Christ
Centered
Therapy
Integrasi Praktis Teologi dan Psikologi
Neil T. Anderson, D. Min
Terry E. Zuehlke, Ph.D.
Julianne S. Zuehlke, M.S.
Originally published in the U.S.A. under the title: Christ-Centered Therapy
Copyright © 2000
by Neil T. Anderson, Terry E. Zuehlke, & Julianne S. Zuehlke Translation copyright © 2013 by
Neil T. Anderson, Terry E. Zuehlke, & Julianne S. Zuehlke Translated by Joseph Ernest Mambu, M.A.
Published by permission of Zondervan, Grand Rapids, Michigan Hak cipta terjemahan Indonesia
Penerbit Gandum Mas Cetakan Pertama 2014
Penerjemah: Joseph Ernest Mambu, M.A. Korektor: Indrijanti Mali Limanta, S.Th., M.Div.
Tiada ungkapan yang lebih manis
selain mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena Anda telah menghargai dan tidak memperbanyak
karya tulis saudara seiman ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun
termasuk fotokopi,
DAFTAR ISI
Daftar Tabel ...4
Daftar Bagan...5
Ucapan Terima kasih ...7
Pendahuluan ...9
1. Penjelasan Mengenai Nilai-nilai dan Wawasan Dunia...15
2. Mengklaim Kembali Psikologi yang Alkitabiah ...41
3. Beragam Strategi dalam Konseling Kristen ...71
4. Integrasi Teologi dan Psikologi ...99
5. Allah, Klien, dan Terapis dalam Konseling Kristen ...127
6. Strategi Alkitabiah bagi Konseling Kristen...149
7. Penilaian Praktisi dan Klien ...183
8. Menetapkan Akar Masalah dalam Dunia Kerja...211
9. Seperangkat Alat Bantu Konseling ...243
Terapi Kognitif-Behavioral Gangguan Kecemasan Keterikatan Depresi Pengalaman Masa Lalu Batasan-batasan Gangguan Pola Makan Kepribadian Ganda Duka dan Rasa Kehilangan Komunikasi dalam Pernikahan Pelecehan Fisik, Emosional, dan Seksual Kecanduan Seks Pengasuhan Kecanduan Miras dan Obat-obatan TheoPhostics Siapa Saya di Dalam Kristus Janji Pemenang di Dalam Kristus 10. Terapi Kristen Profesional dan Komunitas Gereja ...331
11. Hubungan-hubungan Pertanggungjawaban Profesional dengan Pemerintah...349
LAMPIRAN A: Integrasi Konflik Spiritual dalam Psikoterapi ...365
LAMPIRAN B: Peran Psikiatri dalam Perawatan Terkelola ...375
LAMPIRAN C: Pelayanan Kepedulian dalam Gereja ...381
LAMPIRAN D: Formulir-formulir Profesional ...382
LAMPIRAN E: Langkah-langkah Menuju Kemerdekaan di Dalam Kristus ...410
DAFTAR TABEL
1.1 Empat Model Wawasan Dunia Barat ...30
6.1 Efek Kejatuhan Umat Manusia ke dalam Dosa ...151
6.2 Bersatu dengan Kristus...152
6.3 Tingkat-tingkat Konflik ...153
6.4 Tingkat-tingkat Penyelesaian ...154
8.1. Kerusakan-kerusakan Kritis ...225
8.2 Kerusakan-kerusakan di Empat Bidang Diri Manusia ...226
8.3 Kerusakan-kerusakan dalam Bidang Holistik ...234
9.1 Masa-masa Kehilangan...268
10.1 Pelatihan Tingkat Dasar ...342
10.2 Pelatihan Tingkat Lanjutan ...344
10.3 Jadwal untuk Pelatihan Tingkat Dasar: Format 16 Minggu ...346
10.4 Jadwal untuk Pelatihan Tingkat Dasar: Format Empat Akhir Pekan...346
DAFTAR BAGAN
2.1 Bagian Tengah yang Tersingkirkan ...56
2.2 Wawasan Dunia yang Seimbang ...68
3.1 Pendekatan-pendekatan Klinis pada Psikoterapi...81
4.1 Penciptaan Awal Manusia ...100
4.2 Peran Tubuh Jasmani...114
4.3 Otak Manusia ...115
5.1 Peran Allah dalam Terapi ...128
5.2 Kedaulatan Allah...129
6.1 Disiplin-disiplin Pribadi: Tanpa Kristus di Pusat...164
6.2 Disiplin-disiplin Pribadi: Dengan Kristus di Pusat...165
7.1 Pohon Gersang...197
8.1 Empat Bidang dalam Diri Manusia: Suatu Wawasan Dunia yang Tidak Alkitabiah ...223
8.2 Lima Bidang dalam Diri Manusia: Suatu Wawasan Dunia yang Alkitabiah...224
9.1 Terapi Kognitif-Behavioral: Permainan ...251
9.2 Terapi Kognitif-Behavioral: Permainan ...253
9.3 Siklus Kecanduan ...324
10.1 Sebuah Model untuk Integrasi ...339
A.1 Peperangan Rohani: Tipu Muslihat Musuh ...369
UCAPAN TERIMA KASIH
Ketiga penulis hendak berterimakasih kepada penerbit kami, dan staf yang telah berhubungan dengan kami – secara khusus, John Sloan, Dirk Buursma, Jonathan Petersen, dan para pendukung yang profesional dan sangat baik dalam segala aspek! Kami juga hendak berterimakasih kepada para penulis penyumbang “Alat Bantu Konseling” yang telah membagikan pengalaman-pengalaman klinis mereka. Dr. Stephen dan Judy King adalah para pemimpi yang bersama kami sejak awal proyek ini. Kontribusi mereka untuk “Alat Bantu Konseling” sangat kami hargai.
Neil, Terry, dan Julie Terry dan Julie juga hendak mengungkapkan terimakasih kepada Neil Anderson dan beberapa orang lain:
Kami sangat dipengaruhi ketika pertama kali mendengar pesan Dr. Anderson yang demikian menguatkan mengenai mengklaim identitas kita di dalam Kristus dan mencapai kemenangan pribadi di atas tipu muslihat musuh. Kami adalah para konselor yang telah lahir baru yang berpraktek secara privat, bekerja dengan para klien yang memiliki humanistik yang sekular. Sebuah kehausan yang sangat timbul di dalam diri kami untuk mengintegrasikan kebenaran rohani dari Firman Tuhan yang tidak berke-salahan di dalam pekerjaan kami dengan para klien. Kami menyadari jika tidak memberitakan kebenaran kepada para klien akan menghambat penyembuhan mereka dan juga memperlihatkan keraguan pada pihak kami. Bagaimana kami dapat menyembah dan berdoa kepada Allah yang sejati dan hidup yang menyembuhkan, menghiburkan, memberi damai sejahtera, dan mengampuni dosa kami melalui kematian Yesus Kristus, dan tidak menginte-grasikan kebenaran-kebenaran tersebut ke dalam konseling dengan klien kami? Karena pemberdayaan oleh Roh Kudus, kami tertantang dalam hal ini, dan secara bertahap mulai mengubah cara konseling kami. Hasilnya sangat menakjubkan dan berkat-berkat dalam kehidupan klien kami sangat luar biasa. Ketika Neil memberikan kami kesempatan untuk bergabung bersama-nya untuk mendampingi para konselor mengintegrasikan teologi dan psikologi, kami langsung menangkap kesempatan itu. Buku ini adalah hasil dari kolaborasi kami, Terimakasih, Neil.
Kami juga ingin berterimakasih pada banyak klien kami karena mencari bimbingan kami dan memberikan pengalaman-pengalaman yang nyata dalam hidup mereka sebagai pola untuk integrasi. Kami berterimakasih pada anggota staf di klinik kami yang berani berjuang dengan mengambil resiko untuk menerapkan integrasi ini sebagaimana kami mencontohkan kepada mereka. Kami juga berterima kasih kepada para pejuang doa kami, yaitu: John dan Carolyn Fugate, Tim dan Kathy White, dan Bob dan Barbara Francis. Kami juga berterimakasih kepada para pembaca naskah dalam bentuk
konsep dari buku ini: Dr. Bruce Roselle, Dr. Carl Haugen, dan Linda Wismer. Kami juga berterima kasih kepada Tuhan atas tersedianya tempat bagi kami di Lake of the Woods di Ontario,Kanada, di mana kami menulis sebagian besar dari bagian-bagian tulisan ini pada waktu kami jauh dari kesibukan praktek klinik dan pelayanan kami.
Kami sadar bahwa banyak orang lain yang sudah menulis tentang integrasi dengan sangat jelas dan amat baik. Dalam era postmodern yang menganut relativisme dan pragmatisme, kami yakin bahwa buku ini akan menolong untuk mengingatkan para konselor mengenai kebenaran-kebenaran alkitabiah yang mutlak, yang di dalamnya kesembuhan yang sejati terjadi. Segala kemuliaan bagi Allah!
Terry dan Julie
PENDAHULUAN
Sejak revolusi budaya di tahun 1960-an, kebutuhan mental dan emosional orang Amerika meningkat drastis. Menurut National Institute of Mental Health (Institut Nasional Kesehatan Mental), lebih dari 19 juta orang di Amerika akan menderita depresi setiap tahunnya. Jumlah konsultasi ke dokter di mana para pasien menerima resep obat untuk masalah kejiwaan meningkat dari 32,7 juta menjadi 45,6 juta antara tahun 1985 sampai 1994. Konsultasi dengan diagnosa depresi jumlahnya hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun
1
terakhir ini, yang artinya meningkat dari 11 juta sampai lebih dari 20,4 juta. Jelaslah kita sekarang mengalami “wabah stres.”
Kita juga sedang hidup di era kecemasan. Sesungguhnya, problema kesehatan mental nomor satu di Amerika hari ini tidak lagi depresi tapi gangguan kecemasan. Kecanduan zat-zat kimia [seperti alkohol] menempati urutan ketiga. Tambahan terhadap masalah mental dan emosional adalah kehancuran keluarga dan pergumulan dalam hubungan antar manusia. Jika ada yang meragukan bahwa masalah-masalah ini tidak serius, maka sejumlah penembakan di sekolah atau tempat kerja baru-baru ini seharusnya menun-jukkan dengan kuat dan jelas bahwa tidak semua baik-baik saja di Amerika. Ada potensi kemarahan yang siap meledak dengan hanya sedikit provokasi.
Untungnya, dalam tiga dasawarsa terakhir ini kita telah menyaksikan peningkatan luar biasa jumlah orang-orang Kristen yang masuk dalam profesi kesehatan jiwa. Beberapa memilih profesi ini untuk menemukan jawaban-jawaban bagi diri mereka sendiri, tetapi banyak yang meresponi panggilan Allah untuk mencari jawaban-jawaban yang alkitabiah yang akan menolong orang-orang yang sangat terluka. Tentu saja untuk bisa menjalan-kan praktek profesinya sebagai terapis/psikolog secara legal, mereka harus diberi izin oleh negara [bagian], dengan syarat-syarat yang mencakup pen-didikan yang ekstensif di bidang psikologi, pekerjaan sosial, studi pernikahan dan keluarga, dan ilmu perawatan kejiwaan. Lagipula, sebagian besar negara bagian mewajibkan para calon terapis/psikolog untuk menjalani program magang yang diawasi selama sekurang-kurangnya satu tahun. Akhirnya, sebagian besar terapis yang memenuhi berbagai persyaratan ini menikmati tingkat kenyamanan klinis berkat prinsip-prinsip psikologis yang telah mereka pelajari.
1. Dicatat dalam Brenda C. Coleman, “Doctors Prescribing More Antidepressant Medicines,” Denver Post, 18 Februari 1998, bag. A, hal. 3.
Banyak terapis Kristen yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas juga mengalami tingkat kenyamanan rohani berkenaan dengan iman pribadi mereka. Sering dengan berlatar belakang gereja-gereja injili yang sehat, mereka mempraktekkan disiplin-disiplin kehidupan kekristenan seperti penyembahan, pemahaman Alkitab, doa, dan penginjilan. Namun, banyak yang tidak memiliki kesempatan atau keahlian untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip rohani ke dalam praktek-praktek konseling. Meskipun mereka merasa nyaman di dalam setiap bidang secara terpisah, mereka memiliki berbagai pertanyaan dan rasa tidak aman dalam hal mengkom-binasikan prinsip-prinsip psikologis dengan prinsip-prinsip spiritual dalam praktek mereka.
Pertimbangkanlah, misalnya, pergumulan dari dua terapis Kristen yang berbeda. Pertama, seorang psikolog yang relatif belum berpengalaman, mera-sa tidak yakin bagaimana memasukkan doa di dalam sebuah sesi konseling. Ia menjelaskan, “Rasanya sangat aneh untuk berdoa dengan klien saya. Saya tidak pernah punya pengalaman seperti ini di sekolah!” Pendidikan dan pelatihannya tidak memasukkan apapun tentang peran Roh Kudus atau mengenai gangguan-gangguan roh jahat. Akibatnya, ia tidak tahu bagaimana mengintegrasikan disiplin rohani dasar seperti doa di dalam prakteknya.
Sebaliknya, seorang konselor berlisensi yang dilatih sebagai pendeta memiliki kesulitan menerapkan prinsip-prinsip dari Pedoman Diagnosa dan Statistik untuk Gangguan Mental edisi ke-4 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. / DSM-IV) terbitan Asosiasi Psikiatrik Amerika. Meskipun ia dilengkapi dengan baik untuk memberi perhatian pada aspek spiritual dari masalah-masalah emosional, ia kurang kecakapan klinis untuk mendiagnosa dan harus berjuang dengan pengambilan keputusan pengelola-an kasus. Seperti psikolog tersebut, pendeta ypengelola-ang memberikpengelola-an terapi perlu mempelajari prinsip-prinsip dasar untuk mengintegrasikan iman Kristen dengan terapi dan kemudian mempraktekkan prinsip-prinsip tersebut melalui latihan-latihan penerapan.
PERLUNYA INTEGRASI
Kami bukan orang pertama yang mengakui perlunya prinsip-prinsip integrasi dan praktek-praktek penerapannya. Psikolog dan penulis Kristen Gary Collins, contohnya, menjelaskan bahwa bidang kebutuhan utama sekarang ini saat kita berpikir tentang integrasi bukanlah yang teoritis tetapi yang praktis. Bagaimana kita melakukan integrasi? Kecakapan dan metode apa saja yang harus ada? Collins menyimpulkan diperlukannya buku-buku
2
dan artikel-artikel yang berfokus pada praktek dan latihan.
2. Diamati dalam Mark R. McMinn, Psychology, Theology, and Spirituality in Christian Counseling (Wheaton, Ill.: Tyndale House, 1996), 8.
Harapan kami adalah bahwa buku ini akan memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara mengintegrasikan kebenaran Firman Allah dengan perangkat evaluasi dan perawatan psikologis. Sebagai orang-orang Kristen injili, kami yakin bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber yang memiliki otoritas bagi iman dan prakteknya. Oleh karena itu, kami telah berusaha mengembangkan wawasan dunia (worldview) yang alkitabiah, untuk menunjukkan relevansi injil, termasuk realitas dari identitas kita di dalam Kristus, dan menetapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang alkitabiah di bidang konseling Kristen. Jika kita mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah jawaban dan bahwa kebenaran Firman Allah memerdekakan orang, maka keyakinan-keyakinan inti tersebut harus secara penuh diintegrasikan ke dalam praktek oleh terapis Kristen.
Kami sedih karena menyadari adanya kontroversi yang terus-menerus di antara lingkungan orang-orang Kristen mengenai relevansi praktek-praktek psikoterapik dengan psikologi secara umum. Dalam cakupan sejarah yang luas, psikologi adalah kajian ilmiah yang relatif baru, seperti ilmu komputer dan mikrobiologi. Dan walaupun kita tidak bisa menerima psikologi sekuler sebagaimana kita juga tidak bisa menerima teologi liberal, namun kita tidak bisa menolak psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu. Dalam arti yang sempit, psikologi hanyalah sebuah kajian mengenai pikiran manusia dan bagaimana pikiran itu berfungsi. Definisi yang lebih luas mencakup hal-hal terkait seperti emosi, identitas, kepribadian, dan hubungan. Karena manusia adalah makhluk yang kompleks, penting bagi anggota-anggota profesional lainnya yang membantu untuk memahami tidak saja bagaimana otak berfungsi (neurologi) tetapi juga bagaimana pikiran bekerja (psikologi). Untuk tujuan itu, sasaran kami dalam buku ini yaitu mengumpulkan psikiater, konselor profesional, dan teolog praktis bersama-sama untuk mempresentasikan kepada komunitas Kristen sebuah jawaban terpadu dari wawasan dunia Kristen yang alkitabiah.
Kami yakin bahwa psikologi yang alkitabiah itu ada. Alkitab berbicara dengan otoritas mengenai pikiran, perasaan, dan masalah-masalah patologis/penyakit seperti gangguan kekuatiran, depresi, kemarahan, dan kepahitan. Lagipula, sejak kita diubah oleh pembaruan budi kita (lih. Rm. 12:2), kita harus, jika ingin menjadi serupa dengan gambaran-Nya, memahami bagaimana pikiran berfungsi. Dan kesadaran semacam ini juga merupakan bagian penting dalam proses penyucian, sebagaimana yang
3
dijelaskan Neil Anderson dan Robert Saucy dalam The Common Made Holy (Hal umum yang menyucikan). Penyucian adalah kehendak Allah bagi hidup
. .
kita (lih I Tes 4:3), jadi konselor-konselor Kristen perlu sebuah pemahaman yang komprehensif tidak saja dalam hal prinsip-prinsip psikologis tetapi juga penyucian secaraposisi dan progresif.
3. Lihat Neil T. Anderson dan Robert Saucy, The Common Made Holy (Eugene , Ore.: Harvest House, 1997).
11
Kami tidak bermaksud untuk memberi perhatian kepada setiap isu yang berhubungan dengan konseling Kristen. Banyak buku telah ditulis mengenai topik-topik seperti teknik-teknik konseling, integrasi psikologi dan agama, etika konseling, apa artinya menjadi konselor Kristen, peperangan rohani, dan layanan perawatan terkelola (managed care). Kami menyarankan agar para pembaca mempelajari tulisan-tulisan yang direferensikan dalam catatan kaki untuk kajian mengenai isu-isu ini secara lebih mendalam. Apa yang akan disediakan oleh buku ini adalah kerangka prinsip-prinsip untuk menginte-grasikan konseling dan iman Kristen serta praktek-praktek penerapannya untuk membantu konselor Kristen mempraktekkan prinsip-prinsip ini dalam praktek konseling mereka. Kami telah melihat bahwa prinsip-prinsip dan praktek-praktek ini berhasil diterapkan di dalam praktek konseling kami, sehingga kami tahu semuanya itu bisa juga berhasil diterapkan oleh para konselor Kristen yang berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional dan psikologis di zaman kita sekarang ini.
ASAL MULA DAN SEKILAS PANDANG MENGENAI PENDEKATAN INTEGRATIF (PENGGABUNGAN) KAMI
Terry dan Julie Zuehlke pertama kali bertemu dengan Neil Anderson saat dia mengadakan konferensi “Hidup Merdeka di Dalam Kristus” di gereja mereka beberapa tahun yang lalu. Setelah melihat banyak orang menyelesaikan konflik-konflik psikologis dan spiritual mereka dan menemukan kemerdekaan dan identitas mereka di dalam Kristus, pasangan Zuehlke mulai mengintegrasikan (menggabungkan) prinsip-prinsip alkitabiah yang diajarkan di konferensi itu ke dalam pekerjaan mereka di pusat konseling profesional. Hal terpenting dari upaya integrasi (penggabungan) ini adalah memahami injil sepenuh yang didasarkan atas karya Yesus Kristus yang telah genap serta pelayanan Roh Kudus di masa kini. Mereka mulai menganggap setiap klien Kristen sebagai anak Allah yang adalah ciptaan baru di dalam Kristus. Alih-alih hanya mengajarkan kecakapan-kecakapan menghadapi dan mengatasi masalah, mereka mendorong pertobatan yang tulus yang membawa pada kemerdekaan di dalam Kristus. Mereka juga mulai menerapkan prinsip-prinsip peperangan rohani dalam bentuk yang sesuai dengan konteks konseling.
Akhirnya, Julie mengurangi waktunya di klinik untuk bisa melayani sebagai staf senior di gereja mereka yang membawahi pelayanan pastoral, mengawasi pelayanan kepedulian pastoral. Terry terus memimpin pusat konseling profesional berpusatkan Kristus. Inilah model yang kami harap bisa kami bagikan: seorang teolog dan dua terapis berpengalaman (salah satunya juga adalah direktur pelayanan pastoral di sebuah gereja yang besar) bekerja sama menyediakan jawaban yang alkitabiah dan komprehensif bagi dunia yang sangat membutuhkan pengetahuan mengenai kebenaran yang akan memerdekakan mereka.
Kami sangat percaya setiap gereja bisa diperlengkapi untuk menolong jemaatnya menyelesaikan konflik-konflik pribadi dan rohaninya. Inilah tujuan dari pelayanan Neil Anderson, dia berusaha menawarkan kepada gereja-gereja dan kelompok-kelompok misi sumber-sumber yang akan memampukan mereka memantapkan jemaat, pernikahan-pernikahan, dan pelayanan-pelayanan agar tetap hidup dan merdeka di dalam Kristus. Tetapi kami juga percaya ada sebuah kebutuhan akan konselor-konselor Kristen profesional yang secara unik dilatih untuk menolong anggota-anggota gereja dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dan jemaat yang cenderung tidak mencari pertolongan dari gereja. Untuk jemaat jenis kedua ini, konselor Kristen yang profesional menjadi jembatan antara dunia dan gereja.
Untuk memperlengkapi para pemimpin gereja dan konselor Kristen dalam rangka memenuhi kebutuhan ini, kami mulai dengan bab satu yang membahas perlunya menjelaskan masalah nilai-nilai dan wawasan dunia yang dimiliki oleh terapis maupun klien. Kemudian, di bab dua, kami memperkenalkan dan memantapkan wawasan dunia yang alkitabiah. Kami mengulas kaitan historis antara psikologi dan agama sehubungan dengan diagnosa dan penanganan penyakit jiwa. Kami juga membahas pertanyaan mengenai kondisi psikologis yang mengganggu sebagai “gejala-gejala” atau “dosa.” Di bab tiga kami mengulas empat konseptualisasi konseling Kristen, sebagaimana diuraikan oleh empat penulis terkemuka, begitu juga para-digma operasional dari kami. Di bab empat kami berusaha membangun integrasi yang alkitabiah antara teologi dan psikologi. Tujuan dari bab ini yaitu meletakkan dasar yang alkitabiah untuk resolusi konflik pribadi dan rohani ketimbang hanya mengurangi gejala penyakit. Memiliki sebuah “teologi resolusi” yang tepat sangatlah penting bagi konselor Kristen. Di bab lima kami menyelidiki peran dan tanggung jawab Allah, terapis, dan klien saat berhubungan dengan proses konseling.
Bab enam meletakkan dasar-dasar teologis bagi strategi alkitabiah yang empatik untuk konseling Kristen. Bab tujuh mengintegrasikan teologi dengan metodologi strategis dan menyediakan evaluasi rohani dan psikologis bagi terapis dan klien. Bab delapan menunjukkan bagaimana isu-isu rohani yang mendasar bisa dilibatkan dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan bahasa psikologi, sebuah pendekatan yang memampukan klien Kristen untuk berakar teguh di dalam Kristus. Pendekatan ini memam-pukan klien Kristen untuk berakar lebih kuat di dalam Kristus. Bab sembilan berisi alat bantu bagi terapis. Di sini kami membagikan pendekatan-pende-katan yang terbukti efektif dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Bab sepuluh membahas bagaimana terapis profesional dan komunitas gereja dapat dan seharusnya bekerja sama. Kami menguraikan tanggung jawab timbal balik maupun pribadi dari profesional Kristen dan gereja, dan mempresentasikan diagram yang menggambarkan kerjasama konselor dan gereja. Bab ini menyediakan sebuah gambaran tentang bagaimana para klien bisa bergerak di antara dua lingkungan untuk mencapai kemerdekaan dan 13
meraih resolusi atas konflik-konflik mereka. Akhirnya, bab sebelas berbicara tentang akuntabilitas (dapat dipertanggungjawabkan) dan integritas konse-ling Kristen dalam lapangan kehidupan sehari-hari. Kami juga membahas hubungan yang dimiliki para konselor profesional dengan dewan lisensi negara, serta perlunya dokumentasi yang memadai.
Kerinduan kami secara keseluruhan ialah mengintegrasikan kebenaran Firman Allah dengan metodologi yang sesuai dari ilmu psikologi. Kami ingin membantu para konselor Kristen memperdalam hubungan pribadi mereka dengan Yesus Kristus, meningkatkan kecakapan-kecakapan klinis mereka, berpraktek dengan kebebasan dalam konteks wawasan dunia yang alkitabiah, dan menuntun lingkungan para pemakai jasa tersebut dalam lapangan kehidupan sehari-hari. Kompetensi-kompetensi ini akan menolong para konselor saat mereka menghadapi emosi yang terluka dari para pengikut Tuhan Yesus Kristus, yang mencari penyembuhan, pemulihan, dan kebenaran tentang identitas mereka. Buku ini juga akan memperlengkapi para konselor Kristen untuk dengan penuh ucapan syukur bekerja dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus, yang mungkin, karena pencerahan di dalam kasih pada Kebenaran di dalam konteks konseling, memutuskan untuk menaruh kepercayaan mereka di dalam Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Psikologi sebagai sebuah disiplin lepas dari wawasan dunia tetapi jus-ilmu tidak berasal dari sumber-sum- tru mencakup perspektif Kristen ber Kristen. Lagipula, psikologi ba- atau perspektif spiritual alter-ru masuk secara signifikan ke dalam natif/non-Kristen.
kurikulum pendidikan agama Kris- Jadi, kecenderungan akhir-akhir ini mengakui adanya pertentangan ten pada paruhan terakhir abad
ke-dua puluh, tak diragukan ini karena wawasan dunia di dalam komunitas sikap historis yang lazim dari bidang profesional mencerminkan peru-psikologi terhadap nilai-nilai rohani bahan yang menggembirakan. yang tidak mendapat tempat dalam Sebagai contoh, Asosiasi Psikolog konseling – posisi ini disebabkan Amerika (APA/American Psycholo-oleh, di antara faktor-faktor lain, per- gical Association) mengamanatkan ke-saingan wawasan dunia, kebenaran pada para psikolog untuk memiliki politis, gereja yang liberal, dan pe- pandangan yang terpelajar/inte-mahaman akan sains yang tidak lektual tentang agama karena agama akurat. Bertentangan dengan wa- merupakan salah satu dari beberapa wasan historis, kami tetap yakin dimensi penting perbedaan atau bahwa nilai-nilai spiritual yang ter- keanekaragaman manusia – atau jika cermin dalam banyak wawasan du- seorang psikolog tidak memiliki wa-nia memainkan peran yang sangat wasan keagamaan yang luas, ia ha-penting dalam keputusan-kepu- rus memberi rujukan kepada psiko-tusan klinis yang dibuat oleh para log lain yang punya wawasan
terse-1
terapis dan dalam hidup para klien but. Di samping itu, Komite Asosiasi yang datang untuk perawatan. Psi- Psikiatri Amerika di bidang Agama koterapi, pada faktanya, tidak bisa
dan Psikiatri merekomendasikan
1. American Psychological Association, Ethical Standard 1.08, dicatat oleh Siang-Yang Tan, “Religion in Clinical Practice: Implicit and Explicit Integration,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, editor: Edward P. Shafranske (Washington, D.C.: American Psychological Association, 1996), 367.
1
Penjelasan Mengenai Nilai-nilai dan Wawasan Dunia
Hanya karena begitu banyak kebohongan berkembang dalam dunia psikologi bukan berarti orang Kristen harus membuang ilmu tersebut. Sebaliknya, orang Kristen harus membawa kebenaran Allah ke dalam disiplin ilmu yang telah terperdaya itu.
bahwa keberagamaan seseorang ngungan yang luar biasa. Di satu sisi,
2
harus tercakup dalam praktek klinis. pemerintah Amerika Serikat mulai Kedua pedoman etik di atas meng- membatasi pembentukan struktur haruskan adanya perkembangan birokratik pada banyak aspek kehi-basis pengetahuan dan kompetensi dupan penduduknya dan menyerah-pada semua jenjang penyediaan la- kan urusan-urusan pribadi atau ke-yanan kesehatan mental, yaitu pen- luarga kepada masing-masing pen-didikan, pelatihan, riset/penelitian, duduk. Untuk mengganti keterlibat-dan praktek klinis. annya yang berkurang, pemerintah
mulai bergantung pada gereja-gereja Fakta bahwa nilai-nilai religius
dan organisasi-organisasi swasta memiliki tempat yang penting
da-untuk membantu menyediakan ke-lam praktek konseling kesehatan
butuhan bagi orang-orang di komu-mental yang bersifat etis mulai
nitasnya masing-masing. mendapatkan pengakuan resmi.
Siang-Yang Tan, seorang guru besar Di lain pihak, sistem layanan pe-bidang psikologi di Fuller Theological rawatan kesehatan bukannya me-Seminary mengamati, bahwa “Pen- ngurangi tetapi justru memperluas dekatan alkitabiah terhadap kon- kontrol pengaturannya. Sistem ini seling … yang secara eksplisit meng- mengelola layanan melalui kontrol gunakan nilai-nilai atau perspektif biaya dan dengan “menjatah” layan-dan intervensi keagamaan secara an perawatan kesehatan. Pengaruh Kristen (seperti doa, penggunaan perawatan terkelola dalam bidang Kitab Suci) dan bergantung pada kesehatan mental telah menegakkan karunia-karunia roh dan kuasa serta struktur-struktur birokratik yang pelayanan dari Roh Kudus yang se- mengatur praktek-praktek konse-suai, memberikan kontribusi yang ling. Lagipula, tindakan-tindakan unik pada efektivitas konseling, khu- dari dewan-dewan pengurus lisensi
3
negara, organisasi-organisasi prak-susnya pada klien-klien Kristen.”
tisi profesional, dan sistem peradilan terus mempertahankan pembatasP E M E R I N T A H D A N L I N G
-annya, yang dianggap benar secara KUNGAN SEPUTAR LAYANAN
politis, pada praktisi-praktisi Kris-PERAWATAN KESEHATAN
ten. Akibatnya, komunitas konsu-Jelas bahwa inilah saat-saat peru- men dan praktisi kesehatan mental bahan di dalam profesi kesehatan yang beragama Kristen dibatasi mental yang mengakibatkan kebi- ruang lingkupnya untuk bisa saling
2. American Psychiatric Association Board of Trustees, “Guidelines Regarding Possible Conflict Between Psychiatrists' Religious Commitment and Psychiatric Practice,” American Journal of Psychiatry 147 (1990), 542.
3. Siang-Yang Tan, “Religious Values and Interventions in Lay Christian Counseling,” Journal of Psychology and Christianity 10 (1991),173-182, dirujuk dalam Mark R. McMinn, Psychology, Theology, and Spirituality in Christian Counseling (Wheaton, Ill.: Tyndale House, 1996), 121.
16 Christ Centered Therapy
menentukan nilai-nilai dan pende- datang waktunya, orang tidak dapat katan-pendekatan spiritualnya. Mes- lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-kipun bentuk-bentuk spiritualitas
guru menurut kehendaknya untuk sekuler, humanis, ateis, agnostik dan
memuaskan keinginan telinganya. agama Timur diterima karena
di-Mereka akan memalingkan telinga-anggap “benar secara politis”,
na-nya dari kebenaran dan membuka-mun nilai-nilai dan wawasan dunia
nya bagi dongeng” (II Tim. 4:2-4). kekristenan yang alkitabiah, yang
Menyedihkan, terlalu banyak gereja menjadi dasar budaya Amerika dan
hari ini telah menjadi proklamator kebebasannya, telah semakin
diten-dari kekristenan yang palsu, yang ti-tang.
dak relevan atau yang paling buruk, yang gagal menyentuh isu-isu seper-PERAN GEREJA ti moralitas publik dan personal.
Keputusan-keputusan hukum Perubahan tren semacam ini
se-yang merugikan juga telah mende-harusnya tidak mengejutkan kita
pak pengaruh kekristenan dari arena karena Alkitab memperingatkan kita
publik. Beberapa contoh keputusan-akan datangnya kemurtadan (lih.
keputusan tersebut adalah larangan Mat. 24:24, 37-38; I Tim. 4:1). Dengan
doa di sekolah, simbol-simbol Kris-bahasa yang lebih sederhana,
se-ten di tempat-tempat umum pada orang yang murtad adalah seseorang
hari Natal, dan doa di saat upacara yang secara lahiriah beragama tetapi
wisuda atau pertandingan-pertan-tidak memiliki kuasa supranatural
dingan olahraga. Melalui proses poli-Roh Kudus dan komitmen pada
ke-tik dan hukum di negara Amerika benaran mutlak. Sama halnya,
gere-ini, kami [orang Amerika] ditekan/ ja-gereja yang murtad adalah
gereja-dipaksa untuk menjalankan ibadah gereja yang menyetujui dan
mendu-keagamaan kami di dalam dinding kung keyakinan-keyakinan keliru
bertembok empat, menjauhkan diri dan praktek-praktek kultural dari
dari kancah politik, dan berhenti budaya moral kita yang merosot.
Bu-mencampuri urusan masyarakat. kannya menjadi lembaga yang
mem-Namun demikian, gereja harus punyai pengaruh yang benar bagi
memberitahu budaya dengan mema-masyarakat sekitarnya, gereja-gereja
kai suara kebenaran dengan kasih murtad semacam ini justru menjadi
dan memberdayakan orang-orang di mangsanya, karena kapanpun kita
dalam budaya kita itu untuk meng-meninggalkan otoritas Firman Allah,
ambil sikap yang benar di dalam maka kita kehilangan kompas moral
lapangan hidup sehari-hari. Gereja kita.
seharusnya menjadi “tiang pe-Rasul Paulus mendorong kita
un-nopang dan dasar kebenaran” (I Tim. tuk “Beritakanlah Firman, siap
sedia-3:15), tetapi jika kita gagal mempro-lah baik atau tidak baik waktunya,
klamasikan kebenaran di dalam nyatakanlah apa yang salah, tegorlah
kasih, kita tidak akan bisa menjadi dan nasihatilah dengan segala
kesa-garam dan terang bagi budaya kita baran dan pengajaran. Karena akan
17
(lih. Mat. 5:13-16). Hukum, pendi- adalah seorang gembala yang baik dikan, dan politik akan berfungsi dan begitu pula sebaliknya; perbe-bagai dalam ruang hampa tanpa daan utama antara gembala dan kon-prinsip-prinsip Yudaisme-Kristen selor Kristen yang profesional adalah yang memengaruhi tindakan-tin- jumlah pelatihan teologis atau psi-dakan mereka. Gereja bukanlah pe- kologi yang mereka terima. Tetapi ngawas negara tetapi seharusnya saat ini orang-orang lebih cenderung menjadi hati nurani negara; ber- mencari pertolongan untuk masalah fungsi sedemikian menuntut gereja pribadinya pada psikoterapis dari-untuk tetap benar sesuai Firman pada dari gembala.
Allah. Sebagai contoh, sulit, atau Karena perubahan-perubahan bahkan tidak mungkin, bagi konselor spiritual, hukum dan sosial ini, para Kristen yang berhati nurani untuk psikoterapis dan tenaga profesional mendorong seorang kliennya me- kesehatan jiwa telah menjadi pembe-ninggalkan gaya hidup homoseksual ri layanan yang utama dan penyalur jika “gereja” dengan semangat mem- bimbingan moral di masyarakat perdebatkan apakah boleh menah- kita. Psikologi sebagai sebuah disi-biskan orang-orang homo menjadi plin ilmu mengizinkan mantel sains
pendeta. modern yang sangat berpengaruh
dikenakan pada bahu para konselor. Oleh karena itu, para praktisi terse-KONSELOR SEBAGAI
ILMU-but tidak saja mengambil peran im-WAN DAN SPESIALIS DI
BI-plisit sebagai ahli di bidang moralitas DANG ETIKA
tapi juga peran eksplisit sebagai ahli Peran konseling pastoral dan dalam bidang sains. Terlebih lagi ka-pelatihan pemuridan yang menurun, rena sains sering bertentangan de-dan juga pertumbuhan luar biasa psi- ngan Tuhan dan mengembangkan kologi klinis dalam tiga puluh tahun “netralitas dari nilai-nilai” (yang ti-terakhir ini, menandakan perubahan dak lain adalah sebuah nilai juga), ba-kritis lainnya dalam budaya kita. nyak tenaga praktisi kesehatan jiwa Sebelum tahun 1960, pendeta gereja yang dilatih secara profesional sama-lokal menjadi pilihan utama bagi sama berkomitmen pada “objekti-mereka yang mencari pertolongan vitas” dan “netralitas”. Akibatnya, dan pembimbingan pribadi. Namun, tenaga profesional kesehatan jiwa kemudian pelatihan pemuridan se- yang menjalankan prakteknya me-cara fungsional tergantikan oleh kon- miliki sentimen antiteistik yang sa-seling profesional. Bandingkan ngat tinggi, yang mana pada giliran-jumlah para penolong yang telah di- nya, secara tipikal mengembangkan latih sebagai gembala yang memu- nilai-nilai non-Kristen atas nama ridkan dengan jumlah mereka yang sains yang objektif dan netralitas ni-dilatih menjadi psikoterapis. Dari lai-nilai.
perspektif alkitabiah, gembala dan Para peneliti dan pendidik telah konselor pada prinsipnya sama. Se- lama memperdebatkan bahwa nilai-orang konselor Kristen yang baik nilai spiritual dapat dan harus
dipi-Christ Centered Therapy
sahkan dari teori, penelitian, dan mengandung nilai-nilai. Karl Marx praktek psikologi. Akibatnya, seba- (1818-1883), seorang filsuf Jerman, menyebut agama monoteistik se-gian besar terapis/ psikolog dilatih
bagai “candu bagi masyarakat,” me-untuk meyakini bahwa mereka bisa
rendahkan nilai agama monoteistik menjadi lembaran kosong yang putih
semata-mata menjadi sebagai obat bersih, teknisi yang ilmiah dan
objek-bius bagi pikiran yang tidak kritis. tif, pendengar dan evaluator yang
ti-Akan tetapi sistem yang dia kemu-dak bersifat menghakimi, dan
per-kakan sebenarnya juga didorong wujudan dari pragmatisme klinis
4 oleh nilai-nilai spiritual, walaupun
dan idealisme humanistik. Namun,
sistemnya dipaparkan sebagai se-jika dilihat lebih mendalam,
menun-suatu yang ilmiah. jukkan bahwa nilai-nilai spiritual
ter-Lebih parahnya, psikologi tidak sembunyi di balik bahasa teoritis.
Ba-saja salah dalam klaimnya bahwa hasa dari teori-teori psikologi selalu
ilmu tersebut memiliki netralitas ter-berbicara tentang pencarian umat
hadap nilai-nilai, tetapi juga secara manusia akan makna, aktualisasi
terang-terangan mendiskriminasi diri, dan realisasi potensi
kemanu-para praktisi yang mempunyai nilai-siaan seseorang. Orientasi-orientasi
nilai yang berbeda dari psikologi psikologis demikian berisikan
spiri-yang melembaga. Contohnya, Terry tualitas dari wawasan dunia sekuler,
ingat akan seorang anggota dewan humanistik, agnostik, dan Gerakan
psikologi negara yang menyatakan Zaman Baru (New Age), yang secara
bahwa setiap terapis yang berdoa de-keliru dipandang sebagai sesuatu
ngan kliennya terlibat dalam peri-yang “ilmiah”. Karena
orientasi-laku tidak etis. Terry dan Julie juga orientasi ini berbeda dari perspektif
kenal seorang psikolog yang dalam spiritual yang moneteistik, maka
ti-praktek pribadinya dimarahi ketika dak dianggap berhubungan dengan
dia berdoa dengan seorang klien. nilai-nilai spiritual.
Walaupun kliennya mengklaim Sebagaimana telah disinggung di
bahwa dirinya Kristen dan telah atas, bidang ilmu psikologi dalam
bersedia berdoa dalam sesi konse-sejarahnya memiliki bias terhadap
ling, klien tersebut mengeluh pada perspektif spiritual teistik, bias ini
dewan psikologi bahwa psikolognya tetap tak teridentifikasi dan tak
ter-telah berdoa dengannya! tantang. Walaupun ada bukti kuat
Pada tahun 1980, Allen Bergin, se-bahwa psikologi pada hakekatnya
orang profesor psikologi pada Brig-mencakup nilai-nilai yang bisa
ter-ham Young University mempra-identikasi, ilmu ini tetap saja
menam-karsai diskusi terbuka mengenai bias pilkan dirinya sebagai sesuatu yang
historis dalam psikologi terhadap berpegang pada pendirian bahwa
pendekatan teistik dan spiritual. Di ilmu ini objektif, ilmiah, dan tidak
4. Dicatat oleh Allen E. Bergin, I. Reed Payne, dan P. Scott Richards, “Values in Psychotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 298.
19
dalam artikelnya yang mengejutkan, Kristen untuk menjadi sensitif
Dr. Bergin secara kultural dan
menghor-mati para kliennya yang meng-• menyatakan bahwa minat pada
anut paham monoteistik. isu-isu mengenai nilai-nilai
te-• menganjurkan masuknya nilai-lah meningkat di antara tenaga
nilai spiritual monoteistik da-profesional di bidang
kesehat-lam aliran utama psikologi de-an.
ngan kehati-hatian secara aka-• menantang para terapis untuk
demis, sebagaimana masuknya menunjukkan nilai-nilainya
nilai-nilai mendasar lainnya
secara eksplisit. Terapis yang 5
yang perlu dipelajari dan diuji. teistik seharusnya
mengung-kapkan secara terbuka orien- Lebih dari seribu tenaga profesio-tasi ini, begitu pula dengan nal dilaporkan telah memberikan para humanis (ateis dan agnos- respon pada artikel ini, dan banyak tik), utopianis, dan penganut dari orang-orang terkemuka men-paham Zaman Baru. dukung tema-tema umumnya wa-• mengungkap asumsi-asumsi laupun mereka tidak selalu setuju
nilai yang tidak secara terang- dengan setiap nilainya yang spesi-terangan dibuka dalam banyak fik. Dukungan mereka menjadi pen-mazhab besar dalam profesi dorong untuk terus maju dengan
psikologi. eksplorasi terhadap relevansi
muat-• mendeskripsikan secara
ter-an spiritual dalam konseling.
buka sistem-sistem keyakinan Saat kami merenungkan peran-teistik dan spiritual. peran psikologi, gereja, pemerintah, • menunjukkan bahwa ideal hu- dan perawatan terkelola dalam
me-manistik dan behavioristik ber- nangani kesehatan jiwa, kami bisa tentangan dengan nilai-nilai menarik satu kesimpulan yang
do-monoteistik. minan: Pertanyaannya bukanlah
apa-• memperhadapkan profesi ter- kah nilai-nilai spiritual bisa diguna-sebut dengan bias negatifnya kan dalam praktek konseling, me-terhadap nilai-nilai mono- lainkan nilai-nilai mana saja yang bisa
teistik. digunakan. Tidak ada sesuatu pun
• mendorong semua terapis yang tidak ada nilainya, karena posi-untuk terbuka mengenai nilai- si itupun adalah sebuah nilai! Mere-nilai yang mereka yakini dan ka yang mempromosikan gagasan tidak memaksa kepada para bahwa konseling tidak memiliki nilai dan tidak bersifat religius berarti se-kliennya secara halus.
• menantang para terapis non- dang menganjurkan suatu sistem
ni-5. Kesimpulan-kesimpulan yang dikumpulkan dari Allen E. Bergin, “Psychotherapy and Religious Values,” Journal of Consulting and Clinical Psychology 48 (1980), 95-105, dirujuk dalam Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Psychotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 299.
Christ Centered Therapy
lai tanpa nilai. Sama halnya, mereka mikian, nilai-nilai yang dianut publik yang menganut wawasan dunia ate- Amerika bertentangan dengan nilai-istik sedang menganjurkan sebuah nilai yang dianut oleh rata-rata kon-keyakinan agama tanpa Tuhan dan selor. Lagipula, hasil penelitian
me-antiteisme. nunjukkan bahwa para klien mulai
Perawatan terkelola bisa dikata- mengadopsi nilai-nilai yang dianut kan etis jika pengelolanya mengakui oleh terapisnya. Ini berarti nilai-nilai
7
legitimasi dari nilai-nilai religius non-teistik secara lazim berlaku. Salah satu contoh di mana kon-monoteistik dan berhenti
berpura-pura bahwa keyakinan religius alter- seling dipengaruhi oleh orientasi ni-natif bersifat netral dan tidak berni- lai-nilai yang dianut seorang tera-lai. Pendekatan “bebas dari nilai” da- pis/psikolog bisa terlihat dalam isu lam psikoterapi tidaklah mungkin; perceraian. Perspektif Kristen yang oleh karena itu, semua yang meng- dominan mengenai perceraian ada-klaim “bebas dari nilai” harus digan- lah bahwa itu diizinkan jika ada per-tikan oleh perspektif yang diterangi zinaan atau ditinggalkan secara fisik, oleh nilai, yang lebih terbuka dan atau jika seorang pasangan yang bu-utuh. Untungnya, tabu, prasangka kan orang percaya memutuskan un-buruk dan bias yang telah berurat
tuk menceraikan pasangannya yang akar mulai, walaupun lambat,
meng-adalah orang percaya. Saat para klien izinkan penemuan-penemuan
empi-kami mengutarakan kesulitan-kesu-ris menunjukkan hubungan positif
litan dalam pernikahannya, mereka antara kesehatan mental dan
keaga-6 akan mendapati kami bekerja
de-maan yang ber-komitmen.
Walau-ngan giat untuk mempertahankan pun keyakinan-keyakinan spiritual
pernikahan. Bahkan walaupun per-dan religius adalah hal yang sangat
ceraian ada dasar alkitabiahnya, ka-lazim bagi publik Amerika, namun
mi masih memperjuangkan per-para konselor umumnya sangat
ter-tobatan dan rekonsiliasi/perda- papar dengan banyak wawasan
du-maian. Kami bekerja dengan sabar nia lain selama mereka mengenyam
dengan salah satu atau kedua belah pendidikan tinggi dan kurang
men-pihak karena komitmen kami pada dapat pelajaran yang seimbang
ten-nilai alkitabiah adalah bahwa perni-tang wawasan dunia Kristen yang
memadai, yang menghasilkan dua kahan merupakan cerminan hubu-ngan antara Kristus dehubu-ngan gereja-generasi praktisi psikologi yang
ham-pir semuanya non-teistik. Dengan de- Nya yang tidak akan pernah Dia
6. Sebuah referensi yang sangat baik untuk penyelidikan lebih lanjut yaitu David B. Larson dan Susan S. Larson, The Forgotten Factor in Physical and Mental Health: What Does the Research Show? (Rockville, Md.: National Institute for Healthcare Research, 1994).
7. Diamati oleh L. Beutler dan J. Bergan, “Value Change in Counseling and Psychotherapy: A Search for Scientific Credibility,” Journal of Counseling Psychology 38 (1991),16-24, dirujuk dalam Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Psychotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 297-298.
21
tinggalkan atau telantarkan (lih. Ef. but. Isu sebenarnya adalah apakah
5:22-33). lebih baik bekerja dengan perspektif
yang diterangi oleh nilai yang berda-Para terapis sekuler umumnya
ti-sarkan Alkitab atau dengan nyaman dak berpegang pada sistem nilai
tetap meyakini bahwa nilai-nilai ti-yang sama. Para klien membagikan
dak masuk hitungan. Psikolog P. pada kami pengalaman-pengalaman
Scott Richards dan Allen Bergin mereka dengan para terapis
non-menyatakan bahwa “orang memiliki Kristen yang, pada saat mendengar
masalah-masalah spiritual yang sa-seorang dari pasangan suami isteri
ngat berkaitan dengan problem-ingin bercerai, akan menganggap
problem yang sedang dihadapinya. pernikahannya tak terselamatkan
Terapi bagi mereka tidak akan benar-lagi. Para psikolog ini umumnya
benar berhasil jika psikolog tidak akan merekomendasikan perceraian
memasukkan keyakinan-keyakinan sebagai pilihan terbaik dan akan
me-8
lanjutkan dengan konseling perce- dan isu-isu tersebut.” raian. Kelihatannya nilai yang
domi-nan adalah apa saja yang membuat P S I K O T E R A P I : P R O M O S I setiap orang secara individu senang WAWASAN DUNIA
dan puas. Jika salah seorang dari
pa-Cerita anak-anak yang menarik sangan suami istri tidak bisa
baha-berjudul The Emperor's New Clothes gia dalam pernikahan, psikolog
(Pakaian Baru Sang Kaisar) telah se-kuler akan berpikir bahwa yang
ter-jak lama mempesona dan menghibur baik adalah untuk menghentikan
banyak pembaca dari berbagai usia. pernikahan itu. Kebahagiaan
indi-Dalam cerita tersebut, seorang kaisar vidual menjadi nilai yang utama.
yang sombong diperdaya sampai Contoh kasus ini menunjukkan
percaya bahwa ia mengenakan pa-bahwa kedua kelompok terapis
ter-kaian yang agung dan mulia saat ber-sebut – yang Kristen dan yang
non-parade di hadapan rakyatnya. Tentu Kristen – sama-sama bekerja atas
da-saja sang kaisar segera mendengar sar sebuah wawasan dunia dan
se-gelak tawa dari kerumunan orang kumpulan nilai-nilai. Apakah
ma-banyak karena sebenarnya dia tidak sing-masing pendekatan ini
memi-mengenakan apa-apa sama sekali. liki dampak yang signifikan pada
Demikian pulalah psikologi sekuler klien dan jalan keluar? Ya! Apakah
saat ini membangga-banggakan se-salah satu pendekatan tidak bernilai
kaligus menipu dirinya sendiri. Ke-dan pendekatan lainnya sarat nilai?
- sombongan profesional yang bisa
Sama sekali tidak! Keduanya dida
terlihat dengan mudah menyertai ge-sarkan atas orientasi-orientasi
nilai-lar-gelar akademis sering mempu-nilai yang tersirat maupun tersurat
nyai andil dalam penipuan diri sen-yang diyakini oleh para terapis
terse-8. P. Scott Richards dan Allen E. Bergin, A Spiritual Strategy for Counseling and Psychotherapy (Washington, D.C.: American Psychological Association, 1997), 7.
Christ Centered Therapy
diri semacam ini. Rasul Paulus me- area-area lain dalam diri klien yang terganggu fungsinya. Kami yang ngatakan, “Mereka berbuat
seolah-mengamati sikap diskriminatif ini olah mereka penuh hikmat, tetapi
dan melihat berlakunya mitos ini ti-mereka telah menjadi bodoh. Mereka
dak menertawakan batas-batas pe-menggantikan kemuliaan Allah yang
mikiran sang “kaisar buta,” kami sa-tidak fana dengan gambaran yang
ngat sedih atas kerusakan yang di-mirip dengan manusia yang fana…”
akibatkan oleh kekeliruan bahwa ni-(Rm. 1:22-23).
lai-nilai tidak ada pengaruhnya Keyakinan di zaman sekarang
lam konseling. bahwa merawat orang secara
psiko-Pihak-pihak lain juga mengakui logis bisa dilakukan tanpa
melibat-adanya masalah ini. Contohnya, Aso-kan nilai-nilai adalah sebuah mitos.
siasi Psikologi Amerika (APA) baru-Keyakinan bahwa psikologi
hanya-baru ini menerbitkan sebuah buku lah mengenai naluri, motivasi,
ke-adaan emosi, dan situasi hidup yang yang sangat inovatif berjudul Reli-gion and the Clinical Practice of Psy-bisa diteliti secara ilmiah terlepas
da-ri nilai-nilai juga sama kelirunya. Sa- chology (Agama dan Praktek Klinis yangnya, pendekatan-pendekatan Psikologi), yang diedit oleh Edward dalam perawatan [psikologis], alo- P. Shafranske, seorang profesor Pro-kasi pendanaan, dan tindakan-tin- gram Pascasarjana Ilmu Pendidikan dakan disipliner diatur oleh para dan Psikologi di Pepperdine. Karya “kaisar” wawasan dunia yang buta ini merupakan hasil dari dialog ber-terhadap fakta bahwa nilai-nilai me- kesinambungan dalam Divisi 36 rupakan sumber hidup utama yang APA (Psikologi Agama) di antara pa-kami lakukan sebagai konselor ter- ra cendekiawan di bidang psikologi hadap para klien kami. mengakui bahwa tanpa nilai dan
Contohnya, ketika Terry
menye-tanpa agama, usaha-usaha konseling rahkan Diagnostic and Statistical
Ma-kosong (sia-sia). Buku tersebut, yang nual of Mental Disorders IV (DSM-IV,)
sering kami kutip dalam buku ini, sebuah diagnosa mengenai Religious
mencakup beberapa pasal yang or Spiritual Problem (V-Code 62.89)
ditulis oleh para cendekiawan dan yang merupakan diagnosa sekunder
praktisi di bidang klinis yang sama-dari diagnosa primer Major
Depres-sama mengakui bahwa nilai-nilai, sive Disorder kepada pengelola
pe-agama, dan iman adalah bagian inte-rawatan psikologis, klaimnya untuk
gral dalam diri seseorang sebagai penggantian pengeluaran uang
di-manusia yang utuh, sekaligus seba-tolak. Pemeriksa kasusnya yakin
gai bagian yang penting bagi suk-bahwa fokus pada masalah-masalah
9
sesnya terapi. spiritual hanya akan mengaburkan
23
Penjelasan Mengenai Nilai-nilai dan Wawasan Dunia
9. Dua sumber penting lainnya untuk memahami meningkatnya minat dalam isu-isu spiritualitas oleh American Psychological Association, antara lain P. Scott Richards dan Allen Bergin, A Spiritual Strategy for Counseling and Psychotherapy (Washington, D.C.: American Psychological Association, 1997); dan William R.
lain terhadap pengabaian
terse-Di dalam karya yang sangat
pen-but. Salah satu alasan yang jelas
ting ini, kontributor (penyumbang)
namun tidak mengenakkan, yaitu
Allen Bergin, I. Reed Payne, dan P.
faktor keputusan mengenai nilai
Scott Richards mengutip kesimpulan
proses preferensi (pilihan).
Ter-dari G. Owen, yang menyatakan,
lepas dari sejumlah masalah
pe-“Sekularisasi psikoterapi tidak bisa nyelidikan, faktanya adalah
ba
-lagi dipromosi kan tanpa diperta- nyak psikolog berpengaruh telah nyakan. Terapi tanpa nilai tidak lagi memilih (karena satu dan lain hal)
10
bisa berkembang.” Namun demiki- untuk mengeluarkan isu-isu me-ngenai maksud, makna,
nilai-ni-an, untuk menarik kesimpulan ini
lai, dan konstruksi-konstruksi
bukan berarti promosi dari
sekum-atau pengalaman-pengalaman
pulan nilai-nilai tertentu adalah
religius dan spiritual dari proses
sekedar kewajiban etis yang terbuka
perumusan teori mereka
menge-terhadap nilai-nilai seorang terapis 11
nai perilaku manusia.
maupun kliennya. Jadi, Bergin,
Cendekiawan lain seperti W. Payne, dan Richards menambahkan:
Bevan, W. O'Donohue, James
Kurang sehatnya dan kelesuan,
Olthuis, dan Nicholas Wolterstorff,
atau bahkan sikap tidak
bersaha-telah mengakui betapa besarnya
pe-batnya dunia profesional yang
ka-ngaruh “keyakinan-keyakinan yang
dang dihadapi saat
menying-menguasai” dalam setiap bidang
ke-gung isu-isu ini, tidak dapat
dije-12
hidupan. Keyakinan-keyakinan
laskan oleh orang terkemuka atau
pernyataan resmi bahwa aspek- yang menguasai ini menjadi
komit-aspek dari sifat manusia ini tidak- men mendasar, seperangkat
wawas-lah ilmiah. Ilmu pengetahuan di- an dunia, ideologi yang disukai yang tentukan oleh metodologi, bukan berpengaruh terhadap pemikiran oleh isi dan banyaknya bidang- kreatif, penelitian ilmiah, dan jawab-bidang yang diteliti secara ilmiah. 13
an-jawaban akhir. Para
cendekia-Masalahnya bukan itu, ada alasan
Miller (editor), Integrating Spirituality into Treatment (Washington, D.C.: American Psychological Association, 1999).
10. G. Owen, “Ethics of Intervention for Change,” Australian Psychologist 21 (1986), 211-218, dirujuk dalam Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Pscyhotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 316..
11. Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Pscyhotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 316-317.
12. Lihat W. Bevan, “Contemporary Psychology: A Tour Inside the Onion,” American Psychologist 26 (1991), 475-483; W. O'Donohue, “The (Even) Bolder Model: The Clinical Psychologist as Metaphysician-Scientist-Practitioner,” American Psychologist 44 (1989),1460-1468; J. Olthuis, “On Worldviews,” Christian Scholars Review 14 (1985), 153-164; dan N. Wolterstorff, Reason Within the Bounds of Religion, edisi ke-2. (Grand Rapids: Eerdmans, 1984).
13. Diamati oleh Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Psychotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 316
Christ Centered Therapy
wan ini mengakui bahwa ketiadaan penciptaan dan kebangkitan dari ke-nilai pada hakekatnya adalah pe- matian).
maksaan nilai-nilai. Mengapa perlu Beberapa bahkan berpendapat ada pertentangan dengan dimasuk- bahwa orang-orang Kristen tergang-kannya nilai-nilai dan intervensi aga- gu, kaku, dan tidak sehat secara emo-ma yang monoteistik dalam terapi? sional dibandingkan keseluruhan Tampaknya beberapa psikolog ber- populasi manusia pada umumnya. pengaruh memilih untuk menying- Pandangan semacam ini yang dianut kirkan wawasan dan pengalaman- banyak perumus teori psikologi se-pengalaman spiritual klien mereka suai dengan sebuah keyakinan yang dari proses perumusan teori karena diungkapkan di dalam sebuah ar-wawasan mereka sendiri dan hasrat tikel harian New York Times tahun mereka untuk mengontrol atau me- 1997 yang mencap orang-orang mengaruhi wawasan orang lain! Kristen sebagai orang-orang
“mis-kin, tak berpendidikan, dan mudah Psikologi telah sejak lama tak
15
digiring.” Seorang psikolog berna-ramah terhadap
perspektif-perspek-14
ma Wendell Watters juga berpenda-tif spiritual yang monoteistik.
Bebe-pat bahwa keyakinan-keyakinan rapa tenaga profesional kesehatan
ji-Kristen juga menyebabkan sakit jiwa. wa menganggap nilai-nilai dan
keya-kinan-keyakinan Kristen menim- “Orang Kristen sejati,” tulisnya, bulkan perilaku yang tidak sehat, se- “pasti selalu berada dalam keadaan tersiksa, karena dia tidak pernah da-perti salah menafsirkan penundukan
pat benar-benar yakin Allah telah diri yang alkitabiah sebagai
penye-16
bab kekerasan dalam rumah tangga mengampuninya.” Dan Albert Ellis, dan pendisiplinan yang alkitabiah seorang humanis dan psikolog terke-sebagai penyebab kekerasan terha- nal, menyebut orang Kristen sebagai dap anak. Mereka juga menafsirkan orang-orang yang “terganggu emosi-bahwa keyakinan-keyakinan Kristen nya, biasanya neurotik (gangguan didasari mitos-mitos yang penuh ta- syaraf) tapi kadang-kadang psikotik
17
khayul dan tidak ilmiah (misalnya, (gangguan jiwa).” Stereotip
sema-14. Lihat pembahasan dalam David M. Wulff, “The Psychology of Religion: An Overview,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 47-52.
15. Dirujuk dalam Tom Prichard, Minnesota Family Council Newsletter (Minneapolis: Minnesota Family Council, Nopember 1999).
16. Wendell W. Watters, “Christianity and Mental Health,” The Humanist (Nopember/Desember 1987),10, dirujuk dalam David A. Noebel, Understanding the Times (Colorado Springs: Association of Christian Schools International and Summit Ministries, 1995),167. Ini adalah versi yang lebih ringkas dari Understanding the Times: The Religious Worldviews of Our Day and the Search for Truth karya Noebel (Eugene, Ore.: Harvest House, 1994). Kecuali disebutkan sebaliknya, referensi-referensi terhadap Understanding the Times di sini adalah versi buku yang lebih ringkas.
17. Albert Ellis, “The Case Against Religiosity,” dalam “Testament of Humanist,” Free Inquiry (musim semi 1987), 21, dirujuk dalam Noebel, Understanding the Times, 19.
25
cam ini terhadap sekelompok orang Psikolog Edward Shafranske
-seperti wanita, orang-orang Afro- memperhatikan bahwa sebagian be Amerika, kaum homoseksual, orang- sar orang-orang dalam masyarakat
-orang Yahudi, dan lain-lain adalah Barat dibesarkan dalam tradisi reli
19
-hal tabu [di Amerika] yang mengede- gius. Dalam survey baru-baru ini di
,
-pankan kebenaran politis tetapi se- temukan bahwa 93% dari orang Ame
-karang ini stereotip terhadap orang- rika beragama; lebih dari 80% meng orang Kristen tampaknya sangat anggap agama sebagai “cukup” atau gencar dalam komunitas politik dan “sangat penting” dalam kehidupan
20
-psikologi. Sikap tidak ramah, terha- mereka. Sebaliknya, seorang psiko dap perspektif-perspektif spiritual log dan profesor bernama Stanton
-monoteistik ini secara umum dan Jones menemukan bahwa agama ha
-terhadap kekristenan secara khusus, nya sedikit berperan dalam kehidup lebih bersumber dari nilai-nilai dasar an kebanyakan psikolog akademis di daripada dasar ilmu pengetahuan, Amerika. Sebuah survey pada tahun dari isi wawasan dunia tertentu ke- 1984 menunjukkan bahwa 50% dari
timbang dari suatu metodologi ilmi-
-psikolog tidak menyukai agama di
ah, dan keyakinan daripada fakta.
-bandingkan dengan hanya 10% po
Tinjauan terhadap semua artikel
-pulasi umum. Di antara para psiko penelitian kuantitatif dalam dua
terapis, hanya 33% dari psikolog jurnal psikiatrik dalam kurun waktu
klinis menggambarkan bahwa iman dua belas tahun menunjukkan
religius memiliki pengaruh paling bahwa 72% dari variabel komitmen
penting dalam kehidupan mereka, religius yang diteliti berguna bagi
padahal 72% dari populasi umum kesehatan mental; tambahan pula,
mengklaim bahwa iman mereka empat dari dimensi religius yang 21
penting. diteliti bermanfaat bagi kesehatan
Angka-angka statistik ini meng-mental dalam 92% hasil penelitian
18 indikasikan dengan cukup jelas
bah-yang dilaporkan. Penelitian ini jelas
wa para psikolog adalah sub-popu-menampilkan gambaran yang
lasi yang tidak lazim di dalam negara berbeda dari yang dilukiskan oleh
- kami, memiliki tingkat agnostik,
mereka yang melihat “ketidak
skeptik, dan ateis yang lebih tinggi stabilan psikologis” dalam diri
dari klien mereka. Berdasarkan orang-orang yang religius!
18. Dilaporkan dalam Larson dan Larson, The Forgotten Factor, 32, 34.
19. Edward P. Shafranske, “Introduction: Foundation for the Consideration of Religion in the Clinical Practice of Psychology,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 1.
20. Data statistik dirujuk dari Shafranske, “Foundation for the Consideration of Religion,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 1.
21. Data statistik dikutip dari Stanton L. Jones, “A Constructive Relationship for Religion With the Science and Profession of Psychology: Perhaps the Boldest Model Yet,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 113.
Christ Centered Therapy
perbedaan-perbedaan ini, tidaklah antara pasien dan terapis dalam hal mengherankan jika para psikolog nilai-nilai religius mungkin salah sa-akan salah memahami religiusitas tu pemrediksi terbaik untuk hasil kliennya, secara tidak tepat meng- yang sukses. Jadi, nilai-nilai religius evaluasi peran iman dalam kehidup- seharusnya menjadi satu variabel an para kliennya, dan mengabaikan dalam menentukan bagaimana para untuk mengintegrasikan unsur-un- klien dan terapis dipasangkan. Ed-sur religius ke dalam praktek klinis- ward Shafranske dengan tegas
me-22
nya. nyatakan bahwa “kecocokan
nilai-nilai” ini harus benar-benar diperhi-Saat kita menyusun kerangka
tungkan, bukan hanya sebagai masa-alkitabiah untuk konseling dalam
lah praktis yang etis, tapi khususnya kehidupan sehari-hari secara umum,
karena keterlibatan agama memiliki mungkin ada gunanya untuk
meng-potensi untuk menjadi faktor berpe-ingat bahwa ada dampak dari
per-ngaruh yang signifikan dalam kese-samaan atau perbedaan antara
nilai-25
hatan mental seseorang. Keya-nilai religius seorang klien dan
tera-kinan, praktek-praktek, dan afiliasi-pisnya terhadap hasil terapi
konse-afiliasi seseorang bekerja bersama-ling. Bukti menunjukkan bahwa para
sama untuk menciptakan motivasi klien yang religius merespon lebih
yang mendorong seseorang untuk baik pada terapi yang disesuaikan
23
berperilaku. dengan nilai-nilai religius mereka.
T. Kelly dan Hans Strupp menemu- Para terapis harus mengakui bah-kan bahwa satu-satunya variabel di wa mereka adalah agen-agen peng-mana kesamaan antara pasien dan ubah yang harus mendukung nilai-terapis penting untuk memprediksi nilai dan gaya hidup yang, atas dasar hasil terapi adalah persesuaian bukti dan debat yang jujur, terbukti “keselamatan” antara klien dan tera- meningkatkan kesehatan mental;
24
mereka harus mengadopsi sikap yang pis tersebut. Penelitian ini
mendu-eksplisit dan non-relatif tentang nilai-kung kesimpulan bahwa persamaan
22. Dicatat dalam Jones, “A Constructive Relationship,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 131.
23. L. Rebecca Propst, “The Comparative Efficacy of Religious and Nonreligious Cognitive-Behavioral Therapy for the Treatment of Clinical Depression in Religious Individuals,” Journal of Consulting and Clinical Psychology 60 (1992), 94-103, dirujuk dalam Jones, “A Constructive Relationship,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 140.
24. T. Kelly dan H. Strupp, “Patient and Therapist Values in Psychotherapy: Perceived Changes, Assimilation, Similarity, and Outcome,” Journal of Clinical and Consulting Psychology 60 (1992), 34-40, dirujuk dalam Jones, “A Constructive Relationship,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 140.
25. Dicatat oleh Shafranske, “Foundation for the Consideration of Religion,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 2-3.
27
nilai, dan bukannya sikap terapetik kan komitmennya terhadap
relativis-26
yang implisit dan bersifat relatif. Ten- me dengan cara yang tidak logis. tu saja setiap terapis perlu menole- Demikian pula, para lelaki dalam ransi perbedaan-perbedaan, tetapi beberapa budaya mengambil dua sikap relativistik meyakini bahwa atau lebih istri dan tidak mengang-tidak ada nilai-nilai yang universal, gap itu buruk atau ilegal. Oleh sebab dan bahwa semua nilai tergantung bu- itu, seorang konselor yang berhadap-daya dan situasinya. Kecenderungan an dengan seseorang yang poligami pluralistik semacam ini dalam terapi yang punya istri di beberapa negara menimbulkan masalah, tidak saja ka- tidak punya dasar untuk mengusul-rena tren tersebut menyatakan bahwa kan perubahan pada perilaku orang semua wawasan sama-sama benarnya itu selama konselor tersebut mem-dan seluruhnya relatif (yang adalah pertahankan relativisme dalam hal sebuah wawasan), tapi juga karena nilai-nilai. Satu-satunya situasi di tidak secara logis konsisten dengan tu- mana konselor relativistik bisa mera-juan terapi, yaitu untuk menghasilkan sa dibenarkan dalam mengesam-perubahan di dalam diri klien. Setiap pingkan relativismenya adalah ke-kali para terapis mengusulkan tujuan tika ada aktivitas-aktivitas ilegal. Te-yang spesifik ini dilakukan semua te- tapi secara keseluruhan, ide relati-rapis, mereka tidak lagi relativis! Lagi- visme dalam konseling adalah ko-pula, jika nilai-nilai yang dimiliki nyol, sebagaimana yang bisa dilihat kliennya berpotensi memiliki kon- dalam hal-hal ekstrim yang disebab-sekuensi emosi, fisik, atau spiritual kannya.
Hal ini menimbulkan pertanyaan yang negatif, maka para terapis
rela-mengenai apakah ada hal-hal mu-tivistik tidak bisa menentang secara
tlak/absolut yang universal di mana logis nilai-nilai kliennya yang
destruk-kita bisa mendasarkan nilai-nilai destruk-kita tif dan tetap berpegang pada
wawas-27.
dalam hal kesehatan jiwa. Jika kita annya.
melihat perjalanan sejarah, kita bisa Sebagai contoh, karena beberapa
melihat ada nilai-nilai dasar yang, budaya tertentu menganggap
kani-jika dianut oleh suatu budaya, akan balisme sebagai perilaku manusia
bertahan. Bila nilai-nilai tersebut te-yang normal, seorang terapis te-yang
lah diabaikan atau dilanggar, maka sedang menghadapi seorang kanibal
budaya tersebut hancur. Di samping tidak memiliki dasar untuk
meng-itu, kalau kita membandingkan ke-usulkan perubahan dalam pilihan
saksian sejarah mengenai klaim-perilaku kliennya tanpa
meninggal-26. Kesimpulan-kesimpulan dirujuk dalam Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Pscyhotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 300; dan dari Jones, “A Constructive Relationship,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 140.
27. Kesimpulan-kesimpulan dirujuk dalam Bergin, Payne, dan Richards, “Values in Pscyhotherapy,” dalam Religion and the Clinical Practice of Psychology, 300.
Christ Centered Therapy
klaim dari berbagai sikap/pendirian tidak bisa saling berhubungan, atau agama-agama, kita bisa menemukan bahwa iman Kristen harus
dikesam-pingkan dari kehidupan sehari-hari, bahwa kita bisa menarik kesimpulan
dan bahwa hanya nilai-nilai “sekuler” yang jelas tentang apa saja hal-hal
saja yang memainkan peran dalam yang mutlak itu. Misalnya, kita bisa
konseling, adalah pola pikir yang se-melihat budaya-budaya di mana
ho-sat dan keliru. Kami percaya bahwa moseksualitas berkembang telah
pendekatan-pendekatan konseling hancur berkeping-keping;
masya-yang alkitabiah berada pada posisi rakat-masyarakat di mana
pembu-yang lebih baik daripada keyakinan-nuhan dan seksualitas yang tidak
keyakinan konseling yang disodor-terkendalikan jumlahnya tidak lagi
kan oleh budaya kita, tidak saja kare-bertahan; dan negara-negara di
ma-na prinsip-prinsip alkitabiah mende-na keluarga hancur tidak lagi
berta-28 monstrasikan superioritasnya dalam
han.
ruang konseling, tapi juga karena Kita harus melihat lebih dekat
prinsip-prinsip ini didasari oleh kebe-“perang saudara yang
memperta-naran mutlak Firman Allah. hankan nilai-nilai” (sebuah frasa yang
dicetuskan pertama kali oleh Dr.
James Dobson) yang terjadi tidak saja NILAI-NILAI EKSPLISIT DALAM pada budaya [Amerika] secara umum PSIKOTERAPI: EMPAT WA-tapi juga dalam bidang psikologi WASAN DUNIA YANG BER-secara khusus. Saat kita meru- SAING
muskan prinsip-prinsip untuk
Tidak ada terapis yang bebas dari integrasikan kebenaran-kebenaran
nilai. Tak terelakkan lagi, wawasan spiritual dengan praktek konseling,
dunia seorang terapis akan terung-kita tidak melakukannya dalam
kap dalam metodologinya. Para ruang hampa tetapi di dalam konteks
klien datang dalam sesi-sesi terapi sekarang, yang dalam prosesnya
di-dengan membawa pandangan me-pengaruhi oleh
pandangan-pan-reka sendiri yang telah terbentuk dangan budaya, kemanusiaan, dan
sebelumnya, dunia di mana mereka agama yang kesemuanya bisa saling
hidup, dan Tuhan – begitu pulalah bersaing/bertentangan. Apabila para
dengan para terapisnya. Jadi jenis konselor yang membaca buku ini
pa-wawasan dunia apa saja yang ber-da akhirnya percaya bahwa mereka
laku di sini? tidak dapat menerapkan
prinsip-Dalam Understanding the Times prinsip yang kami sodorkan kecuali
(Mengetahui Waktu), seorang ahli mereka ada dalam konteks gereja,
wawasan dunia yang terkemuka, kami pasti akan kalah dalam “perang
David Noebel, mendaftarkan empat saudara” ini. Pola pikir kultural yang
wawasan dunia yang mempunyai meyakini bahwa agama dan budaya
.28. Diamati oleh Warren Brookes, “The Key to Well-being,” The Washington Times, 25 Desember 1989, bag. D, hal. 1, dirujuk dalam Noebel, Understanding the Times,15.
29