• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Eyd Lengkap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku Eyd Lengkap"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

FONOLOGI & MORFOLOGI

I. FONOLOGI

1.1. Pengertian Fonologi

Fonologi adalah bagian dan ilmu bahasa yang menganalisis bunyi ujaran. Bunyi ujaran adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan digunakan dalam kegiatan berbicara. Fonologi meliputi dua bidang kajian yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik merupakan bagian dan fonologi yang mempelajari bagaimana suatu bunyi ujaran dihasilkan oleh alat ucap marusia. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia itu lazim disebut dengan istilah fon dan fona.

Fonemik merupakan bagian dan fonologi yang mempelajari satuan-satuan bunyi bahasa dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti disebut fonem. Dalam realisasinya pada suatu tuturan, fonem dapat bervariasi. Variasi fonem disebut alofon. Mengenai fonem dan alofon ini akan dijelaskan lebih lanjut pada butir uraian 2.5.

1.2. Alat Artikulasi

Proses terjadinya bunyi ujaran disebut artikulasi. Alat ucap yang digunakan dalam proses artikulasi disebut artikulator. Ada dua macam artikulator, yaitu:

a. artikulator aktif, yakni alat ucap yang dapat bergerak (selanjutnva disebut artikulator saja).

b. artikulator pasir, yakni alat ucap yang tidak dapat bergerak atau hanya menjadi tujuan sentuh dan artikulator (selanjutnva disebut titik artikulasi).

Untuk menghasilkan bunyi ujaran diperlukan kerja sama antara artikulator dan titik artikulasi. Kerja sama tersebut berupa pengaturan dan modifikasi arus udara yang berasal dan paru-paru dan bergerak keluar melalui pita suara yang akan dikeluarkan melalu rongga mulut atau rongga hidup.

Alat-alat yang berperan mengatur dan memodifikasi arus udara sehingga menjadi bunyi ujaran adalah sebagai berikut :

1. labium (bibir) 2. dentum (gigi)

3. alveolum (gusi atas)

4. palatum (langit-langit keras) 5. velum (langit-langit lunak) 6. uvula (anak tekak)

7. apeks (ujung lidah) 8. lamina (daun lidah) 9. dorsum (punggung lidah) 10. nasus (rongga hidung) 11. orus (rongga mulut) 12. faring (rongga tenggorok) 13. glotis (pita suara)

(2)

Vokal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menggerakkan udara ke luar tanpa rintangan. Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan menggerakkan udara ke luar mendapat rintangan.

Yang dimaksud dengan “rintangan” dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator.

Vokal dalam bahasa Indonesia ada enam, yaitu a, i, u, e (taling), e (pepet), dan o. Vokal e (taling) adalah vokal seperti yang terdapat pada kata ember, tempe dan enak. Vokal e (pepet) adalah vokal seperti yang terdapat pada kata enam, segar, genap, dan lerang.

Konsonan dalam bahasa Indonesia ada dua puluh. yaitu b, d, j, g, z, p, t, c, k, s, sy, kh, h, m, n, ny, ng, r, l, dan f. Dan konsonan-konsonan tersebut ada tempat konsonan serapan dan bahasa asing yaitu: z, sy. kh, dan f.

1.4. Semivokal dan Diftong

Semivokal adalah bunyi yang cara artikulasinya mirip dengan cara artikulasi vokal dan sekaligus mirip dengan cara artikulasi konsonan. Pada artikulasi vokal, arus udara keluar tidak mendapat halangan, sedangkan pada artikulasi konsonan, arus udara keluar mendapat halangan. Pada artikulasi semivokal, arus udara keluar hanya mendapat “sedikit” halangan. Yang tergolong semivokal adalah bunvi w dan y.

Diftong adalah dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Dalam realisasinya, diftong merupakan gabungan sebuah vokal dan sebuah semivokal yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Ada tiga diftong dalam bahasa Indonesia, yaitu au (aw), ai (ay), dan oi (oy) seperti pada kata-kata berikut

imbau petai amboi

kerbau lantai sepoi galau pantai

santai harimau 1.5. Fonem dan Alofon

Fonem adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti. Fonem dibuktikan eksistensinya melalui pasangan minimal.

Pasangan minimal adalah dua kata yang mirip ucapannya, hanya ada perbedaan dalam satu bunyi. Perbedaan bunyi terkecil dalam suatu pasangan minimal disebut kontras minimal.

Perhatikan contoh berikut ini! duri ‘onak’

turi ‘nama sejenis pohon’

Pasangan di atas memperlihatkan kontras minimal d dan t, kontras itu menyebabkan perbedaan makna ‘onak’ dan nama sejenis pohon. Dengan pemikiran bunyi /d/ dan /t/, masing-masing merupakan fonem.

Alofon adalah variasi dan suatu fonem. Alofon berupa perbedaan bunvi yang tidak menyebabkan perubahan arti seperti pada telur dan telor, lubang dan lobang; berembug dan berembuk.

II. MORFOLOGI

(3)

Morfologi adalah bagian ilmu bahasa yang mempelajari kata dan proses pembentukannya. Morfologi disebut juga tata bentukan.

2.2 Morfem dan Alomorf

Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang bermakna atau dapat dibedakan maknanya. Morfem dibedakan atas dua macam, yaitu morfem bebas dan morfem terikat.

Morfem bebas adalah morfem yang secara potensial dapat berdiri sendiri sebagai kata dan secara gramatikal dapat menduduki salah satu fungsi dalam kalimat. Dalam bahasa Indonesia, morfem bebas disebut juga kata dasar.

Morfem terikat adalah morfem yang tidak berpotensi untuk berdiri sendiri sehingga hanya dapat ditampilkan dalam tuturan setelah mengaitkan dirinya dengan morfem bebas melalui proses morfologis. Morfem terikat berupa imbuhan.

Alomorf adalah variasi dari suatu morfem yang terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya atau bentuk yang dilekatinya. Morfem ber−, misalnya, dapat berubah menjadi be atau bel seperti pada kata beternak dan belajar.

2.3 Proses Morfologis

Proses morfologis adalah proses pembentukan kata dari suatu bentuk dasar menjadi suatu bentuk jadian. Proses ini meliputi proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.

2.3.1 Kata Dasar dan Bentuk Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum berubah, belum mengalami proses morfologis. Bentuk dasar adalah bentuk yang menjadi dasar dalam proses morfologis. Bentuk dasar dapat berupa kata dasar dapat pula berupa kata jadian. Perhatikan contoh berikut.

Kata manusia adalah kata dasar (KD) yang dalam diagram di atas merupakan bentuk dasar (BD) bagi pembentukan kata kemanusiaan dengan menambahkan imbuhan ke-an.

Selanjutnya, kata kemanusiaan merupakan bentuk dasar bagi pembentukan kata perikemarusiaan dengan penambahan imbuhan peri ; dan perikemanusiaan merupakan bentuk dasar bagi pembentukan kata berperikemanusiaan dengan penambahan imbuhan ber-.

2.3.2 Proses Afiksasi BD I (KD) : manusia BD II : kemanusia an BD III : + ke an + peri perikemanusia an + ber berperikemanusiaa n

(4)

Proses afiksasi atau proses pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan cara menambahkan imbuhan pada suatu bentuk dasar. Proses ini menghasilkan kata jadian berupa kata kompleks.

Kata kompleks adalah kata yang mnengandung morfem bebas dan morfem terikat.

2.3.2.1 Macam-macam Afiks

Ditinjau dan posisi tenhadap bentuk dasarnya, afiks dibedakan atas 4 macam yaitu:

1 prefiks (awalan) melekat di awal bentuk dasar. 2 infiks (sisipan) menyisip di tengah bentuk dasar. 3 Sufiks (akhiran) melekat di belakang bentuk dasar.

4 Konfiks (imbuhan terbagi) melekat di awal dan di belakang bentuk dasar sekaligus.

Catatan: Konfiks, atau imbuhan terbagi dianggap sebagai satu imbuhan. Dalam penghitungan morfem, konfiks dihitung satu morfem saja.

Ditinjau dan kemampuan untuk menghasilkan bentuk jadian, imbuhan dibedakan atas imbuhan produktif dan imbuhan improduktif.

Imbuhan produktif mampu menghasilkan banyak bentuk jadian, sedangkan imbuhan improduktif tidak banyak menghasilkan bentuk jadian.

Ditinjau dari bahasa asalnya, imbuhan dibedakan atas imbuhan asli dan imbuhan serapan. Imbuhan serapan adalah imbuhan yang diserap dan bahasa asing atau bahasa daerah.

2.3.2.2 Fungsi Afiks

Yang dimaksud dengan fungsi afiks adalah peranan afiks dalam pembinaan, penentuan, atau

perubahan kelas kata. Perhatikan contoh berikut! (1) ber + telur → bertelur

KB KK

(2) ber + lari berlari

KK KK

(3) ber + satu bersatu K.Bil KK

Pada contoh (1) prefiks ber− berfungsi membentuk kata kerja dan bentuk dasar kata benda, dengan kata lain prefiks ber− berfungsi mengubah kata benda menjadi kata kerja.

Pada contoh (2) prefiks ber− berfungsi membentuk kata kerja dan bentuk dasar kata kerja.

Pada contoh (3) prefiks ber− berfungsi membentuk kata kerja dari bentuk dasar kata bilangan

(5)

Makna afiks adalah makna gramatikal yang timbul setelah suatu afiks melekat pada suatu bentuk dasar. Perhatikan contoh berikut! (1) bertelur ‘menghasilkan telur’

(2) berlari ‘melakukan tindakan lari’ (3) bersatu ‘menjadi satu’

Pada contoh (1) prefiks ber− bermakna ‘menghasilkan’. Pada contoh (2) prefiks ber- bermakna ‘melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasarnya’. Pada contoh (3) prefiks ber− bermakna ‘menjadi’. Berikut ini dikemukakan beberapa afiks beserta fungsi dan maknanya. 1. Prefiks di-. berfungsi membentuk verba pasif. Subjek dan predikat kata benda

atau di- menjadi sasaran tindakan. contoh: dibeli, dijual, dilukis

2. Prefiks ber–, berfungsi membentuk verba. Maknanya antara lain sebagai berikut:

(1) Mempunyai, contoh: beruang, berbulu

(2) Memakai, contoh: berbaju, bersepatu, bercelana

(3) Berada dalam keadaan, contoh: bersantai-santai, bermalas-malas (4) Saling, contoh: bertinju, bergandengan, bersalaman

(5) Tindakan untuk diri sendiri (refleksif), contoh: bercukur. berhias, bercermin, berlindung.

3. Prefiks me—, pada umumnya berfungsi membentuk verba aktif, kadang-kadang dapat pula membentuk adjektiva. Maknanya antara lain sebagai berikut:

(1) melakukan tindakan seperti tersebut dalam bentuk dasarnya, contoh: menulis, menanam, mencakar.

(2) membuat jadi, contoh: menggulai, menyate

(3) menjadi, contoh: menyatu, menua, menguning, memutih (4) dalam keadaan sebagai, contoh: menjanda, menduda.

(5) mengerjakan dengan alat, contoh: menggergaji, menjahit, mencangkul, menggunting.

(6) mencari atau mengumpulkan contoh : merumput,merotan (7) berbuat seperti, contoh : membabi buta

(8) berlaku sebagai, contoh: mengabdi, menghamba.

4. Prefiks pe—, berfungsi membentuk nomina maknanya antara lain sebagai berikut:

(1) alat untuk melakukan tindakan, contoh: pemotong, pengukur, penggaris.

(2) pelaku tindakan, contoh: penonton, pemeriksa, penanya, penunggu. (3) yang dikenai perbuatan, contoh: pesuruh, pelalar.

(4) yang gemar suka terhadap, contoh: pecandu, peminum, pemadat.

5. Prefiks ke–, berfungsi membentuk nomina, kata bilangan kelompok, dan kata bilangan tingkat. Sebagai pembentuk nomina, prefiks ke– bermakna : (1) yang di . . . i, contoh: kekasih

(6)

6. Prefiks ter–, berfungsi membentuk verba dan ajektiva. Sebagai pembentuk verba, prefiks ter–menyatakan makna:

(1) dikenai tindakan tak sengaja, contoh: terbawa, terkena, tersentuh, tertubruk, terhapus.

(2) dalam keadaan... , contoh: terikat, terpampang, terbuka, terkunci. (3) dapat di ... , contoh: terjangkau, tertampung, terbakar.

(4) spontanitas, contoh: terkejut, terpengaruh

Sebagai pembentuk ajektiva, prefiks ter— menyatakan makna ‘superlatif contoh: tercantik, terpandai, terbaru.

7. Prefiks per— berfungsi membentuk verba imperatif. Maknanya antara lain sebagai berikut:

(1) membagi jadi, contoh: perdua, pertiga (2) membuat jadi, contoh: permudah, pertuan.

(3) membuat lebih, contoh: perdalam, perkuat, perkecil.

8. Prefiks se–, prefiks ini tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya. Adapun maknanya adalah sebagai berikut:

(1) satu, contoh: .seorang, sebungkus, seikat

(2) seluruh atau segenap, contoh: sejagad, se–Indonesia.

(3) berada dalam satu ... , contoh: sekamar, serumah, sekampung. (4) memiliki satu ... yang sama, contoh: sewarna, seibu, searah, seasal. (5) satu kesatuan waktu dengan aspek simultan, atau segera sesudah,

Contoh: sepulang (sekolah), sesampainya, sekembalinya.

9. Konfiks ke–an berfungsi membentuk nomina, ajektiva, dan verba.

Sebagai pembentuk nomina, konfiks ke−an menyatakan nomina abstrak, contoh: keadilan, kejujuran, kebaikan, kemajuan, keindahan.

Sebagai pembentuk adjektiva, konfiks kean menyatakan makna sifat seperti contoh : keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan.

Sebagai pembentuk verba, konfiks ke−an menyatakan verba pasif dengan makna sebagai berikut :

(1) terkena sesuatu secara tidak sengaja, contoh : kejatuhan, kepercikan, kehilangan.

(2) menderita atas tindakan yang tersebut pada bentuk dasarnya, contoh: kecopetan, kemalingan.

10. Konfiks pean, berfungsi membentuk nomina. Makna konfiks pe−an antara lain adalah sebagai berikut:

(1) perihal yang di ... , contoh: pengalaman, pengetahuan, pendapatan, penjabaran.

(2) proses me ..., contoh: penyesuaian, pemerataan, pemeriksaan, pengalaman.

11. Konfiks peran, berfungsi membentuk nomina. Makna konfiks per−an antara lain adalah sebagai berikut:

(1) perihal ber ... , contoh: perdagangan, persahahatan, pergaulan, perkelahian, perbuatan.

(7)

(3) tempat untuk ber ... , contoh: perhentian, pertapaan, perburuan.

12. Sufiks −i secara umum sufiks ini berfungsi membentuk verba. Secara rinci

fungsi dan makna sufiks−i adalah sebagai berikut:

(1) berfungsi membentuk verba imperatif dengan makna:

(a) perintah untuk melakukan perbuatan seperti tersebut pada bentuk dasarnya, Contoh : duduki, tangani, sirami, datangi.

(b) perintah untuk memberi sesuatu yang tersebut pada bentuk dasarnya, Contoh : gulai, obati, garami, bumbui.

(2) Berfungsi membentuk verba intransitif dengan makna:

(a) melakukan tindakan untuk orang lain, contoh : menangisi (b) kausatif, contoh: membasahi

13. Sufiks −kan berfungsi membentuk verba imperatif dengan makna:

(1) jadikan lebih, contoh : lebarkan, panjangkan, kecilkan. (2) jadikan, contoh : betulkan, rapikan, tegakkan.

14. Sufiks −an berfungsi membentuk nomina dan adjektiva sebagai pembentuk

nomina sufiks −an bermakna sebagai berikut :

(1) yang di ... , contoh : dagangan, titipan, bawaan, cucian. (2) alat untuk me ... , contoh : pikulan, gantungan, timbangan (3) hasil dari perbuatan, contoh: didikan, tulisan, lukisan, catatan. 2.4 Reduplikasi

Istilah reduplikasi dalam buku ini mengacu kepada dua hal, yaitu: (1) proses morfologis dan

(2) hasil dari proses morfologis.

Sebagai proses morfologis, reduplikasi berarti proses pengulangan. Sebagai hasil dan proses morfofogis, reduplikasi berarti kata ulang.

2.4.1 Macam-macam Reduplikasi

Ada beberapa jenis kata ulang dalam bahasa Indonesia, yakni sebagai berikut :

(1) kata ulang penuh, yaitu kata ulang dibentuk dengan mengulang seluruh bentuk dasar. Berdasarkan bentuk dasar yang diulang itu, kata ulang penuh dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Dwipurna, yaitu kata ulang penuh yang bentuk dasarnya morfem bebas (kata dasar). Contoh : orang-orang, anak-anak, rumah-rumah, b. Kata ulang penuh yang bentuk dasarnya kata berimbuhan, contoh :

persoalan-persoalan, kunjungan-kunjungan, ujian-ujian.

(2) Dwipurwa, kata ulang yang terjadi karena pengulangan suku pertama bentuk dasarnya, contoh: leluhur, tetangga, lelaki, reranting.

(3) Dwipurna salinsuara, kata ulang berubah bunyi, contoh : sayur-mayur, mondar-mandir, gerak-gerik, serba-serbi, lauk-pauk.

(4) Kata ulang berimbuhan, contoh : goreng-gorengan, tulis-menulis, kekanak-kanakan, meraba-raba, menggaruk-garuk.

(5) Kata ulang semu. Bentuk ini sebenarnya bukan hasil dan proses reduplikasi, melainkan merupakan kata dasar, contoh : lab-laba, kupu-kupu, rama-rama, empek-empek, ubur-ubur.

(8)

Reduplikasi dapat menyatakan bermacam-macam arti, antara lain sebagai berikut :

1. Menyatakan intensitas kualitatif Ida membungkus kue itu rapat-rapat. Baju yang dijual di toko bagus-bagus. Wahyu menendang lawannya kuat-kuat. 2. Menyatakan intensitas kuantitatif

Beribu-ribu orang menderita akibat bencana itu.

Kapal Hinomaru mengangkat beratus-ratus peti kemas. Berkarung-karung beras tersimpan di gudang.

3. Menyatakan instesitas frekuentatif Orang itu berjalan mondar-mandir. Berkali-kali anak itu dipukuli ibunya.

Pada akhir bulan ini tante Nita marah-marah saja. 4. Menyatakan jamak

Buku-buku tersusun rapi di rak buku.

Di halaman sekolah murid-murid berkumpul. 5. Menyatakan arti melemahkan

Warna mobilnya kuning kehijau-hijauan. Anita tersenyum kemalu-maluan.

6. Menyatakan arti bermacam-macam Ibu membeli buah-buahan

Sayur-mayur dijual di Pasar Cileduk. Pepohonan menghiasi puncak bukit. 7. Menyatakan arti dalam keadaan

Dimakannya daging itu mentah-mentah Pemain debus itu terkubur hidup-hidup 8. Menyatakan arti resiproks (saling)

Kedua anak itu tendang-menendang

Tolong-menolong merupakan ciri masyarakat kita 9. Menyatakan arti menyerupai atau tiruan

Tingkah laku orang itu kekanak-kanakan. Adik bermain mobil-mobilan.

10. Menyatakan arti meskipun

Kecil-kecil, cabe rawit pedas rasanya.

Hujan-hujan, datang juga mereka ke rumahku 11. Menyatakan arti perihal

Sekretaris di kantor ini bukan hanya menangani surat-menyurat. Kakak saya mengikuti lomba masak-memasak.

12. Menyatakan arti seenaknya, untuk bersenang-senang, sekadarnya saja

Tiga orang remaja duduk-duduk di bawah pohon. Semalaman Adi mengadakan acara makan-makan. Di pasar swalayan itu, mereka hanya melihat-lihat saja. 2.5 Komposisi

(9)

Komposisi adalah proses morfologi yang menghasilkan kompositum (kata majemuk). Kata majemuk dapat dibedakan dengan frasa idiomatik (ungkapan). Perhatikan batasan berikut ini!

Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan dengan satu makna yang baru, dan makna barunya itu dapat ditelusuri dari (dikembalikan kepada) makna unsur pembentuknya. Contoh : rumah makan, meja belajar, sapu tangan, kamar mandi.

Frase atau kelompok kata adalah susunan dua kata atau lebih yang tidak bersifat predikatif. Dalam frasa tidak terjadi pembentukan makna baru. Contoh : buku bacaan, orang ini, yang sedang duduk, ke pasar, di rumah.

Frasa idiomatik atau ungkapan adalah gabungan dua kata atau lebih membentuk satu kesatuan dengan suatu makna yang baru, dan makna barunya itu tidak dapat ditelusuri dari (dikembalikan kepada) makna unsur pembentuknya. Contoh : meja hijau, polisi tidur, panjang tangan, tinggi hari, berat hati.

Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini!

(a) Riva menolong orangtua itu menyeberang jalan. (b) Orangtua Riva tinggal di Cirendeu.

Susunan kata orang tua pada kalimat (a) adalah sebuah frasa. Kata orang tua di sini berarti orang yang sudah tua.

Susunan kata orang tua pada kalimat (b) adalah sebuah kompositum (kata majemuk). Kata orang tua di sini berarti ibu dan bapak

Perhatikan pula kalimat-kalimat berikut ini!

(c) Tangan kanan Hasan membengkak karena terkilir.

(d) Saya tahu bahwa Bang Dulo sudah lama menjadi tangan kanan Babah Liem.

Susunan kata tangan kanan pada kalimat (c) adalah sebuah kata majemuk yang bermakna ‘tangan sebelah kanan’, sedangkan susunan kata tangan kanan pada kalimat (d) adalah sebuah frasa idiomatik (ungkapan) yang bermakna ‘orang kepercayaan’ atau ‘pembantu utama.

2.5.1 Ciri Kata Mejemuk

Suatu gabungan kata dapat digolongkan kata majemuk apabila memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :

1. gabungan itu membentuk satu arti yang baru

2. dalam kalimat gabungan itu menduduki satu fungsi sintaksis 3. gabungan itu berhubungan erat, tidak dapat disisipi kata lain. 2.5.2 Macam-macam Kata Majemuk

Dengan memandang kata majemuk suatu frasa, kata majemuk dapat dibedakan atas tiga macam sebagai berikut :

1. Kata majemuk yang bersifat

endosentris atributif, contoh : rumah sakit, gempa bumi, meja tulis, surat kabar, pasar malam.

2. Kata majemuk yang bersifat

endosentris koordinatif, contoh : tanah air, pecah belah, warta berita, rindu dendam, tegur sapa.

3. Kata majemuk yang bersifat

eksosentris, contoh: luar negeri, dalam negeri, ke luar, bawah sadar. 2.6 Kelas Kata

(10)

Tata bahasa tradisional mengelompokkan kata-kata atas sepuluh kelas, sebagai berikut :

1. nomina (kata benda) 2. verba (kata kerja) 3. adjektiva (kata sifat) 4. pronomina (kata ganti) 5. numeralia (kata bilangan) 6. adverbia (kata keterangan) 7. konjungsi (kata sambung) 8. preposisi (kata depan) 9. artikula (kata sandang) 10. interjeksi (kata seru)

Tata bahasa baru mengelompokkan kata-kata atas empat kelas, sebagai berikut : 1. nomina (kata benda), termasuk dalam kelompok ini pronomina dan artikula 2. verba (kata kerja)

3. adjektiva (kata sifat), termasuk dalam kelompok ini numeralia.

4. kata tugas termasuk dalam kelompok ini preposisi, adverbia, dan konjungsi. 2.6.1 Ciri-ciri Kata Benda

Kata benda merupakan nama dari semua benda dan hal-hal yang di bendakan. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1. dapat dinegasikan dengan kata bukan.

2. dapat diperluas dengan frase yang + kata

sifat. Contoh :

bukan buku, bukan ayah bukan rumah, bukan ibu rumah yang besar

rumah yang baru ayah yang baik ibu yang cantik 2.6.2 Ciri Kata Kerja

Kata kerja adalah kata yang menyatakan tindakan, proses, gerak, dan perbuatan. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1. dapat dinegasikan dengan kata tidak

2. dapat diperluas dengan frase dengan + kata sifat Contoh:

tidak tidur tidak tertawa tidak duduk tidak makan tidur dengan nyenyak duduk dengan santai tertawa dengan nyaring makan dengan lahap 2.6.3 Ciri-ciri Kata Sifat

(11)

Kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat dari suatu benda, baik benda konkret maupun benda abstrak. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut : 1. dapat didahului oleh kata-kata seperti : agak, kurang, lebih, amat, sangat,

terlalu, paling, sekali.

2. dapat mengambil bentuk se + reduplikasi + nya Contoh: agak mahal

paling mahal mahal sekali kurang panjang terlalu panjang sepanjang-panjangnya semahal-mahalnya 2.6.4 Ciri-ciri Kata Tugas

Kata tugas adalah kata yang berfungsi memperluas atau menginformasikan kalimat dan tidak dapat menduduki jabatan-jabatan utama dalam kalimat. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :

1. tidak dapat berdiri sendiri

2. tidak pernah mengalami afiksasi.

3. sifat keanggotaannya tertutup, jumlah kata tugas tidak berkembang, berbeda dengan kata benda, kata kerja, dan kata sifat yang terus berkembang karena diperkaya dengan kata-kata baru.

4. berfungsi mengubah makna gramatikal kalimat, makna sebuah kalimat akan berubah jika kata tugas di dalamnya diganti dengan kata tugas yang lain.

Perhatikan kalimat berikut! Ali mandi

Ali sedang mandi Ali sudah mandi Ali belum mandi Ali akan mandi Ali selalu mandi Ali pernah mandi

(12)

BAB II

S I N T A K S I S

II.1 Pengertian Sintaksis

Sintaksis (Tata Kalimat) adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat atau menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya. Obyek yang dibahas dalam sintaksis adalah frase, klausa, dan kalimat.

II.2 Frase

Kelompok Kata atau Frase

Frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, dan selalu menempati satu jabatan dalam kalimat (S, P, O, K ). Frase juga memiliki hubungan yang renggang sehingga masih dapat disisipkan kata lain (bedakan dengan kata majemuk).

Ahli lingkungan itu pernah mengatakan bahwa Jakarta dapat menjadi waduk raksasa

S P S2 P2 Pel

Kalimat di atas terdiri atas empat frase, yang masing-masing menempati satu jabatan dalam kalimat kecuali kata Jakarta karena bukan termasuk kelompok kata.

Frase dapat dibagi atas beberapa bagian :

Frasa endosentris

merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan tersebut sama dengan kelas kata salah satu atau semua unsur

pembentukannya. Contoh:

Buku tulis ayah ibu merah jambu KB KK KB KB KS KB KB KB KS

Frasa endosentris dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu frasa atributif (frasa subordinatif) dan frasa koordinatif.

Frasa atributif (frasa subordinatif) disebut juga frasa bertingkat, adalah frasa yang mempunyai komponen penjelas. Komponen pokok (D) diterangkan oleh komponen penjelas (M)

Frase Nominal : dokter anak, system ini, pelajar teladan, satu kasus (Inti = N)

Frase Verbal : naik kelas, terbang tinggi, sudah masuk, tidak belajar (Inti = V)

Frase Ajektival: murah sekali, pintar juga, paling luas, amat halus (Inti = Adj)

Frase Adverbial : amat sangat, tidak selalu, sudah begitu (Inti = Adv) Inti frase FRASE Hubungan Kata Frase Endosentris Frase Eksosentris / Preposisional Subordinatif Koordinatif

(13)

Pola frasa bertingkat: a. Pola DM

Contoh: baju baru, roti tawar b. Pola MD

Contoh: seorang prajurit, sehelai kertas c. Pola MDM

Contoh: selembar uang kertas

Frasa koordinatif, disebut juga frasa setara, adalah frasa yang terjadi dari perpaduan komponen-komponen pokok saja, tidak ada komponen penjelas.

Contoh : suami-istri, sawah ladang warta berita, cerdas cermat Frasa eksosentris

merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menunjukkan bahwa kelas kata dari perpaduan tersebut tidak sama dengan kelas kata unsur pembentuknya.

Contoh:

dari pasar ke sekolah karena takut KT KB KT KB KB KS K. Ket K. Ket K. Ket Keterangan:

KB : Kata Benda KK : Kata Kerja KS : Kata Sifat KT : Kata Tugas

K.Ket : Kata Keterangan II.3 Klausa

Klausa adalah suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata, yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara fakultatif, dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keterangan-keterangan lain. (Keraf, 1991: 181)

Ayah berangkat ke kantor tadi pagi

susunan ayah berangkat adalah klausa karena mengandung subyek dan predikat.

Agama mengajarkan dalam kitab suci bahwa kita harus menepati janji.

susunan agama mengajarkan dan kita harus menepati merupakan klausa. Macam klausa berdasarkan variasi subyek-predikat

(1) klausa berpredikat verba intransitif: anak itu menari, kakek merokok

(2) klausa berpredikat verba transitif : kurir mengantar surat, guru mengajar murid

(3) klausa berpredikat frase konektif : anak itu merupakan musuh mereka Sinta menjadi pramugari

II.4 Kalimat

Kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. (Keraf. 1991:185)

Jabatan atau Fungsi Gramatikal Kalimat

a) Subyek, bagian kalimat yang menjadi pokok pembicaraan atau masalah inti, subyek selalu menjawab pertanyaan APA & SIAPA yang dibicarakan.

b) Predikat, bagian kalimat yang menjelaskan tentang sifat dan perbuatan subyek, predikat menjawab pertanyaan MENGAPA, KENAPA, DIAPAKAN, dan BAGAIMANA subyeknya.

(14)

c) Obyek, bagian kalimat yang mengikuti verba transitif, bila kalimat dipasifkan obyek berubah menjadi subyek.

d) Keterangan, bagian kalimat yang memberi penjelasan tentang kapan, di mana, dan bagaimana peristiwa berlangsung. Posisi keterangan dapat dipindah-pindah. 2.4.1 Macam-macam Kalimat

Berdasarkan Kandungan Informasi

a) Kalimat berita (deklaratif)

b) Kalimat tanya (interogatif)

c) Kalimat Perintah (imperatif) →

permintaan, perizinan, ajakan, syarat, harapan, permohonan, dan larangan

Berdasarkan kelas kata yang menduduki predikat

a) Kalimat verbal, predikatnya kata kerja : Hasan belajar di perpustakaan. Hanifah mengetik skripsi.

b) Kalimat nominal, predikatnya bukan kata kerja : Firman seorang dokter. Mobilnya bagus

Berdasarkan sifat subyeknya

a) Kalimat aktif , subyek sebagai pelaku : Ir. Suwondo mengajarkan pelajaran Fisika

b) Kalimat pasif, subyek sebagai sasaran predikat. : Komputer dibeli ayah kemarin.

Kalimat Pasif Inversi :

(1) Diambilnya uang itu dari dalam laci. P S K

(2) Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih

K P S

(3) Sudah saya baca buku itu P S

(4) Mereka taburkan bunga di pusara ibu.

P S K

Berdasarkan lengkap tidaknya unsur utama kalimat

a) Kalimat sempurna, sekurang-kurangnya ada unsur subyek dan predikat : Bambang menggugat

b) Kalimat elips, kehilangan subyek atau predikat atau kedua-duanya : Makan ? Pergi !

Berdasarkan pola-pola dasar yang dimilikinya a) Kalimat inti ( S-P) Ahmad belajar

b) Kalimat transformasi:

inversi, pembalikan susunan S-P P-S : Belajar Ahmad

perubahan intonasi : Ahmad belajar ? Ahmad, belajar !

perluasan : Ahmad sedang belajar di perpustakaan

penegasian : Ahmad tidak belajar

Berdasarkan jumlah klausa serta sifat hubungan antar klausa

Kalimat Tunggal, adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa bebas. Bila diperluas, hasil perluasannya tidak boleh membentuk klausa yang baru.

(15)

misalnya : (a) Saya membaca (b) Saya membaca koran

(c) Saya membaca koran setiap hari

Kalimat Majemuk, adalah kalimat yang mengandung dua klausa atau lebih. Hubungan antarklausa dapat ditandai dengan adanya konjungsi pada awal salah satu klausa tersebut. Berdasarkan sifat hubungan antara kalimat yang membentuknya, kalimat majemuk dapat dibagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

Kalimat Majemuk Setara : merupakan kalimat yang terjadi dari gabungan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan yang sama (setara). Setiap klausa adalah klausa utama (klausa bebas).

a) Kalimat majemuk setara penggabungan atau penjumlahan berkonjungsi: dan, sesudah itu, kemudian, lalu, dan lagi pula. b) Kalimat majemuk setara pemilihan berkonjungsi kata atau

misalnya: Hampir setiap pagi dia berdagang koran atau menjajakan kue butan ibunya

c) Kalimat majemuk setara perlawanan atau pertentangan berkonjungsi: tetapi, dan melainkan

d) Kalimat majemuk setara menguatkan berkonjungsi: bahkan, lagipula, dan lagi.

Kalimat Majemuk Bertingkat, adalah kalimat tunggal yang salah satu unsurnya diperluas sehingga perluasan itu membentuk klausa baru disamping klausa yang sudah ada. Bagian yang diperluas disebut klausa sematan (klausa terikat) atau anak kalimat, sedangkan bagian asalnya disebut klausa utama (klausa bebas) atau induk kalimat.

Bagan hubungan antara klausa induk dengan klausa sematan (anak kalimat):

Berdasarkan klausa sematannya(anak kalimat), kalimat majemuk bertingkat dibagi menjadi:

a) Perluasan keterangan waktu

berkonjungsi; ketika, sewaktu, tatkala, sejak dan sementara

Klausa Klausa

KALIMAT

KALIMAT

klausa klausa

(16)

b) Perluasan keterangan cara (hubungan cara) berkonjungsi: dengan dan secara

c) Perluasan keterangan syarat

berkonjungsi: kalau, andaikata, andaikan dan jika d) Perluasan keterangan tujuan

berkonjugsi: agar, supaya

e) Perluasan keterangan perbandingan

berkonjungsi: daripada, seperti, laksana, ibarat, alih-alih f) Perluasan keterangan sebab

berkonjungsi: sebab, karena, dan oleh karena g) Perluasan keterangan akibat

berkonjungsi: sehingga, sampai-sampai, dan maka h) Perluasan subyek :

Contoh: Barang siapa meniru uang kertas akan diancam dengan hukuman penjara

i) Perluasan predikat :

Contoh :Ayah temannya baik hatinya j) Perluasan obyek :

Contoh: Beliau menyebutkan bahwa ibadah puasa dapat meyehatkan badan

II.5 Kalimat Baku

Kalimat baku (standar) dipergunakan apabila kita berbahasa baku. Adapun ciri-ciri kalimat baku adalah sebagai berikut:

(a) menggunakan kata-kata baku

(b) menggunakan struktur baku (sesuai dengan kaidah morfologi dan sintaksis bahasa Indonesia)

(c) dalam ragam tulis, menggunakan ejaan baku (sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan)

(d) dalam ragam lisan, menggunakan lafal baku (lafal yang tidak mencerminkan logat asing atau logat kedaerahan)

Contoh: (1) Siapa yang bikin rumah ini? (tidak baku) Siapa yang membuat rumah ini? (baku)

(2) Rumahnya Udin yang catnya kuning, (tidak baku) Rumah Udin yang bercat kuning. (baku)

(3) Mudah2an dia lekas datang. (tidak baku)

Mudah-mudahan dia lekas datang. (baku) II.6 Keterangan Aspek Kata

Keterangan aspek kala adalah keterangan yang menandai waktu pelaksanaan pekerjaan/perbuatan/ proses yang tersebut pada predikat kalimat.

Keterangan aspek kala posisinya selalu di depan predikat kalimat. Kata-kata yang merupakan keterangan aspek kala adalah sudah, telah, sedang, belum, dan akan. Contoh: (1) Ani sedang membaca buku.

keterangan aspek kontinuatif, menyatakan pekerjaan tengah berlangsung.

(17)

Keterangan aspek futuratif, menyatakan pekerjaan akan berlangsung.

(3) Ani telah membaca buku.

keterangan aspek perfektif, menyatakan pekerjaan sudah berlangsung.

II.6.1 Letak Keterangan Aspek Kala pada Kalimat Pasif Inversi

Pada kalimat pasif inversi, keterangan aspek kala posisinya sama dengan posisi pada kalimat aktif dan kalimat pasif biasa, yaitu di depan predikat.

Perhatikan contoh berikut!

(1) Rudi telah membaca kitab itu hingga tamat. (2) Kitab itu telah dibaca oleh Rudi hingga tamat. (3) Kitab itu telah Rudi baca hingga tamat.

(4) Telah Rudi baca kitab itu hingga tamat. (5) Rudi telah baca kitab itu hingga tamat.

Letak kata telah pada kalimat (1), (2), (3), dan (4) benar, sedangkan pada kalimat (5) salah. Dengan demikian kalimat (5) adalah kalimat yang mengalami kesalahan struktural.

II.7 Gagasan Utama Kalimat

Gagasan utama atau pikiran pokok kalimat adalah amanat/informasi yang terpenting yang terkandung dalam sebuah kalimat. Gagasan utama kalimat dinyatakan dengan pola S-P atau pola S-P-O.

Gagasan utama dinyatakan dengan pola S-P dalam kalimat nominal dan kalimat verbal intransitif. Sedangkan pada kalimat verbal transitif gagasan utama dapat dinyatakan dengan pola S-P-O atau S-P saja.

Contoh: (1) Amir sedang membaca buku di dalam kamar.

S P O K

GU: Amir membaca

(2) Kemarin Ida mengantarkan surat ke rumahku. K S P O K

GU: Ida mengantarkan surat.

(3) Ayah Anita adalah seorang perwira menengah.

S P

GU: Ayah perwira.

(4) Ratna sedang duduk di ruang tamu.

S P K

GU: Ratna duduk.

II.7.1 Gagasan Utama pada Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat yang mengandung dua pola klausa atau lebih yang hubungan antarklausa bersifat setara.

Pada kalimat majemuk setara terdapat lebih dari satu gagasan yang kedudukannya sederajat. Jadi, dalam kalimat majemuk setara terdapat lebih dari satu gagasan utama.

(18)

GU: (1) Eko makan; (2) Andi makan.

(2) Ali sedang belajar, sedangkan Abas sedang tidur. GU: (1) Ali belajar ; (2) Abas tidur.

II.7.2 Gagasan Utama pada Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat pada dasarnya adalah kalimat tunggal yang salah satu fungsinya diperluas dan perluasannya itu membentuk sebuah pola klausa.

Di dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat klausa utama (klausa bebas) dan klausa terikat. Dengan demikian, dalam kalimat majemuk bertingkat terdapat gagasan utama dan gagasan bawahan (gagasan penjelas). Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa gagasan utama tidak selamanya berada pada klausa utama.

Perhatikan keterangan berikut dengan baik.

(a) Apabila anak kalimat merupakan perluasan fungsi keterangan, gagasan utama terdapat pada klausa utama yang merupakan induk kalimat.

Contoh: (1) Ketika ayah pergi, ibu kesepian di rumah. GU: Ibu kesepian.

(2)Wati menyirami tanaman itu setiap hari supaya buahnya lebat. GU: Wati menyirami tanaman.

(3)Aminah bahagia karena suaminya naik pangkat. GU: Aminah bahagia.

(b) Apabila anak kalimat merupakan perluasan fungsi objek (anak kalimat merupakan objek dari predikat verba transitif), gagasan utama terdapat pada anak kalimat.

Contoh: (1)Presiden mengatakan bahwa pembangunan harus dilanjutkan.

GU: Pembangunan harus dilanjutkan.

(2) Mat Kemplo menceritakan bahwa kakeknya jatuh dari ayunan. GU: Kakeknya jatuh.

(c) Apabila anak kalimat merupakan pelengkap, gagasan utama terdapat pada induk kalimat.

Contoh: (1)Saya berharap hal itu tidak akan terjadi. GU: Saya berharap.

(2) Mereka lupa bahwa mereka harus melunasi pinjamannya pada akhir bulan ini.

(19)

BAB III

K E S U S A S T R A A N

3.1Pengertian Kesusastraan

Kata kesusastraan berasal dari kata susastra ditambah konfiks ke-an. Kesusastraan berarti ‘segala sesuatu yang berkaitan dengan susastra’. Kata susastra berasal dari bahasa Sansekerta: su yang berarti ‘indah, baik, bermanfaat’, dan sastra yang berarti ‘kata, tulisan, pengetahuan’. Dengan demikian, susastra dapat diartikan sebagai suatu karya baik berupa kata-kata yang terucap secara lisan maupun kata-kata yang tertulis, yang mengungkapkan suatu pengetahuan yang berguna dan diungkapkan dengan gaya yang baik dan indah.

Bahasa yang digunakan untuk mewujudkan susastra disebut bahasa sastra. Oleh karena itu, susastra sering disebut dengan istilah sastra saja. Adapun syarat-syarat bahasa sastra antara lain adalah :

(1) dapat menimbulkan kesan indah, (2) mampu menggugah imajinasi, dan (3) memungkinkan adanya konotasi. 3.2Sejarah Kesusastraan Indonesia

Susastra merupakan karya seni yang bermediumkan bahasa. Apabila bicara tentang kesusastraan Indonesia, kita tidak dapat mengabaikan sejarah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu, sastra Indonesia pun tidak dapat dipisahkan dari nenek moyangnya yaitu sastra Melayu. Istilah sastra Melayu dalam tulisan ini diartikan sebagai sastra lama yang dapat dibedakan dari sastra baru.

Secara garis besar, perjalanan sastra Indonesia telah mengalami tiga zaman, yaitu sastra lama, sastra zaman peralihan, dan sastra baru.

Perbandingan Sastra Lama dan Sastra Baru

Ditinjau dari berbagai segi sastra lama dan sastra baru memperlihatkan perbedaan ciri yang cukup jelas, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.

Segi tinjauan Sastra Lama Sastra Baru

1. tema cerita 2. perkembangan 3. bahasa dalam karya 4. nama pengarang 5. akhir cerita

6. pengaruh sastra asing

1. istanasentris 2. statis 3. klise 4. anonim 5. happy ending 6. sastra Hindu-Arab 1. sosialsentris 2. dinamis 3. variatif 4. disebutkan 5. bebas, variatif 6. sastra Barat

Di antara sastra lama dan sastra baru ada masa peralihan yang lazim disebut Sastra Zaman Peralihan. Sastrawan yang terkenal sebagai tokoh zaman peralihan adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Abdullah disebut pelopor zaman peralihan karena walaupun masih berpegang pada tradisi sastra lama, karya-karya Abdullah sudah mulai menunjukkan ciri sastra baru; tidak lagi bersifat istana sentris, klise, dan

anonim.

Beberapa karya Abdullah yang terkenal antara lain adalah sebagai berikut:

1.Hikayat Abdullah (biografi)

2.Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah (biografi) 3.Syair Singapura Dimakan Api (syair)

4.Hikayat sang Boma (hikayat)

5.Hikayat Bakhtiar (hikayat)

(20)

(1) Angkatan Balai Pustaka, (2) Angkatan Pujangga Baru, (3) Sastra Zaman Jepang, (4) Angkatan ’45, dan (5) Angkatan ’66 3.3Bentuk Karya Sastra

Puisi adalah hasil karya manusia yang terdiri atas satu atau beberapa larik (baris) yang memperlihatkan pertalian makna dan membentuk bait. Keindahan puisi terletak pada persamaan bunyi (rima) dan iramanya yang indah.

3.3.1 Puisi Lama

Bentuk-bentuk yang tergolong puisi lama adalah mantra, pantun, seloka, talibun, gurindam, dan syair.

Mantra

Mantra merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan. Satu untai mantra terdiri atas beberapa bait dengan susunan yang bernilai ritmit. Bahasa mantra dapat menimbulkan kekuatan magis apabila dibaca oleh ahlinya yaitu pawang.

Contoh:

Assalamualaikum putri satolong besar, yang beralun berilir simayang,

mari kecil, kemari! mari halus, kemari!

aku menyanggul rambutmu! aku membawa sadap gading akan membasuh mukamu. Sadap gading merancung kamu, kaca gading menadahkanmu, kolam gading menanti di bawahmu, bertepuk berkicar dalam kolam gading, kolam bernama maharaja bersalin.

Mantra tersebut digunakan orang Melayu untuk menyadap nira dari mayang nipah dengan maksud agar mayang pohon nipah itu dapat mengeluarkan nira dalam jumlah banyak dan segera memenuhi bambu yang ditambahkan.

Pantun

Puisi asli Indonesia , terdiri atas empat baris tiap baitnya; dua baris pertama adalah sampiran dan dua baris berikutnya adalah isi. Rimanya adalah a b a b Berburu ke padang datar

Mendapat rusa belang kaki Berguru kepalang ajar

Bagai bunga kembang tak jadi

Karmina atau Pantun Kilat (Pantun 2 larik; 1 sampiran dan 1 isi) Sudah geharu cendana pula

Sudah tahu bertanya pula Talibun (Pantun 6 larik)

(21)

(1) kalau anak pergi ke depan

(2) Yu beli belanak beli Sampiran (3) Ikan panjang beli dahulu.

(4) kalau anak pergi merantau (5) Ibu cari sanak pun cari isi (6) Induk semang cari dahulu

Seloka

Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu baik saja sebab pantung berkait merupakan jalinan atas beberapa bait. Hubungan antarbait itu adalah sebagai berikut:

Larik kedua dan keempat bait pertama dipakai sebagai larik pertama dan ketiga bait kedua. Larik kedua dan larik keempat pada bait kedua dipakai sebagai larik pertama dan ketiga pada bait ketiga. Demikian, berlaku seterusnya.

Contoh:

Lurus jalan ke Payakumbuh Kayu jati bertimbal jalan Di mana hati tak kan rusuh Ibu mati bapak berjalan Kayujati bertimbal jalan Turun angin patahlah dahan Ibu mati bapak berjalan ke mana untung diserahkan Gurindam

Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India). Tiap bait hanya mengandung dua larik dengan pola sajak akhir a-a. Isi gurindam merupakan suatu nasihat yang cukup jelas yakni dengan menampilkan persoalan penyelesaiannya atau menampilkan suatu sebab dan akibatnya.

Gurindam sangat diminati oleh sastrawan zamn peralihan. Pengarang guridam yang terkenal adalah Raja Ali Haji dengan karya yang berjudul “Gurindam Dua Belas”

Contoh:

Kurang pikir kurang siasat Tentu dirimu akan tersesat

Barang siapa tinggalkan sembahyang Bagai rumah tiada bertiang

Jika suami tiada berhati lurus Istri pun kelak menjadi kurus Syair

Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab, setiap baik terdiri atas empat larik dengan rima (pola sajak akhir) a a a a. Setiap larik (baris) mengandung delapan sampai dua belas suku kata. Keistimewaan syair dibanding puisi jenis lainnya adalah “kemampuannya” sebagai sarana untuk bercerita.

Contoh :

Pada zaman dahulu kala tersebutlah sebuah cerita

sebuah negeri yang aman sentosa dipimpin sang raja nan bijaksana

(22)

Negeri bernama Pasir Luhur tanahnya luas lagi subur

rakyat teratur hidupnya makmur rukun raharja tiada terukur Raja bernama Darmalaksana tampan rupawan elok parasnya adil dan jujur penuh wibawa gagah perkasa tiada tandingnya 3.3.2 Puisi Baru

Pada umumnya puisi baru lebih menonjolkan isi, namun demikian nilai estetisnya tetap tinggi karena irama dan pilihan kata yang tetap mendapat perhatian penyairnya.

Berdasarkan jumlah larik, puisi baru diberi nama distikon (dua larik setiap bait), terzina (tiga larik setiap bait), kuatren (empat larik setiap bait), sekstet atau dobel tersina (enam larik setiap baik), oktaf (delapan larik setiap baik), soneta (empat belas larik), dan puisi bebas.

Berdasarkan isinya, puisi baru diberi nama balada, elegi, romansa, ode,

himne, epigram, dan satire.

Balada berisi kisah perjalanan hidup seseorang, elegi berisi rintihan kesedihan, romansa berisi luapan perasaan cinta dan kasih sayang, ode berisi sanjungan kepada pahlawan, himne berisi sanjungan kepada orang yang dimuliakan atau puji-pujian kepada Tuhan, epigram berisi dorongan semangat kepada kawan muda, dan satire berisi sindiran atau kritik.

Prosa ialah karangan bebas yang tidak terikat oleh bentuk, irama dan sajak (rima). Keindahannya terletak pada gaya bahasa pengarang yang mencerminkan jiwanya dalam menyusun dan menyampaikan buah pikiran. Bila prosa tersebut mengandung irama puisi maka disebut prosa lirik.

3.3.3 Prosa Lama

Bentuk-bentuk karya sastra yang tergolong sastra lama adalah dongeng, hikayat, tambo.

Dongeng merupakan cerita khayal yang tujuannya memberikan hiburan (pelipur lara) atau menyampaikan nilai moral secara tidak langsung. Dongeng dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni:

(1) dongeng binatang (fabel): Kancil yang cerdik,

(2) dongeng asal-usul (legenda): Malin Kundang, Sangkuriang (3) dongeng kepercayaan (mithe): Nyi Loro Kidul, Cerita Gerhana

(4) dongeng kepahlawanan atau wiracarita (epos): Ramayana, Mahabarata (5) dongeng jenaka: Si Kabayan, Pak Belalang

Hikayat adalah cerita khayal yang berkisah tentang percintaan, pengembaraan, peperangan, atau petualangan seorang pangeran, pahlawan, raja, saudagar, atau bangsawan yang dalam perwujudannya dianggap sebagai cerita sejarah.

Tambo (silsilah/ babad) adalah cerita sejarah yang dicampur aduk dengan khayalan sehingga banyak kejadian yang tidak tercerna oleh nalar.

3.3.4 Prosa Baru

Prosa baru meliputi karya berbentuk roman, novel, cerpen, drama, biografi, kritik, dan esai.

(23)

Roman adalah jenis prosa baru yang mengisahkan pelaku utamanya dengan segala suka dukanya. Isinya akan bercerita tentang kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Dilihat dari rentang alurnya, roman mencerminkan pelaku utamanya dari masa kanak-kanak sampai dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia.

Berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya, roman dibedakan atas lima macam yaitu:

1) Roman sejarah, roman yang isinya dijalin dengan fakta sejarah. Contoh:

Surapati karya Abdul Muis

Hulu Balang Raja karya Nur Sutan Iskandar Tambera karya Utuy Tatang Sontani

2) Roman Sosial, roman yang menggambarkan keadaan masyarakat baik dari sisi baik maupun sisi buruknya. Biasanya lebih banyak menyoroti sisi buruk kondisi masyarakat yang digambarkannya.

Contoh:

Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati Neraka Dunia karya Adi Negoro

Belenggu karya Armijn Pane

3) Roman Jiwa, roman yang lebih banyak mengungkapkan segi-segi kejiwaan yang mendasari perilaku tokoh-tokohnya.

Contoh:

Atheis karya Achdiat Kartamihardja Belenggu karya Armijn Pane

4) Roman Bertendens, roman yang di dalamnya terdapat tendensi tertentu dari pengarangnya atau terdapat pandangan serta falsafah hidup yang dapat dipetik oleh pembaca.

Contoh:

Salah Asuhan karya Abdul Muis

Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana

5) Roman Detektif, roman berisi cerita kriminal. Biasanya pelaku utamanya adalah seorang detektif yang bertugas membongkar kasus kejahatan. Contoh :

Percobaan Setia karya Suman Hs. Mencari Pencuri Anak Perawan karya Suman Hs.

Novel adalah bentuk prosa baru yang bercerita tentang sepenggal perjalanan hidup seseorang. Dalam novel dilukiskan perubahan nasib tokoh yang terjadi dalam rentang waktu yang singkat. Berbeda dengan roman yang cenderung bersifat romantis atau idealis, novel lebih cenderung bersifat realistis atau naturalis.

Cerpen (Cerita Pendek) adalah prosa baru yang bercerita tentang suatu masalah yang dialami tokoh cerita. Roman dan novel menampilkan masalah dengan lingkup yang luas, sedangkan cerpen menampilkan masalah yang sempit. Rentang alur pada cerpen sangat pendek. Oleh karena itu, biasanya watak tokoh dalam cerpen ditampilkan secara langsung.

Drama adalah karya berbentuk prosa yang menonjolkan unsur dialog. Naskah drama ditulis dengan tujuan untuk dapat dipentaskan. Oleh karena itu, unsur latar dalam drama dilukiskan melalui dialog dan dapat pula digambarkan dengan busana dan segenap atribut yang dikenakannya.

Biografi adalah prosa yang berkisah tentang riwayat hidup seseorang. Biografi yang ditulis sendiri disebut otobiografi.

(24)

Kritik Sastra adalah karya berbentuk prosa yang ditulis untuk memberikan penilaian objek terhadap karya sastra. Dalam menulis kritik penulis harus berpijak pada teori tertentu, tulisan harus ditampilkan secara sistematis dengan bahasa denotatif.

Esai adalah karya berbentuk prosa yang ditulis berdasarkan pandangan pribadi pengarangnya. Kualitas suatu esai sangat ditentukan oleh kemampuan dan kekayaan perjalanan penulisnya.

3.4Unsur-unsur dalam Karya Sastra

1. Unsur Intrinsik, unsur-unsur yang terdapat di dalam diri karya sastra itu sendiri, yakni:

a. Tema (pokok penceritaan).

b. Alur (plot) adalah peristiwa yang membangun cerita. c. Tokoh.

d. Latar (tempat, waktu, dan suasana yang melingkupi terjadinya cerita). e. Gaya bahasa penceritaan.

f. Sudut pandang.

2. Unsur Ekstrinsik, unsur-unsur adalah sesuatu (faktor-faktor) yang terdapat di luar karya sastra yang mempengaruhi kelahiran dan keberadaan suatu karya sastra dan mempermudah memahami karya sastra tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain: biografi pengarang, agama, dan falsafah yang dianut pengarang, sejarah, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.

3.5Beberapa Persamaan dan Perbedaan Bentuk Karya Sastra

3.5.1 Beberapa Persamaan dan Perbedaan karmina dan gurindam Persamaan : sama-sama dua baris dalam satu bait.

Perbedaan : Karmina baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua merupakan isi

Contoh : dahulu karang sekarang besi dahulu sayang sekarang benci

Gurindam baris pertama merupakan sebab atau persoalan sedangkan baris kedua merupakan akibat atau penyelesaian. Contoh: kurang pikir kurang siasat

tentu dirimu akan sesat

3.5.2 Persamaan dan Perbedaan antara Pantun dan Syair

Persamaan : keduanya mempunyai baris yang sama dalam satu bait, yaitu 4 baris.

Perbedaan : sajak akhir berirama ab-ab pada pantun dan aa pada syair. Pantun berisi sampiran dan isi sedangkan syair merupakan rangkaian cerita.

3.5.3 Persamaan dan Perbedaan antara Roman, Novel, dan Cerpen Persamaan : sama-sama kesusastraan prosa baru.

Perbedaan : a. Roman lebih panjang dari novel dan novel lebih panjang dari cerpen.

b. Roman menceritakan seluruh kehidupan dari kecil sampai mati, novel menceritakan kejadian yang luar biasa yang merubah nasib pelaku, dan cerpen hanya menceritakan kejadian khusus dalam kehidupan yang luas.

c. Roman dan novel terdiri dari beberapa alur sedangkan cerpen hanya satu alur.

(25)

3.5.4 Perbedaan antara Novel dan Hikayat

a. Novel merupakan bentuk kesusastraan baru sedangkan hikayat bentuk kesusastraan lama.

b. Novel lebih pendek daripada roman sedangkan hikayat sama dengan roman. c. Novel menceritakan kehidupan masyarakat sedangkan hikayat

menceritakan kehidupan raja-raja atau dewa-dewa.

d. Novel dihiasi ilustrasi kehidupan yang realistis sedangkan hikayat dihiasi dongeng yang serba indah dan fantastis.

3.6Aliran dalam Sastra

Pengungkapan pikiran dan perasaan yang mendasari pengarang dalam membuat cipta sastra berbeda-beda. Terdapat dua paham besar dalam cara pengungkapan karya sastra, yaitu realisme dan ekspresionisme.

Realisme adalah aliran dalam sastra yang mengungkapkan realitas kehidupan secara nyata, dalam arti bahwa pengarang tidak menyertakan emosinya dalam mengungkapkan realitas tersebut.

Impresionisme adalah aliran dalam sastra yang menonjolkan impresio (kesan) yang dialami pengarang akan sesuatu yang pernah dilihat atau didengarnya.

Naturalisme adalah bagian dari realisme dan sekaligus merupakan reaksi atas adanya aliran realisme. Realisme cenderung menampilkan realitas kehidupan yang baik-baik saja, sedangkan naturalisme lebih berani melihat realitas kehidupan dari segala sisinya, baik dari sisi yang indah maupun dari sisi yang menjijikkan dan buruk. Dalam perkembangan selanjutnya, naturalisme lebih banyak menyoroti realitas kehidupan dari sisi buruknya.

Determinisme melukiskan paksaan nasib seperti kesengsaraan dan penderitaan dan lainnya, yang timbul karena keadaan masyarakat sekitarnya.

Ekspresionisme adalah aliran yang melukiskan pencurahan jiwa yang bergejolak dalam jiwa pengarang. Dalam aliran ini unsur subyektivitas sangat menonjol.

Psikologisme adalah aliran yang lebih cenderung kepada pengungkapan segi-segi kejiwaan. Sastrawan yang menganut psikologisme lebih banyak menampilkan segi-segi kejiwaan yang mendasari perilaku tokoh-tokoh dalam karyanya. Karya sastra yang mengandung psikologisme akan memberikan kekayaan pengalaman batin bagi pembaca. Karya seperti itu biasanya dihasilkan oleh sastrawan yang memiliki pengalaman batin yang matang dan juga memiliki pengetahuan teori ilmu jiwa.

Simbolisme adalah aliran dalam sastra yang lebih banyak mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang. Aliran ini sudah lama dikenal dalam kesusastraan kita. Dongeng-dongeng dalam sastra lama, misalnya, menggunakan tokoh binatang sebagai simbol watak manusia.

Idealisme adalah aliran dalam sastra yang menekankan ide atau gagasan pengarang terhadap sesuatu yang baik dan dicita-citakan.

REALISME

EKSPRESIONI S

(26)

Romantisme adalah aliran dalam sastra yang menonjolkan keharuan rasa dengan menggunakan bahasa yang berbunga-bunga penuh angan.

BEBERAPA ANGKATAN DAN KARYANYA a. Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pustaka atau Angkatan 20-an dikenal dengan nama Angkatan Siti Nurbaya, sebab pada masa ini terbit sebuah roman yang sangat terkenal berjudul Siti Nurbaya (terbit pada tahun 1922) buah karya Marah Rusli.

Sebenarnya nama Balai Pustaka pada mulanya adalah nama sebuah badan penerbit yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda. Penerbit ini terutama menerbitkan buku-buku bacaan untuk sekolah bumiputra. Di samping menerbitkan buku-buku pelajaran, Balai pustaka juga menerbitkan karya-karya sastra berbentuk roman.

Roman yang pertama diterbitkan Balai Pustaka adalah Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis (terbit pada tahun 1920) buah karya Merari Siregar.

Karena Balai Pustaka banyak menerbitkan buku-buku sastra, nama Balai Pustaka kemudian dikenal sebagai nama Angkatan Sastra pada tahun 20-an. Selain kedua roman yang disebut di atas, Balai Pustaka menerbitkan banyak sekali roman-roman yang cukup terkenal pada zamannya. Beberapa di antaranya adalah seperti yang tersebut berikut ini.

01. Salah Asuhan karya Abdul Muis 02. Pertemuan Jodoh karya Abdul Muis 03. Surapati karya Abdul Muis 04. Robert Anak Surapati karya Abdul Muis 05. Darah Muda karya Adi Negoro 06. Percobaan Setia karya Suman Hs 07. Kasih Tak Terlerai karya Suman Hs

08. Cinta Membawa Maut karya Nur Sutan Iskandar 09. Salah Pilih Gadis Bali karya Nur Sutan Iskandar 10. Cinta dan Keajaiban karya Nur Sutan Iskandar

11. Sukreni Gadis Bali karya I Gusti Nyoman Panji Tisna 12. I Swasta Setahun di

Bedahulu karya I Gusti Nyoman Panji Tisna 13. Kehilangan Mestika karya Hamidah

14. Adang Teruna karya Sutomo Jauhar Arifin 15. Muda Teruna karya Muhammad Kasim 16. “Teman Duduk” karya Muhammad Kasim

Pada umumnya roman-roman Balai Pustaka bercorak romantisme-sentimental dan bertemakan persoalan adat seperti kawin paksa dan lain sebagainya.

b. Angkatan Pujangga Baru

Pada tahun 1933, terbit sebuah majalah sastra yang diasuh oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah, yakni majalah Poedjangga Baroe. Para pengasuh majalah ini adalah budayawan yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Oleh karena itu, majalah Poedjangga Baroe yang diasuhnya merupakan wahana yang tepat untuk menyalurkan kreativitas mereka dan menampung karya-karya sastra pada sastrawan pada zamannya. Nama

(27)

Pujangga baru selanjutnya lebih dikenal sebagai nama Angkatan Sastra pada tahun 30-an.

Di samping karya sastra berbentuk roman, Angkatan Pujangga Baru banyak pula menghasilkan karya sastra berbentuk drama, karya-karya tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

01. Layar Terkembang karya S.T. Alisyahbana 02. Dian yang Tak Kunjung Padam karya S.T. Alisyahbana 03. Anak Perawan di Sarang Penyamun karya S.T. Alisyahbana 04. Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka

05. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka

06. Bebasari (drama) karya Rustam Effendi 07. Kertajaya (drama) karya Sanusi Pane 08. Manusia Baru (drama) karya Sanusi Pane 09. Puspa Mega (kumpulan sajak) karya Sanusi Pane 10. Madah Kelana (kumpulan sajak) karya Sanusi Pane 11. Lukisan Manusia (drama) karya Amirjn Pane 12. Ratna (drama) karya Amirjn Pane 13. Lenggang Kencana (drama) karya Amirjn Pane 14. Ken Arok dan Ken Dedes (drama) karya Muhammad Yamin 15. Diponegoro karya Muhammad Yamin 16. Tanah Air (kumpulan sajak) karya Muhammad Yamin 17. Dalam Lingungan Kawat Berduri karya Asmara Hadi 18. Rindu Dendam (kumpulan sajak) karya J.E. Tatengkeng 19. Buah Rindu (kumpulan sajak) karya Amir Hamzah 20. Nyanyian Sunyi (kumpulan sajak

terjemahan)

karya Amir Hamzah 21. Setanggi Timur karya Amir Hamzah c. Angkatan ’45

Nama ‘Angkatan ‘45” ini berasal dari tulisan Rosihan Anwar lalu menjadi populer karena sering dipakai juga oleh para pengamat sastra, seperti H.B. Jassin. Angkatan ’45 sering disebut juga sebagai “Angkatan Pendobrak” maksudnya adalah mendobrak tradisi sastra sebelumnya. Jika karya-karya Balai Pustaka dan Pujangga Baru bercorak Romantis, karya-karya Angkatan ’45 bercorak realistis. Jika karya-karya Angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru bertemakan masalah adat, karya-karya Angkatan ’45 lebih banyak bertemakan patriotisme, revolusi, dan perlawanan terhadap penjajah.

01. Kejahatan Membalas Dendam (drama) karya Idrus 02. Corat-coret di Bawah Tanah (drama) karya Idrus 03. Kota Harmoni karya Idrus

04. Sedih dan Gembira (kumpulan drama) karya Usmar Ismail 05. Kita Berjuang (puisi) karya Usmar Ismail 06. Cahaya Merdeka (puisi) karya Usmar Ismail 07. Kertajaya (drama) karya Usmar Ismail 08. Taufan di Atas Asia (kumpulan drama) karya El Hakim 09. Intelek Istimewa karya El Hakim 10. Deru Campur Debu (kumpulan puisi) karya Chairil Anwar 11. Kerikil Tajam (kumpulan puisi) karya Chairil Anwar

(28)

Rivai Apin

13. Melaut Benciku (puisi) karya Amal Hamzah 14. Pembebasan Pertama (puisi) karya Amal Hamzah 15. Radio Masyarakat Karya Rosihan Anwar 16. Tanah Air (kumpulan sajak) Karya Mochtar Lubis 17. Tiada Hari Esok karya Mochtar Lubis

18. Atheis (roman) karya Achdiat Karta Mihardja 19. Keretakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen dan drama)

20. Bentrokan dalam Asrama (drama) karya Achdiat Karta Miharja 21. Kesan dan Kenangan (kumpulan cerpen) karya Achdiat Karta Miharja 22. Yang terhempas dan yang Terkandas

(kumpulan cerpen)

karya Rusman Sutiasumarga 23. Wajah yang Berubah (kumpulan cerpen) karya Trisno Sumardjo 24. Kata hati dan Perbuatan (kumpulan sajak) karya Trisno Sumardjo 25. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen) karya A.A. Navis 26. Bianglala (kumpulan cerpen) karya A.A. Navis 27. Kemarau (roman) karya A.A. Navis 28. Laki-laki dan Mesiu (kumpulan Cerpen) karya Trisno Yuwono 29. Pagar Kawat Berduri (roman) karya Trisno Yuwono 30. Kisah-kisah Revolusi karya Trisno Yuwono 31. Daerah Tak Bertuan (roman) karya Toha Mochtar 32. Pulang (roman) karya Toha Mochtar

33. Kejantanan di Sumbing (kumpulan cerpen) karya Subagio Sastrowardoyo 34. Simphoni (kumpulan Puisi) karya Subagio Sastrowardoyo

d. Angkatan ’66

Angkatan ini muncul sejalan dengan adanya perubahan sosial dan politik yang besar yang terjadi dalam kehidupan bangsa dan negara kita, yakni tampilnya Orde Baru menggantikan Orde Lama.

Karya Sastra berbentuk puisi yang tercipta pada masa ini pada umumnya bertema protes sosial dan politik. Sedangkan, karya sastra berbentuk prosa lebih banyak mengambil tema tentang masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum. Di bawah ini adalah karya sastra yang ditulis oleh sastrawan kita yang menurut kebanyakan buku pelajaran Bahasa Indonesia tergolong sastrawan Angktan ’66.

01. Dua Dunia (kumpulan cerpen) karya Nh. Dini 02. Hati yang Damai (novel) karya Nh. Dini 03. Namaku Hiroko (novel) karya Nh. Dini 04. Pada Sebuah Kapal (novel) karya Nh. Dini 05. La Barka (novel) karya Nh. Dini

06. Petang di Taman (kumpulan drama) karya Iwan Simatupang 07. Kertajaya (drama) karya Iwan Simatupang 08. Kering (novel) karya Iwan Simatupang 09. Merahnya Merah (novel) karya Iwan Simatupang 10. Dia Musuh Keluarga (novel) karya Motinggo Boesje

(29)

11. Bibi Marsiti (novel) karya Motinggo Boesje 12. Tante Maryati (novel) karya Motinggo Boesje 13. Sri Ayati (novel) karya Motinggo Boesje 14. Cross Mama (novel) karya Motinggo Boesje 15. Neraka Lampu Biru (novel) karya Motinggo Boesje 16. Tanah Kesayangan (novel) karya Bokor Hutasuhut 17. Kleopatra dalam Konperensi Perdamaian

(novel) karya Ali Audah

18. Perjalanan ke Akhira (novel) karya Djamil Suherman 19. Ia sudah Bertualang (kumpulan cerpen) karya W.S. Redra 20. Balada Orang-orang Tercinta (kumpulan

puisi)

karya W.S. Redra 21. Oedipus Sang Raja (drama terjemahan) karya W.S. Redra 22. Kereta Kencana (drama terjemahan) karya W.S. Redra 23. Royan Revolusi (roman) karya Ramadhan K.H. 24. Priangan Si Jelita (kumpulan puisi) karya Ramadhan K.H. 25. Cahaya di Mata Emi (roman) karya Kirdjomuljo 26. Di saat Rambutnya Terurai (roman) karya Kirdjomuljo 27. Domba-domba Revolusi (drama) karya B. Soelarto 28. Sang Ayah (Roman) karya Bur Rasuanto 29. Mereka akan Bangkit (kumpulan cerpen) karya Bur Rasuanto 30. Bumi yang Berpeluh (kumpulan cerpen) karya Bur Rasuanto 31. Nyanyian Tanah Air (kumpulan puisi) karya Saini K.M.

(30)

BAB IV

SEMANTIK & ETIMOLOGI

I. SEMANTIK

1.1 Pengertian Semantik

Semantik adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari makna suatu satuan bahasa. Secara garis besar, semantik dibagi menjadi dua bagian yaitu (1) semantik leksikal dan (2) semantik gramatikal.

1.2 Pengertian dan Macam-macam Makna

Makna adalah hubungan antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diawalinya.

Adapun macam-macam makna adalah sebagai berikut:

(1) Makna leksikal yaitu makna kata sebagai satuan yang bebas. Makna ini dapat disejajarkan dengan makna denotatif.

(2) Makna gramatikal yaitu makna suatu satuan bahasa yang diperoleh melalui konteks gramatikal.

(3) Makna denotatif disebut juga makna sebenarnya atau makna luas, yaitu makna yang didasarkan pada penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau makna yang didasarkan atas konversi tertentu. Makna ini bersifat objektif. Contoh: kata bunga dalam kalimat Fatimah memetik bunga mawar.

(4) Makna konotatif disebut juga makna kias, makna subjektif, atau makna sampingan, yaitu makna yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul pada pemakai bahasa. Contoh: kata bunga dalam kalimat Fatimah adalah bunga desa yang sedang mekar.

(5) Makna idiomatik yaitu makna yang timbul atas kelompok kata tertentu yang tidak dapat ditelusuri dari makna kata-kata yang menjadi unsur kelompok kata tersebut. Makna ini bersifat kias. Contoh: kambing hitam, kelompok kata ini bermakna, ‘penyebab kerusuhan atau kekacauan’. Dalam hal ini penyebab kerusuhan yang dimaksud bukanlah kambing dan tidak pula hitam.

1.3 Perubahan Makna

Makna sebuah kata dapat berubah oleh beberapa sebab, antara lain perubahan lingkup cakupan makna, perubahan nilai rasa, dan pergeseran makna. Perubahan makna kata yang sering terjadi dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. (1) Penyempitan yaitu perubahan cakupan makna yang semula luas menjadi sempit.

Contoh: madrasah, ustad, sarjana, pala, sastra, pendeta, lafal, dan ulama. Keterangan:

Kata madrasah (dari bahasa Arab: Madrosatun) yang berarti ‘sekolah’ (umum) dalam bahasa Indonesia diartikan ‘sekolah Islam’ (khusus)

(2) Perluasan yaitu perubahan cakupan makna yang semula sempit menjadi luas. Contoh: saudara, ibu, bapak, belajar, dan kereta api.

Keterangan:

Kata ibu semula hanya diartikan ‘wanita yang melahirkan (diri kita sebagai anaknya)’ sekarang diartikkan juga ‘orang yang dihormati atau dituakan’ seperti dalam konteks ibu guru, ibu lurah, dan ibu negara.

(3) Ameliorasi yaitu perubahan nilai rasa pada suatu kata yang semula dianggap kurang baik atau biasa saja, sekarang menjadi baik atau lebih baik.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan efektivitas penggunaan obat antidiabetik oral tunggal glibenklamid dengan kombinasi antara

Bungo silek : gerakan variatif yang bersumber dari pencak silat. Buyuang :

Yang menarik dari etika diskursus milik habermas ini adalah walaupun habermas telah menganggap rasio praktis subjek kant sebagai sesuatu yang telah tidak bisa diterima lagi, namun

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Dat a hasil penelit ian ini dianalisis dengan pendekat an kuant it at if yait u m enj elaskan pengar uh ant ar var iabel penelit ian, m enggunakan m et ode sur vei

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas nasi kuning berbahan baku beras organik dan non organik, dengan metode pemasakan dandang dan rice cooker dari segi

Perkiraan Tanggal Distribusi Saham 05 Mei 2009 Perkiraan Tanggal Pencatatan Saham pada BEI 06 Mei 2009 Perkiraan Tanggal Pengembalian Uang Pesanan 05 Mei 2009 Sumber: Bisnis

Selanjutnya, penulis menganalisis generic structures dari setiap teks monolog dalam buku “English In Focus” untuk Kelas VIII SMP/MTs Penerbit Pusat Perbukuan