• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Virus Influenza A, B dan C"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Influenza A, B dan C

Virus influenza merupakan virus RNA memiliki amplop (envelope) yang termasuk anggota dari famili Orthomyxoviridae. Genomnya terdiri dari negative single strand RNA. Virus ini terdiri atas tiga tipe yaitu A, B, dan C. Virus Influenza tipe A dan B memiliki 8 segmen RNA, tetapi virus influenza tipe C hanya memiliki 7 segmen (Murphy et al. 1999) (Gambar 1).

Gambar 1 Virus influenza tipe A, B dan C

Virus influenza A merupakan virus yang menyebar luas dan menginfeksi banyak spesies hewan seperti babi, kuda, kucing, harimau, macan tutul, mamalia laut serta jenis unggas; dan termasuk manusia. Virus tipe A dibagi atas beberapa subtipe yang disusun berdasarkan dua (2) jenis glikoprotein pada permukaannya. Protein ini disebut Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA) (Lipatov et al. 2004; Murphy et al. 1999).

Terdapat 16 subtipe HA (Fouchier et al. 2005) dan 9 sub tipe NA, dan berbagai kombinasi dari kedua jenis protein ini dapat ditemukan. Hanya beberapa Virus Influenza tipe A yang umumnya saat ini menyerang manusia, yaitu H1N1, H1N2, dan H3N2. Sedangkan beberapa sub tipe umumnya terdapat pada hewan,

(2)

misalnya H7N7 dan H3N8 yang menyebabkan penyakit flu pada kuda (Murphy et al. 1999).

Virus Influenza tipe B umumnya ditemukan di manusia. namun, infeksi virus influenza B baru-baru ini ditemukan pada anjing laut. Tidak seperti Virus tipe A, Virus ini tidak diklasifikasi berdasar subtipe. Virus influenza tipe B belum memberikan susunan HA dan NA yang sama dan merupakan populasi minor pada peredaran virus influenza pada manusia. Virus Influenza tipe C secara umum hanya menyebabkan gangguan sedang pada saluran pernafasan manusia dan tidak menyebabkan epidemi atau pandemi. Virus influenza tipe C tidak memiliki protein permukaan HA dan NA seperti yang dimiliki oleh virus influenza A dan B akan tetapi kedua segmen tersebut digantikan oleh glikoprotein tunggal yang disebut dengan haemagglutinin-esterase-fusion (HEF) (Sturm-Ramirez et al. 2004).

Antigen permukaan yang dimiliki virus influenza tersebut dapat berubah secara periodik yang lebih dikenal dengan istilah antigenic drift dan antigenic shift. Antigenic drift merupakan perubahan secara periodik yang terjadi akibat mutasi genetik struktur protein permukaan virus sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut (Munch et al. 2001). Antigenic shift merupakan perubahan genetik virus yang memungkinkan munculnya strain baru dan kemampuan virus untuk menginfeksi secara lintas spesies (Gambar 2 dan 3) (Murphy et al. 1999). Munculnya strain baru virus pada populasi manusia terjadi melalui transmisi dari spesies hewan terutama burung, melalui host intermedier seperti babi. Strain virus influenza manusia hanya dapat menginfeksi manusia dan strain virus influenza unggas juga hanya mampu menginfeksi unggas, babi dapat terinfeksi oleh kedua tipe virus influenza tersebut dan berperan sebagai “mixing vessel” untuk transmisi virus strain unggas ke manusia (Webster et al. 1992). Menurut Dharmayanti et al. (2004), strain virus influenza manusia dapat berasal dari unggas setelah berevolusi pada hospes mamalia perantara. Pada mamalia perantara ini, terjadi reassortment (antigenic shift) yang menyebabkan gen strain manusia digantikan gen alelik dari strain unggas atau sebaliknya (Whittaker 2005).

(3)

Gambar 2 Ilustrasi antigenic drift virus influenza (Anonim 2005).

(4)

Virus Avian Influenza

Avian Influenza atau “Fowl Plaque” dis ebabkan oleh virus influenza tipe A dengan diameter 90 sampai 120 nm (Murphy et al. 1999). Virus ini memiliki 8 segmen RNA negatif-sense yang menghasilkan 10 protein dengan fungsi yang berbeda. Kedelapan segmen genom tersebut berturut-turut menyandi protein polimerase B2 (PB2; segmen 1), polimerase B1 (PB1; segmen 2), polimerase A (PA; segmen 3), hemaglutinin (HA; segmen 4), nukleoprotein (NP; segmen 5), neuraminidase (NA; segmen 6), protein matriks (M1 dan M2; segemen 7) serta protein non struktural (NS1 dan NS2; seg men 8). Tabel 1 menunjukkan fungsi dari 10 protein yang dihasilkan oleh virus influenza A. Semua virus Influenza mempunyai komponen internal (PB1, PB2, PA, NP, M1 dan NS) yang serupa, tetapi komponen amplopnya sangat bervariasi (Whittaker 2005).

Tabel 1 Fungsi protein dari virus influenza A

PROTEIN FUNGSI

PB1 Transkrip tase

PB2 Endonuklease

PA Replikasi RNA virus ; aktivitas proteolitik

HA (Hemaglutinin) Attachment virus pada reseptor sel inang ; fusi amplop virus ; netralisasi virus berperantara antibodi NP (Nukleoprotein) Transport RNP virus dari sitoplasma ke inti ;

sintesis RNA virus full legth ; target bagi limfosit T sitotoksik

NA (Neurominidase) Enzim yang melepaskan ikatan v irus dengan reseptor sel inang; netralisasi virus berperantara antibodi M1 (Matrix 1) Berperan dalam proses budding ; mencegah RNP

virus kembali ke inti M2 (Matriks 2) Ion channel

NS1 (Non Struktural 1) Menghambat proses mRNA sel inang ; meningkatkan translasi RNA virus ; menghambat interferon pathways

NS 2 (Non struktural 2) Keluar dari inti

Virus AI dapat diklasifikasi ke dalam virus yang Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Pembagian ini berdasar bentuk genetik virus. Pada umumnya strain virus AI ada dalam bentuk LPAI dan umumnya menyebabkan gejala klinis ringan atau bahkan tidak

(5)

memperlihatkan gejala klinis. Angka kematian hewan yang terinfeksi virus LPAI sangat kecil bila tidak terjadi infeksi sekunder. Beberapa strain LPAI mampu bermutasi dibawah kondisi lapang menjadi virus HPAI. Virus HPAI bersifat sangat infeksius dan fatal pada unggas dan dapat menyebabkan kematian hingga 90 sampai 100% dalam waktu yang cepat dengan atau tanpa memperlihatkan gejala klinis, dan ketika ini terjadi, maka penyakit dapat menyebar dengan cepat antar flock (Swayne dan Suarez 2003).

Pada bulan April 1983 di Pennsylvania, USA terjadi wabah AI yang disebabkan oleh virus LPAI subtipe H5N2 dengan angka kematian antara 0 sampai 15%. Namun demikian pada bulan Oktober 1983 wabah tersebut menjadi HPAI dengan angka kematian sangat tinggi. Hasil tes laboratorium mengidentifikasi bahwa wabah tersebut disebabkan oleh virus HPAI, subtipe H5N2 sebagai hasil mutasi dari virus LPAI. Demikian juga wabah AI di Meksik o pada tahun 1994 diawali dengan LPAI, kemudian mutasi menjadi HPAI yang menimbulkan angka kematian tinggi dan disebabkan oleh virus AI subtipe H5N2 (Li 2005 ). Dengan demikian potensi terjadinya mutasi dari virus LPAI menjadi HPAI atau sebaliknya yang masih dalam satu subtipe sangat mungkin terjadi pada virus AI.

Unggas yang menderita AI dapat mengeluarkan virus dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 0C dan lebih dari 30 hari dalam suhu 30 0C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada pemanasan 60 0C selama 30 menit (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Prevalensi Avian Influenza

Prevalensi subtipe virus AI pada unggas bervariasi tergantung umur, musim dan spesies . Umur merupakan faktor utama penentu infeksi oleh virus AI. Prevalensi infeksi virus AI lebih tinggi terjadi pada unggas usia muda dari pada unggas dewasa terutama pada musim panas dan semi (Weaver 2005).

Survei pada pasar ternak di Hongkong pada bulan Desember 1997 menggambarkan virus AI H5N1 sudah menyebar luas terutama pada ayam (19.5%), itik (2.4%) dan angsa (2.5%). Virus AI subtipe H5 ditemukan pada

(6)

2.4% dari sampel, H9 0.9%, dan virus AI selain H5 dan H9 sebanyak 2.7% (Shortridge 1997). Pada pasar ternak di Nanchang, Cina pada tahun 2000 menunjukkan virus AI ditemukan hanya pada 1% dari 6360 sampel, virus paling banyak dijumpai pada itik (1.3%), ayam (1.2%), puyuh (0.8%) dan merpati (0.5%) (Liu et al. 2003).

Penelitian tentang keb eradaan virus AI pada itik di Maryland Amerika Serikat tahun 1998 menunjukkan bahwa virus hanya dapat ditemukan pada itik pada periode yang sangat singkat yaitu dari pertengahan Juli sampai akhir Agustus. Subtipe virus yang diisolasi adalah H2, H3, H6, H9, dan H12 sebanyak 13.9% dari 209 sampel usap klo aka (Slemonts et al. 2003). Prevalensi virus HPAI H5 (0.4%), H7 (0.7%) dan H9 (0.4%) lebih kecil jika dibandingkan dengan virus H3, H4, dan H6 yang mencapai 63.8% (Weaver 2005).

Phuong (2005) berhasil mengisolasi virus AI subtipe H12 dari 587 usap kloaka yang berasal dari pasar unggas di Propinsi Thai binh, Vietnam. Namun keberadaan antibodi terhadap H5, H3 dan H12 ditemukan dengan prevalensi yang tinggi. Prevalensi antibodi terhadap H5 paling tinggi dijumpai pada itik yang mencapai 77.63%.

Avian Influenza di Propinsi Lampung

Kasus AI pertama di Propinsi Lampung ditemukan pada bulan September 2003 di Kabupaten Tulang Bawang. Kasus menyebar ke kabupaten/kotamadya lainnya dan menyebabkan kematian 977 718 ekor unggas. Pada tahun 2004 kasus AI sudah ditemukan di 9 kabupaten/kotamadya (kecuali Way kanan) dan menyebabkan 1 853 218 ekor unggas mati. Pada tahun 2005 dilakukan pemeriksaan terhadap 4 013 sampel dengan hasil 46 sampel positif AI (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung 2006). Populasi unggas di Propinsi Lampung mencapai 40 juta ekor yang terdiri dari ayam ras pedaging (24 902 989 ekor), ayam buras (12 777 348 ekor), ayam ras petelur (1 653 219 ekor), dan itik (648 805) (Direktorat Jenderal Peternakan 2006). Program vaksinasi AI di Propinsi Lampung sampai dengan bulan Juni 2005 telah merealisasikan 4 132 000 dosis vaksin di 10 kabupaten/kota. Hasil pemeriksaan terhadap 234 serum babi di kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang pada

(7)

bulan Mei 2005 menunjukkan hasil yang negatif terhadap virus AI (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung 2006).

Virus Avian Influenza pada Unggas Air

Unggas air terutama yan g termasuk dalam orde Anseriformis (bebek dan angsa) dan Caridiformis (burung camar dan burung-burung pantai) merupakan inang alami dari semua subtipe virus influenza A. Beberapa spesies unggas domestik seperti ayam, kalkun, puyuh dan merak rentan terhadap infeksi dari virus Avian Influenza. Virus Influenza A biasanya tidak menimbulkan penyakit pada inang alami, dimana pada hewan tersebut virus berada dalam keadaan seimbang dan tidak menimbulkan penyakit (Webster 1992; Fouchier 2003). Virus bereplikasi di gastrointestinal itik, sehingga shedding virus bersama feses ditransmisikan ke unggas atau mamalia lain melalui fecal-oral (Sturm-Ramirez et al. 2004). Secara periodik virus influenza disebarkan ke inang lain, termasuk mamalia, dan menyebabkan infeksi yang sifatnya sementara dan kadang-kadang menimbulkan kematian. Jarang sekali, virus influenza ditularkan ke spesies lain dan menimbulkan infeksi terus-menerus yang permanen pada inang tersebut. Namun demikian, infeksi permanen dari virus influenza dapat terjadi pada manusia, babi, kuda dan unggas domestik (Nguyen et al. 2005).

Virus H5N1 pertama kali di deteksi pada unggas air di Hongkong pada November 2002, yang menyebabkan kematian pada angsa (Sturm-Ramirez et al. 2004). Namun HPAI H5N1 juga dapat diisolasi dari itik yang sehat di Cin a dari tahun 1999 sampai 2002 (Chen et al. 2004). Penelitian menunjukkan bahwa 15% itik dan 2% angsa merupakan reservoir virus AI, selain unggas air, burung liar juga dilaporkan sebagai reservoir virus AI (Khawaja et al. 2005).

Itik dianggap sebagai sumber virus H5N1 pada outbreak di Cina tahun 2000-2004 (Li et al. 2004). Outbreak H5N1 di Hongkong tahun 2001 juga berasal dari reservoir itik dan angsa yang mengalami reassortment dengan virus AI lainnya sehingga muncul virus yang bersifat patogen pada unggas darat (Sturm-Ramirez et al. 2004). Strain patogenik H5N1 hanya menyebabkan gejala klinis ringan pada itik, tetapi secara “silently” dapat mempropagasi virus pada unggas lain (Sturm-Ramirez et al. 2005).

(8)

Pada bulan Mei 2001, virus Avian Influenza diisolasi dari daging itik yang diimport oleh Korea Selatan dari Cina. Berdasarkan analis a filogeni pada gen HA-nya menunjukkan bahwa virus tersebut satu cluster dengan H5 Goose/Guandong/1/96 dan memiliki urutan basa yang identik pada HA cleavage site-nya dengan virus yang diisolasi pada manusia di Hong Kong tahun 1997 (Tumpey et al. 2002). Itik yang terinfeksi oleh virus AI biasanya akan mengeluarkan virus dalam jumlah besar pada feses, sekresi hidung, dan salivanya. Shedding virus terjadi dalam 2 minggu post infeksi. Puncak shedding biasanya terjadi sesudah hari ke-3 post infeksi (WHO 2006). Dari beberapa isolat virus H5N1 yang diinokulasi pada itik, walaupun itik tidak menunjukkan gejala klinis namun virus dapat dideteksi pada paru-paru pada hari ke-2 dan ke-4 post infeksi, usap kloaka (sesudah hari ke 5 post infeksi) dan usap orofaring pada hari ke 2 post infeksi. Isolat DK/Anyang /AVL-1/01 dapat juga did eteksi pada otot dan otak itik (Tumpey et al. 2002).

Faktor Virulensi Virus AI

Faktor virulen virus AI yang paling berperan adalah hemaglutinin (HA) yang tersusun dari 560 asam amino. Asam amino yang menyusun regio cleavage site sangat menentukan keganasan virus ini. Virus HPAI memiliki multi basic amino acid (arginin dan lisin) pada cleavage site-nya sedangkan virus avirulen hanya memiliki arginin tunggal (Whittaker 2005; Capua et al. 2004).

Proses cleavage virus dipengaruhi oleh keberadaan enzim protease. Pada virus LPAI, proses cleavage hanya terbatas pada keberadaan enzim protease ekstraseluler seperti trypsin -like enzyme (saluran pernafasan dan saluran pencernaan). Sedangkan proses cleavage virus HPAI dapat dipicu oleh keberadaan enzim protease yang tidak spesifik seperti furin yang terdapat di apparatus golgi pada semua sel. Hal ini menyebabkan cleavage site dari virus HPAI dapat mengalami proses proteolitik yang tidak terbatas dan menyebabkan infeksi sistemik yang fatal pad a hewan yang rentan (Whittaker 2005).

(9)

Perjalanan Virus Influenza Intraseluler

Tipe sel target dari virus influenza adalah sel-sel pada lapisan epitel mukosa saluran pernafasan, yang merupakan epitel yang terpolarisasi (memiliki permukaan apikal dan basoleteral). Virus yang terhirup dari udara akan masuk sel epitel saluran pernafasan dari permukaan apikal. Setelah bereplikasi pada sel virus dapat dikeluarkan melalui permukaan apikal sel, hal ini yang dapat menyebabkan penyebaran virus ke individu lain. Namun virus juga dapat menembus permukaan basolateral sel dan menyebabkan penyebaran secara sistemik dari sel ke sel (Whittaker 2005).

Pada saat viru s masuk ke tubuh inang, virus mengawali perlekatannya ke reseptor pada permukaan sel. Virus influenza pada manusia akan melekat pada bagian yang mengandung 5-N-acetyl neurominic acid (asam sialik) pada permukaan sel inang, namun pada babi dan kuda N-glycolyl neurominic acid dapat digunakan. Beberapa virus lebih menyukai menempel pada terminal asam sialik yang berisi α-(2,6), dan yang lainnya lebih menyukai melekat pada asam sialik α-(2,3) (Chu dan Whittaker 2004). Spesifisitas perlekatan reseptor berhubungan dengan asam amino spesifik pada posisi 226 pada HA. HA yang memiliki leusin pada posisi 226 secara selektif melekat ke α-(2,6) asam sialik, dan terjadi paling banyak pada strain manusia. Namun HA yang mempunyai glutamin pada posisi 226, spesifik untuk α-(2,3) asam sialik, dan terjadi hampir sebagin besar pada strain unggas dan kuda (Zhou et al. 1999). Baik asam sialik yang berhubungan dengan α-(2,6) dan α-(2,3) terdapat pada trakhea babi, yang menyebabkan babi dapat diinfeksi dengan strain manusia dan strain unggas (Whittaker 2005) dan berperan sebagai “ mixing vessel” untuk transmisi dari unggas ke manusia (Webster et al. 1992). Informasi terakhir manyatakan bahwa babi bukanlah satu-satunya hewan yang memiliki kedua reseptor tersebut, burung puyuh dan ayam juga memiliki reseptor α-(2,6) dan α-(2,3). Hal ini memungkinkan burung puyuh dan ayam dapat juga berfungsi sebagai “ mixing vessel” virus influenza strain manusia dan unggas (Wan dan Perez 2005).

Setelah melekat pada reseptor inang virus akan masuk ke dalam endosom (vesikel sitoplasma), pada pH lingkungan yang rendah akan menggertak fusi virus

(10)

dan melakukan uncoating. Ribonukleoprotein (RNP) virus yang sudah uncoating kemudian masuk ke inti dari sel inang untuk melakukan replikasi, Sesudah replikasi virus, ribonukleoprotein meninggalkan inti dan pindah ke membran sitoplasma bergabung dengan glikoprotein virus sebelum akhirnya budding dan dilepaskan. Pelepasan virus dari permukaan sel terinfeksi didasarkan pada aktivitasi dari NA virus. NA (sialidase) berperan sebagai enzim yang merusak reseptor, dengan memindahkan asam sialik dari permukaan sel inang. Tanpa tahapan ini partikel virus yang baru dibentuk akan kembali melekat pada reseptornya dan tidak dapat dilepaskan ke ekstraseluler (Gambar 4) (Whittaker 2005).

(11)

Penularan Virus Avian Influenza

Virus AI dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas, namun penularan virus AI dari unggas ke unggas lain dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu, strain virus, strain unggas, dan faktor lingkungan (Wetsbury at al. 1981). Sumber penularan virus AI adalah ekskreta yang berasal dari hidung, mulut, dan konjungtiva serta feses unggas yang menderita. Virus AI dikeluarkan dari hidung, konjungtiva, dan kloaka unggas yang terinfeksi ke lingkungan karena virus bereplikasi di saluran pernafasan, pencernaan, ginjal, dan/atau organ reproduksi (Swayne dan Suarez 2000). Namun bahan-bahan lain seperti litter, pakan, air minum, peralatan, atau kendaraan yang tercemar virus AI dapat menjadi sumber penularan virus tersebut.

Penularan virus AI dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi melalui kontak antara unggas yang peka dengan unggas yang terinfeksi virus AI melalui pernafasan. Penularan virus secara tidak langsung dapat terjadi secara oral melalui pakan dan air minum yang terc emar oleh virus AI (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Air danau atau sungai dapat juga menjadi sumber virus AI. Menurut Web ster et al. (1978), itik yang terinfeksi AI dapat mencemari air danau dengan mengeluarkan virus lebih dari 108.7 EID per gram feses. Berdasarkan hasil observasi kasus AI di Vietnam pada tahun 2004, munculnya wabah AI terjadi pada Propinsi yang memiliki banyak populasi itik seperti di Long An, Tien Giang, dan Vietnam Selatan. Pemeliharaan berbagai spesies unggas domestik secara bersama-sama serta kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap burung migrasi merupakan faktor utama munculnya wabah AI di Vietnam pada tahun 2004 (Phuong 2005).

Virus AI dapat menular ke manusia. Pola penularan virus AI ke manusia dapat melalui 2 cara, yaitu melalui inang perantara (babi, puyuh) yang memiliki reseptor untuk virus AI dan virus influenza manusia (Tumpey et al. 2002), dan penularan secara langsung dari unggas ke manusia, seperti yang terjadi di Hongkong tahun 1997-1998. Hal ini merupakan kasus pertama, dimana infeksi H5N1 langsung menular pada manusia tanpa terlebih dahulu beradaptasi pada inang perantara (Tumpey et al. 2002; Sturm -Ramirez at al. 2004).

(12)

Gejala Klinis AI pada Unggas

Masa inkubasi virus AI berlangsung beberapa jam sampai 3 hari. Masa inkubasi virus AI tergantung pada jumlah virus, subtipe virus dan spesies unggas yang terserang (Elbers et al. 2005). Sebagian besar infeksi oleh virus AI (LPAI) pada unggas liar tidak menimbulkan gejala klinis (Capua dan Mutinelli 2001). Berdasarkan hasil penelitian pada itik mallard infeksi oleh virus LPAI akan menekan fungsi sel T dan menyebabkan penurunan produksi telur (Takizawa et al. 1995). Pada unggas-unggas domestik seperti ayam dan kalkun, gejala klinis yang dapat diamati berupa bersin, batuk serta produksi air mata yang berlebihan . Namun beberapa strain LPAI separti H9N2, dapat beradaptasi pada unggas dan dapat menimbulkan gejala yang lebih nyata dan juga mengakibatkan kematian (Li 2005). Infeksi LPAI H7N1 tahun 1999 di Italia yang menyerang peternakan kalkun menimbulkan gejala klinis seperti batuk, bersin, kebengkakan pada sinus infraorbitalis, menurunnya produksi telur (30% sampai 80%) serta kematian 5% sampai 20% dari populasi (Capua et al. 2003).

Infeksi oleh Virus AI yang patogenitasnya tinggi (HPAI) pada burung dan unggas air hanya menyebabkan sedikit gejala klinis. Hal ini disebabkan karena pada spesies hewan tersebut replikasi virus menjadi terbatas (Swayne dan Halvorson dalam Phuong 2005). Pada unggas domestik seperti ayam dan kalkun, gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi virus HPAI menggambarkan replikasi virus dan kerusakan pada berbagai organ pencernaan, jantung dan pembuluh darah serta sistem syaraf. Gejala klinis yang dapat diamati berupa jengger dan pial yang berwarna biru keunguan, pembengkakan disekitar kepala dan muka, cairan yang keluar dari hidung dan mata, pendarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki dan telapak kaki, batuk, bersin , dan ngorok (Soejoedono dan Handharyani 2005).

Perubahan Patologis Anatomis

Perubahan patologis anatomis yang ditemukan pada unggas sangat bervariasi tergantung spesies hewan, patogenitas virus, serta keberadaan dari infeksi sekunder. Infeksi virus AI patogenesitas rendah (LPAI) pada unggas dewasa dapat menyebabkan edema subkutaneus pada kepala dan leher, kongesti

(13)

yang kadang -kadang disertai dengan ptechie pada konjungtiva, dapat ditemukan eksudat (serues sampai kaseus) pada trakhea, serta airsacculitis yang bersifat fibrinous sampai fibrinopurulen (Swayne dan Halvorson dalam Phuong 2005).

Pada infeksi HPAI dapat ditemukan berbagai perubahan patologis anatomis. Pada ayam dapat ditemukan kebengkakan pada kepala, wajah, leher bagian atas, dan kaki sebagai akibat dari adanya edema subkutan yang dapat diikuti dengan ptechie sampai hemoragi. Fokal nekrotik, hemoragi dan sianosis juga dapat dijumpai pada kulit yang tidak ditumbuhi bulu seperti pada pial dan jengger. Fokal nekrotik juga dapat dijumpai pada pankreas, limpa, dan jantung, dan kadang-kadang juga dijumpai pada ginjal dan hati. Pada paru -paru dapat ditemukan pneumonia interstesialis dan edema (Swayne dan Halvo rson dalam Puong 2005).

Diagnosis Avian Influenza

Penyakit Avian Infuenza memberikan gambaran gejala klinis dan perubahan patologik yang bervariasi, oleh karena itu diagnosa definitif dari penyakit ini didasarkan atas isolasi dan identifikasi virus. Pemeriksaan serologis dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pembentukan antibodi terhadap virus AI yang dapat diamati pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca infeksi. Pemerikasaan serologis yang sering digunakan adalah uji Haemagglutination Inhibition (HI) untuk mengetahui keberadaan antibodi terhadap hemaglutinin. Seekor ayam dapat dinyatakan kebal terhadap penyakit AI jika memiliki titer antibodi HI serendah-rendahnya 4 (log2) (D arminto 2006). Selain untuk mengetahui keberadaan antibodi terhadap hemaglutinin, uji HI juga dapat digunakan untuk identifikasi HA dari virus AI dengan menggunakan serangkaian antibodi terhadap 16 subtipe HA (Lee et al. 2001). Namun sekarang sudah dikembangkan suatu teknik yang cepat dan akurat untuk identifikasi virus AI yaitu dengan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (WHO 2003; OIE 2005)

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik untuk memperbanyak molekul DNA yang sangat spesifik dengan menggunakan sepasang oligonukleotida yang terhibridisasi pada utas DNA yang berlawanan dan

(14)

mengapit sekuen DNA target. PCR merupakan salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi virus Influenza walaupun gen virus ada dalam jumlah sed ikit pada suatu sampel (Poddar 2002; Payungporn 2004). Karena genom virus influenza merupakan RNA utas tunggal, perlu dilakukan sintesis copy DNA (cDNA) yang bersifat komplementer terhadap RNA viral. Enzim Reverse Transcriptase (RT) merupakan enzim polimerase yang digunakan untuk mensintesa cDNA (WHO 2003).

Referensi

Dokumen terkait

5.2.2 Kepala seksi menetapkan jadwal Pelaksanaan Diklat selama satu tahun berdasarkan program kerja yang ada dalam DIPA Balai Diklat Industri Jakarta.. Jadwal

Untuk memperoleh daktilitas yang tinggi pada struktur gedung tinggi yang direncanakan, harus diupayakan agar sendi-sendi plastis yang terbentuk akibat beban gempa maksimum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komunikasi interpersonal dengan produktivitas kerja, di mana yang menjadi subjek penelitian ini adalah para customer service

1) Kewajiban lancar, yaitu kewajiban yang penyelesainnya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan (yang memiliki manfaat ekonomi) dalam jangka waktu

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran seba- gai berikut: (1) Bagi guru atau calon pe- neliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian

Dokumen yang telah selesai dibuat dengan menggunakan falitas mail Merge dan siap untuk dicetak, sebaiknya terlebih dahulu harus digabungkan ke dalam sebuah dokumen

No.. #enam%ahkan "m; auades kedalam ta%un$ reaksi yan$  %erisi sampel  jahe men$$unakan  pipet tetes -idapatkan sampel jahe  %er4arna  jin$$a keruh #enam%ahkan "m;

Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap kinerja efisiensi teknis kelompok bank domestik dan bank asing di Indonesia selama periode 2008- 2009 menggunakan two-stage analysis ,