Juster Donal Sinaga, 2012
Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... viii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 13
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 14
E. Asumsi Penelitian ... 15
F. Sistematikan Penyajian Laporan Penelitian ... 16
BAB II. KONSEP DASAR BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL BERBASIS EXPERIENTIAL LEARNING DAN KARAKTER HUMANIS A. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning ... 17
Juster Donal Sinaga, 2012
Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
A. Pendekatan dan Model Penelitian ... 77
B. Rancangan Penelitian Pra Eksperimen Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning ... 78
C. Populasi dan Sampel ... 79
D. Definisi Operasional ... 80
E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 82
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85
G. Analisis Data ... 91
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012... 96
B. Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 111 C. Tingkat Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 Setelah Mengikuti Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning... 125 D. Efektivitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 ... 131
E. Keterbatasan Penelitian ... 147
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 149
B. Rekomendasi ... 150
DAFTAR PUSTAKA
Juster Donal Sinaga, 2012
Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning Untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini secara berurutan akan memaparkan latar belakang masalah penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, dan sistematika
penyajian.
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia adalah mahluk individual yang berkembang secara sekuensial dan
positif menuju pengayaan diri (self enhancment). Manusia berkembang melalui
tahapan umum dan tugas-tugas perkembangan. Dalam proses berkembang
tersebut setiap manusia memiliki internal drive yang sifatnya personal dan unik.
Internal drive tersebut memerlukan kompromi dengan faktor lingkungan.
Perkembangan yang sehat berlangsung melalui interaksi yang sehat antara
individu dengan lingkungan yang sehat.
Masa remaja sebagai salah satu tahap dalam perkembangan manusia
merupakan tahap yang memiliki karakter tersendiri. Dalam proses berkembang
tersebut ada sejumlah faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor bawaan dan
lingkungan. Remaja adalah individu yang terentang pada perkembangan sejak
berakhir masa anak-anak sampai datangnya awal masa dewasa. Masa remaja atau
masa adolesence merupakan masa transisi. Istilah adolesecence mumpunyai arti
yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik
(Hurlock, 2004: 206). Usia remaja berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang
Alberty (Abin Syamsudin: 130) menyatakan bahwa periode masa remaja dapat
didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perkembangan yang
dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai
datang awal masa dewasa.
Piaget (Hurlock, 2004: 206) mengatakan:
“secara psikologis, masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia ketika anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”
Remaja merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan
atau menjadi (becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan, kedewasaan,
atau kemandirian yang terkait dengan pemaknaan dirinya sebagai mahluk yang
berdimensi biopsikososiospritual (Yusuf, 2002). Dalam masa perkembangan para
remaja mengemban tugas-tugas perkembangan, yaitu seperangkat tugas pada
periode perkembangan tertentu yang harus diselesaikan dengan baik. Tugas
perkembangan bersumber dari: tuntutan masyarakat, sosial budaya, kematangan
fisik, dan norma agama. Tugas perkembangan remaja meliputi: kematangan hidup
religius, kematangan perilaku ertis, kematangan emosional, kematangan
intelektual, kesadaran tanggungjawab, peran sosial sebagai pria atau wanita,
penerimaan diri dan pengembanganya, kemandirian perilaku ekonomis, wawasan
diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga. Tugas-tugas perkembangan tersebut
merupakan penjabaran dari aspek-aspek perkembangan individu yang meliputi
perkembangan fisik, perkembangan bahasa, perkembangan intelektual,
perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan etika,
perkembangan kepribadian, dan perkembangan agama.
Secara psikologis masa remaja merupakan masa yang penuh potensi, vitalitas,
dan dinamis tetapi labil. Keberhasilan seorang remaja melalui masa remajanya
dipengaruhi oleh perubahan pola kehidupan keluarga, kondisi
sosial-budaya-ekonomi, dan pengaruh situasi global. Seorang remaja yang mampu melaksanakan
tugas-tugas perkembangannya dengan baik akan menjadi pribadi yang sehat dan
berkembang secara optimal. Pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal
tampak dalam wujud perilaku dan prestasi yang dicapai para remaja.
Banyak perkembangan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, salah
satunya adalah dimensi perkembangang sosial. Lebih lanjut Yusuf (2004: 122)
mengatakan, perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam
hubungan sosial dan dapat juga dimaknai sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi;
meleburkan diri menjadi satu kesatuan, saling berkomunikasi, dan bekerja sama.
Dalam proses menjadi dalam diri remaja kemungkinan dapat menimbulkan
masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku
menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi
perilaku yang mengganggu. Kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan
timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang
melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut
dengan kenakalan remaja, dan akhirnya remaja mengalami dekadensi moral.
Darajat (Yusuf dan Nurihsan, 2008) mengemukakan masalah dekadensi moral
(delinquency) disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurang tertatanya jiwa
agama pada tiap-tiap orang dalam masyarakat; keadaan masyarakat yang kurang
stabil, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun politik; pendidikan moral tidak
terlaksana menurut semestinya, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat; dijualnya dengan bebas berbagai alat kontrasepsi; dan iklim keluarga
yang tidak harmonis; dan perkembangan globalisasi yang tidak seimbang.
Fenomena remaja yang kurang menghargai dan menghormati dirinya dan
orang lain tampak dalam berbagai peristiwa di masyarakat. Hampir setiap hari
kasus kenakalan remaja yang terjadi diberitakan di media-media, baik media
massa maupun elektronik. Salah satu bentuk kenakalan remaja adalah tawuran.
Data menunjukkan, di Jakarta tercatat 157 kasus perkelahian pelajar tahun 1992.
Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar. Tahun
1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota
masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2
anggota polisi, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas.
Berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta tahun 2009,
pelajar SD, SMP, dan SMA, yang terlibat tawuran mencapai 0,08 persen atau
sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa di DKI Jakarta. (www.
Fenomena lain yang melanda remaja tampak pada hasil penelitian yang
dilakukan oleh Boyke (1999) yang menjelaskan bahwa 6-20 % siswa SMA dan
mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pranikah. Hasil penelitian
lain, menunjukan sebanyak 50% dari pengunjung klinik aborsi berusia 15-20
tahun, dan 44,5 % di antaranya mengalami hamil di luar nikah (Boyke, 1999).
Hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) tahun 2012 menunjukkan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18
tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kota besar yang
dimaksud antara lain Jakarta, Surabaya, dan Bandung (www.metrotvnews.com).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat
hasil survei pada 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) telah melakukan seks pranikah, di Surabaya
tercatat 54 persen, di Bandung 47 persen, dan 52 persen di Medan, serta di
Yogyakarta dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 persen mengalami kehamilan
sebelum menikah (www.Antaranews.com). Hasil survei Pusat Informasi
Konseling Remaja di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
menyebutkan bahwa 65 persen pelajar di Ciawi sudah pernah melakukan
hubungan badan (www.news.okezone.com)
Dalam kasus NARKOBA, Badan Nasional Anti Narkoba (BNN)
menginformasikan ada sekitar 22.630 kasus tahun 2007 (BNN, 2007). Dari 22.630
kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % diantaranya dilakukan oleh
remaja. Hasil penelitian yang dilakukan BNN bekerja sama dengan Universitas
narkoba sebesar 22,7%. Dari sejumlah 1,1 juta ditahun 2006 menjadi 1,35 juta
ditahun 2008. Badan Nasional Anti Narkoba (BNN) mencatat hasil survei pada
2010, yaitu data tentang penyalahgunaan narkoba menunjukkan, dari 3,2 juta jiwa
yang ketagihan narkoba, 78 persennya adalah remaja (www.Antaranews.com).
Masalah lain adalah bullying. Fenomena ini semakin marak terjadi dalam
setiap aktivitas anak di sekolah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komisi
Nasional Perlindungan Anak tahun 2007 lebih dari 90% anak pernah diejek di
sekolah. Selain itu, penelitian yang didukung oleh Badan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Masalah Anak (UNICEF), masih banyak anak di Indonesia
yang mendapatkan perlakuan buruk dari temannya sendiri. Survei yang dilakukan
pada 2002 melibatkan 125 anak dan berlangsung selama enam bulan. Survei itu
meliputi wawancara yang diawasi dengan sangat teliti. Dari survei itu terungkap,
dua per tiga anak laki-laki dan sepertiga anak perempuan pernah dipukul.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 180 remaja di Kabupaten Kudus
menunjukkan 94 % menyatakan pernah melakukan tindakan tidak menyenangkan
terhadap orang lain. Tindakan tidak menyenangkan yang paling sering dilakukan
adalah mengejek dan memberi julukan. Sasaran atau kepada siapa tindakan tidak
menyenangkan tersebut dilakukan adalah 50 % kepada teman sekelas, 16 % adik
kelas, 14 % kepada anak dari sekolah lain, 7 % kepada kakak kelas, 5 % kepada
guru dan 8 %. (Mahardayani, 2010). Penelitian lebih luas lagi dilakukan oleh
SEJIWA, Plan Indonesia dan Universitas Indonesia yang melibatkan sekitar 1233
orang siswa SD, SMP, dan SMA di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya. Hasil
berurutan terjadi di Yogyakarta (77.5%), Jakarta (61.1%), dan Surabaya (59.8%).
Kekerasan ditingkat SMA terbanyak terjadi di Jakarta (72.7%), diikuti Surabaya
(67.2%), dan terakhir Yogyakarta (63.8%) (www.Sejiwa.org).
Fenomena yang diuraikan di atas merupakan tantangan yang menghadang
dihadapan para remaja dalam proses perkembangan mereka. Tantangan-tantangan
tersebut menjadi perhatian serius para orang dewasa yang mendampingi para
remaja menuju pribadi yang sehat dan berkembang secara optimal. Untuk itu
perlu ada suatu kepedulian nyata untuk membangun dan mengembangkan
kepribadian para remaja, khususnya dalam hal karakter humanis. Dengan karakter
humanis ini para remaja dibentuk menjadi pribadi yang mampu menghargai diri
sendiri dan orang lain serta lingkungan sekitar. Dengan kata lain, mereka mampu
hidup berbagi dengan orang lain. Howard Gardner (1983) mengatakan
kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan memahami orang lain adalah bagian
tak terpisahkan dari kondisi manusia seperti kemampuan untuk mengetahui benda
atau suara.
Belajar hidup bersama merupakan salah satu isu utama pendidikan saat ini.
Salah satu isi laporan komisi internasional tentang pendidikan abad XXI yang
diterbitkan oleh UNESCO (1998), memberikan pengertian baru yang mendalam
tentang pendidikan abad XXI. Di dalam laporan tersebut ditekankan bahwa setiap
orang perlu dilengkapi berbagai komptensi untuk merebut
kesempatan-kesempatan belajar sepanjang hayat, baik untuk memperluas pengetahuan,
interpendensi. Dalam laporan tersebut disebutkan tentang empat pilar pendidikan
sebagai berikut.
(1) learning to know, that is acquiring the instruments of understanding; (2) learning to do, so as to be able to act creatively in one’s environment; (3) learning to live together so as to participate in and cooperate with other people in all human activities; and (4) learning to be, so as to better develop one’s personality (UNESCO, 1998:19)
Dari empat sendi pendidikan yang disebutkan di atas, belajar hidup
bersama mendapatkan tekanan yang lebih besar dan dinilai sebagai fondasi
pendidikan. Pendidikan ini dapat dicapai dengan mengembangkan suatu
pengertian tentang orang lain, sejarah, tradisi, dan nilai-nilai tradisional. Dengan
pemahaman ini diharapkan tercipta suatu semangat baru yang dibimbing oleh
pengakuan tentang interpendensi manusia yang bertumbuh dengan menganalisis
bersama tentang resiko-resiko dan tantangan-tantangan di masa depan.
Pemahaman ini dapat mendorong masyarakat termasuk siswa untuk secara
bersama-sama membangun kepedulian terhadap sesama dan terhadap lingkungan
serta peduli terhadap kedamaian dan kesejahteraan bersama.
Beberapa ahli seperti Raven, Bell, dan Conant (Sasongko, 2004),
menyebutkan salah satu tujuan pendidikan umum adalah mengembangkan
nilai-nilai dan perilaku prososial. Artinya, nilai-nilai-nilai-nilai sosial termasuk di dalamnya
karakter humanis sangat penting bagi remaja, karena berfungsi sebagai acuan
bertingkah laku terhadap sesama sehingga dapat diterima di masyarakat.
Selain hal tersebut, terdapat data yang menyatakan terdapat hubungan
antara perilaku prososial yang mengedepankan karakter humanis dengan
yang dimaksud berhubungan dengan aspek keterampilan di kelas seperti
mendengarkan guru ketika berbicara atau menjelaskan pelajaran, keterampilan
bertanya, dan menjawab pertanyaan guru.
Terinspirasi oleh beberapa fenomena dekadensi moral remaja dewasa ini,
pada tahun 2006, Sedanayasa (2010) melakukan penelitian tentang kebutuhan
siswa terhadap layanan bimbingan dan konseling pada SMA Negeri di Kabupaten
Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan secara umum sebagian besar siswa
memerlukan layanan bimbingan sosial. Bimbingan yang mereka harapakan adalah
bimbingan cara berkomunikasi lisan atau tertulis secara efektif, cara
mengemukakan pendapat, cara menghargai orang lain, cara menumbuhkan dan
mengembangkan hubungan harmonis dengan orang lain, cara mengembangkan
sikap positif di rumah, sekolah dan masyarakat serta cara mengatasi masalah
hubungan dengan orang lain.
Pada tahun 2007 dilakukan penelitian dengan subyek siswa SMP Negeri di
Kota Singaraja untuk mengetahui jenis bimbingan yang dibutuhkan siswa. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar siswa memerlukan bimbingan sosial.
Bimbingan sosial yang mereka harapkan adalah cara mengembangkan sikap
empati pada orang lain, cara mengembangkan tingkah laku positif terhadap orang
lain, dan cara bersikap santun dengan guru dan orang lain (Sedanayasa, 2010).
Hasil penelitian tersebut semakin menegaskan bahwa remaja baik tingkat SMP
maupun SMA mengalami masalah dalam berhubungan dengan orang lain.
Masalah berhubungan dengan orang lain merupakan bagian dari kecerdasan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Salman Al Farisi, Bandung, sebagai
salah satu lembaga pendidikan yang berada di bawah pengelolaan Yayasan
Pendidikan Salman Al Farisi Bandung sadar akan besarnya tantangan yang harus
dihadapi generasi muda, khusunya remaja SMP. Selain tantangan besar yang
sedang menghadang di depan para remaja, SMP Salman Al Farisi, Bandung,
memiliki cita-cita besar mendidik peserta didik mereka kelak menjadi pemimpin
yang cerdas tidak hanya dalam aspek kognitif tetapi juga dalam aspek afektif serta
aspek konatif. Hal ini tergambar jelas dalam visi sekolah, yakni “menjadi lembaga
pendidikan yang mampu mengembangkan dan menghasilkan generasi muslim
yang siap menjadi khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil’alamin” .
Sadar akan hal itu SMP Salman Al Faris, Bandung, memandang
pendidikan karakter perlu sejak dini ditanamkan kepada para siswa. Kesadaran
akan pentingnya pembentukan karakter siswa sejak dini diejawantahkan sekolah
dengan penyusunan program pendidikan yang menekankan pada kepemimpinan
(leadership).
SMP Salman Al Farisi, Bandung, menyadari bahwa siswa-siswi SMP
Salman Al Farisi, Bandung, harus dibekali dengan pendidikan karakter agar
menjadi pribadi yang berkarakter dan memiliki daya tangkal terhadap berbagai
tantangan di masyarakat, terlebih terhadap arus globalisasi yang memberikan
pengaruh yang luar biasa kepada kehidupam manusia. Siswa SMP Salman Al
Farisi, Bandung, pada umumnya berasal dari keluarga dengan ekonomi yang
mapan. Oleh karena itu, SMP Salman Al Faris, Bandung, berusaha membentuk
Latar belakang keluarga siswa SMP Salman Al Farisi, Bandung, yang
secara ekonomi sudah mapan, membentuk karakter para siswa yang cenderung
manja, berdaya juang rendah, serta kurang mandiri. Kepribadian yang demikian
jika tidak segera dibenahi sangat berpotensi menjadi masalah dikemudian hari
bagi siswa. Terlebih lagi, usia SMP merupakan usia remaja yang rentan terhadap
pengaruh lingkungan yang negatif. Untuk membentuk pribadi yang positif SMP
Salman Al Farisi, Bandung menyusun program sekolah yang mampu mendorong
siswa menjadi pribadi yang lebih positif, yaitu PROSPEK (Program Sepekan
Pengabdian Kepada Masyarakat).
Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan yang berpotensi
besar untuk membantu remaja menjadi pribadi yang berkarakter, khususnya
karakter humanis. Siswa SMP yang mulai memasuki masa remaja dengan segala
bentuk perubahan dan permasalahan terutama dalam bidang sosial, membutuhkan
lingkungan dan sarana yang tepat guna membimbing dan mengarahkan
kemampuan serta kompetensi yang ada pada dirinya. Dengan demikian, sekolah
telah melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Pendidikan Nasional, yaitu berperan dan berfungsi dalam mengembangkan
potensi diri remaja untuk memiliki sipritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Disadari bahwa tujuan pendidikan yang ingin dicapai sangat kompleks.
Mejadikan siswa hidup mandiri, berkepribadian dan berakhlak mulia,
semua pihak yang terkait di sekolah maupun di luar sekolah. Terkait dengan itu,
Bimbingan dan Konseling (BK) sebagai salah satu komponen integral dari
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah harus mampu memberikan layanan
bantuan yang bersifat psikoedukatif, yang tidak diperoleh remaja dalam kegiatan
belajar mengajar di ruang kelas.
Dengan melihat kebutuhan dan mengedepankan prinsip pengembangan
karakter remaja, terutama bagi remaja yang mengalami dekadensi moral maka
diperlukan upaya pencegahan, penanganan, dan pengembangan terhadap masalah
tersebut dari pihak sekolah. Untuk hal tersebut, guru BK perlu merancang suatu
program layanan bimbingan pribadi-sosial komprehensif dan kolaboratif yang
sinergis melalui program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning
melalui kegiatan di masyarakat, yang melibatkan beberapa pihak terkait untuk
membangun dan membentuk karakter humanis siswa. Melalui bimbingan
pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat diharapkan
karakter humanis para siswa semakin meningkat dan terbentuk kokoh.
Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui
kegiatan di masyarakat merupakan salah satu aplikasi dari pendidikan berbasis
masyarakat sebagai salah satu upaya menawarkan solusi terhadap berbagai
masalah sosial. Dalam kerangka layanan bimbingan dan konseling komprehensif,
program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan
di masyarakat merupakan layanan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Bertitik tolak dari latar belakang yang diuraikan di atas, perlu diadakan
berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat. Oleh karena itu,
penelitian ini diberi judul “Program Bimbingan Sosial-Pribadi Berbasis
Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Studi Pra Eksperimen pada Siswa Kelas
IX Sekolah Menengah Pertama Salman Al Farisi, Bandung Tahun Ajaran
2011-2012.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berpijak pada latar belakang yang diuraikan di atas, rumusan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimana efektivitas program bimbingan pribadi-sosial
berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas
IX SMP Salmanan Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012? Rumusan
masalah penelitian diturunkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi
Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012?
2. Apakah program Bimbingan Pribadi-Sosial berbasis experiential learning
efektif untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman
Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012?
C. Tujuan Penelitian
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui dan menganalisis tingkat karakter humanis siswa kelas IX
2. Mengetahui efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis
experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas
IX SMP Salmanan Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian meliputi:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini merupakan fondasi penting untuk penelitian lanjutan
bagi terbukanya terobosan baru dalam bimbingan pribadi-sosial berbasis
experiential learning. Dan hasil penelitian menambah wacana baru dalam
dunia Bimbingan dan Konseling yang bernuansa pendidikan karakter.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru Bidang Studi dan Guru Bimbingan dan Konseling
Hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber informasi bagi guru,
khususnya guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan
bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dalam rangka
pendidikan karakter di sekolah, serta menjadi inovasi baru dalam
pengembangan program bimbingan dan konseling.
b. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini menjadi informasi baru bagi siswa tentang
profil karakter mereka, khususnya karakter humanis, sehingga mereka bisa
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini menjadi rangkaian penelitian selanjutnya
tentang bimbingan dan konseling karakter. Informasi yang terkandung
dalam penelitian ini menjadi fondasi penting untuk penelitian lanjutan bagi
terbukanya terobosan baru dalam bimbingan pribadi-sosial berbasis
experiential learning. Hasil penelitian digunakan oleh peneliti selanjutnya
untuk memantapkan secara ilmiah efektivitas program bimbingan
pribadi-sosial berbasis experiential learning, serta pengembangan program
bimbingan pribadi-sosial yang melibatkan lebih banyak lagi peserta didik
dan stakeholder, sehingga program bimbingan pribadi-sosial berbasis
experiential learning dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
digunakan secara umum di sekolah-sekolah.
E. Asumsi Penelitian
Penelitian ini bertolak dari paradigma psikologi positif dengan asumsi sebagai
berikut.
1. Manusia pada prinsipnya adalah baik. Di dalam diri masing-masing
individu tersimpan potensi-potensi yang memungkinkan setiap orang
menjadi pribadi yang sehat dan berfungsi secara maksimal.
2. Karakter humanis adalah internalisasi nilai-nilai hidup ke dalam diri
setiap individu yang menjadi prinsip hidup dan tampak dalam sikap
dan perbuatan. Karakter bukan bawaan, tetapi dibentuk melalui proses
3. Semua peristiwa dalam kehidupan ini bisa menjadi media yang
memiliki nilai-nilai positif untuk dijadikan bagian dari proses belajar
untuk membentuk karakter.
F. Sistematika Penyajian Laporan Penelitian
Laporan penelitian terdiri dari lima bab yang masing-masing bab diuraikan
menjadi sejumlah sub bab. Bab satu merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
asumsi, dan sistematika penyajian laporan penelitian.
Bab dua adalah bab kajian teori. Bab ini menguraikan konsep dasar
program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning, konsep dasar
karakter, pendidikan karakter, komponen karakter, faktor pendukung
pembentukan karakter, dan karakter humanis. Bab tiga merupakan metodologi
penilitian yang menguraikan tentang jenis pendekatan dan model penelitian serta
desain penelitian. Bab ini juga menguraikan tentang teknik penghimpunan dan
analisis data.
Bab empat merupakan bab hasil dan pembahasan penelitian. Dalam bab ini
diuraikan profil karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,
Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, dan efektivitas program bimbingan
pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk meningkatkan karakter humanis siswa
kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Dan, bab
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan metode penelitian, yaitu jenis penelitian, desain
penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen pengumpulan data, dan
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
A. Pendekatan dan Model Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tujuan
mendapatkan profil karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,
Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, dan mengetahui efektivitas program
bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegiatan di
masyarakat untuk meningkatkan karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al
Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012.
Desain penelitian adalah pra eksperimen One-Group Pratest-Posttest
Design. Pada desain ini dilakukan prates dan posttes untuk membandingkan
keadaan sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Desain penelitian digambarkan
seperti berikut.
(Sugiyono, 2010:110)
Keterangan :
O1 : Nilai pratest (sebelum mengikuti program bimbingan pribadi-sosial
berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat)
O2 : Nilai posttest (setelah mengikuti program bimbingan pribadi-sosial
berbasis experiential learning melalui kegiatan di masyarakat)
Data yang diambil adalah data tentang karakter humanis siswa. Dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif akan diperoleh data faktual berdasarkan
informasi statistik, kemudian dianalisis untuk memahami tingkat karakter
humanis siswa dan efektivitas program bimbingan pribadi-sosial berbasis
experiential learning melalui kegiatan di masyarakat untuk meningkatkan
karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran
2011-2012.
B. Rancangan Penelitian Pra Eksperimen Program Bimbingan
Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning
Rancangan pra eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design untuk
mengetahui tingkat karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,
Gambar 3.1.
Alur Rancangan Pra Eksperimen One-Group Pratest-Posttest Design Uji Keefektifan Program Bimbingan Pribadi Sosial Berbasis Experiential
Learning untuk Meningkatkan karakter Humanis Siswa
C. Populasi dan Sampel
Adapun populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Salman Al
Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang berjumlah 66 siswa. Sampel
penelitian adalah semua populasi penelitian yaitu siswa kelas IX SMP Salman
Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Adapun data populasi
penelitian tanpak pada Tabel 3.1. di bawah ini. Pratest
Posttes (2)
Reflective Observation
(Watching)
(3) Abstract Conceptualisation
(Thinking) (4)
Active Eksperimentation
(Doing) (1) Concrete Experience
(Feeling)
Tabel 3.1. Data Sampel Penelitian
Kelas Jumlah Sub
Total
Wanita Laki-laki
Kelas IX A 10 11 22
Kelas IX B 11 11 22
Kelas IX C 12 11 22
TOTAL 33 33 66
D. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel penelitian diuraikan sebagai berikut:
1. Program Bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui
kegiatan di masyarakat adalah proses bantuan yang diberikan oleh guru
Bimbingan dan Konseling kepada para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi,
Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang dilakukan secara berkesinambungan
sebagai bagian dari program pendidikan supaya para siswa Kelas IX SMP
Salman Al Farisi, Bandung, dapat memahami dirinya dan lingkungannya
sehingga mereka sanggup mengarahkan diri dan bertindak secara wajar sesuai
dengan tuntutan dan keadaan keluarga dan masyarakat. Bentuk aktivitas
program ini adalah para siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,
belajar langsung dan mengalami langsung kehidupan masyarakat desa dengan
tinggal dan mengikuti aktivitas masyarakat selama beberapa waktu. Selama
tinggal dan beraktivitas bersama masyarakat para siswa mengambil nilai-nilai
yang berharga bagi dirinya dan merefleksikannya untuk dijadikan miliknya.
2. Karakter humanis adalah seperangkat nilai dasar yang membangun pribadi
interpersonal yang memberikan wawasan sosial, kepedulian kepada orang
lain, dan kekuatan untuk membangun hubungan baik dengan orang lain, yang
terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang
membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Karakter humanis terdiri dari tiga
faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Cinta (Love)
Cinta adalah kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman
Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, yang menghargai hubungan
yang akrab dengan orang lain, khususnya yang bercirikan saling peduli
dan saling berbagi; dekat dengan orang lain, kapasitas untuk hubungan
kasih yang saling mendukung, stabilitas, dan saling menerima.
b. Kemurahan Hati (Kidness)
Kemurahan hati adalah kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX
SMP Salman Al Farisi, Bandung, yang menggambarkan kecenderungan
untuk bersikap baik kepada orang lain, mengasihi dan peduli terhadap
kesejahteraan orang lain, membantu dan menjaga orang lain. Dengan kata
lain, kemurahan hati adalah kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang
baik untuk orang lain; menolong orang lain; memedulikan dan merawat
orang lain. Kemurahan hati terdiri dari merawat (nurturance), kepedulian
(care), kasih sayang (compassion), cinta yang altruistik (altruistic love),
c. Kecerdasan sosial (Social Intelligence)
Kecerdasan sosial adalah kemampuan para siswa Kelas IX SMP
Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 untuk berpikir
abstrak, memahami persamaan dan perbedaan antara berbagai hal,
mengenali pola, dan melihat hubungannya. Kecerdasan sosial merupakan
kekuatan dalam diri para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,
Tahun Ajaran 2011-2012 yang ditandai dengan kesadaran akan motif dan
perasaan orang lain dan diri sendiri; mengetahui yang patut dilakukan di
tengah-tengah situasi sosial yang berbeda; mengetahui yang membuat
seseorang bertingkah laku tertentu.
E. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Penyusunan Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah skala yang mengungkap
karakter humanis siswa SMP. Instrumen skala karakter humanis siswa SMP ini
mengacu pada teori tentang karakter humanis yang dikemukakan oleh Peterson
(2004). Konstruk yang digunakan dalam instrumen penelitian adalah sikap, yaitu
seberapa sesuai sikap para siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,
Tahun Ajaran 2011-2012 dengan konsep karakter humanis sesuai dengan yang
diungkap pada setiap pernyataan.
Konstruk ini menjadi acuan untuk melihat tingkat karakter humanis siswa
Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Skala yang
pernyataan-pernyataan dengan memilih alternatif respon yang telah disediakan
dengan memberikan tanda checklist ().
2. Kisi-kisi Instrumen Karakter Humanis
Instrumen skala karakter humanis terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
pengantar dan bagian pernyataan-pernyataan untuk mengukur karakter humanis
siswa SMP yang terdiri dari 100 item/pernyataan (sebelum uji coba). Instrumen
ini terdiri dari 3 (tiga) aspek karakter humanis, yaitu:
a. Cinta (Love)
Cinta adalah kekuatan dalam diri siswa yang menghargai hubungan
yang akrab dengan orang lain, khususnya yang bercirikan saling peduli dan
saling berbagi; dekat dengan orang lain dan ditandai dengan kapasitas
hubungan kasih yang saling mendukung, stabil, dan saling menerima. Cinta
ini terwujud dalam perasaan, pikiran dan perilaku. Aspek cinta ini bisa
dilihat dalam indikator-indikator seperti berikut ini:
1) siswa mampu memberikan dukungan kepada orang lain;
2) siswa mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain;
3) siswa mampu membangun hubungan timbal balik dengan orang
lain.
b. Kemurahan hati (Kidness).
Kemurahan hati adalah kekuatan dalam diri siswa yang
menggambarkan kecenderungan untuk bersikap baik kepada orang lain,
mengasihi dan peduli terhadap kesejahteraan orang lain, membantu dan
kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain;
menolong orang lain; memedulikan dan merawat orang lain. Kemurahan
hati terdiri dari: merawat (nurturance), kepedulian (care), kasih sayang
(compassion), cinta yang altruistic (altruistic love), kebaikan (niceness).
Aspek kebaikan bisa dilihat melalui indikator-indikator berikut ini:
1) siswa mampu bersikap baik kepada orang lain;
2) siswa mampu mengasihi orang lain;
3) siswa mampu menunjukkan sikap peduli terhadap orang lain
untuk kebaikan orang lain.
c. Kecerdasan sosial (Social intelligence).
Kecerdasan sosial merupakan kemampuan untuk berpikir abstrak
memahami persamaan dan perbedaan antara hal-hal, mengenali pola, dan
melihat hubungannya. Kecerdasan sosial merupakan kekuatan dalam diri
seseorang yang ditandai dengan kesadaran akan motif dan perasaan orang
lain dan diri sendiri; mengetahui yang patut dilakukan di tengah-tengah
situasi sosial yang berbeda; mengetahui yang membuat seseorang
bertingkah laku tertentu. Aspek ini dapat dilihat melalui
indikator-indikator berikut ini.
1) siswa bersimpati terhadap sesama;
2) siswa mampu memahami orang lain untuk perkembangan orang
lain tersebut;
3) siswa mampu mengenal perasaan diri sendiri;
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Skala Karakter Humanis Sebelum Uji Coba
2.2 Siswa mampu mengasihi orang lain.
Skala yang digunakan dalam kuesioner karakter humanis mengacu pada
karakter humanis. Stimulus dari item-item instrumen ini adalah perilaku yang
menggambarkan karakter humanis responden. Respon dari stimulus ini adalah
memilih jawaban yang telah disediakan. Jawaban-jawaban tersebut akan
menggambarkan karakter humanis siswa diri responden.
Instrumen karakter humanis yang disusun peneliti memiliki empat alternatif
jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), dan Tidak
Sesuai (TS). Alasan peneliti membuat empat alternatif jawaban adalah agar
pilihan subjek menjadi lebih tegas dan pasti, dan jawaban tidak ada yang berada di
wilayah abu-abu.
Adapun penentuan skor untuk jawaban terhadap pernyataan positif
(vaforeble) adalah Sangat Sesuai = 4, Sesuai = 3, Kurang Sesuai = 2, Tidak Sesuai
= 1. Sedangkan untuk skor jawaban item pernyataan negatif (unvaforeble) adalah:
Sangat Sesuai = 1, Sesuai = 2, Kurang Sesuai = 3, Tidak Sesuai = 4.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen Skala Karakter Humanis
Untuk melihat validitas isi instrumen penelitian yang disusun maka dilakukan
expert judgment dengan meminta pendapat (1) Dr. Gendon Barus M.Si, Dosen
Program Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, ahli
pengukuran dan evaluasi pendidikan; (2) Prof. Paul Suparno M.ST, SJ, dosen
Program Studi Pendidikan Matematikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta,
pakar pendidikan karakter dan menulis sejumlah buku tentang pendidikan
(construct) dan redaksi instrumen penelitian. Hasil penilaian dari uji validasi ini
berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokan dalam kualifikasi
memadai atau tidak memadai.
Setelah instrumen direvisi berdasarkan saran para ahli, maka instrumen diuji
keterbacaan kepada dua orang siswa SMP dan kemudian direvisi kembali, baik
dalam penggunaan kata-kata atau pun struktur kalimat sehingga seluruh
pernyataan dalam instrumen tidak mengandung ambiguitas dan cukup dapat
dimengerti oleh responden.
Instrumen kemudian diujicobakan kepada sampel yang memiliki karakteristik
yang sama dengan responden penelitian, yaitu siswa Kelas IX SMP Salman Al
Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012, yang berjumlah 59 siswa dari total 66
siswa. Tujuh siswa tidak dapat mengisi kuisioner karena sedang melakukan tugas
di luar sekolah.
Setelah melakukan uji coba, peneliti melakukan pengolahan data uji validitas
untuk mendapatkan daya beda secara empiris. Pengolahan data tersebut dilakukan
dengan menggunakan bantuan komputer program SSPS versi 16.0 (Statistical
Programme For Social Windows). Dalam penelitian, item yang berdaya beda
tinggi adalah item yang mampu membedakan antara subjek yang memiliki
karakter humanis yang tinggi dengan subjek yang mempunyai karakter humanis
yang rendah.
Pengujian daya beda item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi
antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini
parameter daya beda item. Untuk komputasi koefisien korelasi item-total
digunakan korelasi Product Moment dari Pearson (Azwar, 2005:59), dengan
rumus sebagai berikut.
ΣiX- (Σi)(ΣX)/n rix =
√
[Σi2-(Σi)2/n] [ΣX2-(ΣX) 2/n]Keterangan:
rix = Koefisien korelasi antara i dan Y
i = Skor item
X = Skor total
n = Banyaknya subjek
Penentuan kesahihan item didasarkan pada korelasi item-total dengan
batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30
daya pembedanya dianggap memuaskan, sedangkan item yang koefisien
korelasinya kurang dari 0,30 daya pembedanya rendah (Azwar 2005;65). Setelah
menganalisi hasil uji coba alat, dari 100 item pernyataan yang diujicobakan,
diperoleh 55 item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 atau dianggap
valid dan dapat digunakan, sedangkan 45 item memiliki koefisien korelasi kurang
dari 0,30 atau dianggap tidak valid/gugur.
Hasil uji coba instrumen menunjukkan struktur instrumen kurang seimbang
pada setiap aspek. Item aspek cinta lebih sedikit dari pada aspek kebaik dan
kecerdasan sosial. Untuk membangun keseimbangan struktur instrument tujuh (7)
sebagai item kuisioner setelah diperbaiki. Item-item yang diperbaiki dan
digunakan sebagai item dalam skala karakter humanis adalah item no: 5,10, 27,
41, 52,56, 58.
Hasil uji validitas Instrumen Skala Karakter Humanis tampak pada Tabel 3.
3 di bawah ini. Rekapitulasi hasil uji validitas instrumen per item terlampir pada
Lampiran 3.
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Item Skala Karakter Humanis
No item pernyataan yang valid No item pernyataan yang tidak valid
Karakter Humanis yang dinyatakan valid setelah dilakukan penomoran ulang.
Sedangkan Skala Karakter Humanis Setelah Uji Coba terlapir pada Lampiran 6.
Tabel 3.4.
Kisi-kisi Instrumen Skala Karakter Humanis Setelah Uji Coba
Aspek Strength
Reliabilitas Skala Karakter Humanis diuji dengan menggunakan teknik
analisis Alpha Chornbach. Penggunaan teknik analisis Alpha Chornbach ini
didasarkan atas pertimbangan penghitungan reliabilitas instrumen Skala Karakter
Humanis diperoleh lewat penyajian satu bentuk instrumen yang dikenakan hanya
sekali saja pada sekelompok responden (single trial administration) (Azwar,
2005).
Proses penghitungan tingkat reliabilitas Skala Karakter Humanis dilakukan
Windows). Dari perhitungan reliabilitas diperoleh reliabilitas Skala Karakter
Humanis sebesar 0,936. Taraf reliabilitas dinyatakan dalam suatu koefisien, yaitu
koefisien reliabilitas. Gulford (dalam Furqon, 2002) menjelaskan bahwa
kualifikasi normatif nilai koefisien reliabilitas ditunjukkan pada Tabel 3.5. berikut
ini.
Tabel 3.5.
Kriteria Nilai Koefisien Reliabilitas
Koefisien Korelasi Kualifikasi 0,00-0,19
0,20-0,39 0,40-0,59 0,60-0,79 0,80-1,00
sangat rendah Rendah Sedang Tinggi sangat tinggi
Dengan demikian, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
kualifikasi reliabilitas sangat tinggi. Dengan kata lain instrumen skala karakter
humanis yang digunakan dalam penelitian dinyatakan reliabel (andal). Hasil
penghitungan validitas dan reliabilitas alat terdapat pada Lampiran 4.
G. Analisis Data
Data penelitian menggunakan analisis statistik. Pertanyaan penelitian
pertama tentang tingkat karakter humanis siswa dijawab melalui konversi skor
responden dengan skor ideal yang berpedoman pada Penilaian Acuan Patokan
(PAP) untuk mendapatkan gambaran karakter humanis siswa Kelas IX SMP
Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012. Kategorisasi ditentukan
Tabel 3.6
Penyusunan Skala Konversi Skala Lima
Skala Sigma Skala Angka Keterangan
+1,5 µ +1,5σ < X Kategori sangat tinggi +0,5 µ + 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori tinggi
-0,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ + 1,5σ Kategori Sedang -1,5 µ - 0,5σ < X ≤ µ -1,5σ Kategori rendah
X ≤ µ-1,5σ Kategori sangat rendah
Keterangang:
X maksimum teoretik : skor tertinggi yang mungkin diperoleh dalam skala
X minimum teoretik : skor terendah yang mungkin diperoleh dalam skala
σ : standar deviasi, yaitu luas jarak rentang yang dibagi dalam satuan deviasi sebaran
µ : mean teoretik, yaitu rata-rata teoretis dari skor maksimum dan minimum
Adapun deskrisi masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
1. Sangat Tinggi.
Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar
yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan
wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun
hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori
menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta kemudian
mewujudkannya dalam bentuk perilaku nyata.
2. Tinggi
Kategori tinggi menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai
dasar yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan
wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun
hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
Pada kategori ini seseorang dengan baik memahami, merasakan, dan meyakini
serta menginternalisasi dalam dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta kemudian
mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari.
3. Sedang
Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar
yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan
wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun
hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Pada kategori
ini seseorang memahami, merasakan, dan meyakini serta menginternalisasi dalam
dirinya nilai-nilai karakter humanis, serta nilai-nilai karakter humanis tersebut
diwujudkan dalam perilaku sehari-hari namun belum baik, dan jarang
4. Rendah
Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar
yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan
wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun
hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, namun
belum diwujudkan secara baik dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kategori ini pemahaman, perasaan, dan penginternalisasian seseorang
akan nilai-nilai karakter humanis kurang. Nilai-nilai karakter humanis tersebut
juga belum diwujudkan dalam perilaku sehari-hari secara baik.
5. Sangat Rendah
Kategori ini menggambarkan seseorang memiliki seperangkat nilai dasar
yang membangun pribadinya yaitu kekuatan interpersonal yang memberikan
wawasan sosial, kepedulian kepada orang lain, dan kekuatan untuk membangun
hubungan baik dengan orang lain, yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, namun
tidak diwujudkan secara baik dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kategori ini pemahaman, perasaan, dan penginternalisasian seseorang
akan nilai-nilai karakter humanis sangat kurang. Nilai-nilai karakter humanis
tersebut tidak diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.
Pertanyaan kedua penelitian ini tentang keefektifan program bimbingan
meningkatkan karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,
Tahu Ajaran 2011-2012 dilakukan dengan teknik statistik uji dua data sampel
berpasangan. Uji t berpasangan digunakan untuk menganalisis perbedaan
keefektifan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning untuk
meningkatkan karakter humanis siswa Kelas IX SMP Salman Al Farisi, Bandung,
Tahun Ajaran 2011-2012 antara pratest dan posttest pada siswa Kelas IX SMP
Salman Al Farisi, Bandung, Tahun Ajaran 2011-2012 yang mengikuti program
bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning. Uji t berpasangan
dilakukan dengan menggunakan SSPS versi 16.0. Hasil uji t terlampir pada
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian yang diuraikan secara singkat
dan padat. Selain itu, dalam bab ini juga diutarakan rekomendasi penelitian
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
A. Kesimpulan
Secara umum karakter humanis siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi,
Badung, Tahun Ajaran 2011/2012 berada pada kategori tinggi, artinya siswa telah
memiliki karakter humanis yang baik. Namun demikian, masih ada sebagian kecil
siswa kelas IX SMP Salman Al Farisi, Badung, Tahun Ajaran 2011/2012 berada
pada kategori “rendah” dan “sedang”. Artinya, mereka masih memerlukan
pendampingan untuk meningkatkan dan memantapkan karakter humanis siswa
tersebut.
Dari tiga aspek karakter humanis, yaitu cinta, kemurahan hati, dan
kecerdasan sosial, aspek kecerdasan sosial menjadi aspek yang paling rendah
persentasinya dibandingkan dengan dua aspek yang lain. Sedangkan tiga indikator yang paling rendah adalah (1) indikator “siswa mampu mengatur diri sendiri”
pada aspek kecerdasan sosial, (2) indikator “siswa mengasihi orang lain”, pada
aspek kemurahan hati, dan (3) indikator “Siswa mampu menunjukkan sikap
peduli terhadap orang lain untuk kemurahan hati orang lain tersebut” juga pada
Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui
kegiatan di masyarakat secara signifikan efektif meningkatkan karakter humanis
siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan peningkatan karakter humanis setelah
pemberian treatmen dengan menggunakan program bimbingan pribadi-sosial
berbasis experiential learning menunjukkan persentase yang cukup tinggi untuk
setiap aspek dan indikator.
B. Rekomendasi
1. Bagi Kepala Sekolah
Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning efektif
dalam meningkatkan karakter humanis siswa, dan dimungkinkan
diimplementasikan juga untuk meningkatkan karakter-karakter yang lain. Salah
satu komponen layanan dalam bimbingan dan konseling komprehensif adalah
dukungan sistem. Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential
learning melalui kegiatan di masyarakat merupakan program yang perlu
melibatkan stakeholder pendidikan dan membutuhkan waktu dan dana yang besar.
Agar program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning dapat
terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka kepala
sekolah perlu memahami program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential
learning dalam kerangka pendidikan karakter siswa. Lebih lanjut, kepala sekolah
perlu mengeluarkan kebijakan yang mendukung program bimbingan
pribadi-sosial berbasis experiential learning, baik terkait pelaksanaan, penyediaan sarana
mengadakan buku harian atau buku jurnal siswa yang digunakan para siswa
selama mengikuti program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential
learning. Buku harian atau jurnal siswa ini berfungsi sebagai dokumentasi
pengalaman siswa yang dapat juga digunakan sebagai data dalam pembinaan
siswa selanjutnya, serta sebagai data untuk evalusi kegiatan dalam rangka
perencanaan program selanjutnya.
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling
Kemampuan guru bimbingan dan konseling dalam menguasai konsep dan
praksis asesmen dapat membantu dalam memahami kondisi dan kebutuhan siswa
yang berbeda-beda terutama dalam karakter humanis. Guru bimbingan dan
konseling dapat merancang program bimbingan dan konseling pribadi-sosial
berdasarkan kebutuhan siswa. Program bimbingan dan konseling berbasis
experiential learning merupakan salah satu bentuk program bimbingan yang
ditujukan untuk meningkatkan karakter humanis siswa. Program ini
dimungkinkan digunakan untuk meningkatkan karakter-karakter yang lain, dan
diharapkan bisa didesiminasi ke tingkat pendidikan yang lain atau ke
sekolah lain. Agar bisa didesiminasikan ke tingkat pendidikan lain dan
sekolah-sekolah lain, perlu pemantapan program bimbingan pribadi-sosial berbasis
experiential learning melalui kegiatan di masyarakat. Program bimbingan
pribadi-sosial berbasis experiential learning melalui kegitan di masyarakat kemudian
dapat disosialisasikan melalui seminar dan workshop serta membuat buku
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini sifatnya masih sederhana dan masih perlu diperkaya dan
dikembangkan sampai ketaraf pemantapan program. Dalam penelitian terdahulu
terkait dengan tema pendidikan karakter, kajian penelitian masih melihat
pengaruh salah satu metode atau program pembelajaran terhadap pembentukan
salah satu karakter. Misalnya, penelitian Rohayani (2009) tentang pengaruh
proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan interventif
terhadap karakter kewarganegaraan. Atau penelitian Isnandar (2010) tentang
pengaruh pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan iklim kehidupan
keluarga terhadap pembentukan karakter siswa. Kajian yang sejenis juga
dilakukan Giri (2011) yang meneliti tentang efektivitas bimbingan kelompok
melalui teknik permainan untuk meningkatkan perilaku prososial siswa. Atau,
penelitian Puluhulawa (2012) yang meneliti tentang program bimbingan untuk
meningkatkan kecerdasan sosial siswa Sekolah Dasar. Dengan kata lain,
penelitian tentang karakter masih parsial, termasuk penelitan ini.
Terdapat dua rekomendasi kepada peneliti selanjutnya:
a. Pengembangan instrumen penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Skala Karakter Humanis
berdasarkan teori Peterson (2004) tentang karakter humanis. Peneliti
selanjutnya perlu mengkaji dan mengembangkan lebih mendalam Skala
Karakter Humanis dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang mendasari
b. Pengembangan program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential
learning.
Program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning yang
disusun dalam penelitian merupakan program yang disusun secara
kolaborasi antara peneliti dan sekolah. Agar program bimbingan
pribadi-sosial berbasis experiential learning murni didasarkan atas kajian ilmiah
peneliti maka peneliti selanjutnya perlu mengembangkan program
bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learning berdasarkan kajian
ilmiah peneliti dengan mengacu pada kaidah-kaidah penyusunan program
bimbingan dan konseling. Peneliti selanjutnya meneliti program bimbingan
dan konseling berbasis experiential learning tidak hanya terbatas pada
bidang pribadi-sosial, tetapi juga bidang belajar, dan karir, serta
menggunakan semua strategi dalam bimbingan dan konseling
komprehensif, tidak hanya strategi layanan dasar. Selain itu, peneliti
selanjutnya meneliti karakter secara utuh dengan satu pendekatan pada satu
Alwasilah, Chaedar.A. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.
Azwar, Saifuddin. (2005). Reliabilitas dan Validitas. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogykarta: Pustaka Pelajar.
Azizah, Nur. “Perilaku Moral dan Religiusitas Siswa Berlatar Belakang Pendidikan Umum dan Agama”. Jurnal Psikologi Volume 33 No.2 Desember 2006. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyu. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Grup.
Brooks, D., 2005. Increasing Test Score and Character Education The Natural Connection. (Online). Tersedia: http://www.youngpeoplespress.com/Testpaper.pdf. [10 Juli 2011].
Chaplin, J. P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Alih bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Cartlede & Milburn, J.F. (1993). Teaching Social Skill to Children and Youth Innovative Approaches (2 ed). Massachusset:Allyn and Bacon.
Cavanagh, Michael. (1982). The Counseling Experience. California: Brooks Cole Publishing Company.
Creswell, John.W. (2010). Qualitative Inquiry and Research Design. Thousand Oaks: Sage Publication Inc.
Dahlan, M.D. (1988). Posisi Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Bandung: tidak diterbitkan.
Damnon, Willian. 2002. Bringing in New Era in Character Education. California: Hoover Institution Press.
Debdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Furqon. (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.
Gall, M.D dan Borg, W.R (2003). Educational Research An Introduction. United States of America: Pearson Education.
Gunarto. (2004). Implementasi Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hidayat, Asep Saepul. (2011). Manajemen Sekolah Berbasis Karakter. Desertasi pada Program Studi Administrasi Pendidikan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: tidak diterbitkan.
Hajar, Ibnu. (1996). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindopustaka.
Hill, T.A. (2005). Character First Kimray Inc. (online)
Tersedia:http://www.charactercities.org/downloads/publications/Whatischaracter.[7 Juli 2011].
Hurlock, E. B. (1980). Developmental Psichology: A Life Span Approach. Alih Bahasa (2004). Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kasman, Rusdi. (2010). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral Siswa. Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kurikulum. (2010) Bahan Pelatihan. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.
Kartadinata, Sunaryo. (2000). Pendidikan Untuk Pengembangan Sumberdaya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI, Implikasi Bimbingannya. Bandung: FIP UPI.
Koesoema, Doni. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Kohlberg, Lawrence. (1991). Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Kolb. (1984). Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. New Jersey: Prentice Hall.
Lickona, Thomas. (1991). Education for Character, How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.
Makmun, Abin Syamsyudin.(2003). Psikologi Kependidikan : Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:Rosda.
Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter. Solusi yang Tepat Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Fondation.
NN, (2009). Tawuran Antara Pelajar DKI Jakarta. (Online) Tersedia: http://tawuran-kelompokbsi.blogspot.com. [7 Juli 2011].
NN. (2010). Penelitian Mengenai Kekerasan di Sekolah (2008). (Online) Tersedia: http://sejiwa.org/penelitian-mengenai-kekerasan-di-sekolah-2008/. [7 Juni 20120].
NN. (2011). 65 Persen Siswa di Ciawi, Bogor Pernah Berhubungan Seks. (Online). Tersedia: ttp://news.okezone.com/read/2011/11/03/338/524380/65-persen-siswa-di-ciawi-bogor-pernah-berhubungan-seks. [7 Juni 2012].
NN. (...). Experiential Leraning. (Online). Tersedia:
http://www.Psychology.wiki.com/wiki/experiential learning. [10 Juli 2012].
Natawidjaya, Rochman. (1987). Pendekatan-Pendekatan Dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.
Nazir, Moh., (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurgiantoro, dkk. 2002. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nurhayati. (1998). Program Layanan Bimbingan dan Konseling Kesehatan Seksual Remaja. Skripsi FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Nurihsan, A. Juntika. (2002). Pengantara Bimbingan dan Konseling. Bandung: PPB FIB dan UPC LBK UPI.
Oxford University Press. (2006). Concis Oxford English Dictonary. New York: Oxford University Press. Inc.
Park, Nansook.(2009). Bulding Strengths of Character: Keys to Positive Youth Development. Jurnal of Reclaiming Children and Youth.18 (2), 42-47.
Peterson, C , & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A Handbook and Classification. New York: Oxford University Press
Prayitno, dkk. (1997). Pelayanan Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi.
Prayitno. (1987). Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Puluhulawa, Meiske. (2012). Program Bimbingan untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Siswa SD. Studi Pengembangan Program Bimbingan di Kelas Tinggi (IV-V) SD Lab UNG.Tesis Program Studi Bimbingan dan Konseling SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Rahman, Fathur. (tt). Pendidikan Profesi Guru Bimbingan Dan Konseling/Konselor (PPGBK). Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK. Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Ridwan. (2004). Penanganan Efektif Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: Rasda.
Santrock, John W. (2007). “Child Development, elevent edition” (terjemahan). Perkembangan Anaka, edisi ke tujuh, jilid dua. Jakarta: Erlangga.
Sasongko. Luddy Bambang. 2004. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Materi Relasi dan Grafik di Kelas 2 SMP. Tesis Magister SPS UNESA Surabaya: tidak diterbitkan.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2005). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Sternberg, RJ. (Ed.) (2000), Intelligen Handbook, 2nd ed.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suherman AS, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Madani Production.
Suherman dan Dadang Sudrajat. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Porogram Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: PPB FIP IPI
Sumanto. 1990. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.
Supraktiknya, A. (2011). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Suparno,dkk.(2002).Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah.Yogyakarta: Kanisius.
Surya, M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung:Pustaka Bani Qurasy.
Syamsudin, Abin. ((2009). Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific. (1998). Learning to Live Together in Peace and Harmony, Values Education for Peace, Human Right, Democracy and Substainable Development for The Asia Fasific Education. Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific.
Yus, Anita.(2008).Pengembangan Karakter Melalui Hubungan Anak-Kakek-Nenek. Tinjauan Beberapa Aspek Character Building.Yogyakarta: Kerjasama Lembaga Penelitian Unversitas Negeri Yogyakarta dan Tiara Wacana.
Yusuf, Syamsu, & Juntika Nurihsan, (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Program Pascasarjana UPI dan Rosda.
Yusuf, Syamsu.(2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah (SLTP dan SLTA). Bandung: Rizqi Press.