• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SISTEM KELAYAKAN KREDIT PT. BANK X DALAM MEMINIMALKAN RISIKO. Oleh GITRI WIDIANTI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SISTEM KELAYAKAN KREDIT PT. BANK X DALAM MEMINIMALKAN RISIKO. Oleh GITRI WIDIANTI H"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM KELAYAKAN KREDIT PT. BANK X

DALAM MEMINIMALKAN RISIKO

Oleh

GITRI WIDIANTI

H24104047

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GITRI WIDIANTI

H24104047

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS SISTEM KELAYAKAN KREDIT PT. BANK X

DALAM MEMINIMALKAN RISIKO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

GITRI WIDIANTI H24104047

Menyetujui, Juli 2008

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M. Sc Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc Ketua Departemen

(4)

Resiko PT. Bank X, Tbk. Di bawah bimbingan Abdul Kohar Irwanto.

PT. Bank X, Tbk adalah bank umum swasta nasional yang memiliki fokus utama dan misi dalam pengembangan sektor koperasi dan usaha kecil yang salah satunya adalah sektor budidaya pertanian. Budidaya pertanian yang merupakan sektor baru dalam perkreditan Bank X pastinya tidak akan lepas dari kemungkinan resiko gagal bayar, sehingga perlu dilakukannya analisa kelayakan kredit yang tepat serta pengawasan ketat dalam penyaluran dan saat kredit berlangsung. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan (1) Menganalisis sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank X untuk mengantisipasi resiko kredit dalam sektor budidaya pertanian, (2) Menganalisis hubungan dari setiap parameter kontrol terhadap kualitas pengembalian kredit dari debitur, (3) Menganalisis model persamaan hubungan parameter yang signifikan dan layak dengan nilai prediksi yang tinggi, (4) Menganalisis prediksi kemungkinan pengembalian kredit pada tahun berikutnya.

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data sekunder yang berupa data debitur bank, informasi perusahaan, ketentuan BI, literatur yang digunakan, internet, dan lain sebagainya. Data primer dalam penelitian ini berupa wawancara pihak manajemen divisi resiko dan kredit. Analisis menggunakan regresi logistik dengan alat pengolahan SPSS versi 15 dan penggunaan program Visual Basic dalam perhitungan perkiraan kelancaran kredit dan analisis data debitur.

Dalam meminimalkan resiko gagal bayar sektor UKM ini Internal Credit Risk Rate (ICRR) berfungsi sebagai pengganti proposal kredit sehingga hasil perhitungan dari sistem ini sangat berpengaruh terhadap penerimaan pengajuan kredit pada sektor tersebut. Analisa sistem kredit ini mempertimbangkan 23 variabel penilaian terhadap debitur sebagai parameter kelayakan kredit. Berdasarkan analisa regresi logistik diketahui bahwa beberapa variabel ternyata tidak signifikan terhadap kualitas pengembalian kredit dan memiliki ketepatan prediksi lancar macet sebesar 95,3%. Menurut metode Backward Wald dari regresi logistik, 9 variabel pembentuk model regresi yang signifikan dan layak berdasarkan ujinya dengan ketepatan prediksi sebesar 92,9% yaitu variabel rasio untung, mutasi kredit, pengalaman manajemen, pengalaman kredit dengan Bank X, pengalaman kredit dengan bank lain, pengalaman usaha, prospek usaha, ketergantungan terhadap pelanggan, dan jenis penggunaan. Menurut metode regresi logistik Likelihood Ratio, terdapat 17 variabel pembentuk model yang signifikan berdasarkan ujinya dengan ketepatan prediksi awal sebesar 95.3%, variabel tersebut yaitu rasio untung, informasi keuangan, mutasi kredit, pengalaman manajemen, reputasi manajemen, pengalaman kredit di BankX, pengalaman kredit di bank lain, pengalaman usaha, reputasi usaha, prospek usaha, pesaing, ketergantungan terhadap pelanggan, wilayah pemasaran, jenis produk, jangka waktu fasilitas, jenis guna, dan posisi klaim. Kedua metode tersebut kemudian dimasukkan kedalam program visual basic sehingga menghasilkan perkiraan pengembalian kredit calon debitur berupa metode Wald sebesar 463 (91%) debitur diperkirakan lancar dan 43 (9%) debitur diperkirakan macet serta menurut Likelihood ratio sebesar 442 (90%) calon debitur diperkirakan lancar dan 51 (10%) calon debitur diperkirakan macet dalam pengembalian kreditnya.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1987 di DKI Jakarta. Penulis yang bernama lengkap Gitri Widianti adalah anak pertama dari pasangan Bapak Sugeng Riantoko dan Ibu Gita Kumala. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Bintaro 05 Pagi, Jakarta Selatan tahun 1992 dan lulus tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 178 Jakarta, tamat pada tahun 2001. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Atas Negeri 29 Jakarta, pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB.

Selama studi penulis aktif berorganisasi dan kepanitiaan kampus, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) sebagai staff Departemen Olahraga & Budaya pada periode 2005-2006. Penulis aktif pada kepanitiaan-kepanitaan di kampus, antara lain: 2nd Banking Goes To Campus, Dies Natalis FEM 2005-2006, Panitia Malam Keakraban Manajemen 2006, Sportakuler OB BEM FEM, dan Ketua Turnamen Invitasi Basket BEM, dan lain-lain.

(6)

i

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan rahmat dan anugrah sehingga penulis mampu

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Analisis Sistem Kelayakan Kredit PT. Bank X dalam Meminimalkan Resiko”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian sistem kelayakan kredit PT. Bank X. Tbk dengan keadaan dan kondisi saat ini. Skripsi ini juga bertujuan untuk menganalisis variabel yang signifikan mempengaruhi penilaian kelayakan kredit kepada debiturnya, sehingga dapat digunakan sebagai referensi untuk melihat kelayakan kredit di tahun berikutnya.

Dalam proses penelitian ini banyak pelajaran yang penulis dapatkan (pengalaman, ilmu, dan pengembangan diri) sehingga penulis sadar bahwa seluruh proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, saran, dukungan, dan kritik dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bp. Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M. Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan gayanya yang spontan dan bersemangat, serta penuh ide-ide baru yang dituangkannya menjadi saran untuk penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. M. Syamsun, M. Sc dan Wita Juwita E. STP, MM. yang bersedia meluangkan waktunya menjadi penguji sidang dan memberikan bimbingan serta saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Bp. Ir. Pramono Djoko Fewidarto, M. Sc selaku dosen pembimbing akademik yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah.

4. Staff tata usaha Departemen Manajemen yang telah memfasilitasi keperluan kuliah dan birokrasi yang harus diselesaikan penulis.

5. Keluarga tercinta : ayah, mama, dan adik-adik yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat, serta makna dalam hidup penulis.

6. Rizqy Pranaputra dengan kedewasaannya, banyak memberikan pendapat berupa saran dan kritik objektif serta wawasan yang memberi inspirasi dan semangat penulis untuk menjadi lebih baik.

(7)

ii

7. Godelieve, inc (Dyne yang sabar dan tertata; Ila yang centil dan mengundang tawa ; Mia yang alim dan pelupa ; Nit2 yang toa dan BiBu ; Marucil yang paling kecil dan sangat dewasa) yang menjadi sahabat baik dan turut memberikan warna dalam kehidupan penulis.

8. Teman-teman satu atap Bolqiners awal – akhir (Acil, Arin, Yossi, Listy, Edoth, Intan, Dupal, Gumay, Tami, Michel, Weni).

9. Seluruh teman-teman Manajemen 41 yang selama empat tahun ini sudah bersama dan membantu penulis dalam banyak hal.

10. Teman-teman BEM FEM 2005-2006 umumnya dan departemen Olah Raga Budaya (Bokep, ritvan, Boim, Mira, Islam) khususnya yang dengan rasa kekeluargaan, saling mendukung dan membantu dalam setiap hal atau kegiatan yang penuh arti bagi penulis.

11. Anggota GPS yang membantu penulis dengan sabar dalam membuat program komputer Visual Basic.

Semoga penulisan hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat kepada semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juli 2008

(8)

iii ABSTRAK RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR... i DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Kegunaan Penelitian... 5 1.5. Batasan Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit... 7

2.1.1. Pengertian Kredit... 7

2.1.2. Jenis dan Faktor Kredit... 8

2.1.3. Tujuan dan Fungsi Kredit... 10

2.1.4. Analisa Kredit... 10

2.2 Resiko... 13

2.2.1. Pengertian Resiko ... 13

2.2.2. Klasifikasi Resiko ... 13

2.3 Resiko Kredit ... 14

2.3.1 Definisi Resiko Kredit ... 14

2.3.2 Dimensi Resiko Kredit ... 14

2.3.3 Bentuk Resiko Kredit...15

2.4 Manajemen Resiko...18

2.4.1. Definisi Manajemen Resiko...18

2.4.2. Manajemen Resiko Kredit... 18

2.4.3. Pemeringkatan Resiko... 19

2.5 Pemberian Kredit UMKM... 20

2.5.1. Pengertian UMKM... 20

2.5.2. Karakteristik UMKM... 20

2.5.3. Permasalahan UMKM... 21

2.6 Pendekatan Sistem... 21

2.6.1. Pengertian Sistem... 21

2.6.2. Sistem dalam Kelayakan Kredit... 22

2.7 Hasil Penelitian Terdahulu... 22

III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran... 23

(9)

iv

3.1.2 Tahap Penelitian ... 27

3.2. Penentuan Lokasi Penelitian ... 27

3.3. Penentuan Data dan Sumber Data ... 28

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

3.5. Rencana Pengembangan Model Program Komputer ... 32

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 . Sejarah Bank X... ... 33

4.2 . Visi dan Misi Bank X... ... 34

4.3 . Organisasi Perusahaan... ... 35

4.4 . Produk dan Kantor cabang... ... 35

4.5 . Prestasi Bank X... ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sistem Kredit bank X... 40

5.2. Hubungan Parameter Perkiraan dengan Kolektibilitas... 44

5.2.1 Parameter Perkiraan Kelancaran Kredit... 44

5.2.2 Kelancaran Pengembalian Kredit... 67

5.2.3 Hubungan Variabel Penilaian dengan Kolektibilitas... 69

5.2.4 Uji Validasi Persamaan 23 Variabel... 72

5.3. Persamaan Sistem Kelayakan Kredit... 74

5.4. Perkiraan Pengembalian Kredit Baru... 83

5.5. Implikasi Manajerial... 85

KESIMPULAN DAN SARAN... 90

1. Kesimpulan... 90

2. Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA... 92

(10)

v

No. Halaman

1. Kredit Perbankan Januari 2007-2008 ... 2

2. Suku Bunga Kredit Bank Umum... 2

3. Hubungan Parameter Penilaian dengan Kolektibilitas... 69

4. Klasifikasi Kenyataan dan Perkiraan Pengembalian Kredit... 71

5. Uji Signifikasi Persamaan dengan Omnibus Test... 72

6. Klasifikasi Kenyataan dan Perkiraan Pengembalian Kredit... 73

7. Omnibus Test dari Backward stepwise... 75

8. Variabel Pembangun Persamaan Setelah Reduksi……….. 76

9. Uji Variabel Pembangun Persamaan... 78

10. Nilai Signifikasi Persamaan dari Omnibus Test... 79

11. Klasifikasi Pemetaan Kesalahan Perkiraan Persamaan Wald... 79

12. Pereduksian Variabel Berdasarkan Signifikasi... 80

13. Hubungan 17 Variabel yang Signifikan terhadap Persamaan... 81

14. Kofisien Persamaan Omnibus Test... 83

(11)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

3. Perkembangan BI Rate... 3

4. Proporsi SE UKM Berdasarkan Jumlah Unit Usaha 2006... 4

5. Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas... 15

6. 5C (Weston & Brigham,1998)……….. 17

7. Empat tahap dalam manajemen risiko... 18

8. Pengelompokkan sektor kredit... 23

9. Kerangka pikiran penelitian...26

10. Tahapan penelitian... 27

11. Persentase Penilaian Informasi Keuangan... 45

12. Persentase Penilaian Rasio Utang... 45

13. Persentase Penilaian Rasio Untung... 46

14. Persentase Penilaian Rasio Likuiditas... 46

15. Persentase Aktivitas Rekening Debitur... 47

16. Persentase Data Mutasi Kredit Calon Debitur...48

17. Persentase Penilaian Pengalaman Manajemen……….. 50

18. Persentase Penilaian Reputasi Manajemen... 51

19. Persentase Trackrecord Kredit dengan Bank X... 52

20. Persentase Trackrecord Kredit di bank Lain... 53

21. Persentase Debitur dari Pengalaman Usahanya... 54

22. Persentase Debitur dari Reputasi Usahanya... 55

23. Proporsi Debitur dari Prospek Usahanya... 56

24. Proporsi Debitur dari Jumlah Pesaing Usahanya... 57

25. Usaha Debitur Terhadap Peraturan Pemerintah... 58

26. Proporsi Debitur dari Pelanggannya... 59

27. Proporsi Debitur dari Pemasoknya... 61

28. Proporsi Debitur dari Wilayah Pemasarannya... 62

29. Proporsi Debitur dari Hasil Produksinya... 63

30. Proporsi Debitur dari Jangka Waktu Kredit... 64

31. Proporsi Debitur dari Penggunaan Dana... 65

32. Proporsi Debitur dari Jenis Agunan... 66

33. Proporsi Debitur dari Posisi Klaim Agunan... 67

34. Proporsi Debitur berdasarkan kolektibilitasnya... 68

35. Perkiraan Pengembalian Kredit dari Persamaan Wald………... 84

36. Prediksi Kelayakan Kredit Berdasarkan Likelyhood Ratio... 85

37. Tampilan VB Data Debitur... 86

38. Tampilan VB Hasil Prediksi Keseluruhan... 86

39. Tampilan VB Analisa Data... 87

40. Tampilan VB Perbandingan Prediksi yang Beda... 87

(12)

vii

No. Halaman

1. Klasifikasi Resiko menurut Djohanputro (2004) ... 94

2. Alur Sistem Internal Perusahaan dalam Pengawasan Kredit ... 95

3. Causal Loop penelitian ... 96

4. Daftar Data – Data Penelitian ... 97

5. Tampilan Visual Basic ... 98

6. Daftar istilah ... 100

7. Alur Pikir Peneliti ... 101

8. Tampilan ICRR ... 102

9. Perhitungan SPSS ... 103

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, tingkat ketidakpastian dalam dunia bisnis semakin tinggi dan cenderung fluktuatif. Keadaan tersebut pasti akan berpengaruh pada situasi lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang mempengaruhi daya tahan perusahaan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan kebutuhan praktek tata kelola perusahaan yang sehat (good corporate governance), yang salah satunya melalui penerapan manajemen risiko yang tepat.

Demikian juga dengan kegiatan perbankan yang mempunyai beberapa risiko usaha yang akan timbul seperti risiko keuangan, eksternalitas, operasional, dan risiko strategis (Djohanputro,2004). Semua jenis risiko ini pada akhirnya mempengaruhi rugi laba bank secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu risiko merupakan perkara besar bagi dunia perbankan, sehingga harus dapat dikelola dengan baik, benar, dan tepat.

Kegiatan utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dananya kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya. Oleh sebab itu, saat ini proporsi pendapatan terbesar bank berasal dari pendapatan bunga kredit yang disalurkan. Namun dalam merealisasikan kegiatannya, kredit selalu dihubungkan dengan risk and

return, dimana kegiatan yang diharapkan akan mempunyai hasil yang

besar, biasanya mempunyai risiko yang tinggi.

Saat ini fungsi intermediasi bank mengalami peningkatan. Tahun 2007 tren penyaluran kredit mencapai jumlah sekitar Rp. 957 triliun (tumbuh sebesar 21,5%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Terlihat juga pada bulan Januari 2008, walaupun terjadi penurunan kredit jika dibandingkan dengan Januari 2007 namun rasio penyaluran kredit (loan to deposit ratio/LDR) tetap meningkat dari 69,2% menjadi 70,1%. Hal

(14)

tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. berikut :

Tabel 1. Kredit Perbankan Januari 2007-2008, Sumber: BI

KREDIT PERBANKAN JANUARI 2007 – 2008

Januari 2007 Januari 2008 Perubahan

Kredit Rp1.045,7 triliun Rp1.031,1 triliun -1,4%

Dana Pihak Ketiga Rp1.510,7 triliun Rp1.471,2 triliun -2,65%

LDR 69,2% 70,1% +0,9%

Peningkatan tren penyaluran kredit juga dipengaruhi oleh penurunan BI rate dan suku bunga kredit. Akhir Desember 2006 secara rata–rata tertimbang, suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi turun menjadi 15,1% dari 15,4% di bulan November 2006, dan terus menurun pada tahun 2007. Penurunan suku bunga kredit pada tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 2. berikut :

Tabel 2. Suku bunga kredit bank umum, Sumber : Bank Indonesia

SUKU BUNGA KREDIT BANK UMUM 2007 (% PER TAHUN)

Bulan Modal Kerja Investasi Konsumsi

Jan 14,90 14,85 17,64 Feb 14,71 14,71 17,51 Mar 14,49 14,53 17,38 Apr 14,30 14,38 17,24 Mei 14,06 14,16 17,09 Jun 13,88 13,99 16,91 Jul 13,71 13,82 16,68 Agt 13,66 13,75 16,70 Sep 13,31 13,45 16,47 Okt 13,16 13,28 16,33 Nov 13,16 13,19 16,39 Des 13,00 13,01 16,13

(15)

3 7,4 7,6 7,8 8 8,2 8,4 8,6 8,8 9

Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar

Perkembangan BI Rate

Gambar 1. Perkembangan BI Rate 2007 Sumber : BI

Dengan melihat keadaan pertumbuhan perkreditan yang cenderung meningkat tersebut maka sebuah bank harus memiliki sistem manajemen risiko (Risk Management System/RMS) yang tepat khususnya bidang kredit seperti yang di umumkan oleh Bank For International Settlement (BIS) tentang The New Basel Capital Accord (Basel II). Bank Indonesia sendiri telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 dan Surat Edaran No.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.

Peranan RMS tersebut sangat penting untuk menjalankan ekonomi bisnis bank, terutama dalam pemberian kredit. Besarnya volume kredit yang disalurkan dan kualitasnya akan menentukan risiko kredit bagi bank itu sendiri. Pendekatan analisis RMS kredit seperti ini akan dapat

membantu bank dalam memprediksi kualitas debitur untuk

memperkirakan kelancaran kredit dari para debiturnya.

Dalam hal ini Bank X ,Tbk sebagai bank umum nasional berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan tersebut dengan menerapkan sistem manajemen risiko kredit dengan menggunakan Internal Credit Risk

Rating (ICRR) dan Electronic Consumer Loan System (ECLS). Kedua

sistem ini dapat dikatakan sebagai alat ”early warning system” Bank X dalam memprediksi risiko, namun dalam penerapannya sistem tersebut masih harus diperiksa kembali ketepatan prediksinya terutama untuk penggunaannya pada sektor kredit yang baru diklasifikasi seperti sektor budidaya pertanian.

(16)

1.2. Perumusan Masalah

Sejak krisis ekonomi di tahun yang lalu UKM mampu menjadi alternatif usaha sehingga turut andil dalam perekonomian bangsa. Saat itu, UKM mampu menjadi penyeimbang ekonomi dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang menyerap banyak tenaga kerja dengan standar kualifikasi yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan perusahaan besar. Sejak saat itu juga perkembangan UKM di Indonesia meningkat sehingga mencapai 48.929.636 unit pada tahun 2006.

Persebaran UKM paling banyak didominasi di sektor pertanian (53,57%) sedangkan sektor lain seperti perdagangan menempati urutan dibawahnya (27,19%), industri pengolahan (6,58%), jasa-jasa (6,06%), dan pengangkutan & transportasi (5,52%). Secara lengkap sebarannya dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

Proporsi Sektor UKM tahun 2006

sektor pertanian perdagangan jasa-jasa pengangkutan & transportasi industri pengolahan

Gambar 2. Proporsi Usaha UKM yang menjadi debitur Bank X 2006. Melihat dominasi tersebut maka dalam penyaluran kredit pada sektor ini, bank harus memiliki sistem yang dapat memfasilitasi debitur sehingga mempermudah proses peminjaman. Sejalan dengan hal tersebut bank juga harus memiliki sistem analisa kredit yang tepat pada sektor usaha tersebut.

Dalam membangun RMS kreditnya, Bank X telah menggunakan sistem ICRR untuk sektor UKM sejak tahun 2003. Sistem ICRR adalah suatu sistem yang digunakan untuk menganalisis kelayakan kredit dan potensi risiko macet setiap debitur berdasarkan kualitas debitur tersebut.

(17)

5

ICRR berfungsi sebagai filter awal sebelum kredit diberikan kepada calon debitur. Output ICRR dengan plafon kredit dibawah Rp 500 juta digunakan sebagai analisa kredit dan pengganti proposal kredit, maka otomatis keputusan kredit sangat tergantung dari komponen pembangun ICRR. Saat ini besarnya bobot komponen pembangun ICRR digunakan untuk seluruh sektor dan belum di periksa ketepatan prediksinya, sedangkan setiap sektor tersebut memiliki karakteristik komponen yang berbeda-beda.

Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah mencakupi:

1. Bagaimana sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank X untuk mengantisipasi risiko pada sektor budidaya pertanian?

2. Bagaimana hubungan dari setiap parameter kontrol dalam sistem ICRR terhadap kualitas pengembalian kredit dari debitur?

3. Bagaimana model persamaan yang menggambarkan hubungan

parameter yang signifikan dan layak serta memberikan nilai prediksi yang tinggi?

4. Bagaimana prediksi kemungkinan pengembalian kredit pada tahun berikutnya?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis sistem kelayakan kredit yang dilakukan Bank X untuk mengantisipasi risiko kredit dalam sektor budidaya pertanian.

2. Menganalisis hubungan dari setiap parameter kontrol terhadap kualitas pengembalian kredit dari debitur.

3. Menganalisis model persamaan hubungan parameter yang signifikan dan layak dengan nilai prediksi yang tinggi.

4. Menganalisis prediksi kemungkinan pengembalian kredit pada tahun berikutnya.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, referensi dan solusi bagi manajemen Bank X , Tbk dalam meninjau kembali tingkat keefektifan sistem model manajemen risiko kredit yang sudah ditetapkan

(18)

perusahaan agar dapat digunakan untuk antisipasi kemungkinan risiko yang akan terjadi. Bagi penulis penelitian ini berguna untuk menerapkan teori-teori yang pernah dipelajari untuk mengkaji berbagai fakta yang terjadi di perusahaan khususnya perbankan dalam bidang risiko kredit.

Bagi pembaca penelitian ini dapat digunakan untuk menambah

pengetahuan tentang risiko kredit dan manajemen perbankan serta dapat dijadikan sebagai salah satu bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.5. Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada perhitungan RMS kredit yang telah ditetapkan Bank X. Penelitian ini dilakukan di Bank X ,Tbk yang terdapat di Jakarta, khususnya pada divisi manajemen risiko kredit. Bank ini telah mengelompokkan data debiturnya menurut plafon jumlah pinjamannya, dimana setiap plafon kemudian dikelompokkan kembali menjadi beberapa sektor usaha yang sesuai dengan acuan yang ditetapkan

oleh sektor ekonomi Bank Indonesia. Penelitian ini membatasi

permasalahan pada analisis RMS pada plafon dibawah 500 juta dengan sektor usaha budidaya pertanian yang telah diklasifikasi.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kredit

2.1.1. Pengertian Kredit

Dalam arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Menurut Moh. Tjoekam dalam Tangkilisan (2003) kata “kredit” berasal dari bahasa Latin yaitu credere yang berarti percaya atau to

believe atau to trust. Sedangkan menurut Thomas Suyatno (1993 :

12), istilah “kredit” berasal dari bahasa Yunani yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Maksud dari percaya dari si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi si penerima, kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.

Dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit (seperti kalimat diatas) oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau suatu badan atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik berupa barang, uang ataupun jasa. Oleh sebab itu, karakter pemohon kredit merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh pemberi kredit dalam pengambilan keputusan kredit (Djinarto, 2000).

Ada beberapa pengertian kredit secara universal menurut undang-undang perbankan Indonesia, yaitu diantaranya: “Menurut Undang-undang Perbankan No. 7 / 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah

(20)

bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah

ditetapkan. Debitur menyelesaikan pinjamannya kepada

perusahaan dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Semua hal tersebut yang berkaitan dengan kredit harus dapat dikelola dengan baik sehingga meminimalkan risiko yang mungkin akan terjadi. Pengelolaan kredit tersebut dapat dikenal dengan istilah manajemen kredit. Dengan kata lain dapat

disimpulkan bahwa pengertian manajemen kredit adalah

bagaimana mengelola pemberian kredit mulai dari kredit tersebut diberikan sampai dengan kredit tersebut lunas.

2.1.2. Jenis Kredit

Menurut Kasmir (2004), jenis kredit yang di salurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi yaitu :

1. Segi Kegunaan

a. Kredit Investasi : Kredit yang digunakan untuk keperluan perlusan usaha atau membangun proyek / pabrik baru dengan masa pemakaian relatif lama dan untuk kegunaan kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja : Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Kredit modal kerja merupakan kredit pendukung kredit investasi yang sudah ada.

2. Segi Tujuan Kredit

a. Kredit Produktif: Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha, produksi, atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.

b. Kredit Konsumtif: Kredit yang digunakan untuk

dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada penambahan barang atau jasa yang dihasilkan.

(21)

9

c. Kredit Perdagangan : Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen perdagangan yang akan membeli barang dagangan dalam jumlah tertentu.

3. Segi Jangka Waktu

a. Kredit jangka pendek: Kredit yang memberikan jangka waktu maksimum satu tahun, biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja dan musiman.

b. Kredit jangka menengah: Kredit yang jangka waktu kreditnya antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun. Beberapa Bank mengklasifikasikan kredit ini menjadi kredit jangka panjang.

c. Kredit jangka panjang : Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, manufaktur, kredit perumahan.

4. Segi Jaminan

a. Kredit dengan jaminan; Kredit diberikan dengan jaminan tertentu, dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang di keluarkan akan dilindungi senilai dengan jaminan yang diberikan calon debitur. Jaminan yang dimaksud diatas dapat berupa barang, surat berharga, orang atau perusahaan, asuransi, dan lain – lain.

b. Kredit tanpa jaminan : Kredit ini diberikan tanpa jaminan barang atau benda tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank. Biasanya kredit ini sudah diperhitungkan tidak akan merugikan

(22)

kreditur jika ternyata debitur tidak mampu mengembalikan pinjamannya.

5. Segi Sektor Usaha

Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda – beda, oleh sebab itu pemberian fasilitas kredit pun berbeda-beda pula. Jenis kredit yang dilihat dari sektor usaha yaitu :

a. Kredit pertanian b. Kredit peternakan c. Kredit industri d. Kredit pertambangan e. Kredit pendidikan f. Kredit profesi g. Kredit perumahan h. Kredit sektor usaha lain

2.1.3. Tujuan Kredit

Tujuan pemberian kredit tidak akan terlepas dari misi suatu Bank didirikan. Tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain: 1) Mencari keuntungan ; Keuntungan terutama dalam bentuk bunga

yang penting untuk kelangsungan hidup bank.

2) Membantu usaha debitur ; Membantu debitur yang memerlukan dana investasi atau modal.

3) Membantu pemerintah ; Semakin banyak kredit yang disalurkan bank berarti ada peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

2.1.4. Analisa Kredit

Menurut Sutan Remy.S. dalam Tangkilisan (2003) bank dalam memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit macet. Bila kredit yang diberikan bank mengalami kemacetan, maka kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban terhadap para penyimpan dananya akan menurun.

Menurut Siamat dalam Muljono (2001), analisa kredit adalah proses menganalisa dan menilai prospek calon debitur guna

(23)

11

memperoleh indikasi kemungkinan terjadinya default (kegagalan debitur membayar kembali kredit yang diterimanya) oleh calon debitur. Menurut Muljono (2001), langkah yang tepat untuk mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pemberian kredit adalah melakukan teknik analisa pemberian kredit.

Sebelum melaksanakan kegiatan menganalisa kredit, Menurut Muljono (2001) ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu:

1. Pemilihan pendekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan analisa kredit. Pendekatan yang dimaksud yaitu :

a. Pendekatan jaminan (collateral approach)

Kredit akan diberikan apabila jaminan yang diberikan cukup memadai baik ditinjau dari nilai ekonomis maupun yuridis. Jadi dalam analisa ini yang dipentingkan adalah faktor pengaman dari uang (kredit) yang akan dilepaskan oleh bank kepada calon debiturnya.

b. Pendekatan karakter (character approach)

Proses pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan reputasi karakter bisnis calon debiturnya.

c. Pendekatan kemampuan pelunasan atas kredit yang

diberikan (repayment approach)

Intinya pada pendekatan ini bank mendasarkan diri pada kemampuan pelunasan utang dari debitur, dan tidak mendasarkan dari karakternya ataupun feasibility dari proyeknya tersebut. Penilaian kemampuan pelunasan tersebut tidak terbatas pada sumber-sumber dana yang diciptakan oleh kegiatan usaha debitur untuk melunasi kreditnya. Sumber dana untuk pelunasan kredit dapat diambil juga dari sumber dana pihak ketiga lainnya atau dari likuidasi barang-barang jaminan yang diserahkan oleh pihak debitur, jadi kemampuan pelunasan benar-benar telah

(24)

diperhitungkan oleh bank. Dalam pendekatan ini kepentingan bank sebagai business body lebih di utamakan, persoalan debitur akan bangkrut habis-habisan tidak menjadi masalah asal kredit yang diberikan dapat dilunasi. d. Pendekatan tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon

debitur (feasibility approach).

Melaksanakan studi kelayakan bisnis (feasibility study) dimana bank harus menelaah dan menilai sejauh mana usaha bisnis calon debitur dapat melunasi kewajibannya. Dalam pendekatan ini pihak bank sudah tidak memusatkan kepentingannya seratus persen kepada dirinya sendiri,

namun bank sudah membagi risiko dengan calon

debiturnya. Bank tidak lagi mengandalkan jaminan tapi semata-mata mengandalkan pada kelayakan keterlaksanaan dari proyek yang dibiayai dengan kredit tersebut. Jadi secara otomatis Bank sudah ikut melaksanakan fungsi moneternya secara tidak langsung dalam mengembangkan suatu jenis sektor perekonomian. Pendekatan ini sudah banyak digunakan oleh bank-bank komersil karena semakin ketatnya persaingan dengan bank-bank itu sendiri sehingga orientasi pemberian kredit berubah dari ”Bank-oriented” menjadi ”Customer-oriented”.

e. Pendekatan bank pembangunan (development bank

approach).

Dalam pemberian kredit bank melakukan misi ganda yaitu mencari laba “business body” sekaligus aktif sebagai bank pembangunan “agent of development”. Sehingga kegiatan pemberian kredit dalam pendekatan ini akan berupa:

 Identifikasi dan pengembangan proyek yang dianggap berpotensi secara ekonomis.

 Pengembangan kewiraswastaan dari para pengelolanya.  Pengorganisasian proyek tersebut dari awal sampai

(25)

13

kreditnya dilunasi.

2. Proses pengumpulan informasi yang lengkap yang akan diperlukan dalam kegiatan suatu analisa kredit.

3. Penerapan titik kritis suatu proyek.

Critical point tiap proyek berbeda-beda, karena itu seorang

credit analist harus berwawasan bisnis yang luas.

2.2. Risiko

2.2.1. Pengertian Risiko

Menurut Djohanputro (2004), risiko adalah suatu keadaan dimana terdapatnya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya dapat diukur secara kuantitatif jika memiliki informasi atau data pendukung mengenai kemungkinan kejadian. Risiko merupakan ukuran kuantitas atau ukuran empiris yang dapat mengukur kemungkinan nilai dari suatu kejadian dengan fluktuasinya.

Tampubolon (2005) mendefinisikan risiko sebagai suatu rentang (continuum) yang dapat bergerak kearah ancaman dengan dampak negatif, yaitu tidak tercapainya tujuan. Risiko juga dapat

bergerak kearah ancaman dengan dampak positif yaitu

tercapainnya tujuan yang ditetapkan disertai dengan berbagai tingkat kemungkinan terjadinya ancaman maupun peluang tersebut.

2.2.2. Klasifikasi Risiko

Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko korporat menjadi 4 kategori yaitu :

1. Risiko Keuangan adalah fluktuasi target keuangan/ukuran moneter perusahaan karena gejolak variabel makro. Risiko keuangan terdiri atas risiko likuiditas, risiko kredit, risiko permodalan, risiko pasar. Risiko pasar terdiri atas risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas. 2. Risiko Operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil

yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem. Risiko operasional dibagi menjadi lima kategori risiko, yaitu risiko

(26)

produktivitas, risiko teknologi, risiko inovasi, risiko sistem, dan risiko proses.

3. Risiko Strategis adalah risiko yang dapat mempengaruhi

exposure korporat dan exposure strategis (terutama exposure

keuangan). Risiko strategis kemudian dibagi menjadi tiga jenis risiko yaitu risiko usaha, risiko transaksi strategis, risiko hubungan investor.

4. Risiko Eksternalitas adalah potensi penyimpangan hasil pada

exposure korporat dan strategis. Risiko eksternalitas dapat

dibagi menjadi empat jenis risiko yaitu risiko reputasi, risiko lingkungan, risiko sosial, dan risiko hukum.

Dari penjelasan tersebut dapat digambarkan klasifikasi risiko secara lengkap pada Lampiran 1.

2.3. Risiko Kredit

2.3.1. Definisi Risiko Kredit

Lam dalam Efendi, R (2007) mendefinisikan risiko kredit sebagai kerugian ekonomis yang diderita akibat gagal bayar peminjam atau pihak mitra dalam kesepakatan. Gagal bayar tidak selalu berarti kebangkrutan pihak lain secara hukum tapi juga kegagalan untuk memenuhi kewajiban kontraktual tepat waktu, akibat ketidakmampuan atau keengganan.

Menurut Tampubolon (2004) risiko kredit adalah exposure yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (Counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit juga didefinisikan sebagai

exposure yang ada atau potensial mengancam penghasilan dan

modal perusahaan, yang timbul karena kegagalan debitur (obligor) untuk memenuhi syarat yang tertuang dalam kontrak perjanjian.

2.3.2. Dimensi Risiko Kredit

Menurut Djohanputro (2004), besarnya risiko kredit terdiri dari dua faktor : besarnya exposure kredit dan kualitas exposure kredit. Semakin besar pinjaman, semakin besar juga tingkat

(27)

15

exposure kredit. Semakin rendah kualitas jaminan, maka semakin

rendah kualitas kredit, semakin tinggi risiko kredit.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bagan dimensi risiko kuantitas dan risiko kualitas :

Gambar 3. Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas

Kuantitas dan kualitas risiko kredit tercermin dalam kerangka risiko kredit. Penyebab gagal bayar pada risiko kredit yaitu kebangkrutan debitur dan kesulitan keuangan yang dihadapi debitur. Apabila debitur berada pada ambang batas kriteria kesehatan tidak terpenuhi maka memiliki potensi gagal bayar dan menurunkan peringkat debitur. Penurunan peringkat debitur disebabkan penurunan kinerja debitur. Kelemahan kontrak kredit menyebabkan pelanggaran kontrak kredit dan berpotensi dalam meningkatkan risiko kredit.

2.3.3. Bentuk Risiko Kredit

Tiga bentuk risiko kredit menurut Djohanputro (2004) yaitu : 1. Risiko Gagal Bayar

Untuk mengukurnya, perusahaan dapat melakukan

pemeringkatan (rating). Setiap perusahaan memiliki model pemeringkatan yang berbeda–beda. Namun umumnya terdapat lima faktor yang sering digunakan yaitu 5C ( menurut Weston dan Brigham). Gambar 4 memberikan penjelasan singkat tentang dinilai dari setiap C dari 5C.

Exposure Kredit Probabilitas Gagal Bayar Kualitas jaminan Probabilitas Likuidasi Jaminan Kuantitas Risiko Dimensi risiko Kredit

(28)

1. Character, berkaitan dengan perilaku calon debitur atau

pembeli secara kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon debitur. Karakter

dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral yaitu

kecendrungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi

dengan mengorbankan kepentingan orang lain dan

menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain.

2. Capacity, menunjukkan kemampuan calon debitur atau

pembeli secara kredit untuk membayar pinjaman. Potensi pembayaran kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan keuangan historis dan kinerja berupa proforma arus kas, neraca, dan laba rugi. Rasio lancar, rasio kas dan rasio

efisiensi dapat menunjukkan kemampuan pemenuhan

kewajiban.

3. Capital, ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman

dan modal sendiri (ekuitas).

4. Collateral, merupakan piranti pengaman pinjaman yang

terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin di restrukturisasi. Perusahaan kreditur perlu memperhatikan prinsip kehati – hatian dalam menerapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan.

5. Condition, mengacu pada kondisi eksternal perusahaan

yang mempengaruhi kelangsungan perusahaan. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera

konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak

berkepentingan (stakeholders).

(29)

17

Character

Capacity

Collateral

Condition

Catatan masa lalu

Kemampuan membayar

Rasio lancar, kas, efisiensi Moral hazard

Tren kinerja keuangan

Nilai jaminan Rasio pinjaman / equitas

Status hukum jaminan Kemudahan likuidasi pinjaman

Kondisi makro

Intervensi pihak berkepentingan

Capital

Gambar 4. 5C (Weston & Brigham,1998) 2. Risiko Exposure

Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Lima status kredit yang berimplikasi pada berbedanya eksposur yaitu:

a. Revocable, jika perusahaan mengidentifikasi adanya risiko gagal bayar dari lawan bisnis, maka pembatalan perlu segera di lakukan.

b. Irrevocable, ialah kesepakatan yang transaksinya tidak dapat dibatalkan, kecuali ada kesepakatan kedua pihak. c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian, d. Status Settled, status terselesaikan terjadi apabila uang

pembayaran telah masuk ke rekening perusahaan.

e. Status Failed (gagal), saat ditetapkan bahwa lawan bisnis dinyatakan gagal bayar.

(30)

1. Kesadaran Terhadap Risiko 4. Merencanakan: Kemungkinan bencana Alternatif pilihan 3. Mencegah:  Meminimalkan Risiko  Memindahkan Risiko  Menyebarkan Risiko Menilai:  Mengaudit  Mengukur 2.Menetapkan prioritas

mengupayakan supaya nilai kredit yang gagal bayar bisa diperoleh.

2.4. Manajemen Risiko

2.4.1. Definisi Manajemen Risiko

Tampubolon (2004) mendefinisikan manajemen risiko sebagai paradigma baru berupa tata kelola organisasi yang tidak bersifat statis agar mampu menghadapi risiko usaha yang terus berkembang sejalan dengan peubahan yang terjadi. Secara lebih spesifik, Bank Indonesia mendefinisikan manajemen risiko sebagai system rangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Definisi ini lebih menekankan pada mekanisme dari manajemen risiko itu sendiri.

2.4.2. Manajemen Risiko Kredit

Menurut Umar dalam Djohanputro (2004), empat tahap dalam mengendalikan risiko dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 5. Empat tahap dalam manajemen risiko Keempat tahap tersebut adalah :

1. Tahap pertama adalah menyadari adanya risiko.

2. Tahap kedua adalah menetapkan risiko yang memiliki prioritas tinggi melalui pengidentifikasian bahaya berisiko besar. Identifikasi dan Evaluasi risiko meliputi tiga tingkatan kegiatan:

(31)

19

Menurut Tampubolon (2004) proses pengidentifikasi dan penilaian risiko yang umumnya dilakukan oleh bank yaitu: 1) Self-Assessment, bank melakukan penilaian sendiri

kegiatan usahanya.

2) Risk Mapping, berbagai proses dalam satuan kerja dibuatkan peta risikonya.

3) Key Risk Indicators yaitu data statistik yang akan menyajikan gambaran mengenai potensi risiko bank. 4) Scorecards bank akan menerjemahkan matriks hasil

penilaian secara kualitatif menjadi kuantitatif.

Thresholds/limits yaitu batas bawah/atas yang dikaitkan

dengan key risk indicator, yang apabila didekati/ dilampaui akan memberikan peringatan tentang kemungkinan adanya masalah.

b. Evaluasi risiko

Dua faktor penentu diterima ditolaknya suatu permohonan yaitu dampak kerugian dan frekuensi kejadian.

c. Pengawasan risiko

Perusahaan akan memastikan obyek pertanggungan dalam keadaan stabil dan tidak ada peningkatan risiko.

3. Tahap ketiga, mencegah terjadinya risiko dengan cara peminimalan risiko disetiap aspek organisasi perusahaan. 4. Tahap keempat, merencanakan antisipasi risiko terburuk yang

mungkin terjadi.

5. Tahap menilai dilakukan saat pengidentifikasian risiko dan evaluasi risiko sehingga risiko dapat dicegah dan diantisipasi.

2.4.3. Pemeringkatan Risiko Kredit

Kredit yang diberikan bank setiap saat dapat menjadi masalah namun kemungkinan tersebut akan kecil jika bank menerapkan kebijakan pemberian kredit yang sehat. Langkah awalnya adalah menciptakan model pemeringkatan kredit sebagai sarana untuk menetapkan kemungkinan terjadinya default. Cara

(32)

tersebut menungkinkan bank untuk memastikan bahwa porofolio kredit bank tidak terkonsentrasi pada kredit berkualitas buruk yang memiliki kemungkinan default yang tinggi.

2.5. Pemberian Kredit UMKM 2.5.1. Pengertian UMKM

Menurut BPS yang masuk kategori usaha mikro adalah jika jumlah karyawannya kurang dari 5 orang, termasuk kategori usaha kecil adalah jika jumlah karyawan 5-19 orang, dan yang termasuk kategori usaha menengah adalah jika jumlah karyawan 20-99 orang.

Menurut Undang-Undang kriteria UMKM yaitu : a. Usaha Mikro

Menurut Keputusan Mentri Keuangan No. 40/KMK. 06/2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan WNI dan memiliki hasil penjualan mencapai angka Rp.100 juta pertahun, dengan pengajuan kredit ke bank maksimal Rp.50 juta. b. Usaha Kecil

Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling besar Rp.200 juta atau memiliki hasil penjualan mencapai Rp. 1 miliar pertahun dan menerima kredit antara Rp. 50-500 juta.

c. Usaha Menengah

Menurut Inpres no.10 tahun 1998, usaha menengah adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih diatas Rp. 200 juta – Rp.10 miliar serta dapat menerima kredit dari bank antara Rp. 500 juta – Rp.5 miliar.

2.5.2. Karakteristik UMKM

Menurut Gadeke dan Tootelian dalam Tangkilisan (2003) karakteristik UKM yaitu :

1. UKM dimiliki oleh individu atau keluarga. Selain pemilik usaha mereka juga bertindak sebagai pengelola usaha tersebut.

(33)

21

2. Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan modal.

3. Wilayah operasi terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya.

4. Ukuran perusahaan kecil dalam hal jumlah pekerja, atau satuan lainnya yang signifikan.

2.5.3. Permasalahan UMKM

Menurut Tangkilisan (2003) masalah utama bagi sebagian besar pengusaha kecil yaitu pemenuhan modal awal untuk memulai siklus kegiatan ekonomi. Karena itu pemberian kredit dengan tujuan peningkatan produksi yang diikuti peningkatan pemasaran dan penciptaan surplus dapat menjadi tabungan sebagai awal dari pembentukan modal secara mandiri.

Pelayanan kredit pada intinya harus menciptakan surplus usaha yang dikelola secara tertib dan terbuka yang berprinsip: a. Acceptable, mudah diterima dan didayagunakan

b. Accountable, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Profitable, memberikan pendapatan dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis.

d. Sustainable, hasilnya dapat dilestarikan masyarakat sendiri. e. Replicable, pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat

dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam

lingkungan yang lebih luas.

Selain itu, masalah yang dihadapi UMKM menurut yaitu masalah pemasaran, teknologi, dan manajemen keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar yang dijangkau para penguasaha kecil belum meluas, teknologi yang digunakan masih sederhana, manajemen keuangan tidak menggunakan pencatatan keuangan dan hanya menggunakan perhitungan sederhana.

2.6. Pendekatan Sistem dalam Kelayakan Kredit

2.6.1. Pengertian Sistem

Sistem adalah sehimpunan unsur yang melakukan sesuatu kegiatan untuk menyusun skema atau tata cara melakukan sesuatu

(34)

kegiatan pemrosesan untuk mencapai tujuan dan hal ini dilakukan dengan cara mengolah data, energi, dan atau barang dalam jangka waktu tertentu guna menghasilkan informasi, energi, dan atau barang (benda).

2.6.2. Sistem dalam Kelayakan Kredit

Merupakan sekumpulan orang, seperangkat pedoman dan alat perlengkapan pengolah data untuk memilih, menyimpan, mengolah dan mengambil kembali data (mengolah data dan bahan) agar dapat menjalankan kegiatan seoptimal mungkin sehingga kemungkinan risiko dalam kelayakan kredit yang akan terjadi dapat diantisipasi atau diminimalisir.

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu

Iqbal (2007) melakukan penelitian mengenai analisis risiko kredit pembiayaan syariah dengan menggunakan metode Creditrisk+ pada BMT Prima Dinar Cabang Tawangmangu, kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Metode kredit Creditrisk+ (MCR+) dapat dijadikan alat perhitungan alternative dalam mengestimasi risiko pembiayaan. Hasil perhitungan dengan metode MCR+ portofolio dapat menjadi informasi yang berguna sebagai evaluasi apakah risiko pembiayaan mampu ditanggung oleh keadaan keuangan perusahaan dan sebagai estimasi potensi kerugian yang akan dihadapi periode berikutnya.

Efendi (2007) meneliti penerapan metode MCR+ dalam pengkuran risiko kredit pada perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor (studi kasus PT. PQR Finance). MCR+ sesuai untuk mengukur risiko kredit pada perusahaan pembiayaan tersebut serta cukup efektif dan praktis dalam penerapannya karena hanya memerlukan data internal berupa jumlah unit kendaraan, jumlah exposure, kolektabilitas, dan recovery rate. Tahapan-tahapan MCR+ yaitu pengumpulan data debitur, penyusunan band, penyusunan exposure default perband, pemgukuran recovery rate, pengukuran severity loss, pengukuran economic capital, back testing, pengujian validitas.

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

3.1.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Bank X umumnya mendapatkan keuntungan berasal dari kredit. Melihat keadaan yang demikian maka Bank X harus memiliki manajemen risiko kredit yang baik dan tepat. Manajemen risiko kredit yang baik tidak mungkin tidak didukung oleh sistem model manajemen risiko yang tepat dan berkelanjutan. Proses manajemen risiko yang berkelanjutan ini sangat membantu Bank X dalam memahami, mengelola, dan mengkomunikasikan risiko.

Dalam sistem ICRR yang digunakan, Bank X telah

mengkelompokkan debitur kreditnya menurut tingkat plafon pinjaman. Setiap kelompok plafon tersebut kemudian dikelompokkan kembali menurut sektor usaha dimana disetiap sektor tersebut terdapat subsektor yang lebih spesifik seperti pada Gambar 6 berikut :

Gambar 6. Pengelompokkan Sektor Kredit (Sumber: Bank X).

Risk Management Group (RMG)

Diatas 2.5 milyar 500 juta – 2.5 milyar

Perdagangan Klasifikasi sektor

Industri

Lainnya Peternakan Perkebunan

Dibawah 500 juta

Berdasarkan Plafon kredit

Credit Risk Market risk

(36)

Seiring dengan perkembangan waktu, pengelompokkan tersebut saat ini semakin berkembang menjadi lebih beragam dan spesifik. Oleh sebab itu perlu dilakukannya pemeriksaan ulang tingkat validitas sistem kelayakan kredit yang dimiliki dari setiap sektor termasuk sektor baru yaitu budidaya pertanian.

Sektor budidaya pertanian merupakan kumpulan dari data debitur dengan plafon dibawah 500 juta yang belum terkelompokkan ke dalam sektor lain yang telah ada. Walaupun begitu, sektor ini telah menggunakan sistem model perhitungan risiko gagal bayar kredit (analisa kredit) yang sama dengan sektor lainnya. Dengan kondisi demikian maka sangat penting bagi Bank X untuk melakukan pengecekan secara berkala ketepatan sistem analisa kreditnya agar dapat melakukan perhitungan atau estimasi tingkat risiko yang lebih lanjut.

Penelitian ini dimulai dengan cleansing data debitur tahun 2004-2006. Cleansing data merupakan proses input data-data historis yang telah ada atau data-data penilaian debitur pada ICRR dicocokkan dengan data penilaian debitur. Data yang telah di cleansing disiapkan menjadi data input SPSS dengan kolektibilitas sebagai variabel bebas y, dan rating tiap borrower dan facility grade sebagai variabel bebas x. Tiap variabel tersebut dikodekan menjadi 0 (lancar) dan 1 (macet). Tiap variabel x dilihat keterkaitanya dengan variabel y atau dalam hal ini kolektibilitasnya. Hasilnya akan terlihat apakah tiap variabel memiliki hubungan yang nyata atau kurang nyata terhadap variabel y tersebut.

Untuk melihat seberapa nyata hubungan variabel x dengan y maka data input tersebut diolah kembali dengan menggunakan regresi logistik. Output pengolahan tersebut akan berupa suatu persamaan matematis, model tersebut kemudian diuji kembali untuk melihat signifikannya. Model matematis yang telah diuji menunjukkan seberapa besar atau penting pengaruh variabel penilaian terhadap

(37)

25

prediksi kemungkinan kelancaran debitur dalam mengembalikan pinjamannya.

Persamaan matematis tersebut dirumuskan ke dalam program

visual basic sebagai model perhitungan. Dalam program tersebut akan

dimasukkan input berupa nilai setiap variabel penilaian debitur pada tahun selanjutnya beserta kolektibilitasnya jika ada (untuk tahun berikutnya). Output dari sistem ini memperlihatkan kemungkinan

macet atau lancar dari setiap debitur yang kemudian akan

dibandingkan dengan data kolektibilitasnya. Hasilnya akan terlihat bahwa model ini dapat digunakan atau tidak pada tahun berikutnya dan persentase tingkat validasinya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema kerangka pikiran penelitian pada Gambar 7 berikut ini:

(38)

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian Tidak Proses Cleansing data Regresi logistik

Pengaruh nilai tiap variabel dengan

kolektibilitas

Uji G, Uji Wald,

Model layak dan signifikan Data kolektibilitas + penilaian debitur Model matematis Reduksi Variabel Perkiraan Kelancaran kredit Tahun berikutnya Data kolektibilitas Debitur Ya Valid ? Data Historis Penilaian debitur Plafon <500 jt, sektor budidaya pertanian

(39)

27

3.1.2. Tahapan Penelitian

Penelitian studi kasus perusahaan dilakukan dengan beberapa tahap penting untuk mendukung keakuratan data dan penjelasan lebih lanjut tentang sistem model manajemen risiko kredit untuk kebutuhan kelanjutan proses penelitian.

Gambar 8. Tahapan penelitian

3.2. Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih berdasarkan kebutuhan peneliti untuk melihat bagaimana penggunaan sistem kelayakan kredit yang telah diterapkan dengan baik oleh suatu bank sehingga dapat meminimalkan risiko kreditnya. Mengingat saat ini manajemen risiko telah dirasakan penting dan memiliki banyak manfaat.

Dengan pertimbangan tersebut maka penelitian dilaksanakan di PT. Bank X, Tbk Jakarta Pusat yang merupakan kantor pusat

Tujuan Penelitian

Konsultasi Pengambilan Data

(Data sekunder perusahaan dan data pendukung lain)

Perumusan Masalah

(konsultasi penelitian, studi pustaka dan penjelasan studi kasus)

Penelitian

(wawancara dengan kepala divisi, manajer ,Staff Ahli Divisi risiko)

(40)

Bank X. Diharapkan peneliti dapat mengkaji secara objektif hal-hal yang berkaitan dengan sistem kelayakan kredit dalam upaya meminimalkan risiko khususnya risiko kredit pada bank tersebut

3.3. Penentuan Data dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian, wawancara dengan staf ahli (seperti : staf dan kepala urusan risiko pada Bank X pusat) yang terkait bidang penelitian. Pengamatan dilakukan langsung ditempat penelitian tepatnya pada Divisi Manajemen Risiko Kredit.

Data sekunder diperoleh dari data internal perusahaan dan studi kepustakaan (buku-buku dan literatur-literatur yang relevan). Data yang diambil juga dapat berupa data–data sekunder dari perusahaan yang bersangkutan, yang dapat berupa laporan–laporan yang masuk ke perusahaan tersebut, buku – buku, koran, jurnal, dan lain sebagainya.

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Terdapat beberapa proses yang harus dilakukan dalam pengolahan data, namun proses tersebut dapat dikategorikan menjadi kuantitatif dan kualitatif. Proses yang bersifat kuantitatif seperti perhitungan secara regresi logistik, uji wald, uji G dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS Versi 13. Berbeda dengan hal tersebut proses yang bersifat kualitatif menggunakan analisa deskriptif. Proses – proses tersebut dapat dikemukakan secara lengkap seperti dibawah ini :

1. Regresi Logistik

Secara umum analisis regresi logistik merupakan suatu teknik pengolahan data untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon. Analisis regresi juga dapat dikatakan sebagai kajian hubungan pengaruh peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu.

(41)

29

Menurut Hosmer dan Lamesow (1989), Regresi Logistik merupakan teknik analisis data yang dapat menjelaskan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kontinu atau kategori. Oleh sebab itu, menurut Greene 1990, apabila peubah respon dalam analisis regresi berupa peubah kategorik dan berskala biner (dicotomous/binary) maka model yang cocok untuk menggambarkan hubungan tersebut adalah model Regresi Logistik.

Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), peubah respon Y yang berkala biner dapat ditulis dengan dua nilai yaitu: Y=1 jika kejadian sukses dan Y=0 jika kejadian gagal, sehingga mengikuti sebaran bernoulli dengan fungsi sebaran peluang :

i i y i y i i

y

Y

f

(

)

(

1

)

1 …... ....(1)

dimana yi= {0,1} dan πi adalah peluang kejadian ke-i bernilai

Y=1. Secara umum model pada regresi adalah

yi

= E( Y | xi

) + ε

i

, -∞ ≤ E( Y | xi

) ≤

+∞

...(2)

dengan εimerupakan komponen acak.

Menurut Liang dan McCullagh (1993), dalam model regresi biner persamaannya sebagai berikut: E (Y | xi ) = πidengan Var (Y |

xi ) = πi (1- πi), sehingga model responnya menjadi yi = πi + εi.

Asumsi yang mendasari model – model regresi biner adalah peubah respon biner yi merupakan peubah yang saling bebas antara satu

dengan lainnya.

Untuk galat εihanya menghasilkan dua nilai yaitu, εi= 1- πi jika yi =

1 dengan peluang πi dan εi = - πi, jika yi = 0 dengan peluang 1 - πi

sehingga εi menyebar binom dengan nilai tengah dan ragam sebagai

berikut (Hosmer dan Lemeshow, 1989):

E (εi ) = (1-πi)πi + (-πi)(1-πi) =

(42)

Var (εi ) = (1-πi)2 πi + (-πi)2 (1-πi) = (πi

)(1-πi)...(4)

Model peluang regresi logistik dengan p faktor (peubah penjelas) adalah: ) ... exp( 1 ) ... exp( ) ( ) ( 1 1 0 1 1 0 p p p p x x x x x x Y E                  ... ...(5)

Transformasi logit dari π(x) adalah:         ) ( 1 ) ( ln ) ( x x x g   ... ....(6)

Dimana komponen g(x) yang merupakan bagian komponen sistematik tersebut, dapat dituliskan dalam fungsi linier dari peubah penjelas : p p

x

x

x

x

g

(

)

0

1 1

2 2

...

... ...(7)

Jika terhadap p peubah bebas dengan peubah ke-j merupakan peubah kategori dengan k nilai, maka diperlukan peubah boneka sebanyak k-1. Maka model transformasi logitnya menjadi:

p p k u ju ju

D

x

x

x

g

j

  1 1 1 1 0

...

)

(

... ....(8) Dimana:

xj = peubah bebas ke-j dengan tingkatan kj

kj-1 = peubah boneka

Bju = Kefisien peubah boneka

U = 1,2,..., kj-1 2. Uji G

Pengujian dilakukan terhadap parameter-parameter model sebagai upaya untuk memeriksa kebaikan model. Uji kebaikan model merupakan suatu pemeriksaan apakah nilai yang diduga

(43)

31

dengan peubah di dalam model lebih baik atau akurat dibandingkan dengan model tanpa peubah tersebut (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Ini berarti pengujian hipotesis statistik dalam

menentukan apakah peubah-peubah bebas dalam model

mempunyai hubungan nyata dengan peubah responnya.

Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), untuk mengetahui peran seluruh peubah-peubah penjelas dalam model secara bersamaan dapat digunakan uji nisbah kemungkinan yaitu uji G. Statistik ujinya berdasarkan hipotesis:

H0= β1 = β2= … = βp= 0

H1= paling sedikit ada satu βj ≠ 0 (j = 1,2,…,p)

Sedangkan rumus umum untuk uji-G:         k L L G 2 ln 0 ... ...(9)

Dengan kriteria uji: < 2

,a

p

 , terima H0

G = ≥ , tolak H2p,a 0

dengan L0= fungsi kemungkinan tanpa peubah penjelas dan Lk=

fungsi kemungkinan dengan peubah penjelas. Statistik G mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas p.

3. Uji Wald

Sedangkan untuk uji nyata parameter secara parsial dapat digunakan uji-Wald. Statistik uji-Wald adalah:

)

(

j j j

s

W

……… (10) Hipotesis: H0= βj = 0 dan H1= βj ≠ 0

(44)

< Z/2 , terima H0

|W| =

Z/2 , tolak H0

dengan ˆ merupakan penduga βj j dan s(ˆ) adalah dugaanj

galat baku dari ˆ. Statistik uji Wald mengikuti sebaran normalj baku.

4. Metode Kualitatif

Menurut Sugiyono (2005), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang sering digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Penelitian ini menggunakan metode ini karena dari metode ini akan diperoleh informasi yang lengkap dan mendalam sehingga diharapkan tujuan dari penelitian akan tercapai. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui proses kegiatan manajemen yang diterapkan, menganalisis dari data yang telah diolah, dan mengetahui pengelolaan sistem kelayakan kredit Bank X.

3.5. Rencana pengembangan Model Program Komputer

3.5.1. Visual Basic

Manurut Krisna D. Octovhiana dalam IlmuKomputer.com,

Visual Basic adalah salah satu bahasa pemrograman komputer.

Bahasa pemrograman yaitu perintah-perintah yang dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Data dan hasil yang telah didapatkan kemudian akan direpresentasikan dengan menggunakan program komputer Visual Basic.

Visual Basic pada dasarnya merupakan salah satu

(45)

33

macam program komputer, khususnya yang menggunakan sistem operasi Windows. Visual Basic adalah salah satu bahasa

pemrograman komputer yang mendukung object (Object

Oriented Programming = OOP).

3.5.2. Pemrograman Berbasis Obyek

Dalam pemrograman berbasis obyek (OOP), terdapat tiga istilah yang mesti dipahami yaitu object, property, method dan

event sebagai berikut :

 Object : Komponen di dalam sebuah program  Property : Karakteristik yang dimiliki object  Method : Aksi yang dapat dilakukan oleh object  Event : Kejadian yang dapat dialami oleh object

Visual Basic juga bersifat event driven progamming.

Artinya dapat diselipkan kode program pada event yang dimiliki suatu obyek. Program akan memberikan “reaksi” sesuai dengan kode-kode program yang dibuat untuk suatu event pada object tertentu.

(46)

4.1. Sejarah Bank X

Bank X adalah bank umum swasta nasional yang didirikan pada tanggal 10 Juli 1970 dan memiliki fokus dan komitmen yang berbeda dengan bank umum lainnya pada saat itu. Pada awalnya Bank X didirikan sebagai bank berbadan hukum Koperasi, yang berkedudukan hukum di Jakarta, berdasarkan Akta Pendirian tertanggal 21 April 1970 dan disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Koperasi No.013/DirJen/Kop/70 tanggal 10 Juli 1970 tentang Pengesahan Koperasi Sebagai Badan Hukum.

Pada kurun waktu antara tahun 1986 sampai dengan 1987, Bank X melakukan penggabungan usaha (merger) dengan beberapa bank berbadan hukum koperasi yang berdomisili dibeberapa daerah, yaitu Bank Koperasi Sulawesi Selatan, Bank Koperasi Propinsi Jawa Barat, Bank Umum Koperasi Kalimantan Selatan, dan Bank Umum Koperasi Kahuripan Pusat Surabaya. Penggabungan usaha tersebut telah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan.

Untuk menegaskan keberadaannya sebagai bank umum, pada tahun 1989 Bank X melakukan perubahan nama dari semula “X” menjadi “Bank X” dan telah disahkan oleh Departemen Koperasi dan didaftarkan dalam Buku Daftar Umum Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi No. 8251 F tanggal 8 Maret 1990.

Pada tahun 1993, Bank X mengubah status badan hukumnya, yang semula berbadan hukum Koperasi menjadi berbadan hukum Perseroan Terbatas dengan nama PT. Bank X, berdasarkan Akta Pendirian No.126 tanggal 25 Pebruari 1993 yang diperbaiki dengan Akta Pembetulan No.118 tanggal 28 Mei 1993. Bank X memasukan seluruh aktiva dan pasiva yang tercatat dalam neraca Bank X sampai dengan tanggal 31 Desember 1992 sebagai setoran modal dari para pendiri Bank X. Akta Pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik

(47)

34

Indonesia dan telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 64 tanggal 10 Agustus 1993, Tambahan No.3633. Bank X memperoleh ijin sebagai bank devisa, berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 2 Desember 1996 No.29/135/KEP/D yang berlaku efektif sejak 1 Januari 1997.

4.2. Visi dan Misi Bank X

Fokus utama Bank X ini adalah segmen UMKMK, dan saat ini terus mengembangkan diri dengan masuk ke segmen Komersial dan Konsumer. Fokus ini terlihat dari penjabaran misi Bank X untuk mencapai visi utamanya yaitu menjadi bank yang terpercaya dalam pelayanan jasa keuangan. Dalam kegiatan opersional bisnisnya Bank X memiliki misi yang dilihat dari dua segi aspek lingkungan, yaitu ekternal dan internal perusahaan. Dari segi eksternal, Bank X memiliki misi “customer

oriented” dan “agent of development”, sedangkan dari segi internal, Bank

X memiliki misi sebagai“business body”. Adapun misi Bank X yaitu: 1. “Customer- Oriented” (orientasi debitur)

Dalam mengutamakan debitur sebagai konsumennya Bank X memiliki misi memberikan pelayanan yang terbaik kepada debitur.

2. “Agent of development”

Bank X sebagai bank pembangunan membantu pemerintah dengan berperan dalam pengembangan koperasi dan usaha kecil.

3. “Business body”

Untuk internalnya Bank X memiliki misi yaitu meningkatkan nilai tambah investasi pemegang saham dan kesejahteraan karyawannya.

Sejalan dengan misinya tersebut maka untuk meningkatkan pelayanannya pada sektor koperasi dan usaha kecil, Bank X pada tahun 1997 membangun jaringan micro-banking yang diberi nama Swamitra.

Swamitra merupakan program kemitraan antara Bank X dengan lembaga keuangan mikro dan koperasi. Swamitra ini terus berkembang sehingga saat ini Swamitra telah beroperasi sebanyak 453 kemitraan yang tersebar ke pelosok Indonesia.

(48)

Adapun Prinsip-prinsip Bank X adalah sumber daya manusia yang tepat dan berkualitas adalah aset utama perusahaan, menghargai peran individu dan mengembangkan kerjasama, bekerja secara disiplin, profesional dan menjunjung integritas, motivasi dan kompetensi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang optimal, proses pembelajaran yang baik akan meningkatkan daya saing individu dan organisasi, proses kerja yang prima akan menghasilkan produk dan layanan yang terbaik, terhadap kinerja terbaik layak diberikan penghargaan terbaik. Filosofi Bank X adalah menjadi bagian dari aset nasional, memberikan nilai tambah bagi

stakeholder, memberikan layanan terbaik bagi nasabah. Nilai-nilai dasar

Bank X adalah fokus pada nasabah, integritas, disiplin, kompetensi dan kerjasama.

4.3. Organisasi Perusahaan

Saat ini Bank X melakukan kegiatan usaha melalui beberapa Direktorat dan Kelompok bisnis. Direktorat yang bertanggung jawab atas bisnis terdiri dari tiga direktorat yaitu Direktorat Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi; Direktorat Komersial dan Direktorat Konsumer. Disamping ketiga Direktorat tersebut, Bank X juga memiliki tiga Direktorat penunjang yaitu Direktorat Manajemen Risiko, Kepatuhan dan Pengembangan SDM; Direktorat Keuangan dan Perencanaan serta Direktorat Pelayanan dan Distribusi. Organisasi perusahaan yang terdapat di Bank X yaitu :

1 Board of Commissioners ( BOC ) yang terdiri dari komisaris utama, 2

komisaris, dan 3 komisaris independen.

2 Board of Director ( BOD ) yang terdiri dari Direktur Utama, Direktur

Keuangan & Perencanaan, Direktur Pelayanan & Distribusi, Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan & Pengembangan SDM, Direktur Konsumer, Direktur Komersial, Direktur Usaha Mikro, Kecil, Menengah & Koperasi.

4.4. Produk dan Kantor cabang

Seiring dengan meningkatnya permintaan dan persaingan dalam pelayanan debitur, maka sistem pelayanan Bank X merambah ke segmen

(49)

36

komersial dan konsumer. Saat ini segmen pilar bisnis Bank X tersebut dapat dilayani dengan sistem konvensional dan syariah yang terhubung secara real time on-line di 22 provinsi seluruh Indonesia. Adapun kantor yang dimiliki Bank X yaitu:

a. 1 kantor pusat yang terdapat di Jakarta Pusat. b. 40 kantor cabang (termasuk lima cabang syariah).

c. 82 kantor cabang pembantu (termasuk dua KCP syariah). d. 120 kantor kas dan 35 payment points .

e. 295 ATM.

f. Bank X bekerjasama dengan Koperasi mendirikan 489 unit Swamitra yang berlokasi di seluruh wilayah Indonesia.

Dari segi penghimpunan dan penyaluran dana, Bank X memiliki produk yang berupa:

a. Simpanan

Produk simpanan yang ditawarkan yaitu Giro X, Giro Smarta, SiAga

Dollar, Tabungan SiAga X, Tabungan Rencana X, Manfaat

Pendidikan, Manfaat Multiguna, Deposito Rupiah Umum, Deposito Rupiah Merdeka, Deposito Dollar, dan Deposito On Call

b. Kredit Konsumer : kredit mobil X, KPR X, kredit serba guna. c. Kredit Usaha Mikro dan Kecil

Kredit ini meliputi Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3), Kredit kepada KUKM dengan Pola Dana Penjaminan, Kredit Ketahanan Pangan, Kredit Ketahanan Pangan Khusus Tanaman Tebu, Kredit Ketahanan Pangan Tebu Rakyat, Kredit Pundi, Kredit Sudara, Kredit K3A, Multiguna K3A, Oto K3A, Griya K3A, Skim UKM Rekanan, Skim Hiswana Migas, Skim Alat Berat, Skim Pembiayaan Gula, Kredit Pengadaan Beras kepada Rekanan Perum Bulog, dan Kredit Pemilikan Kendaraan untuk Usaha (KPKU).

d. Kredit Komersial: kredit modal kerja, kredit investasi, kredit sindikasi. e. Mikro banking, dalam hal ini adalah swamitra.

f. Trade Finance Services

Gambar

Tabel 2. Suku bunga kredit bank umum, Sumber : Bank Indonesia SUKU BUNGA KREDIT BANK UMUM 2007 (% PER TAHUN)
Gambar 1. Perkembangan BI Rate 2007 Sumber : BI
Gambar 2. Proporsi Usaha UKM yang menjadi debitur Bank X 2006.
Gambar 3. Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis ini bertujuan untuk mencari solusi alternatif desain rancangan yang ada kaitannya dengan pencapaian/akses view dari dalam ke luar. Memberi sculpture utama yang

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang usaha awalnya untuk mengumpulkan data penyusunan skipsi ini

Namun demikian, produk samping yang dihasilkan, baik yang berasal dari tanaman (I SHIDA dan H ASSAN , 1997) maupun pengolahan kelapa sawit (W AN Z AHARI et al ., 2003)

Tujuan tersebut di atas, dicapai melalui kegiatan – kegiatan di lingkungan sekolah (intramural) dan di luar sekolah (ekstramural) sebagai upaya memperkuat proses

Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) tidak dapat begitu saja ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan, karena mengandung bahan yang dapat membahayakan

instrumen kebijakan baru sebagai hasil dari perubahan kebijakan. Jika dikaitkan dengan inovasi ini, dapat dilihat dari segi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

Table 5 shows that the Adjusted Odds ratios between underweight and normal weight and its predictors shows that it was not in fl uence by rural- urban area, while the older they

1) Sebelum menyetujui untuk membiayai penyelesaian Transaksi Marjin, petugas kredit di bagian pesanan dan perdagangan Perusahaan Efek harus memastikan telah tersedia sejumlah