Dahsyatnya Energi Iman Yang Benar
Abdullah bin Fahd As-Sallum
Penerjemah
Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag.
Penerbit
PENGANTAR PENERJEMAH
Alhamdulillah. Setelah selesai menerjemahkan buku "Kuburan Agung" karya Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi, maka pada tanggal 4 Juli 2004, saya dapat menyelesaikan terjemahan buku "Dahsyatnya Energi Iman Yang Benar". Dan sepulang dari mengisi daurah untuk guru-guru Tauhid di Pondok Pesantren Modern Al-Kautsar
Riau, pada 17 Juli 2004, saya dapat mengoreksi dan merampungkannya. Alhamdulillah.
Buku yang berjudul asli Idza Shabhal Iman ini, kehadirannya sangat berarti bagi
kita dan masyarakat Islam. Sebab, dangkalnya iman dan gerakan pendangkalan iman sudah menjadi fenomena. Padahal iman yang kuat dan benar adalah syarat mutlak bagi kemenangan kaum muslimin dan bagi kedamaian dunia Akhirat. Allah berfirman,
َنيِنِمْؤُّم مُتنُك فِإ َفْوَلْعَلأا ُمُتنَأَو اوُنَزْحَت َلاَو اوُنِهَت َلاَو
`Janganlah kamu hersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. "(QS Ali Imran 3:139).
َنيِنِمْؤُّم ٍـْوَػق َروُدُص ِفْشَيَو ْمِهْيَلَع ْمُكْرُصنَيَو ْمِىِزْخُيَو
`Dan Allah akan menghinakan mereka dan menolongkamu terhadap mereka, serta
melegakan hati orang-orang yang beriman. "(QS At-Taubah 9:14).
َلَع اِّقَح َفاَكَو
َنيِنِمْؤُمْلا ُرْصَن اَنْػي
`Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (QS Ar-Ruum 30:47).
َنيِنِمْؤُمْلِلَو ِوِلوُسَرِلَو ُةَّزِعْلا ِوَّلِلَو
`Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin. "(QS Al-Munaafiqun 63:8).
نِكػَلَو ِضْرَلأاَو ِءاَمَّسلا َنّْم ٍتاَكَرَػب مِهْيَلَع اَنْحَتَفَل ْاوَقَّػتاَو ْاوُنَمآ ىَرُقْلا َلْىَأ َّفَأ ْوَلَو
أَف ْاوُبَّذَك
اَنْذَخ ََ
َفوُبِسْكَي ْاوُناَك اَمِب مُى
`Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS Al-A'raf 7:96)
ُلِمَعَو ْمُكنِم اوُنَمآ َنيِذَّلا ُوَّللا َدَعَو
اَمَك ِضْرَلأْا يِف مُهَّػنَفِلْخَتْسَيَل ِتاَحِلاَّصلا او
نّْم مُهَّػنَلّْدَبُيَلَو ْمُهَل ىَضَتْرَا يِذَّلا ُمُهَػنيِد ْمُهَل َّنَنّْكَمُيَلَو ْمِهِلْبَػق نِم َنيِذَّلا َفَلْخَتْسا
نَمَو ،اًئْيَش يِب َفوُكِرْشُي َلا يِنَنوُدُبْعَػي ،اًنْمَأ ْمِهِفْوَخ ِدْعَػب
ُمُى َكِئَلْوُأَف َكِلَذ َدْعَػب َرَفَك
َفوُقِساَفْلا
`Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap meyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. "(QS An-Nur 24:55)
Oleh karena, itu, membetulkan iman, memperbaharui iman, memupuk iman, dan meningkatkan iman adalah suatu keniscayaan. Semoga buku ini bermanfaat dan iman kita kian meningkat dan menguat. Semoga sernua yang terlibat memiliki andil dalam menyebarkan buku ini diberi pahala oleh Allah dan dibalas dengan balasan yang berlipat ganda, terutama adik saya Wahyu Tri Widakdo, yang telah bersedia mengetik naskah ini.
PENGANTAR PENULIS
Segala puji bagi Allah yang bersendirian dalam keagungan dan kesempurnaan, yang suci dari para sekutu, mitra dan padanan. Saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah Yang Maha Esa tanpa ada sekutu bagi-Nya. Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya yang telah merealisasikan
Tauhid, bertawakkal kepada Tuhannya, yang hidup dengan hakikat-hakikat iman di
dalam hatinya, yang meluap atas seluruh anggota badannya, sehingga dengannya ia berinteraksi dengan Tuhannya dan berbuat jujur terhadap seluruh umat manusia yang mukmin dan yang kafir.
Berikut ini adalah pembahasan tentang buah iman dan pengaruhnya terhadap pribadi dan masyarakat, serta konsekuensi-konsekuensi dari bertambah dan berkurangnya iman kaum mukminin dalam kehidupan mereka, yang privasi maupun yang umum di tengah-tengah publik.
Amal-amal itu berbeda-beda keutamaannya berdasarkan perbedaan yang ada di dalam hati. Oleh karena itu saya memilih tema ini setelah saya menyaksikan dalam kehidupan kita fenomena-fenomena lemahnya iman. Meskipun tetap shalat, zakat, puasa, haji, dan bertaqarrub kepada Allah dengan berbagai macam amalan sunnah. Meskipun ada semangat untuk agama ini dan ada minat dalam kebaikan.
Kita sangat membutuhkan muraja'ah (introspeksi) secara besar-besaran serta
pembicaraan yang mendalam dan intens tentang amalan hati dan pembaharuan iman. Karena ibadah-ibadah ini pada banyak orang belum berfungsi untuk menyucikan jiwa dan membersihkan hati. Ibadah--ibadah tadi lebih didominasi oleh unsur tradisi (rutinitas) dan bentuk lahiriahnya. Belum berpengaruh dalam perilaku, untuk menahan hawa nafsu, atau sebagai penghalang dari perbuatan maksiat. Belum mengingatkan kepada rasa takut dan harapnya kepada Allah.
Penyakit yang sangat berbahaya dalam masalah lemahnya iman adalah dominasi kepentingan nafsu yang menginginkan kedudukan dan posisi tinggi (di dunia), popularitas dan sanjungan, tidak rnau mengakui kesalahan, sibuk mengurusi orang lain - tidak mengurusi dirinya - ingin agar mereka bersabar mencari pahala dan segala perkara-perkara terpuji tanpa menginginkan hal itu untuk dirinya sebagai amalan yang riil. Fenomena lemahnya iman sudah banyak sekali, terjadi dan makin bertambah banyak karena faktor lalai jauh dari introspeksi dan dari perenungan Al-Qur'an dan Sunnah.
Sesungguhnya generasi shahwah (kebangkitan) yang diberkahi ini baik dari
pokok-pokok iman serta pendalaman dan pengamalannya dalam diri dan kehidupannya. Agar ia menjadi aqidah ilmiah dan amaliah; menempati posisi tertinggi di dalam hati. Agar ma'rifat tentang Allah dan hak-hak-Nya sebagai pemuliaan dan
pengagungan benar-benar menjadi ma'rifat yang sejati. Dan agar hati benar-benar
tunduk menghamba kepada Allah sesuai dengan konsekuensi nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Begitu pula iman kepada malaikat, yang adalah satu jenis makhluk Allah yang diciptakan khusus untuk beribadah hanya kepada-Nya. Allah berfirman,
َفوُرُػتْفَػي َلا َراَهَّػنلاَو َلْيَّللا َفوُحّْبَسُي
`
Mereka selalu bertasbih madam dan siang tiada henti-hentinya." (QS Al-Anbiya' 21:20)
Para malaikat diciptakan dengan berbagai macam tugas. Di antara mereka ada yang bertugas menjaga manusia, mencatat kebaikan dan keburukan. Ada yang menjaga Surga dan menjaga Neraka. Yang paling mulia di antara mereka adalah Jibril
a.s., yang bertanggungjawab tentang wahyu sebagai syarat bagi kehidupan hati. Di
antara mereka ada Israfil yang bertugas meniup sangkakala. Begitu pula iman kepada hari Akhir dan mengingat-ingingat kedahsyatannya. Allah berfirman,
َنيِمَلاَعْلا ّْبَرِل ُساَّنلا ُـوُقَػي َـْوَػي
"(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?" (QS Al-Muthaffifn 83:6)
Hari Akhir adalah hari dibebernya aib orang-orang yang berbuat kejahatan dan
kesombongan, hari di mana setiap orang akan berkata, "nafsi... nafsi (diriku... diriku)",
kecuali Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam yang memberikan safaat di sisi
Tuhannya.
Begitu pula iman kepada kitab-kitab, di antaranya adalah Al-Qur'an yang mulia, Taurat, Injil, Zabur serta Shuhuf Ibrahim dan Musa.
Termasuk pula iman kepada Takdir; yang baik dan yang buruk, yang manis dan yang pahit. Yaitu seorang hamba mengetahui dan meyakini bahwa segala sesuatu itu telah terjadi atau akan terjadi di alam semesta ini berdasarkan keputusan dan ketentuan Allah, tidak ada sesuatu apapun yang keluar dari takdir atau ketetapan Allah dalam penciptaan ini.
Ringkasnya apabila kita menghidupkan aqidah dalam hati, maka kita harus mewujudkan makna-maknanya dan menampakkan pengaruhnya dalam perilaku kita, sehingga akan membuahkan kehidupan hati. Dari sinilah ibadah kita akan memiliki pengaruh yang sangat efektif, menggerakkan untuk menanggung beban Akhirat, serta merasakan aura suasana bertatap muka di hadapan Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi.
Adapun jika melakukan kebaikan dan tarbiyah hanya sekedar semangat dan
emosi serta mencukupkan diri dengan adab-adab dan sunnah semata, maka ini adalah kekurangan yang nyata, apa lagi pondasinya lemah. Kita perhatikan ada orang yang memiliki ilmu teoritis yang banyak, tetapi kelemahannya di bidang amal dan sangat nyata. Ada orang yang hafal Al-Qur'an 30 juz, tetapi ia lemah dalam shalat dan banyak tidak mengetahui dasar--dasar ilmu aqidah dan ibadah. Kita juga mendapatkan ada orang yang hafal aqidah Qadha' dan Qadar, akan tetapi realitas amalnya jauh dari
pemahaman aqidah tersebut. Ada orang yang hafal adzkar, akan tetapi tidak memiliki
bagian apapun dari wiridnya yang rutin tiap hari, sehingga ia tidak merasakan khusyu'
dan ketenangan. Barangsiapa mengulang-ulangnya tapi tidak merenungkannya dan
tidak merasakan manisnya maka adzkar itu tidak berpengaruh apapun dalam
kehidupan hati dan ruhnya.
Kita juga mendapati orang yang banyak bicara, sedikit beramal, suka mengkritik orang lain, sementara ia kurang mengurusi diri dan keluarganya. Ada orang yang menceritakan ibadahnya, ilmunya, amalnya, keunggulan-keunggulannya dan segala yang menyenangkan hatinya, akan tetapi ia melalaikan masalah ikhlas, terhapusnya
amal dan faktor-faktor yang mendorong riya', sum’ah, ujub dan idlal
(mengungkit-ungkit amal atas Allah).
Kita juga menjumpai orang yang mengetahui penyakit-penyakit amal dan perkara-perkara ibadah yang tidak diketahui oleh banyak orang, akan tetapi ia lupa atau pura-pura lupa tentang penyakit-penyakit hati dan racun-racun jiwa dan lain sebagainya dari berbagai fenomena yang bermuara pada iman yang lemah.
Tidak benar sama sekali apabila tarbiyah terhadap generasi muda ini didasarkan
pada contoh orang-orang yang lemah iman dalam program dan aktivitasnya. Sebagaimana tidak dibenarkan jika pendidikan itu semuanya berbentuk menyatukan
hati, menyenangkan jiwa dan meninggalkan "pembangunan" yang serius untuk para
kader yang mumpuni. Misalnya dengan membiarkan mereka dengan alasan menyesuaikan kondisi orang-orang yang lemah dan pemalas. Jadi tidak benar mengesampingkan kualitas dikarenakan sibuk memperhatikan kuantitas. Oleh karena
itu para murabbi (pendidik) harus menambah di samping mengoptimalkan pendidikan
keimanan (ilmiah) dan pendidikan amaliah.
H Definisi Iman
H Pengertian Iman
H Renungan bersama Rasul Shallalahu ’Alaihi wa Sallam yang Telah Mendidik Para
Sahabatnya yang Agung
H Menyoroti Kondisi Iman Kita
H Urgensi Iman
H Nikmat Iman
H Apabila Iman Sudah Benar
H Taman Orang Mukmin
H Di antara Perusak Iman
H Sarana-Sarana Pendidikan Keimanan
H Penutup. Pengantar Penerjemah Pengantar Penulis Daftar Isi Definisi Iman Penjabaran Iman
Renungan bersama Rasul Sang Murabbi Bagi Para Sahabatnya yang Agung
Menyoroti Kondisi Iman Kita Urgensi Iman
Nikmat Iman
Apabila Iman Sudah Benar
Pertama : Muhasabatun Nasii (Introspeksi Diri)
Kedua : Zuhud dalam Urusan Dunia
Ketiga : Memperhatikan Amalan Had
Keempat : Jujur Dalam Persaudaraan
Kelima : Mencari Ridha Allah
Keenam : Dzikir Kepada Allah
Ketujuh : Bergantungnya Hati Kepada Allah
Kedelapan : Melaksanakan Dakwah Kepada Allah
Kesembilan : Mengosongkan Diri Dari Selain Allah
Kesepuluh : Menegakkan Hakikat Shalat
Kesebelas : Mengagungkan Allah
Keduabelas : Menuju Perkampungan Orang-Orang Yang Bertakwa
Ketiga belas : Merenungkan Al-Qur'an Yang Mulia
Keempat belas : Ridha Terhadap Putusan Takdir
Kelima belas : Kemenangan Atas Para Musuh
Ketujuh belas : Kecukupan Yang Diberikan Oleh Allah Untuk Hamba-Nya
Kedelapan belas : Kecintaan Allah Kepada Hamba-Nya
Kesembilan belas : Ilmu Yang Bermanfaat
Keduapuluh : Bersyukur
Taman Orang-orang Mukmin Di antara Perusak Iman
Perbedaan Antara Kibr dan Ujub Sarana-Sarana Pendidikan Keimanan
Dahsyatnya Energi Iman Yang benar
Abdullah bin Fahd As-Sallum
DEFINISI IMAN
Secara etimologi, iman berarti tashdiq (membenarkan). Allah Azza wa Jalla
berfirman tentang saudara-saudara Yusuf:
....
َنيِقِداَص اَّنُك ْوَلَو اَنّْل ٍنِمْؤُمِب َتنَأ اَمَو
`Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar. "(QS Yusuf 12:17).
Iman juga bermakna ta’min (mengamankan). Allah Azza wa Jalla berfirman,
ٍؼْوَخ ْنّْم مُهَػنَمآَو ٍعوُج نّْم مُهَمَعْطَأ يِذَّلا
"Yang telah memberi makanan kepada mereka untk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. " (QS Quraisy 106:4).
Secara terminologi, arti iman menurut para ulama adalah:
"Ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati dan pengamalan dengan anggota
badan, yang bertambah karena ketaatan dan berkurang karena perbuatan maksiat".
Pokok-pokok keimanan disebut dengan istilah rukun iman, ada enam yaitu: Iman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepadapara
Rasul-Nya, kepada hari Akhir serta takdir-Rasul-Nya, yang baik dan yang buruk. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
ْوَػيْلاَو ِوّللاِب َنَمآ ْنَم َّرِبْلا َّنِكػَلَو ِبِرْغَمْلاَو ِؽِرْشَمْلا َلَبِق ْمُكَىوُجُو ْاوُّلَوُػت فَأ َّرِبْلا َسْيَّل
ِِ َكِِآئَمْلاَو ِرِخآخا ِـ
`Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi semngguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, Malaikat Malaikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi. "(QS Al-Baqarah 2:177).
Sedangkan dalil takdir adalah finnan Allah Azza wa Jalla:
ٍرَدَقِب ُهاَنْقَلَخ ٍءْيَش َّلُك اَّنِإ
`Sesungguhnya Kami menciptakan setiap sesuatu menurut ukuran. " (QS Al-Qamar 54:49)
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
ْلَأ
ِهّْرَشَو ِهِرْيَخ ِرَدَقْلاِب َنِمْؤُػتَو ِوِلُسُرَو ِوِبُتُكَو ِوِتَكِِ َلاَمَو ِلله اِب َنِم ْؤُػت ْفَأ ُفاَمْي
Iman itu adalah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, dan engkau beriman dengan takdir, yang baik dan yang buruk. "(HR. Muslim)
PENJABARAN IMAN
Iman adalah ketika seorang hamba itu beriman kepada Rabb-nya dengan
keimanan yang merasuk di dalam dirinya. Ia meyakini bahwa Allahlah yang telah menciptakannya dan mewujudkannya dari ketidaan. Dia akan mengembalikannya kepada-Nya guna menghitung amal perbuatannya dan mendirikannya di hadapan-Nya. Mukmin meyakini bahwa amal dan rizki semuanya berada di tangan Allah, dan bahwasanya seseorang itu tidaklah mati hingga sempurnalah rizki dan ajalnya.
Dia meyakini, apa saja yang ditulis akan mengenainya pasti tidak akan meleset daripadanya, dan apa saja yang ditulis akan meleset dari dirinya pasti tidak akan menimpanya. Bahkan seandainya seluruh manusia berkumpul (bersepakat) untuk memberikan suatu kemanfaatan kepadanya, niscaya mereka tidak akan dapat memberikan manfaat apapun, kecuali sebatas apa yang telah ditetapkan untuknya. Sebaliknya, seandainya mereka bersepakat untuk membahayakannya dengan suatu marabahaya, maka mereka tidaklah dapat membahayakannya, kecuali dengan sesuatu yang telah Dia tetapkan atasnya.
Seorang mukmin meyakini bahwa Allah adalah Penolong dan Pembelanya, Pemberi petunjuk ke jalan kebenaran atau jalan kesesatan. Dia adalah Pemberi musibah dan kesembuhan, mengetahui yang tersembunyi dan yang nyata, mengetahui ketakwaan dan keburukannya. Mengimani bahwa hati para hamba itu berada di antara dua jari jemari Allah Yang Maha Rahman. Dia membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Mengimani bahwa Allah itu Pemilik kerajaan langit dan bumi, di tangan-Nya lah kendali segala urusan. Mengimani bahwa Dia mengetahui yang rahasia dan
yang lebih tersembunyi lagi. Dia Yang Maha Suci mengetahui apa yang telah terjadi dan apa saja yang belum ada, bagaimana seandainya dia ada, dan seterusnya dari berbagai macam sifat-sifat Allah yang tinggi, nama-nama-Nya yang indah dan perbuatan-perbuatan-Nya yang agung sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
Seorang mukmin hendaknya menghadap kepada Rabb-nya dengan segenap
hatinya, anggota tubuhnya, gerak dan diamnya, langkah-langkah dan detik-detik
kehidupannya. Dalam kesendirian dan keramaian, dalam kesepian dan
kebersamaannya dengan yang lain. Kembali kepada-Nya, mengkonsentrasikan pikiran dan maksudnya untuk mencari ridha-Nya. Beribadah kepada-Nya untuk menginginkan wajah-Nya.
Sebaliknya, berpaling secara total dari segenap makhluk, tidak mengharapkan mereka, sungkan kepada mereka, menjilat mereka, mengadu kepada mereka, mengandalkan mereka, dalam masalah kecil maupun besar. Bahkan hatinya senantiasa terhubung dengan Tuhannya, berlindung kepada-Nya dan bergantung kepada-Nya.
Apabila seorang mukmin hidup dengan perasaan ini, maka dia pasti cinta ibadah, merasakan kelezatan berdzikir, berdoa dan bermunajat, sehingga dunia menjadi kecil dalam dirinya, dan segala urusan duniawi menjadi mudah, apakah dunia datang kepadanya atau ia terhalangi dari dunia. Dia akan terbebas dari penyakit kikir dan pelit
serta bisikan-bisikan nafsu yang langsung memerintah kepada keburukan. Dia akan
terlepas dari was-was setan, manusia dan jin. Dengan perasaan inilah dia bertolak
menuju tawakkal kepada Allah, maka diapun menyuarakan yang benar karena Allah. Ia
tidak peduli dengan cemoohan orang yang mencemooh di manapun berada dan dengan siapapun dia berhadapan. Dia akan terdorong untuk beramal di jalan Allah secara penuh, tidak mengenal lelah dan tidak ingin berhenti. Tidak menemani orang -orang yang malas karena sibuk dengan urusan dunia dan syahwatnya, serta kepentingan-kepentingan pribadinya.
Sesungguhnya, apabila iman itu telah menyentuh hati dan pemiliknya, untuk
wala' (loyal) kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan berbeda dengan yang lainnya. Pengaruhnya akan terlihat dalam dirinya dan dengannya dia akan selamat dari godaan kehidupan dan para pembegal jalan. Tanpa iman yang benar dan jujur, semua senjata
dan persiapan akan menjadi sia-sia .
Dengan iman, rintangan akan hilang, krisis akan terkikis, mara bahaya akan sirna. Dengan iman pula kemenangan orang mukmin akan tiba dan menjadi baiklah segala
urusannya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
َنيِنِمْؤُمْلا ُرْصَن اَنْػيَلَع اِّقَح َفاَكَو
`Dan Kami selalu berkewajiban monolong orang-orang yang beriman." (QS Ar-Rum 30:47).
Sungguh banyak dan beragam sifat orang-orang mukmin di dalam Al-Qur'an dan
Sunnah yang menjelaskan baiknya kondisi dan ketinggian maqam mereka. Allah selalu
bersama mereka, tidak akan mengecewakan harapan mereka, dan tidak akan menyia-nyiakan mereka. Dia akan membalas mereka dengan balasan yang terbesar, di dalam negeri kemuliaan-Nya, menikmati wajah-Nya Yang Mulia di dalam Surga-surga
kenikmatan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
ِرُوُّػنلا ىَلِإ ِتاَمُلُّظلا َنّْم مُهُجِرْخُي ْاوُنَمآ َنيِذَّلا ُّيِلَو ُوّللا
`Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)." (QS Al-Baqarah 2:257).
RENUNGAN BERSAMA RASULULLAH SHALLALAHU ’ALAIHI WA SALLAM, SANG MURRABI BAGI PARA SAHABATNYA YANG AGUNG
Rasul telah mendidik para sahabatnya dengan pendidikan keimanan yang benar. Allah mengumpulkan untuk Rasul sifat-sifat keindahan dan kesempurnaan yang paling tinggi, makna-makna kebaikan yang paling dalam dan juga sifat ihsan. Maka barangsiapa melihat beliau pasti segan, dan barangsiapa bergaul dengan beliau pasti menyukainya. Orang yang menceritakan sifat beliau pasti mengatakan, "Saya belum pernah dan tidak akan pernah melihat orang seperti beliau". Maka rasa cinta sejati segera dilayangkan kepada beliau, semua jiwa dan hati akan tertambat kepada beliau.
Karenanya beliau adalah teladan bagi para sahabatnya dalam hal ibadah, mu'amalab,
dakwah dan segala gerak-geriknya.
َل َفاَك ْدَقَل
ٌِ َنَسَح ٌةَوْسُأ ِوَّللا ِؿوُسَر يِف ْمُك
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. "(QS Al- Ahzab 33:21).
Buah pendidikan yang serius dan benar ini - termasuk ucapan amal dan niat- mengubah jiwa para sahabat menjadi jiwa yang sangat menakjubkan, karena iman yang luas dan yang hidup ini. Bila seorang dari mereka telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka berubahlah kehidupannya seratus delapan puluh derajat. Iman merasuk ke dalam lubuk hati dan sumsumnya, mengalir dalam aliran ruh dan darahnya, meluap di dalam akal dan hatinya.
Pendidikan Nabawi itu menjadikannya sebagai laki-laki yang tidak sama dengan sebelumnya. Dari dirinya tampak aroma iman, kebaikan, keyakinan, kesabaran dan keberanian. Darinya lahir perbuatan dan perilaku luar biasa yang mencengangkan akal
dan sejarah akhlak manusia. Dalam dirinya tumbuh macam-macam rasa takut (khaif
khasyyah, rahbah) kepada Allah.
Para sahabat, anak didik Rasul, telah menyertai Nabi Shallalahu ’Alaihi wa Sallam
Sang teladan dan murabbi dalam peperangan sebanyak 27 kali dalam kurun waktu
sepuluh tahun. Dan mereka keluar untuk menghadapi musuh karena perintah gurunya sebanyak lebih dari seratus kali.
Juru bicara mereka, Sa’ad ibn Mu'adz r.a. menuturkan tentang dirinya dan tentang orang-orang Anshar sebelum perang Badar,
"Sesungguhnya saya berbicara mewakili orang-orang Anshar dan menjawab atas nama mereka, maka berangkatkanlah kami ke mana anda menghendaki. Hubungilah orang yang anda kehendaki. Putuslah orang yang anda kehendaki. Ambillah dari harta kami apa yang anda kehendaki. Berikanlah kepada kami apa yang anda kehendaki. Apa yang anda ambil adalah lebih kami sukai daripada apa yang anda tinggalkan. Apa saja yang anda perintahkan, maka kami hanya mengikut perintah anda. Demi Allah seandainya anda berjalan hingga mencapai Bark dari Ghimdan pasti kami berjalan mengikuti anda. Seandainya anda menawarkan kepada kami untuk menyeberangi lautan ini, niscaya kami menyeberangi bersama anda. "(HR. Ibn Abi Syaibah). 
Dengan kualitas iman seperti ini, para sahabat yang agung itu merasakan urusan dunia mereka, dan musibah yang menimpa anak-anak, istri dan diri mereka begitu ringan. Lalu turunlah ayat-ayat Al-Qur'an dengan hal-hal yang belum biasa mereka lakukan dan perintah-perintah yang pelaksanaannya berat atas nafsu menyangkut harta, jiwa, anak dan keluarga.
Mereka telah masuk Islam secara keseluruhan, dengan hati, anggota badan dan
jiwa mereka. Mereka tidak menentang Rasul setelah jelasnya petunjuk bagi mereka. Mereka tidak merasa berat dengan semua yang telah Rasul putuskan. Mereka tidak meminta alternatif lain setelah Rasul memerintah atau melarang. Bagian setan telah keluar dari diri mereka. Demikian pula bagian nafsu telah keluar dari dalam diri mereka.
Mereka di dunia ini telah menjadi orang-orang Akhirat. Tidak susah karena musibah, tidak sombong karena nikmat dan tidak sibuk karena miskin. Mereka tidak menginginkan kesombongan di muka bumi, juga tidak kerusakan. Ketika mereka dalam
Zadul Ma'ad, 3/173 (Al Arna'uth berkata, diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dalam As-Sirah, 1/625 tanpa sanad, diriwayatkan oleh Ibnu Katsir, 2/395 semisalnya dan dia nasabkan kepada Ibnu Mardawaih dan jalur Muhammad bin Amr bin Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi dari bapaknya dari kakeknya secara mursal. Kepada dinasabkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 7/224 kepada IbnuAbi Syaibah.
keadaan seperti ini, Allah menundukkan untuk mereka sayap-sayap bumi, dan mereka dengan izin Allah menjadi para penunjuk jalan bagi kemanusiaan. Menjadi pelindung bagi dunia dan para da'i yang mengajak kepada agama Allah. Rasul menjadikan mereka sebagai pemimpin umat sesudahnya. Beliau tutup usia, kembali kepada Allah dalam
keadaan tenang dan tersenyum.
Berikut ini ringkasan tentang kondisi mereka bersama Rasulullah Shallalahu ’Alaihi
wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berffirman,
َع ءاَّدِشَأ ُوَعَم َنيِذَّلاَو ِوَّللا ُؿوُسَّر ٌدَّمَحُّم
ِوَّللا َنّْم ًلاْضَف َفوُغَػتْبَػي اًدَّجُس اًعَّكُر ْمُىاَرَػت ْمُهَػنْػيَػب ءاَمَحُر ِراَّفُكْلا ىَل
اًناَوْضِرَو
،
ِدوُجُّسلا ِرَثَأ ْنّْم مِهِىوُجُو يِف ْمُىاَميِس
'Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. "(QS Al-Fath 48:29).
Inilah Urwah ibn Mas'ud yang menceritakan kondisi para sahabat bersama Rasul setelah mereka pulang dari Hudaibiyah sebagai utusan dari orang Quraisy untuk berunding,
"Kaum macam apa mereka ini? Demi Allah aku telah banyak menghadap para raja sebagai utusan, menghadap Kisra (Persia), Kaisar (Romawi) dan Negus (Ethiopia, Habasyah). Demi Allah aku tidak pernah melihat raja yang diagungkan oleh para sahabatnya seperti para sahabat Muhammad mengagungkan Muhammad. Demi Allah dia tidak mengeluarkan ingus melainkan ditangkap oleh tangan seorang dari mereka lalu dia usap-usapkan pada wajah dan kulitnya. Apabila dia memerintahkan kepada mereka, mereka bergegas melaksanakannya. Apabila dia wudhu, mereka hampir berperang memperebutkan air wudhu'nya. Apabila dia berbicara, mereka menundukkan suara di
hadapannya. Tidak ada yang mampu menatap pandangannya karena wibawanya."
MENYOROTI KONDISI IMAN KITA
Telah kita lalui pembahasan tentang kondisi para sahabat bersama Rasul mereka dan hubungan mereka dengan yang lain. Mereka adalah para prajurit dan para panglima yang mukhlis, yang telah mengorbankan semua yang mereka miliki, baik harta, waktu, maupun tenaga. Mereka telah mengerahkan pengorbanan-pengorbanan besar demi agama dan aqidah mereka. Iman telah menjadi jiwa mereka, menggugah
Diambil dari kitab Abul Hasan An-Nadwi, Madza Khasiral ‘Alam Bi Inhithathil Muslimin.
hati, menghidupkan perasaan, dan menanamkan rasa pengagungan terhadap Al-Khaliq Yang Maha Tinggi.
Lalu di manakah posisi kita bila dibanding dengan keimanan mereka? Dibanding dengan jiwa-jiwa besar mereka yang memiliki semangat tangguh dan keinginan yang teguh menuju kemuliaan dan kesempurnaan? Bagaimanakah hakikat keimanan kita?! Karena segala sesuatu itu memiliki hakikat.
Apakah kita telah mengedepankan iman kita dan mengutamakannya di atas nafsu kita, syahwat kita, dunia kita dan nilai kita di mata manusia?! Apakah ia sekedar iman lipstik yang kita jadikan sebagai perhiasan kita, dan kita merasa malu mengungkapkannya? Apakah ia sekedar klaim kosong tanpa bukti yang konkret?
Apakah demi iman, kita telah siap menjual kehidupan, kedudukan, harta, jabatan, anak, keluarga dan tanah air?! Apakah kita merasa cukup dengan batas keimanan yang menjadikan kita diterima di masyarakat dan memasukkan kita ke dalam barisan kaum
muslimin saja?! Apakah iman itu bagi kita sekedar taqlid dan tradisi?! Ataukah iman bagi
kita memiliki kedudukan tersendiri yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa, iman
yang menggiring menuju ikhlas, shidiq dan amal shalih dalam kesepian maupun
keramaian iman yang menuntun kepada apa yang diridhai oleh Allah? Apakah nafsu kita suka atau tidak suka? Apakah manusia menerima atau tidak menerima?
Apakah iman itu di hati kita memiliki aktifitas yang dinamis, proaktif, dan efektif dalam setiap ibadah dan setiap langkah? Yang mana di balik setiap langkah itu ada kehangatan iman, kebenaran arah dan tingginya semangat, sehingga ibadah tersebut mengusung ruh yang benar dan pengaruh yang menjiwai dalam setiap perbuatan hamba Allah di dalam ibadah maupun di luarnya.
Selanjutnya ia akan hidup dalam keadaan baik dan bersih, berhias dengan buah iman dan memancarkan kata-kata iman. Suasana iman tampak dalam kehidupannya, jalannya, suka dan dukanya, ridha dan murkanya serta dalam segala tindak tanduknya hingga dalam tidur dan candanya. Dia selalu dengan Tuhannya di waktu mukim dan
musafir, di waktu hidup dan matinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
َنيِمَلاَعْلا ّْبَر ِوّلِل يِتاَمَمَو َياَيْحَمَو يِكُسُنَو يِتَلاَص َّفِإ ْلُق
`Katakanlah! `Sesunggnhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam'. " (QS Al-An' am 6:162).
Dia dengan (bimbingan) Allah mendengar, dengan (bimbingan) Allah melihat, melangkah dan memukul, sehingga cahaya ada di dalam hatinya, di hadapannya dan di
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, 'Barangsiapa memusuhi seorang wali (kekasih)-Ku') maka Aku maklumkan perang terhadcpnya. Dan tiada mendekat kepada-Ku seorang hamba-kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada (melaksanakan) apa yang telah Kuwajibkan kepadanya. Dan tidak henti-hentinya hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya maka Aku-lah yang menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya, penglihataniya yang dia melihat dengannya, tangannya yang dia memukul dengannya, dan kakinya yang dia bejalan dengannya. Dan jika dia meminta kepada-Ku pasti Aku memberinya, dan jika dia memohon perlindungan pasti Aku melindunginya." (HR. Bukhari).
Apakah kita siap menerima panggilan iman apabila ia memanggil kita dengan bahasa lisannya atau bahasa keadaannya yang mengatakan, "Wahai segenap kaum muslim, wahai para pemilik aqidah yang benar, wahai putra-putra singa Tauhid, wahai para khalifah Rasul atas umat manusia, bangkitlah! Tunaikan tugas kalian, perbaiki niat
kalian, perbaiki hati dan keadaan kalian. Perintahlah yang ma'ruf dan cegahlah yang
munkar. Angkatlah tinggi-tinggi urusan umat kalian. Bangunkanlah mereka dari tidurnya yang panjang dan kembalikanlah mereka kepada Tuhannya. Hilangkanlah kesalahannya, lepaskanlah simpul kesulitannya, sampaikanlah kepadanya petunjuk Tuhannya dan sunnah Nabi-Nya."
Wahai ahli iman, sesungguhnya umatmu telah terbius hingga hilang kesadarannya, lalu dituntun berjalan di belakang oleh musuh-musuhnya menuju Neraka Jahim, diseret di belakang syahwatnya untuk mengejar dunia semata, hidup dan berjuang untuk dunia, lalai dari Akhiratnya, lupa atau pura-pura lupa dengan pengawasan Allah. Kegelapan dan tumpukan harta dunia yang hina, menghalangi
mereka dari keyakinan terhadap Akhirat, Surga, Neraka, Shirath, Mizan, dan dari alam
kubur dan kegelapannya, dari ancaman Allah dan adzab-Nya yang pedih.
 Wali adalah orang yang mengenal Allah (alim billah, ‘arif billah), yang selalu berada dalam ketaatan kepada-Nya,
dan ikhlash dalam ibadahnya, seperti yang ada dalam Fathul Bari. Hadits ini dalam bab Ar-Riqaq ada lanjutannya, saya tidak faham mengapa penulis tidak menyebutkannya. Lanjutannya adalah, "Aku tidak pernah ragu -ragu tentang sesuatu yang Aku kerjakan seperti keraguan-Ku terhadap nyawa seorang mukinin, dia tidak ingin mati, dan Aku tidak suka menyakitinya. "Lanjutan ini di-takhrij dalam As-Shahihah (1640). Di sana terdapat penjelasan makna yang ragu-ragu di dalam hadits tadi dari ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah; dan hakikatnya adalah keberadaan satu barang yang diinginkan dari satu segi dan tidak diinginkan dari segi lain, sekalipun harus memilih salah satu dari dua sisi tadi. Rujuklah ke sana karena penjelasannya sangat berharga.
Sesungguhnya sanad hadits ini pada Kitab Bukhari yang di dalamnya terdapat nama Khalid Ibn Mikhlad, dia diperbincangkan oleh para ulama, begitu pula gurunya "Syuraih" juga dipermasalahkan. Oleh karena itu, sebagian ulama mengkritik atau merasa heran dengan termuatnya hadits ini dalam Shahih Imam Bukhari. Di antara mereka adalah Imam Dzahabi, Allamah Ibn Rajab Al-Hambali, dan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani. Mereka berbicara banyak tentang sanad ini. Dan Ustadz Zahid Al-Kautsari-lah yang telah mengungguli semua pihak dalam menyakiti Imam Bukhari dalam komentarnya atas Al-Asma 'was Shifat dengan menjadikan hadits ini "Hadits Munkar...", karena ia tidak hadir melainkan dengan sanad ini!
Ustadz kita, Syeikh Al-Albani telah menshahihkannya dan membantah semua tuduhan Al-Kautsari... karena hadits ini diriwayatkan lebih dari satu jalur, sehingga hadits ini shahih matan dan sanadnya - alhamduiillah-. Lihat mukaddimah Syarah Aqidah Thahawiyah Ibn Abul Izz, takhrij Al Albani hlm. 24 cet. Al-Maktabul Islami. -Pent.
Wahai orang-orang yang memiliki iman, siapakah - setelah Allah-yang menolong orang-orang muslim, yang membela mereka, membalut luka mereka, mengembalikan kesadaran mereka, meluruskan aqidah dan perilaku mereka dan yang memperingatkan mereka dengan Tuhan mereka?
Siapakah yang berdiri menghadang para musuh, mengembalikan senjata lawan ke leher mereka dan yang mengajari mereka kejujuran dalam berucap dan berbuat? Apa pula yang akan mernperlihatkan kepada mereka hari-hari agung seperti hari-hari (perang) Badar, Hunain, Qadisiah dan Yarmuk.
Wahai orang-orang yang beriman, siapakah - setelah Allah- yang siap menuntun umat ini ke jalan yang serius dalam kehidupannya dan dalam mempersiapkan untuk
Akhiratnya, merealisasikan khairayyah (kebaikan) yang dijanjikan untuknya
ِساَّنلِل ْتَجِرْخُأ ٍِ َّمُأ َرْػيَخ ْمُتنُك
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. " (QS Ali Imran 3:110).
Mari kita berhenti sejenak untuk mengintrospeksi diri kita. Berapa banyak waktu, harta dan perhatian yang telah kita berikan untuk agama kita? Apakah kita telah merespon panggilan iman, ataukah sekedar berangan-angan dan bernyanyi dengan sejarah Islam dan kejayaan para pendahulu, para pahlawan dan penunggang kuda yang gagah perkasa? Ataukah kita menyerah kepada tipu daya musuh, jebakan setan dan dorongan nafsu untuk cinta dunia, santai, malas, hina dan syahwat? Sibuk dengan dunia yang rendah dan terlaknat, yang menjauhkan diri dari dzikir kepada Allah dan segala
bentuk taqarrub.
Alangkah besar perhatian kita, alangkah mendalam duka kita, alangkah lama keletihan kita, dan alangkah bagusnya upaya kita jika problemnya adalah duniawi mengenai rumah, mobil, gedung atau profesi?! Tetapi sebaliknya alangkah kecil perhatian kita, alangkah dingin sikap kita, dan alangkah bakhilnya kita ketika masalahnya adalah mencari ilmu atau dakwah, atau ihsan yang dimaksudkan untuk
mencari wajah Allah, La hawla wa la quwwata ilia billah. Kita mohon pertolongan Allah
dari sikap mengutamakan yang fana (binasa) di atas yang baqa' (kekal) .
Memang kita sedang hidup dengan kondisi seperti ini, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allah, di waktu orang-orang ahli kebatilan memperjuangkan
kebatilannya dan menyerahkan jiwa dan hartanya untuknya. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
ِفنُي ْاوُرَفَك َنيِذَّلا َّفِإ
َفوُبَلْغُػي َّمُث ًةَرْسَح ْمِهْيَلَع ُفوُكَت َّمُث اَهَػنوُقِفنُيَسَف ِوّللا ِليِبَس نَع ْاوُّدُصَيِل ْمُهَلاَوْمَأ َفوُق
`Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Neraka jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. "(QS Al-Anfal 8:36).
Ya Allah, kami mengadukan kepada-Mu teguhnya orang fajir (bejat) dan
lemahnya orang terpercaya.
Kita dipanggil untuk memperbarui iman kita dan kembali melakukan muhasabah
agar merenungkannya dan terikat dengan Rabb kita, berlindung kepada-Nya dan
bertawakkal kepada-Nya. Maka barangsiapa bersikap jujur kepada Tuhannya, Dia mau menolongnya, meluruskan langkahnya, menunjukkan jalannya, menuntun tangannya,
menerima amal-amalnya dan memenangkan serta memuliakannya. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
اوُنَمآ َنيِذَّلاَو اَنَلُسُر ُرُصنَنَل اَّنِإ
ُداَهْشَلأْا ُـوُقَػي َـْوَػيَو اَيْػنُّدلا ِةاَيَحْلا يِف
"Sesungguhnya Kami menolong rasul--rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi pada (hari Kiamat). " (QS Ghafir 40:51).
Sesungguhnya buruknya kondisi iman kita tidak hanya terbatas pada
orang-orang muslimin yang fasik, larut dalam permainan dan kesia-siaan, dan yang berpaling
dari Tuhan mereka semata. Akan tetapi ini adalah penyakit seluruh umat Islam, kecuali mereka yang dirahmati Allah. Penyakit-penyakit itu berupa mementingkan urusan
dunia, kerasnya hati, hasad dan persaingan, memperturutkan hawa nafsu, mencari
yang santai, lemahnya kiprah dan matinya semangat. Inilah fenomena-fenomena yang menguasai hati, yang menyia-nyiakan waktu dan pikiran kita. Jadi problem kebanyakan kita sekarang ini bukanlah bagaimana menanggung beban umat dan berdakwah kepada Allah serta mendeteksi tipu daya terhadap Islam dan umat Islam. Problematika kita yang terbesar adalah dunia ini dan kesibukannya.
Siapa yang bisa merasakan hidup tenang dan enak? Sementara negeri-negeri Islam dicaplok oleh orang kafir, kehormatan orang Islam dicabik-cabik dan diinjak-injak. Bagaimana mungkin kita disibukkan dengan mengurusi diri sendiri, melupakan musuh-musuh kita, dan sibuk dengan dunia kita dengan melupakan agama kita?
URGENSI IMAN
Sesungguhnya istiqamah di atas agama Allah dan konsisten mengamalkannya
secara lahir dan batin adalah sebab keberuntungan dan kemenangan di dunia dan di
َم
مُىَرْجَأ ْمُهَّػنَػيِزْجَنَلَو ًِ َبّْيَط ًةاَيَح ُوَّنَػيِيْحُنَلَػف ٌنِمْؤُم َوُىَو ىَثنُأ ْوَأ ٍرَكَذ نّْم اًحِلاَص َلِمَع ْن
اَم ِنَسْحَأِب
َفوُلَمْعَػي ْاوُناَك
`Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanja kehidupan yang baik dan sungguh akan Kami beri balasan kepada mereka pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. "(QS An-Nahl 16:97).
Allah menetapkan kemenangan, kekuasaan dan kebahagiaan dunia Akhirat bagi
para wali dan bagi hizib-Nya. Karenanya jangan ada yang menyangka bahwa balasan
orang-orang mukmin hanya di dalam Surga saja. Kenikmatan dan kemuliaan mereka adalah di dunia dan di Akhirat. Akan tetapi bagaimana? Sebab kita mengetahui musibah yang menimpa para Nabi seperti pembunuhan, pengusiran, pelecehan, fitnah dan cobaan. Juga musibah yang menimpa selain Nabi dari para ulama, mujahid, da'i dan para penyeru kebaikan, bahkan setiap mukmin yang ada di dunia ini.
Jawabannya adalah bahwa rintangan dan musibah yang dialami oleh para wali Allah hanya menimpa jasad mereka, bentuk lahiriah mereka, harta dan dunia mereka, akan tetapi hati dan arwah mereka tetap berada dalam keriangan.. Apabila mereka melakukan amal-amal yang shalih, maka mereka bertambah tenang, damai dan tentram.
Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
َّمُث ُءاَيِبْنَلأا ًءَلاَب ِساَّنلاُّدَشَأ
ِسَّنلا َنِم ُلَسْمَلأْا
.
ٌِ َب َلاَص ِوِنْيِد ْيِف َفاَك ْفِإَف ِوِنْيِد ِبْسَح ىَلَع ُلُجَّرلا يَلَػتْبُػي
ْيِف َدْيِز
ِوَِِلاَب
َسْيَل ِضْرَلأْا ىَلَع يِشْمَي ىَّتَح ِدْبَعْلاِب ُءَلاَبْلا ُؿاَزَػي اَمَو ُوْنَع َفّْقُخ ٌِ ْقِر ِوِنْيِد ْيِف َفاَك ْفِإَو ،
ِوْيَلَع
ٌِ َئْيِطَح
“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang lebih mirip, kemudian yang lebih mirip. Seseorang itu diuji sesuai dengan agamanya. Apabila di dalam agamanya itu ada kekuatan, maka ditambahlah cobaannya. Apabila di dalam agamanya ada kelemahan maka diringankanlah cobaan itu danipadanya. Cobaan itu senantiasa mengenai hamba, hingga ia berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak memiliki dosa." (HR. Ahmad dalam al-Musnad).
Ini adalah hikmah Allah dan Sunnatul/ah kepada makhluk-Nya. Dia menyiapkan
untuk para kekasih-Nya setan-setan, orang-orang kafir dan orang-orang zhalim, sehingga orang mukmin memerangi mereka. Maka tegaklah tiang jihad di dunia yang
menjadi negeri ujian ini. Dengan jihad, sabar dan ihtisah (mencari pahala-Nya) Allah
karena mereka hina di hadapan Allah. Tidak demikian, Jihad adalah amal yang paling dicintai oleh Allah, dan para mujahid ini adalah orang-orang yang berhak mendapatkan
pahala dan balasan yang agung. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
َنيِذَّلا ُّبِحُي َوَّللا َّفِإ
ٌصوُصْرَّم ٌفاَينُب مُهَّػنَأَك اِّفَص ِوِليِبَس يِف َفوُلِتاَقُػي
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (QS Ash-Shaaf 61:4).
ملا
۞
َفوُنَػتْفُػي لا ْمُىَو اَّنَمآ اوُلوُقَػي فَأ اوُكَرْػتُػي فَأ ُساَّنلا َبِسَحَأ
۞
َّنَمَلْعَػيَلَػف ْمِهِلْبَػق نِم َنيِذَّلا اَّنَػتَػف ْدَقَلَو
َنيِبِذاَكْلا َّنَمَلْعَػيَلَو اوُقَدَص َنيِذَّلا ُوَّللا
۞
Alif Laam Miim. Apakah manusia itu mengira babwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesnngguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS Al-Ankabut 28: 1-3).
Cobaan, ujian dan gangguan bukan hanya untuk orang mukmin yang sabar, ridha, dan bersyukur, tetapi semua itu berlaku secara umum untuk semua umat manusia;
yang baik dan yang buruk, yang muslim dan yang kafir. Allah Azza wa Jalla berfirman,
ٍدَبَك يِف َفاَسنِلااَنْقَلَخ ْدَقَل
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (QS Al-Balad 90:4).
Akan tetapi di antara mereka, ada yang ujian itu menjadi kesengsaraan baginya di dunia dan di Akhirat. Ia tidak mendapat pahala sedikitpun, sebagaimana kondisi orang-orang kafir. Di antara mereka ada pula yang cobaan itu menjadi kesengsaraan di dunia dan tidak diberi pahala di Akhirat, sebagaimana keadaan kebanyakan orang-orang muslim yang lalai dari pahala dan tingginya derajat serta ampunan dosa.
Di antara mereka ada yang ujian itu justru menjadi pahala dan keuntungan baginya, sebagaimana kondisi orang-orang mukmin yang berharap pahala dari Allah dengan ujian itu.
ْمُكَراَبْخَأ َوُلْػبَػنَو َنيِرِباَّصلاَو ْمُكنِم َنيِدِىاَجُمْلا َمَلْعَػن ىَّتَح ْمُكَّنَوُلْػبَنَلَو
`Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami mengatakan (baik buruknya) hal-ihwalmu. "(QS Muhammad 47:31).`
Tatkala kita memperhatikan kondisi orang-orang kafir yang dilaknat Allah, dijauhkan, diusir dan dihinakan, maka mereka itu lebih buruk dari keledai dan anjing,
sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
َفوُنِمْؤُػي َلا ْمُهَػف ْاوُرَفَك َنيِذَّلا ِوّللا َدنِع ّْباَوَّدلا َّرَش َّفِإ
`Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka itu tidak beriman. "(QS Al-Anfal 8:55).
Mereka adalah orang-orang yang sengsara, celaka, hina, rendah, yang hidup dalam kegelapan hati, dengan kekufuran yang mencekam dan tanpa sinaran iman sedikitpun. Maka buruklah kehidupan mereka dan sempitlah jiwa mereka, meskipun secara lahiriah bergelimang harta dan dalam puncak materi. Karena Allah tidak ingin,
kecuali kehinaan bagi orang yang membangkang-Nya dan keluar dari ubudiyah-Nya
(penghambaan kepada-Nya). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ىَمْعَأ ِِ َماَيِقْلا َـْوَػي ُهُرُشْحَنَو اًكنَض ًِ َشيِعَم ُوَل َّفِإَف يِرْكِذ نَع َضَرْعَأ ْنَمَو
`Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS Thaha 20:124).
Orang-orang kafir itu nanti di hari Kiamat adalah bahan bakar Neraka Jahannam.
Dan ini adalah seburuk-buruk tempat kembali. Allah Azza wa Jalla berfirman:
اًريِعَس ْمُهَل َّدَعَأَو َنيِرِفاَكْلا َنَعَل َوَّللا َّفِإ
َخ
اًريِصَن َلاَو اِّيِلَو َفوُدِجَي َّلا اًدَبَأ اَهيِف َنيِدِلا
ُبَّلَقُػت َـْوَػي
َنْعَطَأ اَنَػتْيَل اَي َفوُلوُقَػي ِراَّنلا يِف ْمُهُىوُجُو
لاوُسَّرلا اَنْعَطَأَو َوَّللا ا
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (Neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata, Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul'." (QS Al-Ahzab 33: 64-66).
Ketika kita mengingat-ngingat keadaan orang-orang kafir di dunia dan di Akhirat,
maka kita merasakan betapa agungnya karunia iman yang diberikan Allah kepada kita.
beriman, ruku' dan sujud demi menunaikan perintah-Nya dan mengajak kepada jalan
agama-Nya. Allah memilih kita dan mengistimewakan kita dengan karunia dan
pemberian-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ِل ْمُكاَدَى ْفَأ ْمُكْيَلَع ُّنُمَي ُوَّللا ِلَب مُكَمَلاْسِإ َّيَلَع اوُّنُمَت َّلا لُق اوُمَلْسَأ ْفَأ َكْيَلَع َفوُّنُمَي
فِإ ِفاَميِلإ
َنيِقِداَص ْمُتنُك
`Mereka merasa telah memheri nikmat kepadamu dengan keislaman mereka.
Katakanlah, 'janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan
keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu adalah orang-orang yang benar'." (QS Al-Hujuraat 49:17).
Maka berbanggalah wahai orang mukmin, Tuhanmu telah memilihmu dan
mengistimewakanmu dari sekian banyak manusia yang ada di alam semesta ini dengan dianugerahkannya nikmat iman kepadamu yakni satu nikmat yang tidak kamu dapat
karena nasabmu, statusmu, hartamu, tipu dayamu atau ilmumu. Namun demikian, itu
adalah karunia murni dari Allah Yang Maha Memberi anugerah. Maka apakah layak orang
yang dipilih Allah dan diistimewakan, dientas dan diselamatkan dari kekufuran dan
diberi petunjuk setelah berada dalam kesesatan, merendahkan meremehkan dan
mempermainkan nikmat yang agung ini?
Sesungguhnya orang yang telah diberi nikmat Islam dan iman oleh Allah wajib
merasa takut dan khawatir jika nikmat itu hilang. Karena musibah yang terberat dan terbesar adalah musibah agama, atau musibah yang menyebabkan seseorang murtad atau terjatuh dalam jurang fitnah, syubhat, syahwat dan maksiat setelah adanya hidayah
dan istiqamah. Seorang mukmin yang sadar tidak mungkin bermuamalah dengan
hatinya seperti muamalah orang yang tenang dan merasa aman, tetapi ia selalu ingat dengan hati dan lisannya: "Ya Rabb, Y a Rabb."
ُباَّىَوْلا َتنَأ َكَّنِإ ًِ َمْحَر َكنُدَّل نِم اَنَل ْبَىَو اَنَػتْػيَدَى ْذِإ َدْعَػب اَنَػبوُلُػق ْغِزُت َلا اَنَّػبَر
`Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemheri (karunia). "(QS Ali Imran 3:8).
Ia mengingat firman Allah tentang Adam,
َنيِرِساَخْلا َنِم َّنَنوُكَنَل اَنْمَحْرَػتَو اَنَل ْرِفْغَػت ْمَّل فِإَو اَنَسُفنَأ اَنْمَلَظ اَنَّػبَر
`Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan membeni rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. "(QS Al-A'raf 7:23).
Ia mengingat sabda Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
"Ya Allah, wahai Dzat Yang Membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu. "
Seorang hamba Allah haruslah mengkhawatirkan adanya su'ul khatimah, (akhir
hayat yang buruk) yang balasannya adalah Neraka. La hawla wa la quwwata illa billah. Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
`Sesungguhnya ada seorang hamba yang menurut manusia melakukan amalan ahli Surga, padahal ia termasuk ahli Neraka, dan ada yang mengamalkan menurut manusia amalan ahli Neraka, padahal ia termasuk ahli Surga. Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan penutupnya. "(HR. Bukhari).
Ibnu Rajab berkata, sabda Nabi "menurut pandangan manusia" mengisyaratkan
bahwa hakikat amalnya adalah berbeda dengan lahirnya. Dan bahwa penutup amal yang buruk disebabkan oleh faktor yang tersembunyi menurut manusia, tidak ada orang yang mengetahuinya. Adakalanya dari segi amal yang buruk atau semacamnya.
Faktor yang tersembunyi itulah yang menyebabkan su'ul khatimah.
Ibnul Qayyim mengatakan, "Tatkala amal itu tergantung pada akhir dan pamungkasnya, maka orang yang beramal ini tidak sabar terhadap amalnya, hingga menjadi sempurna untuknya. Akan tetapi di sana ada penyakit yang tersembunyi dan ada faktor yang menghinakannya di akhir hayatnya. Maka faktor tersebut
mengkhianatinya di saat ia sangat membutuhkan, sehingga ia kembali mengerjakan
konsekuensi dari faktor tersebut. Seandainya di sana tidak ada kecurangan dan penyakit, tentu Allah tidak akan membalik imannya. Bisa jadi penyakit tersebut adalah menyembunyikan apa yang berbeda dengan penampilannya. Seperti dusta menghina orang lain, sombong atas mereka, mengejek orang-orang yang baik, suka memandang
wanita dan pemuda yang tampan, melakukan ghibah, (membicarakan aib orang lain)
adu domba dan meremehkan pekerjaan yang hina tersebut .')
NIKMAT IMAN
Jam’ul Ulum Wal Hikam, hlm. 50 dalam kitab yang ditahqiq oleh Dr. Wahbah Zuhaili ada pada jilid 1, hlm. 111- pent.
Sesungguhnya iman kepada Allah adalah nikmat agung yang dianugerahkan Allah kepada orang-orang yang Ia kehendaki, dan dijauhkan Allah dari orang-orang yang Ia
kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ْمُكَل ُتْلَمْكَأ َـْوَػيْلا
اًنيِد َـَلاْسِلا ُمُكَل ُتيِضَرَو يِتَمْعِن ْمُكْيَلَع ُتْمَمْتَأَو ْمُكَنيِد
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS Al-Maidah 5:3).
Nikmat ini menyucikan umur, memberkahi kehidupan, dan mengangkat hati orang
mukmin dari dunia dan perhiasannya menuju kecintaan kepada Tuhannya dan negeri Akhirat. Iman adalah nikmat yang tidak bisa dibeli, dijual atau dihadiahkan di antara
manusia. Sebab ia adalah hubungan dengan Allah, munajat kepada-Nya, dzikir, doa dan
taat serta tunduk di hadapan-Nya. Maka Allah tidak memberikannya, kecuali kepada
orang yang kembali kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
َباَنَأ ْنَم ِوْيَلِإ يِدْهَػيَو ءاَشَي نَم ُّلِضُي َوّللا َّفِإ ْلُق
`Katakanlah, `Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya'. "(QS Ar-Ra'd 13: 27).
Di dalam iman terdapat kehidupan yang sejati dan kebahagiaan ukhrawi. Ia
adalah jalan ahli Surga, taman orang-orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan),
pertanda hati, pembersih jiwa dan cahaya wajah. Iman adalah nikmat yang tidak tertandingi oleh nikmat manapun, karena ia mendekatkanmu kepada Tuhanmu, menempatkanmu di dalam Surga-Nya dan dekat dengan-Nya dalam limpahan nikmat abadi. Dengan iman kamu akan jauh dari Neraka, negeri kesengsaraan, tempat kembalinya orang-orang kafir dan orang-orang yang congkak juga sombong.
Merealisasikan iman, meluruskannya, membersihkannya, memelihara dan memupuknya adalah kebutuhan para hamba dan tujuan orang-orang yang bertauhid.
Cahaya kalimat tauhid di dalam hati para hamba adalah bertingkat sesuai dengan perbedaan dan tingkatan hati masing-masing.
Ibnu Abil Izz dalam Syarah Thahawiyyah menyatakan, "Bahkan berbeda-beda
tingkatan cahaya la ilaha illallah dalam hati para pemiliknya, tidak dapat menghitungnya
kecuali Allah Azza wa Jalla. Di antara manusia ada yang di dalam hatinya terdapat
cahaya (la ilaha illallah) seperti matahari, ada yang seperti bintang kejora, ada yang
seperti obor besar, ada yang seperti lampu yang terang dan ada pula yang seperti lampu redup. Karena itu, cahaya di hari kiamat pada tangan kanan mereka dan di hadapan mereka berdasarkan ukuran ini. Sesuai dengan cahaya iman dan tauhid yang
terdapat di hati, baik secara ilmu maupun amalnya. Semakin kuat dan besar cahaya
kalimat ini, maka semakin membakar syubhat dan syahwat sesuai dengan kekuatannya.
Bahkan bisa jadi ia mencapai tingkatan tidak menemukan syubhat, syahwat dan dosa,
melainkan ia bisa melumatnya semua. Ini adalah kondisi orang yang shadiq (benar)
dalam imannya, langit-langit imannya telah melindungi hatinya dengan meteor-meteor yang membakar setiap ada yang berusaha mencurinya. Siapa yang mengetahui ini
maka ia mengetahui ucapan Nabi Shallalah’Alaihi wa Sallam,
"Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah karena mencari ridha Allah. " (HR. Bukhari Muslim dari Utban ibn Malik).
Jadi, apabila iman itu telah benar maka ia akan mengalahkan setiap kekuatan, melindungi dari setiap ketergelinciran dan menempati setiap permasalahan. Dengan agama yang benar, siapa saja yang berlindung dengannya pasti dilindungi dan siapa saja yang meminta petunjuk-Nya pasti ditunjuki. Iman itu betul-betul menjadi pelindung
dengan ijin Allah dari setiap bala , syahwat dan syubhat. Dengan iman seorang hamba
akan selamat dari problematika hidup dan kesulitan-kesulitannya.
Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
Apabila cahaya telah merasuk ke hati, maka hati akan berkembang luas dan lapang. Mereka bertanya, Apa tandanya wahai Rasulullah?' Beliau bersabda, kembali (menghadap) kepada negeri abadi, menjauh dari negeri tipuan, dan bersiap-siap untuk mati sebelum kedatangannya. 'Rasulullah Shallalahu ’Alaihi wa Sallam - bersabda, 'Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan diberi riziki yang cukup serta dipuaskan oleh Allah apa yang diberikan-Nya padanya'. "(HR. Muslim).
Dengan iman seorang mukmin berada di atas semua perhatian materi dan kesibukan duniawi. Sebab ia hidup di negeri ini hanyalah untuk keridhaan Allah dan mencari apa yang ada di sisi-Nya, bukan untuk dirinya, keinginan-keinginan dan ambisinya.
Dengan iman, hati akan terbuka, fokusnya akan tinggi dan selalu bergantung
kepada Rabb-nya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Apa yang akan dilakukan oleh
musuh-musuhku terhadapku? Karena Surgaku ada di dalam dadaku, mengusirku adalah
siyahah (tamasya), menahanku adalah khalwah (berduaan dengan Allah) dan
membunuhku adalah syahadah (mati syahid)". Ibrahim bin Adham berkata, "Demi
Allah, seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada pada
kami, niscaya mereka menebas kami dengan pedang." Yang dimaksud nikmat adalah
nikmat iman, mesra dengan Allah, lezat dengan bermunajat kepada-Nya, doa dan bersimpuh di hadapan-Nya.
Dengan iman seorang mukmin tergabung dengan makhluk pilihan, berbaris
mereka dan menjadi pengikut mereka. Orang mukmin berada dalam golongan para
Nabi, para shiddiq, para syahid dan orang-orang shalih. Allah Azza wa Jalla berfirman:
َنيّْيِبَّنلا َنّْم مِهْيَلَع ُوّللا َمَعْػنَأ َنيِذَّلا َعَم َكِئػَلْوُأَف َؿوُسَّرلاَو َوّللا ِعِطُي نَمَو
َنيِحِلاَّصلاَو ءاَدَهُّشلاَو َنيِقيّْدّْصلاَو
اًقيِفَر َكِئػَلوُأ َنُسَحَو
`Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul--Nya, maka mereka itu akan bersama orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang-orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."(QS An-Nisa 4:69).
Adapun orang-orang yang durjana, yang berpaling dari Allah dan Rasul-Nya, bahkan menentang Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin, maka mereka telah menggabungkan diri dengan makhluk yang paling jahat dan manusia yang rendah dari
kalangan orang-orang kafir yang sombong. Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
'
Lima kali shalat (dalam sehari) diwajibkan oleh Allah atas para hamba-Nya. Barangsiapa menjaganya, maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya di hari Kiamat. Dan siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya, dan di hari Kiamat dia bersama dengan, Qarun, Fir'aun, Haman dan
Ubay ibn Khalaf " (HR. Ahmad, Ibn Hibban dan Thabrani dengan sanad jayyid).
Bila Iman Sudah Benar
Sesungguhnya iman itu memiliki buah yang agung dan membuka pintu-pintu
kebaikan yang amat banyak. Tidak mungkin. kita bisa menghitungnya karena dialah
nikmat pertama dan terakhir sejak Allah menulis kebahagiaan untuk sang janin, hingga
kakinya menginjakkan taman Surga. Dia senantiasa berada dalam uubudiyyah kepada
Allah, ridha kepada-Nya sebagai sesembahan, rela Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Nabinya.
Dia hidup untuk satu tujuan yang mulia dan agung. Apapun rintangan yang ditemuinya dalam merealisasikan tujuannya adalah hal kecil.
Saudaraku, berikut ini adalah buah yang dapat dipetik dan hasil yang akan diraih manakala iman sudah benar. Allah berfirman,
ٍميِقَتْسُّم ٍطاَرِص ىَلِإ َيِدُى ْدَقَػف ِوّللاِب مِصَتْعَػي نَمَو
`Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diheri petunjuk kepada jalan yang lurus. "(QS Ali Imran 3:101) .
Secara umum yang dimaksud di sini adalah kebaikan di dunia dan di Akhirat, istiqamah dan ridha kepada Allah. Allah berfirman,
ُىَرْجَأ ْمُهَّػنَػيِزْجَنَلَو ًِ َبّْيَط ًةاَيَح ُوَّنَػيِيْحُنَلَػف ٌنِمْؤُم َوُىَو ىَثنُأ ْوَأ ٍرَكَذ نّْم اًحِلاَص َلِمَع ْنَم
اَم ِنَسْحَأِب م
َفوُلَمْعَػي ْاوُناَك
`Barangsiapa yang mengejakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dan apa yang telah mereka ker jakan. " (QS An-Nahl 16: 97).
Dengan iman yang benar, maka kondisi kita akan berubah, dari kecenderungan kepada dunia dan sebab-sebabnya menuju interaksi hati. dengan Allah Sang Pencipta, bergantung kepada-Nya dan mencari ridha-Nya, sehingga Akhirat menjadi perhatian, sekaligus tujuannya dan segala gerak-geriknya hanyalah untuk meraihnya.
Saya akan membatasi pada buah iman berikut ini karena jelasnya dan urgensitasnya. Kalau tidak maka iman itu adalah pembuka setiap kebaikan dan penutup
semua kejahatan dan keburukan. Hanya Allah tempat meminta tolong, meminta taufiq
dan tempat bergantung.
Pertama:Bila iman sudah benar maka hamba itu akan introspeksi diri, menjaga diri, mengekang ambisi-ambisi, dan memecahkan kepentingan-kepentingan dan klaim-laim pribadi dalam perjalanan hidupnya. Ia tak akan ikut kompetisi duniawi. Tak akan berebut unggul dan maju mengalahkan pesaing-pesaingnya. Tak akan menampakkan pentingnya nafsu, perannya dan kebutuhan manusia terhadapnya.
Tidaklah keikhlasan itu lemah dan riya' itu merajalela. Tidaklah hasad dan
kezhaliman itu mengambil tempat, melainkan karena tidak terurusnya nafsu ammarah,
sehingga ia dibiarkan beraksi dalam harta, kepernimpinan, pujian dan kesombongan. Maka jadilah polisi, hakim, pengawas dan penggembala untuk dirimu sendiri. Nafsu adalah pusat perhatian dan tuduhan. Dia adalah yang pertama dan yang terakhir untuk menang dan mendapat bimbingan atau untuk rugi dan hina. Dia adalah poros keseriusan, amal shalih dan kemenangan yang nyata atau pintu kemalasan dan keputusasaan. Dia adalah jalan semangat yang kuat dan tekad yang tinggi atau jalan keterpurukan dan kehancuran. Siapa yang benar imannya, maka dia pasti mengetahui bahwa musuh utama yang sebenarnya adalah dirinya. Apabila ia mampu mengatasinya, maka ia mampu mengatasi kekuatan apapun. Dia akan menang dalam setiap
peperangan dan selamat dari kebinasaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,