SKRIPSI
HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA KASIH SAYANG IBU
BATUSANGKAR TAHUN 2014
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan
VISKA SUCI RAMADHANI 101000214201032
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN DAN MIPA
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan stres dengan kejadian insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun
2014”
. Selamat serta salam kepada rasullah SAW atas cahaya islam yang telah beliau wariskan diakhir zaman. Penyusunan skripsi ini dalam rangka untuk memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Keperawatan di Fakultas Kesehatan dan
MIPA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Peneliti telah banyak menerima motivasi, arahan, bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. H. Bustannuddin Agus, MA selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Sumatera Barat.
3. Ibu Ns. Betty, S. Kep selaku ketua Prodi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan dan MIPA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat.
4. Ibu Elmi S.Kp,M.Kes. sebagai dosen pembimbing I yang telah ikhlas meluangkan waktu dan memberikan arahan serta masukan untuk peneliti sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Ns. Ropika Ningsih M,Kep sebagai dosen pembimbing II yang ikhlas memberikan waktu, pikiran, dan perhatiannya untuk mengarahkan, menasehati
dan mengajari sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Pihak Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar yang telah
memberikan izin dalam mengambil data dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh staf dan dosen pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan dan MIPA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang telah
banyak memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama dalam perkuliahan dan pembuatan skripsi.
8. Teristimewa ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Ayah, Ibu, Adik beserta keluarga yang tiada henti mendoakan dan memberi dukungan serta motivasi dalam setiap langkah peneliti.
9. Rekan-rekanku angkatan 2010 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kesehatan dan MIPA UMSB Bukittinggi yang telah memberikan do’a, dukungan
dan masukan yang sangat berguna untuk skripsi ini.
Semoga segala amal, kebaikan, dan pertolongan yang telah diberikan kepada peneliti mendapat berkah dari Allah SWT. Peneliti mohon maaf apabila masih
banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan dan berguna untuk pengembangan ilmu dikemudian hari.
Bukittinggi, Juli 2014
DAFTAR ISI
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teoritis ... 7
B. Kerangka Teori... 40
C. Kerangka Konsep ... 41
D. Hipotesis ... 41
E. Definisi Operasional... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 45
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
D. EtikaPenelitian ... 48
E. AlatPengumpulan Data ... 49
F. Rencana Analisis Data ... 50
DAFTAR TABEL
DAFTAR SKEMA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1 :Planning Of Action (POA) Lampiran 2:PermohonanMenjadiResponden Lampiran3 :PersetujuanMenjadiResponden Lampiran 4:HalamanPernyataanOrisinilitas Lampiran 5: Kuesioner
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN DAN MIPA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARATBUKITTINGGI Skripsi, Juli 2014
Viska Suci Ramadhani
Hubungan Stres Dengan Kejadian Insomnia Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar 2014
Viii+ 63 Halaman + 7 Tabel + 2 Skema + 10 Lampiran
ABSTRAK
Insomnia adalah persepsi dimana seseorang merasa tidak cukup tidur atau kualitas tidur yang buruk karena satu atau lebih hal berikut, kesulitan mengawali tidur, sering terbangun tengah malam dan susah untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, atau tidur yang tidak segar. Stres memegang peranan utama terhadap kecendrungan insomnia, stres akan menyebabkan beberapa otot mengalami ketegangan sehingga mengaktifkan system saraf simpatis. Aktifnya saraf simpatis menyebabkan kita tidak dapat santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan stres dengan kejadian insomnia. Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar dengan 60 responden.
Jenis penelitian ini adalah korelasi dengan desain penelitian cross sectional.
pengumpulan data dilakukan tanggal Maret sampai Juli 2014. Teknik pengambilan sample adalah total sampling. Data insomnia diukur dengan alat ukur insomnia Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta –Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS) yang telah dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia dan stres dengan kuisioner pengukur stres (CES-D) yang telah dimodifikasi sesuai kondisi lansia.
Analisa hasil penelitian dengan uji chi - square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara stres dengan insomnia dengan nilai p = 0,000 (P<0,05) dan OR=23,467 dengan arah hubungan positif. Artinya terdapat hubungan yang bermakna antara stress dengan kejadian insomnia
Disarankan kepada perawat di PSTW untuk memberikan bimbingan konseling karena kondisi psikologis dapat mempengaruhi insomnia.
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) stres adalah reaksi/respon
tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan).Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi
umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif.
Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memperhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs 2004).
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan (Sunaryo 2004). Menurut (Suparyanto
2011) stres yang terjadi pada lansia berhubungan dengan kematian pasangan, status sosial ekonomi, penyakit, isolasi sosial dan spiritual, perubahan kedudukan, pensiun serta menurunnya kondisi fisik dan mental juga dapat mengakibatkan
stres pada lansia.
Stres akan mempengaruhi kerja daerah raphe nucleus, yaitu daerah yang
proses tidur terganggu. Selain itu stres juga menghambat kerja kelenjar pinealis untuk mengeluarkan hormon melatonin yang diperlukan untuk tidur normal
(Iskandar, 2009).
Rafnowledge (2004) mengatakan, semakin tinggi stress pada lansia maka
kebutuhan waktu tidur akan berkurang. Pemimpin klinik insomnia di Stanford AS, Dr. Nino Murcia mengatakan hal ini disebakan oleh ketegangan pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi system saraf pusat (SSP)
sehingga kondisi fisik senantiasa terjaga (Ridoaja, 2008).
Rafknowledge (2004) Mengatakan Perubahan usia datang tanpa disadari,
seperti lewatnya sebuah musim. Pelan-pelan semakin bertambah usia manusia. Lansia mulai sadar kalau penglihatan tak lagi tajam dan kualitas pendengaran semakin berkurang. Seiring waktu yang sama, pengalaman tidur lansia pun
berubah. Meski begitu ini tidak berarti kalau kebutuhan tidur menjadi berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Kenyataannya hasil penelitian membuktikan
kebutuhan tidur adalah konstan disepanjang usia.
Salah satu masalah kesehatan yang banyak dihadapi kelompok lanjut usia adalah insomnia (susah tidur) (Yerly, 2009). Di Indonesia setiap tahun
diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya keluhan susah tidur (insomnia) dan sekitar 17% mengalami keluhan tidur yang serius. Prevalensi
gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. (Irawan, 2009).
terbangun dari tidur, dan/atau tidur yang singkat atau tidur non restoratif.Zion & Israel (2003 dikutip dari Darmodjo, 2009) mengatakan ada beberapa faktor
penyebab insomnia pada usia lanjut yaitu faktor fisik, psikologis, penggunaan obat-obatan dan alkohol, kebiasaan tidur serta penyakit komorbid lain yang di
derita.
Seseorang dapat mengalami insomnia akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang di cintai
(Potter & Perry, 2005). Insomnia akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup (Potter & Perry, 2005).
Begitu dampak insomnia bagi kesehatan dapat mengakibatkan kematian. Sebuah studi yang telah dilakukan selama 14 tahun di Peen State dan melibatkan 1741 pria dan juga wanita menunjukkan bahwa pria yang menderita insomnia
memiliki resiko angka kematian 4 kali lebih besar dari pada pria yang memiliki siklus tidur normal selama 6 jam dan dr. N. Vgontzas dan timnya juga
menemukan bahwa baik wanita maupun pria dengan insomnia lebih sering mengalami tekanan darah lebih tinggi, diabetes, dan defisit neurokognitif jika dibandingkan dengan mereka yang tidur secara normal. Penelitian ini dilakukan
oleh tim peneliti di Peen State, dr. Alexandros N. Vgontzas dan rekan-rekannya. (DokterUmum.net,Hati-Hati Insomnia Dapat Menyebabkan Kematian, 2013).
penelitilakukanpada tanggal 18maret 2014 dengan 20 orang lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Cubadak Batusangar, 7 orang diantaranya mengeluh tidak bisa tidur
karena sering terbangun tengah malam 5-7 kali akibat streskarena mengingat anak dan cucu dan badan terasa letih pada siang hari , 4 orang lansia mengatakan sulit
mengawali tidur pada malam hari, biasanya tertidur sekitar jam 1 atau 2malam kemudian bangun jam 3malam dan tidak bisa tertidur kembali, sedangkan 4 orang lansia mengatakan sulit tidur karna stres akibat penyakit yang dideritanya, dan 5
orang mengatakan tidak mengalami sulit tidur.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan stress dengan kejadian Insomnia pada lansia di Panti Asuhan Kasih Sayang Ibu Batusangkar tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan stres dengan kejadian insomnia pada lansia di
PantiSosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar tahun 2014. 2. Tujuan Khusus
a. Diketahui tingkat stres lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar tahun 2014.
b. Diketahui distribusi frekuensi kejadian insomnia lansia di PSTW Kasih
Sayang Ibu Batusangkar tahun 2014.
c. Diketahui hubungan stres dengan kejadian insomnia lansia di PSTW
Kasih Sayang Ibu Batusangkar tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar
Sebagai bahan masukan dalam menangani dan merawat pasien lansia,khususnya yang mengalami stres dan insomnia.
2. Institusi Pendidikan
3. Bagi Peneliti / peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain
sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama yang terkait dengan penanganan insomnia pada lansia yg disebabkan oleh
stres.
E. RuangLingkup
Penelitian inimembahasmengenaihubungan stress dengankejadian
insomniapadalansia di PSTW KasihSayangIbuBatuSangkar 2014.
Penelitianinidilakukandi BatuSangkartahun
2014.Populasidalampenelitianiniadalahlansia yang berada di PSTW
KasihSayangIbuBatuSangkar 2014.
TeknikpengambilansampelmenggunakanTotal sampling, Teknikpengumpulan
datamenggunakanangket. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara editing, coding, scoring, entry dan cleaning. Analisa data diolah dengan menggunakan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Lanjut Usia
a. Defenisi Lanjut Usia
Dalam Undang-Undang RI No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia dengan tegas dinyatakan bahwa yang disebut lansia (lanjut usia) adalah laki-laki ataupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam
usia ini, kemampuan fisik dan kognitif manusia sangat menurun (Depsos, 1998).
Menurut J.Wsantrock( 2002, h.190)ada dua pandangan tentang definisi
orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia
adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60
tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan. Penggolongan
a) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
b) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, lanjut usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai kemasakan
dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia 55 tahun
sampai meninggal (Kumpulan Materi, 2012).
b. Batasan-batasan Lanjut Usia
Menurut WHO, usia pertengahan “ middle age “ yaitu sekelompok
usia 45-59 tahun. Usia lanjut “ elderly “ antara 60-74 tahun. Usia tua “ old “ antara 75-90 tahun. Usia sangat tua “ very old “ diatas 90 tahun (Ramaita,
2005).
c. Gangguan Kesehatan Yang Sering Diderita Lanjut Usia
Penyakit yang sering timbul pada lansia adalah immobility/ tidak dapat bergerak, instability/ berdiri dan berjalan tidak stabil/ mudah jatuh, intellectual impairment/ gangguan intelektual, isolation/ depresi, insomnia/
susah tidur, impotence/ impotensi, immune deficiency/ daya tahan tubuh,
B. Konsep Tidur 1. Definisi Tidur
Tidur adalah proses biologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi
dan mengatur fungsi fisiologis dan respons prilaku (Potter & Perry, 2005). Menurut teori tidur adalah waktu perbaikan dan persiapan untuk periode terjaga berikutnya. Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang,
perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).
2. Tujuan Tidur
Menurut hodgson, 1991 (di kutip dari Potter & Perry, 2005) kegunaan tidur masih belum jelas, namun di yakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental, emosional dan kesehatan.
Menurut Anch dkk, 1988 (di kutip dari Potter & Perry 2005) Teori Lain
tentang kegunaan tidur adalah tubuh menyimpan energi selama tidur. Otot skelet berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi otot menyimpan energi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju metabolik basal
lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh.
Tidur diperlukan untuk memperbaiki proses biologis secara rutin,
selama tidur gelombang rendah yang dalam NREM (nonrapid eye movement
Sintesa protein dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung terjadi juga selama tidur dan istirahat
(Potter & Perry, 2005).
Pada tidur REM (rapid eye movement) terjadi perubahan dalam aliran
darah serebral, peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen dan pelepasan epinefrin, sehingga membantu penyimpanan memori dan pembelajaran maka tidur REM penting untuk pemulihan koqnitif. Tanpa
kebutuhan tidur dan istirahat yang cukup, konsentrasi dan pengambilan keputusan akan menurun (Potter & Perry, 2005). Menurut Oswold, 1984
(dikutip dari Potter & Perry, 2005) kegunaan tidur yang lain adalah selama tidur tubuh akan menyimpan energi.
3. Siklus Tidur Normal a. Fisiologi Tidur Normal
Rata-rata dewasa sehat membutuhkan waktu 7½ jam untuk tidur setiap
malam. Walaupun demikian, ada beberapa orang yang membutuhkan tidur lebih atau kurang. Tidur normal dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya usia. Seseorang yang berusia muda cenderung tidur lebih banyak bila
dibandingkan dengan lansia.
Waktu tidur lansia berkurang berkaitan dengan faktor ketuaan.
saat tidur malam hari. Alat tersebut dapat mencatat aktivitas EEG, elektrookulografi, dan elektromiografi. Elektromiografi perifer berguna
untuk menilai gerakan abnormal saat tidur. Stadium tidur - diukur dengan polisomnografi - terdiri dari tidur rapid eye movement (REM) dan tidur
non-rapid eye movement (NREM).
Tidur REM disebut juga tidur D atau bermimpi karena dihubungkan dengan bermimpi atau tidur paradoks karena EEG aktif selama fase ini.
Tidur NREM disebut juga tidur ortodoks atau tidur gelombang lambat atau tidur S. Kedua stadia ini bergantian dalam satu siklus yang berlangsung
antara 70 120 menit. Secara umum ada 4-6 siklus REM yang terjadi setiap malam. Periode tidur REM I berlangsung antara 5-10 menit. Makin larut malam, periode REM makin panjang. tidur NREM terdiri dari empat
stadium yaitu stadium 1,2,3,4.(Ebook Yuflihul KhairAsuhan keperawatan pada lansia dengan masalah gangguan tidur, 2011).
a) Stadium 0
Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah,
cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk
b) Stadium 1
Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium
NREM. Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi
penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola
mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun
merasa seperti setengah tidur. c) Stadium 2
Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu
didominasi oleh aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek
dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500
mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini
d) Stadium 3
Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi
1-2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata.
e) Stadium 4
Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3.
Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar
10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur. Tidur REM ditandai dengan
rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat,refleks tendon
melemah. (Ebook Yuflihul Khair, Asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah gangguan tidur, 2011).
Gangguan Tidur Lanjut Usia. Tekanan darah dan nafas
meningkat. Pada pria terjadi ereksi penis. Pada tidur REM terdapat mimpi-mimpi. Fase ini menggunakan sekitar 20%-25% waktu tidur.
Sebagian tidur delta (NREM) terjadi pada separuh awal malam dan tidur REM pada separuh malam menjelang pagi.
Tidur REM dan NREM berbeda dalam hal dimensi psikologik dan fisiologik. Tidur REM dikaitkan dengan mimpi-mimpi sedangkan
tidur NREM dengan pikiran abstrak. Fungsi otonom bervariasi pada tidur REM tetapi lambat atau menetap pada tidur NREM. Jadi, tidur dimulai pada stadium 1, masuk ke stadium 2, 3, dan 4. Kemudian
kembali ke stadium 2 dan akhirnya masuk ke periode REM 1, biasanya berlangsung 70-90 menit setelah onset. Pergantian siklus dari NREM
ke siklus REM biasanya berlangsung 90 menit. Durasi periode REM meningkat menjelang pagi.
Kondisi tidur siang hari dapat dinilai dengan multiple sleep
latency test (MSLT). Subyek diminta untuk berbaring di ruangan gelap dan tidak boleh menahan kantuknya. Tes ini diulang beberapa kali
(lima kali pada siang hari). Latensi tidur yaitu waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur.Waktu ini diukur untuk masing-masing tes dan digunakan sebagai indeks fisiologik tidur. Kebalikan dari MSLT yaitu
maintenance of wakefulness test (MWT). Subyek ditempatkan di dalam ruangan yang tenang, lampu suram, dan diinstruksikan untuk
4. Fisiologi Tidur Lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan
tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise, 1993 Dikutip dari Potter & Perry, 2005). Keluhan
C. Konsep Insomnia 1. Pengertian Insomnia
Menurut Zorick, (1994) Insomnia adalah gejala yang di alami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan
tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Dikutip dari Potter & Perry, 2005).
Insomnia menurut Chaplin (2001) adalah ketidakmampuan yang kronis untuk tidur.Menurut sigmund, (2000), insomnia adalah suatu penyakit
gangguan tidur yang mencakup setiap sistem, gangguan pada setiap fungsi, dalam kegelapan, dalam kesunyian, dan kesendirian malam, semua ini
disebabkan oleh masalah kecemasan, timbul bersamaan dengan energi yang berlebihan serta dihantui oleh perasaan tidak bersemangat.Sedangkan menurut Silber (2005), insomnia didefinisikan sebagai kesulitan dengan inisiasi
pemeliharaan durasi atau kualitas dari tidur yang mengakibatkan aktifitas di siang hari terganggu, meskipun memiliki kesempatan dan situasi yang memadai
untuk tidur(Dikutip dari Potter & Perry, 2005).
Erliana (2009), berpendapat kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari hal
berikut ini: sulitmemasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak.
kekurangan waktu tidur, kesulitan dengan inisiasi pemeliharaan durasi tidur, dan arsitektur tidur yang tidak normal (@Yie_Chan, 2010).
2. Faktor-Faktor Penyebab Insomnia
Menurut Rafknowledge (2004) secara garis besar ada beberapa faktor yang
menyebabkan insomnia yaitu:
a. Stress, individu yang didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena memikirkan permasalahan yang sedang dihadapi
b. Depresi, selain mnyebabkan insomnia, depresi juga menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan
diri dari masalah yang dihadapi, depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia menyebabkan depresi.
c. Kelainan-kelainan kronis, kelainan tidur seperti tidur apnea, diabetes,
sakit ginjal, arthritis, atau penyakit mendadak seringkali menyebabkan kesulitan tidur.
d. Efek samping pengobatan, pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat menjadi penyebab insomnia.
e. Pola makan yang buruk, mengkonsumsi makanan berat sesaat sebelum
pergi tidur bisa menyulitkan untuk tertidur
f. Kafein, nikotin, dan alkohol. Kafein dan nikotin adalah zat stimulant.
Alkohol dapat mengacaukan pola tidur
3. Jenis-jenis Insomnia
Menurut Kaplan (2007), insomnia dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:
a. Transient insomnia
Mereka yang menderita transient insomnia biasanya adalah mereka
yang termasuk orang yang tidur secara normal, tetapi di-karenakan suatu stres atau suatu situasi penuh stres yang ber-langsung untuk waktu yang tidak terlalu lama (misalnya perjalanan jauh dengan pesawat terbang yang
melampaui zona waktu, hospitalisasi, dan sebagainya), tidak bisa tidur. Pemicu utama dari transient insomnia yaitu, penyakit akut, cedera atau
pembedahan, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, perubahan cuaca yang ekstrim, menghadapi ujian, perjalanan jauh, masalah dalam pekerjaan.
b.Short-term insomnia.
Mereka yang menderita short-term insomnia adalah mereka yang
mengalami stres situasional (kehilangan/kematian seorang yang dekat, perubahan pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, pemindahan dan lingkungan tertentu ke lingkungan lain, atau penyakit fisik). Biasanya insomnia yang
demikian itu lamanya sampai tiga minggu dan akan pulih lagi seperti biasa. c. Long-term insomnia
untuk dapat mengetahui etiologi dari insomnia ini. Di luar negeri untuk kepentingan ini telah didirikan beberapa klinik insomnia, yang antara lain
mengkhususkan diri untuk menegakkan diagnosis yang terinci dan sebab insomnia dengan pemberian terapi yang sesuai. Insomnia ini dapat
berlangsung berbulan-bulan bahkan ber-tahun-tahun dan perlu diobati dengan cara yang tersedia kini yaitu dengan teknik tertentu untuk tidur atau obat-obatan sesuai dengan gangguan utama yang diderita pasien.
4. Tingkat Insomnia
Akoso (2009) menyatakan ada 3 tingkatan insomnia yaitu :
a. Insomnia akut/ringan
Insomnia yang berlangsung beberapa malam hingga beberapa hari. b. Insomnia sedang
Insomnia yang biasanya berlangsung kurang dari tiga minggu. c. Insomnia berat/kronik
Insomnia yang terjadi setiap saat, menimbulkan penderitaan dan berlangsung sebulan atau lebih (kadang-kadang bertahun-tahun).
5. Tanda dan Gejala Insomnia
a. Kesulitan tidur secara teratur
b. Jatuh tidur atau merasa lelah di siang hari
c. Perasaan tidak segar atau merasa lelah setelah baru bangun d. Bangun berkali-kali saat tidur
f. Pemarah
g. Bangun dan memiliki waktu yang sulit jatuh kembali tidur
h. Bangun terlalu dini i. Masalah berkonsentrasi
Berapa banyak tidur yang dibutuhkan tubuh bervariasi dari satu orang ke orang lain. Kebanyakan orang dewasa membutuhkan antara tujuh dan delapan jam setiap malam. Gejala insomnia biasanya berlangsung satu
minggu dianggap insomnia sementara. Gejala berlangsung antara satu dan tiga minggu dianggap insomnia jangka pendek dan gejala penguat lebih dari
tiga minggu diklasifikasikan sebagai insomnia kronis. Orang yang menderita insomnia biasanya terus berpikir tentang bagaimana untuk mendapatkan lebih banyak tidur, semakin mereka mencoba, semakin besar penderitaan
mereka dan menjadi frustrasi yang akhirnya mengarah pada kesulitan yang lebih besar (Prmob.net, 2012).Akoso (2009)
6. Dampak Insomnia bagi Kesehatan
a. Gangguan fungsi mental
Insomnia dapat mempengaruhi konsentrasi dan memori dan dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan tugas sehari-hari. b. Stres dan depresi
signifikan mempengaruhi suasana hati. Insomnia terus menerus dapat menjadi tanda kegelisahan dan depresi.
c. Sakit kepala
Sakit kepala yang terjadi pada malam hari atau dini hari mungkin
berhubungan dengan insomnia. d. Penyakit jantung
Sebuah studi menunjukkan bahwa orang dengan insomnia kronis
mengalami tanda-tanda aktivitas jantung dan sistem saraf yang dapat menempatkan mereka pada risiko penyakit jantung.
e. Kecelakaan
Penelitian telah menunjukkan bahwa insomnia memainkan peran utama dalam kecelakaan mobil. Setiap tahun, lebih dari 100.000
kecelakaan mobil di jalan raya disebabkan oleh kantuk atau insomnia. (Zona kesehatan, 2012).
f. Kematian dini
Insomnia yang dipicu kelainan genetik Fatal Familial Insomnia bisa memicu dampak yang benar-benar fatal, yakni kematian. Kelainan
bawaan yang dicirikan dengan susah tidur ini mempengaruhi fungsi otak hingga kehilangan memori dan sulit mengendalikan gerakan. Pasien bisa
g. Kecenderungan untuk bunuh diri
Sebuah penelitian pada remaja mengungkap, kebiasaan tidur larut
malam berhubungan dengan peningkatan risiko depresi sebesar 24 persen dan kecenderungan bunuh diri sebanyak 20 persen. Bukan itu saja,
insomnia atau susah tidur juga banyak dikaitkan dengan peningkatan risiko paranoia atau ketakutan berlebihan serta gangguan jiwa bipolar. h. Darah tinggi dan penyakit kronis lainnya
Para ilmuwan di Henry Ford Center of Sleep Disorder membuktikan, makin lama waktu yang dibutuhkan sejak berbaring hingga
terlelap bisa berarti semakin tinggi pula risiko kematian hipertensi atau tekanan darah tinggi. Demikian juga yang tidurnya tidak nyenyak, makin sering terbangun di tengah malam risiko hipertensi juga makin
meningkat.
Selain hipertensi, berbagai penyakit kronis lainnya juga sering
dikaitkan dengan riwayat insomnia. Di antaranya yang masih berkaitan dengan hipertensi adalah serangan jantung, lalu diabetes, obesitas dan kanker payudara.
i. Perilaku aneh saat tidur
Penderitaan yang menyertai insomnia tidak berhenti pada usaha
SMS sambil tidur (sleep texting), hingga berhubungan seks tanpa sadar sambil tidur atau dikenal dengan istilah seksomnia.
j. Gangguan pendengaran
Memang tidak banyak orang yang jadi tuli hanya karena insomnia
atau susah tidur. Namun bagi yang memiliki riwayat tinnitus atau telinga berdenging, kurang tidur akibat gangguan insomnia bisa memperburuk kondisi itu dan jika tidak diatasi bukan mungkin bisa berakhir jadi tuli
permanen (Waspada online, 2012).
7. Alat Ukur Insomnia
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur insomnia dari subjek adalah menggunakan KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta – Insomnia Rating scale) (Iskandar & Setyonegoro, 1985) (Ramaita
JURNAL FK UNAND 2010)yang telah dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia. Alat ukur ini mengukur insomnia secara terperinci. Berikut
merupakan butir-butir dari KSPBJ Insomnia Rating Scale yang telah di modifikasi dan nilai scoring dari tiap item yang dipilih oleh subjek adalah sebagai berikut :
a. Lamanya Tidur
Butir ini mengevaluasi jumlah tidur total, nilai butir ini
insomnia memiliki lama tidur lebih sedikit. Nilai yang diperoleh untuk setiap jawaban adalah :
Nilai 0 untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam,nilai 1 untuk jawaban tidur antara 5,5-6,5 jam untuk insomnia ringan,nilai2 untuk jawaban
tidur antara 4,5-5,5 jam untuk insomnia sedang,nilai 3 untuk jawaban tidur antara 4,5 jam untuk insomnia berat.
b. mimpi
Subjek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak mengingat bila ia mimpi, sedangkan penderita insomnia mempunyai mimpi yang
lebih banyak. Nilai yang diperoleh untuk setiap jawaban :
Nilai 0 untuk jawaban tidak ada mimpi,nilai 1 untuk jawaban terkadang mimpi yang menyenagkan atau mimpi biasa saja,nilai 2 untuk
jawaban selalu bermimpi,nilai 3 untuk jawaban mimpi buruk c. Kualitas Tidur
Kebanyakan subjek normal tidur nya dalam, sedangkan penderita insomnia biasanya tidur dangkal. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
Nilai 0 untuk jawaban dalam atau sulit terbangun,nilai 1 untuk jawaban terhitung tidur yang baik, tetapi sulit terbangun,nilai 2 untuk
d. Masuk Tidur
Subjek normal biasanya dapat tidur dalam waktu 5-15 menit atau
rata-rata kurang dari 30 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari 30 menit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah :
Nilai 0 untuk jawaban kurang dari ½ jam, nilai 1 untuk jawaban
antara ½ jam sampai 1 jam untuk insomnia ringan,nilai 2 untuk jawaban antara 1-3 jam untuk insomnia sedang,nilai 3 untuk jawaban lebih dari 3
jam untuk insomnia berat e. Terbangun malam hari
Subjek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam,
kadang-kadang terbangun 1-2 kali, tetapi penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali. Nilai yang di peroleh dalam setiap jawaban :
Nilai 0 untuk jawaban tidak terbangun sama sekali,nilai 1 untuk jawaban 1-2 kali terbangun untuk insomnia ringan,nilai 2 untuk jawaban 3-4 kali terbangun untuk insomnia sedang,nilai 3 untuk jawaban lebih
dari 4 kali terbangun untuk insomnia berat f. Waktu untuk tertidur kembali
panjang untuk tidur kembali. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban:
Nilai 0 untuk jawaban kurang dari 5/½ jam,nilai 1 untuk jawaban antara ½ jam–1 jam untuk insomnia ringan,nilai 2 untuk jawaban antara
1-3 jam untuk insomnia sedang,nilai 3 untuk jawaban lebih dari 3 jam atau tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat
g. Lamanya tidur setelah terbangun
Subjek normal biasanya dapat tertidur kembali setelah bangun, sedangkan penderita insomnia tidak dapat tidur kembali atau tidur hanya
½ jam. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban :
Nilai 0 untuk jawaban lama tidur lebih dari 3 jam,nilai 1 untuk jawaban lama tidur antara 1-3 jam,nilai2 untuk jawaban lama tidur ½-1
jam,nilai 3 untuk jawaban lama tidur kurang dari ½ jam. h. Lamanya gangguan tidur terbangun pada malam hari
Subjek normal biasanya tidak mengalami gangguan tidur terbangun malam hari atau hanya 1 malam, tetapi penderita insomnia biasanya mengalami gangguan tidur selam 7 hari, sebulan tergantung
dari berat insomnia nya. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban : Nilai 0 untuk jawaban lama gangguan tidur terbangun dini hari
sedang,nilai 3 untuk jawaban lama gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat.
i. Terbangun dini hari
Subjek normal dapat terbangun kapan ia ingin bagun, tetapi
penderita insomnia biasanya bangun lebih cepat (misal 1-2 jam sebelum waktu untuk bangun). Biasanya rat-rata subjek normal terbangun 4.30 wib. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah :
Nilai 0 untuk jawaban bangun jam 4.30,nilai 1 untuk jawaban bangun jam 4.00 untuk insomnia ringan,nilai 2 untuk jawaban bangun jam 3.30
dan tidak dapat tidur lagi untuk insommnia sedang,nilai 3 untuk untuk jaawaban bangun sebelum 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat.
j. Lamanya perasaan tidak segar setiap bangun pagi
Subjek normal merasa segar setelah tidur di malam hari, akan tetapi
penderita insomnia biasanya bangun tidak segar atau lesu dan perasaan ini biasanya dialami selam 7 hari, sebulan, bahkan berbulan-bulan tergantung berat insomnia nya. Nilai yang diperoleh dalam setiap
jawaban :
Nilai 0 untuk jawaban lamanya perasaan tidak segar setiap bangun
untuk jawaban lama gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat.
Setelah semua nilai terkumpul kemudian di hitung dan digolongkan kedalam tingkat insomnia :
a) Insomnia ringan : 11-17 b) Insomnia sedang : 18-24 c) Insomnia berat : 25-33
D. Konsep Stres 1. Pengertian Stres
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis padaseseorang.Stres membutuhkan koping dan adaptasi.Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan
stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif.Respons tubuh dapat diprediksi
tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
Stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami
gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka disebut
Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiranpadalansia yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh
lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan (Sunaryo, 2004).
2. Proses Terjadinya Stres
Epinesfrim (adrenalin), suatu hormon stres, dilepaskan dari kelenjar adrenal. Hormon ini bersama hormon lainnya beredar dalam tubuh untuk
meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung, kecepatan pernafasan, dan mengubah proses tubuh lainnya. Hasil respon stres adalah kewaspadaan,
kesadaran, keadaan tegang yang mempersiapkan seseorang untuk menghadapi bahaya. Setelah kondisi stres terlewati, tubuh berelaksasi dan kembali normal (Swarth, 2002).
Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang
membuat kita tetap hidup. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luiar batasan kemampuan mereka untuk memenuhoi tuntutan tersebut.
Pandangan dari patel (1996), stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa di sebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia
artikan bahwa stres merupakn suatu sistem pertahanan tubuh di mana ada sesuatu yang mengusik integritas diri, sehingga menganggu ketentraman yang
dimaknai sebagai tuntutan yang harus disesuaikan. Di samping itu, keadaan stres akan muncul apabila ada tuntutan yang luar biasa sehingga mengancam
keselamatan atau integritas seseorang (Nasir, 2011).
3. Macam-Macam Stres
Kondisi stres seseorang dapat dikelompokkan (Hawari, 2001) menjadi
dua macam:
a. Kondisi eustres (tidak stres): seseorang yang dapat mengatasi stres dan tidak
ada gangguan pads fungsi organ tubuh.
b. Kondisi distress (stres): pads saat seseorang menghadapi stres tedadi gangguan pada 1 atau lebih organ tubuh sehingga prang tersebut tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.
4. Tipe Kepribadian yang Rentan Terkena Stres
Ambisius, agresif dan kompetitif (suka akan persaingan).Kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah (emosional). Kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan (over confidence). Cara
bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, tidak dapat diam. Bekerja tidak mengenal waktu (workaholic). Pandai berorganisasi, memimpin dan
memerintah (otoriter). Lebih suka bekerja sendirian bila, ada tantangan.
tidak tercapai maksudnya mudah besikap bermusuhan. Tidak mudah dipengaruh, kaku (tidak fleksibel). Bila berlibur pikirannya ke pekerjaannya,
tidak dapat santai. Berusaha keras untuk dapat segala sesuatunya terkendali.
5. Tahapan Stres
Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena, perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat, dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fiungsi kehidupannya
sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya.
Dr. Robert Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat, dalam Hawari (2001) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :
a. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ingan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting),penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya,merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan
Istirahat yang dimaksud antara, lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut:
Letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar,merasa mudah lelah sesudah makan siang,lekas merasa capai menjelang sore hari,sering mengeluh lainbung/penit tidak nyaman (bowel
discomfort),detakan jantung lebih kerns dari biasanya (berdebar-debar),otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang,tidak bisa santai.
c. Stres tahap III
Apabila seseorang tetap mernaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan menunjukkan
keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:
Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag
(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare),ketegangan otot-otot semakin terasa,perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat.
Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur
Pada tahapan ini seseorang sudah harus, atau bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat
guns menambah suplai energi yang mengalami defisit. d. Stres, tahap IV
Gejala yang akan muncul:
Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan
menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan
untuk merespons secara memadai (adekuat ) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan,seringkali menolak ajakan (negativism)
karena tidak ada semangat dan kegairahan,daya konsentrasi dan daya ingat menurun,timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya. e. Stres tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres
tahap V, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam. (physical dan
pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder),timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI
Tahapan ini merupakan, tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan
kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres; tahap VI ini adalah sebagai berikut:
Debaran jantung teramat keras,susah bernapas (sesak dan megap-megap),sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran,ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan,pingsan atau kolaps
(collapse).
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas
lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
6. Tingkat Stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang
a. Stres ringan
Biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebaliknya stres sedang dan
berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa, ketiduran, kemacetan, dikritik,
situasi ini biasanya berakhir dalam beberapa jam. Situasi ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapkan terus-menerus. b. Stres sedang
Terjadi lebih lama beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan,
mengharapkan sesuatu, atau anggota keluarga yang pergi dalam waktu lama.
c. Stres berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis,
kesulitan financial dan penyakit fisik yang lama (Ramaita, 2010).
7. Pengukuran Tingkat Stres
Tingkat Stres adalah hasil penelitian terhadap berat ringan stres yang
dialami seseorang. Tingkatan stres ini diukur dengan menggunakan kuisioner pengukuran tingkat stres CES-D(Center For Epidemiologic Studies Depression
No Uraian
Jumlah penyataan
No soal
1 2
Penyebab Stress
Reaksi Tubuh Terhadap Stress 10 10
1 – 10 11 – 20
Tabel 2.1 Kisi-kisi pertanyaan kuisioner tingkat stres. Tingkatan pada instrumen ini berupa ringan, sedang, berat. Interval Pengelompokantingkatstress ini dihitungberdasarkanjumlahskor total dari
20 item pertanyaanyang di kalikandenganskorterbesaryaitu 20x3=60. Untukmendapatkannilai interval nilaimasing-masingtingkat stress
makajumlahskor total di bagitigayaitu 60:3=20. Hasilperhitungantersebut di aplikasikankedalammasing-masingtingkat stress yaitu :
Ringan bila skor 1 - 20
8. Faktor-faktor PenyebabStres
(1). Faktor Internal
Yaitu, stressor yang berasal dari dalam diri individu sendiri. Ada beberapa hal yang merupakan stressor internal antara lain: (Sunaryo, 2004)
a. Kepribadian
Seseorang dengan Tipe A memiliki ciri-ciri sebagai berikut: agresif, ambisius, senang bersaing, senang menyelesaikan pekerjaan dan
kebiasaan berlomba dengan waktu. Pada waktu-waktu tertentu, mereka mampu menunjukkan kemampuan dan keefisienan mereka. Namun, bila
dihadapkan dalam kondisi stressful, mereka tidak mampu lagi untuk mengendalikan diri dan kebingungan. Seseorang dengan Tipe B memiliki cirri-ciri yang berlawanan dengan Tipe A, yaitu : easygoing,
tidak suka berkompetisi dan tenang. b. Kognitif
Kognitif juga dapat menjelaskan bagaimana jalannya seseorang dapat mengalami stres. Stres secara khusus dapat mempengaruhi individu secara pribadi dalam menerima dan menginterpretasikan suatu
masalah. (2). Faktor Eksternal
a. Faktor rumah tangga (stress in the family)
Stres dalam keluarga didefenisikan sebagai tekanan yang dapat
merusak atau mengubah sistem dalam keluarga. Pengaruh stres ini terhadap keluarga yaitu mengurangi keharmonisan dan merupakan
sumber dari berbagai masalah.
b. Faktor lingkungan (environmental stress)
Lingkungan adalah tempat yang mengarah pada hal di sekeliling
kita, ruang fisik yang dapat dirasakan dan tempat kita berperilaku. Byrne dan Clare (dalam Rice, 1992) mengemukakan pengertian stres
lingkungan sebagai suatu kondisi sikap seseorang terhadap aspek-aspek tertentu dari lingkungan.
c. Faktor sosial (social source of stress)
Perubahan sosial dapat dilihat dari perubahan gaya hidup (life-style changes), nilai-nilai dan tradisi-tradisi lama yang telah bergeser.
Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi aborsi, kebebasan homoseksual, pernikahan yang kemudian membuat keluarga, masyarakat dan pemerintahan terpengaruh untuk mengikuti
perubahan-perubahan tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stres individu (Sunaryo,
a.Faktor biologis herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofisiologik, neuhormonal.
b.Faktor psiko edukatif. kepribadian, pengalaman, kondisi lingkungan.
9. Reaksi Fisiologi Terhadap Stres
Situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal.
Sistem saraf simpatik berespons terhadap impuls saraf dan hipotalamus
yaitu : Mengaktivasi berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya. Sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut
jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medulla adrenal, untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah.
Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF,
suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus.
Kelenjar hipofisis . selanjutnya mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal.Dimana, ia menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gala
darah.
ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan
E. Hubungan Insomnia dengan Stres
Insomnia akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk
mendapatkan tidur yang cukup (Potter & Perry, 2005). Menurut Rafknowledge (2004) semakin tinggi tingkat stres pada lansia maka kebutuhan waktu tidur akan
berkurang. Guyton & Hall ( 1997) menyatakan keadaaan insomnia timbul bila pikiran seseorang di penuhi suatu pikiran.
Seseorang dapat mengalami insomnia akibat stres situasional seperti masalah
C. KerangkaKonsep
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui adakah hubungan stres dengan kejadian insomnia pada lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Cubadak Batusangkar Tahun 2014, maka kerangka konsep penelitian adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 4.1 Kerangka konsep
D. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara stres dankejadian insomnia pada lansia di PSTW Kasih
Sayang Ibu Cubadak Batusangkar. Stres Lansia :
1. Ringan 2. Sedang 3. Berat
KejadianInsomnia Lansia
Ringan
Sedang
E.DefenisiOperasional
a. Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian insomnia lansia,
sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah stres lansia. (1). Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian
Tabel 5.1 Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi
Operasional
Wawancara Kuisioner Ordinal Ringan bila nilai hasil
Wawancara kuisioner ordinal Ringan bila nilai hasil
yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan
kehidupan, yang dipengaruhi oleh
lingkungan maupun
penampilan individu di dalam lingkungan
Sedang bila nilai hasil score :
21 - 40 Berat bila
nilai hasil score:
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Desainpenelitian ini adalah deskriptifkorelasiyaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel, dimana adanya kecendrungan variasi suatu variabel untuk dikuti oleh variabel-variabel yang lain. Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional dengan
menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada suatu saat.Artinya subjek diamati satu kali dan
tidak ada perlakuan terhadap responden (Nursalam, 2008).
Metode ini dipilih untuk mengetahui hubungan antara variabel dependenkejadian insomnia dan variabel independen stres lansia di PSTW
Kasih Sayang IbuBatusangkar tahun 2014.
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atausubjek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi pada penelitian ini adalah semua lanjut usia
yang ada di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar yang berjumlah 70 orang. b. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada peneliti ini adalah Total sampling, yaitu sampel diambil secara keseluruhan
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : a. Kriteria inklusi
1. Lansia yang tinggal di PSTW Kasih Sayang Ibu Cubadak Batusangkar 2. Mampu mendengar dan berkomunikasi dengan baik
b. Kriteria ekslusi
1. Kondisi fisik terlalu lemah
Kriteria ekslusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian
tidak mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel peelitian (Hidayat, 2009). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :
a. Dapat berkomunikasi dengan baik
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian iniakan dilakukan di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar pada
tanggal 18maret 2014.
D.Intrumen Penelitian
a. Intrumen yang digunakan untuk mengukur kejadian insomnia pada lansia alat
ukur Studi Psikiatri Biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). Kuisioner ini terdiri dari dari 11 pertanyaan . Alat ukur ini menggunakan skala
Ringan bila skor : 11 - 17 Sedang bila skor : 18 - 24
Berat bila skor : 25 – 33
b. Intrumen yang digunakan untuk mengukur stres lansia adalah kuisioner
pengukur stres. Kuisioner ini terdiri dari dari 20 pertanyaan. Alat ukur ini menggunakan skala ordinal setiap pertanyaan diberi skor :
1= Tidak pernah
2= Terkadang (kadang-kadang) 3= Sering
Dimana jumlah total dapat dikategorikan sebagai berikut : Ringan bila skor : 1 – 20
Sedang bila skor : 21 – 40
Berat bila skor : 41 – 60
Semakin tinggi skor semakin tinggi tingkat yang dialami.
E. Etika Penelitian
Etik penelitian adalah suatu norma atau aturan yang mengacu pada
perilaku peneliti mengenai tindakan baik atau buruk yang merupakan kewajiban
dan tanggung jawab peneliti.Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek, oleh karena itu harus dihormati dan dilindungi haknya sebagai responden dengan
1. Lembar persetujuan (Informed Consent )
Informed Consent adalah informasi secara lengkap tentang tujuan riset
yang akan dilaksanakan dan mempunyai kebebasan dalam berpartisipasi atau menolak menjadi responden. setiap ibu yang menjadi responden diberikan
lembar persetujan beserta penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian, jika menandatangani lembar persetujuan tersebut bearti bersedia, tetapi jika subjek tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak akan memaksa
dan tetap menghargai haknya. 2. Tanpa Nama ( Anonimity )
Anonimity adalah kerahasiaan identitas atau biodata responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan member nomor kode (nama inisial)
pada masing-masing lembar untuk menjga privasi. 3. Kerahasiaan ( Confidentiality )
Confidentiality adalah kerahasiaan informasi kelompok data tertentu sebagai hasil riset. Segala informasi yang diperoleh dari respoden, peneliti bersedia menjamin kerahasiaannya, hanya pada kelompok data tertentu saja
yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.
F. Pengumpulan, Pengolahan data Analisa Data
a. Pengumpulan Data
Fakultas Kesehatan dan MIPA , kemudian membawa surat dari kampus kesehatan dan mipake PSTW KasihSayangIbuBatuSangkar.
Peneliti menemui calon responden untuk memperkenalkan diri, menjelaskan maksud, tujuan, dan cara pengumpulan data. Peneliti
menyerahkan informed concent,memberikan kesempatan calon responden bertanya, dan menanyakan kesediaan menjadi responden. Calon responden menandatangani informed concent, tanda bersedia menjadi responden.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin (kuisioner). Responden diarahkan untuk menjawab
petanyaan-pertanyaan yang ada di format. Pengisian format tetap dilakukan oleh peneliti berdasarkan jawaban yang diberikan responden.
b.Pengolahan data
Setelah data terkumpul kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut: a) Pemeriksaan Data (Editing)
Yaitu memeriksa kelengkapan data dan perbaikan data yang sudah ada menjadi data yang benar, bersih dan terisi secara lengkap.
b) Pemeriksaan Kode (Coding)
Yaitu pemberian kode pada masing-masing kusioner dan nilai pada setiap jawaban responden untuk memudahkan dalam pengolahan data.
c) Memasukkan Data (Entry)
d) Stuktur Data (Stucture)
Pada saat pengembangan stuktur data bagian masing-masing variable perlu
di tetapkan nama, skala, dan jumlah digit termasuk jumlah desimal untuk data numerik.
e) Pembersih Data (Cleaning)
Yaitu pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak
c. Analisa Data
Analisa data dapat dilakukan menggunakan 2 tahap :
a. Analisa Univariat
Analisa univariat yang peneliti lakukan dengan analisa distribusi frekuensi dan deskriptif untuk melihat variable independenyaitu stress variable
dependen mengenai kejadian insomnia. Tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi. Tendensi sentral presentase ( % ) dari
masing-masing variable.
Presentase dari masing-masing variable didapatkan melalui b. Analisa Data Bivariat
Analisa Bivariat ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dengan variabel dependen, selanjutnya untuk
Peneliti dibantu dengan pengolahan data secara komputerisasi yaitu dengan menggunakan program komputer. Hasil análisis dinyatakan bermakna
BAB IV
diperoleh informasi tentang karakteristik responden sebagai berikut :Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur Responden di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014
No Umur f %
Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin Responden di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa dari 60 orang responden, lebih dari sebagian (65,0 %) adalah laki-laki.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden menurut Lama Tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu
Batusangkar Tahun 2014
responden, lebih dari sebagian (56,7 %) tinggal di panti < 3 tahun.
2. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase. Pada penelitian ini, analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel independen stress serta variabel dependent kejadian insomnia. Hasil analisa univariat pada
a. Tingkat Stress Lansia
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014
No Tingkat Stress Lansia f %
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh informasi tentang tingkat stress
yang dialami lansia, terlihat bahwa lebih dari separoh responden mengalami stress sedang yaitu sebanyak 47 orang (78,3 %).
b. Kejadian Insomnia
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Kejadian Insomnia pada Lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014
No Kejadian Insomnia f %
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh informasi tentang kejadian
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Analisa data menggunakan derajat kemaknaan signifikan 0,05. Hasil analisa chi-square dibandingkan dengan nilai p, dimana
bila p < 0,05 artinya secara statistik bermakna dan apabila nilai p > 0,05 artinya secara statistik tidak bermakna. Adapun hasil analisa bviariat tergambar pada tabel berikut :
Tabel 4.6
Hubungan Stres dengan Kejadian Insomnia Lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun 2014
Stress
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh informasi bahwa diantara 47
responden yang mengalami stres sedang, terdapat 44 orang (93,6 %) terjadi insomnia ringan. Dan dari 13 responden yang mengalmi stres berat, terdapat 5
orang (38,5 %) terjadi insomnia ringan. Hasil uji statistik dengan analisa chi-square didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara stres dengan kejadian insomnia lansia di PSTW Kasih
BAB V PEMBAHASAN 1. Analisa Univariat
a. Tingkat Stress Lansia
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh informasi tentang tingkat stress yang dialami lansia, diketahui bahwa lebih dari separoh responden mengalami stress sedang yaitu sebanyak 47 orang (78,3 %).
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan
koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye, menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons
tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
Menurut Nugroho (2005) stres yang terjadi pada lansia berhubungan dengan kematian pasangan, status sosial ekonomi, penyakit, isolasi sosial dan spiritual, perubahan kedudukan, pensiun serta
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian M Fajri Saputra (2012) dengan judul Hubungan Tingkat Stress Dengan Tingkat Insomnia
Pada Lansia Di PSTW Kasih Kasang Ibu Batusangkar, diperoleh informasi tentang tingkat stres pada lansia, terlihat bahwa lebih dari sebagian
responden mengalami tingkat stres sedang, yaitu sebanyak 48 orang (68,6 %).
Menurut asumsi peneliti, banyak responden yang mengalami stress
sedang pada penelitian ini disebabkan stress yang mereka alami tidak terlalu mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. Pada umumnya stres
yang dialami lansia seperti merasa terganggu oleh bayang-bayang masa lalu yang buruk, nafsu makan menurun dan merasa tidak bisa mengusir masalah hidupnya. Stress yang dialami lansia pada penelitian ini dapat
disebabkan peristiwa-peristiwa yang dapat memicu terjadinya stress seperti kegagalan dalam perkawinan, rasa rindu dengan keluarga yang jarang
berkunjung, dan rasa kesepian karena jauh dari anggota keluarga serta kurang mendapat perhatian dari anggota keluarganya.
Sedangkan responden yang mengalami stres berat disebabkan
seringnya gejala-gejala stres yang mereka alami seperti rasa ketakutan, gelisah saat tidur, dan merasa tidak bahagia. Timbulnya stres tersebut
terjadinya stres pada responden adalah perubahan kesehatan, dan perubahan pada status keuangan. Timbulnya stres karena perubahan
kesehatan dan status keuangan akan mempengaruhi pola hidup mereka selanjutnya, terutama bagi responden yang kurang mendapat
perhatian/kunjungan dari keluarga. b. Kejadian Insomnia
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh informasi tentang kejadian
insomnia pada lansia, diketahui bahwa lebih dari separuh responden mengalami insomnia ringan yaitu sebanyak 49 orang (81,7 %).
Insomnia menurut Chaplin (2001) adalah ketidakmampuan yang kronis untuk tidur. Menurut sigmund (dalam Morin, 2000), insomnia adalah suatu penyakit gangguan tidur yang mencakup setiap sistem,
gangguan pada setiap fungsi, dalam kegelapan, dalam kesunyian, dan kesendirian malam, semua ini disebabkan oleh masalah kecemasan, timbul
bersamaan dengan energi yang berlebihan serta dihantui oleh perasaan tidak bersemangat. Sedangkan menurut Silber (2005), insomnia didefinisikan sebagai kesulitan dengan inisiasi pemeliharaan durasi atau
kualitas dari tidur yang mengakibatkan aktifitas di siang hari terganggu, meskipun memiliki kesempatan dan situasi yang memadai untuk tidur.
Pada Lansia Di PSTW Kasih Kasang Ibu Batusangkar, diperoleh informasi tentang tingkat insomnia pada lansia, terlihat bahwa lebih dari sebagian
responden mengalami tingkat insomnia sedang, yaitu sebanyak 48 orang (68,6 %).
Menurut asumsi peneliti, banyak responden yang mengalami insomnia sedang disebabkan insomnia yang mereka alami tidak terlalu mengganggu kualitas tidur mereka dan hanya berlangsung beberapa hari
saja. Bentuk gejala insomnia yang jarang dialami responden tersebut seperti jarang bermimpi buruk, waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur
tidak terlalu lama, dan tidak merasa segar setelah bangun pagi dalam waktu 2 – 7 hari. Terjadinya insomnia tersebut karena responden memiliki kebiasaan buruk tidur siang hari dalam waktu yang lama, sehingga pada
malam hari mereka sulit untuk memejamkan mata dan tidur.
Rasa gelisah sebelum tidur dan rasa tidak segar setelah bangun tidur
terjadi karena adanya penyakit fisik yang diderita seperti rasa pusing karena darah tinggi, sering berkemih di malam hari, rasa gatal pada salah satu bagian tubuh. Penyakit fisik dan kegelisahan lansia tersebut tidak
terlepas dari pengaruh faktor usia yang telah lanjut, seperti perubahan sistem genitourinaria yang mengakibatkan kapasitas kandung kemih