• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER HUMANIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA:Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER HUMANIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA:Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Juster Donal Sinaga, 2012

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Asumsi Penelitian ... 15

F. Sistematikan Penyajian Laporan Penelitian ... 16

BAB II. KONSEP DASAR BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING DAN KARAKTER HUMANIS A. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning ... 17

(2)

Juster Donal Sinaga, 2012

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

A. Pendekatan dan Model Penelitian ... 77

B. Rancangan Penelitian Pra Eksperimen Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning ... 78

C. Populasi dan Sampel ... 79

D. Definisi Operasional ... 80

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 82

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85

G. Analisis Data ... 91

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012... 96

B. Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 111 C. Tingkat Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 Setelah Mengikuti Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning... 125 D. Efektivitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 ... 131

E. Keterbatasan Penelitian ... 147

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 149

B. Rekomendasi ... 150

DAFTAR PUSTAKA

(3)

Juster Donal Sinaga, 2012

Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini secara berurutan akan memaparkan latar belakang masalah penelitian,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, dan sistematika

penyajian.

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah mahluk individual yang berkembang secara sekuensial dan

positif menuju pengayaan diri (self enhancment). Manusia berkembang melalui

tahapan umum dan tugas-tugas perkembangan. Dalam proses berkembang

tersebut setiap manusia memiliki internal drive yang sifatnya personal dan unik.

Internal drive tersebut memerlukan kompromi dengan faktor lingkungan.

Perkembangan yang sehat berlangsung melalui interaksi yang sehat antara

individu dengan lingkungan yang sehat.

Masa remaja sebagai salah satu tahap dalam perkembangan manusia

merupakan tahap yang memiliki karakter tersendiri. Dalam proses berkembang

tersebut ada sejumlah faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor bawaan dan

lingkungan. Remaja adalah individu yang terentang pada perkembangan sejak

berakhir masa anak-anak sampai datangnya awal masa dewasa. Masa remaja atau

masa adolesence merupakan masa transisi. Istilah adolesecence mumpunyai arti

yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik

(Hurlock, 2004: 206). Usia remaja berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang

(5)

Alberty (Abin Syamsudin: 130) menyatakan bahwa periode masa remaja dapat

didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang

dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai

datang awal masa dewasa.

Piaget (Hurlock, 2004: 206) mengatakan:

“secara psikologis, masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia ketika anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”

Remaja merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan

atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan, kedewasaan,

atau kemandirian yang terkait dengan pemaknaan dirinya sebagai mahluk yang

berdimensi biopsikososiospritual (Yusuf, 2002). Dalam masa perkembangan para

remaja mengemban tugas-tugas perkembangan, yaitu seperangkat tugas pada

periode perkembangan tertentu yang harus diselesaikan dengan baik. Tugas

perkembangan bersumber dari: tuntutan masyarakat, sosial budaya, kematangan

fisik, dan norma agama. Tugas perkembangan remaja meliputi: kematangan hidup

religius, kematangan perilaku ertis, kematangan emosional, kematangan

intelektual, kesadaran tanggungjawab, peran sosial sebagai pria atau wanita,

penerimaan diri dan pengembanganya, kemandirian perilaku ekonomis, wawasan

(6)

diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga. Tugas-tugas perkembangan tersebut

merupakan penjabaran dari aspek-aspek perkembangan individu yang meliputi

perkembangan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan intelektual,

perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan etika,

perkembangan kepribadian, dan perkembangan agama.

Secara psikologis masa remaja merupakan masa yang penuh potensi, vitalitas,

dan dinamis tetapi labil. Keberhasilan seorang remaja melalui masa remajanya

dipengaruhi oleh perubahan pola kehidupan keluarga, kondisi

sosial-budaya-ekonomi, dan pengaruh situasi global. Seorang remaja yang mampu melaksanakan

tugas-tugas perkembangannya dengan baik akan menjadi pribadi yang sehat dan

berkembang secara optimal. Pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal

tampak dalam wujud perilaku dan prestasi yang dicapai para remaja.

Banyak perkembangan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, salah

satunya adalah dimensi perkembangang sosial. Lebih lanjut Yusuf (2004: 122)

mengatakan, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam

hubungan sosial dan dapat juga dimaknai sebagai proses belajar untuk

menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi;

meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi, dan bekerja sama.

Dalam proses menjadi dalam diri remaja kemungkinan dapat menimbulkan

masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku

menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi

perilaku yang mengganggu. Kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan

(7)

timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang

melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut

dengan kenakalan remaja, dan akhirnya remaja mengalami dekadensi moral.

Darajat (Yusuf dan Nurihsan, 2008) mengemukakan masalah dekadensi moral

(delinquency) disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurang tertatanya jiwa

agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat; keadaan masyarakat yang kurang

stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik; pendidikan moral tidak

terlaksana menurut semestinya, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun

masyarakat; dijualnya dengan bebas berbagai alat kontrasepsi; dan iklim keluarga

yang tidak harmonis; dan perkembangan globalisasi yang tidak seimbang.

Fenomena remaja yang kurang menghargai dan menghormati dirinya dan

orang lain tampak dalam berbagai peristiwa di masyarakat. Hampir setiap hari

kasus kenakalan remaja yang terjadi diberitakan di media-media, baik media

massa maupun elektronik. Salah satu bentuk kenakalan remaja adalah tawuran.

Data menunjukkan, di Jakarta tercatat 157 kasus perkelahian pelajar tahun 1992.

Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar. Tahun

1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota

masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2

anggota polisi, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas.

Berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta tahun 2009,

pelajar SD, SMP, dan SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,08 persen atau

sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa di DKI Jakarta. (www.

(8)

Fenomena lain yang melanda remaja tampak pada hasil penelitian yang

dilakukan oleh Boyke (1999) yang menjelaskan bahwa 6-20 % siswa SMA dan

mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pranikah. Hasil penelitian

lain, menunjukan sebanyak 50% dari pengunjung klinik aborsi berusia 15-20

tahun, dan 44,5 % di antaranya mengalami hamil di luar nikah (Boyke, 1999).

Hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) tahun 2012 menunjukkan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18

tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kota besar yang

dimaksud antara lain Jakarta, Surabaya, dan Bandung (www.metrotvnews.com).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat

hasil survei pada 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) telah melakukan seks pranikah, di Surabaya

tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan, serta di

Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalami kehamilan

sebelum menikah (www.Antaranews.com). Hasil survei Pusat Informasi

Konseling Remaja di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,

menyebutkan bahwa 65 persen pelajar di Ciawi sudah pernah melakukan

hubungan badan (www.news.okezone.com)

Dalam kasus NARKOBA, Badan Nasional Anti Narkoba (BNN)

menginformasikan ada sekitar 22.630 kasus tahun 2007 (BNN, 2007). Dari 22.630

kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % diantaranya dilakukan oleh

remaja. Hasil penelitian yang dilakukan BNN bekerja sama dengan Universitas

(9)

narkoba sebesar 22,7%. Dari sejumlah 1,1 juta ditahun 2006 menjadi 1,35 juta

ditahun 2008. Badan Nasional Anti Narkoba (BNN) mencatat hasil survei pada

2010, yaitu data tentang penyalahgunaan narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa

yang ketagihan narkoba, 78 persennya adalah remaja (www.Antaranews.com).

Masalah lain adalah bullying. Fenomena ini semakin marak terjadi dalam

setiap aktivitas anak di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komisi

Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 lebih dari 90% anak pernah diejek di

sekolah. Selain itu, penelitian yang didukung oleh Badan Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Masalah Anak (UNICEF), masih banyak anak di Indonesia

yang mendapatkan perlakuan buruk dari temannya sendiri. Survei yang dilakukan

pada 2002 melibatkan 125 anak dan berlangsung selama enam bulan. Survei itu

meliputi wawancara yang diawasi dengan sangat teliti. Dari survei itu terungkap,

dua per tiga anak laki-laki dan sepertiga anak perempuan pernah dipukul.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 180 remaja di Kabupaten Kudus

menunjukkan 94 % menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan

terhadap orang lain. Tindakan tidak menyenangkan yang paling sering dilakukan

adalah mengejek dan memberi julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak

menyenangkan tersebut dilakukan adalah 50 % kepada teman sekelas, 16 % adik

kelas, 14 % kepada anak dari sekolah lain, 7 % kepada kakak kelas, 5 % kepada

guru dan 8 %. (Mahardayani, 2010). Penelitian lebih luas lagi dilakukan oleh

SEJIWA, Plan Indonesia dan Universitas Indonesia yang melibatkan sekitar 1233

orang siswa SD, SMP, dan SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Hasil

(10)

berurutan terjadi di Yogyakarta (77.5%), Jakarta (61.1%), dan Surabaya (59.8%).

Kekerasan ditingkat SMA terbanyak terjadi di Jakarta (72.7%), diikuti Surabaya

(67.2%), dan terakhir Yogyakarta (63.8%) (www.Sejiwa.org).

Fenomena yang diuraikan di atas merupakan tantangan yang menghadang

dihadapan para remaja dalam proses perkembangan mereka. Tantangan-tantangan

tersebut menjadi perhatian serius para orang dewasa yang mendampingi para

remaja menuju pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal. Untuk itu

perlu ada suatu kepedulian nyata untuk membangun dan mengembangkan

kepribadian para remaja, khususnya dalam hal karakter humanis. Dengan karakter

humanis ini para remaja dibentuk menjadi pribadi yang mampu menghargai diri

sendiri dan orang lain serta lingkungan sekitar. Dengan kata lain, mereka mampu

hidup berbagi dengan orang lain. Howard Gardner (1983) mengatakan

kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan memahami orang lain adalah bagian

tak terpisahkan dari kondisi manusia seperti kemampuan untuk mengetahui benda

atau suara.

Belajar hidup bersama merupakan salah satu isu utama pendidikan saat ini.

Salah satu isi laporan komisi internasional tentang pendidikan abad XXI yang

diterbitkan oleh UNESCO (1998), memberikan pengertian baru yang mendalam

tentang pendidikan abad XXI. Di dalam laporan tersebut ditekankan bahwa setiap

orang perlu dilengkapi berbagai komptensi untuk merebut

kesempatan-kesempatan belajar sepanjang hayat, baik untuk memperluas pengetahuan,

(11)

interpendensi. Dalam laporan tersebut disebutkan tentang empat pilar pendidikan

sebagai berikut.

(1) learning to know, that is acquiring the instruments of understanding; (2) learning to do, so as to be able to act creatively in one’s environment; (3) learning to live together so as to participate in and cooperate with other people in all human activities; and (4) learning to be, so as to better develop one’s personality (UNESCO, 1998:19)

Dari empat sendi pendidikan yang disebutkan di atas, belajar hidup

bersama mendapatkan tekanan yang lebih besar dan dinilai sebagai fondasi

pendidikan. Pendidikan ini dapat dicapai dengan mengembangkan suatu

pengertian tentang orang lain, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai tradisional. Dengan

pemahaman ini diharapkan tercipta suatu semangat baru yang dibimbing oleh

pengakuan tentang interpendensi manusia yang bertumbuh dengan menganalisis

bersama tentang resiko-resiko dan tantangan-tantangan di masa depan.

Pemahaman ini dapat mendorong masyarakat termasuk siswa untuk secara

bersama-sama membangun kepedulian terhadap sesama dan terhadap lingkungan

serta peduli terhadap kedamaian dan kesejahteraan bersama.

Beberapa ahli seperti Raven, Bell, dan Conant (Sasongko, 2004),

menyebutkan salah satu tujuan pendidikan umum adalah mengembangkan

nilai-nilai dan perilaku prososial. Artinya, nilai-nilai-nilai-nilai sosial termasuk di dalamnya

karakter humanis sangat penting bagi remaja, karena berfungsi sebagai acuan

bertingkah laku terhadap sesama sehingga dapat diterima di masyarakat.

Selain hal tersebut, terdapat data yang menyatakan terdapat hubungan

antara perilaku prososial yang mengedepankan karakter humanis dengan

(12)

yang dimaksud berhubungan dengan aspek keterampilan di kelas seperti

mendengarkan guru ketika berbicara atau menjelaskan pelajaran, keterampilan

bertanya, dan menjawab pertanyaan guru.

Terinspirasi oleh beberapa fenomena dekadensi moral remaja dewasa ini,

pada tahun 2006, Sedanayasa (2010) melakukan penelitian tentang kebutuhan

siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling pada SMA Negeri di Kabupaten

Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan secara umum sebagian besar siswa

memerlukan layanan bimbingan sosial. Bimbingan yang mereka harapakan adalah

bimbingan cara berkomunikasi lisan atau tertulis secara efektif, cara

mengemukakan pendapat, cara menghargai orang lain, cara menumbuhkan dan

mengembangkan hubungan harmonis dengan orang lain, cara mengembangkan

sikap positif di rumah, sekolah dan masyarakat serta cara mengatasi masalah

hubungan dengan orang lain.

Pada tahun 2007 dilakukan penelitian dengan subyek siswa SMP Negeri di

Kota Singaraja untuk mengetahui jenis bimbingan yang dibutuhkan siswa. Hasil

penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memerlukan bimbingan sosial.

Bimbingan sosial yang mereka harapkan adalah cara mengembangkan sikap

empati pada orang lain, cara mengembangkan tingkah laku positif terhadap orang

lain, dan cara bersikap santun dengan guru dan orang lain (Sedanayasa, 2010).

Hasil penelitian tersebut semakin menegaskan bahwa remaja baik tingkat SMP

maupun SMA mengalami masalah dalam berhubungan dengan orang lain.

Masalah berhubungan dengan orang lain merupakan bagian dari kecerdasan

(13)

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Salman Al Farisi, Bandung, sebagai

salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah pengelolaan Yayasan

Pendidikan Salman Al Farisi Bandung sadar akan besarnya tantangan yang harus

dihadapi generasi muda, khusunya remaja SMP. Selain tantangan besar yang

sedang menghadang di depan para remaja, SMP Salman Al Farisi, Bandung,

memiliki cita-cita besar mendidik peserta didik mereka kelak menjadi pemimpin

yang cerdas tidak hanya dalam aspek kognitif tetapi juga dalam aspek afektif serta

aspek konatif. Hal ini tergambar jelas dalam visi sekolah, yakni “menjadi lembaga

pendidikan yang mampu mengembangkan dan menghasilkan generasi muslim

yang siap menjadi khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil’alamin” .

Sadar akan hal itu SMP Salman Al Faris, Bandung, memandang

pendidikan karakter perlu sejak dini ditanamkan kepada para siswa. Kesadaran

akan pentingnya pembentukan karakter siswa sejak dini diejawantahkan sekolah

dengan penyusunan program pendidikan yang menekankan pada kepemimpinan

(leadership).

SMP Salman Al Farisi, Bandung, menyadari bahwa siswa-siswi SMP

Salman Al Farisi, Bandung, harus dibekali dengan pendidikan karakter agar

menjadi pribadi yang berkarakter dan memiliki daya tangkal terhadap berbagai

tantangan di masyarakat, terlebih terhadap arus globalisasi yang memberikan

pengaruh yang luar biasa kepada kehidupam manusia. Siswa SMP Salman Al

Farisi, Bandung, pada umumnya berasal dari keluarga dengan ekonomi yang

mapan. Oleh karena itu, SMP Salman Al Faris, Bandung, berusaha membentuk

(14)

Latar belakang keluarga siswa SMP Salman Al Farisi, Bandung, yang

secara ekonomi sudah mapan, membentuk karakter para siswa yang cenderung

manja, berdaya juang rendah, serta kurang mandiri. Kepribadian yang demikian

jika tidak segera dibenahi sangat berpotensi menjadi masalah dikemudian hari

bagi siswa. Terlebih lagi, usia SMP merupakan usia remaja yang rentan terhadap

pengaruh lingkungan yang negatif. Untuk membentuk pribadi yang positif SMP

Salman Al Farisi, Bandung menyusun program sekolah yang mampu mendorong

siswa menjadi pribadi yang lebih positif, yaitu PROSPEK (Program Sepekan

Pengabdian Kepada Masyarakat).

Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi

besar untuk membantu remaja menjadi pribadi yang berkarakter, khususnya

karakter humanis. Siswa SMP yang mulai memasuki masa remaja dengan segala

bentuk perubahan dan permasalahan terutama dalam bidang sosial, membutuhkan

lingkungan dan sarana yang tepat guna membimbing dan mengarahkan

kemampuan serta kompetensi yang ada pada dirinya. Dengan demikian, sekolah

telah melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Pendidikan Nasional, yaitu berperan dan berfungsi dalam mengembangkan

potensi diri remaja untuk memiliki sipritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara.

Disadari bahwa tujuan pendidikan yang ingin dicapai sangat kompleks.

Mejadikan siswa hidup mandiri, berkepribadian dan berakhlak mulia,

(15)

semua pihak yang terkait di sekolah maupun di luar sekolah. Terkait dengan itu,

Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai salah satu komponen integral dari

pendidikan yang diselenggarakan di sekolah harus mampu memberikan layanan

bantuan yang bersifat psikoedukatif, yang tidak diperoleh remaja dalam kegiatan

belajar mengajar di ruang kelas.

Dengan melihat kebutuhan dan mengedepankan prinsip pengembangan

karakter remaja, terutama bagi remaja yang mengalami dekadensi moral maka

diperlukan upaya pencegahan, penanganan, dan pengembangan terhadap masalah

tersebut dari pihak sekolah. Untuk hal tersebut, guru BK perlu merancang suatu

program layanan bimbingan pribadi-sosial komprehensif dan kolaboratif yang

sinergis melalui program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning

melalui kegiatan di masyarakat, yang melibatkan beberapa pihak terkait untuk

membangun dan membentuk karakter humanis siswa. Melalui bimbingan

pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat diharapkan

karakter humanis para siswa semakin meningkat dan terbentuk kokoh.

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui

kegiatan di masyarakat merupakan salah satu aplikasi dari pendidikan berbasis

masyarakat sebagai salah satu upaya menawarkan solusi terhadap berbagai

masalah sosial. Dalam kerangka layanan bimbingan dan konseling komprehensif,

program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan

di masyarakat merupakan layanan kolaborasi dengan berbagai pihak.

Bertitik tolak dari latar belakang yang diuraikan di atas, perlu diadakan

(16)

berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat. Oleh karena itu,

penelitian ini diberi judul “Program Bimbingan Sosial-Pribadi Berbasis

Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa

Sekolah Menengah Pertama (SMP), Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas

IX Sekolah Menengah Pertama Salman Al Farisi, Bandung Tahun Ajaran

2011-2012.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berpijak pada latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah

penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas program bimbingan pribadi-sosial

berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas

IX SMP Salmanan Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012? Rumusan

masalah penelitian diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi

Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012?

2. Apakah program Bimbingan Pribadi-Sosial berbasis experiential learning

efektif untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman

Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012?

C. Tujuan Penelitian

Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui dan menganalisis tingkat karakter humanis siswa kelas IX

(17)

2. Mengetahui efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis

experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas

IX SMP Salmanan Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian meliputi:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini merupakan fondasi penting untuk penelitian lanjutan

bagi terbukanya terobosan baru dalam bimbingan pribadi-sosial berbasis

experiential learning. Dan hasil penelitian menambah wacana baru dalam

dunia Bimbingan dan Konseling yang bernuansa pendidikan karakter.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru Bidang Studi dan Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber informasi bagi guru,

khususnya guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan

bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dalam rangka

pendidikan karakter di sekolah, serta menjadi inovasi baru dalam

pengembangan program bimbingan dan konseling.

b. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini menjadi informasi baru bagi siswa tentang

profil karakter mereka, khususnya karakter humanis, sehingga mereka bisa

(18)

c. Bagi Peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini menjadi rangkaian penelitian selanjutnya

tentang bimbingan dan konseling karakter. Informasi yang terkandung

dalam penelitian ini menjadi fondasi penting untuk penelitian lanjutan bagi

terbukanya terobosan baru dalam bimbingan pribadi-sosial berbasis

experiential learning. Hasil penelitian digunakan oleh peneliti selanjutnya

untuk memantapkan secara ilmiah efektivitas program bimbingan

pribadi-sosial berbasis experiential learning, serta pengembangan program

bimbingan pribadi-sosial yang melibatkan lebih banyak lagi peserta didik

dan stakeholder, sehingga program bimbingan pribadi-sosial berbasis

experiential learning dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan

digunakan secara umum di sekolah-sekolah.

E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini bertolak dari paradigma psikologi positif dengan asumsi sebagai

berikut.

1. Manusia pada prinsipnya adalah baik. Di dalam diri masing-masing

individu tersimpan potensi-potensi yang memungkinkan setiap orang

menjadi pribadi yang sehat dan berfungsi secara maksimal.

2. Karakter humanis adalah internalisasi nilai-nilai hidup ke dalam diri

setiap individu yang menjadi prinsip hidup dan tampak dalam sikap

dan perbuatan. Karakter bukan bawaan, tetapi dibentuk melalui proses

(19)

3. Semua peristiwa dalam kehidupan ini bisa menjadi media yang

memiliki nilai-nilai positif untuk dijadikan bagian dari proses belajar

untuk membentuk karakter.

F. Sistematika Penyajian Laporan Penelitian

Laporan penelitian terdiri dari lima bab yang masing-masing bab diuraikan

menjadi sejumlah sub bab. Bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

asumsi, dan sistematika penyajian laporan penelitian.

Bab dua adalah bab kajian teori. Bab ini menguraikan konsep dasar

program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning, konsep dasar

karakter, pendidikan karakter, komponen karakter, faktor pendukung

pembentukan karakter, dan karakter humanis. Bab tiga merupakan metodologi

penilitian yang menguraikan tentang jenis pendekatan dan model penelitian serta

desain penelitian. Bab ini juga menguraikan tentang teknik penghimpunan dan

analisis data.

Bab empat merupakan bab hasil dan pembahasan penelitian. Dalam bab ini

diuraikan profil karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,

Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, dan efektivitas program bimbingan

pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa

kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Dan, bab

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan metode penelitian, yaitu jenis penelitian, desain

penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen pengumpulan data, dan

teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Pendekatan dan Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tujuan

mendapatkan profil karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,

Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, dan mengetahui efektivitas program

bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di

masyarakat untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al

Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.

Desain penelitian adalah pra eksperimen One-Group Pratest-Posttest

Design. Pada desain ini dilakukan prates dan posttes untuk membandingkan

keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Desain penelitian digambarkan

seperti berikut.

(Sugiyono, 2010:110)

(21)

Keterangan :

O1 : Nilai pratest (sebelum mengikuti program bimbingan pribadi-sosial

berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat)

O2 : Nilai posttest (setelah mengikuti program bimbingan pribadi-sosial

berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat)

Data yang diambil adalah data tentang karakter humanis siswa. Dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif akan diperoleh data faktual berdasarkan

informasi statistik, kemudian dianalisis untuk memahami tingkat karakter

humanis siswa dan efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis

experiential learning melalui kegiatan di masyarakat untuk meningkatkan

karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran

2011-2012.

B. Rancangan Penelitian Pra Eksperimen Program Bimbingan

Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning

Rancangan pra eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design untuk

mengetahui tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,

(22)

Gambar 3.1.

Alur Rancangan Pra Eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design Uji Keefektifan Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential

Learning untuk Meningkatkan karakter Humanis Siswa

C. Populasi dan Sampel

Adapun populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Salman Al

Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang berjumlah 66 siswa. Sampel

penelitian adalah semua populasi penelitian yaitu siswa kelas IX SMP Salman

Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Adapun data populasi

penelitian tanpak pada Tabel 3.1. di bawah ini. Pratest

Posttes (2)

Reflective Observation

(Watching)

(3) Abstract Conceptualisation

(Thinking) (4)

Active Eksperimentation

(Doing) (1) Concrete Experience

(Feeling)

(23)

Tabel 3.1. Data Sampel Penelitian

Kelas Jumlah Sub

Total

Wanita Laki-laki

Kelas IX A 10 11 22

Kelas IX B 11 11 22

Kelas IX C 12 11 22

TOTAL 33 33 66

D. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel penelitian diuraikan sebagai berikut:

1. Program Bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui

kegiatan di masyarakat adalah proses bantuan yang diberikan oleh guru

Bimbingan dan Konseling kepada para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi,

Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang dilakukan secara berkesinambungan

sebagai bagian dari program pendidikan supaya para siswa Kelas IX SMP

Salman Al Farisi, Bandung, dapat memahami dirinya dan lingkungannya

sehingga mereka sanggup mengarahkan diri dan bertindak secara wajar sesuai

dengan tuntutan dan keadaan keluarga dan masyarakat. Bentuk aktivitas

program ini adalah para siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,

belajar langsung dan mengalami langsung kehidupan masyarakat desa dengan

tinggal dan mengikuti aktivitas masyarakat selama beberapa waktu. Selama

tinggal dan beraktivitas bersama masyarakat para siswa mengambil nilai-nilai

yang berharga bagi dirinya dan merefleksikannya untuk dijadikan miliknya.

2. Karakter humanis adalah seperangkat nilai dasar yang membangun pribadi

(24)

interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang

lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang

terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang

membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan

perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter humanis terdiri dari tiga

faktor, yaitu sebagai berikut:

a. Cinta (Love)

Cinta adalah kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman

Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, yang menghargai hubungan

yang akrab dengan orang lain, khususnya yang bercirikan saling peduli

dan saling berbagi; dekat dengan orang lain, kapasitas untuk hubungan

kasih yang saling mendukung, stabilitas, dan saling menerima.

b. Kemurahan Hati (Kidness)

Kemurahan hati adalah kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX

SMP Salman Al Farisi, Bandung, yang menggambarkan kecenderungan

untuk bersikap baik kepada orang lain, mengasihi dan peduli terhadap

kesejahteraan orang lain, membantu dan menjaga orang lain. Dengan kata

lain, kemurahan hati adalah kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang

baik untuk orang lain; menolong orang lain; memedulikan dan merawat

orang lain. Kemurahan hati terdiri dari merawat (nurturance), kepedulian

(care), kasih sayang (compassion), cinta yang altruistik (altruistic love),

(25)

c. Kecerdasan sosial (Social Intelligence)

Kecerdasan sosial adalah kemampuan para siswa Kelas IX SMP

Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 untuk berpikir

abstrak, memahami persamaan dan perbedaan antara berbagai hal,

mengenali pola, dan melihat hubungannya. Kecerdasan sosial merupakan

kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,

Tahun Ajaran 2011-2012 yang ditandai dengan kesadaran akan motif dan

perasaan orang lain dan diri sendiri; mengetahui yang patut dilakukan di

tengah-tengah situasi sosial yang berbeda; mengetahui yang membuat

seseorang bertingkah laku tertentu.

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

1. Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah skala yang mengungkap

karakter humanis siswa SMP. Instrumen skala karakter humanis siswa SMP ini

mengacu pada teori tentang karakter humanis yang dikemukakan oleh Peterson

(2004). Konstruk yang digunakan dalam instrumen penelitian adalah sikap, yaitu

seberapa sesuai sikap para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,

Tahun Ajaran 2011-2012 dengan konsep karakter humanis sesuai dengan yang

diungkap pada setiap pernyataan.

Konstruk ini menjadi acuan untuk melihat tingkat karakter humanis siswa

Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Skala yang

(26)

pernyataan-pernyataan dengan memilih alternatif respon yang telah disediakan

dengan memberikan tanda checklist ().

2. Kisi-kisi Instrumen Karakter Humanis

Instrumen skala karakter humanis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian

pengantar dan bagian pernyataan-pernyataan untuk mengukur karakter humanis

siswa SMP yang terdiri dari 100 item/pernyataan (sebelum uji coba). Instrumen

ini terdiri dari 3 (tiga) aspek karakter humanis, yaitu:

a. Cinta (Love)

Cinta adalah kekuatan dalam diri siswa yang menghargai hubungan

yang akrab dengan orang lain, khususnya yang bercirikan saling peduli dan

saling berbagi; dekat dengan orang lain dan ditandai dengan kapasitas

hubungan kasih yang saling mendukung, stabil, dan saling menerima. Cinta

ini terwujud dalam perasaan, pikiran dan perilaku. Aspek cinta ini bisa

dilihat dalam indikator-indikator seperti berikut ini:

1) siswa mampu memberikan dukungan kepada orang lain;

2) siswa mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain;

3) siswa mampu membangun hubungan timbal balik dengan orang

lain.

b. Kemurahan hati (Kidness).

Kemurahan hati adalah kekuatan dalam diri siswa yang

menggambarkan kecenderungan untuk bersikap baik kepada orang lain,

mengasihi dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain, membantu dan

(27)

kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain;

menolong orang lain; memedulikan dan merawat orang lain. Kemurahan

hati terdiri dari: merawat (nurturance), kepedulian (care), kasih sayang

(compassion), cinta yang altruistic (altruistic love), kebaikan (niceness).

Aspek kebaikan bisa dilihat melalui indikator-indikator berikut ini:

1) siswa mampu bersikap baik kepada orang lain;

2) siswa mampu mengasihi orang lain;

3) siswa mampu menunjukkan sikap peduli terhadap orang lain

untuk kebaikan orang lain.

c. Kecerdasan sosial (Social intelligence).

Kecerdasan sosial merupakan kemampuan untuk berpikir abstrak

memahami persamaan dan perbedaan antara hal-hal, mengenali pola, dan

melihat hubungannya. Kecerdasan sosial merupakan kekuatan dalam diri

seseorang yang ditandai dengan kesadaran akan motif dan perasaan orang

lain dan diri sendiri; mengetahui yang patut dilakukan di tengah-tengah

situasi sosial yang berbeda; mengetahui yang membuat seseorang

bertingkah laku tertentu. Aspek ini dapat dilihat melalui

indikator-indikator berikut ini.

1) siswa bersimpati terhadap sesama;

2) siswa mampu memahami orang lain untuk perkembangan orang

lain tersebut;

3) siswa mampu mengenal perasaan diri sendiri;

(28)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Skala Karakter Humanis Sebelum Uji Coba

2.2 Siswa mampu mengasihi orang lain.

Skala yang digunakan dalam kuesioner karakter humanis mengacu pada

(29)

karakter humanis. Stimulus dari item-item instrumen ini adalah perilaku yang

menggambarkan karakter humanis responden. Respon dari stimulus ini adalah

memilih jawaban yang telah disediakan. Jawaban-jawaban tersebut akan

menggambarkan karakter humanis siswa diri responden.

Instrumen karakter humanis yang disusun peneliti memiliki empat alternatif

jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak

Sesuai (TS). Alasan peneliti membuat empat alternatif jawaban adalah agar

pilihan subjek menjadi lebih tegas dan pasti, dan jawaban tidak ada yang berada di

wilayah abu-abu.

Adapun penentuan skor untuk jawaban terhadap pernyataan positif

(vaforeble) adalah Sangat Sesuai = 4, Sesuai = 3, Kurang Sesuai = 2, Tidak Sesuai

= 1. Sedangkan untuk skor jawaban item pernyataan negatif (unvaforeble) adalah:

Sangat Sesuai = 1, Sesuai = 2, Kurang Sesuai = 3, Tidak Sesuai = 4.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas Instrumen Skala Karakter Humanis

Untuk melihat validitas isi instrumen penelitian yang disusun maka dilakukan

expert judgment dengan meminta pendapat (1) Dr. Gendon Barus M.Si, Dosen

Program Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, ahli

pengukuran dan evaluasi pendidikan; (2) Prof. Paul Suparno M.ST, SJ, dosen

Program Studi Pendidikan Matematikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta,

pakar pendidikan karakter dan menulis sejumlah buku tentang pendidikan

(30)

(construct) dan redaksi instrumen penelitian. Hasil penilaian dari uji validasi ini

berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokan dalam kualifikasi

memadai atau tidak memadai.

Setelah instrumen direvisi berdasarkan saran para ahli, maka instrumen diuji

keterbacaan kepada dua orang siswa SMP dan kemudian direvisi kembali, baik

dalam penggunaan kata-kata atau pun struktur kalimat sehingga seluruh

pernyataan dalam instrumen tidak mengandung ambiguitas dan cukup dapat

dimengerti oleh responden.

Instrumen kemudian diujicobakan kepada sampel yang memiliki karakteristik

yang sama dengan responden penelitian, yaitu siswa Kelas IX SMP Salman Al

Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, yang berjumlah 59 siswa dari total 66

siswa. Tujuh siswa tidak dapat mengisi kuisioner karena sedang melakukan tugas

di luar sekolah.

Setelah melakukan uji coba, peneliti melakukan pengolahan data uji validitas

untuk mendapatkan daya beda secara empiris. Pengolahan data tersebut dilakukan

dengan menggunakan bantuan komputer program SSPS versi 16.0 (Statistical

Programme For Social Windows). Dalam penelitian, item yang berdaya beda

tinggi adalah item yang mampu membedakan antara subjek yang memiliki

karakter humanis yang tinggi dengan subjek yang mempunyai karakter humanis

yang rendah.

Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi

antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini

(31)

parameter daya beda item. Untuk komputasi koefisien korelasi item-total

digunakan korelasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 2005:59), dengan

rumus sebagai berikut.

ΣiX- (Σi)(ΣX)/n rix =

[Σi2-(Σi)2/n] [ΣX2-(ΣX) 2/n]

Keterangan:

rix = Koefisien korelasi antara i dan Y

i = Skor item

X = Skor total

n = Banyaknya subjek

Penentuan kesahihan item didasarkan pada korelasi item-total dengan

batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30

daya pembedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang koefisien

korelasinya kurang dari 0,30 daya pembedanya rendah (Azwar 2005;65). Setelah

menganalisi hasil uji coba alat, dari 100 item pernyataan yang diujicobakan,

diperoleh 55 item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 atau dianggap

valid dan dapat digunakan, sedangkan 45 item memiliki koefisien korelasi kurang

dari 0,30 atau dianggap tidak valid/gugur.

Hasil uji coba instrumen menunjukkan struktur instrumen kurang seimbang

pada setiap aspek. Item aspek cinta lebih sedikit dari pada aspek kebaik dan

kecerdasan sosial. Untuk membangun keseimbangan struktur instrument tujuh (7)

(32)

sebagai item kuisioner setelah diperbaiki. Item-item yang diperbaiki dan

digunakan sebagai item dalam skala karakter humanis adalah item no: 5,10, 27,

41, 52,56, 58.

Hasil uji validitas Instrumen Skala Karakter Humanis tampak pada Tabel 3.

3 di bawah ini. Rekapitulasi hasil uji validitas instrumen per item terlampir pada

Lampiran 3.

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Item Skala Karakter Humanis

No item pernyataan yang valid No item pernyataan yang tidak valid

Karakter Humanis yang dinyatakan valid setelah dilakukan penomoran ulang.

Sedangkan Skala Karakter Humanis Setelah Uji Coba terlapir pada Lampiran 6.

Tabel 3.4.

Kisi-kisi Instrumen Skala Karakter Humanis Setelah Uji Coba

(33)

Aspek Strength

Reliabilitas Skala Karakter Humanis diuji dengan menggunakan teknik

analisis Alpha Chornbach. Penggunaan teknik analisis Alpha Chornbach ini

didasarkan atas pertimbangan penghitungan reliabilitas instrumen Skala Karakter

Humanis diperoleh lewat penyajian satu bentuk instrumen yang dikenakan hanya

sekali saja pada sekelompok responden (single trial administration) (Azwar,

2005).

Proses penghitungan tingkat reliabilitas Skala Karakter Humanis dilakukan

(34)

Windows). Dari perhitungan reliabilitas diperoleh reliabilitas Skala Karakter

Humanis sebesar 0,936. Taraf reliabilitas dinyatakan dalam suatu koefisien, yaitu

koefisien reliabilitas. Gulford (dalam Furqon, 2002) menjelaskan bahwa

kualifikasi normatif nilai koefisien reliabilitas ditunjukkan pada Tabel 3.5. berikut

ini.

Tabel 3.5.

Kriteria Nilai Koefisien Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kualifikasi 0,00-0,19

0,20-0,39 0,40-0,59 0,60-0,79 0,80-1,00

sangat rendah Rendah Sedang Tinggi sangat tinggi

Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki

kualifikasi reliabilitas sangat tinggi. Dengan kata lain instrumen skala karakter

humanis yang digunakan dalam penelitian dinyatakan reliabel (andal). Hasil

penghitungan validitas dan reliabilitas alat terdapat pada Lampiran 4.

G. Analisis Data

Data penelitian menggunakan analisis statistik. Pertanyaan penelitian

pertama tentang tingkat karakter humanis siswa dijawab melalui konversi skor

responden dengan skor ideal yang berpedoman pada Penilaian Acuan Patokan

(PAP) untuk mendapatkan gambaran karakter humanis siswa Kelas IX SMP

Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Kategorisasi ditentukan

(35)

Tabel 3.6

Penyusunan Skala Konversi Skala Lima

Skala Sigma Skala Angka Keterangan

+1,5 µ +1,5σ < X Kategori sangat tinggi +0,5 µ + 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori tinggi

-0,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori Sedang -1,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ -1,5σ Kategori rendah

X ≤ µ-1,5σ Kategori sangat rendah

Keterangang:

X maksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin diperoleh dalam skala

X minimum teoretik : skor terendah yang mungkin diperoleh dalam skala

σ : standar deviasi, yaitu luas jarak rentang yang dibagi dalam satuan deviasi sebaran

µ : mean teoretik, yaitu rata-rata teoretis dari skor maksimum dan minimum

Adapun deskrisi masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

1. Sangat Tinggi.

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar

yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan

wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun

hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas

maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta

diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori

(36)

menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta kemudian

mewujudkannya dalam bentuk perilaku nyata.

2. Tinggi

Kategori tinggi menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai

dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan

wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun

hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas

maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta

diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.

Pada kategori ini seseorang dengan baik memahami, merasakan, dan meyakini

serta menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta kemudian

mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari.

3. Sedang

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar

yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan

wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun

hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas

maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta

diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori

ini seseorang memahami, merasakan, dan meyakini serta menginternalisasi dalam

dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta nilai-nilai karakter humanis tersebut

diwujudkan dalam perilaku sehari-hari namun belum baik, dan jarang

(37)

4. Rendah

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar

yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan

wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun

hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas

maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, namun

belum diwujudkan secara baik dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan

sehari-hari. Pada kategori ini pemahaman, perasaan, dan penginternalisasian seseorang

akan nilai-nilai karakter humanis kurang. Nilai-nilai karakter humanis tersebut

juga belum diwujudkan dalam perilaku sehari-hari secara baik.

5. Sangat Rendah

Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar

yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan

wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun

hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas

maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, namun

tidak diwujudkan secara baik dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan

sehari-hari. Pada kategori ini pemahaman, perasaan, dan penginternalisasian seseorang

akan nilai-nilai karakter humanis sangat kurang. Nilai-nilai karakter humanis

tersebut tidak diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Pertanyaan kedua penelitian ini tentang keefektifan program bimbingan

(38)

meningkatkan karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,

Tahu Ajaran 2011-2012 dilakukan dengan teknik statistik uji dua data sampel

berpasangan. Uji t berpasangan digunakan untuk menganalisis perbedaan

keefektifan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk

meningkatkan karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,

Tahun Ajaran 2011-2012 antara pratest dan posttest pada siswa Kelas IX SMP

Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang mengikuti program

bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning. Uji t berpasangan

dilakukan dengan menggunakan SSPS versi 16.0. Hasil uji t terlampir pada

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian yang diuraikan secara singkat

dan padat. Selain itu, dalam bab ini juga diutarakan rekomendasi penelitian

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

A. Kesimpulan

Secara umum karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,

Badung, Tahun Ajaran 2011/2012 berada pada kategori tinggi, artinya siswa telah

memiliki karakter humanis yang baik. Namun demikian, masih ada sebagian kecil

siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Badung, Tahun Ajaran 2011/2012 berada

pada kategori “rendah” dan “sedang”. Artinya, mereka masih memerlukan

pendampingan untuk meningkatkan dan memantapkan karakter humanis siswa

tersebut.

Dari tiga aspek karakter humanis, yaitu cinta, kemurahan hati, dan

kecerdasan sosial, aspek kecerdasan sosial menjadi aspek yang paling rendah

persentasinya dibandingkan dengan dua aspek yang lain. Sedangkan tiga indikator yang paling rendah adalah (1) indikator “siswa mampu mengatur diri sendiri”

pada aspek kecerdasan sosial, (2) indikator “siswa mengasihi orang lain”, pada

aspek kemurahan hati, dan (3) indikator “Siswa mampu menunjukkan sikap

peduli terhadap orang lain untuk kemurahan hati orang lain tersebut” juga pada

(40)

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui

kegiatan di masyarakat secara signifikan efektif meningkatkan karakter humanis

siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan peningkatan karakter humanis setelah

pemberian treatmen dengan menggunakan program bimbingan pribadi-sosial

berbasis experiential learning menunjukkan persentase yang cukup tinggi untuk

setiap aspek dan indikator.

B. Rekomendasi

1. Bagi Kepala Sekolah

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning efektif

dalam meningkatkan karakter humanis siswa, dan dimungkinkan

diimplementasikan juga untuk meningkatkan karakter-karakter yang lain. Salah

satu komponen layanan dalam bimbingan dan konseling komprehensif adalah

dukungan sistem. Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential

learning melalui kegiatan di masyarakat merupakan program yang perlu

melibatkan stakeholder pendidikan dan membutuhkan waktu dan dana yang besar.

Agar program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dapat

terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka kepala

sekolah perlu memahami program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential

learning dalam kerangka pendidikan karakter siswa. Lebih lanjut, kepala sekolah

perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung program bimbingan

pribadi-sosial berbasis experiential learning, baik terkait pelaksanaan, penyediaan sarana

(41)

mengadakan buku harian atau buku jurnal siswa yang digunakan para siswa

selama mengikuti program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential

learning. Buku harian atau jurnal siswa ini berfungsi sebagai dokumentasi

pengalaman siswa yang dapat juga digunakan sebagai data dalam pembinaan

siswa selanjutnya, serta sebagai data untuk evalusi kegiatan dalam rangka

perencanaan program selanjutnya.

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Kemampuan guru bimbingan dan konseling dalam menguasai konsep dan

praksis asesmen dapat membantu dalam memahami kondisi dan kebutuhan siswa

yang berbeda-beda terutama dalam karakter humanis. Guru bimbingan dan

konseling dapat merancang program bimbingan dan konseling pribadi-sosial

berdasarkan kebutuhan siswa. Program bimbingan dan konseling berbasis

experiential learning merupakan salah satu bentuk program bimbingan yang

ditujukan untuk meningkatkan karakter humanis siswa. Program ini

dimungkinkan digunakan untuk meningkatkan karakter-karakter yang lain, dan

diharapkan bisa didesiminasi ke tingkat pendidikan yang lain atau ke

sekolah lain. Agar bisa didesiminasikan ke tingkat pendidikan lain dan

sekolah-sekolah lain, perlu pemantapan program bimbingan pribadi-sosial berbasis

experiential learning melalui kegiatan di masyarakat. Program bimbingan

pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegitan di masyarakat kemudian

dapat disosialisasikan melalui seminar dan workshop serta membuat buku

(42)

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini sifatnya masih sederhana dan masih perlu diperkaya dan

dikembangkan sampai ketaraf pemantapan program. Dalam penelitian terdahulu

terkait dengan tema pendidikan karakter, kajian penelitian masih melihat

pengaruh salah satu metode atau program pembelajaran terhadap pembentukan

salah satu karakter. Misalnya, penelitian Rohayani (2009) tentang pengaruh

proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan interventif

terhadap karakter kewarganegaraan. Atau penelitian Isnandar (2010) tentang

pengaruh pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan iklim kehidupan

keluarga terhadap pembentukan karakter siswa. Kajian yang sejenis juga

dilakukan Giri (2011) yang meneliti tentang efektivitas bimbingan kelompok

melalui teknik permainan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa. Atau,

penelitian Puluhulawa (2012) yang meneliti tentang program bimbingan untuk

meningkatkan kecerdasan sosial siswa Sekolah Dasar. Dengan kata lain,

penelitian tentang karakter masih parsial, termasuk penelitan ini.

Terdapat dua rekomendasi kepada peneliti selanjutnya:

a. Pengembangan instrumen penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Skala Karakter Humanis

berdasarkan teori Peterson (2004) tentang karakter humanis. Peneliti

selanjutnya perlu mengkaji dan mengembangkan lebih mendalam Skala

Karakter Humanis dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mendasari

(43)

b. Pengembangan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential

learning.

Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning yang

disusun dalam penelitian merupakan program yang disusun secara

kolaborasi antara peneliti dan sekolah. Agar program bimbingan

pribadi-sosial berbasis experiential learning murni didasarkan atas kajian ilmiah

peneliti maka peneliti selanjutnya perlu mengembangkan program

bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning berdasarkan kajian

ilmiah peneliti dengan mengacu pada kaidah-kaidah penyusunan program

bimbingan dan konseling. Peneliti selanjutnya meneliti program bimbingan

dan konseling berbasis experiential learning tidak hanya terbatas pada

bidang pribadi-sosial, tetapi juga bidang belajar, dan karir, serta

menggunakan semua strategi dalam bimbingan dan konseling

komprehensif, tidak hanya strategi layanan dasar. Selain itu, peneliti

selanjutnya meneliti karakter secara utuh dengan satu pendekatan pada satu

(44)

Alwasilah, Chaedar.A. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Azwar, Saifuddin. (2005). Reliabilitas dan Validitas. Yogykarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogykarta: Pustaka Pelajar.

Azizah, Nur. “Perilaku Moral dan Religiusitas Siswa Berlatar Belakang Pendidikan Umum dan Agama”. Jurnal Psikologi Volume 33 No.2 Desember 2006. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyu. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Grup.

Brooks, D., 2005. Increasing Test Score and Character Education The Natural Connection. (Online). Tersedia: http://www.youngpeoplespress.com/Testpaper.pdf. [10 Juli 2011].

Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Alih bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Cartlede & Milburn, J.F. (1993). Teaching Social Skill to Children and Youth Innovative Approaches (2 ed). Massachusset:Allyn and Bacon.

Cavanagh, Michael. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.

Creswell, John.W. (2010). Qualitative Inquiry and Research Design. Thousand Oaks: Sage Publication Inc.

Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Damnon, Willian. 2002. Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.

Debdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Furqon. (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.

Gall, M.D dan Borg, W.R (2003). Educational Research An Introduction. United States of America: Pearson Education.

(45)

Gunarto. (2004). Implementasi Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hidayat, Asep Saepul. (2011). Manajemen Sekolah Berbasis Karakter. Desertasi pada Program Studi Administrasi Pendidikan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: tidak diterbitkan.

Hajar, Ibnu. (1996). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindopustaka.

Hill, T.A. (2005). Character First Kimray Inc. (online)

Tersedia:http://www.charactercities.org/downloads/publications/Whatischaracter.[7 Juli 2011].

Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psichology: A Life Span Approach. Alih Bahasa (2004). Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kasman, Rusdi. (2010). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum. (2010) Bahan Pelatihan. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.

Kartadinata, Sunaryo. (2000). Pendidikan Untuk Pengembangan Sumberdaya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI, Implikasi Bimbingannya. Bandung: FIP UPI.

Koesoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

Kohlberg, Lawrence. (1991). Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius.

Kolb. (1984). Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. New Jersey: Prentice Hall.

Lickona, Thomas. (1991). Education for Character, How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

(46)

Makmun, Abin Syamsyudin.(2003). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Rosda.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter. Solusi yang Tepat Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Fondation.

NN, (2009). Tawuran Antara Pelajar DKI Jakarta. (Online) Tersedia: http://tawuran-kelompokbsi.blogspot.com. [7 Juli 2011].

NN. (2010). Penelitian Mengenai Kekerasan di Sekolah (2008). (Online) Tersedia: http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-di-sekolah-2008/. [7 Juni 20120].

NN. (2011). 65 Persen Siswa di Ciawi, Bogor Pernah Berhubungan Seks. (Online). Tersedia: ttp://news.okezone.com/read/2011/11/03/338/524380/65-persen-siswa-di-ciawi-bogor-pernah-berhubungan-seks. [7 Juni 2012].

NN. (...). Experiential Leraning. (Online). Tersedia:

http://www.Psychology.wiki.com/wiki/experiential learning. [10 Juli 2012].

Natawidjaya, Rochman. (1987). Pendekatan-Pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

Nazir, Moh., (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurgiantoro, dkk. 2002. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurhayati. (1998). Program Layanan Bimbingan dan Konseling Kesehatan Seksual Remaja. Skripsi FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nurihsan, A. Juntika. (2002). Pengantara Bimbingan dan Konseling. Bandung: PPB FIB dan UPC LBK UPI.

(47)

Oxford University Press. (2006). Concis Oxford English Dictonary. New York: Oxford University Press. Inc.

Park, Nansook.(2009). Bulding Strengths of Character: Keys to Positive Youth Development. Jurnal of Reclaiming Children and Youth.18 (2), 42-47.

Peterson, C , & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A Handbook and Classification. New York: Oxford University Press

Prayitno, dkk. (1997). Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.

Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Puluhulawa, Meiske. (2012). Program Bimbingan untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Siswa SD. Studi Pengembangan Program Bimbingan di Kelas Tinggi (IV-V) SD Lab UNG.Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rahman, Fathur. (tt). Pendidikan Profesi Guru Bimbingan Dan Konseling/Konselor (PPGBK). Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Ridwan. (2004). Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: Rasda.

Santrock, John W. (2007). “Child Development, elevent edition” (terjemahan). Perkembangan Anaka, edisi ke tujuh, jilid dua. Jakarta: Erlangga.

Sasongko. Luddy Bambang. 2004. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Relasi dan Grafik di Kelas 2 SMP. Tesis Magister SPS UNESA Surabaya: tidak diterbitkan.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

(48)

Sternberg, RJ. (Ed.) (2000), Intelligen Handbook, 2nd ed.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suherman AS, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Madani Production.

Suherman dan Dadang Sudrajat. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Porogram Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: PPB FIP IPI

Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.

Supraktiknya, A. (2011). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Suparno,dkk.(2002).Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah.Yogyakarta: Kanisius.

Surya, M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung:Pustaka Bani Qurasy.

Syamsudin, Abin. ((2009). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific. (1998). Learning to Live Together in Peace and Harmony, Values Education for Peace, Human Right, Democracy and Substainable Development for The Asia Fasific Education. Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific.

Yus, Anita.(2008).Pengembangan Karakter Melalui Hubungan Anak-Kakek-Nenek. Tinjauan Beberapa Aspek Character Building.Yogyakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian Unversitas Negeri Yogyakarta dan Tiara Wacana.

Yusuf, Syamsu, & Juntika Nurihsan, (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan Rosda.

Yusuf, Syamsu.(2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Rizqi Press.

Gambar

Tabel 3.1.  Data Sampel Penelitian
Tabel 3.2  Kisi-kisi  Instrumen Skala Karakter Humanis
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Item Skala Karakter Humanis
Tabel 3.5. Kriteria Nilai Koefisien Reliabilitas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, perangkat transmisi Uplink berfungsi sebagai pemroses suara dan gambar televisi dari studio televisi ataupun sinyal baseband dari sentral Telekomunikasi untuk dijadikan

Subbagian Tata Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf b mempunyai tugas melakukan urusan perencanaan, keuangan, akademik, kemahasiswaan, kepegawaian,

Untuk mempermudah kita dalam memahami cara kerja dari pemantau ruangan dan sistem keamanan ruangan penyimpanan barang-barang berharga dengan menggunakan mikrokontroler

(3) Anggota Senat yang berasal dari wakil dosen dari setiap fakultas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas 3 (tiga) orang wakil dosen yang profesor

Ajen Atikan Dina Folklor Aspek Kapamalian Anu Aya Di Desa Tanjungwangi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih dan karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

2.2.2 Langkah-langkah penerapan RCM pada sub-assembly kopling 20 BAB III KONTRUKSI DAN PENENTUAN KOMPONEN KRITIS PADA SUB- ASSEMBLY KOPLING .... Kontruksi dan Prinsip

Dapat mengetahui kelainan yang terjadi pada saluran kandung empedu. dengan menggunakan Endoscopic