• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim - Penetapan Kadar Betametason Valerat Dalam Krim Betametason Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Krim - Penetapan Kadar Betametason Valerat Dalam Krim Betametason Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim

Krim didefenisikan sebagai “cairan kental atau emulsi setengah padat, baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air”. Krim biasanya digunakan sebagai emolien atau pemakaian obat pada kulit. Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik. Banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai dengan bunyi defenisi diatas, sehingga hasil produksi yang nampaknya seperti krim tetapi tidak mempunyai dasar dengan jumlah emulsi disebut krim (Ansel, 1989).

Krim adalah suatu salep yang berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Anwar, 2012).

(2)

Vanishing cream umumnya berupa emulsi minyak dalam air, mengandung

air, dengan persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis. Banyak dokter dan pasien lebih suka pada krim daripada salep, untuk satu hal, umumnya mudah menyebar rata dan dalam hal krim dari emulsi jenis minyak dalam air lebih mudah dibersihkan daripada kebanyakan salep. Pabrik farmasi sering memasarkan preparat topikalnya dalam bentuk dasar krim maupun salep, kedua-duanya untuk memuaskan kesukaan dari dokter dan pasien (Ansel, 1989).

2.1.1 Kualitas dasar krim

Krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

a. Stabil selama masih dipakai mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada. b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi

lunak dan homogen.

c. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.

d. Terdistribusi secara merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan (Widodo, 2013).

2.1.2 Pengawetan krim

(3)

kuartener dan campuran lainnya. Preparat setengah padat harus pula dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengerusakan oleh udara, cahaya uap air (lembab) dan panas, serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat dengan wadah (Ansel, 1989).

2.1.3 Penggolongan krim

Ada beberapa tipe krim seperti emulsi air dalam minyak (A/M) dan emulsi minyak dalam air (M/A). Sebagai pengemulsi, dapat digunakan surfaktan anionik, kationik dan nonionik. Untuk tipe A/M digunakan sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lain–lain. Krim tipe M/A mudah dicuci. Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan ialah nipagin 0,12 % - 0,18 % dan nipasol 0,02 % - 0,05 % (Anief, 1999).

2.1.4 Metode pembuatan krim

(4)

2.1.5 Pengemasan dan penyimpanan krim

Krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube. Botol yang terbuat dari gelas maupun botol plastik juga dapat digunakan. Tube dibuat dari timah atau plastik, beberapa di antaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus. Botol dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan mengemas sejumlah krim yang sudah ditimbang ke dalam botol dengan memakai spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah, sejajar melalui tepi botol guna menghindari kemungkinan terperangkapnya udara di dalam botol (Ansel, 1989).

Krim dalam tube lebih luas pemakaiannya daripada botol, disebabkan lebih mudah dan menyenangkan digunakan oleh pasien dan tidak mudah menimbulkan keracunan. Kebanyakan krim harus disimpan pada temperatur di bawah 30ºC untuk mencegah melembek apalagi dasar krimnya bersifat dapat mencair (Ansel, 1989).

2.2 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid

Obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan krim. Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifat rheologisnya tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air, dan juga pada sifat zat padat dalam fase internal (Lachman, dkk., 1994).

(5)

maka dikatakan bahwa korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan lingkungan (Suherman dan Ascobat, 2007).

Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengobatan gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan antimitosisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk eksem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-bintil gatal), berbagai rupa gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya eksem) segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tan dan Rahardja, 2002).

2.3 Betametason

Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor, mempunyai daya kerja yang besar. Akan tetapi, penggunaan obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi atropi kulit. Betametason dalam bentuk krim biasanya merupakan senyawa Betametason Valerat. Indikasi dari krim ini adalah alergi dan peradangan lokal. Pengobatan dilakukan dengan mengoleskan tipis pada kulit 2–3 kali sehari (Sartono, 1996).

(6)

Betametason (Celestone, Celestoderm) adalah stereoisomer dari deksametason, di mana gugus-metil pada C16 berada dalam posisi-beta. Daya antiradangnya pada penggunaan lokal lebih ringan. Zat ini digunakan dalam krim sebagai valerat 0,1 % atau dipropionat yang dua kali lebih kuat 0,05 % (Tan dan Rahardja, 2002).

Gambar 2.1 Struktur betametason valerat Rumus molekul : C27 H37 FO6

Berat molekul : 476,58

Betametason mengandung tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

Nama kimia : 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β-metilpregna-1,4-diena 3,20-dion 17-valerat

Pemerian : Serbuk, putih sampai hampir putih, tidak berbau

(7)

Farmakokinetik : Betametason secara topikal dapat diabsorpsi melalui kulit. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara lain mempunyai kemampuan untuk supresi (menekan) korteks adrenal (Suherman dan Ascobat, 2007).

Indikasi : Alergi dan peradangan lokal

Kontra indikasi : Infeksi bakteri, fungi, dan penyakit kulit yang disebabkan oleh virus. Selain itu, penderita acne rosacea, dan perioral dermatitis.

Efek samping : Atropi lokal, gatal-gatal, hipopigmentasi, perioral dan alergi dermatitis, serta infeksi sekunder (Sartono, 1996).

2.3.1 Uji kualitatif betametason

Pengujian betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

a. Metode Spektrofotometri

Betametason dapat diidentifikasikan dengan mengukur serapannya pada panjang gelombang tertentu dengan alat spektrofotometri. Dalam pelarut etanol yang direaksikan dengan fenilhidrazin–asam sulfat akan memberikan reaksi yang berwarna kuning yang menunjukkan serapan maksimum sekitar 420–450 nm (Schunack, dkk., 1990).

b. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

(8)

kromatografi yang dibuat dengan membentangkan penjerap dalam lapisan tipis sebagai penyokong yang inert. Penjerap padat yang berbentuk bubukan halus dibuat menjadi bubur dengan air dan dibentangkan diatas plat kaca. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kira–kira 100ºC selama ± 30 menit.

Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan dalam pelarut yang agak non polar untuk ditotolkan pada lapisan. Larutan uji ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis diikuti dengan penotolan larutan baku. Setelah dilakukan pengelusian, lapisan tersebut kemudian disemprot dengan suatu pereaksi, yang akan menimbulkan bercak berwarna setelah bereaksi dengan cuplikan. Maka noda larutan uji akan menunjukan warna dan harga Rf yang sama dengan noda larutan baku (Gritter, dkk., 1991).

2.3.2 Uji kuantitatif betametason

(9)

Yang penting pada kromatografi cair kinerja tinggi adalah penggunaan adsorben dengan partikel kecil (≤ 50 µm) dan kolom yang kecil diameternya, yang di dalamnya mengalir pengelusi dengan tekanan tinggi (10–400 bar) dengan laju aliran tetap. Dengan cara ini didapat penyingkatan proses pemisahan yang besar dan akibatnya adalah terjadi pemisahan yang lebih baik. Dalam kebanyakan hal kromatografi cair kinerja tinggi dilakukan sebagai kromatografi adsorpsi. Bobot molekul nisbi (relatif) senyawa yang terpisah biasanya terletak di antara 100 dan 2000 (Schunack, dkk., 1990).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Metode kromatografi cair kinerja tinggi diperkenalkan pompa bertekanan tinggi dan perkembangan detektor yang sangat peka telah membangkitkan perhatian pada kromatografi kolom, yang semula menjadi kurang penting dan kurang menguntungkan sebagai akibat penggunaan lapis tipis. Bidang baru dalam kromatografi kolom adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC), yang pada dasarnya perbaikan

dalam laju aliran, karena pada kromatografi kolom klasik laju aliran sangat rendah. Aliran dapat dipercepat hingga 1 ml permenit dengan menggunakan tekanan tinggi (Sardjoko, 1993).

(10)

lama. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menambah laju aliran tanpa mengubah tinggi piringan teoretis kolom. Kromatografi cair kinerja tinggi atau high performance liquid chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair

klasik. Kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 µm sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 1990).

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontorkan sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai standar deviasi relatif 0,1 % (Rohman, 2007).

Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm, pengukuran dapat dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum lebih kurang 240 nm. Kolom 4 mm x 30 cm berisi bahan pengisi dan pompa yang dapat dijalankan pada tekanan kolom hingga 3500 psi. Perbandingan luas puncak terkecil dan terbesar, Rs pada tiga kali penyuntikan ulang larutan baku tidak lebih dari 2,0 %. Tetapkan perbandingan tinggi puncak pada waktu retensi yang sama dari larutan uji dan larutan baku (Ditjen POM, 1995).

(11)

berbeda, yaitu antara sedikit polar sampai polar dapat dipisahkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi berdasarkan partisi cair-cair. Luas puncak kromatografi pada kurva elusi dipengaruhi oleh tiga proses perpindahan massa yaitu difusi Eddy, difusi longitudinal dan transfer massa tidak setimbang (Khopkar, 1990).

Pada kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan pelarut atau fase gerak yang mempunyai sifat seperti :

−Murni, tanpa cemaran.

−Tidak bereaksi dengan kemasan.

−Sesuai dengan detektor.

−Dapat melarutkan cuplikan.

−Mempunyai viskositas rendah.

−Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika diperlukan.

−Harganya wajar (Johnson dan Stevenson, 1991).

Menurut De Lux Putra, (2007), komponen-komponen penting dari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yaitu:

(12)

Pada dasarnya alat kromatografi cair terdiri dari sistem pompa, sistem penyuntik, tendon pelarut, kolom kromatografi, detektor, penguat sinyal dan perekam.

1.Sistem pompa

Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut (De Lux Putra, 2007).

Sebagian besar pompa kromatografi cair kinerja tinggi mempunyai keluaran tekanan 1000-6000 psi, dan mampu menghasilkan aliran sampai 20 ml/menit. Pompa jenis putaran sekrup (screw driven pump) dan pompa tarik dorong (reciprocating pump) sering digunakan (Khopkar, 1990).

2.Pipa

Pipa merupakan penyambung seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam dan tahan tekanan serta mampu melewatkan pelarut dengan volume yang memadai. Tetapi garis tengah dan panjang pipa setelah penyuntikan sangat menentukan sistem penyuntik (Munson, 1991).

3.Sistem penyuntik

(13)

Sampel dimasukkan dalam sistem injeksi dengan penyuntik hiperdemik. Sampel sampai sejumlah 2-100 µl dapat ditampung dalam sistem injeksinya. Suatu septum dari silikon atau teflon digunakan sehingga sistem injeksi dapat tertutup dengan sendirinya (Khopkar, 1990).

4.Fase gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan fase terbalik adalah campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril (Rohman, 2007).

Fase diam menggunakan silika gel, yang dalam molekulnya terdapat rantai oktadesil yang terikat secara kimia, ikatannya stabil terhadap hidrolisis dan mempunyai gabungan sifat hidrofilik dan hidrofobik, karena pada ujung rantai terdapat gugus eter silil dan alkil pada bagian tengah. Fase gerak merupakan campuran antara metanol atau asetonitril dengan air atau larutan dapar. Pada penggunaan fase gerak yang mengandung air, ikatan kimia fase diam mempunyai sifat seperti sistem terbalik (Sardjoko, 1993).

5.Kolom kromatografi

Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat.

(14)

a. Kolom analitik : garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjang kolom 50–100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10–30 cm.

b. Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25–100 cm (Johnson dan Stevenson, 1991).

Dalam hal ini dianjurkan untuk memasang penyaring μm dijalur antara penyuntik

dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan. Selama penggunaan penyaring ini sering tersumbat dan perlu diganti. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson, 1991).

6.Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif). Detektor Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas (De Lux Putra, 2007). 7.Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa, dan secara kuantitatif dapat diketahui luas dan tinggi puncak yang berbanding lurus dengan konsentrasi.

(15)

1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang dikehendaki.

3. Detektor yang peka dan unik, detektor yang digunakan adalah UV 254 nm yang dapat mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram. 4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu

tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikan, kemurnian pelarut, dan jenis pelarut yang dipakai.

5. Ideal untuk molekul besar dan ion

Gambar

Gambar 2.1 Struktur betametason valerat
Gambar 2.2 Diagram blok kromatografi cair kinerja tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian kuantitatif dari krim Betametason dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).. Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa

Hasil dari pengujian kadar betametason valerat pada produk ruahan krim betametason 0,1% dengan nomor batch M15367T yang dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi dengan

Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada absorben yang polar seperti silika gel atau alumina.Kromatografi lapisan tipis (TLC) adalah salah satu bentuk dari

Disuntikkan secara terpisah dan dilakukan KCKT dengan kolom Oktadesilsilana pada partikel silika 10 µm/5 µm, 4-6 mm x 15 cm, fase gerak isokratik : metanol: dapar posfat (8 : 92)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemurnian

Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar betametason valerat pada produk ruahan krim betametason 0,1% menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi yaitu 107,56% pada No.

Kolom merupakan bagian kromatografi cair kinerja tinggi yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solute / analit. Ada dua jenis kolom pada

Preparat yang digunakan pada kulit tersebut mempunyai sifat kerja yaitu sebagai pelindung, pelembut, zat pengering dan lain-lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang