ii SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh : Wisely NIM : 058114111
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
”
Ask
, and it shall be given you;
Seek
, and ye shall find;
Knock
, and it shall be opened unto you”
Matthew 7:7
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Wisely
Nomor Mahasiswa : 058114111
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
”Studi Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasarkan Informasi Pada Kemasan Dan Alasan Pemilihan Jamu Ramuan Segar Atau Jamu Instan Pa-da Masyarakat Desa Maguwoharjo” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelo-lanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mem-publikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama te-tap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 16 Desember 2008
Yang menyatakan
vi
penyertaan, kekuatan, kebijaksanaan, berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan serta selalu sabar dalam membimbing sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
3. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, saran, kritik, dan dorongan sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si atas kesediaan menguji serta memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Sulasmono, Apt atas kesediaan menguji serta memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.
vii
9. Adik-adikku tersayang Viviane Andia, Yulian Veronika, Yovica Sagina dan Rica Donna Alvita yang selalu memberikan keceriaan dan kebahagiaan. 10.Stella Maxda Juwita dan Keluarga atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan
motivasi pada penulis selama ini.
11.Teman-teman penelitian payung, Marlisa Bustan, Siska Suryanto, Yesica, Ika, Lina dan Dewi.
12.Teman-teman kontrakan Agus, Fian, Liberto, dan Yoyok, serta pengunjung tetap kami Hadian, Inus, Made atas kebersamaan dan keceriaannya selama ini. 13.Sisca, Tara, Donald, Rony, Moncu dan Imel atas persahabatan dan
kebersamaannya selama ini.
14.Fred dan Bayu yang telah banyak membantu selama penyusun skripsi ini. 15.Teman-teman FKK 2005 atas segala kemurahan hati telah menerima penulis
sebagai bagian hidup kalian.
16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
viii
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 November 2008
ix
obat tradisional harus didukung dengan fasilitas dan informasi yang memadai. Umumnya informasi tentang obat tradisional hanya diperoleh dari kemasannya saja. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional. Pemilihan pengobatan baik menggunakan jamu ramuan segar ataupun instan pasti dilatarbelakangi berbagai alasan. Oleh sebab itu perlu perlu diteliti alasan masyarakat dalam menentukan pemakaian jamu ramuan segar atau instan.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan rancangan survey epidemiologi deskriptif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Data yang diperoleh diolah menggunakan statistik deskriptif dengan teknik perhitungan persentase.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan tergolong tinggi untuk nama produk (98,71%), indikasi (93,68%), keterangan kadaluwarsa (92,89%), cara pemakaian (92,82%), komposisi (85,06%), efek samping (81,90%), dan kontraindikasi (62,29%), dan tergolong rendah untuk logo (8,19%), nomor batch (29,31%) dan nomor ijin edar (48,28%). Sebanyak 72,41% memilih menggunakan jamu ramuan segar, dengan alasan alami dan tidak mengandung bahan pengawet (18,82%), aman dan terjamin kualitasnya (16,78%), harga terjangkau (14,74%), banyak jamu instan palsu (14,29%), sudah turun temurun (13,61%), sudah tahu cara meraciknya (13,15%), dan lainnya (8,61%).
x
equal as well as its using. Such information can only be found in the general information in its package. Therefore, how the understanding of society toward such information in its package and to know the certain reason of society in determining either using ingredient fresh herbal medicine or using herbal instant product needs to be researched because the certain reasons in choosing the treatment either using ingredient fresh herbal medicine or using herbal instant product.
This research is non-experimental research with descriptive epidemiology research design. The instrument of research is questionnaire method. The gained datas are examined with descriptive statistic along with percentage accounting technique.
The result is the understanding of society toward information in its package is higher in the product’s name, it is about 98.71%. It is about 93.68% in indication, 92.89% in expired information, 92.82% in consuming medicine, 85.06% in composition, 81.90% in side-effects, 62.29% in contraindication and the lower information is in loggo (8.19%), batch number (29.31%) and license number of circulation (48,28%). That 72.41% using ingredient fresh herbal medicine because of its naturalness and no preservative material is about 18.82%, 16.78% in the safety and its guaranteed quality, 14.74% in the cheap price, 14.29% in many false herbal instant products, 13.61% in genetic factor, and 13.15% in knowing how to make it and 8.61% in other reason 8.61%.
xi
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... iii
HALAMAN PENGESAHAN ……….... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………... v
PRAKATA...……….... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... viii
INTISARI...………... ix
ABSTRACT... x
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xv
DAFTAR GAMBAR ………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang ………... 1
1. Permasalahan ………... 2
2. Keaslian penelitian ………... 3
3. Manfaat penelitian ………... 4
B. Tujuan Penelitian ………... 4
1. Tujuan umum ……….... 4
xii
1. Teori adopsi inovasi Rogers... 6
2. Model perubahan perilaku dari Green……… 9
3. Model kepercayaan kesehatan dari Rosenstock……… 10
C. Obat Tradisional……… 10
1. Penggolongan obat tradisional... 14
2. Peraturan perundang-undangan terkait obat tradisional……….. 16
3. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional……….. 20
D. Pemahaman……… 21
E. Alasan Pemilihan……… 23
1. Faktor budaya………. 23
2. Faktor sosial……… 24
3. Faktor personal……… 25
4. Faktor psikologis………. 26
F. Keterangan Empiris……… 27
BAB III METODE PENELITIAN... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 28
B. Variabel Penelitian... 28
C. Definisi Operasional ………... 28
D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling... 29
xiii
3. Pembuatan kuisioner... 34
4. Penyebaran kuisioner... 36
5. Analisis data penelitian... 37
G. Keterbatasan Penelitian... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38
A. Karakteristik Responden... 38
1. Usia... 38
2. Pendidikan... 39
3. Pekerjaan... 39
4. Pengeluaran perbulan... 40
B. Pemahaman Terhadap Informasi pada Kemasan Obat Tradisional... 41
1. Logo... 42
2. Nomor ijin edar... 48
3. Nomor batch... 52
4. Nama produk... 54
5. Khasiat atau kegunaan... 56
6. Efek samping... 59
7. Cara pemakaian... 61
8. Keterangan kadaluwarsa... 64
xiv
2. Tujuan penggunaan jamu... 73
3. Alasan pemilihan jamu... 74
4. Hasil yang diperoleh... 75
5. Alasan pemilihan jamu instan dan jamu ramuan segar... 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 79
A. Kesimpulan... 80
B. Saran... 81
DAFTAR PUSTAKA... 82
LAMPIRAN... 85
xv
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka……. 19
Tabel II. Jumlah wanita usia 26 sampai 60 tahun……….. 30
Tabel III. Lokasi penelitian di Desa Maguwoharjo………. 31
Tabel IV. Skor berdasarkan kategori jawaban... 33
Tabel V. Pemahaman responden mengenai logo... 43
Tabel VI. Pemahaman responden mengenai nomor ijin edar... 49
Tabel VII. Pemahaman responden mengenainomor batch... 52
Tabel VIII. Pemahaman responden mengenai logo... 55
Tabel IX. Pemahaman responden mengenai khasiat atau kegunaan 56 Tabel X. Pemahaman responden mengenai efek samping... 59
Tabel XI. Pemahaman responden mengenai cara pemakaian... 61
Tabel XII. Pemahaman responden mengenai keterangan kadaluwarsa 64 Tabel XIII. Pemahaman responden mengenai kontraindikasi... 67
Tabel XIV. Pemahaman responden mengenai komposisi... 70
Tabel XV. Hasil yang diperoleh... 76
xvi
Gambar 2. Logo herbal terstandar……… 15
Gambar 3. Logo fitofarmaka... 16
Gambar 4. Karakteristik usia responden……….. 38
Gambar 5. Karakteristik tingkat pendidikan responden………….. 39
Gambar 6. Karakteristik pekerjaan responden………. 40
Gambar 7. Karakteristik pengeluaran perbulan responden……….. 41
Gambar 8. Tingkat pemahaman tentang kemasan obat tradisional 42 Gambar 9. Sumber pengenalan jamu……… 72
Gambar 10. Tujuan penggunaan jamu……… 74
Gambar 11. Alasan pemilihan jamu……… 75
Gambar 12. Alasan memilih jamu ramuan segar ……… 77
xvii
Lampiran 2. Hasil uji validitas... 84
Lampiran 3. Hasil uji reliabilitas... 86
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian... 87
Lampiran 5. Karakteristik responden... 92
Lampiran 6. Hasil kuisioner pemahaman tentang kemasan obat tradisional.... 94
Lampiran 7. Hasil kuisioner alasan penggunaan jamu instan atau ramuan segar... 97
Lampiran 8. Tabel random... 100
Lampiran 9. Surat ijin BAPEDA Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta... 101
Lampiran 10. Surat ijin BAPPEDA Kabupaten Sleman... 102
Lampiran 11. Surat ijin Pemerintah Desa Maguwoharjo... 103
1
A. Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu. Obat tradisional tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan (kuratif), tetapi juga dapat bermanfaat dalam peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Soedibyo, 1998).
Obat tradisional pada awalnya dibuat sendiri atau ada pula yang dibuat oleh herbalist kemudian berkembang menjadi industri rumah tangga. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-20 telah diproduksi secara massal baik oleh industri kecil obat tradisional maupun industri obat tradisional, dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema ”kembali ke alam”, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Handayani dan Suharmiati, 2002).
penggunaan yang tidak tepat, apalagi bila tidak ada informasi dari tenaga kesehatan yang terkait. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional.
Pemilihan pengobatan baik menggunakan jamu ramuan segar (yang dibuat sendiri atau yang dibuat oleh herbalist) ataupun menggunakan produk jamu instan pasti dilatarbelakangi oleh berbagai alasan. Jika dilihat dari segi harga, jamu ramuan segar jauh lebih murah dibandingkan dengan jamu instan. Hal ini sebenarnya sangat membantu bagi mereka yang tingkat ekonomi rendah namun tidak semua masyarakat terampil meracik, mengerti resep yang digunakan dan mudah memperoleh bahan baku. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan atau alasan masyarakat dalam menentukan pemakaian jamu ramuan segar atau jamu instan.
Penelitian ini dilakukan di Desa Maguwoharjo karena lokasi penelitian yang relatif dekat dengan kampus III Universitas Sanata Dharma. Responden yang dipilih adalah wanita, karena wanita lebih peduli terhadap kesehatannya sendiri dan kesehatan keluarga (Sarwono, 2007). Usia responden dibatasi hingga umur 60 tahun karena seseorang yang berusia diatas 60 tahun mempunyai frekuensi untuk melakukan swamedikasi semakin menurun (Holt dan Hall, 1990). 1. Permasalahan
a. Bagaimana karakteristik responden pengguna obat tradisional di Desa Maguwoharjo?
pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor batch, keterangan kadaluwarsa?
c. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi atau alasan masyarakat di Desa Maguwoharjo dalam pemilihan jamu ramuan segar ataupun jamu instan? 2. Keaslian penelitian
Sebagian data yang terdapat di skripsi sudah dipublikasikan pada Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI 2008 tanggal 11-12 Agustus 2008 di Hotel Ina Garuda Yogyakarta. Data hasil penelitian yang sudah dipublikasi merupakan data sekunder, sedangkan data yang belum dipublikasi disebut data primer
Data yang termasuk data sekunder dari penelitian yang berjudul ”Studi Tentang Pemahaman Obat Tradisional Berdasar Kemasan Dan Motivasi Pemilihan Jamu Ramuan Segar Atau Jamu Instan Pada Masyarakat Desa Maguwohardjo Depok Sleman Yogyakarta”, antara lain data hasil wawancara tentang pengalaman menggunakan jamu instan, pengetahuan tentang bentuk sediaan lain jamu selain serbuk, nomor ijin edar sebagai faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat, alasan memilih jamu ramuan segar, alasan memilih jamu instan, tujuan penggunaan jamu dan tingkat pemahaman obat tradisional berdasarkan informasi pada kemasan.
berdasarkan informasi pada kemasan, faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat selain nomor ijin edar, pengertian jamu, pengertian jamu instan, pengertian jamu ramuan segar, sumber-sumber pengenalan jamu, alasan memilih mengkonsumsi jamu, hasil yang diperoleh setelah mengkonsumsi jamu, cara pembuatan kunyit asam.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian, terkait dengan perilaku kesehatan.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar/baseline survey penelitian untuk mendesain modul edukasi terkait obat tradisional serta dapat dijadikan acuan dalam merencanakan program pemberdayaan kesehatan melalui pengobatan tradisional mandiri.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Memberi informasi mengenai pemahaman masyarakat tentang kemasan obat tradisional serta faktor-faktor yang melatarbelakangi atau alasan pemilihan pemakaian obat tradisional di masyarakat sekarang ini.
2. Tujuan khusus
b. Mengetahui pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional yang meliputi logo, nomor ijin edar, nama produk, komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor batch, dan keterangan kadaluwarsa.
6
A. Perilaku Kesehatan
Gochman (Smet, 1994) mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai suatu
sifat seperti kepercayaan, harapan, motivasi, nilai-nilai persepsi dan unsur-unsur
kognitif lain, karakteristik kepribadian termasuk afektif, status emosional dan sifat
individu, aksi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan perawatan
kesehatan, perbaikan kesehatan dan peningkatan kesehatan.
Skinner mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau suatu objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan.
Dari batasan ini, perilaku kesehatan diklasifikasikan menjadi : (a) perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintanane), (b) perilaku pencarian dan
penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku
pencarian pengobatan (health seeking behavior) (c) perilaku kesehatan lingkungan
(Notoatmodjo, 2007).
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak
merasa sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak
apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Suchman, ada 5 macam reaksi dalam proses
1. shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna
menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosis dan pengobatan
sesuai dengan harapan si sakit,
2. fragmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan
pada lokasi yang sama, contohnya: berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan
dukun,
3. procrastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun
gejala penyakitnya sudah dirasakan,
4. self medication, adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai
ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya,
5. discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan (Sarwono, 2007).
B. Teori tentang Perilaku
Beberapa teori yang sering digunakan untuk analisa perilaku kesehatan
individu maupun suatu kelompok masyarakat yaitu:
1. Teori adopsi inovasi Rogers
Menurut teori inovasi Rogers, implisit dalam proses perubahan perilaku
adalah adanya suatu gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan yang
diharapkan untuk diterima oleh individu tersebut. Teori ini dikenal sebagai
innovation decision process. Proses ini terdiri dari lima tahap, yaitu mengetahui
atau menyadari tentang adanya ide baru (awareness), menaruh perhatian terhadap
(trial) dan bila menyukainya maka setuju untuk menerima ide atau hal baru
tersebut (adoption) (Sarwono, 2007).
Dari pengalaman di lapangan serta penelitian mengenai penerapan teori ini
ternyata membuat Rogers menyimpulkan bahwa proses adopsi ini tidak berhenti
setelah suatu inovasi diterima atau ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi
sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Rogers mengubah teori itu dan
membagi proses pembuatan keputusan menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap knowledge
Mula-mula individu menerima informasi dan pengetahuan yang berkaitan
dengan suatu ide baru, ini menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh
tentang obyek atau topik tersebut.
b. Tahap persuasion
Oleh petugas kesehatan, tahap knowledge tersebut digunakan untuk membujuk
atau meningkatkan motivasi individu guna bersedia menerima obyek atau
topik yang dianjurkan tersebut.
c. Tahap decision
Tergantung pada hasil persuasi petugas atau pendidik kesehatan dan
pertimbangan pribadi individu, maka dalam tahap decision dibuat keputusan
untuk menerima atau justru menolak ide tersebut.
d. Tahap confirmation
Pada tahap ini, individu akan meminta dukungan dari lingkungan atas
keputusan yang telah diambil tersebut. Bila lingkungan memberikan dukungan
ada keberatan dan kritik dari lingkungan terutama dari kelompok acuannya,
maka biasanya adopsi itu tidak jadi dipertahankan dan individu kembali lagi
pada perilaku semula. Sebaliknya suatu penolakan pun akan dapat berubah
menjadi adopsi apabila lingkungannya justru memberikan dukungan agar
individu menerima ide baru tersebut. Tidak setiap orang mempunyai
kecepatan yang sama dalam hal mengadopsi sesuatu yang baru (Sarwono,
2007).
2. Model perubahan perilaku dari Green
Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang mengatakan
bahwa kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya
faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: faktor-faktor
predisposisi, pendukung, dan pendorong. Faktor predisposisi (predisposing
factors) mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma
sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat.
Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan
dan kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong (reinforcing
factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa
pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan
menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan
sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut
3. Model kepercayaan kesehatan dari Rosenstock
Menurut Rosenstock (1982) model kepercayaan kesehatan mencakup lima
unsur utama. Unsur utama adalah persepsi individu tentang kemungkinannya
terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. Unsur yang kedua
adalah pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut (perceived
seriousness), yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari
penyakit itu. Semakin berat risiko suatu penyakit maka semakin besar
kemungkinan individu itu terserang penyakit tersebut sehingga timbul ancaman
yang besar dari dalam dirinya (perceived threast). Ancaman ini mendorong
individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit.
Beberapa alternatif tindakan ditawarkan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi
ancaman tersebut. Individu akan mempertimbangkan, apakah alternatif tersebut
dapat mengurangi ancaman penyakit. Sebaliknya, konsekuensi negatif dari
tindakan yang dianjurkan (biaya yang lebih mahal, rasa malu, takut akan rasa
sakit, dan sebagainya) seringkali menimbulkan keinginan individu untuk
menghindari alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan. Dalam memutuskan,
menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut, diperlukan satu unsur lagi
yaitu faktor pencetus (cues to action) yang dapat datang dari dalam diri individu,
nasehat orang lain, kampanye kesehatan, dan lain-lain (Sarwono, 2007).
C. Obat Tradisional
Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan bab I pasal
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Menurut Handayani dan Suharmiati (2002), sumber pembuat atau yang
memproduksi obat tradisional, dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1) Obat tradisional buatan sendiri
Obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional
di Indonesia saat ini. Pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai
kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang lebih mengarah
kepada ”self care” untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta
penanganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga. Sumber
tanaman disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara individu, keluarga,
maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Namun, tidak tertutup
kemungkinan bahan baku dibeli dari pasar tradisional yang banyak menjual
bahan jamu yang pada umumnya juga merupakan bahan untuk keperluan
bumbu dapur masakan asli Indonesia.
2) Obat tradisional berasal dari pembuat jamu / herbalist
Penjual jamu gendong, peracik tradisional, tabib lokal dan sinshe, termasuk
pembuat jamu herbalist
a) Penjual jamu gendong
Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan
dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk pilis, parem, tapel, tanpa
digunakan (Anonim, 1990). Jamu gendong dibuat dan dijajakan oleh
ibu-ibu muda yang bersolek, memakai batik dan kebaya, dengan sebuah bakul
sarat botol-botol berisi racikan obat tradisional tersandang dengan
selendang lusuh dipunggungnya (Kodim, 2000).
Pembuat jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional
dalam bentuk cairan minum yang sangat digemari masyarakat. Segala
lapisan masyarakat sangat membutuhkan kehadirannya meskipun tidak
dapat dipungkiri lebih banyak dari lapisan bawah yang menggunakan
mereka. Selain jamu gendong yang umumnya dijual seperti kunir asam,
sinom, mengkudu, pahitan, beras kencur dan gepyokan, mereka juga
menyediakan jamu khusus sesuai pesanan, misalnya : jamu habis bersalin,
jamu untuk keputihan dan lain-lain. Saat ini dengan semakin
berkembangnya jamu-jamu industri seringkali kita menjumpai penjual
jamu gendong menyediakan serbuk buatan industri untuk dikonsumsi
bersamaan dengan jamu gendong yang mereka sediakan.
b) Peracik tradisional
Peracik jenis ini tampaknya sudah semakin berkurang jumlahnya dan
kalah bersaing dengan industri, karena alasan kepraktisan. Peracik
tradisional umunya berada di pasar-pasar tradisional menyediakan jamu
sesuai kebutuhan konsumen. Bentuk jamu pada umumnya sejenis jamu
gendong, namun lebih mempunyai kekhususan untuk pengobatan penyakit
Perbedaan jamu gendong dan peracik tradisional adalah jamu gendong
menjual barang jadi, sedangkan peracik tradisional menjual barang
setengah jadi, yaitu berupa ramuan yang sudah ditumbuk kemudian diracik
dengan menambah air matang, disaring dan hasilnya siap diminum.
c) Tabib lokal
Biasanya melaksanakan praktik pengobatan dengan menyediakan ramuan
dengan bahan alam yang berasal dari bahan lokal. Ilmu ketabiban
seringkali diperoleh dengan cara bekerja sambil belajar kepada tabib yang
telah berpraktik. Di beberapa kota, telah dapat dijumpai pendidikan tabib
berupa kursus yang telah dikelolah dengan baik dan diselenggarakan oleh
tabib tertentu. Pada umumnya, selain pemberian ramuan, para tabib juga
mengkombinasikannya dengan teknik lain seperti metode spiritual atau
agama dan supranatural.
d) Shinshe
Merupakan pengobat tradisional yang berasal dari etnis Tionghoa yang
melayani pengobatan menggunakan ramuan obat tradisional bersumber
dari pengetahuan negara asal mereka, yaitu Cina. Pada umumnya mereka
menggunakan bahan-bahan yang berasal dari Cina meski tidak jarang juga
dicampur dengan bahan-bahan yang sejenis dengan yang mereka jumpai di
Cina. Selain memberikan obat tradisional yang disediakan sendiri maupun
yang disediakan oleh toko obat, shinse pada umumnya mengkombinasikan
ramuan segar dengan teknik lain, seperti : pijatan, akupresur, atau
3) Obat tradisional buatan industri
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990,
Industri obat tradisional digolongkan menjadi industri obat tradisional dan
industri kecil obat tradisional berdasarkan total aset yang mereka miliki, tidak
termasuk harga tanah dan bangunan. Dengan semakin maraknya obat
tradisional, tampaknya industri farmasi mulai tertarik untuk memproduksi
obat tradisional. Tetapi, pada umumnya yang berbentuk sediaan modern
seperti bentuk tablet, kapsul, pil, salep, krim.
1. Penggolongan obat tradisional
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi 3
kategori yakni dengan logo sebagai penanda pada kemasan :
a. Jamu atau obat tradisional Indonesia
Jamu harus memenuhi kriteria :
1) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
3) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan
tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis
klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata: ”Secara tradisional
digunakan untuk ….” atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Gambar 1. Logo jamu
(ranting daun terletak dalam lingkaran) b. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan bahan bakunya telah
distandarisasi. Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :
1) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra klinik
3) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
4) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat
pembuktian umum dan medium.
Contoh : Diapet®(kapsul), Lelap®(kaplet), Tolak Angin®(cair)
Gambar 2. Logo herbal terstandar
c. Fitofarmaka
Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan uji klinik, bahan baku dan
produk jadinya telah distandarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :
1) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
2) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
3) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
4) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat
pembuktian medium dan tinggi. Kode nomor ijin edar digit 1 dan 2 adalah FF.
Contoh : X-Gra®(kapsul), Tensigard®(kapsul), Stimuno®(cair)
Gambar 3. Logo fitofarmaka
(jari-jari daun yang kemudian membentuk bintang terletak dalam lingkaran) (Anonim, 2004)
2. Peraturan perundang-undangan terkait obat tradisional
a. Menurut Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
Pasal 40
2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alatkesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
Penjelasan pasal
Pasal 41
1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat ijin edar.
Penjelasan pasal
Obat dan bahan obat tradisional yang dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong tidak diwajibkan memiliki ijin edar dan belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
b. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.23.02769 tahun 2002 tentang pencantuman asal bahan tertentu,
kandungan alkohol, dan tanggal kadaluwarsa pada penandaan atau label obat,
obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan:
Pasal 3
1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang mengandung bahan tertentu harus mencantumkan asal dan keterangan bahan tertentu tersebut pada komposisi penandaan atau label.
2) Untuk obat, obat tradisional, dan suplemen makanan, selain harus mencantumkan keterangan sebagaimanan dimaksudkan pada ayat (1) juga harus mencantumkan tulisan ”Bersumber Babi” dalam kotak dengan warna putih pada penandaan atau label.
Pasal 4
1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan yang mengandung alkohol harus mencantumkan kadar alkohol tersebut pada komposisi penandaan atau label.
2) Kadar alkohol sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus dicantumkan dalam persentase volume per volume (v/v).
Pasal 5
1) Obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan harus mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada penandaan atau label.
2) Pencantuman tanggal kadaluwarsa sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus dicantumkan dibagian utama penandaan atau label sehingga mudah terlihat dan terbaca.
Pasal 6
Penulisan tanggal kadaluwarsa dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: a) Tanggal ditulis dengan angka;
c. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran
obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka:
Pasal 2
1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki ijin edar dari Kepala Badan.
2) Untuk memperoleh ijin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan pendaftaran
Pasal 3 Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap:
a) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan untuk penelitian;
b) Obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas; c) Obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal
untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas;
d) Obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong;
e) Bahan baku simplisia dan sediaan galenik Pasal 4
Untuk dapat memiliki ijin edar sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b) dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku; c) penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Pasal 17
1) Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan :
a. rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister, catch over, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkus dan penanda yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang akan diedarkan dan harus dilengkapi rancangan warna;
2) Informasi minimal yang harus dicantumkan pada kemasan dan brosur sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1)
Tabel I. Informasi yang harus dicantumkan pada kemasan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
Keterangan
√ = informasi harus dicantumkan
± = informasi dapat dicantumkan dengan menyebutkan ”Lihat Brosur”
Pasal 34
1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilarang mengandung:
a) bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat; b) narkotik atau psikotropika;
c) bahan yang dilarang seperti yang tercantum;
d) hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
No. Informasi yang harus dicantumkan Pembungkus/Bungkus luar
1. Nama Obat tradisional/Obat herbal terstandar/Fitofarmaka
√
2. Bentuk sediaan √
3. Besar kemasan √
4. Komposisi √
5. Logo Obat tradisional/Obat herbal terstandar/Fitofarmaka
√
6. Nama pendaftar √
7. Alamat pendaftar √
Nama industri negara asal/pemberi lisensi/penerima kontrak
√
Alamat industri negara asal/pemberi lisensi/penerima kontrak
√
8. Nomor ijin edar √
9. Nomor batch √
10. Batas kadaluwarsa √
11. Klaim penggunaan √
12. Kontraindikasi ±
13. Efek samping ±
14. Interaksi obat ±
15. Cara penyimpanan √
16. Informasi khusus sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya:
- Bersumber babi - Kandungan alkohol - Pemanis buatan
2) Obat tradisional dilarang dalam bentuk sediaan: a) intravaginal;
b) tetas mata; c) parenteral;
d) supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
3) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dalam bentuk sediaan cair obat dalam tidak boleh mengandung etil alkohol dengan kadar lebih besar dari 1% (satu persen), kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran.
Untuk informasi pada kemasan obat tradisional, yang menjadi acuan
adalah Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dan bukan Peraturan Menteri
Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990 tentang ijin usaha industri obat tradisional
dan pendaftaran obat tradisional bab VI pasal 34, walaupun secara struktural
Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990 lebih tinggi. Hal ini
karena pada Peraturan Menteri Kesehatan No.246/Menkes/Per/V/1990 belum ada
penggolongan pengelompokan obat bahan alam Indonesia (baik itu jamu, obat
herbal terstandar maupun fitofarmaka), pengelompokan ini baru ada pada tahun
2004 melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No. HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokkan dan
penandaan obat bahan alam Indonesia.
3. Persepsi masyarakat tentang obat tradisional
Persepsi masyarakat bermacam-macam tentang obat tradisional, dari yang
tidak percaya sampai yang fanatik. Tidak percaya karena tidak semanjur obat
modern, bentuk dan kemasannya tidak meyakinkan, bahkan ada yang
mengganggap bahwa yang berasal dari alam pasti baik dan aman sehingga
menggunakan bertahun-tahun, obat tradisional dapat menyembuhkan kausal
penyakit dan bukan sekedar simtomatik (Hakim, 2002).
Persepsi lain yang justru membahayakan dan memperburuk citra obat
tradisional adalah mengganggap obat tradisional sama manjurnya dan memiliki
onset yang sama secepatnya dengan obat modern. Hal tersebut rupanya
dimanfaatkan oleh produsen yang tidak bertanggung jawab untuk menambahkan
bahan-bahan kimia (obat) yang ternyata berbahaya ke dalam produknya.
Masyarakat secara tidak sadar terkecoh kerena tidak tahu akan bahaya yang kelak
dialaminya, dan produsen lebih bergairah karena produknya merajai pasar tanpa
merasa bersalah telah meracuni sekian juta manusia (Hakim, 2002).
D. Pemahaman
Menurut kamus bahasa Indonesia kontemporer arti pemahaman adalah
proses, perbuatan atau cara memahami dan memahamkan. Menurut Bloom,
pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap arti dari apa yang tersaji,
kemampuan untuk menterjemahkan dari satu bentuk ke bentuk yang lain dalam
kata-kata, angka ataupun interpretasi berbentuk penjelasan, ringkasan, prediksi
dan hubungan sebab akibat (Suparno, 2001).
Pemahaman setiap orang beragam, dua orang dalam keadaan sama dapat
bertindak berbeda karena mereka merasakan situasi itu berbeda. Kita semua
informasi melalui panca indra kita. Akan tetapi, tiap orang menangkap, menyusun
dan menafsirkan informasi tersebut dengan caranya sendiri-sendiri (Kotler, 2006).
Sebelum tahap pemahaman, ada tahap yang dinamakan tahap eksposur.
Pada tahap ini orang akan menerima informasi melalui panca indranya, salah satu
karakteristik yang menonjol dari tahap ini adalah selektivitas. Orang akan lebih
cenderung untuk memperhatikan rangsangan yang berkaitan dengan kebutuhan
terbaru dan harapan mereka, sehingga orang lebih cenderung memperhatikan
rangsangan yang menyimpang jauh dari biasanya (Mowen, 2002).
Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap perhatian, pada tahap ini mereka
mengalokasikan kapasitas pemrosesan menjadi rangsangan. Apabila seseorang
memberikan perhatian pada rangsangan, maka orang tersebut sangat sadar dengan
penerimaan informasi. Seseorang pada awalnya akan mengevaluasi informasi
yang diperolehnya untuk menentukan apakah hal itu cukup penting untuk diproses
lebih jauh. Jika memang perlu, maka orang tersebut akan mengalokasikan sumber
daya kognitif tambahan ke rangsangan dan menggeser ke tahap perhatian dari
pemrosesan informasi (Mowen, 2002).
Akhirnya baru tahap pemahaman, pada tahap ini mereka menyusun dan
menginterpretasikan informasi untuk mendapatkan arti tentang informasi tersebut.
Proses interpretasi dimulai selama tahap perhatian dan berlanjut setelahnya,
dimana orang akan berusaha untuk memperoleh pemahaman tentang apa
rangsangan itu dan bagaimana mereka harus bereaksi menghadapinya (Mowen,
E. Alasan Pemilihan
Alasan yang dapat mempengaruhi pemilihan seseorang antara lain :
1. Faktor budaya
Sub faktor yang termasuk dalam faktor budaya adalah:
a. Kebudayaan (culture)
Merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling
mendasar. Jika mahluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur
oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah dipelajari. Anak
yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat mempelajari seperangkat nilai
dasar, persepsi, prefensi dan perilaku melalui proses sosialisasi yang
melibatkan keluarga dan berbagai lembaga penting lainnya.
Kebudayaan ini sifatnya sangat luas dan menyangkut banyak aspek kehidupan
manusia dan pengaruhnya akan selalu berubah dari waktu ke waktu sejalan
dengan kemajuan dan perkembangan jaman dan masyarakat tersebut.
b. Sub budaya (sub culture)
Setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil,
yang merupakan indentifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik (dalam hal ini
termasuk kewarganegaraan, agama, ras, kelompok, dan letak geografi) untuk
perilaku anggotanya.
c. Kelas sosial (social class)
Dalam suatu masyarakat, terdapat berbagai macam lapisan masyarakat yang
biasanya disebut golongan sosial, lapisan atau kelas sosial. Dalam masyarakat
dan lain sebagainya. Lapisan atau kelas sosial semacam itu terjadi karena
manusia yang dikelaskan kedalamnya itu mempunyai suatu gaya hidup yang
khas. Lapisan ini dapat dianggap lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung
dari sudut orang yang memandang tadi (Kotler, 2006).
2. Faktor sosial
Sub faktor yang termasuk dalam faktor sosial adalah:
a. Kelompok referensi (reference group)
Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok yang
memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan
perilaku seseorang. Kelompok yang memberi pengaruh langsung kepada
seseorang disebut kelompok keanggotaan, yakni kelompok dimana seseorang
menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, ada 2 yaitu:
1) Kelompok primer
Kelompok ini cenderung bersifat informal dan terdapat interaksi yang
agak berkesinambungan, yang termasuk kelompok ini keluarga, sahabat,
tetangga dan rekan kerja.
2) Kelompok sekunder
Kelompok ini cenderung bersifat resmi dan kurang terjadi interaksi yang
berkesinambungan, yang termasuk kelompok ini organisasi keagamaan,
himpunan profesi.
b. Keluarga (family)
Merupakan suatu organisasi belanja konsumen yang penting dalam suatu
c. Peran dan Status (roles and status)
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok masyarakat dapat dijelaskan
dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status
yang mencerminkan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat
sesuai dengan peranannya. Dalam hubungan dengan perilaku pembelian,
seseorang sering memilih produk yang menyatakan peranan dan status mereka
dalam masyarakat (Kotler, 2006).
3. Faktor personal
Sub faktor yang termasuk dalam faktor personal adalah:
a. Umur dan tahapan siklus hidup (age & lifecycle stage)
Seseorang akan membeli bermacam-macam barang dan jasa seumur hidupnya,
dan macam barang dan jasa yang dipilih itu dipengaruhi oleh umur orang
tersebut.
b. Pekerjaan (occupation)
Memberi pengaruh terhadap pola konsumsi, para pemasar akan mencoba
mengindentifikasi kelompok-kelompok pekerjaan atau jabatan yang memiliki
kecenderungan minat di atas rata-rata dalam produk dan jasa mereka.
c. Keadaan ekonomi (income)
Memberi pengaruh yang besar terhadap pemilihan pilihan produk. Keadaan
ekonomi terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan
kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran dan
d. Gaya hidup (lifestyle)
Merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikan melalui aktivitas,
kesenangan, dan opini mereka, sehingga gaya hidup ini merupakan potret
interaksi seseorang dengan lingkungannya.
e. Kepribadian dan konsep diri (personality & self concept)
Setiap orang memiliki karakter personal yang akan mempengaruhi perilaku
pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik
dan menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungannya (Kotler,
2006).
4. Faktor psikologis
Sub faktor yang termasuk dalam faktor psikologis adalah:
a. Motivasi (motivation)
Pada dasarnya secara psikologis manusia memiliki keinginan yang ingin
dicapainya. Tetapi tidak semua keinginan tersebut dapat diarahkan untuk
kepentingan lain di luar keinginannya. Untuk mengarahkannya perlu adanya
suatu motivasi. Motivasi adalah kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang
memberi daya, memberi arah, dan memelihara tingkah laku. Motivasi
merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antar sikap,
kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi dalam diri seseorang.
b. Pembelajaran (learning)
Proses pembelajaran meliputi perubahan-perubahan pada diri seseorang yang
berkembang dari pengalaman. Pembelajaran ini meliputi tahapan-tahapan:
c. Keyakinan dan sikap (believes and attitudes)
Keyakinan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang diyakini seseorang
terhadap suatu hal. Kepercayaaan terhadap suatu produk akan mempengaruhi
pendapat seseorang untuk membeli produk tersebut (Kotler, 2006).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pemahaman masyarakat tentang kemasan obat tradisional serta faktor-faktor yang
melatarbelakangi atau alasan pemilihan pemakaian obat tradisional khususnya
28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan survei epidemiologi deskriptif. Survei epidemiologi adalah survei
terhadap fenomena kesehatan dalam masyarakat yang dilakukan tanpa adanya
perlakuan (manusia). Survei epidemiologi deskriptif adalah penelitian yang tujuan
utamanya melakukan eksplorasi-deskriptif terhadap fenomena kesehatan di
masyarakat. Penelitian ini hanya menyuguhkan sedeskriptif mungkin fenomena
yang terjadi, tanpa mencoba menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena
tersebut terjadi (Pratiknya, 2001).
B. Variabel Penelitian
1. Pemahaman masyarakat terhadap informasi pada kemasan obat tradisional
2. Alasan pemilihan jamu ramuan segar ataupun jamu instan
C. Definisi Operasional
1. Pemahaman : kemampuan untuk mengartikan, menjelaskan dan menangkap
arti dari informasi yang terdapat pada kemasan obat tradisonal.
2. Obat tradisional : obat dengan bahan berupa bahan tumbuhan segar ataupun
simplisia yang dibuat dengan cara diramu sehingga dihasilkan jamu berbentuk
3. Kemasan : pembungkus luar yang tidak bersentuhan dengan isi, yang
memiliki berbagai informasi seperti logo, nomor ijin edar, nama produk,
komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor
batch, keterangan kadaluwarsa.
4. Alasan : faktor-faktor yang melatarbelakangi suatu pemilihan, yang bisa
dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi maupun psikologis.
5. Pemilihan : proses memikirkan dan menentukan berdasarkan apa yang telah
dilihat dan dipahami.
6. Jamu ramuan segar : jamu yang terbuat dari bahan-bahan alami yang dibuat
dengan cara direbus atau diperas, umumnya berbentuk cairan yang dapat
langsung diminum tanpa perlu diolah lebih lanjut
7. Jamu instan: jamu buatan pabrik yang sudah dikemas, umumnya berbentuk
serbuk yang penggunaannya tinggal diseduh dan biasa dijual di toko obat atau
warung jamu.
8. Masyarakat : ibu-ibu yang sudah atau pernah menikah, berusia 26 sampai 60
tahun, yang pernah mengkonsumsi jamu ramuan segar dan atau jamu instan
baik bagi diri sendiri ataupun untuk keluarganya.
9. Karakteristik responden : data pribadi responden, yang meliputi umur,
pekerjaan, tingkat pendidikan, pengeluaran perbulan.
10.Pemahaman rendah : jika nilai persentase pemahaman kurang dari sama
dengan 50% (≤50%)
11.Pemahaman tinggi : jika nilai persentase pemahaman lebih besar dari 50%
D. Subyek Penelitian dan Teknik Sampling
Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang sudah atau pernah
menikah, berusia 26 sampai 60 tahun, yang pernah mengkonsumsi obat tradisional
dan bertempat tinggal di Desa Maguwoharjo.
Tabel II. Jumlah wanita usia 26 sampai 60 tahun Kelompok umur Jumlah (P) *)
26-35 1.056
36-45 1.058
46-50 1.033
51-60 1.018
Total 4.165
Keterangan : *)Jumlah penduduk tahun 2007, Sumber : Kelurahan Maguwoharjo
Jumlah subyek pada penelitian ini dapat ditentukan dengan rumus berikut
(Notoatmodjo, 2002):
n : besar sampel yang diambil N : besar populasi
d : tingkat signifikansi (10 %) Perhitungan jumlah sampel yang diambil:
≈ 98
Jumlah sampel minimal adalah 98 orang pada penelitian ini diambil responden
Untuk menentukan lokasi penelitian digunakan teknik simple random
sampling yaitu dengan tabel random. Hakikat dari pengambilan sampel secara
acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel. Berdasarkan data jumlah
total RT yang terdapat di Desa Maguwoharjo adalah 174 RT. Kemudian dengan
menggunakan tabel random diambil 30 RT, di mana setiap RT diambil 4 orang
responden. Berikut daftar lokasi penelitian yang diperoleh :
Tabel III. Lokasi penelitian di Desa Maguwoharjo
No. Pedukuhan Lokasi
E. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner.
Pengertian kuisioner adalah alat pengumpul data disebut angket, dan sumber
datanya berupa orang atau dikenal dengan istilah responden (respondent).
Kuisioner tersebut terdiri dari 3 bagian yang berisi pertanyaan dan pernyataan
yang mengacu pada permasalahan penelitian ini.
Bagian pertama dari kuisioner merupakan jenis pertanyaaan terbuka yang
berisi pertanyaan mengenai karakteristik responden. Disebut pertanyaan terbuka
karena jawaban tidak disediakan dan responden harus mengisi sendiri.
Bagian kedua dari kuisioner berisi pemahaman masyarakat terhadap
informasi pada kemasan obat tradisional. Kuisioner yang digunakan berdasarkan
skala Likert yang merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang
menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Kuisioner
terdiri dari 36 butir pernyataan. Untuk setiap butir pernyataan diberi empat
alternatif jawaban, yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan
sangat tidak setuju (STS). Responden diwajibkan untuk memilih salah satu
jawaban pada setiap pernyataan tersebut. Peneliti melihat kecenderungan jawaban
dengan menjumlahkan persentase jawaban responden yaitu S+SS dan ST+STS.
Pernyataan dalam kuisioner ini terdiri dari dua sifat, yaitu : favourable dan
unfavourable. Hal ini bertujuan untuk menghindari stereotipe jawaban. Menurut
Azwar (1995), suatu pernyataan sikap dapat berisi hal-hal positif mengenai objek
sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek
dapat pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap. Hal negatif dalam
pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek
sikap, dan karenanya disebut dengan pernyataan unfavorable. Sebagai kumpulan
pernyataan-pernyataan mengenai sikap, maka suatu skala hendaknya berisi
sebagian pernyataan favorable dan sebagian yang unfavorable.
Pemberian skor pada kuisioner berdasarkan pada penilaian dalam skala
Likert. Penilaian pada itemfavourable dalam skala ini dimulai dari empat sampai
dengan satu, sebaliknya untuk item unfavourable dimulai dari angka satu sampai
empat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III berikut ini:
Tabel IV. Skor Berdasarkan Kategori Jawaban
Bagian ketiga dari kuisioner merupakan jenis pertanyaaan semi terbuka
yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang
melatarbelakangi masyarakat dalam pemilihan jamu ramuan segar ataupun jamu
instan. Disebut pertanyaan semi terbuka karena terdapat pilihan jawaban dan
alasan yang dapat diisi bebas oleh responden.
F. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka
Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka, yaitu membaca
literatur-literatur yang ada mengenai obat tradisional, perilaku kesehatan, pembuatan Jawaban Favourable Unfavourable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
kuisioner, metodologi penelitian, dan perhitungan statistik yang diperlukan. Hal
ini dilakukan agar dalam melaksanakan penelitian, terjadinya kesalahan dapat
diminimalkan atau bahkan ditiadakan.
2. Analisis situasi
a. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara random, proses random dilakukan dengan
teknik simple random sampling yaitu dengan tabel random.
b. Perijinan
Sebelum dilakukan penelitian dilakukan perijinan. Perijinan dimulai dari
tingkat propinsi, hingga ke tingkat RT. Di samping melakukan perijinan,
peneliti juga mencari informasi mengenai data penduduk.
c. Perhitungan besar sampel
Jumlah penduduk wanita berusia 26 sampai 60 tahun yang berada di Desa
Maguwoharjo adalah 4.165 jiwa. Dari hasil perhitungan jumlah sampel,
diperoleh sampel minimal adalah 98 orang.
3. Pembuatan instrumen penelitian
Melalui beberapa tahapan, seperti uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan
uji reliabilitas. Uji-uji tersebut telah dilakukan sebanyak 3 kali, untuk setiap uji
coba dilakukan pada 20 ibu-ibu dengan karakteristik mirip responden namun di
luar daerah uji.
a. Uji pemahaman bahasa
Dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan dalam kuisioner
untuk mengevaluasi kuisioner. Parameter keberhasilan uji ini dilihat dari
jawaban yang dihasilkan. Apabila seluruh pertanyaan dalam kuisioner dapat
dijawab oleh subyek, maka kuisioner tersebut dapat dinyatakan lolos uji
pemahaman bahasa.
b. Uji validitas
Suatu instrumen mempunyai validitas tinggi jika instrumen dapat mengungkap
secara tepat sasaran yang dimaksud dalam pengukuran (Hadi, 1991). Uji
validitas perlu dilakukan untuk mengetahui kejelasan tujuan dan lingkup
informasi yang hendak diungkap, yaitu sejauh mana item-item pernyataan
dapat mencakup seluruh kawasan isi obyek yang hendak diukur. Pengujian
validitas ini dilakukan terhadap butir-butir pernyataan (Azwar, 2003).
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity),
yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional atau lewat professional judgment, untuk melihat sejauh mana tes
mencerminkan atribut yang hendak diukur (Azwar, 2003). Dalam penelitian
ini, pengujian validitas isi kuisioner dilakukan dengan analisis rasional dengan
uji korelasi Produk Momen Pearson. Hasil uji validitas dari 55 butir
pernyataan yang dinyatakan valid sebanyak 36 butir.
c. Uji reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur diperlukan untuk melihat sejauh mana pengukuran
itu dapat memberikan hasil yang relatif sama jika dilakukan pengukuran pada
subyek yang sama (Hadi, 1991). Koefisien reliabilitas menunjukkan besarnya
berarti semakin reliabel instrumen tersebut. Reliabilitas dinyatakan dengan
koefisisen reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00.
Semakin tinggi reliabilitasnya mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya, sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0
berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2004). Pengujian reliabilitas
dalam penelitian ini menggunakan metode belah dua (split-half method),
kemudian dilanjutkan dengan rumus Sperman-Brown (Azwar,2003).
r11 = koefisien reliabilitas Spearman-Brown r = koefisien korelasi antara kedua belahan
Hasil yang diperoleh dari uji belah dua (split-half method) adalah 0,863,
kemudian dimasukkan rumus Sperman-Brown diperoleh 0,93 (tingkat
reliabilitas tinggi).
4. Penyebaran kuisioner
Kuisioner ditujukan kepada responden, dengan melakukan
pendekatan-pendekatan terlebih dahulu. Penyebaran kuisioner dilakukan sendiri oleh peneliti
ke 30 RT yang sudah dipilih berdasarkan hasil random. Pengisian kuisioner
dilakukan sendiri oleh responden, dimana responden diberi kesempatan
mengerjakan kuisioner saat itu juga dan langsung dikembalikan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari responden mengakses sumber-sumber informasi.
Peneliti mendampingi responden pada saat pengisian kuisioner untuk menghindari
kesalahan pada saat pengisian dan memeriksa kelengkapan karakteristik
kemasan obat tradisional, dimana edukasi ini diberikan secara personal. Tujuan
edukasi ini supaya masyarakat menjadi atau semakin kritis terhadap apa yang
mereka konsumsi.
5. Analisis data penelitian
Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik deskriptif dengan
teknik perhitungan persentase kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram. Penghitungan persentase dilakukan dengan menggunakan rumus :
P : persentase jawaban (dalam %) A : jumlah jawaban yang sejenis B : jumlah responden total
G. Keterbatasan Penelitian
1. Lokasi penelitian yang tersebar, menyebabkan pengumpulan data menjadi
sedikit terhambat dan pemberian edukasi menjadi lebih singkat.
2. Data yang diperoleh dari kelurahan berbeda dengan di lapangan.
38 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi beberapa aspek, antara lain: usia, pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran per bulan.
1. Usia
Usia berpengaruh terhadap banyaknya pengalaman seseorang dalam melakukan pengobatan. Seseorang yang berusia diatas 60 tahun mempunyai frekuensi untuk melakukan swamedikasi yang semakin menurun (Holt dan Hall, 1990). Oleh karena itu usia responden dalam penelitian ini dibatasi hingga umur 60 tahun. Dari hasil penelitian (gambar 4) diketahui bahwa sebagian besar (34,48%) responden berusia antara 26 sampai 30 tahun.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu faktor yang berpengaruh, baik itu terhadap tingkat daya tangkap responden terhadap informasi, pengetahuan, sikap dan minat responden terhadap suatu alternatif pemeliharaan kesehatan. Seperti yang dinyatakan oleh Holt dan Hall (1990), tingkat pendidikan seseorang dalam hubungannya dengan sikap terhadap kesehatan, termasuk dalam hal pengobatan sendiri merupakan salah satu faktor yang menentukan karena pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas seseorang terhadap berbagai informasi kesehatan yang ada di masyarakat. Dari hasil penelitian (gambar 5) diketahui bahwa sebagian besar (50%) responden adalah lulusan SLTA atau sederajat.
Gambar 5. Karakteristik tingkat pendidikan responden 3. Pekerjaan
sikap seseorang. Hal ini dapat menentukan perilaku masing-masing individu, termasuk perilaku dalam memilih alternatif pemeliharaan kesehatan. Menurut Sarwono (2007), pekerjaan dapat mempengaruhi pada tingkat sosial seseorang dan interaksi didalam kelompok sosial tersebut dapat mempengaruhi cara pandang dan minat terhadap sesuatu. Selain itu pekerjaan juga dapat berpengaruh pada perilaku kesehatan seseorang karena adanya kebutuhan sebagai upaya pemenuhan tuntutan kelompok sosialnya. Dari hasil penelitian (gambar 6) diketahui bahwa sebagian besar (62,94%) responden adalah ibu rumah tangga.
Gambar 6. Karakteristik pekerjaan responden 4. Pengeluaran perbulan
Pendapatan secara umum akan mempengaruhi daya beli serta pertimbangan ekonomi dalam memilih upaya pemeliharaan kesehatan. Dari hasil penelitian (gambar 7) diketahui bahwa sebagian besar (50,85%) responden memiliki pengeluaran perbulan sebesar <Rp.1.500.000. Pertanyaan pengeluaran perbulan di sini terkait dengan pendapatan, peneliti lebih mudah menanyakan pengeluaran perbulan responden dari pada pendapatan perbulan.
Gambar 7. Karakteristik pengeluaran perbulan responden
tentang : logo, nomor ijin edar, nama produk, komposisi, cara pemakaian, khasiat, kontraindikasi, efek samping, nomor batch, dan keterangan kadaluwarsa.
Gambar 8. Tingkat pemahaman kemasan obat tradisional
Sumber : Proseeding Kongres Ilmiah ISFI XVI (Wisely, Hartini dan Djunarko, 2008)
1. Logo
Tingkat pemahaman masyarakat tentang logo khususnya pada kemasan obat tradisional, yang meliputi : penanda atau logo dan klaim khasiat serta keamanan dari obat bahan alam Indonesia (jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka) tergolong rendah. Dari hasil penelitian (gambar 8) diperoleh tingkat pemahaman masyarakat tentang logo sebesar 8,19%.
apoteker sebagai sumber pemberi informasi yang berguna, yang diharapkan bisa mencerdaskan masyarakat.
Tabel V. Pemahaman responden mengenai logo
Pernyataan SS+S TS+STS Kecendrungan
Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
8,62% 91,38% TIDAK SETUJU
Saya tidak tahu logo diatas adalah logo Jamu. Logo Jamu yang saya kenal seperti logo dibawah.
88,79% 11,21% SETUJU
Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar.
5,17% 94,83% TIDAK SETUJU
Saya tahu ini adalah logo Fitofarmaka.
5,17% 94,83% TIDAK SETUJU
Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
85,34% 14,66% SETUJU
Saya tidak tahu bahwa Obat Herbal Terstandar sudah teruji keamanan dan khasiatnya pada hewan uji (praklinis)
93,97% 6,03% SETUJU
Saya tidak tahu bahwa Fitofarmaka sudah teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis).
93,10% 6,90% SETUJU
a. Penanda obat bahan alam Indonesia
Pernyataan pertama yang tercantum pada kuisioner adalah ”Ada 3 macam obat tradisional yang saya kenal, yaitu: Jamu, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 0,86% responden (1 orang) menjawab sangat setuju, 7,76% responden (9 orang) menjawab setuju, 88,79% responden (103 orang) menjawab tidak setuju, dan 2,59% responden (3 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 91,38%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 1 ayat (2), obat bahan alam indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu: jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. 1) Jamu
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 5, logo jamu berupa ranting daun yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”JAMU”.
2) Obat herbal terstandar
Pernyataan ke-3 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tahu ini adalah logo Obat Herbal Terstandar”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 1,72% responden (2 orang) menjawab sangat setuju, 3,45% responden (4 orang) menjawab setuju, 6,90% responden (8 orang) menjawab tidak setuju, dan 87,93% responden (102 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 94,83%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 7, logo obat herbal terstandar berupa 3 pasang jari-jari daun yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”OBAT HERBAL TERSTANDAR”.
3) Fitofarmaka
penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 94,83%.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia pasal 8, logo fitofarmaka berupa jari-jari daun yang kemudian membentuk bintang yang terletak dalam lingkaran dan bertuliskan ”FITOFARMAKA”.
b. Klaim khasiat serta keamanan obat bahan alam Indonesia 1) Jamu
Pernyataan ke-5 yang tercantum pada kuisioner adalah ”Saya tidak tahu bahwa Jamu belum teruji keamanan dan khasiatnya, baik pada hewan uji (praklinis) maupun manusia (klinis)”. Hasil dari kuisioner menyatakan bahwa 72,41% responden (84 orang) menjawab sangat setuju, 12,93% responden (15 orang) menjawab setuju, 7,76% responden (9 orang) menjawab tidak setuju, dan 6,90% responden (8 orang) menjawab sangat tidak setuju. Hasil penelitian (tabel V) menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menjawab setuju pada pernyataan tersebut, dengan persentase sebesar 85,34%.