• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KOMODITAS SUSU SAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KOMODITAS SUSU SAPI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KOMODITAS

SUSU SAPI

Informasi mengenai komoditas yang akan menjadi fokus studi dalam EWS, meliputi informasi pasokan,

permintaan, pasar dan distribusi dan ekspor dan impor Tim EWS

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi ... 2

1. Deskripsi Komoditas ... 4

1.1 Klasfikasi ... 4

1.1.1 Susu Skim (Skim Milk) dan Susu Krim (Whole Milk / Full Cream) ... 5

1.1.2 Susu Kental Manis dan Susu yang Diuapkan ... 5

1.1.3 Susu Kering atau Susu Bubuk ... 5

1.1.4 Susu Steril ... 7

1.1.5 Susu UHT (Ultra High Temperature Milk) ... 7

1.1.6 Es Krim (Ice cream) ... 7

1.1.7 Keju (Cheese)... 7

1.1.8 Mentega ( Butter ) ... 7

1.2 Pohon Industri ... 8

1.3 Kandungan Gizi ... 9

1.4 Varian ... 9

1.5 Pola Budidaya dan Struktur Kepengusahaan ... 11

1.6 Standar Mutu... 12

1.6.1 Susu Segar... 12

1.6.2 Susu Kental Manis ... 13

1.6.3 Susu Bubuk ... 14

2. Pasokan ... 15

2.1 Sentra & volume produksi ... 15

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ... 18

2.3 Kebijakan pemerintah terkait ... 20

3. Produksi dan Permintaan ... 21

3.1 Proyeksi Produksi dan Permintaan Susu Sapi ... 21

3.2 Produksi Komoditas Susu Sapi ... 22

3.3 Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi dan permintaan ... 23

3.4 Pola Konsumsi ... 24

4. Pasar dan Distribusi Domestik ... 25

4.1 Struktur Pasar Domestik ... 25

(3)

5. Pasar Internasional ... 28

5.1 Penawaran Internasional ... 28

5.2 Permintaan Internasional ... 29

6. Tata Niaga... 29

6.1 Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengadaan Input Susu di Indonesia ... 29

6.2 Kebijakan Pemerintah Terhadap Produksi Susu di Indonesia ... 30

7. Tantangan ke Depan ... 33

(4)

1. Deskripsi Komoditas

Susu dapat didefinisikan sebagai cairan berwarna putih yang diperoleh dari pemerahan susu sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan pangan yang sehat. Di pandang dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna. Susu sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen yang tinggi. Komponen susu lebih lengkap dari pada bahan pangan asal hewan lain karena komponen - komponen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia semuanya terdapat dalam susu yaitu protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air.

Susu sapi adalah salah satu jenis minuman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sudah sejak lama dan dikenal memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Susu sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, dan juga sebagai salah satu sumber protein bagi manusia. Akan tetapi di Indonesia konsumsi perkapita untuk komoditas susu sapi masih rendah terutama bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Saat ini susu sapi olahan yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah Susu Kental Manis dan Susu Bubuk. Dari angka konsumsi susu per kapita, sepanjang lima tahun terakhir jenis susu kental manis merupakan volume konsumsi per bulan terbanyak, disusul susu bubuk bayi, dan susu cair pabrik di negeri ini. Berbeda dengan nilai konsumsi per bulan, selama 5 tahun terakhir nilai konsumsi terbanyak ditempati oleh jenis susu bubuk, disusul susu kental manis dan susu cair pabrik.

Susu dan dan produk-produk susu seperti susu skim dan susu krim, es krim, mentega, yogurt, susu kental manis, susu yang diuapkan (evaporated milk), susu kering (susu bubuk) dan berbagai macam hasil olahan susu lainnya dikenal sebagai bahan makanan yang bergizi tinggi karena susu mempunyai komposisi zat gizi yang sangat lengkap untuk mencukupi kebutuhan proses metabolisme dalam tubuh. Selain susu yang mempunyai komposisi zat pembangun yang kompleks, susu juga mengandung mineral penting seperti Mg, Ca, K, Cl, dan mineral-mineral lain seperti Fe, Zn dan Mn (1991). Susu yang baik apabila mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai cita rasa (flavour) yang baik, dan tidak dipalsukan (Eniza Saleh,2004).

1.1 Klasfikasi

Produk Susu dan Hasil Olahannya, diantaranya:

(5)

1.1.1 Susu Skim (Skim Milk) dan Susu Krim (Whole Milk / Full Cream)

Susu Skim adalah susu segar yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya.

Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Susu Krim atau biasa dikenal dengan nama full cream adalah bagian dari susu yang kaya akan lemak yang timbul ke bagian atas dari susu pada waktu didiamkan ataupun dipisahkan dengan sentrifugal.

1.1.2 Susu Kental Manis dan Susu yang Diuapkan

Secara umum istilah susu kental manis berarti susu yang dimaniskan, yakni susu yang berbentuk cairan kental, warna putih kekuningan atau warna lain yang tergantung dari aroma yang ditambahkan, dengan bau dan rasa khas. Susu kental tak manis atau biasa disebut dengan susu yang diuapkan (evaporated milk) adalah susu dimana proses pembuatannya hampir sama dengan susu kental manis hanya dengan sedikit perubahan dengan tidak dilakukan penambahan sukrosa (Anonim, 1994).

Susu kental manis atau nama lainnya sweetened condensed milk merupakan solusi produk olahan susu yang mudah didistribusikan di Indonesia. Susu kental manis sudah diproduksi sejak lama yaitu pada abad ke-18 di Amerika, dimana banyak dipakai untuk konsumsi tentara yang terlibat perang saudara karena sifatnya yang tahan lama. Susu kental manis diproduksi dengan cara mengevaporasi air dari susu segar secara vakum sebanyak 50%

dari total kandungan air di dalam susu segar, kemudian ditambahkan gula sebanyak 45-50%

sebagai pengawet sehingga dihasilkan susu yang sangat kental dan dapat bertahan selama satu tahun bila tidak dibuka (Oktaviani, 2011).

Saat ini life cycle SKM di negara-negara lainnya sudah dianggap pada tahap declining, artinya potensi pasarnya tidak berkembang bahkan cenderung turun. Masyarakat masih mengkonsumsi susu kental manis hanya sebagai dessert, tea sweetener atau coffee whitener karena mereka menganggap susu kental manis rendah gizi dan terlalu banyak mengandung gula. Sementara itu di Indonesia susu kental manis masih menjadi jenis susu olahan yang paling banyak dikonsumsi, dikarenakan harganya yang relatif lebih murah dibandingkan susu bubuk atau susu cair. Oleh karenanya pasar susu kental manis sampai sekarang masih terus tumbuh.

1.1.3 Susu Kering atau Susu Bubuk

Produk-produk susu kering atau tepung susu adalah produk susu berwarna putih kekuningan, bau dan rasa khas susu, yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian besar air dari susu dengan cara pengeringan yang pada umumnya melalui proses pengabutan, dibuat

(6)

sebagai kelanjutan dari proses penguapan biasa kadar air dikurangi sampai di bawah 5 % dan sebaiknya harus kurang dari 2 %.

Susu Bubuk dibagi dalam 2 kelompok :

1. Susu Bubuk Berlemak (Full Cream Milk Powder)

Merupakan susu yang melalui atau tanpa proses standarisasi menggunakan komponen- komponen utama susu dan bahan tambahan makanan yang diizinkan sesuai dengan keperluan, yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk dan bukan merupakan susu formula atau susu berbentuk nabati.

2. Susu Bubuk Tanpa Lemak (Skim Milk Powder)

Merupakan susu yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan tambahan yang diizinkan.

Bahan-bahan pembentuk susu bubuk : a. Bahan Utama

Susu segar merupakan cairan yang berasal dari sapi, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses pemanasan.

b. Bahan Penolong

1. Skim Milk (MSK), merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya, susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.

2. Kalsium karbonat (Calcium Carbonate),

Kalsium karbonat merupakan garam kalsium dr asam karbonat dengan rumus molekul CaCO3, yang berfungsi sebagai sumber kalsium inorganik untuk pertumbuhan tulang dan mencegah osteoporosis (tulang keropos).

3. Asam askorbat (Sodium Ascorbat)

Asam askorbat adalah salah satu senyawa kimia yang disebut vitamin C, selain asam dehidroaskorbat. Asam karbonat berbentuk bubuk kristal kuning keputihan yang larut dalam air dan memiliki sifat-sifat antioksidan.

4. Sukrosa (gula)

Sukrosa adalah senyawa disakarida dengan rumus molekul C12H22O11. Sukrosa berfungsi sebagai sumber karbohidrat dan mineral.

5. Butter oil

(7)

Butter oil berfungsi sebagai sumber lemak dan vitamin A, D, E, K.

6. Vanilin

Vanilin berfungsi sebagai sumber aroma dan anti oksidan.

1.1.4 Susu Steril

Susu steril adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu pada suhu tidak kurang dari 100 ºC selama waktu yang cukup untuk mencapai keadaan steril komersial, dan dikemas secara hermetis (proses pencegahan pembusukan produk pada penyimpanan dengan waktu yang lama).

1.1.5 Susu UHT (Ultra High Temperature Milk)

Susu UHT ini adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu pada suhu tidak kurang dari 135 ºC selama 2 detik dan segera dikemas dalam wadah steril secara aseptis (pembebasan dari mikroorganisme biologis dengan cara dipanaskan pada suhu lebih dari 100 °C).

1.1.6 Es Krim (Ice cream)

Es Krim yakni susu dengan penambahan lemak susu ataupun dapat berupa lemak nabati atau krim maupun mentega dan dapat pula berupa campurannya dengan gula dan dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain.

1.1.7 Keju (Cheese)

Keju berupa produk susu berbentuk padat atau setengah padat yang diperoleh dengan cara mengkoagulasikan susu, krim, susu skim, komponen susu ataupun dapat berupa campurannya dengan enzim lainnya dengan atau tanpa penambahan rempah-rempah, dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (1994).

1.1.8 Mentega ( Butter )

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau bahan lain yang diizinkan, serta minimal mengandung 80 % lemak susu. Mentega dapat dibuat dari lemak susu (terutama lemak susu sapi) yang manis (sweet cream) atau asam. Mentega dari lemak susu yang asam mempunyai cita rasa lebih kuat (2007).

(8)

1.2 Pohon Industri

Gambar 1.1 Pohon Industri Susu

(9)

1.3 Kandungan Gizi

Komponen-komponen susu yang terpenting adalah protein dan lemak. Kandungan protein susu berkisar antara 3 - 5 persen sedangkan kandungan lemak berkisar antara 3 - 8 persen.

Kandungan energi adalah 65 kkal, dan pH susu adalah 6,7. Komposisi air susu rata-rata adalah sebagai berikut : Air (87,90%); Kasein(2,70%); Lemak (3,45%); Bahan kering (12,10%);

Albumin(0,50%); Protein (3,20%); Bahan Kering Laktosa (4,60%); Vitamin, enzim, gas (0,85

%).(www.smallcrab.com)

Komponen susu lebih lengkap dari pada bahan pangan asal hewan lain karena komponen - komponen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia semuanya terdapat dalam susu yaitu protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan air. Komposisi susu murni adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Komposisi susu murni

No Komposisi % kandungan minimum

1 Air 87.1

2 Lemak 3,9

3 Protein 3,4

4 Laktosa 4,8

5 Abu 0,72

(Buckle, KA,1987 dalam Siaroto dan Prahahesta, 2010) Tabel 1.2 Komposisi zat gizi berbagai jenis susu

Jenis Susu Lemak % Protein % Lactosa % Abu % Air %

Kambing 4,09 3,71 4,2 0,79 87,81

Kerbau 7,4 4,74 4,64 0,78 82,44

Sapi 3,93 3,4 4,8 0,72 87,1

Domba 8,28 5,44 4,78 0,9 80,60

(Siaroto dan Prahahesta, 2010)

1.4 Varian

Varian dari susu olahan yakni susu cair, susu bubuk dan susu kental manis dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

(10)

Tabel 1.3 Review Varietas Komoditas Susu berdasarkan HS Code, KBLI dan KKI

HSCode Deskripsi KBLI Deskripsi KKI Deskripsi

040110000 milk of a fat content, by weight, not exceeding 1 %

15211 Industri susu 152110301 Susu cair tidak manis

152110501 Susu pasteur

152110502 Susu UHT (Ultra

High Temperature)

152110503 Susu pepton

152110599 Susu yang diawetkan

lainnya 040120000 milk of a fat content, by

weight 1-6 %

15211 Industri susu 152110301 Susu cair tidak manis

152110501 Susu pasteur

152110502 Susu UHT (Ultra

High Temperature)

152110503 Susu pepton

152110599 Susu yang diawetkan

lainnya 040130000 milk of a fat content, by

weight, exceeding 6 %

15211 Industri susu 152110301 Susu cair tidak manis

152110501 Susu pasteur

152110502 Susu UHT (Ultra

High Temperature)

152110503 Susu pepton

152110599 Susu yang diawetkan

lainnya 040210100 milk & cream of fat lte. 1.5%

added sugar in pow'r form,in pack.>=25

15211 Industri susu 152110103 Susu bubuk skimmed (non fat) tidak beraroma

152110104 Susu bubuk

skimmed (non fat) beraroma

040210900 milk & cream of fat lte. 1.5%

added sugar in pow'r form,in pack. lt.

15211 Industri susu 152110103 Susu bubuk skimmed (non fat) tidak beraroma

152110104 Susu bubuk

skimmed (non fat) beraroma

152110311 Susu cair manis tidak

beraroma

152110312 Susu cair manis

beraroma 040221110 milk&cream of fat>1.5% not

ad.sugarin pow'r form,

>=25kg, for infants

15211 Industri susu 152110106 Susu bubuk untuk bayi

152120901 Makanan bayi dari

susu

(11)

HSCode Deskripsi KBLI Deskripsi KKI Deskripsi

040221190 milk&cream of fat>1.5% not ad.sugarin pow'r

form,>=25kg,not for infan

15211 Industri susu 152110107 Susu bubuk asam

040221900 other milk & cream not cont added sugar, weight lt. 25 kg, not in po

15211 Industri susu

040229000 other milk & cream cont added sugar

15211 Industri susu 152110101 Susu bubuk full cream tidak beraroma

152110102 Susu bubuk full

cream beraroma 040291000 other milk & cream not added

sugar or other sweetening matter

15211 Industri susu 152110199 Susu bubuk lainnya

040299000 other milk & cream added sugar or other sweetening matter

15211 Industri susu 152110105 Susu coklat bubuk manis

152110199 Susu bubuk lainnya

242323701 Larutan penambah

gizi

1.5 Pola Budidaya dan Struktur Kepengusahaan

Seperti halnya komoditas peternakan lainnya, struktur kepengusahaan susu terdiri dari tiga level, yaitu: hulu, on-farm, dan hilir (Muladno dan Sjaf, 2009). Untuk sektor hulu, mencakup pengusahaan benih berupa semen dan Embrio Transfer (ET) sebagai prasyarat pengusahaan bibit. Meski demikian, tidak jarang ditemukan penyediaan bibit berasal dari impor bakalan yang berasal dari negara-negara maju, seperti Australia, New Zealand, dan sebagainya.

Selanjutnya, ketersediaan bibit sangat menentukan aktivitas di sektor on-farm berupa bibit sebar (sapi perah budidaya). Di Indonesia sendiri, aktivitas budidaya sapi perah dilakukan dengan pola mandiri dan industri. Aktivitas budidaya dengan pola mandiri kebanyakan dilakukan peternak mandiri dengan skala kepemilikan ternak sapi perah yang minimum, yakni berkisar antara 1 – 5 ekor per Kepala Keluarga. Hal ini berbeda jauh dengan penggemukan dengan pola industri, dimana sapi yang dibudidayakan dalam jumlah banyak (mencapai angka puluhan hingga ratusan ekor tenak sapi perah). Umumnya, budidaya dengan pola ini dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan pemodal. Meski tidak jarang kita temukan terdapat satu-dua perusahaan atau pemodal yang sudah menerapkan pola kemitraan.

(12)

Selanjutnya untuk sektor hilir terdiri atas dua bagian, pertama, hilir pasca panen yang mencakup industri rumahan dan terintegrasi; dan kedua, hilir pengolahan yang terdiri Industri Pengolahan Susu (IPS) dan importir susu. Adapun para stakeholder yang terlibat dalam struktur penyediaan susu di dalam negeri, meliputi: Direktorat Jenderal Peternakan, Badan Karantina, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), Dinas Teknis di Provinsi Kabupaten/Kota, BBIB Singosari/Lembang, BET Cipelang, BBPTU Baturaden, maupun asosiasi-asosiasi yang berkecimpung dengan komoditas susu, seperti: Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) dan Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI).

(Sumber: Muladno dan Sjaf, 2009)

Gambar 1.2 Pola budidaya susu sapi di Indonesia

1.6 Standar Mutu 1.6.1 Susu Segar

Kita mengetahui nilai total solid, berat jenis dan titik beku adalah untuk menetukan kualitas susu tersebut, karena ke 3 hal tersebut merupakan sebagian dari indikator standar susu segar.

Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar nomor SNI 3141.1:2011 (yang merupakan revisi dari SNI 01-3141- 1998) dijelaskan bahwa susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat

(13)

perlakuan apapun kecuali pendinginan. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Tabel 1.5 Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 3141.1:2011

No. Karakteristik Satuan Syarat

a Berat Jenis (pada suhu 27,5 °C) minimum g/ml 1,0270

b Kadar lemak minimum % 3,0

c Kadar bahan kering tanpa lemak minimum % 7,8

d Kadar protein minimum % 2,8

e Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan

f Derajat asam °SH 6,0 – 7,5

g pH - 6,3 – 6,8

h Uji alcohol (70%) v/v - Negatif

i Cemaran mikroba, maksimum:

1. Total Plate Coun 2. Staphylococcus aureus 3. Enterobacteriaceae

CFU/ml CFU/ml CFU/ml

1x106 1x102 1x103

j Jumlah sel somatic maksimum sel/ml 4x105

k Residu antibiotika (golongan penisilin, tetrasiklin, aminologi, makrolida)

- Negatif

l Uji pemalsuan - Negatif

m Titik beku °C -0,520 s.d -0,560

n Uji peroxidase - Positif

o Cemaran logam berat, maksimum:

1. Timbal (Pb) 2. Merkuri (Hg) 3. Arsen (As)

μg/ml μg/ml μg/ml

0,02 0,03 0,1 Sumber: SNI

1.6.2 Susu Kental Manis

Syarat mutu susu kental manis secara umum yaitu : air (20-30%), bahan kering (70- 80%), abu (1,15-2,2%), lemak (8-10%), protein (7-10%), laktosa (10-14%), sakarosa ( 42- 48%), bahan pengawet (negatif), logam berbahaya (negatif), bakteri ( negatif). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

(14)

Tabel 1.6 Syarat Mutu Susu Kental Manis berdasarkan SNI 01-2971-1998 No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

Tanpa Ganda Rasa Dengan Ganda Rasa 1. Keadaan :

Bau Normal Normal

Rasa Normal Normal

Warna Putih sampai

kekuningan

Sesuai ganda rasa yang ditimbulkan

Konsistensi Kental dan homogen Kental dan homogen

2. Air % 20-30 20-30

3. Abu % 1,4 – 2,2 1,4 – 2,2

4. Protein % 7 – 10 Min 6,5

5. Lemak % Min 8.0 Min 8.0

6. Laktosa % Min. 10 Min. 10

7. Sakarosa % 43-48 43-48

8. TPC (total Plate Count)

Kologi/g Max 1.0 x 104 Max 1.0 x 104

9. Coliform APM/g Max 10 Max 10

10. E. coli APM/g <3 <3

11. Salmonella Per 100 g Negative Negative

12. Stap. Aureus Koloni/g Max 1.0 x 102 Max 1.0 x 102 13. Kapang/Khamir Koloni/g Max 1.0 x 102 Max 1.0 x 102

Sumber: SNI 1.6.3 Susu Bubuk

Berdasarkan SNI susu bubuk (SNI 01-2970-2006) yang merupakan revisi dari SNI 01- 2970-1999 menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh dan cara uji susu bubuk. Persyaratan mutu susu bubuk dibedakan untuk susu bubuk berlemak, susu bubuk kurang lemak dan susu bubuk bebas lemak. Syarat mutu ketiga susu bubuk tersebut adalah sama kecuali kriteria uji lemak dan protein. Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi semua syarat mutu. Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya mengacu pada peraturan yang berlaku tentang pedoman cara produksi pangan yang baik. Susu bubuk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Penandaan kemasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang label dan iklan pangan. Standar ini dilengkapi dengan metode cara uji dan cara penghitungan hasil uji.

(15)

Tabel 1.7 SNI 01- 2970-2006

No. Kriteria Uji Satuan

Persyaratan

Susu Bubuk Berlemak

Susu Bubuk Kurang

Lemak

Susu Bubuk Bebas Lemak

1 Keadaaan

Bau - normal normal normal

Rasa - normal normal normal

2 Kadar air % b/b Maks. 5 Maks. 5 Maks. 5

3 Lemak % b/b Min. 26 Lebih dari 1,5 –

kurang dari 26,0

Maks 1,5

4 Protein (N x 6,38) % b/b Min. 23 Min. 23 Min. 30

5 Cemaran logam**

Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20,0 Maks. 20,0 Maks. 20,0

Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3 Maks. 0,3 Maks. 0,3

Timah (Sn) mg/kg Maks.

40,0/250,0*

Maks.

40,0/250,0*

Maks.

40,0/250,0*

Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03 Maks 0,03 Maks. 0,03

6 Cemaran arsen (As)** mg/kg Maks. 0,1 Maks. 0,1 Maks 0,1

7 Cemaran mikroba

Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5 x 104 Maks. 5 x 104 Maks. 5 x 104

Bakteri coliform APM/g Maks. 10 Maks. 10 Maks. 10

Escherichia coli APM/g < 3 < 3 <3

Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 1 x 102 Maks. 1 x 102 Maks. 1 x 102

Salmonella Koloni/100g Negatif Negatif Negatif

* untuk kemasan kaleng

** dihitung terhadap makanan yang siap dikonsumsi

Sumber: SNI

2. Pasokan

2.1 Sentra & volume produksi

Tidak semua daerah di Indonesia mempunyai potensi untuk melakukan aktivitas budidaya ternak sapi perah. Kondisi dan situasi iklim tertentu dan ketersediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang memadai menyebabkan sentra produksi sapi perah hanya ditemukan dibeberapa daerah saja. Umumnya, sentra produksi ini ditemukan di bagian barat, tengah, dan sedikit di bagian timur Indonesia. Di bagian barat Indonesia, sentra produksi sapi

(16)

perah dijumpai di Provinsi Sumatera Utara (2.093 ekor), Sumatera Barat (713 ekor), Bengkulu (246 ekor), dan Lampung (266 ekor). Untuk bagian tengah dapat dijumpai di Provinsi DKI Jakarta (3.710 ekor), Jawa Barat (117.060 ekor), Jawa Tengah (134.060 ekor), DI Yogyakarta (6.102 ekor), dan Jawa Timur (141.199 ekor). Sedangkan untuk bagian timur Indonesia, hanya terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dengan populasi ternak sebanyak 1.784 ekor. Adapun sebaran sentra produksi untuk komoditi sapi perah ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Sentra populasi sapi perah di Indonesia

Industri sapi perah di Indonesia mempunyai struktur yang relatif lengkap yakni peternak, pabrik pakan dan pabrik pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang cukup tinggi dan tersedia kelembagaan peternak yakni GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia). Sementara struktur produksi susu sapi perah terdiri atas usaha skala besar, usaha skala menengah, usaha skala kecil, dan usaha rakyat.

Tabel 2.1 Struktur Produksi Susu Perah

Jenis Usaha

Jumlah Sapi perah

usaha skala besar (UB) lebih dr 100 ekor

usaha skala menengah (UM) 30-100 ekor

usaha skala kecil (UK) 10-30 ekor

usaha rakyat (UR) 1-9 ekor

(17)

Dalam struktur produksi sapi perah di Indonesia lebih didominasi oleh produksi dari usaha rakyat (UR) sebanyak 87% dari total produksi susu murni. Disusul oleh usaha kecil dan menengah sebesar 7% dan 5%. Sisanya diperoleh dari usaha skala besar yang hanya

menyumbang sebesar 1% dari total produksi susu perah nasional.

Gambar 2.2 Struktur produksi sapi perah

Untuk lokasi dari sentra produksi susu segar/susu murni terdapat di propinsi Jawa Timur yang memproduksi 461.880 ton, Jawa Barat 241.972 ton, Jawa Tengah 89.009 ton, kemudian disusul oleh DI Yogyakarta dan Sulawesi Selatan dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 4.887 ton dan 2.778 ton (BPS,2009) . Sementara untuk susu olahan, sentra produksi terdapat di propinsi:

 Sentra Produksi Susu Kental Manis: DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat

 Sentra Produksi Susu Bubuk : DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, DIY

 Sentra produksi Susu Bubuk Bayi : DIY, Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten

(sumber: Pengolahan dari data BPS)

Gambar 2.3 Volume produksi dan sentra produksi susu segar di Indonesia tahun 2009 1% 5% 7%

87%

Struktur produksi sapi perah

usaha skala besar (UB)

usaha skala menengah (UM) usaha skala kecil (UK)

(18)

Untuk produksi susu olahan di Indonesia, terdapat lima perusahaan yang saat ini secara resmi tergabung dalam Asosiasi Industri Pengolahan Susu Indonesia. Industri pengolahan susu tersebut mampu memenuhi total kapasitas produksi susu nasional sebesar 71% dari total kapasitas produksi susu nasional sebanyak 200%. Pada tabel dibawah ini terdapat lima dominasi industri pengolahan susu yang tergabung dalam Asosiasi Industri Pengolahan Susu Indonesia, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Asosiasi Industri Pengolahan Susu Indonesia

No Nama Industri Pengolahan Susu Kapasitas Produksi

1 PT. SARI HUSADA 22%

2 PT. NESTLE INDONESIA 20%

3 PT. FRISIAN FLAG INDONESIA 18%

4 PT. INDOLAKTO 6,5%

5 PT. ULTRA JAYA 4,5%

JUMLAH 71%

Adapun sisanya sebanyak 29% dipenuhi oleh industri-industri yang berada di luar gabungan Asosiasi Industri Pengolahan Susu Indonesia. Produksi susu segar lokal saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengolahan susu.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

Produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor dimana faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu faktor-faktor yang ditimbulkan oleh lingkungan, genetik dan management. Untuk lebih jelasnya faktor yang mempengaruhi komposisi air susu dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Umur Ternak :

Pada umumnya sapi berumur 5 – 6 tahun sudah mempunyai produksi susu yang tinggi tetapi hasil maksimum akan dicapai pada umur 8 – 10 tahun. Umur ternak erat kaitannya dengan periode laktasi. Pada periode permulaan produksi susu tinggi tetapi pada masa-masa akhir laktasi produksi susu menurun. Selama periode laktasi kandungan protein secara umum mengalami kenaikan, sedangkan kandungan lemaknya mula-mula menurun sampai bulan ketiga laktasi kemudian naik lagi.

(19)

2. Infeksi/Peradangan pada Ambing :

Infeksi/peradangan pada ambing dikenal dengan nama mastitis. Mastitis adalah suatu peradangan pada tenunan ambing yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme, zat kimia, luka termis ataupun luka karena mekanis. Peradangan ini dapat mempengaruhi komposisi air susu antara lain dapat menyebabkan bertambahnya protein dalam darah dan sel-sel darah putih di dalam tenunan ambing serta menyebabkan penurunan produksi susu.

3. Nutrisi/Pakan :

Pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak susu rendah.

Jenis pakan dari rumput-rumputan akan menaikan kandungan asam oleat sedangkan pakan berupa jagung atau gandum akan menaikkan asam butiratnya. Pemberian pakan yang banyak pada seekor sapi yang kondisinya jelek pada waktu sapi itu dikeringkan dapat menaikkan hasil susu sebesar 10 – 30 %. Pemberian air adalah penting untuk produksi susu, karena susu 87 % terdiri dari air dan 50 % dari tubuh sapi terdiri dari air. Jumlah air yang dibutuhkan tergantung dari :

a. Produksi susu yang dihasilkan oleh seekor sapi b. Suhu sekeliling

c. Pakan yang diberikan

Perbandingan antara susu yang dihasilkan dan air yang dibutuhkan adalah 1 : 36. Air yang dibutuhkan untuk tiap hari bagi seekor sapi berkisar 37 – 45 liter.

4. Lingkungan :

Biasanya pada musim hujan kandungan lemak susu akan meningkat sedangkan pada musim kemarau kandungan lemak susu lebih rendah. Produksi susu yang dihasilkan pada kedua musim tersebut juga berbeda. Pada musim hujan produksi susu dapat meningkat karena tersedianya pakan yang lebih banyak dari musim kemarau. Suhu dan kelembaban mempengaruhi produksi susu. Selain itu pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi sangat mempengaruhi timbulnya infeksi bakteri dan jamur penyebab mastitis. Suhu lingkungan yang tinggi secara jelas menurunkan produksi susu, karena sapi menurunkan konsumsi pakan.

5. Prosedur Pemerahan Susu :

Faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain adalah jumlah pemerahan setiap hari, lamanya pemerahan, dan waktu pemerahan. Jumlah pemerahan 3 – 4 kali setiap hari dapat meningkatkan produksi susu daripada jika hanya diperah dua kali sehari. Pemerahan pada pagi hari mendapatkan susu sedikit berbeda komposisinya daripada susu hasil pemerahan sore hari.

(20)

Pemerahan menggunakan tangan ataupun menggunakan mesin tidak memperlihatkan perbedaan dalam produksi susu, kualitas ataupun komposisi susu. Hubungan antara umur dan jumlah pemerahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 2.3 Perbandingan Pemerahan 3–4 kali per Hari dengan Pemerahan 2 kali per Hari

Umur Sapi Pemerahan

3 X Sehari 4 X Sehari 2 tahun

3 tahun 4 tahun

20 % >

17 % >

15 % >

35 % >

30 % >

26 % >

Sumber : Blakely, J dan David, H.B (1991)

2.3 Kebijakan pemerintah terkait

Indonesia mulai mengembangkan agribis sapi perah rakyat ditandai dengan SKB 3 Menteri yang merumuskan kebijakan dan pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia.

Paling tidak ada dua dasar yang digunakan yakni agribis sapi perah dikembangkan melalui koperasi/KUD sapi perah dan pemasaran susu diatur oleh koperasi dan IPS. Salah satu kebjakan produksi susu dalam negeri ini adalah desentralisasi pengembangan sapi perah. Sejak awal perkembangan sapi perah di Indonesia hanya terpusat di pulau jawa saja. Namun, teriring semangat desentralisasi dan otonomi daerah tersebut, maka pengembangan sapi perah tersebut mulai diarahkan keluar pulau jawa dengan membentuk sentra-sentra baru yang cocok untuk pengembangan komoditi ini.

Berdasarkan Surat Keputusan menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri, usaha ternak sapi perah dibagi menjadi dua bentuk. Pertama, peternakan sapi perah rakyat yaitu usaha ternak sapi perah yang diselenggarakan sebagai usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih dari 20 ekor sapi perah campuran. Adapun kebijakan-kebijakan terkait lainnya yaitu:

 Undang Undang No. 6 Tahun 1967 Tentang : Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan

 Peraturan pemerintah republik indonesia Nomor 22 tahun 1983 Tentang Kesehatan masyarakat veteriner

(21)

 Peraturan menteri pertanian Nomor 55/permentan/ot.140/10/2006 Tentang Pedoman pembibitan sapi perah yang baik

 Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 404/Kpts/OT.210/6/2002 Pedoman Perizinan dan pendaftaran usaha peternakan

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1977 Penolakan, Pencegahan, Pembrantasn dan Pengobatan Penyakit hewan

 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1977 Usaha Peternakan

 Salinan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 135/KMK 05/1997 Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk Impor Bibit dan Benih Untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan atau Perikanan.

 Surat Edaran Menteri Pertanian No.TH.510/94/A/IV/2001 Tindakan Penolakan dan Pencegahan Masuknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)

 Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 381/Kpts/OT.140/10/2005 Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan

3. Produksi dan Permintaan

3.1 Proyeksi Produksi dan Permintaan Susu Sapi

Hasil proyeksi sampai tahun 2010 menunjukkan bahwa produksi susu sapi dalam negeri tidak mengalami peningkatan yang cukup berarti, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan susu nasional. Laju pertumbuhan rata-rata konsumsi susu domestik sebesar 3,8 persen yang melebihi produksi susu domestik (2,5 persen) pada periode 1996-2005 mengakibatkan pemenuhan kebutuhan susu domestik dilakukan dengan jalan importasi. Produksi, populasi dan produktifitas sapi perah dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3.1

Produksi, populasi dan produktifitas sapi perah Tahun 2007 - 2009

Tahun Produksi Susu (ton)

Total Populasi Sapi (ekor)

Produksi Susu (lt/ekor/ laktasi)

Produksi Susu (Lt/ekor/hari)

Pertum-buhan populasi (%)

2007 637.314 383.586 3.021 10 -

2008 764.777 413.448 3.363 11 7,78

2009 892.240 443.309 3.659 12 7.22

Sumber: Roadmap Susu

(22)

Tabel 3.2

Penawaran dan Permintaan Bahan Baku Susu Tahun 2004 - 2008

Tahun Prod susu segar (ribu

ton)

Impor susu (ribu ton)

Kons bahan baku susu (ribu ton)

% Susu segar thd

kons

% Susu Impor thd

kons

Konsumsi (kg/kap/th)

2004 463,6 1.605,2 2.068,2 22,4 77,6 9,5

2005 451,8 1.594,2 2.046,1 22,1 77,9 9,3

2006 519,7 1.804,6 2.324,3 22,4 77,6 10,47

2007 536,9 1.808,4 2.345,3 22,9 77,1 10,47

2008 554,1 1.812,2 2.366,3 23,4 76,6 11

Sumber: Roadmap Susu

Tabel 3.3

Penawaran dan Permintaan Industri Susu Olahan

Uraian Kap.terpasang (ton) Produksi (ton) Konsumsi dalam negeri (ton)

Susu Cair 466.000 217.500 270.060

Susu Kental Manis 509.200 320.750 119.682

Susu Bubuk 230.000 134.000 140.700

Sumber: Roadmap Susu

Indonesia sampai saat ini masih kekurangan bahan baku susu dikarenakan produksi bahan baku dalam negeri hanya mencakup sebesar + 30% dari kebutuhan Industri Pengolahan Susu Nasional, sehingga 70% sisanya masih harus diimpor. Permintaan susu nasional yang dibutuhkan untuk Industri Pengolahan Susu adalah sebesar 1,3 juta ton sedangkan produksi susu nasional baru mencapai + 489 ribu ton sehingga total konsumsi bahan baku susu segar yang dibutuhkan sebesar + 810 ribu ton. Salah satu faktor penyebab kurangnya produksi susu dalam negeri adalah keterbatasan jumlah sapi perah serta masih rendahnya produksi susu yaitu dibawah 10 lt/hari.

3.2 Produksi Komoditas Susu Sapi

Berdasarkan data dari Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian, maka produksi komoditas susu sapi segar dapat dilihat pada Tabel 3.4.

(23)

Tabel 3.4

Produksi Susu Segar Tahun 2005 – 2009 per Provinsi

Komoditas susu merupakan komoditas pangan yang angka ketergantungannya cukup tinggi terhadap negara lain. Saat ini Produksi susu Segar dalam Negeri (SSDN) sekitar 574,4 ribu ton/tahun (80% diserap oleh industri susu anggota Industri Pengolah Susu (IPS) dan 20%

diserap oleh industri susu non IPS, kebutuhan pedet dan konsumsi langsung). Mutu susu segar dalam negeri belum mampu memenuhi Standar Internasional (SI) khususnya untuk Total Plate Count (TPC) <1 juta (kenyataan di masyarakat rata-rata 3 juta di Jatim, 6 juta di Jabar dan 9 juta di Jateng). Unit total solid relatif dapat memenuhi ketentuan di atas 10%. Produksi susu segar (freshmilk) nasional belum dapat memenuhi permintaan bahan baku untuk industri susu dalam negeri. Oleh karena itu, impor susu baik dalam bentuk bahan baku maupun susu olahan masih cenderung meningkat.

3.3 Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi dan permintaan

Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi produksi susu sapi ditingkat peternak antara lain : a. tingkat pendidikan peternak yang rendah

(24)

b. harga pakan yang tinggi c. keterbatasan teknologi d. rendahnya kases bibit sapi e. keterbatasan modal peternak

Adapun faktor –faktor yang mempengaruhi produksi susu di tingkat IPS (Industri Pengolahan Susu antara lain:

a. Jumlah/volume produksi susu segar b. Jumlah/volume impor bahan baku

Faktor-faktor kritis yang mempengaruhi konsumsi dan permintaan susu di Indonesia antara lain

a. Produksi susu nasional b. Daya beli masyarakat

c. Budaya minum susu di masyarakat d. Kenaikan harga

3.4 Pola Konsumsi

Umumnya, pemetaan pemanfaatan komoditas susu yang dijual di pasar tradisional dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yakni pemanfaatan pemenuhan kebutuhan rumah tangga untuk kebutuhan protein asal hewani. Umumnya kebutuhan akan susu terkait dengan tiga jenis susu, yakni susu cair pabrik dalam bentuk kemasan, susu kental manis, dan susu bubuk. Sementara itu, pemanfaatan industri olahan susu untuk skala industri rumah tangga berupa susu segar kemasan. Sedangkdan untuk industri pengolahan susu pemanfaatan diperuntukkan memproduksi susu olahan dan berbagai jenis produk yang sumber bahan bakunya dari susu.

Dari dua kategori pemanfaatan tersebut, kebutuhan industri pengolahan susu memiliki kecenderungan relatif tinggi, jika dibandingkan kebutuhan industri olahan susu skala rumah tangga, walaupun belum secara pasti dapat diketahui angka persentase perbandingan kedua kategori tersebut.

(25)

Gambar 3.1 Pemetaan Pemanfaatan Komoditi Susu Sapi di Indonesia

4. Pasar dan Distribusi Domestik

4.1 Struktur Pasar Domestik

Pada Gambar 4.1.1 terlihat bahwa aktivitas di sektor on-farm berupa budidaya ternak sapi perah. Secara umum, tipe pengusahaan komoditi ini berupa non-vertical integration atau tidak satupun aktor/stakeholder yang menguasai sumber-sumber produksi dari hulu hingga hilir.

Dengan demikian, secara umum dikenal dua pola budidaya, yakni pola mandiri dan pola industri. Pola mandiri dicirikan dari pengusahaan sapi berbasis rumah tangga yang kepemilikannya berkisar antara 1 – 5 ekor. Bibit disediakan sendiri oleh peternak dengan mengandalkan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Umumnya peternak yang masuk dalam kategori ini, melakukan budidaya ternak sapi perah sendiri dengan manajemen ala kadarnya.

Berbeda dengan pola di atas, pola industri susu cenderung sudah menggarap sektor hulu (benih dan bibit). Meski jumlah industri ini masih sangat terbatas di Indonesia, akan tetapi mereka berpandangan pengusahaan penyediaan susu secara terpisah tidak akan efisien. Sehubungan dengan pola ini, mereka yang terlibat sudah mulai menerapkan pola kemitraan. Sebagai misal, pola yang diterapkan oleh asosiasi GKSI dan IPS. (lihat Gambar 4.1)

(26)

Gambar 4.1 Pola Budidaya Penyediaan Daging Sapi di Dalam Negeri.

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, dikenal empat pola budidaya dalam rangka penyediaan daging sapi di dalam negeri, yaitu: (1) pola mandiri, yakni pola budidaya dimana bibit dan anak sapi perah (pedet) disiapkan sendiri oleh peternak. Umumnya, pola ini dilakukan secara tradisional. Kalaupun bersentuhan dengan teknologi, baru sebatas teknologi inseminasi buatan;

(2) pola “koperasi”, yakni peternak-peternak bergabung di GKSI atau asosiasi-asosiasi sejenis.

Peternak ketika melakukan aktivitas budidaya sarana produksinya berasal dari GKSI atau asosiasi-asosiasi sejenis. Susu segar yang dihasilkan peternak dijual ke GKSI atau asosiasi- asosiasi sejenis yang kemudian penjualannya diteruskan ke IPS. Meski demikian, susu segar yang dihasilkan peternak kadang diolah sendiri oleh mereka dalam skala rumah tangga; (3) pola budidaya kemitraan IPS-peternak, yakni budidaya dimana industri bertindak sebagai inti yang menyediakan bibit dan dari bibit tersebut diproduksi sapi perah siap produksi yang akan dibudidayakan oleh peternak plasma. Agar aktivitas budidaya sapi perah berlangsung dengan baik, inti menyediakan kosentrat sebagai pakan tambahan selain hijauan makanan ternak yang diberikan oleh peternak plasma; dan (4) pola IPS, yakni pola budidaya yang dilakukan oleh IPS sendiri, dimana hulu hingga hilir diusahakan sendiri, termasuk tenaga kerja yang terlibat.

Pembedaan pola budidaya di atas, kemudian berpengaruh terhadap saluran distribusi komoditi ini. Uraian saluran distribusi diperlukan sebagai penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga. Di Indonesia, penyediaan susu untuk memenuhi

(27)

kebutuhan konsumsi susu bersumber dari empat, yakni susu impor, peternak anggota GKSI, peternak mandiri, dan peternakan industri.

Gambar 4.2 Saluran Distribusi Komoditas Berdasarkan Sumbernya

(Sumber: Tim EWS, 2010)

Gambar 4.1.2 memberikan informasi bahwa saluran distribusi mempengaruhi panjang- pendeknya rantai distribusi dan aktor yang terlibat di dalamnya. Tentunya semakin panjang saluran distribusi, maka konstribusi biaya distribusi semakin tinggi terhadap harga susu di tingkat konsumen.

Selain itu, Gambar 4.1.2 juga memberikan informasi kepada kita bahwa keberadaan IPS, distributor, dan pengecer merupakan aktor penting dalam saluran distribusi komoditas susu.

IPS adalah aktor penting pertama yang mempunyai peranan untuk mendistribusikan susu olahan ke distributor/pengecer. Sementara itu, distributor/pengecer adalah aktor penting kedua yang mempunyai peran mendistribusikan susu ke pasar tradisional maupun supermarket yang kemudian dibeli oleh konsumen.

(28)

5. Pasar Internasional

5.1 Penawaran Internasional

Pasar susu internasional saat ini sedang mengalami peningkatan baik dalam harga maupun permintaan. Sebagai negara produsen susu dunia, Australia dan New Zealand sedang melakukan restrukturisasi usaha terutama pengembangan investasi untuk menanggapi kenaikan permintaan susu khususnya di Asia. Sementara itu, kedua negara tersebut secara terus menerus memperjuangkan untuk meniadakan segala hambatan perdagangan produk susu dunia seperti subsidi dan quota, karena mereka mempunyai kepentingan besar bagi pemasaran susu ke seluruh dunia.

Selain itu Amerika Serikat yang juga merupakan salah satu produsen susu terbesar dunia, berusaha memperluas pasar hasil ternaknya, khususnya susu, dan juga berusaha mendorong dipercepatnya perdagangan susu yang bebas karena diperkirakan free trade tidak akan mempengaruhi harga susu dalam negeri, sementara akses pasar ekspor meningkat. Namun, beberapa negara penghasil susu dunia lain seperti Eropa Timur tidak akan mudah segera memasuki pasar bebas, karena mereka menerapkan quota impor untuk melindungi harga susu dalam negeri. Penerapan quota impor dilakukan karena diperkirakan harga susu dalam negeri Eropa Timur akan anjlok jika quota impor tersebut dicabut.

Oleh karena itu, Indonesia tampaknya harus menghadapi kenyataan ini untuk bersiap-siap menjadi negara importir hasil ternak, khususnya pada usaha pengolahan susu, jika Indonesia tidak segera membenahi sistem agribisnis peternakannya.

Dengan permintaan dalam negeri yang terus meningkat, alhasil volume impor komoditas ini cenderung meningkat. Menurut BPS, pada 2000 lalu impor susu dan produk susu Indonesia baru 117.270 ton, dan setahun kemudian hanya meningkat 2,3% menjadi 119.920 ton. Namun, pada 2002 impor susu melonjak menjadi US$247,8 juta, dan untuk 2006 lalu mencapai S$416,2juta. Melihat besarnya potensi pasar susu dan produk susu di Tanah Air, banyak produsen dari luar negeri yang mencoba ikut memasok. Negara yang menjadi pemasok susu ke Indonesia adalah Australia, Selandia Baru, dan AS. Sampai sekarang, Australia mengekspor 40.010 ton susu ke Indonesia, Selandia Baru 45.990 ton, dan AS 34.490 ton.

(29)

5.2 Permintaan Internasional

Meskipun terkenal sebagai negara importir susu, ternyata Indonesia juga mengekspor susu meskipun jumlahnya jauh lebih kecil daripada jumlah impornya. Salah satu permintaan susu/ekspor susu segar adalah dari negara Malaysia. Ketertarikan Malaysia akan susu segar Indonesia tidak lepas dari harga susu di Indonesia yang lebih aktraktif dibandingkan susu dunia yakni Rp 2.800-Rp 3.000 per liter pada tingkat koperasi.

Selain ke Malaysia, Indonesia juga mengekspor susu ke Australia, Bangladesh, Belgia, Cile, dan beberapa negara di Asia. Menurut BPS, pada 2002 ekspor susu Indonesia mencapai 30,2 juta ton, dan menjadi 35,2 juta ton pada 2006. Sampai sejauh ini, jenis susu yang diekspor adalah susu bubuk.

6. Tata Niaga

6.1 Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengadaan Input Susu di Indonesia

Pelayanan terhadap kebutuhan sarana produksi ternak yang meliputi bibit, peralatan dan terutama pakan konsentrat dilakukan oleh koperasi. Dalam pengadaan sapronak, koperasi bekerjasama dengan dinas terkait, GKSI, pihak perbankan, pemasok bahan baku dan pabrik makanan ternak. Dalam kebijakan pemasukan bibit ternak sapi perah, ada tiga SK Menteri Pertanian, yaitu :

1. SK Menteri Pertanian Nomor 750/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri.

2. SK Menteri Pertanian Nomor 752/Kpts/Um/10/82 tentang syarat-syarat teknik bibit sapi perah yang dimasukkan dari luar negeri.

3. SK Menteri Pertanian Nomor 753/Kpts/Um/10/82 tentang kesehatan bibit sapi perah yang akan dimaukkan dari Australia dan Selandia Baru.

Inti dari kebijakan ini adalah menitikberatkan persyaratan teknis agar impor bibit sapi perah tidak berdampak negatif, terutama penyakit ternak atau mutu genetis sapi perah yang rendah.

Hal ini dimaksudkan agar bibit sapi perah yang masuk ke Indonesia terjamin kualitasnya dan mempunyai standar kualifikasi tertentu. Sedangkan para peternak tersebut dilatih terlebih dahulu, agar memahami sepenuhnya apa yang harus dikerjakan untuk menghasilkan sapi-sapi

(30)

prima. Jika ada peternak berpotensi tetapi terhambat modal maka perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

6.2 Kebijakan Pemerintah Terhadap Produksi Susu di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mulai tahun 1977, Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah rakyat ditandai dengan SKB Tiga Menteri (Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan menteri Pertanian). SKB ini merumuskan kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah dikembangkan melalui koperasi dan IPS. yang selanjutnya dikukuhkan dengan INPRES Nomor 2 Tahun 1985 mengatur tentang pemasaran susu segar dari peternak ke IPS. Oleh karena itu, IPS wajib menerima susu segar dalam negeri (SSDN) dan bukti serap sebagai pengaman harga SSDN dan harga bahan baku impor.

Kebijakan pemerintah yang mengatur sistem perijinan, perdagangan produk, aturan kesehatan dan lainya pada industri pengolahan susu diatur dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Instruksi Presiden (Inpres) maupun dalam bentuk Undang-undang. Beberapa kebijakan pemerintah yang penting diungkapkan sebagai berikut.

1. Surat keputusan bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian Nomor 236/Kpb/VII/82, Nomor 341/SK/7/1982 dan Nomor 521/Kpts/Um/7/1982. Berisi tentang pengembangan usaha peningkatan produksi pengolahan dan pemasaran susu di dalam negeri.

Pokok-pokok yang penting adalah:

a. pemerintah menetapkan jumlah susu produksi dalam negeri yang wajib diserap oleh Industri Susu sesuai dengan proyeksi produksinya dan kebutuhan masyarakat dalam tahun bersangkutan

b. untuk kepentingan penyerapan susu produksi dalam negeri perusahaan dapat melengkapi peralatan yang diperlukan dengan ijin Departemen/Instansi yang bersangkutan

c. Menteri Perindustrian menyampaikan jumlah kebutuhan bahan baku susu untuk industri dalam negeri kepada Menteri Perdagangan dan Koperasi. Kebijakan ini dikeluarkan dengan maksud untuk mendorong pengembangan industri sapi perah nasional. Implikasi dari kebijakan ini adalah lahirnya bukti serap (Busep) dan rasio susu, seperti tertera pada Surat Keputusan berikut.

2. Surat keputusan bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Pertanian Nomor 236/Kpb/VII/82, Nomor 341/SK/7/1982 dan Nomor

(31)

521/Kpts/Um/7/1982. Berisi tentang pengaturan impor bahan baku susu, jumlah dan jenis yang akan diimpor serta pengawasan terhadap koperasi, perusahaan industri dan importir.

a. Impor bahan baku susu hanya dapat dilaksanakan oleh importir terdaftar susu yang diakui oleh Menteri Perdagangan dan Koperasi, baik sebagai importer umum maupun importer produsen.

b. Jumlah dan jenis bahan baku susu yang akan diimpor oleh importir terdaftar susu ditetapkan berdasarkan bukti realisasi penebusan/pembelian susu produksi dalam negeri.

c. Menteri Perdagangan dan Koperasi melakukan pengawasan terhadap koperasi dalam kegiatannya melakukan pembelian susu produksi dalam negeri serta terhadap perusahaan industri dan importir dalam melaksanakan impor bahan baku susu.

3. Instruksi Presiden Nomor 4/1998 tentang koordinasi pembinaan pengembangan persusuan nasional. Inpres ini menghapuskan kandungan lokal dan produk-produk turunan susu.

4. SE Menteri Pertanian per 20 April 2001 Nomor 510/94/A/IV/2001, tentang tindakan penolakan dan pencegahan masuknya penyakit mulut dan kuku (PMK).

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1983 tentang kesehatan masyarakat veteriner. PP ini mengatur :

a. setiap orang atau badan dilarang mengedarkan susu yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri

b. setiap orang atau badan yang mengedarkan susu harus mengikuti cara penanganan, penyimpanan, pengangkutan, dan penjualan susu yang ditetapkan oleh Menteri

c. Menteri menetapkan syarat kelayakan tempat usaha dan penjualan susu.

6. Surat keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri pertanian No. 236/Kpb/VII/82, No. 341/M/SK/6/1982 tanggal 21 Juli 1982 dan No. 521/Kpts/Um/7/1982 tentang Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Pengolahan dan Pemasaran Susu. Pada SKB tersebut, penetapan harga dilakukan sekali setahun oleh “Tim Teknis Persusuan Nasional”, suatu bagian fungsional dari Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan nasional.

(32)

Sejak bulan November tahun 2008, untuk mengatasi permasalahan kurangnya supply susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen, pemerintah melakukan program peningkatan daya saing industri susu di dalam negeri yaitu dengan memberikan insentif fiskal berupa penanggungan bea masuk oleh pemerintah atas impor barang dan bahan olah industri pengolahan susu (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.011/2008). Kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor masuk dari lima persen menjadi nol persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.

19/PMK.011/2009 pada bulan April dan efektif diberlakukan sejak 1 Juni 2009. Namun saat ini, pemberlakuan bea masuk impor susu mengacu pada Peraturan menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.011/2009 yaitu dikembalikan sebesar 5% kepada impor tujuh produk susu yang merupakan bahan baku untuk menghasilkan produk susu jadi bagi konsumsi masyarakat.

6.3 Kebijakan lainnya

Selain itu, terdapat kebijakan lain yang berkaitan dengan komoditas susu sapi, yaitu:

1. Peraturan Menteri Keuangan nomor 19/PMK.011/2009, tentang penetapan tarif bea masuk atas barang impor produk-produk tertentu. Peraturan ini dilatarbelakangi dalam rangka mendukung pengembangan sektor riil di dalam negeri perlu dilakukan perubahan tarif bea masuk atas barang impor produk-produk tertentu.

2. Peraturan Menteri Keuangan nomor 101/PMK.011/2009, tentang penetapan tarif bea masuk atas impor produk-produk susu tertentu. Peraturan ini dilatarbelakangi dalam rangka mendukung pengembangan industri susu di dalam negeri perlu dilakukan perubahan tarif bea masuk atas impor produk-produk susu tertentu; dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. Adapun ketentuannya, yaitu Pasal 1 menetapkan tarif bea masuk atas barang impor produk-produk susu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam lampiran peraturan menteri keuangan ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri keuangan ini. Pasal 2 ketentuan dalam peraturan menteri keuangan ini, berlaku terhadap impor barang yang dokumen pemberitahuan pabean impor-nya telah mendapatkan nomor pendaftaran dari kantor pabean pelabuhan pemasukan. Pasal 3 dengan berlakunya peraturan menteri keuangan ini, ketentuan mengenai besaran tarif bea masuk sebagaimana diatur dalam peraturan menteri keuangan nomor 19/pmk.011/2009 tentang penetapan tarif bea masuk atas barang impor produk-produk

(33)

tertentu, sepanjang mengatur mengenai produk-produk sebagaimana dimaksud dalam lampiran peraturan menteri keuangan ini, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 4 peraturan menteri keuangan mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan menteri keuangan ini dengan penempatannya dalam berita negara republik indonesia.

3. Peraturan No. 122/M-IND/PER/10/2009, tentang peta panduan (road map) pengembangan klaster industri pengolahan susu. Peraturan ini dilatarbelakangi oleh dalam rangka industri nasional sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, perlu menetapkan peta panduan (Road Map) pengembangan klaster industri prioritas yang mencakup basis industri manufaktur, industri berbasis agro, industri alat angkut, industri elektronika dan telematika, industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu serta industri kecil dan menengah tertentu. Peraturan ini menyatakan bahwa Peta Panduan (Road Map) Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Susu tahun 2010-2014 selanjutnya disebut Peta Panduan adalah dokumen perencanaan nasional yang memuat sasaran, strategi dan kebijakan, serta program/rencana aksi pengembangan klaster industri pengolahan susu untuk periode 5 tahun (terlampir).

4. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor PerKBPOM nomor 22 Tahun 2013, tentang batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan pembuih.

Peraturan ini dilatarbelakangi untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pembuih.

Peraturan ini menyatakan bahwa Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan. Penetapan batas maksimum penggunaan BTP pembuih pada produk susu.

7. Tantangan ke Depan

Permasalahan utama dalam industri susu sapi di Indonesia adalah harga susu di tingkat peternak sangat rendah, harga pakan yang tinggi, dan rendahnya pasokan susu segar domestik.

(34)

Menurut asosiasi industri, pasokan bahan baku berupa susu segar untuk produsen susu olahan tahun ini (2013) berpotensi turun sekitar 5% - 10% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi dengan seiringnya pengurangan produksi susu segar domestik hingga 15%.

Walaupun terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya, konsumsi susu masyarakat Indonesia saat ini yang masih rendah dibandingkan negara Asia lainnya. Pada tahun 2012 konsumsi susu masyarakat Indonesia hanya 11,09 liter per kapita pertahun dan pada tahun 2012 sebesar 14,6 liter per kapita pertahun dimana Malaysia dan Filipina mencapai 22,1 liter per kapita pertahun,Thailand 33,7 liter per kapita pertahun, dan India mencapai 42,08 liter per kapita pertahun.

Pemerintah menggencarkan kampanye untuk meningkatkan konsumsi susu di Indonesia guna meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Pembangunan persusuan nasional juga ditujukan untuk menggiatkan usaha agribisnis dibidang persusuan untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Sampai saat ini Industri Pengolahan Susu Nusantara masih sangat bergantung pada impor bahan baku susu. Saat ini pasokan susu dalam negeri pada tahun 2012 hanya mampu memenuhi 20 persen stok susu atau sekitar 700.000 Ton dari kebutuhan. Jika kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun sebuah sistem agribisnis yang berbasis peternakan, maka Indonesia akan terus menjadi negara pengimpor hasil peternakan khususnya susu sapi.

Hadir sebagai pembicara lainnya dari Dewan Persusuan Nasional (DPN), Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (PUSLITBANGNAK), Akademisi, Industri dan Pengamat dibidang Persusuan.

Gambar

Gambar 1.1 Pohon Industri Susu
Tabel 1.3 Review Varietas Komoditas Susu berdasarkan HS Code, KBLI dan KKI
Gambar 1.2 Pola budidaya susu sapi di Indonesia
Tabel 1.5 Syarat Mutu Susu Segar berdasarkan SNI 3141.1:2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan susu bubuk di Kota Bandar Lampung adalah harga susu bubuk, harga susu cair, harga susu kental manis, harga teh, harga gula

“ Pabrik Susu Kental Manis High Calcium Dari Susu Sapi Dengan Proses Vacuum.. Evaporation “ yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh

Skripsi berjudul Karakterisasi Susu Bubuk Jagung Manis (Zea Mays L. Saccharata) Dengan Penambahan Susu Skim dan Maltodekstrin telah diuji dan disahkan oleh

Frisian Flag Indonesia terhadap produk susu kental manis terbagi ke dalam beberapa tahap, yaitu proses filling dimana susu kental manis dimasukkan ke dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan whey bubuk sebagai pengganti susu skim bubuk dalam pengolahan soft frozen es krim memberikan perbedaan pengaruh yang

Susu Bubuk Susu Cair Susu Kental Manis Mengandung 19g/180ml glukosa Mengandung 27g/225ml glukosa Mengandung 20g/140ml glukosa Melibatkan Mikroorganisme Terjadinya

Pada pembuatan yogurt ini agar diperoleh yogurt setengah padat, maka untuk memperoleh susu lebih kental dalam rangka untuk meningkatkan total padatan, bahan dasar

Sedangkan susu krim atau susu full cream adalah kebalikan dari susu skim, susu dengan lemak tinggi sampai 25% yang biasanya dipakai untuk membuat roti manis dan aneka kue.. Kandungan