO
2
2.3.5. Serat TKKS
). Gas ini
yang kemudian akan membentuk foam pada material polymer yang terbentuk. Material yang terbentuk dari campuran blowing agent dan polymer disebut dengan
material polymeric foam.
Penguat komposit yang digunakan ialah dari bahan TKKS yang kemudian
TKKS yang belum dicacah adalah 13-18 cm dan serat ini dihaluskan lagi hingga mencapai ukuran 100-600 μm. TKKS terdiri dari beberapa bahan penyusun yang
terbagi sesuai dengan persentasenya masing-masing. Bahan–bahan penyusun TKKS dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Bahan penyusun tandan kosong kelapa sawit (Enviro Carbon, 2009) No Bahan-Bahan Kandungan Komposisi (%)
1. Uap air 5.40
2. Protein 3.00
3 Serat 35.00
4. Minyak 3.00
5. Kelarutan air 16.20
6. Kelarutan unsur alkali 1 % 29.30
7. Debu 5.00
8. K 1.71
9. Ca 0.14
10. Mg 0.12
11 P 0.06
12. Mn, Zn, Cu, Fe 1.07
TOTAL 100,00
Permasalahan yang dihadapi pada penggunaan produk dari tandan kosong kelapa sawit adalah terdapat kandungan zat ekstraktif dan asam lemak yang sangat
tinggi, sehingga dapat menurunkan sifat mekanik material yang dibentuk. Tandan kosong kelapa sawit segar dari hasil pabrik kelapa sawit umumnya memiliki komposisi lignoselulose 30,5%, minyak 2,5% dan air 67%, sedangkan bagian
lignoselulose sendiri terdiri dari lignin 16,19%, selulosa 44,14% dan hemiselulosa 19,28%. Sehingga pada pembuatan material ini tandan kosong kelapa sawit
Gambar 2.5 Serat TKKS yang telah dihaluskan
2.3.6. Serat Nilon
Nilon merupakan suatu keluarga
bulu nilon, dilanjutkan dengan produk yang lebih dikenal seperti wanita pada 1940(Wikipedia, 2008). Nilon dibuat dari rangkaian unit yang ditautkan dengan ikatan amida dan sering diistilahkan denga
Nilon merupaka
panjang.
Bahan nilon ditujukan untuk menjadi pengganti diwujudkan dengan menggunakannya untuk menggantikan sutra sebagai bahan
2.4 Karakteristik Mekanik Material 2.4.1 Pengujian Statik
2.4.1.1 Persamaan Tegangan Dan Regangan
Pada sebuah batang lurus yang dikenai beban tarik, maka akan mengalami perubahan panjang yang disertai dengan pengurangan luas penampang batang.
Perubahan panjang ini disebut juga dengan regangan teknik (ɛeng), yang
didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi(∆L) terhadap panjang
batang mula-mula(L0). Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan
tegangan teknik(σeng), dimana hal ini didefinisikan juga sebagai nilai pembebanan
yang terjadi(F) pada suatu luas penampang awal(A0
σ = F/A ………...……….(2.1) ). Untuk memperoleh
tegangan, dalam persamaan dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.1).
Dimana : σ = Tegangan normal ( N/m2 F = Gaya ( N )
)
A = Luas penampang ( m2
Persamaan ini dapat diperluas lagi menjadi seperti ditunjukan pada persamaan (2.2) dan (2.3).
Dimana ∆L = L1-L0 . L1 merupakan panjang akhir batang pada suatu
pengujian tarik sebelum beban dihilangkan kembali. Tegangan sebenarnya(σtrue)
didefinisikan sebagai nilai beban yang diberikan terhadap luas penampang batang (A1) yang berubah akibat tarikan. Sementara regangan yang sebenarnya(ɛtrue
σ
) didefinisikan sebagai logaritmik perubahan panjang batang akhir terhadap panjang
awal batang. Kedua istilah tersebut dapat dituliskan kedalam bentuk persamaan (2.4) dan (2.5).
true = Tengangan sebenarnya ( N/m2
A
Dalam aplikasinya, hasil dari pengukuran tegangan pada pengujian tarik
dan tekan umumnya merupakan nilai teknik, hal ini disebabkan oleh sulitnya mendapatkan nilai perubahan luas penampang sebenarnya yang disebabkan oleh
beban tarik dan tekan. Selain itu, perubahan yang terjadi sangat kecil, sehingga dapat dianggap sama dengan A
= Regangan sebenarnya ( m/m )
0
2.4.1.2 Hubungan Tegangan Dan Regangan .
Batas–batas tertentu tegangan pada suatu material nilainya proporsional terhadap regangan yang dihasilkan. Teori ini kemudian lebih dikenal dengan
maka sifat ini akan menyebabkan material kembali kedalam bentuk dan dimensi aslinya. Jika beban yang diberikan melebihi batas elastik, maka material tidak
akan bisa kembali pada bentuk semula.
Perbandingan antara tegangan dan regangan dalam batas elastik disebut dengan istilah modulus elastisitas. Persamaan modulus elastisitas dapat dilihat
pada persamaan (2.6).
E = σ/ɛ ………….………(2.6)
Dimana : E = Modulus elastisitas ( N/m2 σ = Tegangan ( N )
)
ɛ = Regangan ( m/m )
2.4.1.3 Pengujian Tekan
Mekanisme deformasi polymeric foam akibat beban statik ditunjukkan
oleh gambar 2.6. yaitu kurva tegangan dan regangan, berdasarkan kurva tegangan dan regangan uji tekan statik diperoleh tiga tingkatan respon yaitu: Elastisitas linear(bending), plateau(buckling elastis),dan densification. Tiga tingkatan ini memiliki definisi yang berbeda.
Elastisitas linear ditandai oleh bending terhadap dinding rongga dan kemiringan(tegangan-regangan) awal atau modulus elastisitas yang diperoleh dari
tingkatan ini. Plateau merupakan karakteristik respon yang terjadi setelah polymeric foam mengalami elastisitas linier ditandai dengan berlipatnya rongga-rongga(buckling elastis) polymeric foam. Pada saat rongga-rongga hampir terlipat seluruhnya dan dinding-dinding rongga menyatu, akan mengakibatkan rongga-rongga menjadi lebih padat, tegangan normal tekan statik akan meningkat.
Karakteristik material dapat diketahui dari respon yang dialami material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan(disturbance) yang diberikan terhadap sebuah sistem. Gangguan akan mengakibatkan perubahan atau deformasi pada
material. Dalam pengujian statik, perubahan terjadi pada dimensi material. Didalam pengujian tekan statik, gaya yang diberikan terlihat pada gambar 2.7.
Keterangan gambar : F = Gaya yang diberikan pada batang ( N )
L0
∆L = perubahan panjang pada batang ( m ) = Panjang awal batang uji ( m )
Gambar 2.7 Diagram uji tekan statik (Yani, 2011)
Berdasarkan diagram yang ditunjukkan pada gambar 2.7. dapat ditentukan respon mekanik berupa tegangan normal dan regangan akibat beban tekan statik.
𝜀= Δ𝐿/𝐿0 ...………. (2.7)
Regangan akibat beban statik adalah perbandingan antara ΔL perubahan
panjang spesimen (m) dan L
0
E = 𝜎/𝜀 ……….…………...(2.8) panjang awal spesimen (m). Berdasarkan respon
yang dialami oleh material maka karakteristik material tersebut dapat diketahui, seperti modulus elastisitas. Modulus elastisitas secara matematis (Hukum Hooke)
dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.8) atau (2.9).
atau
E = 𝐹.𝐿0
2.4.2. Pengujian Impak
/𝐴.𝛥𝐿 ………. (2.9)
2.4.2.1 Teori Ayunan Bola Bandul
Dengan pendekatan empiris, asumsi sebuah bandul diikatkan pada batang besi dengan massa m dan panjang L. Kemudian massa ini ditarik kesamping sehingga tali membentuk sudut θ0 dengan sudut vertikal dan dilepas dari keadaan
diam. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Keterangan gambar : L = Panjang batang ( m ) T = Tegangan batang ( N/m2
θ
)
0
Gambar 2.8 Prinsip ayunan bandul
Kedua gaya yang bekerja pada beban (dengan mengabaikan hambatan udara) adalah gaya gravitasi mg, yang bersifat konservatif, dan tegangan T, yang
tegak lurus terhadap gerakan. Oleh karena itu, dalam persoalan ini energi mekanik sistem beban-bumi adalah kekal.
Dengan mengamsumsikan energi potensial gravitasi bernilai nol didasar ayunan. Semula beban berada pada ketinggian h didasar ayunan dan diam. Energi kinetiknya bernilai nol dan energi potensial sistem bernilai mgh. Jadi energi total
awal dari sistem adalah :
Ei= Ki + Ui Dimana:
= 0 + mgh………...(2.10)
Ei K
= energy total awal system
i
U
= energy kinetic awal
i
Ketika bandul berayun turun, energi potensial berubah menjadi energi
kinetik. Maka energi akhir dari dasar ayunan menjadi : = energy potensial awal
Ef= Kf + Uf = ½ mv2 + 0 = ½ mv2 Dimana :
………..…..(2.11)
Ef K
= energy total akhir system
f
U
= energy kinetic akhir
f = energy potensial akhir
Selanjutnya kekekalan energi memberikan :
……….………...(2.12) Untuk mendapatkan kelajuan yang dinyatakan dalam sudut awal θ0, harus
dihubungkan h dengan θ0. Jarak h berhubungan dengan θ0
)
dan panjang bandul L melalui :
……….(2.13) Sehingga kelajuan didasar bandul didapat dari :
)
Impuls didefinisikan sebagai gaya yang bekerja dalam waktu singkat. Impuls merupakan besar gaya yang terjadi pada sebuah benda pada selang waktu
tertentu, secara matematis ditulis :
I= F.Δt = F (t2-t1
Dimana : I = Impuls (Ns)
) ……….(2.15)
F = Gaya (N)
Δt = Selang waktu (s)
p
Gambar 2.9. Grafik gaya vs waktu (Siregar, 2005) 2.4.2.3 Momentum
Momentum adalah ukuran kecenderungan benda untuk terus bergerak. Momentum merupakan ukuran mudah atau sukarnya suatu benda mengubah keadaan geraknya (mengubah kecepatannya, diperlambat atau dipercepat). Secara
matematis ditulis :
P = m.v …...(2.16)
Dimana :
P = Momentum benda (kgms-1
m = massa benda yang bergerak (kg) )
v = kelajuan benda ( ms-1 Sesuai dengan Hukum II Newton :
) Sehingga Impuls merupakan perubahan momentum.
2.4.2.4 Gaya Impak
Gaya impak dapat dihitung dengan menggunakan persamaan impuls yang
terdapat pada pers(2.17).
F = I /Δt
F = 𝑚.𝑣2− 𝑚.𝑣1/Δt (2.18) Dimana:
F = Gaya (N) I = Impuls (N.s)
∆P = Perubahan momentum (kg m/s)
m = Massa benda yang bergerak (kg) v = Kelajuan benda ( ms-1
Untuk menghitung gaya impak, terlebih dahulu dengan menentukan
kelajuan dengan persamaan:
)
𝑣= �2.𝑔.∆ℎ …..……….(2.19)
Dimana: v = Kecepatan benda jatuh (m/s) g = Percepatan gravitasi (m/s2)
h = selisih ketinggian h2 – h1
2.4.3. Kelentingan bola.
(m)
Pada tumbukan lenting sebagian hanya hanya berlaku hukum kekekalan momentum. Besarnya koefisien restirusi pada tumbukan lenting sebagian adalah 0 < e < 1. Jika dibandingkan dengan tumbukan lenting sempurna, maka akan didapat bahwa kecepatan setiap benda setelah bertumbukan pada tumbukan lenting sebagian menjadi lebih kecil. Selain kecepatan, ketinggian setiap benda setelah bertumbukan pada tumbukan lenting juga mengalami pengurangan.
Semakin banyak pantulan yang terjadi maka akan semakin dekat jarak pantulan pada bidang pantul. Konsep kelentingan ini seperti yang di tunjukan pada gambar
h1
ℎ1’ 𝑣2 ℎ2 ’
h
2 ’Keterangan : h1 = ketinggian awal (m) v1
h
= kecepatan awal (m/s)
1’ = ketinggian pantulan (m) v1
h
’= kecepatan pantulan
(m/s)
2 = ketinggian kedua (m) v2
h
= kecepatan kedua (m/s)
2’= ketinggian pantulan kedua (m) v2
Gambar 2.10. Pantulan bola jatuh bebas.
’= kecepatan pantulan
(m/s)
Bola jatuh bebas dari ketinggian h1. Sesaat sebelum bertumbukan dengan
lantai, kecepatan bola v1. Sesudah bertumbukan dengan lantai, kecepatan bola
menjadi v1’ sehingga bola mencapai ketinggian h1’
𝑣1′−𝑣2′
𝑣1−𝑣2 = −𝑒
𝑣1′−0
𝑣1−0 = −𝑒
. Dalam hal ini berlaku
persamaan:
……... (2.20) Dimana :
v1’
Dalam kasus ini, benda pertama adalah bola dan lantai bertindak sebagai
benda kedua . sebelum dan sesudah tumbukan, lantai tetap diam sehingga 𝑣2 dan
𝑣2′ bernilai nol. Dengan menggunakan persamaan gerak lurus berubah beraturan
(GLBB) :
= kecepatan pantulan kedua ( m/s )
vt = v0 pada selang waktu t, kecepatan v
+ a.t (2.21)
0berubah menjadi vt
v = 1
2 (v
, sehingga kecepatan rata-rata v dapat dituliskan menjadi:
0 + vt
dapat kita ketahui bahwa persamaan kecepatan rata-rata adalah:
) (2.22)
v = 𝑠 𝑡⁄ (2.23)
dengan mensubtitusikan persamaan (2.22) ke dalam persamaan (2.23), maka
didapatkan:
𝑠 𝑡⁄ = 1
2 (v0 + vt
dengan mensubtitusikan persamaan (2.24) ke dalam persamaan (2.21), maka kita
akan mendapatkan persamaan:
) t = 2𝑠
(𝑣0+𝑣𝑡) (2.24)
vt = v0
Dalam kasus ini, benda diamati mulai dari keadaan diam, sehingga v + a. 2𝑠
(𝑣0+𝑣𝑡) (2.25)
0 = 0. Dengan
memasukan nilai v0
v
, maka persamaan kecepatan yang didapat ialah:
Jika dihubungkan antara ketinggian benda dan kecepatannya dalam kasus ini, akan didapatkan:
a. Kecepatan saat tepat sebelum bertumbukan:
𝑣1 = �2𝑔ℎ1 ...(2.27)
b. Kecepatan saat tepat sesudah bertumbukan:
𝑣1′ = - �2𝑔ℎ1′ (2.28)
Subtitusikan kedua persamaan tersebut ke dalam persamaan di atas, sehingga didapat
𝑣1′
𝑣1 = −𝑒
−�2𝑔ℎ1′
�2𝑔ℎ1 = −𝑒
ℎ1′
ℎ1 =𝑒
2…..(2.29)
Sebuah benda jatuh bebas dari ketinggian ℎ1, dan setelah tumbukan yang
pertama tinggi menjadi ℎ2. Jika terjadi tumbukan berulang kali , setelah tumbukan
berikutnya, tinggi yang dapat dicapai adalah ℎ3 ,ℎ4 ,ℎ5 dan seterusnya. Secara
umum persamaan ditulis:
𝑒
=
�
ℎ2ℎ1
=
�
ℎ3
ℎ2
=
�
ℎ4