• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 232010095 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 232010095 Full text"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar Pemerintah Daerah.Keempat, Pertumbuhan Pendapatan Daerah dikategorikan baik.Kelima, Pemda sebenarnya masih memiliki fleksibilitas pendapatan yang dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.

Kata Kunci :Kapasitas Pendapatan, APBD, Pemerintah Daerah, Kinerja Keuangan

LATAR BELAKANG

Desentralisasi merupakan kebijakan yang telah banyak dilaksanakan oleh

berbagai Negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu Negara

yang melakukan kebijakan tersebut adalah Indonesia.Yang mana pemerintah pusat

memberikan wewenang kepada masing-masing daerah untuk membuat peraturan

dan kebijakan tiap daerah (otonomi daerah) yang berguna untuk memajukan

daerahnya masing-masing. Desentralisasi diperlukan untuk perbaikan efisiensi

ekonomi, efisiensi biaya, perbaikan infrastruktur, dan peningkatan mobilisasi dana

(Suahasil dan Nurkholis, 2006: 134). Seperti yang tertulis pada Undang-Undang

No 32 Tahun 2004 mengenai otonomi daerah.Yang menjelaskan bahwa Otonomi

Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk dapat meralisasikan rencana yang telah dibuat, pemerintah daerah

membutuhkan perencanaan yang matang yaitu perincian penerimaan dan

pengeluaran daerah yang terinci dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah

(APBD).Di dalam APBD terdapat 2 poin besar yaitu Penerimaan Daerah dan

Belanja Daerah. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menggambarkan

bagaimana kondisi keuangan di suatu wilayah, yakni pada lingkup Eks

Karesidenan Pekalongan dalam hal Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD)

(2)

dalam ruang lingkup yang lebih sempit. Karena peneliti ingin lebih mendalami

dan fokus kedalam salah satu aspek di dalam APBN yaitu Pendapatan yang

diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih spesifik terkait dengan

revenue capacity (penerimaan pendapatan) khususnya di daerah Eks-Karesidenan

Pekalongan. Munculnya analisis dalam level karesidenan ini dikarenakan

penelitian yang ada saat ini hanya berada pada level nasional/ provinsi saja, belum

ada penelitian pada level karesidenan. Level karesidenan dipilih karena data yang

ada lebih homogen dan lebih komparabel antar kota/ kabupaten, karena data

relative lebih homogen, sehingga nantinya data mudah untuk dibandingkan.

Analisis pada tingkat Karesidenan ini dinilai dapat lebih komparabel dikarenakan

masih dalam satu lingkup Provinsi Jawa Tengah.

Mardiasmo (2002:1) mengatakan bahwa sebelum era otonomi harapan

besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan

kemampuan dan kehendak daerah untuk membangun daerah berdasarkan

kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan

semakin jauh dari kenyataan karena ketergantungan fiskal dan subsidi serta

bantuan pemerintah pusat semakin besar sebagai wujud ketidakberdayaan

Pendapatan Asli.Halim (2001:125) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah

yang mampu melaksanakan otonomi, yaitu (1) kemampuan keuangan daerah,

artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali

sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang

cukup untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahaannya. (2) ketergantuangan

pada daerah pusat harus seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah (PAD)

(3)

dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah

daerah menjadi lebih besar.

Pendapatan daerah di Indonesia secara garis besar dikelompokkan menjadi

3 bagian yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan danPendapatan

Lain-lain yang sah. Salah satu cara mengukur kemampuan keuangan suatu daerah

dapat dicerminkan dari revenue capacity (kapasitas pendapatan)-nya.

Penelitian ini akan menggambarkan dan lebih fokus pada Penerimaan

Daerah dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) pada lingkup

yang lebih sempit dibandingkan dengan lingkup provinsi, yakni pada wilayah

Eks-Karesidenan Pekalongan. Analisis dari tingkat Karesidenan ini dinilai jauh

lebih kompatibel dikarenakan masih dalam satu wilayah yang sama yakni provinsi

Jawa Tengah. Wilayah Eks-Karesidenan Pekalongan merupakan wilayah yang

sebetulnya tidak jauh berbeda dengan wilayah lain di povinsi Jawa Tengah.

Karesidenan Pekalongan dipilih karena Kabupaten/Kota yang terdapat di

Eks Karesidenan Pekalongan dalam Tipologi Klassen sebagian besar termasuk

daerah relatif tertinggal (low growth and low income) namun ada juga daerah

yang masuk dalam klasifikasi daerah cepat- maju dan cepat-tumbuh (high growth

and high income), kesenjangan yang tinggi dalam satu wilayah Eks Karesidenan

Pekalongan ini menarik untuk diteliti. Analisis Tipologi Klassen merupakan alat

untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi

masing-masing daerah yang digunakan untuk mengetahui klasifikasi daerah

berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

atau produk domestik regional bruto perkapita daerah yang diteliti berdasarkan

(4)

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapitanya, lalu daerah tersebut akan

dibedakan menjadi 4 klasifikasi, yakni: daerah cepat- maju dan cepat-tumbuh

(high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low

growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah

relative tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997:27-38; Kuncoro,

1993; Hil,1989) dalam (Kuncoro,2002).

Menurut Verianingsih (2009) revenue capacity (kapasitas pendapatan)

merupakan salah satu tolok ukur kemampuan keuangan daerah dan sebagai potret

kemandirian daerah. Ukuran kemampuan keuangan suatu daerah yang

dicerminkan dari revenue capacity (kapasitas pendapatan)dapat dilihat dari hasil

pungutan pajak, retribusi pajak dan sarana pemasukan daerah lainnya yang

diterima daerah setiap tahunnya. Semakin besar revenue capacity (kapasitas

pendapatan) suatu daerah, maka semakin besar kemampuan keuangan daerah

untuk membiayai kebutuhan rumah tangganya sendiri, tetapi disisi lain masih

banyak daerah yang tidak bisa memenuhi target revenue capacity (kapasitas

pendapatan) nya yang dsebabkan karena kegagalan untuk mencapai stabilitas

keuangannya (Blumental, 2003) dalam Bowman (2011).

Terkait paparan di atas, terdapat beberapa penelitian terkait dengan

revenue capacity yang telah dilakukan yaitu : Analisis Pendapatan dan Belanja

Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur yang diteliti oleh Ariana et al.

(2013), mencoba meneliti pendapatan Pemerintah Daerah dengan menggunakan

analisis varians pendapatan, derajat desentralisasi, rasio ketergantungan keuangan

daerah, dan rasio efektivitas dan efisiensi PAD. Hasil dari penelitian ini bahwa

(5)

pemerintah Kutai Timur menggunakan anggaran mereka dengan cukup efektif dan

efisien.

Analisi Rasio untuk mengukur kinerja pengelolaan Keuangan daerah kota

Malang yang diteliti oleh Ninik (2011), mencoba meneliti tentang kinerja

Keuangan Daerah dengan menggunakan analisis rasio kemandirian keuangan

daearh berdasarkan APBD, rasio efektifitas, rasio akfitas, rasio belanja

pembangunan dan rasio pertumbuhan. Hasil dari penelitian ini Pemerintah daerah

kota Malang masih tergantung dengan pemerintah pusat karena kurang

mengoptimalkan sumber pendapatan daerahnya.

Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan sebelumya, masih terdapat

banyak kekurangan yang menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian ini,

salah satunya adalah ruang lingkup penelitian dimana dari beberapa penelitian

terdahulubelum ada penelitian yang fokus pada wilayah eks Karesidenan.

Terkait paparan diatas, perlu dilakukan analisis mengenai Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang nantinya dapat memberikan

informasi yang berguna terkhusus dari sisi pendapatan daerahnya pada wilayah

Eks-Karesidenan Pekalongan.Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana Gambaran Revenue Capacity Pemerintah Kabupaten/Kota Se Eks

Karesidenan Pekalongan Tahun Anggaran 2008-2012 berdasarkan analisis rasio

pendapatan daerahnya?”

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Bagaimana gambaran kapasitas

penerimaan (Revenue Capasity) Pemerintah Daerah Eks-Karesidenan Pekalongan

periode 2008-2013 dalam memanfaatkan sumber daya yang diterima serta yang

ada di wilayahnya tersebut dari Pendapatan Daerah.Sehingga pemerintah dapat

(6)

lebih jeli lagi dalam memanfaatkan dan mengalokasikannya untuk perkembangan

daerahnya.

TELAAH TEORITIS

UU No. 32 tahun 2004 pasal pertama menjelaskan bahwa otonomi daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan undang-undang. Menurut Gribaldi (2008) Kebijakan pemberian

otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah merupakan

langkah strategis dalam dua hal.Pertama, Otonomi Daerah merupakan jawaban

atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi,

kemiskinan, ketidakmerataan dan masalah pembangunan sumber daya

manusia.Kedua, Otonomi daerah merupakan langkah strategis bangsa Indonesia

untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis

perekonomian daerah.

Dengan adanya otonomi daerah di Indonesia, maka tak luput juga dari

permasalahan pendapatan dan belanja yang akan diterima dan diperoleh oleh

tiap-tiap daerah. Oleh karena itu tiap-tiap daerah wajib untuk mempersiapkan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) tiap tahunnya guna menjalankan peranan

dan pengembangan daerahnya.Karakteristik Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) di era prareformasi berbeda dengan era reformasi.Di era

prareformasi, APBD disusun oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah

dengan menggunakan pendekatan tradisional.Dalam pendekatan tradisional,

(7)

anggaran diusun berdasarkan jenis penerimaan dan jenis pengeluaran. Menurut

UU No. 32 Tahun 2004 pasal 179, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan

daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai satu Januari sampai

dengan tiga puluh satu Desember. APBD merupakan satu kesatuan (Darise, 2008)

yang teriri dari : (1) Pendapatan Daerah, (2) Belanja Daerah dan (3) Pembiayaan

Daerah. APBD merupakan cerminan dari instrument kebijakan fiskal yang

digunakan oleh pemerintah daerah dalam rangka melakukan pelayanan publik dan

mendorong pertumbuhan ekonomi. (Sudarwanto (2013))

Dalam hal APBD diperkirakan surplus, digunakan untuk pembayaran

pokok hutang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada

pemerintah pusat/daerah, transfer ke dana cadangan dan sisa lebih tahun anggaran

berjalan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan sebagai pembiayaan

untuk menutup defisit tersebut diantaranya bersumber dari sisa lebih perhitungan

anggaran tahun lalu, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan

kakayaan daerah yang dipisahkan, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman

atau penerimaan piutang.

Salah satu aspek penting dari Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD)

ialah pendapatan daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang

melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar, yang

merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh daerah. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal pertama

menjelaskan bahwa pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diatur

sebagai penambahan nilai kekayaan besih dalam periode tahun anggaran yang

bersangkutan.Pendapatan daerah sendiri terbagi kedalam 3 (tiga) bagian utama

(8)

yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Primbangan dan lain-lain pedapatan

yang sah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah

yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan undang-undang yang

berlaku. Menurut Darise (2007 : 33) Pendapatan asli daerah yang merupakan

sumber penerimaan daerah perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung

sebagian beban belanja yang diperlukan untuk menyelenggarakan kegiatan

pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi yang

luas, nyata dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan. Menurut Halim (2001)

kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipisahkan menjadi empat jenis yaitu

pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan lain-lain PAD yang

sah.

Pendapatan asli daerah (PAD) dipungut berdasarkan peraturan daerah.

Sumber-sumber PAD antaralain:

a. Pajak Daerah

Merupakan iuran yang dilakukan oleh orang pribadi maupun badan

kepada daerah tanpa adanya kontraprestasi / imbalan langsung sesuai

dengan undang-undang yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan sarana prasarana

daerah.

Pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah meliputi 4 jenis yaitu:

pajak kendaraan bermotor dan pajak kendaraan di atas air, pajak bea balik

nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar

(9)

bermotor, dan pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan

air permukaan.

Sedangkan pajak yang dipungut oleh pemerinah kota/ kabupaten

yaitu: pajak restoran, pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame, pajak

penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan galian, pajak parkir.

b. Retribusi Daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan secara khusus dan/atau

diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau

badan. Terdapat 3 jenis retribusi yaitu Retribusi jasa umum, retribusi jasa

usaha dan retribusi perizinan tertentu.

Retribusi merupakan salah satu pendapatan daerah yang menunjang

kemajuan di masing-amsing daerah.Retribusi sendiri mempunyai peran

yang sangat penting di dalam pencapaian taget anggaran pendapatan.

Karena retribusi sifatnya menambah PAD, jika retribusi daerah semakin

tinggi maka pendapatan daerah akan semakin meningkat. Dan akhirnya

akan berdampak pada tingkat kemandirian daerah itu sendiri.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Sumber penerimaan daerah terdiri dari : Bagian laba atas

penyertaan modal pada perusahaan milik daerah / BUMD , bagian laba

atas penyetaraan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan

bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau

kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

(10)

Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mencangkup hasil

penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,

pererimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,

penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

asing, pendapatan denda, pendapatan denda pajak, denda retribusi hasil

eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan

umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan

pendapatan dari angsuran / cicilan penjualan.

Walaupun pendapatan lain-lain asli daerah yang sah ini tidak tetap

jumlahnya di setiap tahunnya, namun dengan adanya pendapatan ini,

pemerintah daerah mendapatkan tambahan penerimaan daerah, yang

terkadang jumlahnya bernilai tinggi.Semakin banyaknya pendapatan

lain-lain suatu daerah, maka kemandirian daerah tersebut semakin baik.

Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan

keuangan antara pusat dan daerah (Darise, 2007 :33) Dana perimbangan terdiri

dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

ALAT ANALISIS

1. Analisis Varian (selisih) Anggaran Pendapatan

Analisi varian anggaran pendapatan dilakukan dengan cara

menghitung selisih antara realisasi pendapatan dengan yang dianggarkan.

(11)

Dalam analisis selisih anggaran pendapatan, hal utama yang perlu

dilakukan oleh pembaca laporan adalah:

a) Melihat besarnya selisih anggaran pendapatan dengan realisasinya

baik secara nominal maupun presentase.

b) Menetapkan tingkat selisih yang dapat ditoleransi atau dianggap

wajar.

c) Menilai signifikan tidaknya selisih tersebut jika dilihat dari total

pendapatan.

d) Menganalisis penyebab terjadinya selisih anggaran pendapatan

Pemerintah daerah dikatakan memiliki kinerja pendapatan yang baik

jika mampu memperoleh pendapatan yang melebihi jumlah yang

dianggarkan.Sebaliknya apabila realisasi pendapatan dibawah jumlah yang

dianggarkan, maka hal itu dinilai kurang baik. Apabila target pendapatan

dapat dicapai bahkan terlampaui, maka hal itu tidak terlalu mengejutkan

karena memang seharusnya demikian. Tetapi jika target pendapatan tidak

tercapai, hal ini membutuhkan penelaahan lebih lanjut terkait dengan

penyebab tidak tercapainya target.

2. Derajat Desentralisasi

Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah

Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini

menunjukkan drajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah.

Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan

pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi. Rasio ini

dirumuskan sebagai berikut :

(12)

Drajat Desentralisasi %

3. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara

membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh

penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio

ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah

terhadap pemerintah pusat dan/atau pemerintah propinsi. Rasio ini

dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Ketergantungan Keuangangan Daerah %

4. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, rasio ini akan menunjukkan

seberapa besar dana sendiri (Pendapatan Asli Daerah) yang digunakan

untuk membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan

pelayanan kepada masyarakat. Rasio ini menggambarkan seberapa besar

partisipasi masyarakat dalam melakukan pembangunan karena PAD

diperoleh dari masyarakat melalui pajak, retribusi daerah yang menjadi

komponen utama dalam PAD.Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Kemandirian Daerah %

Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap bantuan dari pihak

luar semakin berkurang seperti hibah, bantuan pemerintah pusat maupun

propinsi.

(13)

Harsey dan Blanchard dalam Halim (2001 : 168) mengemukakan

mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam

pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan undang-undang

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu:

(1) Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih

dominan daripada kemandirian keuangan daerah (daerah tidak mampu

melakukan otonomi daerah secara financial)

(2) Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat

sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi

karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi

daerah

(3) Pola hubungan partisipatif, yaitu pola hubungan dimana peranan

pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian

daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan

otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi

pemerintah pusat.

(4) Pola hubungan pertisipasi pemerintah pusat, yaitu campur tangan

pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar

mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.

Pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan

otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.

Pola Hubungan Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan

Keuangan Daerah

(14)

Kemampuan Keuangan

Rasio Kemandirian (%)

Pola Hubungan

Rendah Sekali 0 - 25 Instruktif

Rendah >25 – 50 Konsultatif

Sedang >50 – 75 Partisipatif

Tinggi >75 - 100 Delegatif

Sumber : Dwirandra, (2007 : 7)

5. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Rasio efektifitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi

penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD (dianggarkan). Rasio ini

dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Efektifitas PAD %

Rasio efektifitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

mobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Secara

umum, nilai efektifitas PAD dapat dikategorikan sebagai berikut:

KATEGORI PREDIKAT

Sangat Efektif >100%

Efektif 100%

Cukup Efektif 90%-99%

Kurang Efektif 75%-89% Tidak Efektif <75%

6. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pajak Daerah

Rasio Efektivitas Pajak Daerah, setiap pemerintahan telah memiliki

estimasi Pajak Daerah yang tentunya disusun berdasarkan potensi-potensi

yang dimiliki suatu daerah. Tidak tertutup kemungkinan dalam

realisasinya, Pajak Daerah lebih besar atau lebih kecil dari yang telah

diestimasikan.Rasio Efektivitas Pajak Daerah ini menunjukkan seberapa

(15)

efektif suatu daerah dalam merealisasikan Penerimaan Pajak Daerah yang

telah dianggarkan tersebut.Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Efektivitas Pajak Derah %

Semakin tinggi rasio di atas maka semakin baik kinerja suatu lembaga

sektor publik, karena semua rencana benar-benar terlaksana dan hal itu

berarti bahwa kinerjanya terbukti

7. Rasio Pajak

Tax ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak

dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.Rasio

itu dipergunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh

masyarakat dalam suatu negara. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Pajak

8. Rasio Pajak per Kapita

Pajak per kapita merupakan pungutan pajak yang di ambil dari setiap

penduduknya.Pajak perkapita merupakan perbandingan antara jumlah

penerimaan pajak yang dihasilkan suatu daerah dengan jumlah

penduduknya. Yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Pajak Rasio Pajak X

9. Ruang Fiskal

Ruang fiskal adalah ketersediaan sumber daya keuangan bagi

pemerintah untuk membiayai kebijakan yang diinginkan, biasanya untuk

infrastruktur.Ruang fiskal merupakan salah satu konsep untuk mengukur

fleksiilitas yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD

untuk membiayai kegiatan yang menjadi prioritas daerah.

(16)

Ruang Fiskal Total Pendapatan Enmarked Belanja yang sifatnya mengikat

Semakin besar ruang fiskal yang dimiliki suatu daerah, maka akan

semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah

untuk mengalokasikan belanjanya pada kegiatan-kegiatan yang menjadi

prioritasnya.

Metode Peneltian

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif

deskriptif yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD)

serta Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) se

Eks-Karesidenan Pekalongan tahun anggaran 2008-2012. Analisis menggunakan data

sekunder berupa data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Eks-Karesidenan

Pekalongan serta data pendukung lainnya yang akan disajikan dengan

menggunakan analisistime series dan cross section.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

berupa Anggara dan Realisasi Pendapatan dan Belnaja Daerah tahun anggaran

2008-2012 yang diperoleh dari Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia

Perwakilan Jawa Tengah. Data sekunderlain berasal dari situs internet resmi

Pemerintahan Kabupaten/Kota se Eks Karesidenan Pekalongan serta data dari

Badan Pusat Statistik Daerah Eks-Karesidenan Pekalongan guna mengetahi

perkembangan terperinci statistik di daerah tersebut.

Objek Penelitian

(17)

Objek penelitian dalam pokok permasalahan penelitian ini adalah

Pemerintah Daerah Eks-Karesidenan Pekalongan yang memiliki 7 kabupaten/

kota yaitu: Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten

Tegal, Pemalang, Brebes, dan Batang.

Metode Pengumpulan dan Analisi Data

1. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan

Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Eks-Karesidenan Pekalongan selama Periode 2008-2012,

2. Melakukan analisis terhadap Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Eks-Karesidenan Pekalongan. Metode analisis dalam

penelitian ini menggunakan metode analisis diskriptif, dan menghitung

dengan menggunakan rasio-rasio yang telah dipilih yaitu dengan

menggunakan analisis:

1. Analisis Variasi

2. Drajat Desentralisasi

3. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

4. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

5. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

6. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pajak Daerah

7. Rasio Pajak

8. Rasio Pajak per Kapita

9. Ruang Fiskal

(18)

3. Berdasarkan analisis dari data yang telah diperoleh, hasil data dari tiap-tiap

daerah tersebut akan dikupas dan dianalisis lebih dalam lagi, dengan

menggunakan analisis time series dan cross sectional. Dari hasil kedua

analisis tersebut akan dikupas gambaran kejadian apa saja yang terkait

terhadap pengelolaan pendapatan daerah. Dalam penelitian ini, peneliti

mencoba mengeksplorasi lebih dalam lagi mengenai

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seperti factor alam, kondisi politik dan ekonomi

nasional, serta hal-hal yang terkait dengan revenue capacity di wilayah

Eks Karesidenan Pekalongan. Dari hasil analisi tersebut nantinya akan

dibandingkan antara daerah satu dengan daerah yang lain. Dengan melihat

hasil analisis yang telah dibandingkan satu persatu tersebut, akan

dipaparkan penjelasan lebih terperinci lagi implikasinya dan kemudian

ditarik kesimpulan dan saran yang dapat digunakan baik oleh pemerintah

Eks-Karesidenan Pekalongan sendiri maupun pemerintah secara nasional

sebagai bahan pertimbangan kedepannya.

(19)

Analisis Diskriptif

A. Analisis Varian Anggaran Pendapatan

Analisis varian anggaran pendapatan merupakan analisis yang dilakukan

terhadap perbedaan atau selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan

realisasi di tahun anggaran tertentu. Dalam hal ini, Pemerintah daerah

dikatakan memiliki kinerja pendapatan yang baik jika mampu memperoleh

pendaptan yang melebihi jumlah yang dianggarkan, yang dalam tabel analisis

varian anggaran Pendapatan digambarkan dengan prosentase positif di atas

0%.Sebaliknya apabila realisasi pendapatan dibawah jumlah yang

dianggarkan, maka hal itu dinilai kurang baik, yang digambarkan dengan

prosentase negatif dibawah 0%. Apabila target pendapatan dapat dicapai

bahkan terlampaui, maka hal itu tidak terlalu mengejutkan karena anggaran

pendapatan yang telah dianggarkan tersebut merupakan perhitungan yang

telah diestimasi atau diperkirakan pasti akan dicapai oelh Pemerintah Daerah.

Tetapi jika target pendapatan tidak tercapai, hal ini membutuhkan penelaahan

lebih lanjut terkait dengan penyebab tidak tercapainya target. Berikut adalah

hasil analisis variasi anggaran pendapatan dari eks-Karesidenan Pekalongan :

Tabel 1.1 VARIAN ANGGARAN PENDAPATAN (PERSENTASE)

2008 2009 2010 2011 2012

Kota Pekalongan 4% 3% 1% 3% 5%

Kabupaten Pekalongan 4% 2% -1% 0% 2%

Kota Tegal 3% 6% 1% 2% 3%

Kabupaten Tegal 1% 2% -1% 1% 1%

Brebes 1% -2% -6% -4% 0%

Batang 3% 3% 1% 3% 2%

Pemalang 4% 4% 3% 1% 2%

AVERAGE 3% 3% 0% 1% 2%

SUMBER : BPK PERWAKILAN JAWA TENGAH (Diolah)

Daerah LKPD ANALISIS VARIANS PENDAPATAN

(20)

Tabel 1.2 VARIAN Kota Pekalongan Kabupaten Pekal Kota Tegal Kabupaten Tegal Brebes Batang Pemalang AVERAGE SUMBER : BPK PE

Daerah LKP

Grafik 1.1 T

SUMBER: BP

grafik 1.2 PE

SUMBER: Dari Karesiden -10% -5% 0% 5% 10% TREN VARIA PK PERWAKIL ERBANDING BPK PERWA

i grafik di

nan Pekalon

N ANGGARAN PEND

20 ongan

ERWAKILAN JAWA TE PD

2008

AN PENDAPA

LAN JAWA TEN

GAN VARIAN

WAKILAN JA

atas, dapat

ngan yang m

DAPATAN (NOMINA 008 13.758 22.946 10.338 5.188 12.788 19.041 28.631 16.099 TENGAH (Diolah) 2009 Kota Pekalo Kota Tegal Brebes Pemalang 21 ATAN ANTA

NGAH (Diolah)

N PENDAPA WA TENGAH dilihat bah mengalami L) 2009 10.679 10.800 23.464 18.848 (17.283) 18.896 35.434 14.405 ANALISIS 9 2 ongan AR WAKTU ) ATAN ANTAR

H (Diolah)

hwa terdapa

fluktuasi p

2010 3.488 (8.707) 4.282 (12.688) (64.860) 7.351 23.201 (6.848)

S VARIANS PENDAP

2010 Kabupa Kabupa Batang AVERA R DAERAH

at varian pa

pada masing

2011 16. ) (1.

11. ) 14. ) (61. 22.

14.

) 2.

ATAN (DALAM 2012 068 575) 778 834 446) 760 379 400 2011 aten Pekalong aten Tegal g AGE ada wilayah

g-masing d

(21)

dari tahun ke tahun (time series). Dari table yang telah dipaparkan, dapat dilihat

bahwa hampir seluruh wilayah di eks-Karesidenan Pekalongan memiliki varian

yang berbeda dalam variasi anggaran pendapatan. Kota Tegal, Kota Pekalongan,

Brebes, Batang dan Pemalang mengalami varian yang baik, bisa dikatakan baik

karena varian yang direalisasikan tiap tahunnya dapat sama atau bahkan melebihi

dari yang dianggarkan, namun ada beberapa daerah yaitu Kabupaten Pekalongan,

Kabupaten tegal dan Brebes yang dalam beberapa tahun tidak dapat memenuhi

target pendapatannya.

Khususnya untuk kota Brebes yang dapat dilihat dalam table

perbandingan varian pendapatan antar waktu (cross section), ketidak tepatan

dalam realisasi pendapatan ini terjadi 3 tahun berturut-turut, yakni pada tahun

2009 sebesar 2%, pada tahun 2010 sebesar 6% dan di tahun 2011 sebesar

-4%. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala bidang tata ruang DPU

kabupaten Brebes, Ir. Kustiyanto bahwa pembangunan di Brebes sendiri

masih belum terarah, pemerintah Brebes pada awalnya mencoba untuk

memperbaiki di setiap wilayahnya, namun dampak yang timbul adalah

pemerintah kota Brebes tidaklah focus untuk memaksimalkan pembangunan

tersebut, yang pada akhirnya berdampak pada ketidakterarahan

pembangunan.

Terdapat beberapa kemungkinan dari ananlisis varian yang terdapat di

wilayah Eks Karesidenan Pekalonganini terjadi, diantaranya:

• Varian pendapatan positifdimungkinkan kerena ketepatan dalam

pengestimasian anggaran yang dilakukan.Namun hal lain yang bisa

(22)

terjadi adalah pengestimasian anggaran pendapatan yang terlalu

rendah, sehingga berdampak pada tingginya jumlah realisasi yang

didapatkan.

• Pemerintah daerah yang menargetkan SiLPA (Sisa Lebih atas

Perhitungan Anggaran) yang dapat digunakan untuk membiayai

keperluan tak terduga di daerahnya.

• Varian anggaran yang sebagian besarnya negatif / dibawah 100%,

seperti yang terjadi pada tahun 2010, dimungkinkan karena adanya

kondisi perekonomian nasioanal yang terganggu. Salah satu

penyebabnya adalah pada tahun 2010, terjadi kenaikan harga Bahan

Bakar Minyak yang berdampak luas pada kenaikan harga lain yang

mengakibatkan anggaran yang telah diestimasi menjadi meleset.

Pemerintah kabupaten Brebes nampaknya harus mengkaji ulang

mengenai pengalokasian anggaran yang diterimanya, untuk dapat dikelola

dengan seefektif mungkin agar tidak terjadi ketidakimbangan antara anggaran

dan penerimaan. Dan juga pemerintah Brebes harus lebih memfokuskan

dahulu apa yang harus dikembangkan pada daeahnya, sehingga pembangunan

pada daerah tersebut menjadi kelihatan hasilnya dan masalah kesemrawutan

dapat diatasi.

B. Derajat Desentralisasi

Derajat Desentralisasi merupakan Rasio yang menunjukkan derajat kontribusi

PAD terhadap total penerimaan daerah. Ketika pendapatan asli pada suatu

daerah semakin tinggi, penyelenggaraan desentralissi daerah itupun akan

semakin tinggi pula. Jika tingkat desesntralisasi pada suatu daerah semakin

(23)

tinggi digun Kares setiap dalam i, kemandir nakan sebag sidenan Pek p daerahnya

m table berik

ian daerah gai gamba kalongan ya a mengalam kut : tersebut aka aran perkem ang berkem mi desentrali an semakin

mbangan d

mbang dari t

sasi yang b

n baik. Hasil

desentralisas

tahun ke ta

berbeda-bed

l analisis be

si wilayah

ahun. Dima

da seperti tam erikut

eks-ana di

mpak

Tabel 2. RA

Kota Pekalo Kabupaten Kota Tegal Kabupaten Brebes Batang Pemalang AVERAGE

SUMBER : B

DAERAH LK

ASIO DERAJATT DESENTRALISSASI (PERSENNTASE)

Grafik 2.1 T

SUMBER: B

Tabel 2.2 PE

TREN DERAJ BPK PERWAK ERBANDING onga Peka Tega BPK PERWAKI KTD JAT DESENT KILAN JAWA GAN DERAJA 2008 7% 8% 18% 7% 8% 7% 9% 9%

LAN JAWA TE

24 TRALISASI A TENGAH (D AT DESENTR 200 8% 9% 21% 8% 8% 7% 10% 10% ENGAH (Diola

RASIO DEERAJAT DESEN

ANTAR WAK iolah) RALISASI AN 09 % % % % % % % % h) NTRALISASI 2010 11% 9% 22% 8% 6% 7% 8% 10% KTU 2011 12% 9% 21% 7% 6% 7% 7% 10%

NTAR DAERRAH

(24)

SUMBER: BP Da desen drajat (2008 Te desen dimun dalam pener perusa Pa yang pemer diduk Pa dapat yang PK PERWAKIL ari paparan ntralisasi pad t desentrali 8-2012) men erdapat beb ntralisasi,

ngkinkan k

m sektor pe

rimaan dae ahaan milik ada pemerin bertahap rintah daera kung kontrib

ada grafik c

dilihat, ba

menduduki

LAN JAWA TEN

hasil analis

da eks-Kare

sasi pada e

ngalami var berapa kem diantarany karena adan emungutan erah lainny

k daerah (BU

ntah Kota Pe

2% dari ta

ah dalam pe

busi PAD ya

cross sectio

ahwa tingka

kisaran rat

25

NGAH (Diolah)

is dan grafi

esidenan Pe eks-Karesid riasi perkem mungkinan a adanya nya peningk pajakdaera ya, missal: UMD). ekalongan d

ahun ke tah

enyelenggar

ang selalu m

on dan time

at disentrali

a-rata 20%. )

ik time serie

ekalongan te denan Peka mbangan pen yang terj a kenaikan katan Penda ah, retribusi laba atas dapat diliha hun, yang raan desentr meningkat t

e series ya

isasi terting

. Namun un

es dan cross

ersebut, dap

alongan dar

ningkatan /

s sectional d

pat dilihat b

ri tahun-ket kenaikan. drajat bahwa tahun adi pada n derajat apatan Asli

i daerah at

s penyertaa

analisis d

t desentra

i Daerah (P

tau dampak an modal erajat alisasi PAD) k dari pada

at bahwa te

artinya bah

ralisasi sem

iap tahunny

erdapat ken

hwa kemam

makin baik k

ya.

naikan

mpuan

karena

ang telah di

ggi terdapat

ntuk peningk

ipaparkan d

t di Kota T

katan dari ta diatas

Tegal,

(25)

ahun-ketahun kontribusi PAD di Kota Tegal ini tidak menunjukkan perkembangan

yang signifikan, walaupun menempati urutan yang tertinggi dari keenam

daerah lainnya, kontribusi PAD tiap tahunnya khususnya di tahun 2009-2011

tetap meningkat meskipun peningkatannya masih kurang dari 0,5% per

tahunnya. Hal ini berbeda dengan Kota Pekalongan yang mengalami

perkembangan yang sangat baik di tiap tahunnya, Kota pekalongan pada

tahun 2008 memiliki drajat desentralisasi yang paling rendah di antara

keenam daerah lainnya yakni hanya sebesar 6,60% dari total penerimaan

daerahnya. Namun dalam perkembangannya dari tahun ke tahun kontribusi

PAD pada daerah ini berkembang hampir ±2% tiap tahunnya, yang

menunjukkan bahwa usaha Pemerintah Pekalongan dalam mewujudkan

desentralisasi di wilayahnya membuahkan hasil, dan kemandirian daerah

tersebut lambat laun semakin baik jika diimbangi dengan perkembangan yang

baik seperti 5 tahun penelitian ini.

Hal ini dikarenakan Kota Pekalongan semakin meningkatkan dan

memajukan potensi daerahnya secara efektif dan efisien. Sekor perdagangan

merupakan penyumbang terbesar di Kota Pekalongan sebesar 25,14% dari

keseluruha PDRB di wilayah Kota Pekalongan Kota Pekalongan dimana

sektor perdagangan ini lebih didominasi oleh Perdagangan Batik dan tenun

ATBM. Adanya peran aktif pemerintah dalam pelestarian budaya dan

pengemangan daerah, didukung dengan pemberdayaan pada masyarakatnya

membuat kontribusi pendapatan asli daerah semakin meningkat dari tahun ke

tahun.

(26)

Data Ekonomi Keuangan Produk Domestik Regional Bruto

NO JENIS DATA SATUAN TAHUN 2009

1 PDRB atas dasar harga berlaku Jt Rp 143.390,49

a Pertanian % 8..01

b Pertambangan & Penggalian % -

c Industri Pengolahan % 18.31

d Listrik, gas dan air bersih % 1.78

e Bangunan % 13.70

f Perdagangan, Hotel dan restoran % 25.14

g Pengangkutan dan Komunikasi % 13.12

h Keu. persewaan dan jasa perusahaan % 7.09

i Jasa-jasa % 12.85

2 PDRB atas dasar harga konstan 1.099.441,61

Sumber : BPMP2T Kota Pekalongan.

C. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara

membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan

daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka

semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah

pusat dan/atau pemerintah propinsi.Rasio ini berguna untuk mengetahui

tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan dari pemerintah

pusat.

Tabel 3. RASIO KEERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH (PERSENTASE)

2008 2009 2010 2011 2012

Kota Pekalongan 92.24% 91.90% 88.62% 87.15% 85.15%

Kabupaten Pekalongan 90.31% 91.32% 90.99% 91.19% 89.70%

Kota Tegal 79.22% 76.50% 75.35% 74.72% 73.71%

Kabupaten Tegal 92.32% 89.81% 88.78% 88.97% 87.65%

Brebes 88.09% 91.70% 91.54% 91.30% 89.53%

Batang 91.87% 91.09% 92.89% 90.43% 88.90%

Pemalang 88.04% 88.29% 89.04% 89.24% 89.47%

AVERAGE 88.87% 88.66% 88.17% 87.57% 86.30%

SUMBER : BPK PERWAKILAN JAWA TENGAH (Diolah)

DAERAH LKTD RASIO KETERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH

(27)

Grafik 3.1

SUMBER: B

Grafik3.2 DAERAH

SUMBER: B

D

keuangan

Dapat dil

masihlah

kemungki

• Masih

pemer

TREN KETE

BPK PERWAK

PERBANDIN

BPK PERWAK

Dari kedua

daerah da

lihat bahwa

sangat ting

nan yang m

h tingginya

rintah pusat

ERGANTUN

KILAN JAWA

NGAN KET

KILAN JAWA

grafik diat

ari bantuan

a tingkat k

ggi, dari h

muncul, dian

a ketergan

t muncu ka

NGAN KEU

28

TENGAH (D

TERGANTUN

TENGAH (D

tas dapat d

pemerintah

ketergantun

hasil yang

ntaranya:

tungan pem

arena pemer

UANGAN DA

iolah)

NGAN KEU

iolah)

dilihat bahw

h pusat/pro

ngan daera

dipaparkan

merintah d

rintah daera

AERAH AN

UANGAN D

wa rata-rata

ovinsi masi

ah terhadap

n diatas, te

daerah pad

ah belum m

NTAR WAKT

DAERAH AN

TU

NTAR

a ketergantu

h sangat ti

p bantuan

rdapat beb ungan

inggi.

pusat

berapa

da bantuan

mampu men dari

(28)

secara optimal daerahnya, walaupun Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya

meningkat, namun hal itupun belum mampu menopang kebutuhan pemerintah

daerah dalam muncu karena pemerintah daerah belum mampu mengolah

secara optimal daerahnya, walaupun Pendapatan Asli Daerah (PAD)nya

meningkat, namun hal itupun belum mampu menopang kebutuhan pemerintah

daerah dalam kurun waktu 1(satu)tahun.

• Bergantungnya pemerintah daerah tas bantuan pemerintah pusat, bisa jadi

karena tidak adanya batasan atau target tertentu dari pemerintah pusat yang

mendorong pemerintah daerah untuk memunculkan dan memanfaatkan secara

optimal potensi pada masing-masing daerah.

Dalam diagram diatas rata-rata tingkat ketergantungan daerah terhadap

bantuan pemerintah pusat yang tertinggi terdapat di Kabupaten Pekalongan

dimana rata-rata ketergantungan tiap tahunnya mencapai 90,7%, hal ini

menggambarkan bahwa pemerintah kabupaten Pekalongan belum dapat

mengembangkan secara maksimal potensi daerah tersebut, perlu ditinjau dan

dilakukan pengkajian ulang kembali mengenai potensi pengembangan daerah

guna menggali dan mengembangkan kemandirian daerah ini. Walaupun sangat

berdekatan dengan wilayah Kota Pekalongan, dalam hal ketergantungan keuangan

daerah dari bantuan pusat di wilayah ini sangatlah tinggi, salah satu penyebabnya

dikarenakan adanya moment pemindahan kabupaten ke wilayah Kajen yang

berdampak pengeluaran semakin tinggi.Perpindahan wilayah kabupaten ini

pastinya memerlukan waktu dan biaya yang relative tinggi. Perencanaan dan

pembangunan untuk mendukung perpindahan wilayah ini tidaklah sebentar, dan

sarana pendukung seperti kantor beserta fasilitas lainnya membutuhkan biaya

(29)

yang tidak sedikit pula. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab Kabupaten

Pekalongan mengapa masih sangat bergantung pada bantuan pemerintah pusat.

Namun jika kita lihat di hampir keseluruhan Eks-Karesidenan Pekalongan ini,

nilai drajat ketergantungan masih sangatlah tinggi, jika terus menerus demikian

maka akan berdampak pada kemunduran dari masing-masing daerah, dan

memungkinkan bahwa peraturan otonomi daerah bahkan bisa dicabut kembali

keputusannya oleh pusat, karena pemerintah daerah masih tetap sangat bergantung

pada bantuan pemerintah pusat.

Berbeda dengan yang terjadi di Kota Pekalongan dimana dari tahun

ke tahun tingkat ketergantungan keuangan Daerah terhadap pemerintah Pusat

semakin menurun seperti yang terlihat pada tabel 3, dibuktikan dengan

penurunan secara bertahap dari tahun ke tahun dengan rata-rata 89,01%.

Dengan penurunan tiap tahunnya mencapai rata-rata 1,77% per tahun, yang

mengindikasi bahwa adanya upaya peningkatan kemandirian daerah tersebut

dari tahun ke tahun. Seperti halnya dalam sektor perdagangan batik dan tenun

pekalongan yang telah mencapai kancah dunia, pengoptimalan dalam sektor

ini nampaknya masih dapat digali lagi sehingga dapat secara optimal

dikembangkan.

D. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, rasio ini akan menunjukkan

seberapa besar dana sendiri (Pendapatan Asli Daerah) yang digunakan untuk

membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

kepada masyarakat.Keuangan Daerah sendiri adalah penggambaran dari

kemampuan keuangan daerah dalam mendanai belanja daerahnya sendiri

(30)

deng besa dipe kom kete hiba telah berik gan kemam ar partisipas eroleh dari mponen utam ergantungan ah, bantuan h diperoleh kut : mpuan daera si masyarak masyaraka

ma dalam P

n terhadap b

pemerintah

h, besar ra

ah itu sendi

kat dalam m

at melalui p

PAD.Keman

bantuan dari

h pusat mau

asio keman

iri.Rasio ini

melakukan

pajak, retri

ndirian Sem

i pihak luar

upun propin ndirian dae i menggam pembangun ibusi daerah makin besar

r semakin b

nsi. Berdas

rah tampak

mbarkan seb

nan karena

h yang me

rasio ini b

berkurang se

sarkan data

k pada pap berapa PAD enjadi berarti eperti yang paran

Tabel 4. RASIO

Kota Pekalonga Kabupaten Pek Kota Tegal Kabupaten Tega Brebes Batang Pemalang AVERAGE

SUMBER : BPK P

DAERAH LK

KEMANDIRIAN KEEUANGAN DAERAHH

Grafik 4.1 T

SUMBER: TREN KEMAN BPK PERWA an alongan al PERWAKILAN JAWA KTD ANDIRIAN KE WAKILAN JA 2008 7% 9% 22% 8% 8% 8% 10% 10%

A TENGAH (Diolah

(PERSENTASE) ) RASIO KEM 31 EUANGAN D WA TENGAH MANDIRIAN KEUA DAERAH AN

H (Diolah)

(31)

Grafik 4.2 P SUMBER: Pa rasio rata-ra Kota Kares renda tahun Be dipen Rasio masin daerah Walau Daera penda tinggi PERBANDING BPK PERWA

ada grafik d

kemandiria

ata 27,25%

Tegal ini

sidenan Pek

ah terjadi pa

n.

esar keciln

ngaruhi oleh

o ini dipeng

ng daerah.

h terendah

upunBrebes

ah (PAD)

apatantransf

i daripada k

GAN KEMA

WAKILAN JA

diatas baik c

an keuanga

% per tahun,

merupakan

kalongan. R

ada di kota B

nya Rasio

h besarnya

aruhi pula d

Dalam rasio

h jika dib

s merupaka

tertinggi

fer yang did

keenam wil

ANDIRIAN K

32

WA TENGAH

cross sectio

n daerah te

yang dapa

n Kota pa

Rasio Kema

Brebes yang

Kemandiri

Pendapatan

dengan besa

o ini dapat

bandingkan

an wilayah

di Eks

dapat dari p

layah lainn

KEUANGAN

H (Diolah)

on dan time

ertinggi terj at diartikan aling mand ndirian Keu g rata-ratany ian Keuang

n Asli Daer

ar kecilnya dilihat bahw dengan h dengan Karesiden pemerintah p nya, sehingg DAERAH A

e series dap

jadi di Kot

bahwa ting

diri yang t

uangan Dae

ya hanya se

gan Daera

rah (PAD) n

dana perim

wa Kota Br

keenam w

rata-rata P

nan Pekal

pusat sendir

ga Pendapa

ANTAR DAERRAH

pat dilihat b

ta Tegal de

gkat kemand

terdapat di

erah yang p

ebesar 7,53% bahwa engan dirian eks-paling % per

ah, tidak h

nya saja, n

mbangan ma

rebes merup

wilayah lai

Pendapatan

longan, n

ri juga sang

(32)

(PAD) yang didapatkan belum mampu menutupi kebutuhan daerah yang

masih sangat tinggi pula. Beda hal dengan Kota Tegal, Kota Tegal merupakan

daerah yang menduduki tingkat kemandirian paling tinggi, disamping karena

perkembangan infrastruktur dan pembangunan kota yang memadahi yang

diimbangi dengan pendapatan daerah yang tinggi, namun jika dipahami lebih

dalam lagi, Kota Pekalongan mendapatkan apresiasi tersendiri, disamping

merupakan Kota dengan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah tertinggi

kedua setelah Kota Tegal, perkembangan dari tahun ke tahun Kota

Pekalongan selalu mengalami peningkatan, yang artinya tiap tahunnya daerah

ini selalu meningkatkan kemandirian kotanya tersebut. Salah satu faktor

pendukung Kota Pekalongan adalah sektor perdagangannya, terlebih sentra

produksi batik dan tenun pekalongan yang telah menunjukkan hasil yang

cukup memuaskan dengan berkembangnya rasio kemandirian daerah secara

bertahap. Selain itu jika kita lihat dari PAD kedua kota tersebut (Kota Tegal

dan Kota Pekalongan) dapat dilihat bahwa rata-rata relisasi PAD pada kedua

daerah tersebut adalah sebesar Kota Tegal sebesar 107,127,461,251.00

sedangkan Kota Pekalongan sebesar 51,974,461,249.60, dimana Kota

Pekalongan memiliki Pedapatan Asli Daerah (PAD) yang jauh lebih kecil dari

Kota Pekalongan, bahkan ke lima kota lainnya.

Semakin mandiri suatu daerah dalam pengelolaan pendapatannya, maka

akan semakin tinggi pula kemampuan daerah tersebut dalam pengelolaan

daerahnya. Berikut merupakan tipe kemampuan keuangan daerah kabupaten

/kota di Eks-Karesidenan Pekalongan.

(33)

Kemampuan keuangan daerah dapatdikategorikan menjadi 4 kategori,

yaitu sangat rendah, rendah, sedangdan tinggi tergantung dari tingkat rasio

kemandirian keuangannya. Dari rasio Kemandirian Keuangan Derahyang

diperoleh di atas maka kemampua kemandirian keuangan daerah Kota /

Kabupaten di Eks-Karesidenan Pekalongan dibagi dalam kedua kategori,

yakni rendah (27,25% per tahun) di Kota Tegal dan sangat rendah di enam (6)

daerah lainnya karena keenam daerah tersebut memiliki Rasio Kemandirian

Keuangan Derah yang kurang dari 25%. Yang berarti bahwa peranan

pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian keuangan daerah

(daerah tidak mampu melakukan otonomi daerah secara financial)

E. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Rasio Efektifitas PAD

Rasio efektifitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi

penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD (dianggarkan). Rasio

efektifitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

[image:33.595.100.551.206.683.2]

mobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan.

Tabel 5. RASIO EFEKTIFITAS PAD (PERSENTASE) DAERAH LKTD

2008 2009 2010 2011 2012

Kota Pekalongan 117.17% 117.92% 112.03% 111.15% 132.48%

Kabupaten Pekalongan 138.32% 112.74% 91.74% 104.02% 105.97%

Kota Tegal 114.16% 121.26% 106.90% 103.05% 110.95%

Kabupaten Tegal 95.15% 105.02% 94.05% 102.13% 117.00%

Brebes 105.23% 108.35% 94.86% 89.16% 92.53%

Batang 114.35% 106.44% 89.89% 104.37% 112.72%

Pemalang 124.17% 117.10% 108.26% 102.35% 119.71%

AVERAGE 115.51% 112.69% 99.68% 102.32% 113.05% SUMBER : BPK PERWAKILAN JAWA TENGAH (Diolah)

RASIO EFEKTIFITAS PAD

(34)

Grafik SUMB Grafik SUMB Eks-K yang diliha meng hamp

5.1 TREN EF

BER: BPK PE

0 20 40 60 80 100 120 140 160

k 5.2 PERBA

BER: BPK PE

FEKTIFITAS

ERWAKILAN

Dari graf

Karesidenan

dapat dikat

at lebih m

efektifitask

ir ke tujuh

0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 200 ANDINGAN ERWAKILAN PAD ANTAR

N JAWA TEN

fik diatas d

n Pekalonga

tegorokan s

mendalam

kan dana PA

h kota terse

8 2009

35

N EFEKTIFIT

N JAWA TEN

R WAKTU

NGAH (Diol

dapat diliha

an pada tah

angat efekt

lagi, terj

AD terkhusu

ebut) yang

2010 20

TAS PAD AN

NGAH (Diol

at bahwa R

hun 2008-20

tif karena b

rjdi penuru

us pada tahu

dikarenakan 11 2012 lah) NTAR DAE lah) Rasio efekti 012 sebagia erada predi unan kem

un 2010 sec

n kondisi p

Ko Ka Ko Ka Br Ba Pe AV ERAH ifitas PAD

an besar > 1

ikat >100%

mampuan u

(35)

Indonesia sendiri yang saat itu mengalami kenaikan pada sektor BBM (bahan

bakar minyak) yang menimbulkan efek ketidakstabilan harga pada hampir

seluruh sektor, yang menyebabkan pengeluaran tak terduga dari yang telah

dianggarkan sehingga realisasi pada tahun tersebut lebih tinggi daeri yang

dianggarkan.

Terkhusus untuk daerah Brebes rasio efektifitas PAD pada tahun 2011

sebesar 89,16% dapat dikatakan Kurang Efektif karena berada pada predikat

75%-89%. Jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, Brebes

merupakan satu-satunya daerah yang mengalami penurunan yang cukup

siknifikan setelah terjadinya penurunan secara global pada tiap-tiap daerah

pada tahun sebelumnya, yang dikarenakan pembangunan yang tidak terarah,

serta kurangnya pengembangan dan pemberdayaan pada ikonkota sendiri

yakni sebagai “lumbung bawang” Jawa Tengah yang belakangan mulai tidak

menampakkan hasilnya.

F. Rasio Efektifitas Pajak Daerah

Rasio Efektifitas Pajak Daerah, setiap pemerintahan telah memiliki

estimasi Pajak Daerah yang tentunya disusun berdasarkan potensi-potensi

yang dimiliki suatu daerah. Tidak tertutup kemungkinan dalam realisasinya,

Pajak Daerah lebih besar atau lebih kecil dari yang telah diestimasikan.Rasio

Efektivitas Pajak Daerah ini menunjukkan seberapa efektif suatu daerah

dalam merealisasikan pemungutan Pajak Daerah yang telah dianggarkan

tersebut.Semakin tinggi rasio di atas maka semakin baik kinerja suatu

(36)

lemba itu be Grafik SUMBE Grafik SUMBE Tabel 6 Kota Pe Kabupa Kota Te Kabupa Brebes Batang Pemala AVERAG SUMBE DA

aga sektor p

erarti bahwa

k 6.1 TREN E

ER: BPK PER

6.2 PERBAN

ER: BPK PERW 6. RASIO EFEKTIF

ekalongan aten Pekalongan egal aten Tegal ang GE

R : BPK PERWAK AERAH LKTD

publik, kare

a kinerjanya

EFEKTIFITA

RWAKILAN JA

NDINGAN EF

WAKILAN JAWA FITAS PAJAK DA

2008 108% n 109% 122% 98% 113% 120% 119% 113% KILAN JAWA TEN

ena semua r

a terbukti.

AS PAJAK D

JAWA TENGA

FEKTIFITA

WA TENGAH (D AERAH (PERSENT 37 1 1 1 1 1 1 1 NGAH (Diolah) rencana ben DAERAH A

AH (Diolah)

S PAJAK DA

Diolah) TASE) 2009 109% 109% 111% 97% 108% 108% 111% 108% RASIO EFEKTIFI nar-benar te ANTAR WAK

AERAH AN

(37)

Dari hasil rasio efektifitas diatas, menunjukkan hampir seluruh

kota/kabupaten yang terdapat di Eks-Karesidenan Pekalongan mengalami

efektifitas pendapatan pajak yang baik.Hal ini terbukti dari hasil rasio pada Tabel

7, dimana rata-rata efektifitas tiap tahunnya lebih besar 100% dari yang telah

dianggarkan. Kabupaten Tegal merupakan satu-satunya wilayah di

Eks-Karesidenan Pekalongan yang kurang dalam efektifitas pajaknya, hal ini nampak

dalam hasil pengolahan pada Tabel 7, serta grafik time series-nya, dimana pada

tahun 2008-2012 Kabupaten Tegal belum dapat mengefektifitaskan pajaknya

hingga mencapai 100%, hingga pada tahun 2012 efektifitas pajak Kabupaten

Tegal dapat mencapai 117%. Hal ini nampaknya kurang baik dalam efektifitas

pajak daerah Kabupaten Tegal karena rata-rata efektifitas pajak daerahnya masih

dibawah rata-rata Eks-Karesidenan Pekalongan.

Hampir seluruh wilayah yang terdapat di Eks-Karesidenan Pekalongan ini

memiliki rata-rata efektifitas pajak daerah yang relatif homogen dari rata-rata tiap

tahunnya. Peningkatan efektifitas pajak yang cukup menarik terjadi di Kota

Pekalongan, walaupun sempat mengalami penurunan efektifitas pada tahun 2010

menjadi 107% dari tahun sebelumnya yang dapat mencapai 109%, terjadi

lonjakan yang cukup berarti di tahun 2011 dimana lonjakan efektifitasnya

mengalami kenaikan 16% menjadi 123%. Hal ini dapat terjadi karena pemerintah

daerah telah mengambil keputusan yang tepat dalam menempatkan pajak

daerahnya, ketika kondisi perekonomian nasional pada tahun 2010 sedang goyah

karena kenaikan bahan bakar minyak, pemerintah Kota Pekalongan juga

memanfaatkan momentum tersebut untuk mensosialisasikan kenaikan pajak

daerahnya.

(38)

Terdapa beberapa hal yang perku dipertimbangakan dalam efisiensi pendapatan

daerah :

1. Realisasi anggaran pendapatan pajak daerah dapat dikatakan efektif jika

realisasinya melebihi yang telah diangggarkan. Hal ini belum tentu

dianggap baik dalam melakukan efisiensi pajak daerah, karena :

a. Adanya kemungkinan pemerintah daerah melakukan

pengestimasian dibawah jumlah yang dianggarakan, sehingga

realisasinya terlihat tinggi yang berdampak pada baiknnya tingkat

efisiensi pajak daerah.

b. Realisasi dari anggaran pendapatan pajak daerah yang melebihi

anggaran, dapat dimungkinkan karena adanya kenaikan pungutan

pajak.

2. Ketidak efektifitasan pendapatan pajak daerah dimungkinkan juga karena

hal ini diluar perkiraan pemerintah daerah misalkan adanya kebakaran,

bencana alam atau kondisi ekonomi atau kondisi ekonomi nasional yang

melemah sehingga waib pajak yang seharusnya bisa membayar dan telah

diestimasikan perhitungannya dalam anggaran, tidak dapat memenuhi

kewajibannya.

Maka dari itu perlu peran aktif dari pemerintah daerah untuk terus

meningkatkan kinerja lembaga sektor publik agar pendapatan dari sektor

pajak daerah semakin meningkat.

(39)

G. Rasio Tax dibanding diperguna dalam sua perolehan hasil anali Grafik SUMBE Grafik Tabel 7. DAERAH Kota Pek Kabupat Kota Teg Kabupat Brebes Batang Pemalan AVERAG SUMBER o Pajak ratio meru gkan dengan

akan untuk m

atu negara.

nilai tamb

isis yang ak

7.1 TREN RA

ER: BPK PER

7.2 PERBAN

HASIL ANALISIS R H LKTD kalongan ten Pekalongan gal ten Tegal ng GE

R : BPK PERWAKILA

upakan pe

n Produk

menilai ting

.PDRB sen

ah dari selu

kan dipapark ASIO PAJAK RWAKILAN JA NDINGAN RA RASIO PAJAK 2008 5 3 9 4 3 4 3 5 AN JAWA TENGAH

erbandingan

Domestik

gkat kepatuh

ndiri merup

uruh kegiat

kan dalam b

K ANTAR WA

JAWA TENGA ASIO PAJAK 2009 6 3 10 4 3 4 4 5 40 H (Diolah)

n antara j

Bruto (PD han pembay pakan data tan ekonom bentuk nomi AKTU AH (Diolah)

K ANTAR DA

2010 6 3 10 4 3 4 4 5 ANALISIS RASI jumlah pen

B) suatu n

yaran pajak

statistik ya

mi di suatu w

inal dan gra

(40)

SUMBE

Da

poten

dari w

dapat terten perba Daera suatu bahwa Ko lainny Pekal penin pajakn denga karen

ER: BPK PER

ari data dia

nsi pajak (ya

wajib pajak

menggamb

ntu semakin

andingan Pr

ah lebih bes

daerah ting

a rasio paja

ota Tegal m

ya. Namun

ongan ka

ngkatan PDR

nya lebih ti

an peningka

na pajak dae

RWAKILAN JA

atas dapat d

ang dapat d

k itu sendiri

barkan bahw

n tinggi p

roduk Dom

sar dari jum

ggi dan rasi

ak di suatu d

menempati

perkemban

arena, disa

RB tiap tah

inggi penin atan PDRB erah menin JAWA TENGA dilihat bahw dilihat melal i.Jika sema wa kesadara pula. Namu mestik Regi mlah produk

io pajak sem

daerah terse

rasio paja

ngan paling

amping pe

hunnya, di d

ngkatannya

per tahunny

ngkat jauh l

AH (Diolah)

wa kepatuh

lui PDRB)

akin tinggi

an / kepatuh

un harus d

ional Bruto

k barang dik

makin meni

but semakin

ak tertingg

baik dalam

eningkatan

daerah ini p

dari tahun

ya. Peningk

lebih tinggi

han yang di

dan potesi

rasio pajak

han wajib pa

di telaah k

o (PDRB)

kalikan deng

ingkat, mak

n baik.

gi diantara

m rasio ini

pendapata

perkembang

ke tahun jik

katan Rasio

i dibandingk

igambarkan

membayar

k di sutu da

ajak suatu d

kembali de

nya, jika

gan jasa (PD

ka bisa dika

keenam d

terdapat di

an pajak

gan pemun

ka dibandin

Pajak ini te

(41)

PDRB dan m H. Pajak Paj pendu pener

Dari d

Pekal

Grafik 8.1 T

SUMBER: B

Grafik 8.2 P

Tabel 8. HASIL

Kota Pekalong Kabupaten Pe Kota Tegal Kabupaten Teg Brebes Batang Pemalang AVERAGE SUMBER : BPK

DAERAH

B.Hal ini ter

menerapkan

k Per Kapit

ajak per kap

uduknya.Paj

rimaan pajak

data yang t

ongan adala

TREN RASIO

BPK PERWAK

PERBANDING

L ANALISIS RASIO

gan kalongan gal PERWAKILAN JA LKTD rjadi dapat pemunguta ta pita merup jak perkap

k yang diha

telah diolah

ah sebagai b

O PAJAK PER

KILAN JAWA

GAN RASIO

PAJAK PER KAPI

2008 19,953 4,986 23,448 4,523 3,759 6,649 3,577 9,556 AWA TENGAH (Dio

42

karena pem

an pajak sec

akan pungu

pita merup

asilkan suat

h, gambaran

berikut:

R KAPITA AN

TENGAH (D PAJAK PER TA 2009 20,32 5,01 24,47 4,55 3,68 6,37 3,90 9,76 olah) RAS merintah dae

cara efektif d

utan pajak

pakan perb

tu daerah de

n pajak per

NTAR WAKT

iolah)

R KAPITA AN

2010 25 21,755 18 4,761 71 25,716 57 4,653 85 3,515 74 6,387 00 4,463 61 10,179 SIO PAJAK PER KA

erah telah m

dan efisien.

yang di am

bandingan

engan jumla

kapita di E

TU

NTAR DAERA

2011

5 32

1 7

6 40

3 6

5 4

7 8

3 5

9 15 APITA

mensosialisa

mbil dari s

(42)

SUMBER: B Da kapita Dima untuk kapita tahun yang daerah perke menu wilay serta m Pe poten prasar naikn BPK PERWAK

ari table dan

a di wilayah

ana perkemb

k wilayah k

a menunjuk

n. Hal ini d

berkemba

hnya.Hal in

mbangan p

unjukkan pe

yah di atas, y

masih terlal

rlunya part

nsi pajak ya

rana publik

nya pendapa

KILAN JAWA

n grafik dia

h Eks-Kares bangan paja kota Tegal kkan perkem disebabkan ang dan

ni sedikit b

pajak per

eningkatan y

yang dikare

lu bergantun

tisipasi yan

ang ada di

kyang mema

atan pendudu

43

TENGAH (D

atas, dapat d

sidenan Pek

ak per kapit

dan Kota mbangan ya oleh perke diimbangi berbeda den kapitanya, yang signif enakan kura ngnya daera

g lebih dar

daerahnya

adahi dapat

uk dan berd iolah)

dilihat bahw

kalongan ter

tanya di 2 k

Pekalongan

ang sangat

embangan p

dengan

ngan kelim

walaupun

fikan jika d

ang dikemba

ah ini terhad

ri Pemerinta

a. Pengemb

t menjadi s

dampak pad

wa perkemb

rdapat 2 kub

kubu ini san

n, perkemba memuaska pengelolaan peningkata ma wilayah n meningka dibandingka angkannya dap pemerin bangan paja

bu yang ber

ngatlah ber

angan pajak

an dari tahu

n potensi d

an kemand

lainnya di

at namun

an dengan k

potensi wil ntah pusat. ak per rbeda. rbeda, k per un ke daerah dirian imana tidak kedua layah, ah Daerah angan fasil

salah satu f

(43)

I. Ruan pemer infras fleksi untuk ruang fleksi belanj ng Fiskal Ruang fis rintah untu struktur.Rua ilitas yang

k membiaya

g fiskal yan

bilitas yang

janya pada

Grafik 9.1 T

SUMBER: B

Grafik 9.2 P

Tabel 11. HASIL A DAERAH LKTD Kota Pekalongan Kabupaten Peka Kota Tegal Kabupaten Tega Brebes Batang Pemalang AVERAGE

SUMBER : BPK P

TREN RASIO

BPK PERWAK

PERBANDING

ANALISIS RASIO RU

2 n alongan al ERWAKILAN JAWA skal adalah uk membiay ang fiskal dimiliki p ai kegiatan ng dimiliki g dimiliki kegiatan-ke

O PAJAK PER

KILAN JAWA

GAN RASIO

UANG FISKAL (NOM

2008 179,385.00 243,817.00 146,398.00 294,181.00 379,913.00 192,017.00 280,192.00 245,129.00 TENGAH (Diolah) 44 h ketersed yai kebijak merupakan emerintah

n yang me

i suatu dae

oleh peme

egiatan yang

R KAPITA AN

TENGAH (D PAJAK PER MINAL) 2009 168,981.00 184,131.00 176,380.00 285,820.00 345,109.00 154,850.00 260,113.00 225,054.86 diaan sumb

kan yang d

salah satu

daerah dala

njadi prior

erah, maka

erintah dae

g menjadi p

NTAR WAKT

iolah)

R KAPITA AN

2010 164,216 162,690 177,403 260,460 334,797 150,662 233,350 211,939 Ruang Fiskal ber daya diinginkan,

u konsep u

am mengal ritas daerah akan sem rah untuk prioritasnya. TU NTAR DAERA 2011

.00 21

.00 25

.00 22

.00 41

.00 45

.00 26

.00 35

.71 31

keuangan

biasanya u

untuk meng

okasikan A

(44)

SUMBER: B tiap-ti dapat yang Fiskal seben terseb moda yang penam demi

ini d

penge

KESIMPU

BPK PERWAK

Dari table

iap daerah m

dilihat dari

terdapat d

l yang masi

narnya mem

but ke dalam

al yang dap

dapat dima mbahan mo kemajuan d dapat menja embangan in ULAN, KE KILAN JAWA dan diagra memiliki tin

i hasil yang

di Eks-Kare

ih sangat fle

mbuka pelu

m bermacam

pat berguna

aksimalkan

odal bagi U

daerahnya.R adi suatu nfrastruktur ETERBATA 45 TENGAH (D am diatas, ngkat fleksib

tertera di ta

esidenan Pe

eksibel. Ru

uang Pemd

m-macam ke

a untuk pem

n lagi seper

UKM ataupu Ruang fiskal masukkan r daerahnya ASAN, SAR iolah) dapat dilih bilitas yang

able 9, bahw

ekalongan i

ang fiskal y

da untuk da

ebutuhan be

mbangunan

rti untuk pe

un pembang

l yang masi

bagi pem

a.

hat bahwa

g masih cuk

wa di masin

ini masih m

yang masih apat menga elanjanya. T dan penge engembang gunan saran

ih fleksibel u

merintah dae

fleksibilitas

kup tinggi, h

ng-masing d

memiliki R

sangat ting

alokasikan

Terutama be

embangan d

gan ikon da

na-sarana p

(45)

Dari analisis serta pembahasan terhadap revenue capacity di Eks-Karesidenan

Pekalongan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

Gambar

Tabel 1.1  VARIAN ANGGARAN PENDAPATAN (PERSENTASE)
Tabel 3. RASIO KEERGANTUNGAN KEUANGAN DAERAH (PERSENTASE)
Tabel 5.  RASIO EFEKTIFITAS PAD (PERSENTASE)
Tabel 1.1 JUMLAH PENDAPATAN DAERAH EKS-KARESIDENAN PEKALONGAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis, Kota Salatiga merupakan daerah dengan rasio total belanja terhadap PDRB yang paling besar di Karesidenan Semarang, dengan rasio dari tahun 2008-2012 lebih

dari penelitan tentang sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku untuk patuh bayar pajak.. Selain itu adanya fenomena wajib pajak yang berpandangan negatif terhadap

Setiap tahunnya Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menerima ribuan mahasiswa baru dari berbagai fakultas. Salah satu masalah yang dialami sebagian besar

pendapatan daerah lainnya. Hal ini sudah mendukung terlaksananya pengendalian atas komunikasi dan informasi di bidang penagihan piutang pajak daerah di DPPKAD Kota

Hipotesis 2a dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki rasio penghasilan kena pajak ( taxable income ) terhadap laba akuntansi ( book income ) yang besar (

Sedangkan perhitungan kandungan energi oli bekas pada Tabel 3 diatas, jika masa oli bekas yang terpakai untuk pembakaran rata-rata sebesar 1.02 gram, sedangkan energi kalor

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa aspek partisipasi pada pra siklus nilai yang tertinggi adalah aspek menjawab pertanyaan dengan 100%. Aspek

Setelah data-data terkumpul, dilanjutkan dengan konsep video ini yang dibagi menjadi tiga tema utama, yaitu sejarah Candi Gedongsongo, keunikan dari tiap-tiap candi di