• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Ascaris lumbricoides

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH Ascaris lumbricoides"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).

Penyakit karena protozoa dan cacing mengenai jutaan masyarakat. Antibodi biasanya efektif terhadap bentuk yang ditularkan melalui darah. Produksi IgE sangat meningkat pada infestasi cacing dan dapat menyebabkan masuknya Ig dan eosinofil yang diperantarai oleh sel mastoid (Roitt, 2002).

Kebanyakan parasit cenderung menyebabkan supresi imunologik nonspesifik pejamu. Antigen parasit yang bertahan menahun menyebabkan kerusakan jaringan imunopatologik seperti kompleks imun pada sindroma nefrotik, granulomatosa hati dan lesi autoimun pada jantung. Imunosupresi umum meningkatkan kepekaan terhadap infeksi bakteri dan virus (Roitt, 2002).

Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (“Soil Transmited Helminths”).

Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan diklasifikasi oleh Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-1750an. Dari hasil observasinya, Linnaeus pergi ke beberapa tempat di dunia untuk mengonfirmasi wilayah penyebaran parasit tersebut. Linnaeus diberi kesempatan untuk menamai parasit tersebut.

Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).

Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagaiLumbricus teres dan mungkin telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.

(2)

Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasit ini adalah penggunaan kotoran manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau perkebunan dimana tanah tersebut digunakan untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan makanan. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar dan telur yang dihasilkan betinanya terbawa oleh material feses. Pada material tersebut larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam tanah. Makanan yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah terkontaminasi oleh feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan telur secara langsung ke manusia. Makanan yang terkontaminasi dengan telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut keluar dari telur di dalam usus.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.

Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).

Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).

B. MORFOLOGI

Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat (conical), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3 - 6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada ujung anterior (bagian depan) dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup atau dipanjangkan untuk memasukkan makanan (Soedarto, 1991).

Pada potongan melintang cacing mempunyai kutikulum tebal yang berdampingan dengan hipodermis dan menonjol kedalam rongga badan sebagai korda

(4)

lateral. Sel otot somatik besar dan panjang dan terletak di hipodermis; gambaran histologinya merupakan sifat tipe polymyarincoelomyarin. Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung didalam rongga badan, cacing jantan mempunyai dua buah spekulum yang dapat keluar dari kloaka dan pada cacing betina, vulva terbuka pada perbatasan sepertiga badan anterior dan tengah, bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi.

Telur yang di buahi (fertilized) berbentuk ovoid dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi suatu membran vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar membran ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi lagi oleh lapisan albuminoid yang permukaanya tidak teratur atau berdungkul (mamillation). Lapisan albuminoid ini kadang-kadang dilepaskan atau hilang oleh zat kimia yang menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated). Didalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Telur yang tidak dibuahi (unfertilized) berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, memiliki dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur.

C. SIKLUS HIDUP

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.

Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan.

Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan

(5)

200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.

Menurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang bersifat infektif.

Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimana- mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.

D. CARA PENULARAN

Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui bebrapa jalan yaitu masuknya telur yang infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan memasuki aliran darah (Soedarto, 1991). E. ASPEK KLINIS

Kelianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar (hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian atas.

Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat

(6)

menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut :

1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.

2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.

Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul kolangitis supuratif dan abses multiple. Peradangan terjadi karena desintegrasi cacing yang terjebak dan infeksi sekunder. Desintegrasi betina menyebabkan dilepaskannya telur dalam jumlah yang besar yang dapat dikenali dalam pemeriksaan histologi. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu penderita melalui pemeriksaan mikroskopik (Soedarto, 1991).

(7)

BAB III EPIDEMIOLOGI

Pada umumnya frekuensi tertingi penyakit ini diderita oleh anak-anak sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Hal ini disebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupun mereka tidak berpikir sampai ke tahap itu. Sehinga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.

Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya.

Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat social ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik (Brown dan Harold, 1983).

Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 230 C sampai 300 C. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan.

Epidemiologi Infeksi ascariasis pada umumnya terjadi di negara beriklim tropis dan ditemukan paling banyak pada lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang buruk. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan kontaminasi tanah oleh tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat pembuangan 9 sampah. Di Indonesia prevalensinya cukup tinggi terutama pada anak golongan umur 5-9 tahun dengan frekuensi 60-90%.

Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000 kematian pertahun, terutama pada anak-anak. Sebesar 10% dari penduduk negara berkembang terinfeksi cacingan, sebagian besar disebabkan oleh Ascaris. Hasil survei kecacingan nasional 2009 oleh Ditjen P2PL menyebutkan 31,8 % siswa SD menderita kecacingan. Prevalensi di

(8)

Indonesia antara 60-90%, dan yang lebih rentan terkena infeksi cacing pada anak usia 5-9 tahun. Hal ini akan berakibat buruk karena dapat menyebabkan kekurangan gizi, anemia, dan pertumbuhan terhambat .

Tanah liat, kelembapan yang tinggi dan suhu 25 -30 C merupakan kondisi yang sangat baik bagi berkembangnya telur menjadi bentuk infektif.

Infeksi askariasis terjadi kerena tertelan telur infektif yang terdapat dalam makanan atau minuman yang tercemar tinja, makanan atau minuman yang dihinggapi lalat atau sayur-sayuran yang tidak dicuci bersih,

(9)

BAB IV PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Ascaris lumbricoides merupakan salah satu nematoda usus yang tergolong dalam Filum Nematoda dengan Ordo Ascaridida. Cacing ini biasa disebut cacing gelangyang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth dan manusia merupakan hospes satu-satunya bagi parasit satu ini. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh cacing ini disebut ascariasis.

B. MORFOLOGI 1. Cacing Dewasa:

a. Cacing jantan panjangnya mencapai 30 cm,pada cacing jantan ujung posteriornya lancip dan melengkung kearah ventral, dilengkapi papil kecil dan 2 buah speculum berukuran 2mm’

b. Cacing betina panjangnya mencapai 35 cm posteriornya membulat dan lurus, dan setengah anteriornya terdapat cincin kopulasi.

Sumber

:http://www.studyblue.com

2. Telur Cacing: Telur cacing memiliki empat bentuk, yaitu, a. Tipe dibuahi (fertilized)

(10)

Telur yang dibuahi oval, dinding tebal, terdiri dua lapis (lapisan luar albuminoid dan lapisan dalam jernih), isi telur berupa masa sel telur.

b. Tidak dibuahi (avertilized)

Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang dari sel telur yang dibuahi, dan dinding lebih tipis, isi masa granula refraktil.

c. Matang

Telur matang berisi larva (embrio). d. Decorticated

Telur yang decorticated tidak dibuahi, tapi lapisan albuminoid sudah hilang.

Sumber : http://www.docstoc.com/docs/90339981/ASCARIS-LUMBRICOIDES-ASCARIS-LUMBRICOIDES-fertilized

(11)

C. SIKLUS HIDUP

Sumber : http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/ascariasis.htm

Pada angka 1 dalam gambar di atas, cacing dewasa yang tinggal di usus kecil manusia melakukan perkawinan dalam sehari, cacing betina mampu memproduksi 100.000-200.000 yang etrdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak di buahi. Pada angka 2, dimana telur-telur keluar bersama feses, telur-telur yang dibuahi akan berekmbang menjadi bentuk infektif dalam 3 minggu, yang ditunjukan pada angka 3.

Pada angka 4, bentuk infektif yang tertelan akan menetas di usus halus (angka5). Larva yangmenetas menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe menuju paru-paru (angka 6). Cacing menembus dinding alveolus, melalui bronkiulus dan bronkus cacing bergerak menuju trakea (angka 7). Dari trakea menuju faring, sehingga menimbulkan ransangan pada faring yang menyebabkan penderita batuk dan cacing tertelan menuju usus halus. Di usus halus larva berkembang menjadi dewasa. Dari larva tertelan sampai cacing bertelur kembali dibutuhkan kurang lebih 2-3 bulan.

(12)

D. GEJALA

Gejala yang timbul pada penderita bisa disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat larva berada di paru-paru. Sehingga

1. Pada saat larva berada di paru-paru, rentan terjadi pendarahan kecil di dinding alveolus dan gangguan batuk, demam, dan eosinofilia.

2. Gambaran infiltrat pulmoner yang tampak pada rontgen foto dengan disertai adanya eosinofilia yang disebut Sinddrom loefler.

3. Adanya larva dalam paru-paru bisa mengakibatkan pneumonitis terutama bila jumlah larva cukup banyak

4. Reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar hati dan paru disertai infiltrasi eosinofil, makrofag dan sel-sel epiteloid. Hal ini disebut pneumonitis ascaris.

5. Ketika larva menembus paru dapat menimbulkan kerusakan pada epitel bronkus dan terjadi reaksi jaringan yang hebat

Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa saat berada di usus membuat penderita mengalami mual, nafsu makan menurun, diare.

1. Infeksi ringan dengan jumlah cacing 10-20 cacing bisa berlangsung tanpa gejala, Keluhan yang timbul biasanya hanya berupa sakit perut yang tidak jelas. Di dalam usus, cacing mengganggu arbsorbsi nutrisi oleh usus. 2. Pada anak-anak terutama dibawah 5 tahun dapat mengakibatkan defisiensi

gizi yang berat dan kegagalan arbsorbsi karbohidrat jika jumlah cacing cukup banyak.

3. Secara klinis, anemia hipocrom terjadi pada infeksi yaang cukup lama. Anemia terjadi karena penderita mengalami malnutrisi karena malabsorbsi dan kehilangan darah karena kolon yang rapuh serta cacing yanng menghisap darah.

4. Cacing dewasa dapat berpindah ( erratic migration ) ke organ-organ yang lainnya seperti saluran empedu, kandung empedu, hepar, apendix dan peritoneum dan bronkus. Hal ini dapat berakibat sangat serius.

(13)

5. Cacing dewasa bisa saling melilit sehingga membentuk gumpalan yang bisa menyumbat saluran usus dan mengakibatkan terjadinya ileus obstruktivus yang berakibat fatal.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur yang diperoleh melalui anal swab atau pada tinja secara langsung. Adanya telur dalam memastikan diagnosis askaris. Selain itu diagnosis dapat dibuat dengan menemukan cacing dewasa dari tinja, langsung dari permukaan perianal atau bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut atau hidung karena muntah.

F. CARA IDENTIFIKASI Bahan Pemeriksaan

a. Tindakan rontgenologis pada organ-organ yang dicurigai. b. Pada bilas lambung akan ditemukan larva.

c. Pemeriksaan telur (dibuahi & tidak dibuahi) dalam tinja 1. Metode langsung

a. Sediaan langsung tanpa pewarnaan

1) Sediakan obyek glass yang bersih dan kering

2) Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian masing-masing ditetesi air garam faal (NaCl) jarak ± 4 cm.

3) Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.

4) Tutup masing-masing sediaan dengan cover glass

5) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

b. Sediaan langsung dengan pewarnaan iodium ( lugol) 1) Sediakan obyek glass yang bersih dan kering.

2) Pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian masing-masing ditetesi air garam faal (NaCl) jarak ± 4 cm.

(14)

3) Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.

4) Pada sediaan sebelah kiri ditambahkan 1 tetes eosine 20 % dan disebelah kanan diteteskan 1 tetes iodium / lugol lalu masing-masing dicampur, jangan sampai sediaan 1 tercampur dengan sediaan 2.

5) Tutup masing-masing sdiaan dengan cover glass

6) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

2. MetodeTidak langsung

Cara konsentrasi dengan ZnSO4

1) Dibuat suspensi feses 1:10, yaitu 1 bagian feses + 10 Bagian air panas 2) Saring suspensi tersebut dengan kain kasa dan filtrat ditampung dalam

tabung centrifuge.

3) Putar dengan kecepatan 2.500 rpm selama 1 menit.

4) Supernatan dibuang, sedimennya ditambah 2-3 ml air dan diaduk sampai homogen.

5) Putar lagi, supernatan jernih dituang ( kalau perlu ulangi pemutaran) 6) Sedimennya ditambahkan 3-4 ml zink sulfate jenuh ( 33 % larutan ZnSO4

mempunyai Bj 1.18 ). Diaduk dengan batang pengaduk, sehingga homogen dan ditambahkan ZnSO4 sampai batas 1.5 cm dari permukaan tabung

7) Putar dengan kecepatan tinggi selama 1 menit.

8) Pindahkan lapisan atas dari supernatan dengan ohse dan taruh di atas obyek glass yang bersih, kemudian tambahkan 1 tetes lugol, campur. 9) Tutup dengan cover glass, periksa di bawah mikroskop

(15)

Pengobatan dapat dilakukan secara perporangan atau secara masal. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat seperti :

1. Mebendazole (Vermox ®): 100 mg BD x 3 hari 2. Albendazole 400mg

3. Piperazine (Adiver ®): (diberikakn pada pagi hari dan kadang-kadang menimbulkan efek mual dan muntah)

4. Pyrantel / oxantel (Antiminth ®, Combantrin ®) : 10 mg/kg berat badan 5. Nitazoxanide 200 mg BD x 3 hari

6. Tribendimine 400 mg dosis tunggal

Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat yaitu, 1. Obat mudah diterima masyarakat

2. Aturan pemakaian sederhana

3. Mempunyai efek samping yang minim

4. Bersifat polivalen sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing 5. Harganya murah

Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan pemberian albandezol 400mg 2 kali setahun.

Pengobatan ulalng perlu dilakukan mengingat adanya infeksi ulang (reinfeksi). Pengobatan dianjurkan dilakukan pada seluruh anggota keluarga. H. PENCEGAHAN

Pencegahan bisa dilakukan Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS). Seperti :

1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman 2. Membiasakan mencuci tangan sebelum makan 3. Membiasakan menggunting kuku secara teratur 4. Membiasakan diri buang air besar di jamban

5. Membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar 6. Membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air

yang bersih

Dan dengan beberapa perilaku lainnya seperti berikut : 1. Drainase diperbaiki

2. Kampanye penggunaan jamban keluarga

3. Mencegah penggunaan tinja sebagai pupuk terutama tinja manusia

4. Pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat dan albendazole ) secara rutin tiap 6 bulan sekali

(16)

BAB V KESIMPULAN

1. Ascaris Lumbricoides merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena prevalensi di Indonesia antara 60-90%, dan yang lebih rentan terkena infeksi cacing pada anak usia 5-9 tahun.

2. Cacing betina (35 cm) dengan ). posteriornya membulat dan lurus, dan setengah anteriornya terdapat cincin kopulasi lebih panjang dari jajntan (30cm) dengan ujung posteriornya lancip dan melengkung kearah ventral, dilengkapi papil kecil dan 2 buah speculum berukuran 2mm.

(17)

3. Sisklus hidup cacing dari telur sampai telur infektif terjadi di luar tubuh dan dari menetasnya telur sampai dewasa terjadi di dalam tubuh manusia atau hewan.

4. Gejala di timbulkan oleh larva cacing berada di paru dan cacing dewasa yang berada di usus.

5. Diagnosis biasa ditetapkan dengan menemukan telur atau cacing dewasa pada anal swab, tinja atau cacing keluar sevara langsung ,elalui hidung atau mulut saat muntah.

6. Identifikasi patogen pada sampel dilakukan dengan 2 metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.

7. Pengobatan dapat dilakukan secara perporangan atau secara masal dan perlu dilakukan berulang.

8. Pencegahan dilakukan dengan pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat serta perbaikan beberapa sarana kebersihan serta pemberian obat secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/43728/3/ANTONIUS_WH_G2A009031_Bab2KTI.pdf http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html

Rasmaliah. 2007. Askariasis Sebagai Penyakit Cacing yang Perlu Diingat

Kembali. Epidemiologi FKM-USU. (Online:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19104/1/ikm-jun2007-11%20(12).pdf) Diakses pada 03 April 2016.

Syamsu, Yohandromeda. Ascariasis, Respon IgE dan Upaya Penanggulangannya. Program Pascasarjana Universitas Airlangga. (Online:

(18)

http://www.fk.unair.ac.id/attachments/1012_Ascariasis,%20Respons

%20IgE%20dan%20Upaya%20Penanggulangannya.pdf). Diakses pada 03

April 2016.

Tania, Gina, dkk. 2013. Mikrobiologi dan Parasitologi Ascaris lumbricoides.

Depok. (Online:

https://www.academia.edu/3660165/Ascaris_lumbricoides_gina.tania). Diakses pada 03 April 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Perlindungan Khusus Terhadap Penularan Dapat dilakukan melalui sterilisasi benda- benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan sarung

Sedangkan penularan sisterkosis/neurosisterkosis pada manusia adalah melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh telur cacing taenia solium atau taenia asiatica,

Maka bila makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi

Telur A.lumbricoides masih mampu untuk berkembang menjadi telur yang infektif walaupun telah diberi pengobatan yang maksimal yaitu albendazol selama 3 hari

Pada anak-anak infeksi sering terjadi melalui tangan yang tercemar telur. yang infektif karena anak-anak suka memasukkan jari-jari ke dalam

 Telur cacing masuk ke dalam mulut, melalui makanan yang tercemar atau tangan yang tercemar dengan telur cacing..  Telur cacing menetas menjadi cacing di dalam

 Telur cacing masuk ke dalam mulut, melalui makanan yang tercemar atau tangan yang tercemar dengan telur cacing..  Telur cacing menetas menjadi cacing di dalam

Infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif ke dalam mulut, di dalam usus halus bagian atas dinding telur akan pecah sehingga larva dapat keluar untuk