• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH KABUPATEN BURU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH KABUPATEN BURU"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

GAMBARAN UMUM KONDISI

WILAYAH KABUPATEN BURU

2.1. KONDISI UMUM

2.1.1. Profil Geografi

Pulau Buru (9.599 km2), panjang (140 km) dan lebar (90 km) dengan puncak

bukit/gunung tertingginya adalah Kan Palatmada (2.429 m). Terdapat 3 (tiga) blok pegunungan yang masing-masing dipisahkan oleh struktur kelurusan lembah. Pada bagian barat tapak Kan Palatmada dengan ketinggian diatas 2000 m, dimana dibatasi oleh lembah depresi Sungai Nibe - Danau Rana dan Sungai Wala. Pada blok tengah dengan ketinggian diatas 1000 m yang dibentuk oleh Teluk Kajeli dan Lembah Apu, Blok selatan dibentuk oleh Lembah Kalua dengan gunung Batabual (1.731 m).

Pulau Buru membentuk Kubah Kerak mikro kontinen yang terdiri dari 4 (empat) cekungan yaitu:

(1). Cekungan Manipa disebelah selatan dengan kedalaman 4.360 m, dengan bentuk kerucut gunung api bawah laut;

(2). Cekungan antara Pulau Buru dan Pematang Luymes dengan kedalaman 5.330 m;

(3). Cekungan Banda Utara yang muncul dibawah permukaan laut dengan kedalaman 5.290 m disebelah barat Pulau Buru;

(2)

2 Kabupaten Buru terletak antara 2°25 LS dan 3°55 LS dan antara 125°70 BT dan 127°21 BT. Kabupaten Buru dibatasi oleh Laut Seram di sebelah utara, Kabupaten Buru Selatan disebelah selatan, Laut Buru di sebelah barat dan Selat Manipa di sebelah Timur.

Keberadaanya diantara tiga kota penting di Indonesia Timur (Makasar, Manado/Bitung dan Ambon) dan dilalui Sea Line III, telah menempatkan Kabupaten Buru pada posisi yang strategis.

Kabupaten Buru mempunyai luas sekitar 7.594,98 Km². Sebagian besar wilayahnya berada pada pulau Buru.

Bila ditinjau dari luasnya menurut kecamatan, maka kecamatan terbesar adalah Kecamatan Air Buaya (4.534 Km² atau 59,70% dari luas kabupaten), kemudian diikuti oleh Kecamatan Waeapo (1.232 Km² atau 16,22% dari luas kabupaten) dan terkecil terdapat pada Kecamatan Bata Bual (292,60 Km² atau 3,85% dari luas kabupaten). Untuk lebih jelasnya mengenai luas kecamatan lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Luas Daerah Kecamatan dan Persentase

No Kecamatan Ibukota Kecamatan Luas %tase

1 Namlea Namlea 951,15 12,52

2 Air Buaya Air Buaya 4.534,00 59,70

3 Waeapo Waenetat 1.232,00 16,22

4 Waplau Waplau 585,23 7,71

5 Bata Bual Ilath 292,60 3.85

Buru 7.594,98 100,00

Sumber : Kabupaten Buru Dalam Angka Tahun 2008

1. Kondisi Geomorfologi dan Hidrogeologi

Kondisi Geomorfologi Pulau Buru dan Pulau-pulau kecil lainnya yang termasuk kedalam Kabupaten Buru dikontrol oleh geologi regional Provinsi Maluku, dimana wilayah ini merupakan ujung Barat Busur Kepulauan Non Magmatik dari Lingkaran Sirkam Pasifik. Oleh karena ituKepulauan Buru dapat di kelompokan kedalam beberapa satuan Geomorfologi seperti berikut :

(1). Satuan Geomorfologi Perbukitan/Pegunungan Lipatan Patahan yang menempati wlayah bagian tengah Kabupaten Buru;

(3)

3

(3). Satuan Geomorfologi Lembah dan Bantaran Sungai yang mengikuti lembah sungai‐ sungai besar juga menjadi wilayah permukiman

Kondisi Hidrogeologi Pulau Buru dan Pulau-pulau kecil lainnya yang termasuk kedalam Kabupaten Buru adalah sebagai berikut :

(1). Pola Aliran Sungai

Sebagaimana telah dijelaskan didepan, sungai sebagai unsur geografi yangada di Kabupaten Buru (28 sungai) mempunyai pola aliran ; dendritik (menurun), Parallel, Trellis, Rektanguler, dan radier mengalir menuju pantai do ontrol oleh struktur geologi (patahan, ekahan, dan sistem perlipatan batuan) yang terdapat di wilayah ini. Tingkat kerapatan sungai sangat intensif, dimana hampir seluruh wilayah Kabupaten Buru tertutup oleh pola aliran sungai baik yang bersifat permanen maupun intermittent.

Berdasarkan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), maka kondisi pola aliran sungai dapat di bagi kedalam 4 (empat) arah aliran sungai yaitu

(a). DAS Air Buaya yang mengalir kearah Utara dengan tignkat kecepatan sedang;

(b). DAS Namloa yang mengalir kearah Timur dengan tingkat kecepatan tinggi – sangat tinggi;

(c). DAS Leksula yang mengalir kearah Selatan dengan tingkat Kecepatan sedang – tinggi;

(d). DAS Labuan Leko yang mengalir kearah Barat dengan tingkat Kecepatan rendah – sedang.

(2). Zona Air Tanah

Dari kondisi tersebut di atas dan di dukung oleh kontrol batuan dan struktur geologi, maka secara umum neraca air tanah menunjukkan terdapat 2 (dua) zona air tanah yaitu:

(4)

4 tersebut diatas, serta pada 2(dua) punggung yang terdapat di selatan daerah studi.

(b). Zona air tanah sedang – tinggi menempati hampir seluruh wilayah studi, yang mengelilingi Pulau Buru. Kawasa ini dapat tercapai jika sistem vegetasi tetap terjaga, sehingga tingkat peresapan ("recharged") dapat di pertahankan, dan "surface run off" dapat dicegah dan diperkecil.

2. Kondisi Fisografi dan Topografi Wilayah

(5)

5 (1). Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada

tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal

(2). Batuan metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang meliputi filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang dominan berada pada bagian Utara Pulau Buru

(3). Endapan batuan sedimen berumur Neogen bagian atas ditemukan pada bagian Timur Laut sekitar kawasan Wae Apu tersusun dari endapan Aluvium dan Kolovium berupa bongkahan, kerikil, lanau, konglomerat, lumpur dan gambur. Sedangkan di sepanjang pantai Utara terdapat jalur endapan pantai dan Aluvio-kolovium yang diselingi dengan terumbu karang angkatan (uplifted coral reef).

3. Kondisi Kemiringan Tanah

(6)

6 ditemukan 3 (tiga) material utama penyusun Pulau Buru. Tiga Formasi dimaksud berada pada bagian Selatan, Utara dan Formasi deposisi di bagian Timur Laut, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut :

(1). Batuan Sedimen di bagian selatan yang kebanyakan dijumpai pada tempat-tempat dengan permukaan air yang dangkal

(2). Batuan metamorfik yang mirip dengan tipe batuan benua yang meliputi filit, batu sabak, sekis, arkose serta greywacke meta yang dominan berada pada bagian Utara Pulau Buru

(3). Endapan batuan sedimen berumur Neogen bagian atas ditemukan pada bagian Timur Laut sekitar kawasan Wae Apu tersusun dari endapan Aluvium dan Kolovium berupa bongkahan, kerikil, lanau, konglomerat, lumpur dan gambur. Sedangkan di sepanjang pantai Utara terdapat jalur endapan pantai dan Aluvio-kolovium yang diselingi dengan terumbu karang angkatan (uplifted coral reef).

4. Klimatologi

Suhu udara ratarata di Kabupaten Buru pada tahun 2006 adalah berkisar 23,3°C -30,7°C, sedangkan suhu udara maksimum terjadi pada Desember (32, 4°C), serta suhu udara minimum terjadi pada Agustus (22,0°C) .

Tingkat kelembaban udara relatif tinggi rata-rata 81,3 % yang terkait dengan radiasi matahari rata-rata 68,8%, curah Hujan pada tahun 2006 berkisar antar 0,0 mm (Oktober) sampai 323,3 mm (Januari) dan kecepatan angin berkisar antara 8 – 34 knot. Tercatat bahwa di daerah ini terjadi curah hujan selama 7 bulan (Januari– Juli), dan bulan kering (Agustus- Desember).

Tabel 2.2

Kondisi Temperatur di Kabupaten Buru Tahun 2007

No. Bulan Luas Wilayah

Minimum Maksimum Rata-rata

1. Januari 24,3 30,8 26,8

2. Februari 24,1 31,0 26,6

3. Maret 23,7 29,8 26,5

4. April 23,0 30,1 26,5

5. Mei 23,7 31,4 27,0

6. Juni 23,7 31,0 26,8

7. Juli 23,7 30,0 26,0

8. Agustus 22,3 30,3 26,1

9. September 22,6 31,6 26,5

10. Oktober 23,4 32,7 27,8

11. November 24,2 32,0 27,7

12. Desember 24,5 31,3 27,7

(7)

7 Tabel 2.3

Kelembaban Nisbih dan Penyinaran (Radiasi) Matahari di Kabupaten Buru Tahun 2007

No. Bulan Kelembaban Nisbih (%) Radiasi Matahari (%)

1. Januari 86 54

2. Februari 86 58

3. Maret 86 56

4. April 86 57

5. Mei 83 82

6. Juni 85 68

7. Juli 80 56

8. Agustus 77 61

9. September 73 64

10. Oktober 77 81

11. November 82 72

12. Desember 84 60

Rata-rata 82,1 64,1

Tabel 2.4

Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Buru Tahun 2007

No. Bulan Kondisi Hujan

Hari Hujan Curah Hujan

1. Januari 272,3 19

2. Februari 118,0 19

3. Maret 209,0 19

4. April 104,0 14

5. Mei 20,3 19

6. Juni 245,7 14

7. Juli 28,4 9

8. Agustus 34,9 9

9. September 35,2 5

10. Oktober 85,1 6

11. November 99,2 9

12. Desember 172,9 16

Rata-rata 127,08 13,17

Tabel 2.5

Kondisi Angin Kabupaten Buru Tahun 2007

No. Bulan Kecepatan Angin

Rata-rata (kuat) Arah (NoE) Tertinggi (Knot)

1. Januari 7 340 18

2. Februari 8 340 22

3. Maret 9 350 21

4. April 10 220 19

5. Mei 8 120 21

6. Juni 8 120 24

7. Juli 11 120 28

8. Agustus 12 130 27

9. September 10 130 27

10. Oktober 10 130 25

11. November 7 130 20

12. Desember 7 350 20

Rata-rata 8,92 22,67

(8)

8 Geofisika Ambon, maka suhu rata-rata di Provinsi Maluku tahun 2003 adalah 26,8oC dengan curah hujan 186,3 mm.

5. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kabupaten Buru dengan luas wilayah daratan 458,055.53 Ha sebagian besar masih merupakan Hutan Primer dengan luas 274,746.81 Ha atau 59.98 %, dan semak belukar seluas 105,798.74 Ha atau 23.10 %, sedangkan sisanya berupa penggunaan lahan yang lain yang cukup luas yaitu lahan terbuka seluas 26.697,54 Ha (5.83 %) serta sawah seluas 8.337,35 Ha atau sekitar 1.82 %. Kawasan perkebunan yang ada hanya seluas 7.624,76 Ha (1.66 %) dan ladang/tegalan ada 6.476,36 Ha atau 1.41 %. Kawasan permukiman yang terdiri dari perkampungan seluas 1.841,75 Ha dan perkotaan juga dengan luas 62,53 Ha atau sebesar 0.41 % dari total luas wilayah daratan Kabupaten Buru.

Hutan Primer merupakan kawasan penggunaan lahan yang paling luas yaitu mempunyai luas kira-kira 274.746,81 Ha atau sekitar 59.98 % dari luas total wilayah daratan Kabupaten Buru yang tersebar di semua kecamatan. Penyebaran hutan ini yang mempunyai prosentase terbesar terdapat di Kecamatan Air Buaya seluas 128.821,00 atau 28.12 % dan Waeapo seluas 94.064,83 Ha (20.54 %). Untuk kecamatan yang lainnya hanya mempunyai luasan kurang dari 10 %.

Hutan Sekunder yang ada di Kabupaten Buru sangat kecil dan bahkan hanya terkonsentrasi di Kecamatan Batabual, dimana luas dari lahan ini hanya sekitar 2,321.56 Ha atau setara dengan 0.51 % dari luas wilayah daratan Kabupaten Buru.

Hutan Mangrove yang terdapat di Kabupaten Buru relative kecil hanya berkisar 4.145,07 Ha atau 0.90 %. Hutan Mangrove ini tersebar di 4 wilayah kecamatan, Kecamatan Waplau tidak terdapat ekologi hutan mangrove. Penyebaran mangrove yang paling besar terdapat di Kecamatan Waeapo seluas 2.976,55 Ha atau 0.65 % selanjutnya disusul oleh Kecamatan Air Buaya, Namlea dan Batabual masing-masing 659.72 Ha (0.14 %), 441.29 Ha ( 0.10 %) dan 67.51 Ha (0.01 %). Hutan Mangrove ini pada umumnya tersebar pada daerah rawa-rawa yang masih terjaga ekosistemnya

(9)

9 Belukar/Semak merupakan salah satu penggunaan lahan yang kurang produktif, dimana penggunaan lahan ini mempunyai luasan kurang lebih 105.798,74 Ha atau 23.10 % dari wilayah daratan kabupaten. Belukar/semak ini tersebar di semua kecamatan dengan area sebaran yang terluas berada di Kecamatan Waeapo seluas 58.401,56 Ha atau 12,75 %, kemudian diikuti oleh Kecamatan Wapalu dan Kecamatan Namlea masing-masing 28.083,62 Ha (6.13 %) dan 9.563,87 Ha (2.09 %). Sedangkan di Kecamatan Air Buaya dan Batabual kurang dari 5 % luasannya.

Perkebunan merupakan salah satu penggunaan lahan yang perlu dikembangkan, dimana penggunaan lahan ini mempunyai luasan kurang lebih 7.624,76 Ha atau 1.66 % dari wilayah daratan kabupaten. Perkebunan ini hanya tersebar di 3 kecamatan, yaitu kecamatan Wapalu, Air Buaya dan Kecamatan Waeapo. Sebaran yang terluas berada di Kecamatan Waplau seluas 4.916,76 Ha atau 1.07 %, kemudian diikuti oleh Kecamatan Air Buaya dan Kecamatan Waeapo masing-masing 1.673,55 Ha (0.37 %) dan 1.034,45 Ha (0.23 %).

Ladang/Tegalan yang telah dikembangkan di wilayah ini sangat kecil karena hanya 1.41 % saja atau seluas 6.476,79 Ha. Kegiatan usaha yang dilakukan untuk ladang/tegalan hanya terdapat di 3 kecamatan saja. Lahan unstuck ladang/tegalan yang telah diusahakan terluas hanya sekitar 3.289,39 Ha atau 0.72 % dari luas kabupaten yaitu di Kecamatan Air Buaya, selanjutnya Kecamatan Batabual seluas 2.269,75 Ha atau 0.50 %, serta 917.22 Ha atau 0.20 % berada di Kecamatan Waeapo.

Sawah yang sudah diusahakan di Kabupaten Maluku Tengah juga relative kecil sekitar 1.82 % atau seluas 8.337,35 Ha. Pengembangan sawah sampai saat ini hanya terdapat di 4 kecamatan yaitu Air Buaya, Batabual, Waeapo dan Waplau dengan luas masing-masing yaitu 3.658,19 Ha (0.80 %), 916,34 Ha (0.20 %), 3.438,06 Ha (0.75 %) dan 324,77 Ha (0.07 %). Di kecamatan Waeapo merupakan lokasi pengembangan persawahan yang paling luas di Kabupaten Buru.

(10)

10 Kecamatan Namlea seluas 10.630,26 Ha atau 2.32 % sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Wapalu yaitu 1.539,48 Ha atau 0.34 %.

(11)

26

Penyusunan RPIJM81fang PU/Cipta Karya

Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Buru

RE CANATATARUA.NGWIL,.\YAH

\ JIIIMI Kclitbol Pfin»tJ9WIK•bo,SeluNef

(12)
(13)

27 2.1.2. Profil Demografi

2.1.2.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Buru pada tahun 2005 tercatat sebanyak 87.953 jiwa, dan pada tahun 2006 menjadi 90.098 jiwa atau berdasarkan data yang didapatkan pada tahun 2004-2005 tidak mengalami pertambahan atau pertumbuhan penduduk dan pada tahun 2007 menjadi 92.323 jiwa. Laju Pertumbuhan Kabupaten Buru selama kurun waktu 3 tahun terakhir (2005– 2007) ini adalah 2,45%. Dilihat per kecamatan (data akhir tahun 2007), jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Waeapo sekitar 29.567 jiwa, terbesar kedua berada di Kecamatan Namlea sebesar 29.264 jiwa dan ketiga terdapat di Kecamatan Air Buaya sebesar 16.463 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Bata Bual yaitu sekitar 7.424 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Buru per tahun adalah sebagai

berikut : pada tahun 2005 – 2006 sebesar 2,24% dan tahun 2006 – 2007 mengalami kenaikan menjadi 2,25%.

Rata-rata laju pertumbuhan per tahun periode 2004 – 2006 Kabupaten Buru adalah sebesar 2,45%.

Untuk jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Buru selama kurun waktu 2005 - 2007 dapat dilihat padaTabel 2.6

Tabel 2.6

Jumlah Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2005 – 2007

No Kecamatan Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan (%)

2005 2006 2007 2005-2006 2006-2007

1 Namlea 27.956 28.589 29.264 0,023 0,024

2 Air Buaya 15.783 16.139 16.463 0,023 0,020

3 Waeapo 28.576 29.221 29.567 0,023 0,025

4 Waplau 8.740 8.938 9.215 0,023 0,031

5 Bata Bual 6.898 7.211 7.424 0,045 0,030

Jumlah 87.953 90.098 92.323 0,024 0,025

Sumber : Kabupaten Buru Dalam Angka Tahun 2008

Penduduk Jumlah Penduduk

2000 2001 2002 2003 2004 2005

Jumlah (jiwa) 1.263.476 1.264.256 1.271.083 1.284.095 1.313.022 1.350.156

Pertumbuhan (%) 1,52 1,58 -0,84 0,02 2,38

Pertumbuhan Rata-Rata (%) 0,93

(14)

28 2.1.2.2. Sebaran dan Kepadatan Penduduk

Kabupaten Buru dengan luas total daratan sebesar 7.594,98 Km², terdistribusi kepada 5 (lima) wilayah kecamatan, dengan jumlah penduduk tahun 2007 sebanyak 92.323 jiwa, maka kepadatan penduduk di kawasan perencanaan rata-rata sebesar 12 jiwa/Km².

Tinjauan kepadatan penduduk dirinci per kecamatan, kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Namlea yaitu sebesar 31 jiwa/Km², kemudian di Kecamatan Bata Bual sebesar 25 jiwa/Km² dan Kecamatan Waeapo 24 jiwa/Km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Air Buaya yaitu sekitar 4 jiwa/Km².

Untuk lebih jelasnya mengenai penyebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Buru per kecamatan dapat dilihat Tabel 2.7

Tabel 2.7

Sebaran Dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2007

No Kecamatan Penduduk Luas Wilayah

(Km²) Kepadatan (jiwa/Km²)

1 Namlea 29.264 951,15 31

2 Air Buaya 16.463 4.534 4

3 Waeapo 29.957 1.232 24

4 Waplau 9.215 585,23 16

5 Bata Bual 7.424 292,6 25

Buru 92.323 7.594,98 12

Sumber : Kabupaten Buru Dalam Angka Tahun 2008

2.1.2.3. Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Struktur Umur

Struktur penduduk di Kabupaten Buru, dilihat dari jenis kelamin terlihat bahwa perbedaan antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan relatif tidak berbeda jauh. Sampai akhir tahun 2007 tercatat dari total penduduk kabupaten sebanyak 92.323 jiwa, terbagi atas penduduk laki-laki sebanyak 47.663 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 44.660 jiwa.

Dilihat dari distribusi penduduk per kecamatan, ternyata perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada tiap kecamatan hampir seimbang (tidak jauh berbeda).

(15)

29

Nam ea A Buaya Waeapo Waplau Ba a Bual Kecama an

Tabel 2.8

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006

No Kecamatan

Air Buaya 7.890 16.463

Waeapo 15.680 14.277 29.957

Waplau 4.685 4.530 9.215

Bata Bual 3.827 3.597 7.424

Buru 47.663 44.660 92.323

Sumber : Buru Dalam Angka Tahun 2007

35.000

Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

2.1.2.4. Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan di Pulau Buru cukup tinggi ini dilihat dari jumlah penduduk yang bersekolah hingga perguruan tinggi yang cukup besar. Usia

(16)

30

Tabel 2.9

Penduduk Usia 7-24 Tahun Yang Masih Sekolah

Menurut Kelompok Umur Sekolah dan Jenis Kelamin di Pulau Buru Tahun 2006

No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 7 – 12 9.129 9.208 18.337 2 13 – 15 4.281 4.192 8.473 3 16 – 18 2.576 2.418 4.994 4 19 - 24 561 717 1.276

Sumber : Buru Dalam Angka Tahun 2007

2.1.2.5. Struktur Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja

Jumlah penduduk usia kerja pada Kabubaten Buru (data masih bergabung dengan Kabupten Buru Selatan), besarnya %tase jumlah penduduk Kabupaten Buru adalah sebesar 64 %. Sehingga untuk jumlah penduduk yang bekerja pada Kabupaten Buru adalah sebesar 32.809, untuk pernah bekerja sebesar

425 jiwa, sedangkan untuk yang tidak pernah bekerja (menganggur) sebesar 3.500 jiwa. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah angkatan kerja pada Pulau Buru dapat dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10

Penduduk 15 Tahun Keatas Berdasarkan Golongan Umur di Kabupaten Buru, Tahun 2007

No Golongan Umur Bekerja Pengangguran Terbuka Jumlah

Angkatan Kerja

Pernah Bekerja Tidak Pernah Bekerja Jumlah

1 15-19 2.830 2.830 906 1.185 4.015

2 20-24 4.988 4.988 1.928 2.074 7.062

3 25-29 4.100 4.100 500 500 4.600

4 30-34 4.472 4.472 122 122 4.593

5 35-39 4.493 4.493 - - 4.493

6 40-44 3.697 3.697 45 45 3.741

7 45-49 2.175 2.175 - - 2.175

8 50-54 2.056 2.056 - - 2.056

9 55-59 1.790 1.790 - - 1.790

10 60+ 2.209 2.209 - - 2.209

Jumlah 32.809 425 3.500 3.925 36.734

(17)

31 2.1.3. Profil Ekonomi

Jika dilihat dari Tabel 2.11 pembentukan PDRB di Kabupaten Buru dikuasai oleh 3 (tiga) sektor yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Pada tahun 2002 sektor pertanian sebesar Rp. 136.152,26, kemudian naik menjadi Rp. 138.215,11 pada tahun 2003, di tahun 2004 naik sebesar Rp. 141.532,48, kemudian disusul pada tahun 2005 naik menjadi sebesar Rp.

145.472,73 dan pada tahun 2006 naik lagi menjadi Rp. 149.547,29 serta pada tahun 2007 sebesar Rp. 152.661,81. Hal ini dikarenakan sektor perkebunan, perikanan, tanaman bahan makanan merupakan sektor yang mendominasi dalam pembentukan PDRB.

Untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2002 sebesar Rp. 31.836,18, disusul naik pada tahun 2003 sebesar Rp. 33.274,91, kemudian naik sebesar Rp. 35.016,14 pada tahun 2004, tahun 2005 naik sebesar Rp. 37.230,38, dan terakhir pada tahun 2006 sebesar Rp. 40.558,61 serta pada tahun 2007 sebesar Rp. 43.016,61.

Sektor yang terakhir adalah sektor jasa-jasa. Sektor ini pada tahun 2002 sebesar Rp. 23.814,14, disusul pada tahun 2003 sebesar Rp. 24.834,99, kemudian pada tahun 2004 naik sebesar Rp. 25.614,44, naik sebesar Rp. 26.568,31 pada tahun 2005 dan yang terakhir tahun 2006 sebesar Rp. 27.717,53 serta pada tahun 2007 sebesar Rp. 30.195,68.

Tabel 2.11

PDRB Kabupaten Buru Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2002-2007

Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1 Pertanian 136.152,26 138.215,11 141.532,48 145.472,73 149.547,29 152.661,81 2 Pertambangan &

Penggalian 785,65 813,62 846,90 888,31 935,57 995,68

3 Industri

Pengolahan 8.336,01 8.461,87 8.741,93 8.984,08 9.688,43 10.441,34 4 Listrik, Gas & Air

Bersih 640,54 684,94 731,58 766,65 815,50 831,80

5 Bangunan 4.007,69 4.246,47 4.459,22 4.715,18 5.014,59 5.371,90

6 Perdag, Hotel &

Restoran 31.836,18 33.274,91 35.016,14 37.230,38 40.558,61 43.016,61 7 Pengangkutan &

Komunikasi 6.573,37 6.937,63 7.249,98 7.576,99 8.155,50 8.719,17 8 Keuangan,

Persewaan & Jasa Perusahaan/ Financial

(18)

32

9 Jasa – Jasa 23.814,14 24.834,99 25.614,44 26.568,31 27.717,53 30.195,68

Jumlah 217.095,32 222.687,95 229.587,40 237.842,93 248.332,92 258.401,84

Sumber : PDRB Kabupaten Buru Tahun 2008

1. Perubahan Komposisi Sektor-Sektor Ekonomi

Berdasarkan Tabel 2.12 dapat diketahui distribusi PDRB selama periode Tahun 2002 sampai dengan 2007 terdapat 3 (tiga) sektor yang memiliki distribusi PDRB terbesar antara lain adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel & restoran dan sektor jasa-jasa. Untuk sektor pertanian, pada tahun 2002 sebesar 62,72 %, kemudian menurun pada tahun 2003 sebesar 62,07 %, disusul turun 61,65 % pada tahun 2004, tahun 2005 turun sebesar 61,16 dan pada tahun 2006 turun sebesar 60,22 % serta pada tahun 2007 naik sebesar 60,57 %.

Sektor yang menempati peringkat kedua adalah sektor perdagangan, hotel & restoran. Pada tahun 2002 sebesar 14,66 %, disusul naik sebesar 14,94 % pada tahun 2003, pada tahun 2004 naik sebesar 15,25 %, kemudian naik sebesar 15,65 % pada tahun 2005 dan meningkat pada tahun 2006 sebesar 16,33 % serta sebesar 17,55 pada tahun 2007.

Sektor yang ketiga adalah sektor jasa-jasa, pada tahun 2002 sebesar 10,97 %, disusul naik sebesar 11,15 % pada tahun 2003, pada tahun 2004 dan tahn 2006 naik sebesar 11,16 %, dan kemudian naik sebesar 11,17 % pada tahun 2005 serta sebesar 10,09 pada tahun 2007.

(19)

33 Tabel 2.12

Distribusi PDRB Kabupaten Buru Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 – 2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

S e k t o r 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. Pertanian 62,72 62,07 61,65 61,16 60,22 60,57

2. Pertambangan dan Penggalian 0,36 0,37 0,37 0,37 0,38 0,47

3. Industri Pengolahan 3,84 3,80 3,81 3,78 3,90 4,26

4. Listrik dan Air Minum 0,30 0,31 0,32 0,32 0,33 0,41

5. B a n g u n a n 1,85 1,91 1,94 1,98 2,02 1,90

6. Perdagangan Hotel & Restoran 14,66 14,94 15,25 15,65 16,33 17,55

7. Pengangkutan & Komunikasi 3,03 3,12 3,16 3,19 3,28 2,76

8. Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan 2,28 2,34 2,35 2,37 2,38 1,99

9. Jasa – Jasa 10,97 11,15 11,16 11,17 11,16 10,09

Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Pendapatan Regional Tahun 2008

Bila dilihat dari Gambar 2.3 dibawah ini dapat diketahui komposisi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Buru pada tahun 2007 bahwa sektor pertanian menduduki peringkat tertinggi sebesar 60,57 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor unggulan di Kabupaten Buru. Kedua disusul oleh sektor perdagangan, hotel & restoran yaitu sebesar 17,55 %, dan ketiga, ditempati oleh sektor jasa-jasa sebesar 10,09 %. Sedangkan untuk sektor yang memiliki bobot dibawah 10% adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,47 %, sektor industri pengolahan sebesar 4,26 %, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,41 %, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 2,76 % serta sektor bangunan sebesar

1,90 % dan sektor keuangan sebesar 1,99 %.

Pertanian

18%

3%2% 10%

Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan

Perdag, Hotel & Restoran

2% 61%

0% 4%

0%

Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persew aan & Jasa Perusahaan/ Financial Jasa - Jasa

Gambar 2.3

(20)

34 2. Pendapatan Domestik Regional Per Kapita

Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator ekonomi untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara atau daerah. Sesuai dengna konsep dan definisi, pengertian Produk Domestik Regional Bruto Perkapita suatu daerah ada.ah Produk Domestik Regional Daerah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahunnya.

Pendapatan Regional Bruto Perkapita Kabupaten Buru atas dasar harga berlaku selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2006, terus mengalami kenaikan dari Rp. 1.678.996 pada tahun 2001, tahun 2002 naik lagi sebesar Rp. 1.829.267, kemudian pada tahun 2003 sebesar Rp. 1.876.097, Rp. 2.052.672 pada tahun 2004 naik menjadi Rp. 2.314.965 pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 naik lagi menjadi Rp. 2.444.847 serta pada tahun 2007 naik sebesar Rp. 2.646.103 atau sebesar 8,23 %. Bila dilihat dari sisi harga konstan 2000 dapat diketahui bahwa pada tahun 2001 sebesar Rp. 1.536.836, kemudian naik pada tahun 2002 sebesar Rp. 1.540.862 atau sebesar 0,26 %, disusul naik sebesar Rp. 1.547.015 atau sebesar 0,40 % pada tahun 2003, naik lagi pada tahun 2004 sebesar Rp. 1.554.392 atau sebesar 0,48 % , tahun 2005 naik sebesar 1.574.000 atau sebesar 1,26 % dan pada tahun 2006 naik menjadi sebesar Rp. 1.608.491 atau sebesar 2,19 % serta pada tahun 2007 naik sebesar Rp. 1.628.547 atau sebesar 1,25 %.

Tabel 2.13

Pendapatan Perkapita Kabupaten Buru Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Dan Pertumbuhannya Tahun 2001 – 2007

Tahun Pendapatan Perkapita

2001 1.678.996 - 1.536.836

-2002 1.829.267 8,95 1.540.862 0,26

2003 1.876.097 2,56 1.547.015 0,40

2004 2.052.672 9,41 1.554.392 0,48

2005 2.314.965 12,78 1.574.000 1,26

2006 2.444.847 5,61 1.608.491 2,19

2007 2.646.103 8,23 1.628.547 1,25

(21)

35

No Kecamatan SD SMP SMU / SMK

1 Namlea 22 7 7

2.1.3. Profil Sosial dan Budaya

a. Pendidikan

Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah adanya sumberdaya manusia yang berkualitas. Melalui jakur pendidikan, pemerintah berupaya untuk menghasilkan dan meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Peningkatan sumberdaya manusia sekarang ini lebih diutamakan dengan memberikan kesempatan kepada penduduk untuk mengecap pendidikan yang seluas-luasnya, terutama penduduk pada kelompok umur 7-24 tahun yaitu kelompok usia sekolah. Untuk jumlah fasilitas pendidikan per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14

Jumlah Saran Pendidikan

31 19

Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Buru 2007

b. Kesehatan

Pembangunan kesehatan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Bila pembangunan kesehatan berhasil dengan baik, maka akan meningkatkan kesejahtraan rakyat langsung. Selain itu, pembangunan kesehatan juga memuat mutu dan upaya kesehatan yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas kesehatan. Hal ini dilakukan denga menciptakan akses pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumberdaya yang memadai seperti rumah sakit, puskesmas, dan tenaga kesehatan (dokter bidan perawat) dan ketersediaan obat.

(22)

36

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Buru 2007

2.2. KONDISI PRASARANA DAN SARANA BIDANG PU/CIPTA KARYA

2.2.1. Sub Bidang Air Bersih

Sistem penyediaan air bersih di Kabupaten Buru belum terintegrasi secara menyeluruh. Sampai dengan tahun 2028 masih diutamakan sistem penyediaan air bersih perkotaan secara terpisah dengan pengembangan pada masing-masing sistem sesuai dengan permintaan kebutuhan. Bila dilihat dari jumlah penduduk, maka kebutuhan penambahan produksi rencana dilakukan secara bertahap, pada tahun 2013 sebesar 50 persen, pada tahun 2018 sebesar 70 persen dan pada tahun 2028 sebesar 90 persen. Berdasarkan pemenuhan prasarana air bersih, maka pada tahun akhir rencana dibutuhkan hampir 13.261 M³ air bersih yang diproduksi dengan tingkat pelayanan 90 persen. Hal ini dapat dicapai dengan mengutamakan pemanfaatan sumber air permukaan dan air tanah. Untuk menentukan jumlah kebutuhan air bersih yang harus disediakan, diperlukan suatu standar kebutuhan air bersih untuk setiap kegiatan dan untuk tiap jenis kota.

(23)

37 kebutuhan air bersih per kecamatan di Kabupaten Buru dapat dilihat pada Tabel 2.16 dan Tabel 2.17.

Tabel 2.16

Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Per Kecamatan di Kabupaten Buru Tahun 2008 – 2028

Kecamatan Tahun 2008 Tahun 2018 Tahun 2028

Jumlah Kebutuhan Jumlah Kebutuhan Jumlah Kebutuhan

Penduduk (M³/hr) Penduduk (M³/hr) Penduduk (M³/hr)

(jiwa) (jiwa) (jiwa)

1 Namlea 29.941 3.988 37.632 5.013 47.299 6.300

2 Air Buaya 16.814 2.240 20.762 2.766 25.637 3.415

3 Waeapo 30.672 4.086 38.836 5.173 49.173 6.550

4 Waplau 9.462 1.260 12.330 1.642 16.066 2.140

5 Bata Bual 7.702 1.026 11.125 1.482 16.070 2.141

Total 94.591 12.600 120.685 16.076 154.244 20.546

Sumber: Hasil Analisa, 2008

Tabel 2.17

Prediksi Kebutuhan Air Bersih di Kabupaten Buru Sampai Dengan Tahun 2028

KEGIATAN STANDAR KEBUTUHAN

AIR KEBUTUHAN AIR2018 KEBUTUHAN AIR2028 SATUAN

1. Permukiman 5.102 8.618 m³/hari

2. Sambungan langsung

(perumahan) 150 Lt/org/hari 3.755 5.647 M³ /hari

3. Kran umum 30 Lt/org/hari 61 87 M³/hari

4. Pariwisata 4,00 M³/ha/hari 54 77 M³/hari

5. Jasa Perdagangan 171 205 M³/hari

a. Sentra primer 33,22 M³/Ha/hari 90 100 M³/hari

b. Sentra sekunder 18,00 M³/Ha/hari 70 97 M³/hari

c. Lokal 7,39 M³/Ha/hari 41 58 M³/hari

6. Industri 40,00 M³/Ha/hari 70 95 M³/hari

7. Ruang Terbuka Hijau 5,32 M³/Ha/hari 8 10 M³/hari

8. Fasilitas Umum 537 722 M³/hari

a. Primer 9,34 M³/Ha/hari 120 182 M³/hari

i Rumah sakit 9,34 M³/Ha/hari 85 125 M³/hari

ii Gedung serbaguna 9,34 M³/Ha/hari 20 25 M³/hari

iii Gedung kesenian 9,34 M³/Ha/hari 3 5 M³/hari

iv Kantor polisi 9,34 M³/Ha/hari 7 9 M³/hari

v Kantor pemerintahan 9,34 M³/Ha/hari 7 10 M³/hari

vi Lapangan olahraga 9,34 M³/Ha/hari 7 9 M³/hari

vii Parkir umum 9,34 M³/Ha/hari 5 7 M³/hari

b. Sekunder 3,26 M³/Ha/hari 36 53 M³/hari

i Puskesmas 3,26 M³/Ha/hari 6 8 M³/hari

ii Masjid, Gereja, Pura, Vihara 3,26 M³/Ha/hari 7 8 M³/hari

iii Taman, tp bermain, lap OR 3,26 M³/Ha/hari 7 8 M³/hari

iv Gedung bioskop 3,26 M³/Ha/hari 4 5 M³/hari

v Gedung serbaguna 3,26 M³/Ha/hari 6 7 M³/hari

vi Pos Polisi 3,26 M³/Ha/hari 5 6 M³/hari

vii Parkir & MCK 3,26 M³/Ha/hari 4 5 M³/hari

vii Pemadam kebakaran 3,26 M³/Ha/hari 2 3 M³/hari

viii Ktr pos pembantu 3,26 M³/Ha/hari 2 3 M³/hari

C Tersier 13,71 M³/Ha/hari 175 203 M³/hari

i SLTP dan SLTA 13,71 M³/Ha/hari 100 125 M³/hari

ii Puskesmas Pembantu 13,71 M³/Ha/hari 55 60 M³/hari

(24)

38

iv Apotik 13,71 M³/Ha/hari 25 28 M³/hari

d. Lokal 7,37 M³/Ha/hari 245 334 M³/hari

i TK dan SD 7,37 M³/Ha/hari 140 190 M³/hari

ii Balai Pengobatan 7,37 M³/Ha/hari 30 45 M³/hari

iii Mushalla/ langgar 7,37 M³/Ha/hari 4 6 M³/hari

iv Taman & tempat bermain 7,37 M³/Ha/hari 100 115 M³/hari

v Parkir dan MCK 7,37 M³/Ha/hari 7 8 M³/hari

vi Balai Pertemuan 7,37 M³/Ha/hari 10 15 M³/hari

TOTAL (dlm M³/hari) 11.213 17.363 M³/hari

(dlm Lt/detik) 130 201 Lt/detik

Sumber: Hasil Analisa, 2008

2.2.2. Sub Bidang Pengelolaan Persampahan

(25)

39 (2). Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan

tidak bergerak, seperti TPS, TPA, kontainer, dan truk.

(3). Mengembangkan kemitraan dengan swasta dan kerjasama dengan kabupaten dan kota sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan penyediaan TPA.

Perkiraan volume sampah di Kabupaten Buru dapat dilihat pada Tabel 2.18 dan

Tabel 2.19.

Tabel 2.18

Perkiraan Volume Timbunan Sampah di Kabupaten Buru Tahun 2008 – 2028

No Uraian KOEF 2008 2018 2028 SATUAN

1 Jumlah Penduduk 94.591 120.685 154.244 Jiwa

2 Rumah Tangga 1,7 160.804,7 205.164,5 262.214,8 L/hari

3 Perdagangan 0,5 47.295,5 60.342,5 77.122,0 L/hari

4 Institusi 0,3 28.377,3 36.205,5 46.273,2 L/hari

5 Tingkat Pelayanan Rencana 20 40 60 %

6 Rencana Volume Terlayani 47,147 118,182 222,142 M3/hari

7 Kebutuhan Kapasitas Pelayanan 20 50 100 M3/hari

Total 236.477,5 301.712,5 385.610,0 L/hari

Sumber: Hasil Analisa, 2008

Tabel 2.19

Prediksi Volume Sampah Di Kabupaten Buru Hingga Tahun 2028

Kegiatan Standar Volume Satuan Vol

Sampah 2018

Vol Sampah

2028 Satuan

Perumahan 0,002125 m3/org/hr 68,25 76,50 m3/hari

Pariwisata 0,150 m3/ha/hr m3/hari

Jasa perdagangan 0,50 m3/ha/hr 36,25 47,45 m3/hari

Primer 0,665 m3/ha/hr 2,00 3,05 m3/hari

Sekunder/lokal 7,380 m3/ha/hr 33,55 44,90 m3/hari

Pertanian 0,010 m3/ha/hr m3/hari

Ruang Terbuka Hijau 0,042 m3/ha/hr m3/hari

Fasilitas Umum m3/hari

Primer 0,635 m3/ha/hr 9,76 13,49 m3/hari

Rumah sakit 0,635 m3/ha/hr 4,30 5,95 m3/hari

Gedung serbaguna 0,635 m3/ha/hr 1,00 1,55 m3/hari

Gedung kesenian 0,635 m3/ha/hr - 0,75 m3/hari

Kantor polisi 0,635 m3/ha/hr 0,50 1,00 m3/hari

Kantor pemerintahan 0,635 m3/ha/hr 0,50 1,00 m3/hari

Lapangan olah raga 0,635 m3/ha/hr 3,00 3,50 m3/hari

Parkir Umum 0,635 m3/ha/hr 1,00 2,00 m3/hari

Sekunder 0,635 m3/ha/hr 8,45 9,97 m3/hari

Puskesmas 0,635 m3/ha/hr 2,50 3,25 m3/hari

Masjid,Gereja, Vihara, Pura 0,635 m3/ha/hr 1,00 2,00 m3/hari

Taman bermain, lap OR 0,635 m3/ha/hr 2,00 3,00 m3/hari

Gedung bioskop 0,635 m3/ha/hr 0,54 0,92 m3/hari

(26)

40

Pos Polisi 0,635 m3/ha/hr 0,10 0,20 m3/hari

Parkir & MCK 0,635 m3/ha/hr 0,85 0,90 m3/hari

Pemadam kebakaran 0,635 m3/ha/hr 0,10 0,20 m3/hari

Ktr pos pembantu 0,635 m3/ha/hr 0,08 0,10 m3/hari

Tersier 2,320 m3/ha/hr 53,80 66,53 m3/hari

SLTP dan SLTA 2,320 m3/ha/hr 15,75 19,08 m3/hari

Puskesmas pembantu 2,320 m3/ha/hr 17,75 21,85 m3/hari

BKIA & RS bersalin 2,320 m3/ha/hr 16,75 20,60 m3/hari

Apotik 2,320 m3/ha/hr 6,55 8,00 m3/hari

Lokal 1,540 m3/ha/hr 50,70 70,55 m3/hari

TK dan SD 1,540 m3/ha/hr 30,40 37,80 m3/hari

Balai Pengobatan 1,540 m3/ha/hr 4,50 8,50 m3/hari

Mushalla/ langgar 1,540 m3/ha/hr 0,50 0,60 m3/hari

Taman & tempat bermain 1,540 m3/ha/hr 11,00 17,20 m3/hari

Parkir dan MCK 1,540 m3/ha/hr 1,50 2,20 m3/hari

Balai Pertemuan 1,540 m3/ha/hr 2,80 3,20 m3/hari

Jalan protokol 0,10 – 0,20 l/m/hr

Jalan kolektor 0,10 – 0,15 l/m/hr

Jalan penghubung 0,05 – 0,10 l/m/hr

Total 389,43 499,77 m3/hari

Sumber: Hasil Analisa 2008

Berdasarkan analisa, maka kebutuhan sarana persampahan pada akhir tahun rencana adalah :

(1). Penambahan truk sampah, sebanyak 8buah. (2). Penambahan transfer depo, sebanyak 7 buah. (3). Penambahan gerobak sampah, sebanyak 70 buah. (4). Penambahan TPS pada setiap kota kecamatan.

(5). Peningkatan TPA dan jalan akses pada TPA eksisting yang ada di setiap kota dan kecamatan.

2.2.3. Sub Bidang Drainase

(27)

41 kuantitas penduduk suatu wilayah/kota, fasilitas kota yang mendukung keberadaan fisik saluran, sarana utilitas lain yang menjadi pendukungnya.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka rencana pengelolaan drainase wilayah dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1). Sistem jaringan induk drainase di wilayah Buru secara umum akan tetap mengikuti pola atau kerangka sistem alamiah yang ada, dimana pengaliran dilakukan secara gravitasi mengikuti kondisi topografi yang memiliki kecendeungan kemiringan ke arah perairan atau laut.

(2). Jaringan drainase sistem tertutup sebagian besar dikembangkan di pusat pemerintahan dan perkantoran, pusat kegiatan komersial, industri serta jalan-jalan utama tertentu, atau daerah yang mempunyai lebar jalan-jalan yang kecil. (3). Jaringan drainase sistem terbuka sebagian besar dikembangkan di lingkungan

permukiman dan disepanjang jaringan jalan.

(4). Prioritas pelayanan drainase pada kawasan terbangun kawasan rawan genangan, dan memerlukan penataan atau perbaikan agar dapat berfungsi secara maksimal.

(5). Disamping itu juga diperlukan peningkatan peran serta masyarakat dalam memelihara prasarana drainase, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan saluran.

(6). Sistem drainase tertutup dan terbuka dibangun pada sebelah kiri dan atau kanan jalan, dengan arah pengaliran disesuaikan dengan kondisi topografi setempat.

Dalam sistem penyediaan saluran limbah perkotaan tidak terlepas dari bangunan air seperti reservoir dan yang lainnya. Bangunan-bangunan ini dibuat untuk menampung air dari berbagai sumber yang berfungsi sebagai bak kontrol. Selain itu bangunan ini juga dapat berfungsi sebagai tempat daur ulang air limbah menjadi air kotor biasa yang tidak mencemari lingkungan atau sungai-sungai sebagai tempat akhir pengaliran dari saluran-saluran limbah perkotaan. Fungsi lain dari saluran drainase adalah berfungsi sebagai saluran pengendali banjir dan tempat pejalan kaki (pedestrian).

Rencana pengelolaan air limbah di Kabupaten Buru adalah sebagai berikut:

(28)

42

(2). Sistem pelayanan septik tank kolektif (sistem off-site) dikembangkan pada kawasan perkantoran, pendidikan, pemerintahan dan kawasan komersil.

(3). Sistem septik tank individu (sistem on-site) dikembangkan pada kawasan perumahan tipe sedang dan tipe besar, sedangkan untuk perumahan type kecil digunakan sistem palayanan septik tank individu atau kolektif dengan memperhatikan kesepakatan dan kemampuan dari masyarakat.

(4). Sistem campur (yaitu menyatukan air limbah dan air hujan dalam satu saluran) dikembangkan untuk air limbah dari kegiatan non domestik dan kegiatan lainnya seperti air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dan kegiatan kantor lainnya, sedangkan untuk menutupi kelemahan sistem ini dapat diatasi dengan membuat saluran terbuka dari perkerasan dengan campuran kedap air.

(5). Pembangunan saluran drainase dengan konstruksi tertutup dan sumur serapan dibangun pada kawasan perdagangan/pasar, perkantoran, dan kawasan komersil.

Untuk mendukung terciptanya lingkungan atau habitat yang sehat bagi penduduknya, maka perlu diperhatikan limbah cair yang dihasilkan oleh masing- masing kecamatan di Kabupaten Buru. Volume limbah cair untuk tiap aktivitas beragam, yang dihitung dengan mengalikan volume air yang digunakan untuk tiap aktivitas yang bersangkutan dengan suatu pengali yang biasa disebut faktor reduksi. Tabel 2.20 memperlihatkan prediksi volume limbah cair dari berbagai aktivitas di wilayah Buru hingga tahun 2028. Total volume limbah cair yang diprediksikan hingga tahun 2028 untuk seluruh wilayah Buru adalah 8.552 M³/hari atau sekitar 99 liter/detik. Sumber terbesar penghasil limbah cair tersebut berasal dari

permukiman penduduk.

Tabel 2.20

Prediksi Limbah Cair Yang Dihasilkan Wilayah Buru Hingga Tahun 2028

Sumber Penghasil Limbah Cair

Faktor Reduksi Limbah Cair 2018 Limbah Cair 2028 Satuan

Permukiman 0,8 4.442 7.767 m3/hari

Pariwisata 0,7 35 68 m3/hari

Jasa Perdagangan 0,7 139 188 m3/hari

Fasilitas Umum 0,7 391 529 m3/hari

Total (dlm m3/hari) 5.007 8.552 m3/hari

(dlm lt/ detik) 58 99 lt/detik

(29)

43 2.2.4. Sub Bidang Pengelolaan Air Limbah

Sistem pengolahan air limbah dibagi berdasarkan sumber air limbah tersebut berasal yaitu : air limbah domestik dan air limbah industri.

Air Limbah Domestik

Air limbah domestik umumnya berasal dari buangan kamar mandi dan WC, dengan metode pembuangan terpusat maupun setempat.

Pembuangan air limbah setempat umumnya dilakukan secara individual oleh masyarakat yang dapat berupa tangki septik dengan atau tanpa resapan maupun cubluk.

Pembuangan air limbah terpusat umunya dikelola oleh pemerintah daerah setempat dengan sistem perpipaan yang dialirkan ke unit instalasi pengolahan lumpur tinja.

Untuk Kabupaten Buru diusulkan pengolahan air limbah domestik dengan kolam aerasi karena mudah pelaksanaan dan hasil pengolahan yang lebih pasti.

Pengolahan Air Limbah Industri

Pengolahan air limbah industri lebih tergantung jenis industri yang air limbahnya akan diolah, namun secara garis besar dapat dibagi atas pengolahan secara biologis dam kimiawi. Mengingat industri yang ada di Kabupaten Buru berupa produk nabati maka diusulkan menggunakan pengolahan biologis.

Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah

Baik air limbah domestik maupun air limbah industri, sarana yang diperlukan umumnya berupa sistem perpipaan (walaupun dapat dengan mobil tangki), instalasi pengolahan air limbah, pengolahan lumpur dan mobil tangki sebagai cadangan dalam keadaan darurat.

2.2.5. Sub Bidang Permukiman

(30)

44 mengakibatkan degradasi lingkungan. Pengembangan kawasan permukiman sejauh mungkin tidak menggunakan daerah pertanian lahan basah atau lahan yang beririgasi. Kawasan permukiman merupakan salah satu komponen penting dalam penataan ruang wilayah Kabupaten Buru yang pengembangannya akan sangat mempengaruhi pengembangan pusat-pusat kegiatan. Hasil proyeksi jumlah penduduk sampai tahun 2028 adalah sekitar 143.383 jiwa. Dengan mengasumsikan satu rumah untuk satu keluarga (5 jiwa setiap keluarga) maka di tahun 2028 diperkirakan dibutuhkan rumah sebanyak 28677 rumah. Dengan asumsi setiap rumah membutuhkan luas lahan rata-rata 100 m2 maka di tahun 2028 tersebut dibutuhkan lahan untuk

permukiman yang luasnya sekitar 286 Ha. Dengan mengasumsikan bahwa 40% dari luas kawasan permukiman adalah sebagai prasarana pendukung, maka diperkirakan luas lahan untuk kawasan permukiman pada tahun 2028 adalah sekitar 550 Ha. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan diarahkan di pusat-pusat kegiatan perkotaan terutama di kota-kota yang diarahkan sebagai pusat kegiatan bagi kawasan sekitarnya yaitu Namlea dan Waeapo. Dalam pengembangannya, arahan pengembangan kawasan permukiman ini, khususnya untuk permukiman perdesaan perlu diintegrasikan dengan kawasan transmigrasi yang telah berkembang terlebih dahulu.

2.2.6. Sub Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penggunaan lahan untuk permukiman meliputi perumahan dan fasilitas pendukungnya, perkantoran, perdagangan, rekreasi, taman dan ruang terbuka hijau lainnya yang berada di perkotaan maupun perdesaan, demikian juga permukiman transmigrasi. Kawasan pemukiman tersebar dengan pemusatan pada kota-kota kecamatan dengan pemanfaatan ruang yang cukup luas. Hasil identifikasi lapangan menunjukkan bahwa kawasan sekitar Namlea merupakan wilayah yang memiliki luas penggunaan lahan pemukiman yang paling tinggi. Kondisi ini didukung oleh berkembangnya kegiatan industri dan kegiatan ekonomi produktif lainnya di kawasan tersebut.

(31)

diupayakan agar tidak dikembangkan ke arah utara ke daerah perbukitan, khususnya pada areal dengan lereng > 40%, karena areal ini harus dijadikan pelindung (buffer) untuk kelestarian lingkungan, selain juga mengantisipasi rawannya gerakan tanah (longsor). Areal ini sebaiknya tetap dijadikan sebagai Kawasan Lindung, untuk basis sumberdaya air dan daerah resapan air di wilayah hulu sungai.

Demikian pula halnya dengan daerah sepanjang aliran beberapa sungai yang cukup besar yang terdapat di wilayah kabupaten ini. Hal ini diarahkan untuk menghindari perkembangan kawasan permukiman di sepanjang kiri-kanan sungai dan atau didaerah konservasi/lindung, dan untuk disepanjang sisi kiri-kanan sungai yang cukup besar. Mengingat Kabupaten Buru merupakan kepulauan namun mempunyai potensi terjadinya bencana alam, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya tsunami, maka sistem permukiman penduduk diupayakan berada di dataran yang tidak terlalu rendah, yaitu sekitar 10 meter di atas permukaan laut.

Gambar

Tabel 2.4Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Buru Tahun 2007
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Buru
Tabel 2.7Sebaran Dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2007
Gambar 2.2Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
+6

Referensi

Dokumen terkait

Demikian pula halnya dengan mayoritas penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimana sekitar 71% penduduknya berada di daerah pedesaan, dengan sektor pertanian

Bencana banjir bandang yang terjadi di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada tanggal 2 November 2003 sekitar pukul 22.00 WIB

Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dapat mengakibatkan berkurangnya kawasan- kawasan penyangga sehingga dapat meningkat- kan potensi kerusakan lahan (bencana alam

Kawasan rawan bencana alam geologi berupa gerakan tanah seluas 220.840,89 Ha meliputi; kawasan rawan gerakan tanah tinggi terdapat di kecamatan Bandar Pusaka,

Kondisi wilayah Kelurahan Panaragan sangat heterogen dengan keadaan permukiman penduduk yang padat, berada di pusat Kota Bogor (berjarak 70.. hanya sekitar 600 m dari Kebun

Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan pada 11 kecamatan di wilayah Kabupaten Sidrap dapat dilihat pada Tabel Berikut :..

Kondisi perumahan dan permukiman yang ada di Kabupaten Sorong masih. didominasi oleh perumahan dengan jenis konstruksi non permanen

Konsentrasi permukiman kumuh di Kelurahan Nyengseret, terutama di pusat kota disebabkan karena selain perkembangan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan