• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACARA I. ALAT-ALAT KLIMATOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ACARA I. ALAT-ALAT KLIMATOLOGI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ACARA I.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai keadaan rata-rata cuaca pada wilayah dan waktu tertentu. Cuaca adalah keadaan atmosfer pada saat dan wilayah relatif sempit dan jangka waktu yang pendek. Sedangkan rata-rata cuaca yang dihitung dalam jangka waktu yang panjang dengan jangkauan yang luas iklim. Iklim di dunia dikelompokkan berdasarkan garis lintang dan garis bujur serta suhu di wilayah tersebut. Informasi mengenai iklim dan cuaca dapat diketahui melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). BMKG merupakan sebuah lembaga pemerintah yang berfungsi untuk melaksanakan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Klimatologi sangat diperlukan dalam bidang pertanian karena iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis dan sifat iklim dapat menentukan jenis-jenis tanaman yang tumbuh pada suatu daerah serta produksinya.Klimatologi pertanian membahas tentang hubungan antara keadaan cuaca dan masalah-masalah dalam kegiatan pertanian, misalnya hubungan laju pertumbuhan tanaman atau hasil panen dengan unsur-unsur cuaca, lama musim pertanian, dan pengaruh perubahan cuaca dalam jangka pendek.

Tujuan dari praktikum Klimatologi adalah untuk mengetahui fungsi dan cara kerja dari alat-alat yang ada di stasiun Klimatologi. Manfaat dari praktikum Klimatologi adalah agar mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan cara kerja dari alat-alat Klimatologi sehingga dapat diterapkan dalam bidang pertanian agar dapat meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengukur Radiasi Matahari

2.1.1 Gun Bellani

Gun Bellani adalah alat yang digunakan untuk mencatat intensitas cahaya matahari dan untuk mengukur pengembunan di pagi hari. Intensitas cahaya matahari dihitung dari selisih pembacaan skala dikalikan dengan konstanta kemudian dibagi 21 yang dinyatakan dalam satuan kalori/cm2 (Langley). Radiasi matahari harian telah diukur secara rutin setiap hari menggunakan Gun Bellani Pyranometer sejak tahun 1997 (Abbadieet al., 2006). Untuk mengukur intensitas cahaya matahari, Gun Bellani selalu diamati setiap pagi pada jam 07.00 waktu setempat (Tio, 2010). Gun Bellani yang terdapat di taman alat BMKG Kota Semarang penggunaannya masih secara manual. Keseluruhan cara kerja Gun Bellani memerlukan tenaga manusia untuk mengoperasikannya, yaitu dengan pemasangan alat di pagi hari, dan dibalik pada sore hari kemudian dikembalikan agar permukaan air dalam tabung mendekati nol (Kimei dan Khabongo, 2004). Volume air dalam alat konstan dan akan menguap bila terkena cahaya matahari yang kemudian akan terjadi kondensasi dan air akan turun.

2.1.2 Actinograph Bimetal

Actinograph Bimetal adalah alat yang digunakan untuk mengukur radiasi matahari dan lamanya penyinaran matahari (Hendayana, 2003). Alat ini menggunakan sensor bimetal dengan satuan K Cal/cm2 (Langley). Lempeng logam bimetal akan memuai apabila terjadi perubahan suhu panas dan pena yang ada di dalam Actinograph Bimetal akan bergerak dan melukis kertas pias karena adanya perbedaan suhu. Keping bimetal terdiri dari dua lempeng logam yang

(4)

memiliki perbedaan koefisien muai dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan suhu (Prasodjoet al., 2006). Prinsip kerja alat ini adalah bila kedua lempengan logam berada pada temperatur yang sama maka pena akan menunjukkan angka nol. Lempengan yang berwarna hitam berukuran lebih panjang karena menyerap panas apabila terkena radiasi matahari. Diantara lempengan tersebut ada pena yang akan bergerak naik turun. Besarnya intensitas radiasi matahari yang mengenai lempengan logam berbanding lurus dengan perbedaan temperatur logam dan perbedaan panjang yang akan menggerakkan pena.

2.1.3 Campbell Stokes

Campbell Stokes adalah alat yang sering digunakan di Indonesia untuk mencatat lamanya penyinaran matahari dengan mengamati durasi matahari bersinar setiap hari (Sutinkjo, 2005). Pada Campbell Stokes terdapat bola kaca yang terbuat dari kaca masip yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya matahari hingga membias. Pengamatan sinar matahari dilakukan mulai pukul 07.00. Prinsip kerja alat ini yaitu sinar matahari yang jatuh pada sekeliling permukaan bola kaca pejal akan difokuskan ke atas permukaan kertas pias sehingga akan meninggalkan bekas terbakas yang menjadi petunjuk berapa lama matahari bersinar. Sinar matahari yang difokuskan pada pias akan membakar dan meninggalkan berkas pada pias (Prawirowardoyo, 2000). Bekas terbakar pada kertas pias menunjukkan lamanya matahari bersinar di hari itu (Asri, 2013).

2.2 Pengukur Suhu Udara

2.2.1 Psikrometer Standar

Psikrometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban relatif udara. Psikrometer terdiri dari thermometer bola basah dan thermometer bola kering, thermometer maksimum dan thermometer minimum, serta piche

(5)

evaporimeter yang digunakan untuk mengukur suhu ruangan (Arief, 2012). Psikrometer diletakkan di dalam bangunan berbentuk rumah berwarna putih yang disebut sangkar meteorologi. Hal ini bertujuan agar semua alat terlindung dari radiasi surya dan hujan. Thermometer bola kering menunjukkan suhu udara, sedangkan thermometer bola basah digunakan untuk mencari kelembaban udara dengan bantuan tabel. Kedua thermometer diletakkan secara bersebelahan. Thermometer bola basah yang mengandung air raksa dibalut dengan kain muslin agar selalu basah oleh air murni, sedangkan thermometer bola kering dibiarkan kering. Pengukuran suhu diperoleh menggunakan thermometer bola kering dalam satuan derajat celcius, sedangkan thermometer bola basah menunjukkan kelembaban yang dinyatakan dalam persen (Sunitra, 2011). Suhu dan kelembaban udara merupakan unsur yang berpengaruh terhadap iklim. Iklim yang baik berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman (Kartasapoetra, 2004).

2.3 Pengukur Suhu Tanah

2.3.1 Termometer Tanah Gundul dan Bervegetasi

Thermometer tanah berumput merupakan thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu tanah yang ditumbuhi vegetasi. Thermometer tanah gundul digunakan untuk mengukur suhu tanah yang tidak ditumbuhi vegetasi. Kedua thermometer tersebut pada dasarnya sama, yang membedakan hanya jenis tanahnya yaitu tanah berumput dan tanah gundul (Muldawati, 2013). Penggunaan thermometer tanah berumput dan thermometer tanah gundul yaitu dengan cara ditanam pada tanah dengan kedalaman yang berbeda-beda (Pardosi, 2013). Bagian-bagian alat thermometer tanah berbentuk bengkok yang ditanam dalam tanah pada kedalaman yang berbeda dengan kemiringan 45 derajat. Thermometer tanah yang berbentuk silinder disebut juga thermometer berselubung logam dengan kedalaman 50 dan100 cm. Hal ini bertujuan untuk memperlambat perubahan suhu ketika thermometer terbaca di udara. Thermometer tanah sangat

(6)

berkaitan dengan cuaca karena suhu dan kelembaban menentukan kondisi cuaca pada suatu daerah (Gusniawati, 2012).

2.4. Pengukur Arah dan Kecepatan Angin

2.4.1. Anemometer

Anemometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin dan tekanan angin yang biasanya dipakai pada bidang Meteorologi dan Geofisika atau stasiun prakiraan cuaca (Azwar & Kholiq, 2013). Secara umum ada dua jenis anemometer, yaitu anemometer yang mengukur kecepatan angin (velocity anemometer) dan yang mengukur tekanan angin (anemometer tekanan). Velocity anenometer merupakan anemometer yang paling banyak digunakan. Salah satu jenisnya adalah thermalanemometer atau lebih dikenal dengan hot wire anemometer yaitu anemometer yang mengkonversi perubahan suhu menjadi kecepatan angin. Kecepatan angin adalah perpindahan udara tiap satuan waktu dengan satuan meter per detik atau meter per menit. Kecepatan angin ditentukan oleh perbedaan tekanan udara antara tempat asal dan tujuan angin (sebagai faktor pendorong) dan resistensi medan yang dilaluinya (Lakitan, 2004). Angin berbanding lurus dengan tekanan udara.

2.4.2. Cup Counter

Cup Counter adalah salah satu tipe anemometer yang berfungsi sebagai penangkap angin dan pemutar piringan derajat yang kecepatannya bergantung dari kecepatan angin (Chotimah, 2010). Anemometer ini tergolong pressure anemometer yang sering dipakai stasiun prakiraan cuaca (As’ari, 2011). Anemometer ini hanya dapat mengukur rata-rata kecepatan angin selama suatu periode pengamatan. Cup Counter terdiri dari tiga buah cup (mangkuk) yang dipasang simetris pada sumbu vertikal. Pada bagian bawah dari sumbu vertikal ini dikopel dengan rotor generator arus serah.

(7)

2.4.3 Wind Force

Wind Force adalah sebuah alat yang digunakan dalam pengamatan klimatologi untuk mengukur kecepatan dan tekanan angin sesaat sementara serta menunjukkan ke arah mana angin itu berhembus. Kecepatan angin sesaat dapat dilihat dari gerakan lempeng logam. Semakin cepat angin berhembus semakin cepat Wind Forcebergerak (As’ari, 2013). Pengukuran angin yang maksimal yaitu 10 m (Azwar dan Kholiq, 2013).

2.5 Pengukur Kelembaban Udara

2.5.1 Thermohygrograph

Thermohygrograph merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur suhu dan kelembaban (Falahnsia, 2013). Alat ini mencatat otomatis temperatur dan kelembaban sebagai fungsi waktu selama 24 jam. Bimetal pada Thermohygrographberbentuk spiral dan terpasang pada sumbu horizontal yang terletak di luar kotak Thermohygrographdan satu ujung bimetal lainnya dipasang pada kotak dengan sekrup penyetel halus, sehingga letak pena pada Thermohygrographdapat diatur. Ujung lain dihubungkan ke tangkai pena melalui sumbu horizontal sehingga dapat menimbulkan track rekaman pada kertas pias yang berputar selama 24 jam per rotasi. Jika temperatur naik, ujung bimetal menggerakkan tangkai pena ke atas begitu juga sebaliknya. Sebelum dipakai, Thermohygrographharus dikalibrasi terlebih dahulu. Alat ini harus ditempatkan dalam sangkar apabila dipakai untuk mengukur atmosfer. Satuan suhu pada

Thermohygrographadalah Celcius (oC), sedangkan satuan pada

(8)

2.6 Pengukur Penguapan Air

2.6.1 Open Pan Evaporimeter

Open Pan Evaporimeter adalah alat yang berfungsi untuk mengukur evaporasi (Siswanti, 2011). Alat ini digunakan setiap hari dan hasilnya diakumulasikan dalam jangka waktu satu bulan. Air dalam unsur mengibaratkan jumlah penguapan udara yang terjadi. Evaporimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar penguapan yang terjadi selama 24 jam (Muldawati, 2013).

2.6.2 Piche Evaporimeter

Piche Evaporimeter adalah suatu alat untuk mencatat jumlah penguapan evaporimate menggunakan perubahan tinggi air dalam unsur (Rayner, 2006). Psikrometer standar terdiri dari termometer bola basah dan termometer bola kering, termometer maksimum dan termometer minimum, serta piche evaporimeter (Arief, 2012). Air dalam unsur mengibaratkan jumlah penguapan udara yang terjadi. Evaporimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar penguapan yang terjadi selama 24 jam (Muldawati, 2013).

2.7 Pengukur Curah Hujan

2.7.1 Ombrometer Observatium

Ombrometer tipe observasi termasuk alat pengukur curah hujan secara manual. Penakar ini terdiri dari corong (mulut penampung air hujan) dengan permukaan horizontal. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam gelas ukur yang kemudian dibagi 10 karena luas penampangnya 100 cm sehingga dihasilkan mm. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin bukan hari ini (Sofendi, 2000). Bagian dasar dari corong tersebut terdiri

(9)

dari pipa sempit yang menjulur ke dalam tabung kolektor dan dilengkapi dengan kran. Jumlah air yang tertampung dalam tabung diketahui bila kran dibuka kemudain air diukur dengan gelas ukur (Nugroho, 2012).

2.7.2 Ombrometer tipe Hellman

Penakar hujan Hellman merupakan penakar hujan otomatis. Bila air hujan terukur 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan seterusnya. Terdapat pelampung yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat pada garis pada kertas pias posisi dari tinggi air hujan yang tertampung. Bentuk pias yang digunakan adalah harian, karena garis yang dibuat pena tidak terlalu rapat ketika hujan lebat. Banyak data dapat dianalisa dari pias, tinggi hujan harian, waktu datangnya hujan, dan derasnya hujan per satuan waktu (Haryono, 2001). Ombrometer tipe Hellman termasuk penakar hujan yang dapat mencatat sendiri. Penakar ini dapat merekam berapa lama terjadinya hujan pada hari tersebut, dan penghitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan jam bekker yang diberi pena dan memutar kertas pias (Permana et al., 2015). Pengamatan dengan menggunakan alat ini dilakukan setiap hari pada jam tertentu.

2.8 Pengukur Kualitas Air Hujan

2.8.1 Automatic Rain Sampler

Automatic Rain Sampler merupakan alat untuk mengambil sampel air hujan secara otomatis untuk deposisi basah dan kering. Fungsi alat ini adalah untuk mengumpulkan sampel yang mewakili keseluruhan kondisi air hujan awal untuk analisis kimia dengan cara mempertahankan kondisi kimia yang terkandung dalam air hujan tersebut (Allan, 2004). Sistem kerja Automatic Rain Sampler tersebut yaitu jika terjadi hujan maka sensor akan memberikan trigger kepada sistem kontrol untuk membuka tutup tempat penampungan air yang digerakkan

(10)

oleh motor listrik. Selama hujan penutup tersebut tetap terbuka kemudian setelah hujan berhenti maka penutup akan bergerak ke posisi semula. Sehingga air hujan yang berada di tempat penakar penampungan tidak terkena kotoran lain karena tertutup rapat (Nugroho, 2012).

2.9 Pengukur Kualitas Udara

2.9.1 High Volume Sampler

High Volume Sampler merupakan alat yang digunakan untuk pengumpulan kandungan partikel melalui filtrasi sejumlah volume udara di atmosfer dengan memakai vakum kapasitas tinggi, dan dilengkapi dengan filter serta alat kontrol laju air (Aprianti et al., 2010). HV-AS berfungsi untuk menghisap dan memompa udara masuk maupun keluar melalui sistem alat. Udara terhisap melalui filter sehingga SPM / debu yang mengambang di udara akan menempel pada filter. Volume udara terhisap dapat diketahui dengan Flowmeter. Waktu operasi dilakukan selama 24 jam (Prayudi dan Sutanto, 2010).

(11)

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Klimatologi dengan materi Alat-alat Klimatologi dilaksanakan pada hari Selasa, 20 September 2016 pukul 08.00-11.00 WIB di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Semarang. Jalan Siliwangi No. 291, Semarang.

3.1 Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat-alat klimatologi sebagai objek untuk mengetahui bentuk dan fungsinya. Alat yang digunakan antara lain kamera untuk mendokumentasikan alat klimatologi dalam bentuk foto dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.

3.2 Metode

Metode pada praktikum ini yaitu dengan mengunjungi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Kemudian mendokumentasikan semua alat klimatologi yang ada di taman dan mencatat fungsi dan cara kerja masing-masing alat. Setelah itu membuat kesimpulan hasil pengamatan.

(12)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukur Radiasi Matahari

4.1.1. Gun Bellani

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 1. Gun Bellani

Gun Bellani adalah alat yang digunakan untuk mencatat intensitas cahaya matahari, dan di pagi hari digunakan untuk mengukur pengembunan. Intensitas cahaya matahari dihitung dari selisih pembacaan skala dikalikan dengan konstanta kemudian bagi 21 yang dinyatakan dalam satuan kalori/cm2 (Langley). Gun Bellani mengukur intensitas cahaya dari terbit hingga terbenamnya matahari dan pengukuran dilakukan setiap 24 jam sekali yaitu pada jam 07.00 waktu setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Abbadie et al. (2006) yang menyatakan bahwa radiasi matahari harian telah diukur secara rutin setiap hari menggunakan alat ukur Gun Bellanipyranometer sejak tahun 1977. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Tio (2010) yang menyatakan bahwa Gun Bellani diamati setiap jam 07.00 waktu setempat. Gun Bellani yang terdapat di taman alat BMKG Kota Semarang penggunaannya masih secara manual karena alat harus dipasang pagi

(13)

hari, dibalik dan dikembalikan lagi masih dengan bantuan tenaga manusia untuk memastikan bahwa permukaan air dalam tabung mendekati nol. Hal ini sesuai dengan pendapat Kimei dan Khabongo (2008) yang menyatakan bahwa keseluruhan cara kerja Gun Bellani memerlukan tenaga manusia untuk mengoperasikannya, prinsip kerjanya yaitu dengan pemasangan alat saat pagi hari, dan dibalik pada sore hari lalu dikembalikan agar permukaan air dalam tabung mendekati nol. Volume air dalam alat konstan dan akan menguap bila terkena cahaya matahari yang kemudian akan terjadi kondensasi dan air akan turun.

4.1.2. Actinograph Bimetal

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 2. Achtinograph Bimetal

Achtinograph Bimetal adalah alat yang digunakan untuk mengukur radiasi matahari secara otomatis yang memiliki satuan Satuan K Cal/cm2 (Langley). Hal ini sesuai dengan pendapat Hendayana (2003) yang menyatakan bahwa Achtinograph Bimetal digunakan untuk mencatat radiasi matahari serta lamanya penyinaran matahari. Alat ini dinamakan Achtinograph Bimetal karena alat ini menggunakan sensor bimetal. Lempeng logam bimetal akan memuai apabila terjadi perubahan suhu panas dan pena yang ada di dalam Achtinograph Bimetal akan bergerak dan melukis kertas pias karena adanya perbedaan suhu. Hal ini

(14)

sesuai dengan pendapat Prasodjo et al. (2006) yang menyatakan bahwa keping bimetal terdiri dari dua lempeng logam yang memiliki perbedaan koefisien muai dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan suhu. Prinsip kerja alat ini adalah bila kedua lempengan logam berada pada temperatur yang sama maka pena akan menunjukkan angka nol. Lempengan yang berwarna hitam berukuran lebih panjang karena menyerap panas lebih banyak dibandingkan dengan logam berwarna putih yang sifatnya kurang menyerap panas apabila terkena radiasi matahari. Diantara lempengan tersebut ada pena yang akan bergerak naik turun. Makin besar intensitas radiasi matahari yang mengenai lempengan logam berbanding lurus dengan perbedaan temperatur logam dan perbedaan panjang yang akan menggerakkan pena.

4.1.3. Campbell Stokes

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 3. Campbell Stokes

Campbell Stokes adalah alat yang digunakan untuk mencatat lamanya penyinaran matahari dan memiliki satuan jam/ prosentase (%) pias harian. Pada Campbell Stokes terdapat bola kaca yang terbuat dari kaca masip yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya matahari hingga membias. Campbell Stokes setiap hari digunakan untuk mencatat lamanya penyinaran matahari yang dimulai pada jam 07.00 waktu setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutinkjo (2005) yang

(15)

menyatakan bahwa di Indonesia alat ukur untuk mengukur lamanya penyinaran matahari yang sering digunakan hingga saat ini adalah Campbell Stokes untuk mengamati durasi matahari bersinar setiap hari. Prinsip kerja alat ini yaitu sinar matahari yang jatuh pada sekeliling permukaan bola kaca pejal akan difokuskan ke atas permukaan kertas pias sehingga akan meninggalkan bekas terbakar pada kertas pias yang menjadi petunjuk berapa lama matahari bersinar. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawirowardoyo (2000) yang menyatakan bahwa sinar matahari yang difokuskan pada pias akan membakar dan meninggalkan berkas pada pias. Hal ini juga didukung oleh pendapat Asri (2013) yang menyatakan bahwa bekas terbakar pada kertas pias menunjukan lamanya matahari bersinar di hari tersebut .

4.2. Pengukuran Suhu Udara

4.2.1 Psikrometer Standar

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 4. Psikrometer Standar

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa psikrometer standar diletakkan dalam sangkar meteorologi dengan letak yang berbeda. Thermometer bola basah dan thermometer bola kering diletakkan bersebelahan secara vertikal, thermometer maksimum dan thermometer minimum diletakkan pada ketinggian yang berbeda, serta piche evaporimeter diletakkan

(16)

dalam posisi vertikal. Hal ini sesuai dengan pendapat Arief (2012) yang menyatakan bahwa psikrometer terdiri dari thermometer bola basah dan thermometer bola kering, thermometer maksimum dan thermometer minimum, serta piche evaporimeter. Pada thermometer bola basah tabung air raksa dibasahi air dengan tujuan untuk mengetahui tingkat penguapan di tempat tersebut serta agar suhu yang terukur adalah suhu saturasi atau titik jenuh yaitu suhu yang diperlukan agar uap air dapat berkondensasi. Ketika terjadi kenaikan suhu maka air yang terdapat di dalam kain tersebut akan menguap sehingga berpengaruh pada air raksa dalam pipa kapiler akan turun atau menyusut. Thermometer bola kering dibaca terlebih dahulu kemudian thermometer bola basah karena suhu udara yang ditunjukkan thermometer bola kering lebih mudah berubah. Penguapan air dari kain kasa basah menyebabkan suhu bola basah lebih rendah dari pada suhu bola kering.Suhu udara didapat dari thermometer bola kering, sedangkan kelembaban udara diperoleh melalui perhitungan dalam persen. Jika kelembaban udara naik maka air raksa dalam pipa kapiler akan ikut naik ke atas. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunitra et al., (2011) yang menyatakan bahwa kelembaban relatif merupakan nilai hasil dari thermometer bola basah yang dinyatakan dalam persen. Thermometer maksimum digunakan untuk mengetahui suhu udara maksimum pada saat tertentu. Jika terjadi kenaikan atau penurunan suhu maka air raksa dalam pipa kapiler akan memuai. Thermometer minimum digunakan untuk mengukur suhu udara minimum pada waktu tertentu. Jika terjadi kenaikan suhu udara maka alkohol akan memuai dalam pipa kapilersehingga permukaan menjadi naik. Sebaliknya, jika terjadi penurunan suhu, maka alkohol juga akan turun.

(17)

4.3. Pengukur Suhu Tanah

4.3.1 Termometer Tanah Gundul dan Bervegetasi

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 5. Termometer Tanah Berumput

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa thermometer tanah berumput dan tanah gundul mempunyai prinsip kerja yang sama, tetapi yang membedakan adalah jenis tanahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Muldawati (2013) yang menyatakan bahwa kedua thermometer pada dasarnya sama, hanya dibedakan oleh jenis tanah. Pengukuran dilakukan pada tanah dengan kedalaman 0 cm, 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm, dan 100 cm dengan kemiringan 45 derajat. Hal ini sesuai dengan pendapat Pardosiet al., (2013) yang menyatakan bahwa thermometer ditanam pada tanah dengan kedalaman yang berbeda-beda. Pengukuran dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.00 WIB, 13.00 WIB, dan 17.00 WIB. Bagian thermometer tanah berbengkok merupakan bentuk dari thermometer air raksa. Prinsip kerja thermometer tanah bekerja berdasarkan proses pemuaian. Jika suhu naik maka air raksa dalam reservoir akan naik. Cara kerja thermometer ini terdiri dari 5 buah alat yang pada bagian bawahnya ditanam dalam tanah, apabila alat ini terkena sinar matahari, maka suhu tanah akan naik menyebabkan air raksa dalam reservoir thermometer akan naik dan menunjukkan skala pada pipa. Thermometer ini diselubungi dengan

(18)

parafin agar tidak terjadi perubahan suhu yang signifikan saat terbaca di udara. Thermometer tanah sangat berkaitan dengan cuaca. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusniawati (2012) yang menyatakan bahwa suhu dan kelembaban menentukan kondisi cuaca pada suatu daerah. Pengukuran tanah dengan thermometer dapat berguna untuk mengetahui perbedaan suhu pada setiap lahan yang mempunyai karakteristik berbeda sehingga baik untuk pertanian.

4.4. Pengukur Arah dan Kecepatan Angin

4.4.1 Anemometer

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 6. Anemometer

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa anemometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin dan arah angin. Hal itu sesuai dengan pendapat Azwar dan Kholiq (2013) yang menyatakan bahwa anemometer adalah sebuah alat yang digunakan dalam pengamatan klimatologi untuk mengukur kecepatan angin dan tekanan angin yang biasanya dipakai pada bidang Meteorologi dan Geofisika atau stasiun prakiraan cuaca. Anemometer yang paling sering digunakan adalah Thermal Anemometer atau Hot Wire Anemometer. Cara kerja dari Hot Wire Anemometer yaitu dengan mengkonversi perubahan suhu menjadi kecepatan angin. Hot Wire Anemometer menggunakan kawat yang sangat kecil dialiri panas hingga suhu di atas

(19)

temperatur Ambient. Bila ada udara / angin yang mengalir melewati kawat maka akan terjadi efek pendinginana pada kawat, perubahan temperatur dari kawat sebagai indikasi perubahan dari kecepatan angin yang diukur. Hal itu sesuai dengan pendapat Lakitan (2004) yang menyatakan bahwa kecepatan angin ditentukan oleh perbedaan tekanan udara antara tempat asal dan tujuan angin (sebagai faktor pendorong) dan resistensi medan yang dilaluinya.

4.4.2. Cup Counter

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 7. Cup counter

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa prinsip kerja dari Cup Counter tergantung dari kecepatan angin. Hal itu sesuai dengan pendapat Chotimah (2010) yang menyatakan bahwa Cup Counter adalah salah satu tipe anemometer yang berfungsi sebagai penangkap angin dan pemutar piringan derajat yang kecepatannya bergantung dari kecepatan angin. Melalui alat ini penambahan nilai yang dapat dibaca dari satu pengamatan ke pengamatan berikutnya, menyatakan akumulasi jarak tempuh angin selama waktu dari kedua pengamatan tersebut, sehingga kecepatan anginnya adalah sama dengan akumulasi jarak tempuh tersebut dibagi lama selang waktu pengamatannya. Cara kerja dari Cup Counter yaitu melalui batang sebagai lengannya, mangkuk-mangkuk tersebut dihubungkan ke satu tiang (pipa) tegak

(20)

yang berbentuk silinder. Mangkuk tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga simetris dan tegak lurus terhadap tiang lurus berputar. Pada bagian atas tiang poros berputar terdapat gigi mekanik yang dapat berputar pada poros vertikalnya. Gigi mekanik ini dihubungkan pada spedometer dengan menggunakan kabel yang terletak di bagian dalam tiang.

4.4.3. Wind Force

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 8. Wind Force

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa Wind Force adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan dan tekanan angin yang sifatnya sementara. Hal itu sesuai dengan pendapat As’ari (2013) yang menyatakan bahwa Wind Force adalah alat dalam klimatologi untuk mengukur kecepatan angin dan tekanan angin untuk sementara serta menunjukkan ke arah mana angin itu berhembus. Semakin cepat angin berhembus makin cepat Wind Force bergerak. Angin yang diukur maksimal 10 m. Hal itu sesuai dengan pendapat Azwar dan Kholiq (2013) yang menyatakan bahwa pengukuran angin yang maksimal 10 m. Prinsip kerja dari Wind Force hampir mirip dengan anemometer yaitu pada saat ada angin datang maka Wind Force akan bergerak

(21)

sesuai darimana arah angin berhembus. Tidak ada petunjuk khusus mengenai pemasangan dari Wind Force.

4.5. Pengukur Kelembaban Udara

4.5.1. Thermohygrograph

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 9. Thermohygrograph

Berdasarkan praktikum yang telah dilakasanakan dapat diketahui bahwa Thermohygrograph merupakan alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban udara. Hal itu sesuai dengan pendapat Falahnsia (2013) yang menyatakan bahwa Thermohygrograph merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur suhu dan kelembaban. Bagian-bagian alat ini terdiri dari bola gelas, lensa cembung yang berfungsi untuk mengumpulkan sinar matahari ke suatu titik api, tempat menyisipkan kertas pias, pengatur kertas pias, penunjuk yang menyatakan lintang pada waktu alat di setel, dan tiga buah sekrup penyetel kedudukan horisonta. Cara kerja dari Thermohygrograph adalah mencatat lamanya penyinaran sinar matahari dengan jalan memusatkan (memfokuskan) sinar matahari melalui bola gelas hingga fokus sinar matahari tersebut tepat mengenai pias yang khusus dibuat untuk alat ini dan meninggalkan pada jejak pias. Bola gelas digunakan untuk memfokuskan sinar matahari secara terus

(22)

menerus tanpa terpengaruh oleh posisi matahari. Pias ditempatkan pada kerangka cekung yang konsentrik dengan bola gelas dan sinar yang difokuskan tepat mengenai pias. Jika matahari bersinar sepanjang hari dan mengenai alat ini, maka akan diperoleh jejak pias terbakar yang tak terputus. Tetapi jika matahari bersinar terputus-putus, maka jejak dipiaspun akan terputus-putus. Sensor suhu terbuat dari logam, bila udara panas logam akan memuai dan menggerakkan pena ke atas, bila udara dingin logam akan mengkerut dan gerakan pena turun. Satuan yang digunakan adalah Celcius (oC) dan Prosentase (%). Hal itu sesuai dengan

pendapat Asri (2013) yang menyatakan bahwa satuan suhu pada

Thermohygrograph adalah celcius (oC), sedangkan satuan pada

kelembaban/Relative Humidity (RH) adalah (%).

4.6. Pengukur Penguapan Air

4.6.1. Open Pan Evaporimeter

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 10. Open Pan Evaporimeter

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa gambar diatas merupakan Open Pan Evaporimeter yang merupakan suatu alat untuk mencatat Jumlah Penguapan Evaporimete yang menggunakan perubahan tinggi air dalam panci. Hal ini sesuai dengan pendapat Siswanti (2011) yang menyatakan

(23)

bahwa Evaporimeter Panci Terbuka adalah alat untuk mengukur penguapan. Alat ini dilengkapi dengan thermometer apung dan Cup Counter Anemometer setinggi 0,5 meter. Termometer apung berfungsi untuk mengukur suhu air, sedangkan Cup Counter Anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin. Air dalam panci mengibaratkan jumlah penguapan udara yang terjadi. Pengamatan pada alat ini dilakukan setiap pagi hari dan hasilnya diakumulasikan dalam jangka waktu satu bulan. Hal ini sesuai pendapat Muldawati (2013) yang menyatakan bahwa evaporimeter adalah alat yang mengukur kadar penguapan yang terjadi selama 24 jam.

4.6.2. Piche Evaporimeter

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 11. Piche evaporimeter

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa gambar diatas merupakan Piche Evaporimeter, alat ini digunakan untuk mencatat jumlah penguapan Evaporimeter menggunakan satuan milimeter (mm) yang terletak di dalam psikrometer standar. Hal ini sesuai dengan pendapat Rayner (2006) yang menyatakan bahwa piche evaporimeter adalah alat untuk mengukur penguapan. Hal ini sesuai pendapat Muldawati (2013) yang menyatakan bahwa salah satu alat pengukur penguapan adalah piche evaporimeter .

(24)

4.7. Pengukur Curah Hujan

4.7.1. Ombrometer Observatium

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 12. Ombrometer Observatium

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa ombrometer tipe observasi termasuk alat pengukur curah hujan secara manual. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sofendi (2000) yang menyatakan Ombrometer Observasi merupakan alat pengukur curah hujan secara manual yang terdiri dari corong (mulut penampung air hujan) dengan permukaan horizontal, pipa sempit yang menjulur ke dalam tabung kolektor dan dilengkapi dengan kran, jumlah air yang tertampung dalam tabung dapat diketahui bila kran dibuka kemudian air diukur dengan gelas ukur. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB yang dilakukan adalah dengan menggunakan hujan kemarin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin bukan hari iniBagian dasar dari corong tersebut.

(25)

4.7.2. Ombrometer Hellman

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 13. Ombrometer Hellman

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksankan dapat diketahui bahwa Ombrometer Hellman merupakan penakar hujan otomatis yang secara terus menerus mengukur apabila air hujan mencapai 10 mm. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryono (2001) yang menyatakan bahwa bila air hujan terukur 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan kemudian seterusnya, di dalam pelampung terdapat pelampung yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat garis pada kertas pias harian posisi dari tinggi air hujan yang tertampung. Ombrometer Hellman termasuk penakar hujan yang dapat mencatat sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Permana et al., (2015) yang menyatakan ombrometer Hellman merupakan pengukur curah hujan otomatis yang dapat merekam berapa lama terjadinya hujan pada hari tersebut, dan penghitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan jam bekker yang di beri pena dan memutar kertas pias dilakukan setiap hari pada jam tertentu.

(26)

4.8. Pengukur Kualitas Air Hujan

4.8.1 Automatic Rain Sampler

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 14. Automatic Rain Sampler

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Automatic Rain Sampler merupakan alat yang digunakan untuk mengambil sampel air hujan secara otomatis untuk deposisi basah dan kering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allan (2004) yang menyatakan bahwa Automatic Rain Sampler merupakan alat pengambil sampel air hujan basah dan kering yang berfungsi mengumpulkan sampel yang mewakili keseluruhan kondisi air hujan awal untuk analisis kimia dengan cara mempertahankan kondisi kimia yang terkandung dalam air hujan tersebut.Cara kerja Autommatic Rain Sampler apabila terkena sensor saat hujan maka akan membuka tutup untuk penampungan air. Hal ini sesuai pernyataan Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa sistem kerja Autommatic Rain Sampler tersebut, jika terjadi hujan maka sensor akan memberikan trigger kepada system control untuk membuka tutup tempat penampungan air yang digerakkan oleh motor listrik, selama hujan penutup tersebut tetap terbuka kemudian setelah hujan berhenti maka penutup akan bergerak ke posisi semula, Sehingga air hujan yang di tempat penampungan tak terkena kotoran lain karena tertutup rapat.

(27)

4.9. Pengukur Kualitas Udara

4.9.1 High Volume Sampler

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016 Ilustrasi 15. High Volume Sampler

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa High Volume Air Sampler merupakan alat yang digunakan untuk pengumpulan kandungan partikel udara. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aprianti et al., (2010) yang menyatakan HV-AS adalah alat pengukur kandungan partikel udara melalui filtrasi sejumlah volum udara di atmosfer dengan memakai vakum kapasitas tinggi, dan dilengkapi dengan filter serta alat kontrol laju alir. HV-AS berfungsi untuk menghisap dan memompa udara masuk maupun keluar melalui sistem alat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prayudi dan Susamto (2010) yang menyatakan HV-AS berfungsi memompa udara masuk maupun keluar melalui sistem, udara terhisap melaui filter sehingga SPM/debu yang mengambang di udara akan menempel pada filter, volume udara terhisap dapat diketahui dengan Flow meter dengan waktu operasi dilakukan selama 24 jam.

(28)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Pengukuran unsur cuaca dan iklim dilakukan dengan berbagai jenis peralatan.Alat ukur unsur cuaca dan iklim antara lain Gun Bellani yang digunakan untuk mencatat intensitas cahaya matahari, Actinograph Bimetal untuk mengukur radiasi matahari, Campbell Stokes untuk mengukur lama penyinaran matahari, Psikrometer Standar untuk mengukur kelembaban relatif udara, Termometer Tanah Gundul dan Bervegetasi untuk mengukur suhu tanah gundul dan berumput, Anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan dan tekanan angin, Cup Counter untuk mengukur rata-rata kecepatan angin dalam suatu periode pengamatan, Wind Force untuk menunjukkan arah angin berhembus, Thermohygrograph untuk mengukur suhu dan kelembaban udara secara otomatis, Open Pan Evaporimeter untuk mengukur evaporasi, Piche Evaporimeter untuk mencatat jumlah penguapan, Ombrometer Observatium untuk mengukur curah hujan secara manual, Ombrometer tipe Hellman merupakan alat penakar hujan otomatis, Automatic Rain Sampler untuk mengambil sampel air hujan secara otomatis, dan High Volume Sampler digunakan untuk pengumpulan kandungan partikel. Pemasangan alat ukur pada umumnya dilakukan di tempat yang sudah dipertimbangkan letaknya agar memperoleh hasil pengukuran yang akurat.

5.2. Saran

Praktikum sebaiknya dilaksanakan dengan pembagian waktu yang jelas agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Ketika praktikum sebaiknya ada pembagian waktu untuk foto alat dan penjelasan alat, agar praktikan tidak berebut untuk mendokumentasikan dan tindak gaduh saat penjelasan sedang disampaikan.

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Abbadie, L., E.O. Falayi, J.O. Adepitan, and A.B. Rabiu. 2006. Empirical models for the correlation of global solar radiation with meteorological data for Iseyin, Nigeria. International Journal of Physical Sciences.3(9):210-216.

Allan. 2004. Guide to Meteorogical Instruments and Metods of Observation (7th ed). Geneva : Author.

Aprianti, D., Hermawati, O. Ombasta, dan Z. Mediawaty. 2010. High Volume Air Sampler dengan Metode Gavimetri. Jakarta : Universitas Indonesia.

Arief, L. M. 2012. Monitoring Lingkungan Kerja Tekanan Panas atau Heat Stress.Jakarta : Universitas Esa Unggul.

Asri, N. 2013. Dasar-dasar Klimatologi. Yogjakarta : Universitas Gadjah Mada.

As’ari. 2013. Rancang bangun anemometer analog. Jurnal Ilmiah Sains.11(1): 1-4.

Azwar, T. dan A. Kholiq. 2013. Anemometer digital berbasis mikrokontroler atmega-16. Jurnal Inovasi Fisika Indonesia.2(3) : 41-45.

Falahnsia, A. R. dan T. Hariyanto. (2013). Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ untuk Menganalisa Kelembaban Hutan Berdasarkan Nilai Indeks Kekeringan (Studi Kasus : Hutan KPH Banyuwangi Utara). Jurnal Teknik Pomits, X(X).

Gusniwati, M. P. 2012. Penuntun Praktikum Instrumentasi Klimatologi. Jambi : Universitas Jambi.

Haryono. 2001. Klimatologi. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hendayana. 2003. Alat Pemantau Cuaca dan Iklim. Surabaya : ITS.

Kartasapoetra, A.G. 2004. Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Kimei, M. dan Khabongo. 2004. Geography. Kenya : Print Art Limited Nairobi. Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Klimatologi.Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Muldawati. 2013. Prediksi Curah Hujan Daerah Sicingin dengan Metode Arima. Padang : Universitas Andalas.

(30)

Nugroho, W. 2012. Pengembangan Sistem Peralatan Pengambil Sampel Air Hujan Otomatis. Jakarta : Universitas Indonesia.

Pardosi, E., Jamilah, dan K.S. Lubis. 2013. Kandungan bahan organik dan beberapa sifat fisik tanah sawah pada pola tanam padi-padi dan padi semangka. Jurnal Online Agroekoteknologi.1(3) : 429-439.

Permana, R. G., E. Rahmawati., dan Dzulkiflih. 2015. Perancangan dan pengujian penakar hujan tipe tipping bucket dengan sensor photo-interrupter berbasis arduino. Jurnal Inovasi Fisika Indonesia.4(3) : 71-76.

Prasodjo, D., Pujiastuti, dan A.F. Ilahi. 2006. Analisis pengaruh intensitasradiasi matahari, temperatur dan kelembaban udara terhadap fluktuasi konsentrasi ozon permukaan di bukit Kototabang. Jurnal Fisika.3(3) : 177-183.

Prawirowardoyo, S. 2000. Metereologi. Bandung : Institut Teknologi Bandung.

Rayner, D.P. 2006. Wind run changes : the dominant factor affecting pan evaporation trends in Australia. Journal of Climate.2(20) : 3379-3395.

Siswanti, K. Y. 2011. Model Fungsi Transfer Multivariat dan Aplikasinya untuk Meramalkan Curah Hujan di Kota Yogyakarta. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Sofendi, B. 2000. Tata Cara Tetap Pelaksanaan Pengamatan dan Pelaporan Data Iklim dan Agroklimat. Jakarta : Badan Metereologi dan Geofisika.

Sunitra, E., A. Zamri, R. Chadry, dan Mulyadi. 2011. Kajian eksperimental pengaruh variasi kecepatan udara panas terhadap proses pengeringan gabah. Jurnal Teknik Mesin.8(1) : 29-40.

Sutinkjo. 2005. Prediksi Curah Hujan Daerah Sicingin dengan Menggunakan Metode Arima. Padang : Universitas Andalas.

Tio, R. 2010. Meteorologi dan Klimatologi. Makasar : Universitas Negeri Makasar.

(31)

ACARA II.

(32)

BAB I

PENDAHULUAN

Awan adalah sekumpulan tetesan air atau kristal es di dalam atmosfer yang terjadi karena pengembunan atau pemadatan uap air yang terdapat dalam udara setelah melampui keadaan jenuh. Awan terbentuk dari titik-titk air yang berasal dari uap airdi udara. Setelah awan terbentuk titik air di dalam awan akan semakin besar dan awan akan semakin besar, karena adanya gaya grafitasi titik air dalam awan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan.

Jenis awan akan mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di suatu daerah serta mengakibatkan perbedaan intensitas terjadinya hujan. Awan memiliki beberapa jenis atau tipe, diantaranya awan horizontal dan awan vertikal. Awan horizontal tersebut dapat dibedakan lagi menjadi awan rendah, sedang dan awan tinggi. Ketiga awan ini dibedakan berdasarkan letak ketinggian awan tersebut. Awan tinggi adalah awan yang terletak pada ketinggian 6-18 km, yang termasuk dalam awan tinggi antara lain awan sirrus, awan sirotratus, awan dan sirokumulus. Awan sedang adalah awan pada ketinggian 2-8 km, contoh awan sedang adalah awan altokumulus (Ac) dan awan altostratus (As). Sedang kan awan rendah adalah awan dengan ketinggian kurang dari 3 km, contoh awan rendah adalah awan stratokumulus (Sc), awan stratus (St),awan nimbostratus (NS). Sedangkan yang dimaksud awan vertikal adalah pengembangan awan yang terletak 500-1500 m secara vertikal,awansecar avertikal antara lain awan kumulus dan awan kumulonimbus .

Tujuan praktikum pengamatan perawanan yang dilakukan yaitu untuk mengetahui tingkat kelembaban dan cuaca di satu daerah dalam periode waktu tertentu dan mengetahui jenis awan. Manfaat praktikum yang dilakukan yaitu dapat menentukan jenis awan dan mengindentifikasi pengaruh suhu dan kelembaban.

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe-tipe Awan

Awan merupakan kumpulan dari tetesan air atau kristal es di dalam atmosfer yang terjadi karena adanya pemadatan atau pengembunan uap air dalam udara setelah melampaui keadaan titik jenuh. Awan memiliki beberapa jenis atau tipe, diantaranya adalah awan horizontal dan awan vertikal.Ada tiga jenis awan, yaitu awan total, awan atas, dan awan rendah.Perbedaan antara awan atas dan awan rendah terletak pada tekanan keduanyayaitu pada batas 400Pa (Baskoro, 2006). Tipe awan digolongkan menjadi awan vertikal dan awan horizontal. Awan horizontal digolongkan lagi menjadi awan rendah, awan sedang dan awan tinggi. Awan rendah digolongkan menjadi 3 yaitu awan nimbostratus (NS), awan stratocumulus (Sc), dan awan stratus (St) (Hakim et al., 2007). Awan digolongkan menjadi awan altocumulus (Ac), dan awan altostratus (As). Awan tinggi merupakan awan yang terletak pada ketinggian lebih dari 6.000 meter. Jenis awan yang termasuk awan tinggi adalah Cirrus, Cirrostratus, dan Deep-Convection.

2.1.1. Awan Horizontal

Awan horizontal merupakan salah satu jenis awan yang terbentuk akibat adanya pergerakan udara yang terbentuk secara horizontal (Pratikasari, 2011). Jika ada konvergensi pada arus udara horizontal dari massa udara yang besar dan tebal, maka akan terjadi gerakan ke atas. Kenaikan udara di daerah konvergensi dapat menyebabkan pertumbuhan awan. Jika dua massa udara yang konvergen horisontal mempunyai suhu dan massa jenis berbeda, maka massa udara yang lebih panas akan dipaksa naik di atas massa udara dingin (Astyka, 2009).

(34)

2.1.1.1. Awan Rendah

Awan rendah merupakan jenis awan yang mempunyai ketinggian dasar kurang dari 2000 m. Awan rendah memilki turbulensi lemah, kelembaban sangat tinggi, dan titik dasar awan rendah (Pratikasari, 2011). Awan jenis ini tergolongkan menjadi 3 yaitu awan nimbostratus (NS), stratocumulus (Sc), stratus (St) (Hakim et al., 2007). Kebanyakan semua jenis awan dapat mengakibatkan presipitasi salju, namun salah satu golongan awan rendah yaitu Nimbostratus dan Stratocumulus dapat mengakibatkan presipitasi hujan. Awan Nimbostratus merupakan jenis awan yang cukup tebal dan masih mengandung banyak air (Karmini dan Renggono, 2010). Awan stratocumulus merupakan awan yang berwarna paling cerah dan memberikan tanda bahwa di suatu daerah cenderung hujan gerimis, namun terkadang juga sebagai tanda cuaca buruk yang akan datang. Awan Stratus merupakan jenis awan yang berbentuk lembaran berlapis-lapis.awan ini paling dekat dengan permukaan bumi dan sering kali menutupi daerah yang tinggi. Awan stratus berwarna abu-abu.awan stratus dapat berubah menjadi kabut dan menyebabkan terjadinya hujan gerimis (Imania, 2015).

2.1.1.2. Awan Sedang

Awan sedang merupakan jenis awan yang proses pembentukannya secara horizontal dengan komposisi utama titik-titik air (Pratikasari, 2011). Awan ini memiliki ketingian dasar antara 2000 m – 6000 m (Hakim et al., 2007). Awan Cumulus berbentuk gumpalan putih dengan bagian-bagian atas menyerupai bunga kol dengan dasar rata. Adanya awan ini akan menandakan cuaca tetap panas dan kering. Namun, terdapat juga awan cumulus yang berbentuk gumpalan hitam yang memberikan pertanda turunnya hujan disertai angin, kilat dan guntur (Imania, 2015). Beberapa awan yang tergolong awan menengah yaitu altocumulus (Ac), altostratus (As). Altocumulus merupakan sekumpulan awan yang berbentuk bulat, berlapis-lapis, tersusun dalam pola baris, gelombang. Awan Altostratus merupakan jenis awan berbentuk merata yang berpotensi untuk jatuhnya hujan

(35)

kontinyu yaitu hujan yang terjadi tidak secara mendadak dan tidak terjadi pengurangan perawanan sejak permulaan sampai pada akhir aktifitas hujan tersebut (Murlina, 2013).

2.1.1.3. Awan Tinggi

Awan tinggi merupakan awan yang biasa ditemukan pada daerah yang bercuaca cerah dan suhu udara dingin. Awan jenis ini tidak menimbulkan hujan. Sinar kosmik maksimum di ekuator mengakibatkan radiasi langsung matahari terhalang menuju bumi oleh awan-awan tinggi yang terbentuk sehingga terjadi pendinginan permukaan, akibatnya konvektivitas menjadi kecil karena tidak ada gaya angkat ke atas sehingga jumlah curah hujan menjadi minimum (Murlina, 2013). Awan tinggi berbentuk seperti serat-serat yang bertekstur halus dan melengkung dilangit nampak sangat kecil dan berwarna putih. Menurut ketinggian, awan tinggi memiliki ketinggian yaitu pada lebih dari 6.000 meter (20.000 feet). Contoh awan yang termasuk awan tinggi adalah Cirrus, Cirrostratus, dan Deep-Convection. Awan cirrus umumnya terbentuk dilapisan atas dan berperan dalam menjaga radiasi bumi melalui proses penghamburan inframerah dan cahaya tampak dan melalui penyerapan inframerah (Hamdi dan Kaloka, 2000).

2.1.2. Awan Vertikal

Awan vertikal merupakan awan yang terbentuk berupa garis lurus secara vertikal keatas. Awan ini sangat tinggi dan menjangkau banyak awan. Ketinggian awan vertikal berkisar antara 500 m – 1500 m (Nugraheny, 2015). Anggota dari kelompok awan vertikal adalah awan cumulus dan awan kumulonimbus. Awan cumulus adalah awan yang berkembang secara vertikal dan berbentuk kubah atau menyerupai bunga kol dengan lengkungan berwarna putih cemerlang jika terkena cahaya matahari. Awan cumulus dapat menimbulkan hujan lebat, angin kencang,

(36)

dan petir/guntur yang berdurasi singkat (Yani dan Ruhimat, 2007). Awan ini biasanya muncul pada pagi hari dan menghilang sebelum malam hari. Awan kumulonimbus adalah awan yang berkembang secara vertikal dan menjulang tinggi dengan bentuk seperti gunung atau menara, yang terjadi pada suatu daerah dengan kondisi udara lembab sehingga menyebabkan terjadinya petir dan cuaca dingin (Faizatin et al., 2014). Bagian atas awan kumulonimbus berserat dan sering menyebar. Awan kumulonimbus mengandung tetes hujan yang besar sehingga dapat menimbulkan terjadinya hujan secara tiba-tiba. Awan ini sangat berbahaya bagi penerbangan karena gerakan vertikal yang naik turun mampu membekukan bagian-bagian pesawat termasuk mesin, awan ini juga paling sering menghasilkan petir yang dapat mengacaukan sistem kelistrikan dan navigasi pesawat.

2.1.2.1. Awan Kumulonimbus

Awan merupakan sekumpulan air atau tetesan es yang ada di atmosfer (Massinai, 2005). Pengklasifikasian awan ada empat tipe yaitu awan tinggi, awan sedang, awan rendah dan awal vertikal, namun secara karakteristik awan terbagi menjadi empat yaitu cumulus, cirrus, stratus dan nimbus (Andika, 2008). Awan vertikal dibagi dua yaitu awan cumulus dan kumulonimbus. Awan kumulonimbus adalah awan yang terletak 500 – 1500 m yang memiliki ketinggian lebih 3500 kaki yang sangat erat kaitannya dengan hujan atau badai karena jika awan ini berada di langit maka pertanda hujan akan segera tiba, tetapi kehadiran awan ini tidak selalu pertanda akan hujan atau badai (Wicaksono, 2012). Saat pembentukan awan kumulonimbus terbagi menjadi tiga tahap yaitu awan tertiup angin, penyatuan dan penumpukan, pembentukan awan kumulonimbus berasal dari awan stratus yang berkumpul menjadi awan cumulus (Tongkukut, 2011).

(37)

2.2 Pengaruh Awan Terhadap Cuaca dan Iklim

Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berneda pengertian, khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca dan iklim dinyatakan dengan susunan nilai unsur fisika atmosfer yang terdiri dari radiasi surya, lama

penyinaran matahari, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan dan arah angin, penutupan awan, presipitasi (embun, hujan, salju), dan evaporasi atau evapotranspirasi (Handoko, 2001). Dua unsur utama parameter iklim adalah suhu dan curah hujan. Indonesia sebagai daerah tropis ekuatorial mempunyai variasi suhu yang kecil, sementara variasi curah hujannya cukup besar. Oleh karena itu curah hujan merupakan unsur iklim yang paling sering diamati dibandingkan dengan suhu.Variasi harian keawanaan terlihat di atas daratan dan lautan. Di atas daratan pada umumnya keawanan maksimum terjadi di siang hari sampai sore hari yang diakibatkan oleh proses konveksi terutama di daerah tropis. Keawanan minimum terjadi pada malam hari ketika udara mulai stabil karena turunnya suhu permukaan bumi (Hidayati 2003).

Pembentukan awan merupakan faktor penting yang mempengaruhi cuaca dan iklim di bumi (Baskoro et al., 2006). Awan-awan yang terbentuk pada saat musim kemarau lebih banyak dibandingkan musim hujan. Walaupun demikian awan tersebut tidak memiliki potensi untuk menghasilkan hujan lebat dikarenakan terbentuk mengalami adveksi panas sehingga awannya kembali menghangat.Ketinggian pada saat udara mulai mengembun membentuk awan disebut aras pengembunan atau dasar awan. Semakin ke puncak awan, suhu semakin rendah atau dingin. Hal tersebut sejalan dengan proses pembentukan awan dalam arus udara naik.Angin dapat mempengaruhi arah gerak, bentuk awan dan volume awan, volume awan sendiri mempengaruhi uap air di awan (Harsita dan Jatmiko, 2012).

(38)

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum klimatologi dengan materi pengamatan perawanan dilaksanakan mulai dari tanggal 10 Oktober hingga pada tanggal 23 Oktober dalam kurun waktu empat belas hari, dengan waktu pengamatan dibagi menjadi tiga yaitu pagi, siang, dan sore. Lokasi pengamatan antara lain di Fakultas Peternakan dan Pertanian Gedung Aula, Gedung Widya Puraya, dan Sumurboto.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum acara ini terdiri dari komponen alat dan bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis untuk mencatat suhu dan kelembaban, air untuk menstabilkan termometer. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah thermometer bola kering dan bola basah untuk mengukur suhu dan kelembaban, kamera untuk mengambil foto awan.

3.2. Metode

Metode yang diterapkan dalam praktikum acara pengamatan awan adalah memilih lokasi pengamatan awan pada tiga waktu pengamatan yang berbeda (pagi, siang, dan sore). Dengan waktu pengamatan pukul 07.00 di Sumurboto, pukul 12.00 WIB bertempat di Gedung Aula dan pukul 17.00 WIB bertempat di Gedung Widiya Puraya. Mengamati selama empat belas hari, mencatat suhu, kelembaban, dan curah hujan menggunakan alat thermometer bola kering dan bola basah dan mengambil gambar awan yang tampak menggunakan alat kamera. Mengelompokkan data pengamatan menjadi dua kelompok, yaitu minggu ke I dan minggu ke II, kemudian mengkomparasikan kedua kelompok pengamatan dan menganalisis pengaruh bentuk dan jenis awan terhadap indikator cuaca dan iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan).

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I

Berdasarkan pengamatan awan, dan pencatatan indikator suhu, kelembaban, dan curah hujan yang tampak pada minggu ke-I didapatkan pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I Hari

ke-

Waktu pengamatan Rata-rata

suhu

Rata-rata kelemba ban

Pagi Siang Sore

1. Awan Altocumulus Awan Cumulus Awan Altocumulus 27,67°C 87,33% 2. 29°C 72,67% 3. Awan Cirrostratus Awan Altocumulus Awan Cumulus Awan Cumulus Awan Cirrostratus Awan Altocumulus 27,67°C 79,22%

(40)

4.

Awan Cirrus Awan Cumulus Awan Cirrostratus 29,5°C 78,67% 5. awan cirrocumulus

awan Cumulus awan Stratus

27,5°C 82%

6. Awan

Altocumulus Awan Stratus Awan Cirrus

30,67°C 59,33% 7. Awan Altocumulus Awan Cumulus Awan Cirrostratus 29°C 78,67%

Rata-rata (Minggu ke-I) 28,72°C 66,84%

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Berdasarkan pengelompokan data pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu dan kelembaban minggu ke I di lingkungan pengamatan adalah 28,72°C dan 66,84%, dengan jenis awan yang paling sering muncul dalam pengamatan satu minggu adalah awan jenis altocumulus. Berdasarkan analisis terhadap pengaruh tipe awan terhadap tingkat suhu dan kelembaban, dapat dikatakan bahwa jenis awan altocumulus yang paling sering muncul pada pengamatan satu minggu mempengaruhi rata-rata suhu dan kelembaban yang dicatat. Hal ini disebabkan karena awan altocumulus menandakan cuaca yang lembab sehingga suhu pada waktu itu rata-rata basah. Awan altocumulus

(41)

merupakan salah satu awan sedang yang terlihat seperti pita yang sejajar atau seperti massa yang bulat-bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Murlina (2013) yang menyatakan bahwa awan altocumulus merupakan sekumpulan awan yang berbentuk bulat, berlapis-lapis, tersusun dalam pola baris, group atau gelombang. Minggu ini kemungkinan cuaca akan lembab dan hujan sedang karena banyaknya awan altocumulus. Hal tersebut sesuai dengan Imania (2015) yang menyatakan gumpalan awan altocumulus menandakan cuaca bisa terjadi hujan. Awan ini berbentuk gumpalan putih dengan bagian-bagian atas menyerupai bunga kol dengan dasar rata. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Baskoro et al. (2010) yang menyatakan bahwa pembentukan awan merupakan faktor penting yang mempengaruhi cuaca dan iklim di bumi. Adanya awan-awan tersebut akan mempengaruhi cuaca dan keadaan kelembaban udara karena dengan melihat kondisi awan, dapat mengetahui dan memprediksi dengan akurat tentang apa, kapan dan bagaimana cuaca akan terjadi hari ini, besok, lusa bahkan minggu depan. Hal tersebut sesuai dengan Rusnadi dan Sinambela (2008) berpendapat bahwa hal tersebut dikarenakan pembentukan awan adalah fungsi dari temperatur lingkungan, dimana setiap perubahan temperatur armosfer bumi langsung mempengaruhi pembentukan titik-titik awan yang pada gilirannya mempengaruhi variabilitas curah hujan.

4.2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II

Berdasarkan pengamatan awan, dan pencatatan indikator suhu, kelembaban, dan curah hujan yang tampak pada minggu ke-II didapatkan pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

(42)

Tabel 2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II

Hari ke-

Waktu pengamatan Rata-rata

suhu

Rata-rata kelemba ban

Pagi Siang Sore

8.

Awan Cirrus Awan Cumulus Awan Altocumulus 31,33°C 60% 9. 30,83°C 65% 10. Awan Cirrus Awan Cirrus Awan Altocumulus Awan Cumulus Awan Cirrus Awan Cirrus 31,83°C 75% 11.

Awan Cirrus Awan

Cirrocumulus Awan Cumulonimbus 31,83°C 74,33% 12 Awan Nimbostratus Awan Altocumulus Awan Cumulus 30,83°C 78.67% 13. Awan Nimbostratus Awan Stratocumulus Awan Cirrostratus 28,5°C 75.33%

(43)

14.

Awan Cumulus Awan Cirrus Awan Cirrus

28,33°C 81.67%

Rata-rata (Minggu ke-II) 29.92°C 72,86%

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Berdasarkan pengelompokan data pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu dan kelembaban minggu ke II di lingkungan pengamatan adalah 29.92°C dan 72,86%, dengan jenis awan yang paling sering muncul dalam pengamatan selama satu minggu adalah awan jenis cirrus, berdasarkan analisis pengaruh tipe awan terhadap tingkat suhu dan kelembaban, dapat dikatakan bahwa jenis awan cirrus yang paling sering muncul pada pengamatan selama satu minggu mempengaruhi rata-rata suhu dan kelembaban yang diperoleh. Hal ini disebabkan karena awan cirrus merupakan salah satu jenis awan yang sering terdapat kristal es yang bersumber dari titik-titik air yang sangat dingin dan tidak menimbulkan hujan. Awan ini merupakan salah satu awan tinggi yang terlihat mempunyai tekstur halus. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayati (2003) yang menyatakan bahwa awan cirrus merupakan awan yang halus dan berserat seperti seperti bulu burung. Minggu ini kemungkinan cuaca akan cerah. Cuaca cerah sebagian besar terjadi pada pagi hari, karena ketika itu awan jenis cirrus lebih banyak yang muncul sehingga tidak berpotensi hujan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdi dan Kaloka (2000) yang menyatakan bahwa awan cirrus umumnya terbentuk di lapisan atas dan berperan dalam menjaga radiasi bumi melalui proses penghamburan inframerah dan cahaya tampak dan melalui penyerapan inframerah. Jenis-jenis awan sangat berpengaruh secara langsung dengan suhu dan kelembaban di daerah tersebut.

(44)

4.3 Perbandingan Pengamatan Minggu ke I dan II

Berdasarkan kedua kelompok pengamatan minggu ke I dan II yang telah dibahas, dapat dibandingkan hasil pengamatannya berdasarkan tabel dibawah ini: Tabel 3. Perbandingan Pengamatan Minggu ke I dan II

Paramater Minggu ke I Mingguke II

Suhu (°C) 28,72 29,92

Kelembaban (%) 66,84 72,86

Jumlah hari hujan Jenis awan yang paling sering muncul

Altocumulus Cirrus

Sumber: Data Primer PraktikumKlimatologi, 2016.

Berdasarkan analisis perbandingan pengamatan minggu ke I dan II dapat disimpulkan bahwa rata-rata suhu dan kelembaban cukup berbeda jauh. Minggu I memiliki rata-rata suhu 28,720C dan kelembaban 66,84% sehingga awan yang sering muncul adalah awan Altocumulus. Sedangkan minggu ke II memiliki rata-rata suhu 29,920C dan kelembaban 72,86% dengan awan yang sering muncul adalah awan Cirrus. Kedua minggu tersebut menghasilkan jenis awan yang berbeda karena cuaca pada minggu I cenderung basah sedangkan pada minggu ke II cuacanya kering. Pada minggu I awan yang paling sering muncul adalah awan Altocumulus. Jenis awan ini menandakan cuaca yang lembab dengan suhu rata-rata basah sehingga sangat berpotensi terjadinya hujan. Hal itu sesuai dengan pendapat Harsita dan Jatmiko (2012) yang menyatakan bahwa awan sangat berpotensi terjadinya hujan dan akan mempengaruhi cuaca dan iklim di suatu daerah. Sedangkan pada minggu ke II jenis awan yang paling sering muncul adalah awan Cirrus. Awan Cirrus merupakan salah satu jenis awan yang sering terdapat kristal es. Awan Cirrus membuat cuaca di bumi menjadi panas sehingga tidak berpotensi menimbulkan hujan. Awan Cirrus berperan dalam menjaga radiasi matahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamdi dan Kaloka (2000) yang menyatakan bahwa awan Cirrus umumnya terbentuk di lapisan atas dan berperan dalam menjaga radiasi bumi melalui proses penghamburan inframerah dan cahaya tampak dan melalui penyerapan inframerah.

(45)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum tentang pengamatan perawanan, dapat disimpulkan bahwa jenis awan yang sering muncul pada minggu I adalah awan Altocumulus dengan suhu 28,72o dan kelembaban 66,84% sedangkan pada minggu II adalah awan Cirrus dengan suhu 29,92o dan kelembaban 72,86%. Perawanan pada minggu I lebih berpotensi hujan dari pada minggu II karena awan yang muncul berbeda dengan suhu yang lebih rendah dan kelembaban tinggi.

5.2. Saran

Pada saat pengamatan awan pastikan thermometer bola basah dan bola kering dalam kondisi siap untuk digunakan serta pengukuran sebaiknya dilakukan tepat waktu agar memperoleh hasil yang tepat.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Adriat, Riza. 2015. Keterkaitan Variasi Sinar Kosmik dengan Tutupan Awan. Positron, 5(1) : 36 – 41.

Andika, G. 2008. Klasifikasi Tutupan Awan Menggunakan Data Sensor Satelit NOAA/AVHRR APT. Jakarta : Universitas Indonesia.

Astyka, W dan Nasrul I. 2009. Pewilayahan Tipe Hujan dan Zona Prakiraan Iklim (ZPI) Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. JSPF. 8(1) : 57 – 67.

Baskoro, A. A., C. Y. Yatini dan D. Herdiwijaya. 2006. Pengaruh Sinar Kosmik terhadap Pembentukan Awan Total dan Awan Atas Wilayah Indonesia dalam Periode 1979 - 1995. Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara. 1(1) : 7 – 17.

Faizatin, T. U., L. Rohmawati dan Madlazim. 2014. Pemetaan Daerah Rawan Petir Cloud to Ground Positif Wilayah Pasuruan Tahun 2012 menggunakan Metode Inverse Distance Weighted. Jurnal Fisika, 03(03) : 6 – 10.

Hakim, M. G., Syech R., dan Ardhitama A. 2007. Analisa Sebaran Awan untuk Menentukan Prediksi Curah Hujan di Kota Pekanbaru Berdasarkan Data Penginderaan Jarak Jauh. Universitas Riau. Skripsi.

Hidayati, R. 2003. Pembentukan Awan dan Hujan. Di dalam: Handoko, editor. Klimatologi dasar. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya Pr. hlm. 97 - 122.

Hamdi, S. dan S. Kaloka, 2000.Pengamatan Awan Cirrus Subvisible di atas Bandung Menggunakan Raman Lidar. Bandung : Lapan.

(47)

Harsita. 2012. Estimasi Curah Hujan Data Satelit Geostationer dan Orbit Polar Dibandingkan dengan Data Stasiun Hujan. Karendra Harsita, Drs. Retnadi Heru Jatmiko. Fakultas Geografi UGM : Jurnal Bumi Indonesia 2012.

Imania, A. Z. 2015. Upaya Meningkatakan Rasa Ingin Tahu dan Prestasi Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC5E) Dengan Media Diorama di Kelas II SDN 3 Paninggaran. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Skripsi.

Karmini, M., dan Renggono, F. 2010.Mengintip Kondisis Cuaca Penyebab Banjir Besar di DKI Jakarta Tanga 25 Oktober 2010. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca. 12(2) : 43 - 48.

Massinai, M. Altin. 2005. Analisis Liputan Awan Berdasarkan Citra Satelit Penginderaan Jauh. Kalimantan Tengah : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Matthews . 2005. dalam Kodoatie dan Sjarief 2010 dalam R. J. Kodoatie dan R. Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta : Andi.

Murlina, E. 2013. Prediksi Puting Beliung di Kabupaten Maros. Universitas Hasanuddin. Skripsi.

Nugraheny, D. (2015). Metode Nilai Jarak Guna Kesamaan atau KemiripanCiri Suatu Citra (Kasus Deteksi Awan Cumulonimbus menggunakan Principal

Component Analysis). Jurnal Angkasa, 7(2) : 21 – 30.

Pratikasari, R. 2011. Kajian Teoritis dan Empiris Distribusi Spasial dan Temporal Paramter-Parameter Atmospheric Boundary Layer. Institut Pertanian Bogor.Skripsi.

Rusnadi, S., Sinambela. 2008. Klasifikasi tutupanawan menngunakan data sensor satelit NOAA/AVHRR APT. Jakarta : Universitas Indonesia.

(48)

Sudiana, D. (2009). Klasifikasi Tutupan Awan Menggunakan Data Sensor Satelit NOAA/AVHRR APT.

Tongkukut, J. 2011. Identifikasi potensi kejadian petir di Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains. 11(1) : 9-17.

Utoyo, B. 2006. Geografi, Membuka cakrawala dunia. Bandung : Setya Purna Inves.

Wicaksono, Adityo. (2012). Analisa Cuaca Ekstrim di Parigi Moutong (Studi Kasus Hujan Lebat Tanggal 8 Februari 2006 dan Tanggal 25 Agustus 2012). Akademi Meteorologi dan Geofisika.

Yani, A dan M. Ruhimat. (2007). Geografi Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung : Grafindo Media Pratama.

(49)

LAMPIRAN

Tabel 4. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Harian Hari ke- Suhu (pukul) Rata-rata Kelembapan (pukul) Rata-rata Hari hujan (pukul) Rata-rata 7 12 17 7 12 17 7 12 17 1 27 30 26 27,67 96 76 90 87,33 2 27 31 29 29 76 66 76 72,67 3 27 30,5 25,5 27,67 86 70 82 79,22 4 27 32,5 29 29,5 86 72 78 78,67 5 29 26,5 27 27,5 80 76 90 82 6 27 35 30 30,67 76 42 60 59,33 7 27 30 30 29 76 70 90 78,67 8 30 34 30 31,33 60 50 70 60 9 29 33,5 30 30,83 74 46 75 65 10 29 35,5 31 31,83 74 66 85 75 11 27,5 34,5 29 30,33 84 42 97 74,33 12 27 29 29 28,33 74 88 74 78,67 13 29 28 28,5 28,5 64 82 80 75,33 14 29 30 26 28,33 75 72 98 81,67 Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Tabel 5. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-I

Parameter Hari ke-

Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 Suhu (°C) 27,67 29 27,67 29,5 27,5 30,67 29 28,72 Kelembaban (%) 87,33 72,67 79,22 8,67 82 59,33 78,67 66,84 Hari hujan (mm/hari)

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Tabel 6. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-II

Parameter Hari ke-

Rata-rata 8 9 10 11 12 13 14 Suhu (°C) 31,33 30,83 31,83 30,33 28,33 28,5 28,33 29,92 Kelembaban (%) 60 65 75 74,33 78,67 75,33 81,67 72,86 Hari hujan (mm/hari)

(50)

Tabel 7. Perbandingan Pengamatan Minggu ke I dan II

Paramater Mingguke I Mingguke II

Suhu (°C) 28,72 29,92

Kelembaban (%) 66,84 72,86

Hari hujan (mm/hari) Jenisawan yang paling seringmuncul

Altocumulus Cirrus

Gambar

Tabel 1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I  Hari
Tabel 2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II  Hari
Tabel 3. Perbandingan Pengamatan Minggu ke I dan II
Tabel 4. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Harian  Hari  ke-  Suhu  (pukul)  Rata-rata  Kelembapan (pukul)  Rata-rata  Hari hujan (pukul)  Rata-rata  7  12  17  7  12  17    7  12  17    1  27  30  26  27,67  96  76  90  87,33    2  27  31  29  29

Referensi

Dokumen terkait

Lux Meter Digital Standar adalah alat yang dapat mengukur intensitas cahaya, ini merupakan alat yang digunakan untuk membandingkan alat ukur intensitas cahaya yang telah dibuat.

Perihal : Penundaan Proses Lelang Pekerjaan Pengadaan Belanja Modal Peralatan dan Mesin – Pengadaan Alat - alat Peternakan RPH ( Sumber DAK dan Pendamping DAK )

Alat ukur mekanik merupakan perkakas/alat yang digunakan untuk mengukur dimensi peralatan atau benda kerja mekanik pada bengkel mekanik.. Terdapat dua jenis alat ukur yaitu

Dari latar belakang tersebut maka penulis merancang dan merealisasikan serta menguji sensitifitas suatu alat ukur tingkat keasaman suatu cairan menggunakan prinsip pengukuran

BukQ Ketertelusuran Pengukuran untuk Alat Ukur/Alat Uji KAN mensyaratkan bahwa semua kalibrasi dan verifikasi alat ukur dan uji, standar acuan, bahan acuan dan peralatan bantu yang

Dari hasil pembuatan dan pengujian alat ukur konsumsi energi disimpulkan hasil pengukuran yang didapatkan pada alat ukur konsumsi energi hampir sama dengan alat

TOPIK BELAJAR • Kontrak belajar • Memahami konsep pengukuran & alat ukur psikologi • Memahami metode pengukuran teknik pengukuran, penskalaan • Memahami jenis-jenis produk data

Dokumen ini membahas tentang adaptasi, pengamatan, dan