• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh ELSA PRANGIN-ANGIN /LNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh ELSA PRANGIN-ANGIN /LNG"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

GESTUR GURU DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SMANEGERI 1 KUTALIMBARU KABUPATEN

DELISERDANG : KAJIAN MULTIMODAL

TESIS

Oleh

ELSA PRANGIN-ANGIN 167009002/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

GESTUR GURU DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SMANEGERI 1 KUTALIMBARU KABUPATEN

DELISERDANG : KAJIAN MULTIMODAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELSA PRANGIN-ANGIN 167009002/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga mampu menyelesaikan tesis ini dengan judul Gestur Guru dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister pada Program Studi Linguistik, Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa proses penulisan tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan, bimbingan dan arahan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penuh hormat kepada Prof. Dr.

Runtung Sitepu, S.H., M.H selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara atas segala dukungannya.

Rasa terima kasih juga penulis haturkan kepada Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP selaku Ketua Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dalam hal ini sekaligus sebagai Penguji III, Dr. T. Thyrhaya Zein, M. A selaku Sekretaris Program Studi S-2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dalam hal ini sekaligus sebagai Pembimbing II yang telah memberikan pandangan, motivasi, dan bimbingan dengan penuh kesabaran, ketulusan, serta keikhlasan hati sejak awal penelitian hingga terwujudnya tulisan ini dan terkhusus rasa terima kasih penulis kepada Prof. Tengku Silvana Sinar, M.A., Ph. D selaku Pembimbing I.

(7)

Rasa terima kasih kepada Prof. Amrin Saragih, MA., Ph.D sebagai penguji I dan Dr.

Nurlela, M. Hum sebagai Penguji II, atas segala kritik dan saran yang sangat memotivasi penulis.

Rasa terima kasih juga kepada segenap dosen program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan berkenan berbagi gagasan, pandangan dan ragam saran yang sangat membantu penulis dalam pengembangan pemahaman keilmuan.

Terima kasih juga penulis katakan kepada Bapak Adi Rusdianto, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. Rasa terima kasih juga kepada Ibu guru Lesbi Kaban dan Arfah yang telah berkenan untuk dijadikan sebagai data penulis dalam penelitian ini. Terima kasih juga kepada seluruh pegawai Tata Usaha dan seluruh siswa di SMA Negeri 1 Kutalimbaru, serta guru-guru pengajar yang telah membantu memberikan dukungan kepada peneliti selama melakukan penelitian di Sekolah SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

Rasa terimakasih yang terdalam dan tidak terhingga penulis hanturkan kepada Ayahanda tercinta Drs. K. Perangin-angin yang selama ini sangat ingin melihat penulis menyandang gelar Magister, beserta Ibunda tercinta Dra. S.B. Sembiring Kembaren yang telah memberikan dukungan secara moril,materil dan perhatian mereka yang besar kepada penulis. Terima kasih juga kepada suami, Herry Gilberd Oloan Sinaga, S.E yang telah memberikan dukungan, doa dan perhatian yang sangat besar kepada penulis, mulai dari awal perkuliahan hingga akhir penulisan tesis dan terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua ananda tersayang Yocelyn Valerie dan Sergio Juvenal yang sangat mengerti keadaan ibunya selama proses perkuliahan, turut memberikan dukungan berupa semangat sehingga mereka tidak banyak tuntutan kepada penulis layaknya anak-anak seusia mereka, bahkan mereka

(8)

banyak mendukung penulis dari segi waktu, dan penulis sangat berharap kedua ananda juga dapat menggapai cita-cita setinggi-tingginya.

Terima kasih juga kepada seluruh keluarga besar yang memberikan dukungan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada para pegawai administrasi Program studi linguistik Universitas Sumatera Utara, yaitu Kak Nila Sakura S.E, Tirta Rizka Nasution, Amd, dan Ibu Kariani yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan perkuliahan, dan urusan administrasi.

Terimakasih juga kepada rekan mahasiswa Magister Linguistik angkatan 2016 dan juga mahasiswa yang hadir dan memberi saran pada saat ujian kolokium dan seminar hasil untuk tesis ini menjadi lebih baik

Akhir kata, tiada lain harapan penulis, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkannya.

Medan, September 2018 Penulis,

Elsa Prangin-angin

(9)

ABSTRAK

Kualitas guru dalam mengajar terlihat dari respon siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Penelitian ini membahas tentang gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk gestur guru dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran, menginterpretasikan realisasi bentuk gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran, dan menemukan konteks dan penyebab atau pemicu penggunaan gestur oleh guru di SMA Negeri 1 Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang. Untuk menganalisis gestur guru digunakan teori Multimodal oleh Kress dan Leeuwen dan teori Linguistik Fungsional Sistem oleh Halliday. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan objek penelitian dua orang guru yang mengampu mata pelajaran kimia dan olahraga.

Data yang digunakan adalah data verbal dan nirverbal berupa ujaran dan gestur yang bersumber dari kedua guru. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak dengan teknik rekam dan catat, dan dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model interaktif Miles, Huberman dan Saldana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua guru menggunakan gestur berbentuk fasial sebanyak tujuh kali, gestur berbentuk postural sebanyak lima kali, dan gestur berbentuk gestural sebanyak delapan kali. Selain gestur, kedua guru juga menggunakan bentuk ujaran pernyataan sebanyak 42 kali, ujaran perintah sebanyak tujuh kali, dan ujaran pertanyaan hanya satu kali. Faktor terjadinya gestur dan ujaran disebabkan oleh faktor kurikulum 2013, budaya, dan psikologi guru. Temuan penelitian ini adalah adanya gestur dalam 2 bentuk, yaitu gestur berupa bentuk paralinguistik pada guru kimia dan gestur pada bentuk artifaktual. Berdasarkan hasil penelitian ini direkomendasikan kepada guru untuk memperhatikan gestur dan ujaran saat mengajar agar dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, khususnya meningkatkan kualitas mengajar seorang guru.

Katakunci: multimodal, pembelajaran, gestur, ujaran, guru

(10)

ABSTRACT

This study discusses about the gestures and speeches of teacher in learning activities at 1st Senior High School Kutalimbaru, Deliserdang. The purpose of this study is to identify the gesture and speech of teacher, analyze the gesture's realization and teacher's utterances, and examine the context and triggers of teacher's gesture and speech usage. To analyze teacher's gestures was used Multimodal theory by Kress and Leeuwen and Systemic Linguistic Functional theory by Hallidayis used to analyze teacher's utterances. This research uses descriptive qualitative method with the object of research two teachers who teach chemistry and sports subjects. The data used are verbal and nonverbal data. In collecting data used the referral method assisted with recording and recording techniques, and in analyzing data, researchers used interactive models of Miles, Huberman and Saldana.

The results showed that both teachers used seven facial gestures, five postural gestures, and eight gestural gestures. The two teachers also used 42 statement speech forms, seven utterances, and only one statement. The factors of gesture and speech are caused by 2013 curriculum factors, culture, and psychology. The findings of this study were paralinguistic gestures which were six times the chemistry teacher and artifactual gestures found in chemistry teachers three times and three times exercise. Based on the results of this study, it is expected that teachers pay attention to gestures and speech while teaching to support the success of the learning process, especially improving the quality of teaching a teacher.

Keywords : multimodal, learning, gestur, speech, teacher

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ...

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 LingkupKajian ... . 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

1.5.1 Manfaat Teoretis ... 11

1.5.2 Manfaat Praktis ... 11

1.6 Klarifikasi Istilah ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar ... 13

2.2 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)... 14

2.3 Multimodal ... 16

2.3.1 Komunikasi Verbal oleh Kress dan Leewen (2006) ... 17

2.3.1.1 Ujaran Pernyataan ... 19

2.3.1.2 Ujaran Pertanyaan ... 20

2.3.1.3 Ujaran Perintah ... 21

2.3.2 Komunikasi Nirverbal ... 22

2.3.2.1 Gestur ... 23

2.3.2.2 Jenis-Jenis Gestur ... 24

2.4 Pengertian Guru ... 29

(12)

2.5 Pengertian Kurikulum ... 30

2.6 Kerangka Konseptual Penelitian ... 32

2.7 Penelitian Relevan ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 41

3.2 Lokasi Penelitian ... 41

3.3 Data dan Sumber data ... 42

3.4 Metode Pengumpulan Data... 42

3.5 Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan ... 48

4.1.1 Analisis Bentuk Gestur dan Ujaran Guru dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang ... 48

4.1.1.1 Analisis Bentuk Gestur Guru ... 48

4.1.1.2 Analisis Bentuk Ujaran Guru dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang 54

4.1.2 Realisasi Gestur dan ujaran Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang 58

4.1.2.1 Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Fasial ... 58

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Fasial ... 59

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Fasial ... 60

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Fasial ... 61

4.1.2.2 Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Postural ... 64

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Postural ... 63

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Postural ... 64

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan postural ... 65

4.1.2.3 Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Gestural ... 71

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Gestural... 67

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Gestural... 68 Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk

(13)

Pesan Gestural... 69

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Fasial ... 70

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Fasial ... 71

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Gestural... 72

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Gestural ... 74

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan Gestural ... 76

Realisasi Gestur Guru Kimia Dalam Bentuk Pesan postural ... 76

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Gestural... 78

Realisasi Gestur Guru Olahraga Dalam Bentuk Pesan Gestural ... 80

4.1.3 Analisis Realisasi Ujaran Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 80

4.1.3.1 Realisasi Ujaran Perintah Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 80

4.1.3.2 Realisasi Ujaran Pernyataan Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 85

4.1.3.3 Realisasi Ujaran Pertanyaan Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang 124 4.1.4 Analisis Konteks dan Pemicu Penggunaan Gestur Guru di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 125

4.1.4.1 Kurikulum K 13 ... 125

4.1.4.2 Faktor Budaya ... 131

4.1.4.3 Faktor Psikologi Guru ... 136

4.2 Pembahasan ... 134

4.2.1 Realisasi antara Gestur Guru dengan Ujaran Guru di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 136

4.2.2 Faktor Pemicu Gestur Guru di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang yang dipengaruhi Faktor Lingkungan ... 140

4.3 Temuan ... 143

(14)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 145 5.2 Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal

Tabel 4.1 Bentuk Gestur Guru dalam Kegiatan pembelajaran

di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 48

Tabel 4.2 Bentuk Ujaran Guru dalam Kegiatan pembelajaran

di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang ... 53

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal

Gambar 2.1 Konfigurasi Tiga Metafungsi

dimodifikasi oleh martin (1992) ... .... 15 Gambar 2.2 Pesan Fasial yang digunakan oleh Guru Mata Pelajaran Kimia .... 26 Gambar 2.3 Pesan Postural yang digunakan oleh Guru

mata pelajaran Olahraga ... 28 Gambar 2.4 Pesan Gestural yang digunakan oleh Guru

Mata Pelajaran Olahraga ... 29 Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Penelitian ... 32 Gambar 3.1 Teknik Analisis Data model Interaktif

Miles, Huberman, dan Saldana 2014 ... 44 Gambar 3.2 Pesan Postural yang digunakan oleh Guru

Mata Pelajaran Olahraga ... 46 Gambar 4.1 Bentuk Diagram Ujaran Guru ... 57 Gambar 4.2 Diagram Modus Guru ... 57

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik Fungsional (selanjutnya disebut LSF) yang dikembangkan oleh Kress dan van Leeuwen dalam bukunya Reading Images (2006). Multimodal ini menerapkan interaksi verbal dan interaksi nirverbal.

Secara umum multimodal dapat diartikan sebagai analisis komunikasi yang menggabungkan antara teks nirverbal dan teks verbal dalam mendeskripsikan hubungan logis dalam teks-teks nirverbal dan teks verbal dan sebaliknya. (Kress dan van Leeuwen, 2006:12)

Kajian multimodal dapat diaplikasikan dalam berbagai jenis analisis, salah satunya menganalisis gestur guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam mengajar di kelas, hal ini sesuai dengan julukan guru, yaitu guru merupakan model atau teladan bagi para siswa.

Guru didefinisikan sebagai sebuah profesi yang mulia karena guru memiliki peranan penting untuk masa depan siswa. Menurut Purwanto (2012:3), guru merupakan orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di dalam lingkungan sekolah, dengan kata lain, guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang berkewajiban mengajarkan nilai (Purwanto, 2012:3).

Guru sebagai pendidik harus mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.

Oleh sebab itu guru dituntut untuk menguasai seperangkat pengetahuan dan keterampilan

(18)

mengajar. Guru sebagai pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Peranan ini termasuk ke dalam aspek pendidik, sebab tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan melainkan juga mendidik untuk mengalihkan nilai-nilai kehidupan. Hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah sikap yang mengubah tingkah laku siswa menjadi lebih baik.

Seorang guru dituntut memiliki integritas, loyalitas, dedikasi, dan tanggung jawab untuk dapat mengelola pembelajaran dengan baik. Misalnya, guru harus mampu menguasai materi yang akan diajarkan dan mampu menyajikan materi tersebut dengan baik dan menyenangkan. Pengelolaan pembelajaran harus terus dievaluasi, karena hal itu dapat memengaruhi kualitas mengajar seorang guru (Nawawi, 2015:280).

Kualitas guru dalam mengajar terlihat dari respon siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, yaitu siswa dapat berpartisipasi secara aktif dan mampu memberikan pendapat, mengembangkan imajinasi dan daya kreativitasnya. Respon siswa tersebut juga menunjukkan bahwa adanya komunikasi yang baik antara guru dengan siswa. Sebagai contoh, anggukan kepala dan bentuk isyarat lainnya dari siswa menandakan bahwa siswa memberikan respon positif dan mengisyaratkan bahwa siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru.

Mengingat pentingnya komunikasi dalam pembelajaran, perlu dipahami bahwa guru harus dapat melibatkan siswa dengan berinteraksi, agar siswa tidak cenderung pasif. Agar tidak bertentangan dengan konsep dan implementasi kurikulum 2013, yaitu siswa memiliki kemampuan pikir dan bertindak efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan real (Permendikbud, 2014).

Mulyana (2007:69) menyatakan bahwa komunikasi merupakan salah satu faktor yang mendukung peran guru mengajar di dalam kelas, yaitu proses memilih dan mengirimkan simbol-simbol sehingga membantu siswa membangkitkan makna atau

(19)

respon dari pikirannya yang serupa dengan apa yang dimaksudkan guru.

Komunikasi antara guru dengan siswa mencakup proses penyampaian materi pelajaran yang di dalamnya terjadi dan terlaksana hubungan timbal balik atau komunikatif.

Pada kegiatan pembelajaran, komunikasi yang efektif di dalam kelas sangat penting diterapkan agar pembelajaran dapat berjalan secara maksimal. Dalam mencapai keefektifan komunikasi tersebut, diperlukan adanya perpaduan antara perilaku verbal (perilaku berwujud ujaran) dan perilaku nirverbal (perilaku yang tidak berwujud kata-kata, tetapi berupa gerak- gerik yang sering disebut gestur). Hal ini senada dengan pendapat Effendy (2004:89) bahwa komunikasi verbal dan komunikasi nirverbal itu saling melengkapi untuk mencapai sebuah keefektifan komunikasi. Arti suatu komunikasi verbal dapat diperoleh melalui hubungan komunikasi verbal dan nirverbal. Maksud komunikasi verbal akan lebih mudah diinterpretasikan dengan melihat tanda-tanda nirverbal yang mengiringi komunikasi verbal tersebut (Muhammad, 1989:134).

Dalam kegiatan komunikasi verbal, pesan disampaikan secara lisan melalui ujaran- ujaran atau tertulis menggunakan suatu bahasa. Pada pelaksanaannya, komunikasi verbal tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan komunikasi verbal pada saat kegiatan pembelajaran yaitu (1) memungkinkan terjadinya interaksi secara langsung, serta memperoleh umpan balik secara langsung pula, sehingga pemahamannya dapat teruji secara langsung pula; (2) komunikan dan komunikator dapat berbagi dan bertukar gagasan sehingga dapat memecahkan masalah, karena ditemukannya titik temu antar kepentingan guru dan siswa dan (3) guru maupun siswa dapat menyampaikan secara langsung kebutuhan dan kepentingannya.

Sedangkan kekurangan dari komunikasi verbal pada saat pembelajaran, yaitu: (1) tidak adanya kesadaran bahwa pembicaraan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran; (2)

(20)

berbicara secara spontan, tanpa melakukan persiapan apa yang akan dikatakan dan bagaimana cara mengatakannya; (3) tidak memikirkan tujuan sebelum dilakukan pembicaraan, dalam merumuskan pesan yang akan disampaikan dan khalayak yang menjadi sasarannya; (4) guru terkadang cenderung memanipulasi pembicaraan; (5) terkadang muncul sikap melecehkan siswa secara verbal

Dalam kegiatan komunikasi, bahasa nirverbal juga berpotensi menjadi pelengkap dari bahasa verbal. Keduanya berfungsi agar proses komunikasi dapat berjalan sebagaimana harapan yang diinginkan. Selain sebagai pelengkap, bahasa nirverbal juga dapat berfungsi sebagai investigasi diagnostik untuk mengetahui apakah siswa benar- benar aktif di dalam kelas atau hanya mendengarkan saja. Guru juga bertanggung jawab mengantarkan siswa memahami substansi materi yang dipelajari dengan cara yang kreatif.

Untuk itu peran guru merupakan suatu yang kompleks, artinya segala yang terjadi pada proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun tindakan, dan semuanya merupakan komponen penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.

Menurut Goman (2008:5-6) dalam dunia pendidikan, perilaku nirverbal merupakan faktor utama dalam menentukan efektivitas guru. Studi penelitian menemukan bahwa siswa bereaksi lebih baik terhadap guru yang menggunakan isyarat- isyarat/pendekatan nirverbal seperti kontak mata, menganggukkan kepala, tersenyum, dan lain-lain daripada verbal. Komunikasi nirverbal meningkatkan kedekatan secara dramatis, meningkatkan motivasi siswa, mendorong siswa untuk bersedia berlama-lama di dalam kelas.

Salah satu fenomena yang menjadi persoalan dalam dunia pendidikan adalah, apakah para guru cukup dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengekspresikan

(21)

pikiran dan perasaann ya dengan menggunakan ekspresi nirverbal yang tepat. Selain itu, apakah guru memiliki pengetahuan yang memadai dalam memahami ekspresi nirverbal siswanya.

Adapun salah satu bentuk komunikasi nirverbal yang menunjang keberhasilan proses pembelajaran tersebut yaitu gestur guru. Seorang guru dituntut harus mampu menampilkan gestur yang sesuai dengan mata pelajaran yang di ajarkan. Analisis gestur guru sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan keberhasilan pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus memahami bahwa dalam mengajar guru tidak hanya mengajar dengan kata-kata tetapi guru harus mampu menggabungkan kata-kata dengan gerakan. Hal ini berkaitan erat dengan langkah-langkah pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 yang mengharuskan seorang guru harus dapat menciptakan suasana yang baru dengan cara berkomunikasi dan implementasi (Permendikbud, 2014).

Komunikasi nirverbal dalam kelas sangat berdampak pada keberhasilan kegiatan pembelajaran, seperti ketidaktertarikan siswa terhadap pelajaran yang disampaikan guru sangat dipengaruhi oleh gestur guru. Misalnya banyak guru yang tidak begitu memperhatikan tulisannya di papan tulis, padahal tulisannya kurang jelas dan naik turun, hal ini dapat memengaruhi suasana kelas dan mengakibatkan kebosanan siswa. Seharusnya, seorang guru harus mengetahui bahwa gerakan tangan menulis di papan tulis memerlukan latihan.

Gestur yang disampaikan melalui alis terangkat, sunggingan senyum, dahi berkerut, cemberut juga dapat memengaruhi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Seorang guru yang memasang wajah sedih dan cemberut dapat membuat siswa ketakutan. Hal-hal tersebut membuat suasana kelas akan terasa mencekam dan tegang. Suasana seperti ini dapat mematikan suasana kelas yang menyenangkan. Oleh sebab itu, apabila seorang guru memiliki masalah pribadi, sebaiknya jangan ditunjukkan pada saat mengajar dalam kelas.

(22)

Selain itu guru juga harus memperhatikan gerakan yang biasa dilakukan tetapi perlu dihindari, seperti menggaruk-garuk badan, memegang celana tanpa alasan yang benar, menghapus atau menggosok hidung dan lain sebagainya. Jadi, gestur dalam mengajar harus relevan dengan materi yang disampaikan dan itu tidak boleh terlalu berlebihan.

Menurut Kress dan Leeuwen (2006) gestur merupakan suatu bentuk komunikasi nirverbal yang terlihat dari gerakan tubuh untuk mengomunikasikan pesan-pesan tertentu (Kress dan Leeuwen, 2006:57). Misalnya dalam kegiatan pembelajaran, ekspresi seorang guru dapat menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi pusat perhatian siswa. Misalnya, jika seorang guru melakukan gerakan yang terarah atau sesuai dengan materi yang di ajarkan, siswa akan merasa senang dalam mengikuti pelajaran tersebut, sedangkan seorang guru yang mengajar dengan menggunakan mulutnya saja, tanpa menggerakkan anggota badan akan memberi kesan buruk, suasana hampa dan tidak hidup, sehingga siswa menjadi bosan.

Sebaliknya jika gestur guru terlalu berlebihan dalam mengajar akan berakibat buruk. Jadi gerakan yang baik adalah gerakan yang efisien dan efektif artinya gerakan yang cukup tetapi benar-benar mendukung penjelasan atau uraian guru.

Selain itu, pesan nirverbal berhubungan dengan keadaan diri dalam lingkungan kelas.

Dalam bidang komunikasi, gestur meliputi keterkaitan guru dalam penggunaan ruang kelas, pengaturan media pembelajaran, pengaturan posisi tempat duduk, atau jarak antara guru dengan siswa (Kress dan Leeuwen, 2006). Hal ini sesuai dengan pendapat Sinar (2012:131) yang menyatakan bahwa semua interaksi yang mengombinasikan dua sarana yang dapat memberikan makna komunikasi pada bahasa yaitu verbal dan nirverbal dinamakan multimodal.

Multimodal adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada cara orang berkomunikasi menggunakan dua atau lebih modus yang berbeda pada saat bersamaan (Kress

(23)

dan Leeuwen, 2006:122). Multimodal pada bahasa merupakan sistem semiotik yang mempunyai implikasi bahwa makna terletak pada sarana komunikasi. Setiap sarana memengaruhi makna secara sentral dan secara dominan dalam keseluruhan proses komunikasi, baik bersarana fonik maupun grafik, yaitu ujaran, tulisan, gambar, dan isyarat. Dengan kata lain, multimodal merupakan analisis menyeluruh terhadap teks verbal dan nirverbal (Kress dan Leeuwen, 2006:67). Pentingnya analisis multimodal diterapkan pada gestur guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas erat kaitannya dengan tingkat keberhasilan guru dalam mengajar di kelas. Hal ini sesuai dengan julukan guru, yaitu guru merupakan model atau teladan bagi para siswa.

Kress dan Leeuwen (2006:18) mengembangkan tiga komponen metafungsi Halliday (1974) sebagai sistem semiotik dalam suatu teks multimodal. Ketiga metafungsi tersebut yaitu: (1) komponen ideasional; (2) komponen interpersonal; (3) komponen tekstual.

Komponen ideasional adalah pemahaman dari pengalaman, yaitu: apa yang telah terjadi, termasuk apa yang di lakukan seseorang terhadap siapa, dimana, kapan, kenapa, dan bagaimana hubungan logika terjadi antara satu dengan yang lainnya, komponen interpersonal membahas hubungan sosial yaitu bagaimana berinteraksi, termasuk perasaan saling berbagi di antara mereka dan komponen tekstual membahas alur informasi.

Untuk dapat memaparkan bagaimana hubungan sosial antara guru dan siswa, yaitu bagaimana mereka berinteraksi, dan bagaimana pesan disampaikan dan diterima pada saat guru mengajar di dalam kelas, maka penelitian ini hanya fokus kepada analisis interpersonal yang dititikberatkan pada analisis verbal yang dilakukan untuk menganalisis bagaimana fungsi ujaran yang digunakan guru-guru dalam kegiatan pembelajaran di Sekolah Menengah Atas Negeri (Selanjutnya disingkat menjadi SMA N) 1 Kutalimbaru, sedangkan analisis nirverbal pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana gestur guru dalam

(24)

kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru.

Penelitian tentang gestur guru mengajar di dalam kelas ini dilakukan di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang dan alasan masih banyak terdapat guru yang mengajar di sekolah tersebut tidak menyesuaikan gestur dengan materi yang di ajarkan, sehingga banyak siswa yang tidak tertarik dengan materi yang di ajarkan .

Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa guru mengalami kesulitan dalam mengajar.

Sebagai contoh, aktifitas guru berikut tidak mendapatkan respek karena pengaruh gestur.

Seorang guru kimia menjelaskan materi dengan menggunakan slide power point di depan kelas, akan tetapi siswa kurang memperhatikan dan guru terlihat seperti berbicara sendiri.

Guru yang lain dengan mata pelajaran yang berbeda juga mengalami perlakuan demikian dari siswanya yakni ketika guru tersebut menulis di papan tulis, siswanya tidak memperhatikan.

Bahkan ada juga guru yang mengajar dengan melakukan praktek misalnya mata pelajaran olahraga, akan tetapi siswa tidak perduli dan melakukan aktifitasnya sendiri di dalam kelas.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyuningtias (2015). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui perhatian siswa pada aplikasi gestur guru pada pembelajaran pendidikan Agama Islam dan implementasi gestur guru sebagai upaya menumbuhkan perhatian siswa pada pembelajaran pendidikan agama Islam. Hasil penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa: perhatian siswa pada aplikasi gestur pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Ketintang Surabaya berjalan sangat baik dan antusias didalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari cara siswa memperhatikan penjelasan guru, menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari guru ataupun bertanya kepada guru tentang materi yang disampaikan oleh guru. Implementasi gestur sebagai upaya menumbuhkan perhatian siswa pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Ketintang Surabaya berjalan sesuai dengan teori. Dari gestur guru tersebut siswa dapat tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh guru dan siswa juga lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru.

(25)

Berdasarkan paparan di atas, peneliti melihat bahwa begitu pentingnya gestur guru dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas, karena ketika siswa menyukai seorang guru maka siswa tersebut akan menyukasi mata pelajaran yang di ampu oleh guru tersebut, sedangkan ketika siswa tidak menyukai seorang guru, maka siswa juga tidak akan tertarik dengan apa yang di ajarkannya. Oleh sebab itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gestur guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang dengan kajian multimodal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa bentuk gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang?

2. Bagaimana realisasi gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang?

3. Mengapa guru menggunakan gestur dan fungsi ujaran seperti itu dalam kegiatan pembelajaran?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan masalah penelitian di atas, tujuan penelitian ini :

1. Menganalisis bentuk gestur guru dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang

2. Menginterpretasikan realisasi bentuk gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang

(26)

3. Mengkaji konteks dan penyebab atau pemicu penggunaan gestur oleh guru.

1.4 Lingkup Kajian

Penelitian ini dibatasi hanya pada gestur guru yang baik dan gestur guru yang kurang baik serta melihat bagaimana komunikasi antara guru dan siswa melalui fungsi ujaran dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang berdasarkan kajian Multimodal.

1.5 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat teoretis dan praktis

1.5.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Sebagai sumber referensi ilmu pengetahuan tentang Multimodal

2. Memperkaya kajian linguistik pada umumnya dan Analisis Wacana Multimodal pada khususnya.

3. Diharapkan dapat memberikan masukan dan perkembangan bagi ilmu linguistik.

4. Dapat memberikan masukan dan perkembangan tentang teori semantik

5. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang gestur pada penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:

1. Sebagai peningkatan mutu pendidikan di sekolah khususnya dalam peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pengajar.

(27)

2. Sebagai bahan informasi tambahan dalam proses peningkatan kualitas dan profesi seorang guru ataupun calon guru sebagai pengajar.

3. Sebagai masukan tentang gestur guru yang sesuai dalam proses pelaksanaan belajar.

4. Sebagai pengembangan intelektual siswa tentang komunikasi gestur guru yang didalamnya mengdanung proses penyampaian pesan.

1.6 Klarifikasi Istilah

Pada penelitian ini digunakan istilah-istilah yang menyangkut atau berkaitan dengan gestur guru mengajar di dalam kelas. Klarifikasi istilah pada penelitian ini dimaksudkan agar ada persepsi yang sama mengenai istilah yang digunakan. Penggunaan istilah tersebut sesuai dengan konsep istilah pada bidang linguistik, istilah tersebut yaitu:

Gestur : Suatu bentuk komunikasi non-verbal dengan aksi tubuh yang terlihat mengkomunikasikan pesan-pesan tertentu, baik sebagai pengganti wicara atau bersamaan dan paralel dengan kata-kata. Gestur mengikutkan pergerakan dari tangan, wajah, atau bagian lain dari tubuh (Samovar, Porter, dan Edwin, 2005:91).

Multimodal : Cara orang berkomunikasi menggunakan modes yang berbeda pada saat bersamaan (Kress dan Leeuwen, 2006).

Fasial : Pesan yang disampaikan dengan menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu (Susan, 2008:48).

Gestural : Pesan yang disampaikan dengan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengomunikasikan berbagai makna (Jalaluddin, 2005:13).

(28)

Konteks : Bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna

Nirverbal : Sebuah rangkaian proses penyampaian informasi atau pesan kepada pihak lain dengan penggunaan media penggambaran yang hanya terbaca oleh indera penglihatan.

Psikologi : Ilmu terapan yang mempelajari tentang perilaku, fungsi mental, dan proses mental manusia melalui prosedur ilmiah

Postural : Pesan yang disampaikan dengan keseluruhan anggota badan.

Verbal : Bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral).

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengantar

Dalam bab ini dipaparkan teori yang menjadi landasan dalam menganalisis data dalam penelitian ini. Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Linguistik Fungsional Sistemik (selanjutnya disebut LFS) yang dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1992), dan para pakar LFS lainnya yang menulis teori ini dalam bahasa Indonesia oleh Saragih (2006) dan Sinar (2012).

Namun pada penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang multimodal yang merupakan bagian dari LFS, yaitu teori multimodal perspektif Kress dan Leeuwen (2006) yang digunakan untuk mengetahui bagaimana bentuk verbal dan nirverbal guru-guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 (Selanjutnya disebut SMA N 1) Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

Adapun analisis verbal pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana fungsi ujaran yang digunakan guru-guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang, sedangkan analisis nirverbal pada penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana gestur guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

Pada bagian berikutnya dipaparkan kerangka konseptual dan penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini, dimana penelitian-penelitian ini memberi kontribusi baik secara teoretis maupun metodologis.

(30)

2.2 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)

Teori Linguistik Fungsional Sistemik adalah salah satu aliran dalam disiplin ilmu linguistik yang memperkenalkan sistem fungsional dan teori sistemik yang dikembangkan oleh Halliday (1994). Teori LFS melingkupi fungsi, sistem, makna, semiotika sosial, dan konteks bahasa. Dengan kata lain, linguistik dan teori sistemik adalah dasar utama pengkajian bahasa.

Bahasa berkaitan dengan penggunaan interaksi sosial. Bahasa diorganisir sedemikian rupa untuk melaksanakan suatu fungsi interaksionis, yakni bagaimana ide-ide dalam wujud bahasa dapat dipahami oleh pihak lain dalam suatu lingkungan sosial (Sinar, 2012:19). Dalam menciptakan makna, Halliday (1994) menyatakan bahwa ada tiga komponen utama dalam menciptakan fungsi, yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual.

Komponen ideasional berhubungan dengan bagaimana penggunan bahasa memahami lingkungan sosial. Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa digunakan dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2012:20). Artinya semua pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi atau tujuan dalam berinteraksi. Halliday (1994) menyatakan bahwa ideasional, interpersonal, dan tekstual adalah metafungsi.

Sumber ideasional berhubungan dengan pemahaman dari pengalaman: apa yang telah terjadi, termasuk apa yang di lakukan seseorang terhadap siapa, dimana, kapan, kenapa, dan bagaimana hubungan logika terjadi antara satu dengan yang lainnya. Sumber interpersonal membahas hubungan sosial: bagaimana berinteraksi, termasuk perasaan saling berbagi di antara mereka dan sumber tekstual membahas alir

(31)

informasi: cara makna ideasional dan interpersonal disebarkan pada semiosis, termasuk interkoneksi antara aktivitas dan bahasa (tindakan, gambar, musik, dan lain- lain)

Ketiga metafungsi tersebut bekerja secara simultan untuk merealisasikan tugas yang diemban dalam suatu konteks penggunaan bahasa. Jika digambarkan, sistem kerja ketiga metafungsi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Konfigurasi Tiga Metafungsi yang dimodifikasikan oleh Martin (1992).

Ketiga metafungsi bahasa tersebut dapat diuraikan sebagai berikut, yaitu (1) Medan berdekatan dengan metafungsi ideasional. Medan, seperti yang disebutkan di atas, meliputi kejadian dan lingkungannya; (2) Metafungsi ideasional mengekspresikan makna pengalaman dan logikal; (3) Pelibat berdekatan dengan metafungsi interpersonal karena pelibat menggambarkan hubungan peran dan status sosial partisipan, metafungsi interpersonal mengekspresikan makna sosial: interaksional dan transaksional (Halliday, 1994).

(32)

2.3 Multimodal

Multimodal adalah semua interaksi yang menekankan bahwa semua sarana komunikasi memainkan peranan penting baik itu verbal maupun nirverbal, karena bahasa mengandung makna, konten atau isi yang informatif. Menurut O‟Halloran, Smith dan Podlasov (2009:32) multimodal termasuk analisis segala jenis komunikasi yang memiliki interaksi dua atau lebih sumber semiotik atau sarana komunikasi untuk mencapai fungsi komunikatif teks tersebut. Sedangkan menurut Kress dan Leeuwen (2006) multimodal adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada cara orang berkomunikasi menggunakan modus yang berbeda pada saat bersamaan (Kress dan Leeuwen, 2006).

Multimodal dapat juga dikatakan sebagai istilah teknis yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa pemaknaan yang dilakukan memanfaatkan beragam semiotik (Iedema, 2003:12). Sementara Chen (2010:17) memaknai multimodal sebagai pemahaman bagaimana sumber semiotik verbal dan nirverbal dapat digunakan untuk merealisasikan jenis dan tingkatan keterlibatan dialogis dalam sebuah teks.

Dalam konteks analisis teks, multimodal dapat dipahami sebagai sebuah prosedur analisis yang menggabungkan alat dan langkah analisis linguistik seperti LFS atau tata bahasa fungsional dengan alat analisis yang digunakan untuk memahami gestur bila teks yang dianalisis menggunakan dua mode, yaitu verbal dan nirverbal.

Kress dan Leeuwen (2006:57) menunjukkan bahwa semua teks bersifat multimodal seperti: ritme, intonasi, ekspresi wajah, gestur dan lain-lain merupakan multimodal yang menyertai bahasa lisan dan tertulis. Bahasa selalu merupakan komposisi nirverbal dari sebuah tanda. Kress dan Leeuwen (2006:57) berpendapat bahwa sebagian besar pekerjaan

(33)

yang dilakukan dalam menganalisis wacana telah berfokus pada teks verbal atau pada bagian verbal teks multimodal. Dengan teori multimodal Kress dan Leeuwen (2006:57) peneliti akan menganalisis struktur ujaran dan gestur yang digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran.

Kress dan Leeuwen (2006:199) juga menyatakan bahwa multimodal mencakup pada komunikasi verbal dan komunikasi nirverbal. Komunikasi verbal mendeskripsikan secara gramatikal makna nirverbal yang terletak pada sarana komunikasi. Setiap sarana memengaruhi makna secara sentral dan secara dominan dalam keseluruhan proses komunikasi baik bersarana fonik maupun grafik, yaitu ujaran, tulisan, gambar dan isyarat.

Komunikasi nirverbal mendeskripsikan secara gramatikal makna melalui tubuh, gerakan dan interaksi dengan objek yang disebut gestur. Misalnya teks yang terdiri dari tulisan dan gerakan. Si stem makna multimodal yang dibentuk secara verbal yang dapat merepresentasikan berbagai pengalaman-pengalaman sosial. Sistem makna nirverbal merupakan sistem semiotik lain yang secara independen ataupun bersama-sama dengan bahasa verbal menciptakan kebudayaan (Kress dan Leeuwen, 2006:15).

2.3.1 Komunikasi Verbal

Kress dan Leeuwen (2006:35) menyatakan bahwa komunikasi verbal adalah kemampuan dan kepekaan seseorang dalam menyusun kata, menggunakan kata secara efektif, baik secara oral maupun tertulis. Komunikasi verbal mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintaks atau struktur bahasa, fonologi, semantik bahasa, serta dimensi pragmatik. Bahasa verbal menempati porsi besar dalam berkomunikasi karena pada kenyataannya ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal

(34)

daripada nirverbal. Penggunaan komunikasi secara verbal bertujuan untuk lebih memudahkan komunikator dan komunikan memahami pesan-pesan yang disampaikan. Pada penelitian ini, komunikasi verbal merujuk pada fitur–fitur ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan bahasa tulis merujuk pada kriteria kalimat (Kress dan Leeuwen, 2006)

Kalimat dan ujaran merupakan produk bahasa yang paling umum. Dalam suatu tindak komunikasi terjadi suatu proses dalam memahami suatu ujaran. Dalam memahami ujaran, maka perlu ada hubungan antara pengetahuan dan tindakan dalam memahami ucapan berdasarkan wacana yang disampaikan atau diucapkan.

Brown dan Yule (1996:18) menyatakan bahwa suatu ujaran dapat mengilustrasikan fitur linguistik tertentu yang memiliki arti, bersosialisasi, dan berterima. Suatu wancana selalu melibatkan lingkungan, situasi atau konteks dalam penggunaan bahasa. Terkait dengan bahasa yang mengandung konteks dalam linguistik dikenal dengan ilmu pragmatik. Pada penelitian ini, analisis komunikasi verbal ditititkberatkan pada fungsi ujaran yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu: (1) fungsi ujaran pernyataan (FUP1), (2) fungsi ujaran pertanyaan (FUP2), (3) fungsi ujaran perintah (FUP3), dan (4) fungsi ujaran tawaran (FUT).

2.3.1.1 Ujaran Pernyataan

Ujaran pernyataan merupakan ujaran yang isinya berfungsi untuk memberitakan suatu peristiwa pada lawan bicara atau orang lain. Hal yang diberitakan umumnya berupa pengumuman tentang peristiwa atau kejadian.

Saragih (2006:57) menyatakan bahwa ujaran pernyataan lazimnya di realisasikan oleh intonasi atau suara datar di akhiri oleh tanda titik (.). Bentuk pernyataan ini sering disebut

(35)

bentuk kalimat berita atau kalimat deklaratif. Ujaran pernyataan menurut fungsinya memberitahu sesuatu kepada orang lain, sehingga tanggapan yang diharapkan hanyalah berupa perhatian (Rohmadi, 2004:41).

Ujaran pernyataan yang digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran sebenarnya hanya untuk menyampaikan sebuah informasi kepada siswa mengenai mata pelajaran dan tidak memberikan efek bagi siswa. Pernyataan tidak perlu mendapat respon, karena pernyataan merupakan berupa pola intonasi berita dan di dalamnya tidak ada kata-kata tanya, ajakan, persilahan, dan larangan. Ujaran pernyataan sering juga disebut sebagai The Act of Saying Someting, misalnya pada kalimat :

(1) Dia bisa membentuk ikatan rangkap tiga, dan (2) Jadi di kelas satu kita sudah mempelajari valensi.

Kedua ujaran di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa kecenderungan untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Ujaran pernyataan merupakan tindakan yang paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian ujaran pernyataan tanpa memperhitungkan konteks tuturannya.

Ujaran pernyataan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karena dianggap paling sederhana dan cukup mempunyai satu subjek dan predikat yang biasanya diakhiri dengan tanda titik (Chaer, 2004:89). Adapun ciri-ciri format yang membedakan ujaran pernyataan dengan ujaran lainnya, yaitu:

1. Intonasinya bersifat netral, tidak ada bagian yang dipentingkan dari yang lain.

2. Suatu bagian ujaran pernyataan yang dapat dijadikan inti pembicaraan.

(36)

2.3.1.2 Ujaran Pertanyaan

Di dalam berkomunikasi, kebutuhan penutur bukanlah semata-mata untuk menyampaikan proposisi dan informasi saja. Dengan komunikasi, penutur juga dapat melakukan suatu tindakan. Salah satu tindakan yang penting adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah fungsi direktif, yakni ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek yang dilakukan oleh petutur (Searle, 1985:67). Dalam menyatakan tindak direktif, penutur dapat menggunakan strategi yang berbentuk pertanyaan.

Sebagai salah satu unsur pembentuk kegiatan interaksi, pertanyaan memiliki bentuk dan fungsi yang sangat beragam. Bahasan berikut akan difokuskan pada bentuk dan fungsi ujaran pertanyaan yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran. Alisyahbana (1996:51) membedakan ujaran pertanyaan menjadi 3 macam, yaitu kalimat tanya yang dibentuk dengan menggunakan (1) intonasi tanya, (2) kata tanya, dan (3) akhiran tanya –kah. Satu bentuk pertanyaan yang lain, yakni kalimat tanya yang sama dengan perintah, sebagai alat interaksi, dan pertanyaan yang menyerupai seruan. Pembagian ini didasarkan pada pusat perhatiannya.

Dengan menggunakan sudut pandang sintaksis, semantis, dan model yang mengikutinya, ujaran pertanyaan dibedakan menjadi dua macam, yakni pertanyaan ya-tidak dan pertanyaan selain ya-tidak. Pertanyaan ya-tidak merupakan pertanyaan yang jawabnya ya, tidak, atau bukan. Sedangkan pertanyaan selain ya-tidak yaitu pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang berupa penjelasan (Bloom, 1956:48).

DeGarmo (1972:89) mengemukakan bahwa ujaran pertanyaan berfungsi sebagai perangsang berpikir dan pendorong lahirnya suatu tindakan. Dalam kegiatan interaksi, ujaran pertanyaan berfungsi sebagai alat untuk menciptakan dan mengembangkan interaksi. Allen (1978) mengemukakan adanya empat fungsi ujaran pertanyaan, yakni meminta informasi, meminta izin, meminta keberterimaan, atau meminta konfirmasi.

(37)

Ujaran pertanyaan berfungsi untuk menanyakan sesuatu kepada mitra tutur. Dalam bahasa lisan, ujaran pertanyaan ditandai dengan intonasi naik, sedangkan dalam bahasa tulis, ujaran ini ditandai dengan tanda tanya (?) di akhir kalimat (Dubois 1973:14).

2.3.1.3 Ujaran Perintah

Saragih (2006:66) menyatakan bahwa ujaran perintah adalah ujaran yang menggunakan ujaran dengan suara meninggi pada awal kalimat dan diakhiri dengan tanda seru (!). Secara struktural dan kontekstual, sebuah ujaran dianggap sebagai perintah jika penutur menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu (Alwi, dkk. 2003:353). Ujaran dalam tuturan yang digunakan mudah dimengerti karena langsung pada tujuan ujaran itu digunakan. Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis ujaran perintah yang dipakai untuk menyiratkan tentang langkah-langkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Dalam memahami fungsi ujarannya, guru harus melibatkan pula konteks ketika ujaran itu disampaikan. Sama dengan fungsi menyuruh atau memerintah yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan, fungsi ujaran perintah atau memerintah dalam pertanyaan ini hanya dapat dipahami oleh petutur apabila memerhatikan konteks ketika ujaran itu diucapkan.

Searle (1985:34) menegaskan bahwa satu fungsi dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk ujaran. Fungsi menyuruh dalam bentuk pertanyaan merupakan tindak bahasa tak langsung dan jarak tempuh (derajat ilokusi) ujaran itu untuk dipahami lebih panjang dibandingkan dengan fungsi menyuruh yang diungkapkan dalam bentuk ujaran dalam bentuk ujaran perintah.

Alisyahbana (1996:9) mengartikan ujaran perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak, meminta, agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan di dalam perintah. Berdasarkan maknanya, yang dimaksud

(38)

dengan memerintah adalah memberitahukan kepada mitra tutur bahwa si penutur menghendaki orang yang diajak bertutur itu melakukan apa yang diberitahukannya.

Keraf (2010:13) banyak menjelaskan tentang ujaran perintah. Keraf (2010) mendefinisikan ujaran perintah sebagai ujaran yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan sesuatu seperti yang diinginkan orang yang memerintah itu.

Dubois (1973:14) mendefiniskan ujaran perintah sebagai berikut kalimat yang mengandung maksud memerintah, menasehati, permintaan, dan harapan. Ujaran perintah dikonjugasikan dalam modus imperatif kala kini yang diakhiri dengan tanda titik (.) dan atau tanda seru (!).

2.3.2 Komunikasi Nirverbal

Komunikasi nirverbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat bukan kata- kata. Menurut Samovar, Porter dan Edwin (2005:72), komunikasi nirverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu pengaturan komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi nirverbal adalah komunikasi yang keluar dari diri seseorang karena adanya rangsangan pada saat berkomunikasi, meskipun tanpa bersuara (komunikasi verbal) yang mempunyai arti atau maksud tersendiri. Dan biasanya komunikasi nirverbal selalu diiringi oleh komunikasi verbal (komunikasi yang menggunakan kata- kata) untuk memberikan dukungan atau penguat pada saat berkomunikasi.

2.3.2.1 Gestur

Gestur adalah suatu bentuk komunikasi nirverbal dengan aksi tubuh yang terlihat

(39)

mengomunikasikan pesan-pesan tertentu. Gestur mengikutkan pergerakan dari tangan, wajah, atau bagian lain dari tubuh. Gestur berbeda dengan komunikasi fisik nirverbal yang tidak mengomunikasikan pesan tertentu, seperti tampilan ekspresif, proksemik, atau memperlihatkan atensi bergabung (Kress dan Leeuwen, 2006).

Gestur dalam sistem multimodal berisikan aspek pergerakan, kecepatan, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh (Anstey dan Bull, 2010:1). Pergerakan dan kecepatan menunjukkan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengomunikasikan berbagai makna. Menurut (Galloway, 2004: 28) pesan ini berfungsi untuk mengungkapkan:

a) mendorong/membatasi, b) menyesuaikan/ mempertentangkan, c) responsif/ tak responsif, d) perasaan positif/negatif, e) memperhatikan/tidak memperhatikan, f) melancarkan/ tidak reseptif, g) menyetujui/menolak.

Menurut Leathers (1976) gestur dapat mengomunikasikan penilaian terhadap ekspresi senang dan tak senang seseorang, yang menunjukkan komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk. Selain itu dapat mengomunikasikan intesitas keterlibatan dalam suatu situasi. Ditambah pula untuk mengomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri dan mengomunikasian adanya atau kurang pengertian.

2.3.2.1.1 Jenis–Jenis Gestur

Menurut Kress dan Leewen (2006:287), ada beberapa bentuk pesan nirverbal yaitu :

a. Pesan Fasial

Komunikasi melalui pesan fasial merupakan bentuk komunikasi nirverbal yang paling jelas tapi juga merupakan bentuk komunikasi yang paling membingungkan karena memberikan bermacam-macam arti melalui gerakan anggota tubuh.

Ekspresi wajah sering disebut pesan fasial yang meliputi wajah, kontak mata, gerak kening, alis, mulut dan lain-lain. Ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain, seseorang

(40)

paling sering melihat wajah. Pada wajah terdapat kurang lebih sembilan puluh syaraf yang dapat menyampaikan pesan. Sedikit perubahan dapat saja mengubah arti dari pesan yang ingin disampaikan. Alis dan kening juga menambah makna pesan dari terkejut sampai dengan marah. Mulut, ketika tidak berbicara dapat membentuk sudut turun atau sudut naik yang membentuk sebuah senyuman (Kress dan Leewen, 2006:287).

Kontak mata adalah saluran yang penting dari komunikasi interpersonal, yang membantu dalam mengalirkan komunikasi dan juga menunjukkan minat pada seseorang.

Lebih lanjut, kontak mata antara pembicara dengan penerima pesan dapat meningkatkan kredibilitas pembicara. Pembicara yang dapat mengadakan kontak mata dengan baik dapat membuka alur komunikasi dan menunjukkan minat, perhatian, kehangatan, dan kredibilitasnya (Kress dan Leewen, 2006:287).

Dalam bahasa tubuh, wajah adalah bagian yang paling ekspresif, dalam setiap interaksi wajah merupakan hal pertama yang akan dirujuk secara alami, karena pada saat interaksi cenderung memandang wajah lawan bicara. Kata-kata yang dikeluarkan dipertegas oleh ekspresi wajah karena memberikan lebih banyak isyarat daripada melalui bagian tubuh yang lain, sesuatu yang memang harus diharapkan.

Ekspresi atau mimik wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengalami ekspresi wajah tertentu secara sengaja, tapi umumnya ekspresi wajah dialami secara tidak sengaja akibat perasaan atau emosi manusia tersebut. Biasanya amat sulit menyembunyikan perasaan atau emosi dari wajah, walaupun banyak orang yang merasa amat ingin melakukannya (Birdwhistell, 1970:16).

Banyak penelitian yang telah dilakukan terkait dengan wajah seperti penelitian Darwin (1872) menyatakan bahwa “the additional role of gestures in early language development concentrates more on vocal or linguistic characters and humans use their voices to speak

(41)

because using their hands will make it troublesome ”.Darwin (1872) merupakan tokoh yang pertama sekali menyorot pentingnya mempelajari ekspresi wajah dan berbagai emosi yang ditunjukkan melalui wajah . Secara umum, telah diterima oleh semua budaya, dan terdapat enam jenis emosi yang mudah untuk diidentifikasi: a) kebahagiaan, b) kesedihan, c) keterkejutan, d) muak, e) rasa takut, f) marah.

Dok: Elsa

Gambar 2.2 Pesan Fasial yang digunakan oleh Guru Mata Pelajaran Kimia.

Pada gambar 2.2 di atas, guru terlihat tidak bersemangat dalam mengajar di dalam kelas, sehingga pesan fasial pada gambar ini adalah raut wajah guru yang menunjukkan tidak bersemangat dalam mengajar.

b. Pesan Postural

Komunikasi yang disampaikan melalui pesan postural adalah bagaimana sikap tubuh seseorang pada saat berkomunikasi. Sikap tubuh yang terbuka dan memerlukan ruang yang besar dapat mengindikasikan kenyamanan dan dominasi, sebaliknya sikap tubuh tertentu membuat seseorang terlihat kecil dan mengindikasikan inferioritas (Anstey dan Bull, 2010).

Dalam pesan postural mengomunikasikan sejumlah pesan yang terlihat dari cara

(42)

berjalan, berbicara, berdiri, dan duduk. Contoh seseorang berdiri tegak tapi tidak kaku dan sedikit condong ke depan menyatakan kepada orang lain bahwa dia dapat didekati, menerima dan ramah. Lebih jauh, kedekatan interpersonal tercipta ketika kita tercipta interaksi.

Berbicara dengan membalikkan punggung atau melihat ke lantai atau atap seharusnya dihindari karena menyatakan ketidaktertarikan terhadap lawan bicara

Ekman (1965:110) menyatakan bahwa terdapat tiga identifikasi tipe postural, yaitu: 1) Aksi tubuh; Gerakan yang terobservasi dengan awal dan akhir yang jelas, 2) Posisi tubuh;

ketiadaan gerak pada waktu-waktu yang jelas pada semua bagian tubuh, dan 3) Tipe tubuh;

tinggi badan, berat badan, dan kekuatan tubuh. Untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan komunikasi non verbal di antaranya adalah:

1) Gunakan sinyal yang cocok dengan kata-kata yang diucapkan. Komunikasi nonverbal seharusnya mendukung apa yang akan dikatakan seseorang, bukan melawannya. Jika seseorang mengatakan sesuatu, namun bahasa tubuhnya mengatakan sebaliknya, bisa jadi lawan bicaranya akan bingung atau merasa kalau orang tersebut adalah orang yang tidak sopan.

2) Arahkan pesan nonverbal pada konteks yang sedang dialami. Misalnya, nada suara ketika berbicara dengan anak kecil pasti berbeda dengan nada suara ketika berbicara dengan sekumpulan orang dewasa. Mudahnya, masuklah ke dalam background emosional orang yang sedang diajak bicara.

3) Gunakan bahasa tubuh untuk menyampaikan pesan positif. Meskipun sedang tidak merasakannya. Contoh: Jika seseorang sedang merasa gelisah mungkin karena job interview, presentasi, atau kencan, gunakan bahasa tubuh yang positif untuk menyampaikan untuk menyatakan rasa percaya diri meskipun sebenarnya tidak merasa percaya diri.

(43)

Dok: Elsa

Gambar 2.3 Pesan Postural yang digunakan oleh Guru Mata Pelajaran Olahraga.

c. Pesan Gestural

Pesan gestural ialah pesan yang menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengomunikasikan berbagai makna (Galloway, 2004:13).

Dalam penelitian ini, pesan gestural digunakan untuk mendorong guru untuk selalu melakukan gerakan-gerakan tubuh dan menyesuaikan gestur dengan materi yang di ajarkan.

Dok: Elsa

(44)

Gambar 2.4 Pesan Gestural yang digunakan oleh Guru mata pelajaran Olahraga.

Pada gambar 2.4 di atas, pesan gestural dapat tersampaikan dengan menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti tangan dan kaki untuk menyampaikan bagaimana cara menahan serangan lawan. Guru pada gambar ini selalu melakukan gerakan-gerakan tubuh dan menyesuaikan gestur dengan materi yang di ajarkan. Pada gambar di atas guru memberikan ujaran pernyataan yaitu karate ini biasanya adalah gerakan tangan.

2.4 Pengertian Guru

Secara etimologis, istilah guru berasal dari bahasa India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. Pengertian guru kemudian semakin luas, tidak hanya terbatas dalam konteks keilmuan yang bersifat kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik jasmaniah, seperti guru tari, guru olahraga, dan guru musik. Semua kecerdasan itu pada hakikatnya juga menjadi bagian dari kecerdasan ganda sebagaimana dijelaskan oleh pakar psikologi terkenal Garner (2010:115).

Dari aspek lain, beberapa pakar pendidikan telah mencoba merumuskan pengertian guru dengan definisi tertentu. Menurut Poerwadarminta (1996:15), guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan definisi ini, guru disamakan dengan pengajar. Dengan demikian, pengertian guru ini hanya menyebutkan satu sisi saja, yaitu sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian guru sebagai pendidik dan pelatih.

Purwanto (2012:11-12) menyatakan bahwa guru ialah orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di dalam lingkungan sekolah yang memiliki peran dan fungsi, yaitu : (1) guru sebagai pendidik; (2) guru sebagai pengajar; (2) guru sebagai pembimbing; (2) guru sebagai pemimpin; (2) guru sebagai pengelola pembelajaran; (2) guru sebagai model dan teladan; (2) guru sebagai administrator; (2) guru sebagai penasehat; (2) guru sebagai

(45)

pembaharu; (2) guru sebagai pendorong kreatifitas; (2) guru sebagai emansipator; (2) guru sebagai evaluator; (2) guru sebagai kulminator

2.5 Kurikulum

Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, dalam pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip (Kemdikbud, 2014) sebagai berikut:

1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu;

2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;

3. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah;

4. Pembelajaran berbasis kompetensi;

5. Pembelajaran terpadu;

6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi;

7. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;

8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills;

9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;

10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);

11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;

(46)

12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran;

13. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik;

14. Suasana belajar menyenangkan dan menantang.

Pembelajaran kurikulum 2013 ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia (Permendikbud, 2014).

Berdasarkan uraian di atas maka konsep pembelajaran kurikulum 2013 dapat disimpulkan sebagai proses pengembangan peserta didik menjadi pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat.

(47)

2.6 Kerangka Konseptual Penelitian

Adapun kerangka konseptual penelitian ini di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Penelitian.

BENTUK, REALISASI, DAN PEMICU GESTUR , UJARAN, DAN KONTEKS GURU DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

DI SMA NEGERI 1 KUTALIMBARU KABUPATEN DELISERDANG.

MULTIMODAL

GESTUR LFS

FUNGSI UJARAN INTERPERSONAL

GESTUR DAN UJARAN

BENTUK GESTUR DAN UJARAN

PEMICU GESTUR DAN UJARAN

FASIAL POSTURAL GESTURAL

FAKTOR KURIKULUM 2013

FAKTOR BUDAYA

FAKTOR PSIKOLOGI

(48)

Pada gambar 2.5 dijelaskan kerangka konseptual yang dikemukakan pada penelitian ini, meliputi tahap-tahap, yaitu:

4. Menganalisis bentuk gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

a. Menganalisis Multimodal yang terdiri atas Gestur dan LFS khususnya bentuk interpersonal.

b. Menganalisis bentuk Gestur yang terdiri dari Fasial, postural dan Gestural dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

c. Menganalisis bentuk Gestur yang terdiri dari Fasial, postural dan Gestural dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

d. Menganalisis bentuk fungsi ujaran dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

5. Menginterpretasikan realisasi bentuk gestur dan ujaran guru dalam kegiatan pembelajaran di SMA N 1 Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang.

6. Mengkaji konteks dan penyebab atau pemicu penggunaan gestur oleh guru yaitu faktor kurikulum 2013, faktor budaya dan faktor psikologi.

2.7 Penelitian Relevan

Penelitian tentang multimodal dan gestur ini pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu:

Sinar (2012) membahas penggunaan bahasa atau wacana dengan memberi perhatian secara bervariasi, mulai dari menganalisis gramatikal, realisasi bunyi, intonasi, leksikal, struktur sintaksis, aspek semantik, konteks situasi, budaya, ideologi bahasa dan analisis visual multimodal. Dengan mengombinasikan analisis metafungsi bahasa;

fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi tekstual berdasarkan pada teori

(49)

Linguistik Sistemik Fungsional (LFS) konsep Halliday dan Hasan (1985) dengan analisis multimodal pada visual dari kedua teks iklan konsep Kress dan Leeuwen (2006) dan Cheong (2004).

Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis visual feminitas perempuan yang divisualisasikan dengan tubuh cantik mempesona dan seksi, begitu juga dengan maskulinitas laki-laki dengan tampilan tubuh kuat berotot. Sedangkan berdasarkan ideologi iklan cetak Marie dan L-Men yang merepresentasikan feminitas dan maskulinitas merupakan hasil konstruksi sosial budaya oleh masyarakat yang akhirnya mengakibatkan adanya bias dalam peran-peran sosial perempuan yang berbeda dengan laki- laki berdasarkan bahasa iklan cetak. Ungkapan klausa-klausa dalam iklan cetak sebagai teks dalam konteksnya berpotensi melahirkan nilai dan tatanan sosial masyarakat.

Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap penelitian yang dilakukan oleh peneliti, karena peneliti juga menggunakan teori yang sama, akan tetapi penelitian ini dibatasi hanya pada interpersonal saja yang fungsinya untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial antara guru dan siswa.

Rahmah (2015) mengaplikasikan analisis multimodal terhadap wacana budaya untuk menemukan makna yang diciptakan oleh komponen verbal dan visual yang mengacu pada konsep analisis semiotik sosial. Metodologi penelitian ini dirancang berdasarkan basis-data, basis-observasi dan penelitian deskriptif- qualitatif. Sumber data penelitian ini adalah teks-teks verbal dan visual yang diambil dari prosedur A Multimodal of Traditional Wedding Ceremony Dynamics of Deli Malay Ethnic Group in Medan (selanjutnya disingkat DMTWC) yang dilaksanakan dalam perkawinan adat Melayu Deli (Selanjutnya disebut MD). Hasil analisis transitivitas pada tiga belas langkah perkawinan adat Melayu Deli menunjukkan ada keterkaitan antara verbal dan visual yang diwakili dominasi proses: Material; partisipan: Gol dan sirkumstan: Lokasi/Tempat. Hasil

Gambar

Gambar 2.1  Konfigurasi Tiga Metafungsi yang dimodifikasikan   oleh Martin (1992).
Gambar 2.2 Pesan Fasial  yang digunakan oleh Guru Mata Pelajaran Kimia.
Gambar 2.3 Pesan Postural yang digunakan oleh Guru Mata Pelajaran Olahraga.
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih serta rasa syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, Sang Pemilik Hidup yang telah memberikan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat

Mengingat pelayanan SIM yang masih sangat dibutuhkan masyarakat/ Ditlantas Polda DIY yang bekerja sama dengan Satlantas Polres Bantul akan melaksanakan pelayanan

Dalam acara sipulung di Perrinyaneng sebagai ritual tahunan, maka keyakinan terhadap apa yang akan dilaksanakan dalam ritual itu, haruslah berlandaskan pada kejujuran pada Tuhan

Pembiayaan konsumtif digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seperti pembiayaan hunian syariah (pembelian

Persentase siswa yang mengalami miskonsepsi paling tinggi pada indikator yang membahas tentang memahami nilai dari berbagai bentuk logaritma dan mampu mengurutkan

Sepeda Motor Road Bike Sport/Standard adalah tipe sepeda motor berkopling dan memiliki jarak bodi dari tanah yang tinggi, sepeda motor tipe ini merupakan sepeda motor

V umur 25 tahun G2P1A0 di wilayah puskesmas kembaran secara komprehensif yaitu dari mulai kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan perencanaan KB, untuk

Data mengenai penguasaan konsep kesehatan reproduksi diperoleh dari tes tertulis dengan hasil menunjukkan bahwa penguasaan konsep kesehatan reproduksi pada responden