• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP TEORI DAN PRINSIP KEPEMIMPINAN DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP TEORI DAN PRINSIP KEPEMIMPINAN DA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk memenuhi salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Kepemimpinan dan Manajemen dalam Keperawatan Semester I

Disusun oleh :

KELOMPOK II

1. Obar : 215116007

2 Nuriati Sarlota A : 215116008

3. Sri Hartati : 215116009

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KEPERAWATAN ANAK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AHMAD YANI

CIMAHI

(2)

rahmat dan hidayah-Nya, makalah yang berjudul konsep teori dan prinsip kepemimpinan dalam keperawatan telah terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai proses pembelajaran tetang konsep, teori dan prinsip kepemimpinan dalam keperawatan yang dilahirkan menurut beberapa ahli keperawatan.

Dalam penyususnan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang membantu baik langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dedi S. Djamuri, dr.,Sp.B selaku Ketua STIKES Jend Ahmad Yani Cimahi.

2. Nunung Nurjanah, S.Kp.,M.Kep.,Ns,Sp.Kep.An selaku Ketua Program Magister Ilmu Keperawatan Anak.

3. Dr.Iin Inayah, S.Kp., M.Kep, Selaku koordinator dan Dosen mata kuliah Kepemimpinan dan Manajemen dalam Keperawatan.

4. Serta tidak lupa rekan-rekan seangkatan yang selalu memberikan masukan dan arahan.

Penulis menyadarai bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, maka dari itu penulis mengharapkan masukan yang bersifat membangun umumnya untuk pengembangan profesi perawat dan khususnya kepada penulis.

Bandung, September 2016

(3)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI... ii

BAB I. PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Tujuan...4

C. Manfaat...4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...5

A. Pengertian Kepemimpinan...5

B. Pengertian Manajemen...7

C. Teori Kepemimpinan...9

D. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan...14

E. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan...15

F. Pimpinan dan Kepemimpinan...15

G. Hubungan Antar Manusia Ada Dua Jenis :...16

H. Tugas - Tugas Pimpinan :...16

I. Peranan Pemimpin Terhadap Kelompok :...16

J. Issue Kepemimpinan...17

K. Kumpulan Jurnal Internasional...19

L. Kumpulan Jurnal Nasional...23

BAB III. PENOMENA PELAYANAN KESEHATAN SAAT INI...27

A. Fenomena Pelayanan Keperawatan Saat Ini...27

B. Kebijaksanaan Pemerintah...27

C. Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia...29

D. Dampak Perubahan...32

E. Permasalahan...35

BAB IV. PEMBAHASAN...40

(4)
(5)

A. Latar Belakang

Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini akan terus berubah seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-menerus berkembang dan mengalami perubahan, demikian pula dengan keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada masyarakat, keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan atau pergeseran dari berbagai faktor yang memengaruhi keperawatan, maka akan berdampak pada perubahan dalam pelayanan/asuhan keperawatan, perkembangan iptekkep, maupun perubahan dalam masyarakat keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat profesional.

Seperti telah dipahami bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada Milenium III, termasuk asuhan keperawatan akan terus berubah karena masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat terus-menerus mengalami perubahan. Masalah keperawatan sebagai bagian masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat juga terus-menerus berubah, karena berbagai faktor-faktor yang mendasarinya juga terus mengalami perubahan. Dengan berkembangnya masyarakat dan berbagai bentuk pelayanan profesional serta kemungkinan adanya perubahan kebijakan dalam bidang kesehatan yang juga mencakup keperawatan, maka mungkin saja akan terjadi pergeseran peran keperawatan dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat

(6)

dan secara kolektif tantangan-tantangan tersebut menuntut organisasi membangun kemampuan baru. Tantangan yang paling kompetitif adalah penyesuaian kepada perubahan yang tiada henti-hentinya. Faktor-faktor lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan, menjadikan masa depan bisnis semakin tidak pasti dan mengalami turbulansi. Perubahan-perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membangun kemampuan baru. Organisasi harus selalu dalam kondisi transformasi yang tidak pernah berakhir, bersifat fundamental, dan kontinyu.

Mendasarkan pada gambaran di atas, kepemimpinan yang efektif menjadi faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan organisasi. Untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, organisasi membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan yang cocok dengan karakter-istik organisasi masa depan. Pertanyaannya, kepemimpinan yang bagaimana yang harus dimiliki yang bisa membawa organisasi mencapai tujuannya? Untuk menjawab hal itu, tulisan ini akan mencoba mencari dan menelusuri jawaban, serta menyodorkan karakteristik kepemimpinan yang efektif organisasi masa depan. Pembahasan berturut-turut meliputi teori kepemimpinan, karakteristik kepemimpinan yang efektif, pendekatan peningkatan keefektifan kepemimpinan, dan disertai model diagnosis perilaku organisasi yang mendukung kepemimpinan yang efektif.

Kepemimpinan merupakan lokomotif organisasi yang selalu menarik dibicarakan.Daya tarik ini didasarkan pada latar historis yang menunjukkan arti penting keberadaan seorang pemimpin dalam setiap kegiatan kelompok dan kenyataan bahwa kepemimpinan merupakan sentrum dalam pola interaksi antar komponen organisasi.Lebih dari itu, kepemimpinan dan peranan pemimpin menentukan kelahiran, pertumbuhan dan kedewasaan serta kematian organisasi.

(7)

menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat.Hal ini berkaitan dengan kepemimpinan perawat dalam pelayanan keperawatan dan tuntutan profesi sebagai tuntutan global, bahwa setiap perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan secara profesional, dengan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.

Peran dan fungsi perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti. Melihat fungsinya yang luas sebagaimana tersebut di atas, maka perawat profesional harus dipersiapkan dengan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang kepemimpinan.Pemimpin keperawatan dibutuhkan baik sebagai pelaksana asuhan keperawatan, pendidik, manajer, ahli, dan bidang riset keperawatan (Aziz Alimul, 2004).

(8)

Bawahan memerlukan rasa aman dan akan memperjuangkan untuk melindungi diri dari ancaman yang bersifat semu atau yang benar - benar ancaman terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dalam situasi kerja. Atasan / pimpinan menciptakan kondisi untuk mewujudkan kepemimpinan yang efektif dengan membentuk suasana yang dapat diterima oleh bawahan, sehingga bawahan tidak merasa terancam dan ketakutan.Untuk dapat melakukan hal tersebut di atas, baik atasan maupun bawahan perlu memahami tentang pengelolaan kepemimpinan secara baik, yang pada akhirnya akan terbentuk motivasi dan sikap kepemimpinan yang profesional.

B. Tujuan

Untuk mendeskripsikan, memberikan gambaran, dan membandingkan antara konsep, teori dan prinsip kepemimpinan dalam keperawatan yang dilahirkan menurut beberapa ahli keperawatan

C. Manfaat

(9)

A. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan bagian dari sistem manajemen keperawatan, dimana bagian dari sistem manajemen keperawatan meliputi pengumpulan data, perencanaan, pengaturan, kepegawaian, kepemimpinan dan pengawasan. Konsep kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditunjukkan kepada semua staf keperawatan. Untuk mencipatakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan pelayanan keperawatan yag efektif, efesien dan berkualitas. Sedangkan manajemen keprawatan adalah proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuha keperawatan secara professional, sehingga keduanya dapat saling mendukung ( Imanuddin, 2009).

Fungsi kepemimpinan yang berkualitas dalam manajemen pada umumnya diartikan hanya berfungsi pada kegiatan supervisi, tetapi dalam keperawatan fungsi tersebut sangatlah luas, apabila posisi sebagai ketua tim, kepala ruangan atau perawat pelaksana dalam suatu ruang, maka diperlukan pemahaman tentang bagaimana mengelola dan memimpin orang lain dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang berkualitas (Sriyanti, 2003)..

(10)

mengembangkan budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460).

Banyak definisi diberikan tentang kepemimpinan, antara lain: George R.Terry, Leadership is the activit of influencing people to strive willingly for group objectives. Stoner, kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiata-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.

Harold Koontz and Cyril O’Donnell, state that leadership is influencing people to follow in the achivement of a common goal. Handbook of Leadership, memberikan definisi kepemimpinan sebagai“suatu interaksi antar anggota suatau kelompok.

Kepemimpinan dapat terjadi di luar konteks organisasi dan didefinisikan sebagai proses menggerakkan satu atau beberapa kelompok dalam beberapa arahan tanpa melalui tekanan.

1. Gardner (1990, hlm.1) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “proses persuasif dan peneladanan oleh individu (atau tim kepemimpinan) yang memengaruhi suatu kelompok untuk mengikuti arahan pemimpin atau diberikan oleh pemimpin dan bawahan”.

2. Robbins (1991, hlm. 104) sependapat dengan pernyataan “kepemimpinan adalah proses pemberdayaan kepercayaan dan mengajarkan orang lain untuk menggunakan seluruh kemampuannya dengan menyingkirkan kepercayaan yang membatasi mereka”.

3. Bennis (2001) menyatakan bahwa pemimpin membuat suatu visi yang jelas dan menarik orang lain untuk mengikutinya.

Karena tidak ada titik temu antara penelitian dan teoretikus tentang definisi pasti kepemimpinan, ada baiknya untuk berfokus pada peran apa yang terkandung dalam kepemimpinan.

(11)

Komunikator Konselor Berpengaruh

Evaluator Pengajar Penyelesaian masalah

yang kreatif

Fasilitator Pemikir kritis Agens pengubah

Pengambilan risiko Buffer (penengah) Diplomat

Penasihat Advokat Model peran

Penambah semangat Berpandangan ke depan

B. Pengertian Manajemen

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam suatu kegiatan di organisasi. Didalam menajemen mencakup POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) terhadap staf, sarana, prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey,1999).

Manajemen didefinisikan sebagai proses dalam menyelesaikan pekaryaan melalui orang lain, sedangkan manajemen keperawatn adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan kepeawatan secara professional. (Gillies, 1986)

Filosofi manajemen yaitu Totall Quality Management (TQM) menurut Edwards Deming (2002) memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Hak Otonomi dalam pemngambilan keputusan tentang tugas yang diemban

2. Membuat keputusan dalam upaya meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja

3. Memonitoring secara berkesinambungan dengan pendekatan ilmiah

4. Adanya rencana Strategis

5. Memenuhi kebutuhan pasar /masyarakat.

(12)

Pengkajian Diagnosis Perencanaan Pelaksanaan Evaluasi

PROSES KEPERAWATAN

Dalam mengelola manajemen diperlukan Manajemen Hubungan antar Manusia.

Berikut beberapa teori dasar terkait :

1. Elton mayo (1930) menekankan manajemen kepada pegawai, dengan tidak mengabaikan lingkungan kerja.

2. Douglas Mc. Gregor (1960) menekankan pendapat Mayo (1930) tentang manajemen perilaku pegawai terhadap kepuasan pegawai , teori ini dinamakan teoi X dan Y. Dimana Teori X adalah pegawai dengan perilaku pasif dan Teori Y adalah pegawai dengan perilaku aktif. Teori ini merupakan komponen yang berkesinambungan dan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya keputusan yang tepat dan akurat dari manajer dalam mengasumsikan / menilai bawahannya.

3. Chris Argyris (1964) mendukug teori Mc. Gregor (1981) dan Mayo yang menyatakan bahwa manajer yang terlalu dominan menyebabkan pegawai tidak termotivasi dan cenderung pasif.

C. Teori Kepemimpinan

Pengembangan Teori Kepemimpinan Pengumpulan

(13)

1. Teori Bakat ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang di perlukan seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir. Kemampuan seorang pemimpin di tentukan oleh bakat, intelegensi, stabilitas emosi dan kebugaran fisik.

Teori Bakat (Trait Theory) atau Great Man Theory: Menekankan bahwa setiap orang adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) dan mereka mempunyai karakteristik tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain (Marquis dan Huston,1998).

Ciri-ciri :

a) Intelegensi 1) Pengetahuan 2) Keputusan

3) Kelancaran berbicara b) Kepribadian

1) Adaptasi 2) Kreatif 3) Kooperatif 4) Siap / siaga 5) Rasa percaya dri 6) Integritas

7) Keseimbangan emosi dan mengontrol 8) Independen

9) Tenang c) Perilaku

(14)

2. Teori Perilaku: teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya . teori ini dinamakan Gaya Kepemimpinan seorang manajer dalam suatu organisasi ( Vestal, 1994 ).

Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan berdaarkan perilaku pemimpin itu sendiri ( Gillis,1970 ).

Gaya kepemimpinan menurut beberapa ahli:

a) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt Bahwa kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan bawahan, yang dipengaruhi oleh faktor manajer, karyawan, dn situasi.

b) Gaya Kepemimpinan menurut Likert :

Mengelompokkan menjadi empat sistem ;

1) Sistem Otoriter – Eksploitatif 2) Sistem Benevolent – Otoritatif 3) Sistem konsultatif

4) Sistem partisipatif

c) Gaya Kepemimpinan menurut Teori X dan Teori Y : 1) Gaya Kepemimpinan diktator

2) Gaya Kepemimpinan otokratis 3) Gaya Kepemimpinan santai

d) Gaya Kepemimpinan menurut Robert House : 1) Direktif

2) Suportif 3) Partisipatif

4) Berorientasi tujuan

(15)

2) Konsultasi 3) Partisipasi 4) Delegasi

f) Gaya Kepemimpinan menurut Lippits dan K. White: 1) Otoriter

2) Demokratis

3) Libera; / Laissez Faire

g) Gaya Kepemimpinan berdasarkan kekuasan dan wewenang ( Gillis,1996):

1) Direktif 2) Suportif 3) Partisipatif 4) Bebas bertindak

3. Teori Kontingensi dan situasional: menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang melaksanakan tugasnya dengan mengkombinasikan faktor bawaan, perilaku dan situasi

4. Teori Kontemporer: menekankan pada empat kompoen penting dalam pengelolaan yaitu, manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan yang didukung oleh teori motivasi, interaksi, dan teori transformasi.

5. Teori Motivasi:

Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan isinya :

Teori Penjelasan

1. Hierarki kebutuhan (Maslow) Fisiologi = gaji pokok

Aman = perencanaan yang regular (gaji)

Kasih sayang = kerja sama secara tim

Harga diri = pencapaian posisi

(16)

bekerja

2. Teori ERG (Clayton Alderfer) E = Existence (fisiologis) R = Relatedness ( kasih sayang)

G = Growth (tantangan dalam bekerja)

3. Teori Dua Faktor (Frederich Herzberg) Motivators = kepuasan kerja Hyiene = lingkungan yang kondusif

4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Affiliation = bersahabat Power = memerintah orang lain

Achievement = suka tantangan, kompetisi dan menyelesaikan masalah secara detail

Perbandingan beberapa teori motivasi berdasarkan Prosesnya :

Teori Penjelasan

1. Teori keadilan (Adams) Berdasarkan nilai-nilai dan kadilan terhadap karyawan 2. Teori Harapan (Georgopoulos Moheny,

Jones dan Vroom)

M = Job Outcomes x Valences x Expectancy x Intrumentality

3. Teori Penguatan (B.F.Skinner) Stimulus-Respons-Konsekuensi

4. Teori Belajar (Mc Clelleand) Tujuan yang harus dicapai suatu organisasi

6. Teori Z

(17)

kepemimpinan demokratis. Komponen teori Z meliputi pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai keahliannya, menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan pendekatan yang holistik terhadap staf.

7. Teori Interaktif

Teori ini dikemukakan oleh Schein (1970), menekankan bhawa staf atau pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.

Hollande (1978) menekankan bahwa antara peran pemimpin dan staf dipengaruhi oleh peran lainnya. Pemimpin yang efektif memerlukan kemampuan unutk menggunakan proses penyelesaian masalah, memepertahankan kelompok secara efektif, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, kejujuran dalam memimpin, kompeten, kreatif, dan kemampuan mengembangkan indentifikasi kelompok.

8. Teori Situasi

Bertolak belakang dengan teori bakat ialah teori situasi (situasional theory). Teori ini muncul sebagai hasil pengamatan, dimana seseorang sekalipun bukan keturunan pemimpin, ternyata dapat pula menjadi pemimpin yang baik. Hasil pengamatan tersebut menyimpulkan bahwa orang biasa yang jadi pemimpin tersebut adalah karena adanya situasi yang menguntungkan dirinya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk muncul sebagai pemimpin.

9. Teori Ekologi

(18)

menjadi pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakat-bakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang di peroleh dari alam.

D. Hubungan Kepemimpinan dan Kekuasaan

Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kepemimpinan dapat dijalankan hanya bila pada diri pemimpin terdapat kekuasaan karena jabatan yang diembannya dan penerimaan atau pengakuan bawahan atas perannya sebagai pemimpin ( Gilles, 1996 )

Kekuasaan seorang pemimpin dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Reward power atau kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan baik berupa insentif material, memenuhi permintaan rotasi tugas atau kesempatan untuk mengikuti program pengembangan staf. Pimpinan yang menggunakan kekuasaan legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerja sama dari bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk atau permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan yang bernilai , misalnya: kenaikan gaji, pemberian bonus, pemberian hari libur dan lain - lain.

2. Coecieve power atau kekuasaan untuk menerapkan perintah atau hukuman secara paksa kepada bawahan berupa penurunan atau penundaan kenaikan pangkat, skorsing maupun pemecatan. Bawahan akan tunduk karena ketakutan. Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki perilaku yang tidak produktif dalam organisasi, namun seringkali menghasilkan akibat yang sebaliknya. 3. Referent power merupakan kemampuan untuk menjadi panutan

(19)

4. Expert power merupakan kemampuan untuk menyakinkan, membimbing dan mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin.

E. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan

Menurut Kron (1981), ruang lingkup kegiatan kepemimpinan keperawatan meliputi :

1. Perencanaan dan pengorganisasian

2. Membuat penugasan dan memberi pengarahan 3. Pemberian bimbingan

4. Mendorong kerjasama dan partisipatif 5. Kegiatan koordinasi

6. Evaluasi hasil kerja

F. Pimpinan dan Kepemimpinan

Manajer atau kepemimpinan adalah orang yang bertugas melakukan proses atau fungsi manajemen. Berdasarkan hierarki tugasnya pimpinan dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pimpinan tingkat pertama ( Lower Manager )

Adalah pimpinan yang langsung berhubungan dengan para pekerja yang menjalankan mesin peralatan atau memberikan pelayanan langsung pada konsumen. Pimpinan ini diutamakan memiliki proporsi peranan technical skill yang terbesar dan konseptual skill yang terkecil.

2. Pimpinan tingkat menengah ( Middle Manager )

(20)

Hubungan antara manusia merupakan ketrampilan dalam melakukan komunikasi dengan sesama manusia lain.

3. Pimpinan puncak ( Top Manager )

Pimpinan puncak adalah manajer yang menduduki kewenangan organisasi tertinggi dan sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan administrasi. Pimpinan ini memiliki proporsi peranan konseptual skill yang terbesar dan technical skill yang terkecil.

G. Hubungan Antar Manusia Ada Dua Jenis : 1. Human Relations

Adalah hubungan antar manusia intern dalam organisasi guna membina lancarnya tim kerja.

2. Public Relations

Adalah hubungan antar manusia ekstern keluar organisasi.

H. Tugas - Tugas Pimpinan :

1. Sebagai pengambil keputusan 2. Sebagai pemikul tanggung jawab

3. Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual

4. Bekerja dengan atau melalui orang lain 5. Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.

I. Peranan Pemimpin Terhadap Kelompok :

(21)

3. Sebagai pemberi informasi, yaitu memonitor informasi yang ada di lingkungan organisasi, menyebarluaskan informasi dari luar kepada bawahan dan mewakilikelompok sebagai pembicara.

4. Menghimpun kekuatan

5. Merangsang perdebatan masyarakat

6. Membuat kedudukan perawat di media massa

7. Memilih suatu strategi utama yang paling efektif, bertindak di saat yang tepat

8. Mempertahankan kegiatan

9. Memelihara formaf desentralisasi organisasi

10. Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik 11. Mempelajari pengalaman

12. Jangan menyerah tanpa mencoba.

J. Issue Kepemimpinan

Ada atau tidak adanya kepercayaan menjadi isu kepemimpinan yang sangat penting dalam organisasi dewasa ini.

Adapun lima dimensi kunci kepercayaan :

1. Integritas : merujuk pada kejujuran dan kebenaran

2. Kompetensi : mencakup pengetahuan dan keterampilan tehnis dan interpersonal

3. Konsistensi : terkait dengan kehandalan dalam menangani situasi.

4. Loyalitas : keinginan melindungi orang lain (biasanya atasan) 5. Keterbukaan : kejujuran terhadap orang lain

Isu terkait kepemimpinan kontemporer:

(22)

2. Kepemimpinan transformasional : pemimpin yang menginpirasi pengikut untuk melampaui kepentingan pribadi mereka dan mampu membawa dampak mendalam dan luar biasa pada para pengikut. 3. Kepemimpinan Visioner : kemampuan menciptakan dan

mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai masa depan organisasi.

4. Gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam organisasi, seperti kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional. Kedua jenis kepemimpinan ini pertama kali diungkapkan oleh burn pada tahun 1978 dalam konteks politik, yang kemudian dikembangkan oleh bass:1985 serta berry dan houston:1993 yang membawanya dalam konteks organisasional. Kepemimpinan karismatik dan transformasional sering disebutkan secara berdampingan satu dengan yang lainnya ini karena pada dasarnya keduanya memilki perspektif yang sama dalam hal seorang pemimpin harus memberikan “sesuatu” agar anggota bergerak menuju tujuan organisasi, yang membedakan keduanya adalah apa “sesuatu” yang diberikan tersebut.

(23)

K. Kumpulan Jurnal Internasional Jurnal 1

a Journey to Leadership: designing a nursing Leadership development program

Sandra Swearingen, PhD, RN

abstract

Nursing leadership development is important in today’s changing health care climate. Nurse leaders affect staff satisfaction, patient outcomes, and the fiscal status of most health care organizations. This article delineates why leadership development is important to nursing, how to strengthen nursing leadership, how to design a methodology for building an internal nursing leadership development program based on levels of curriculum content, and what members of an organization can help teach the curriculum.

Kesimpulan :

Pengembangan kepemimpinan keperawatan penting dalam iklim perawatan kesehatan berubah hari ini. pemimpin perawat mempengaruhi kepuasan staf, hasil pasien, dan status fiskal dari kebanyakan organisasi perawatan kesehatan. Artikel ini melukiskan mengapa pengembangan kepemimpinan penting untuk keperawatan, bagaimana memperkuat kepemimpinan keperawatan, bagaimana merancang metodologi untuk membangun program pengembangan kepemimpinan keperawatan internal berdasarkan tingkat isi kurikulum, dan apa anggota organisasi dapat membantu mengajar kurikulum.

Jurnal 2

Leadership styles in nursing management: implications for staff outcomes

James Avoka Asamani*, Florence Naab, Adelaide Maria Ansah Ofei

(24)

ABSTRACT Introduction: Nursing is a people-centred profession and therefore the issue of leadership is crucial for success. Nurse managers’ leadership styles are believed to be important determinant of nurses’ job satisfaction and retention. In the wake of a global nursing shortage, maldistribution of health workforce, increasing healthcare costs and expanding workload, it has become imperative to examine the role of nurse managers’ leadership styles on their staff outcomes. Using the Path-Goal Leadership theory as an organising framework, this study investigated the leadership styles of nurse managers and how they influence the nursing staff job satisfaction and intentions to stay at their current workplaces. Methods: The study employed a cross-sectional survey design to collect data from a sample of 273 nursing staff in five hospitals in the Eastern Region of Ghana. Descriptive and regression analyses were performed using SPSS version 18.0. Results: Nurse managers used different leadership styles depending on the situation, but were more inclined to the supportive leadership style, followed by the achievement-oriented leadership style and participative leadership style. The nursing staff exhibited moderate levels of job satisfaction. The nurse managers’ leadership styles together explained 29% of the variance in the staff job satisfaction. The intention to stay at the current workplace was low (2.64 out of 5) among the nursing staff. More than half (51.7%) of the nursing staff intended to leave their current workplaces, and 20% of them were actively seeking the opportunities to leave. The nurse managers’ leadership styles statistically explained 13.3% of the staff intention to stay at their current job position. Conclusions: These findings have enormous implications for nursing practice, management, education, and human resource for health policy that could lead to better staff retention and job satisfaction, and ultimately improve patient care. Keywords: Nurse manager; leadership style; job satisfaction; intention to stay; staff outcomes; nursing leadership

(25)

manajer Perawat digunakan gaya kepemimpinan yang berbeda tergantung pada situasi, tapi lebih cenderung ke gaya kepemimpinan suportif, diikuti oleh gaya kepemimpinan berorientasi prestasi dan gaya kepemimpinan partisipatif. Staf perawat menunjukkan tingkat moderat kepuasan kerja. gaya kepemimpinan perawat manajer bersama-sama menjelaskan 29% dari varians dalam kepuasan staf pekerjaan. Niat untuk tinggal di tempat kerja saat ini rendah (2,64 dari 5) di antara staf perawat. Lebih dari setengah (51,7%) dari staf perawat dimaksudkan untuk meninggalkan tempat kerja mereka saat ini, dan 20% dari mereka aktif mencari peluang untuk meninggalkan. gaya kepemimpinan perawat manajer statistik menjelaskan 13,3% dari niat staf

untuk tinggal di posisi

Kesimpulan: Temuan ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk praktek keperawatan, manajemen, pendidikan, dan sumber daya manusia untuk kebijakan kesehatan yang dapat menyebabkan lebih baik staf retensi dan kepuasan kerja, dan pada akhirnya meningkatkan perawatan pasien.

Jurnal 3

SENIOR NURSING LEADERS: UNDERSTANDING THEIR EMOTIONAL INTELLIGENCE, LEADERSHIP PRACTICES, AND HOW BOTH MAY BE ASSOCIATED WITH ENGAGEMENT OF THEIR DIRECT REPORTS

By

CRAIG S. LASER

A DISSERTATION IN PRACTICE

Submitted to the faculty of the Graduate School of Creighton University in Partial Fulfillment of the Requirements for the degree of Doctor of Education in Interdisciplinary Leadership

Omaha, NE

March 9, 2016

(26)

Leadership by its nature is a social interaction and is present in every interaction between people. Leader behaviors and actions are observed and judged by followers during every interaction. For senior nursing leaders in healthcare organizations, how they practice leadership influences how followers connect with the senior leader. Senior nursing leaders must practice leadership in a way that fully incorporates emotional intelligence domains. The integration of emotional intelligence with follower-centric leadership practices creates a powerful combination of outcomes that influence engagement. This Dissertation in Practice research study was designed using a qualitative approach to understand how senior nursing leaders’ self-perceptions of their emotional intelligence (EI) and leadership practices may be associated with direct report leader engagement. The value of this research was to understand the meaning and essence of the phenomenon experienced by senior nursing leaders and the information was extracted by using semi structured interview questions to create categories, codes, and conceptual themes. This research revealed that the self-perceptions and meaning of senior nursing leaders helped to validate that a leadership development program focused on this type of affective, cognitive, and behavioral learning would help improve emotional intelligence, leadership practices, and engagement of direct report leaders. This research demonstrated the need for an integrated leadership development program for senior nursing leaders to develop their EI and leadership practices.

Keywords: Leadership, emotional intelligence, engagement, leader development

Kesimpulan :

(27)

senior yang membantu untuk memvalidasi bahwa program pengembangan kepemimpinan difokuskan pada jenis afektif, kognitif, dan belajar perilaku akan membantu meningkatkan kecerdasan emosional, praktik kepemimpinan, dan keterlibatan pemimpin laporan langsung. Penelitian ini menunjukkan kebutuhan untuk program pengembangan kepemimpinan terpadu bagi para pemimpin keperawatan senior untuk mengembangkan praktek kecerdasan emosional dan kepemimpinan mereka.

L. Kumpulan Jurnal Nasional

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI PAVILIUM CATELIA RSUD UNDATA

Surianto1, Ni Putu Pranita Sari1, Jurni1

Bagian Keperawatan, Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu,

(28)

adalah tingkat kepuasan. Penelitian ini menunjukkan persentase tinggi tentang kepemimpinan baik, merasa puas (52,4%) dan persentase lingkungan kerja baik, merasa puas (62,5%). Hasil uji statistik menunjukkan nilai p value masing-masing sebesar 1.000 dan 0,384. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p≥ 0,05. Tidak ada hubungan antara kepemimpinan dan lingkungan kerja dengan kepuasan perawat di Paviliun Catelia RSUD Undata. Hal ini terjadi ruangan tersebut merupakan contoh pelaksana model praktek keperawatan professional yang diterapkan secara optimal, ditunjang dari lingkungan kerja pun sarana dan prasaranya mampu memenuhi pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan menjadi masukan dan bahan evaluasi untuk pihak manajemen dalam pengelolaan kepuasan kerja perawat khususnya di Paviliun Catelia sehingga perawat tersebut dapat bekerja sesuai dengan peraturan rumah sakit dan melaksanakan tugas-tugas sesuai yang telah ditetapkan.

Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Perawat, Kepemimpinan, Lingkungan Kerja

Jurnal 2

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANG DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT SWASTA DI DEMAK

Maryanto, Tri Ismu Pujiyanto, Singgih Setyono

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang Program Studi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Semarang Dinas Kesehatan Kabupaten Demak

ABSTRAK

(29)

tahun 2010 terdapat 6 tenaga keperawatan keluar dari Rumah Sakit Swasta di di Demak dan BOR turun 25 % dari tahun sebelumnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Swasta di di Demak. Metode penelitian adalah jenis penelitian ini adalah analitik korelasional dengan desain cross sectional, teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 43 responden. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dengan taraf signifikan 5%. Hasil penelitian adalah menunjukkan ada hubungan yang signifikan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan kepuasan kerja perawat dengan p – value 0,005. Kesimpulan adalah penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala ruang dalam menampilkan gaya kepemimpinannya sehingga terwujud kepuasan kerja para anggotanya.

Kata kunci : gaya kepemimpinan, kepuasan kerja perawat.

Jurnal 3

Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran Program Studi Magister Keperawatan Konsentrasi Manajemen Keperawatan Januari, 2016

ABSTRAK

Milkhatun

Upaya Meningkatkan Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang di RSI Sultan Agung Semarang

(30)
(31)

Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi. Ini merupakan proses jangka panjang yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Perubahan yang terjadi akan mencakup seluruh aspek keperawatan yakni: (1) penataan pendidikan tinggi keperawatan; (2) pelayanan dan asuhan keperawatan; (3) pembinaan dan kehidupan keprofesian; dan (4) penataan lingkungan untuk perkembangan keperawatan. Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan ini bersifat saling berhubungan, saling bergantung, saling memengaruhi, dan saling berkepentingan. Inovasi dalam keempat aspek di atas merupakan fokus utama keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisasi serta mepersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi tantangan keperawatan di masa depan.

B. Kebijaksanaan Pemerintah

(32)

Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program Pendidikan Ners. Dengan demikian, diharapkan terjadi perubahan yang mendasar dalam upaya berpartisipasi aktif untuk menyukseskan program pemerintah dan berwawasan yang luas tentang profesi keperawatan. Perubahan tersebut bisa dicapai apabila pendidikan tinggi keperawatan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan perkembangan pelayanan dan program pembangunan kesehatan seiring dengan perkembangan iptek bidang kesehatan serta diperlukan proses pembelajaran baik institusi pendidikan maupun pengalaman belajar klinik di rumah sakit dan komunitas.

Perubahan-perubahan yang terjadi di era global akan berdampak positif dan negatif terhadap pelayanan keperawatan.

Dampak positif akibat perubahan yang terjadi meliputi:

1) Makin meningkatnya mutu pelayanan keperawatan yang diselenggarakan.

2) Makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga kesehatan/keperawatan yang tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. 3) Bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan.

Sedangkan dampak negatif yang perlu diperhatikan meliputi:

1) Terjadinya persaingan yang makin ketat antartenaga kesehatan/keperawatan bangsa sendiri dan asing.

2) Berubahnya filosofi pelayanan kesehatan/keperawatan, yang semula berorientasi sosial menjadi sepenuhnya bersifat komersial.

(33)

4) Tidak sesuainya pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

C. Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia

Era kesejagatan oleh tenaga keperawatan hendaknya dipersiapkan secara benar dan menyeluruh, mencakup seluruh aspek keadaan dan kejadian atau peristiwa yang terjadi atau sedang dan akan berlangsung dalam era tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir dan menghadapi masa depan, khususnya memasuki Milenium III, perkembangan iptek terjadi dengan sangat cepat. Proses penyebaran iptek, serta penyebaran berbagai macam barang dan jasa menjadi bertambah cepat, bahkan terjadi dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan adanya perkembangan pesat dari teknologi transportasi dan telekomunikasi serta perkembangan teknologi lainnya. Hal ini mencerminkan terjadinya proses pensejagatan dengan segala ciri dan konsekuensinya.

Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan profesional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama. Demikianlah kira-kira secara umum tentang keperawatan profesional yang merupakan tanggung jawab seorang perawat profesional yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal. Apabila ditinjau dari perkembangan iptekkep dan ditinjau dari etika keprofesian dan sosial, bertolak dari pengertian singkat di atas, empat faktor yang terkait erat dengan proses profesionalisasi adalah:

(1) Pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan.

(34)

(3) Penataan standar praktik keperawatan profesional melalui Undang-undang Praktik Keperawatan.

(4) Pendayagunaan Konsil Keperawatan-Pokja Keperawatan.

Pendidikan keperawatan merupakan institusi yang berperan besar dalam mengembangkan dan menciptakan proses profesionalisasi para tenaga keperawatan. Pendidikan keperawatan mampu memberikan bentuk dan corak tenaga keperawatan pada lulusannya berupa tingkat kemampuan yang sekaligus mampu untuk memfasilitasi pembentukan komunitas keperawatan dalam memberikan suara dan sumbangsih bagi profesi dan masyarakat (Ma’rifin, 1999). Dengan kata lain pengembangan pendidikan keperawatan yang profesional merupakan salah satu unsur strategis dalam mencapai profesionalisme keperawatan.

Keperawatan di Indonesia di masa depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global, mengingat setiap perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan yang profesional serta memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem pelayanan kesehatan mengalami perubahan mendasar dalam memasuki abad 21 ini. Perubahan tersebut merupakan dampak perubahan ekonomi, kependudukan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(1) Perubahan Ekonomi

(35)

politik, baik eksekutif maupun legislatif, lebih berperan sebagai seorang penguasa yang selalu membenarkan semua tindakannya untuk kepentingan golongan/kelompok tertentu, sedikit sekali peduli dengan masalah yang dihadapi anak bangsa, khususnya masalah kesehatan.

(2) Kependudukan

Perubahan kependudukan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dan bertambahnya umur harapan hidup, maka akan membawa dampak terhadap masalah kesehatan dan lingkup dari praktik keperawatan. Masalah kesehatan ditandai dengan munculnya penyakit baru (re-merging diseases), yaitu penyakit lama yang timbul lagi karena pengaruh faktor lingkungan dan mutasi gen, seperti flu burung, HIV/AIDS, chikungunya, dan penyakit lainnya. Lingkup praktik terjadi pergeseran yang dulunya lebih menekankan pada pemberian pelayanan kesehatan/keperawatan pada “hospitalbased” ke “community-based.” Keadaan ini menuntut perawat untuk lebih mandiri dan berpandangan jauh ke depan dalam melaksanakan perannya secara profesional.

(3) Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Kesehatan/Keperawatan

Era kesejagatan identik dengan era komputerisasi, sehingga perawat dituntut untuk menguasai teknologi komputer di dalam melaksanakan MIS (Management Information System) baik di tatanan pelayanan maupun pendidikan keperawatan.

(4)Tuntutan Profesi Keperawatan

Keyakinan bahwa keperawatan merupakan profesi yang harus disertai dengan realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut dengan profesionalisasi (Kelly dan Joel, 1995). Karakteristik profesi yaitu:

(36)

2. Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain.

3. Pendidikan yang memenuhi standar.

4. Terdapat pengendalian terhadap praktik.

5. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat (accountable) terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

6. Merupakan karier seumur hidup.

7. Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.

Praktik keperawatan sebagai tindakan keperawatan profesional masyarakat dalam penggunaan pengetahuan teoretis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar serta ilmu keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan diagnosis, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan teknikal, perawat juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung risiko, bertanggung jawab, dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.

D. Dampak Perubahan

Perubahan sosial ekonomi dan politik, kependudukan, dan iptek akan berdampak terhadap perubahan praktik keperawatan, pendidikan keperawatan dan perkembangan iptek keperawatan. Perawat pada abad mendatang akan menghadapi suatu kesempatan dan tantangan yang sangat luas sekaligus suatu ancaman (Chitty, 1997: 470).

(37)

Tantangan terhadap praktik keperawatan dapat diidentifikasi sebagai tantangan terhadap: (1) Pengurangan anggaran dalam sistem pelayanan kesehatan; (2) Otonomi dan akuntabilitas; (3) Perkembangan teknologi; (4) Tempat praktik; dan (5) Perbedaan batas kewenangan praktik.

1) Pengurangan anggaran

Perawat Indonesia saat ini dihadapkan pada suatu dilema, disatu sisi dia harus terus mengupayakan peningkatan kualitas layanan kesehatan, di lain pihak pemerintah memotong alokasi anggaran untuk pelayanan keperawatan. Dalam melaksanakan tugasnya, sering kali perawat jarang mengadakan hubungan interpersonal yang baik karena mereka harus melayani pasien lainnya dan dikejar oleh waktu. Keadaan tersebut sebagai suatu tantangan bagi perawat dalam berpegang terus dalam nilai-nilai moral dan etik.

2) Otonomi dan Akuntabilitas

Melibatkan perawat dalam pengambilan suatu keputusan di Pemerintahan merupakan hal yang sangat positif dalam meningkatkan otonomi dan akuntabilitas perawat Indonesia. Peran serta tersebut perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan. Kemandirian perawat dalam melaksanakan perannya sebagai suatu tantangan. Semakin meningkatnya otonomi perawat berarti semakin tingginya tuntutan kemampuan yang yang harus dipersiapkan.

3) Teknologi

(38)

4) Tempat Praktik

Tempat praktik keperawatan di masa depan meliputi pada tatanan klinik

(RS); komunitas; dan praktik mandiri di rumah/berkelompok (sesuai SK Menkes R.I 1239/2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan dan diharapkan sudah berlakunya tentang Undang-undang Praktik Keperawatan bagi perawat Indonesia). Gambaran tempat praktik dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

5) Perbedaan Batas Kewenangan Praktik

Belum jelasnya batas kewenangan praktik keperawatan pada setiap jenjang pendidikan, sebagai suatu tantangan bagi profesi keperawatan. Berdasarkan hasil kajian penulis, hal tersebut terjadi karena belum dipahaminya atau dikembangkannya “body of knowledge” keperawatan. Selama menempuh pendidikan, perawat mendapatkan ilmu dan pola pikir yang hampir sama dengan profesi kedokteran. Sehingga bukan sesuatu yang aneh setelah lulus, para perawat akan praktik melakukan hal yang sama seperti apa yang didapatkannya di sekolah. Perawat sering dihadapkan pada suatu dilema karena tidak jelasnya batas kewenangan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Keadaan ini jelas akan berdampak terhadap peran perawat dalam peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.

2. Tantangan Pendidikan Keperawatan

(39)

tren bertambahnya umur penduduk juga akan menjadi isu sentral dalam pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan di masa depan. Dengan demikian, isi kurikulum harus menyentuh aspek asuhan keperawatan gerontik, home care, penyakit-penyakit kronis, dan AIDS. Tantangan lain adalah menjadikan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris menjadi kompetensi wajib yang harus dimiliki bagi lulusannya dan ini merupakan suatu keharusan.

3. Tantangan Perubahan Iptek

Riset keperawatan akan menjadi suatu kebutuhan dasar yang harus dilaksanakan oleh perawat di era global. Meningkatnya kualitas layanan, sangat ditentukan oleh hasil kajian-kajian dan pembaharuan yang dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian. Berkembangnya ilmu keperawatan akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas dan kemandirian perawat dalam melaksanakan tugasnya.

Uraian di atas membawa implikasi terhadap perubahan sistem pelayanan kesehatan/keperawatan dan sebagai tantangan bagi tenaga keperawatan Indonesia dalam proses profesionalisme. Keperawatan Indonesia sampai saat ini masih berada dalam proses mewujudkan keperawatan sebagai profesi, yaitu suatu proses berjangka panjang, ditujukan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

(40)

E. Permasalahan

Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus menerus berkembang, baik disebabkan adanya tekanan eksternal, maupun karena tekanan internal keperawatan. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat menuntut dikembangkannya pendekatan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang berbeda. Hal ini menyebabkan iptek Keperawatan sebagai bentuk tekanan eksternal, harus terus-menerus dikembangkan.

1. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Masih Rendahnya Peran Perawat Dalam Mana-Jemen Keperawatan

Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok yang dihadapi perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1) Peran perawat profesional yang tidak optimal

Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah berupaya mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health needs and demands) masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat belum melaksanakan peran secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tidaklah mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan di Indonesia.

(41)

Di Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika PSIK untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal di negara-negara maju, banyak pengakuan body of knowledge tersebut telah lama ditemukan. Setidak-tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale untuk pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika profesi kesehatan lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah keperawatan sebagai suatu ilmu.

3) Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan profesional

Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia telah banyak dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia baru dimulai secara bersamaan pada tahun 2000.

4) Terlambatnya pengembangan sistem pelayanan/asuhan keperawatan profesional

(42)

2. Faktor-Faktor Lain Yang Memperlambat Perkembangan Peran Perawat Secara Profesional (Nursalam, 2002)

1) Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan

Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya pendidikan keperawatan secara profesional, maka perawat lebih cenderung untuk melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka cenderung untuk menolak terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam melaksanakan perannya secara profesional.

2) Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/selfesteem)

Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi dari klien. Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sistem pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan perawat sebagai warga negara kelas dua. Stigma inilah yang membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di bidang pelayanan kesehatan.

3) Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan

(43)

umum. Riset tentang keperawatan hampir belum tersentuh. Faktor lain yang sebenarnya sangat memprihatinkan adalah tugas akhir yang diberikan kepada mahasiswa keperawatan bukan langkah-langkah riset secara ilmiah, tetapi lebih menekankan pada laporan kasus per kasus.

4) Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit

Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu objek untuk kepentingan tertentu dan tidak dikelola secara profesional. Kurikulum yang diterapkan lebih mengarahkan perawat tentang how to work and apply, bukan how to think and do critically.

5) Rendahnya standar gaji bagi perawat

Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia ataupun Amerika. Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional.

Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan

(44)

Dengan landasan penalaran yang tajam, Brill dan Worth (1997) memberikan ramalan bahwa organisasi masa depan yang akan mampu bersaing harus memiliki visi yang jelas dan terarah. Visi adalah suatu pernyataan yang berisi arahan yang jelas tentang apa yang harus diperbuat organisasi di masa yang akan datang. “A vision is a realistic, credible, attractive future for your organization” (Nanus: 1992). Visi yang jelas dan tepat sesuai dengan kebutuhan organisasi akan mampu menumbuhkan hal-hal berikut: 1) menumbuhkan komitmen karyawan terhadap pekerjaan dan mampu memupuk semangat kerja karyawan, 2) menumbuhkan rasa kebermaknaan di dalam kehidupan kerja karyawan, 3) menumbuhkan standar kerja yang prima, 4) menjembatani keadaan organisasi masa sekarang dan masa depan. Penelitian Collin dan Porras (dalam Pradiansyah: 1997), menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki visi dapat melampaui prestasi organisasi yang tidak memiliki visi sampai 55 kali.

Suatu survai yang dilaksanakan majalah Fortune terhadap 1500 pimpinan senior perusahaan, mengungkapkan ciri-ciri atau kemampuan paling dominan yang harus dimiliki pimpinan pada tahun 2000 adalah ke-mampuan merumuskan visi masa depan (Korn: 1989 dalam Chandra: 1997). Menurut Kotter (1996) visi organisasi merupakan tanggung jawab pemimpin organisasi. Visi adalah komponen sentral dari kepemimpinan yang hebat (great leadership). Dengan visinya seorang pemimpin memberikan jaminan kepastian/keamanan kepada anak buahnya dalam menyesuaikan diri dengan perubahan karena pengaruh perubahan lingkungan (Pradiansyah: 1997).

(45)

organisasi) dengan jelas dan terarah. Untuk dapat merumuskan visi yang jelas, kepemimpinan organisasi harus mempertanyakan hal-hal berikut (Nanus: 1992): apa visi dan tujuan organisasi saat ini, apa manfaat organisasi bagi masyarakat, apa ciri wilayah kerja dan kerangka kerja institusional dimana organisasi beroperasi, apa keunikan organisasi di dalam wilayah garapan atau di dalam struktur yang dimasuki, dan hal-hal apa yang harus dilakukan agar organisasi maju dan berkembang?

Di depan telah disodorkan kompetensi yang harus dimiliki seorang pemimpin yang terangkum dalam 5 dimensi. Mendasarkan pada fenomena perubahan yang terus menerus terjadi, di samping harus memiliki visi yang jelas dan terarah, pemimpin organisasi masa depan harus memiliki kompetensi yang menonjol sesuai lingkungan perubahan. Spencer, et al. (1994) mengidentifikasi beberapa kompetensi yang akan semakin penting bagi pemimpin organisasi masa depan yang meliputi: 1) kemampuan berpikir strategis, yaitu kemampuan untuk memahami kecenderungan perubahan lingkungan yang berlangsung cepat, peluang pasar, ancaman kompetisi, kekuatan dan kelemahan organisasi yang dipimpinnya, serta mampu mengidentifikasi tanggapan-tanggapan strategis, 2) kepemimpinan dalam perubahan, yaitu kemampuan untuk mengkomunikasikan visi

Strategis organisasi kepada seluruh pihak yang terkait, menciptakan komitmen dan motivasi, penggerak inovasi dan semangat kewirausahaan, serta mampu mengalokasikan sumber daya organisasi secara optimal untuk mengantisipasi perubahan yang akan terjadi, 3) pengelolaan hubungan, yaitu kemampuan untuk membina hubungan di tengah-tengah jaringan kerja yang kompleks, baik dengan partner usaha maupun pihak lain yang memiliki pengaruh terhadap keberlangsungan organisasi.

(46)

Prinsip sukses dalam menghadapi tren perkembangan keperawatan di masa depan, setiap perawat harus memiliki 3 unsur utama: visi (ilmu–konsep), aktivitas yang nyata, dan motivasi yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga perlu selalu tertanam suatu prinsip “Success is my Right, … not just only belong to other profession.” Oleh karena itu, perlu ditanamkan suatu sikap yang konsisten, komitmen, kolaboratif, kondusif, dan disiplin yang tinggi.

Untuk menghadapi trends-issues perubahan Pelayanan Keperawatan di masa depan, maka manajer keperawatan perlu mempunyai “KOREK API” dengan penjabaran sebagai berikut:

1) KOREK

(1) Kolektivitas (Kebersamaan):

Dalam mencapai tujuan peningkatan kualitas layanan keperawatan, perawat masa depan harus menumbuhkan rasa kebersamaan dan “emotional solidarity.” Meyakini dan berpedoman bahwa apa yang dilakukan adalah untuk profesi, maka harus dipupuk rasa kebersamaan. Tanpa adanya rasa kebersamaan, maka sebuah tim akan mudah “diobok obok” orang lain dan bercerai berai.

(2) Organising (Terorganisisasi):

Segala aktivitas yang dilaksanakan harus terencana dengan baik. Hal ini penting bagi perawat masa depan untuk selalu bertindak berdasarkan pertimbangan dan perencanaan yang matang.

(3) Retail (Jasa Layanan):

(47)

(4) Efektif Dan Efisien:

Prinsip pelayanan keperawatan masa depan adalah efektivitas dan efisiensi. Perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang cepat, tepat, dan akurat. Efisiensi dalam penggunaan sarana dan dana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan indikator utama perawat masa depan.

(5) Komitmen:

Maju mundurnya suatu organisasi profesi, pendidikan keperawatan, pelayanan keperawatan terletak pada komitmen perawat. Ilmu keperawatan sangat tergantung pada “komitmen” perawat itu sendiri untuk selalu bertanggung jawab secara moral dan profesional. Komitmen merupakan kunci kesuksesan utama di dalam mewujudkan keperawatan sebagai profesi.

2) API

(1) Aktualisasi

Dalam mempertahankan keperawatan sebagai profesi, maka perawat harus mampu menunjukan aktualisasinya kepada masyarakat dan profesi lainnya, khususnya para eksekutif di wilayahnya. Aktualisasi tersebut akan dapat diterima orang lain, jika perawat mempunyai bekal pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional. Peningkatan kualitas pendidikan bagi perawat mutlak diperlukan dalam mencapai tujuan aktualisasi diri dan rasa percaya diri yang tinggi.

(48)

Singkatan NATO “No Action Talk Only,” harus dihindari oleh perawat masa depan. Potret perawat masa depan adalah perawat yang produktif, mempunyai suatu aktivitas profesional yang bermanfaat bagi anggota profesinya.

(3) Inovatif

(49)

Organisasi masa depan yang mampu bertahan adalah organisasi yang memiliki kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif memiliki 10 karakteristik: 1) mengembangkan, melatih, dan mengayomi bawahan, 2) berkomunikasi secara efektif dengan bawahan, 3) memberi informasi kepada bawahan mengenai apa yang diharapkan perusahaan dari mereka, 4) menetapkan standar hasil kerja yang tinggi, 5) mengenali bawahan beserta kemampuannya, 6) memberi peranan kepada para bawahan dalam proses pengambilan keputusan, 7) selalu memberi informasi kepada bawahan mengenai kondisi perusahaan, 8) waspada terhadap kondisi moral perusahaan dan selalu berusaha untuk meningkatkannya, 9) bersedia melakukan perubahan dalam melakukan sesuatu, dan 10) menghargai prestasi bawahan.

Oleh karena menjadi pemimpin yang efektif membutuhkan proses, maka sebuah organisasi dapat menggunakan strategi berikut untuk meningkatkan keefektifan, yaitu: leadership substitues, ledaership en-hancers, dan leadership neutralizers. Kepemimpinan yang efektif juga memerlukan model untuk mendiagnosa perilaku organisasi. Model yang bisa digunakan adalah “A Congruence Model for Diagnosing Organizational Behavior”. Dengan model tersebut segala permasalahan perilaku organisasi dapat diketahui dan ditemukan strategi pemecahannya.

B. Saran

(50)
(51)

Bina Rupa Aksara.

Christina S.I. (1990), Pengantar Manajemen Keperawatan; Akper Padjajaran Bandung (tidak dipublikasikan).

Dee Ann Gillies. 2002. Nursing Management. Philadelphia: WB. Saunders Company.

Eleanor J. Sullivan dan Phillip J. Decker. 1995. Effective Management in Nursing. California: Addison-Wesley Publishing Company.

Fiedler, F.E.1967. A Theory of Leadership Effectivenss, New York: McGraw-Hill.

Gillies, DA. (1996), Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem; W.B. Saunders Company, Philadephia.

H. Moh. Isa. 2001. Beberapa Bacaan tentang Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Depkes RI.

James A.F. Stoner, Management, Secont Editions, Prentice-Hall International, Inc., 1982.

Lancoster, J. dan Lancoster, W. (1982), Change Agent as Leaders in Nursing; CV. Mosby Company, St. Louis.

Prayitno, S. (1997), Dasar-dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat; Airlangga University Press, Surabaya.

Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management Principles and Practices: A Contigency and Questionnare Approach, John Willey & Son, New York, 1997

Robbins, Stephen, et.al. 1994. Organizational Beharviour: Concepts, Controversies and Applications, Prentice-Hall Australia and New Zealand.

Stephen J. Carrol & Henry L. Tosy, Organizational Behavior, John Willey & Son, New York, 1977

Stoner, James A.F dan R. Edward Freeman. 1989. Management, Prentice-Hall of India.

(52)

Leadership, Locus of Control Support for Innovation, Journal of Applied Psychology 78, p. 891-902.

Nursalam, 2011. Manajemen keperawatan (Aplokasi dalam Praktik Keperawatan professional)

Teori Sifat atau Pembawaan

(Sumber: Diadaptasi dari Chapter Seventeen, Leadership, 2001, The McGraw-Hill Company, Inc.)

Teori Gaya Keperilakuan

Referensi

Dokumen terkait

Dinas pendapatan, pengelolaan, keuangan dan aset daerah (DPPKAD) merupakan salah satu satuan kerja perangkat daerah tingkat kabupaten dimana dalam aktifitas

tetap, namun masih dimungkinkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Dengan demikian adanya perubahan kebijakan negara, dalam penyelesasian sengketa

Kota Jayapura dengan prosentase pemeluk agama Kristen yang dominan, apalagi didukung oleh walikota yang Beragama Protestan, memiliki alasan jika persoalan agama menjadi

Untuk mengawali proses metastasis, sel tumor yang telah bertahan hidup di dalam pembuluh darah akan memperlambat gerakan agar dapat berikatan dengan dinding pembuluh darah

Disamping penerimaan dari pihak ke tiga adakalanya kasir menerima uang dari karyawan sebagai pengembalian uang muka ( advance ) dalam rangka training business,

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa outcome P2K2 yang telah dilaksanakan oleh pendamping memiliki pengaruh untuk meningkatkan Graduasi Sejahtera Mandiri (GSM)

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pembentukan, Pemberhentian, dan Penggantian Antarwaktu Badan Pengawas

Perencanaan Pajak yang nantinya akan dilakukan adalah mengembalikan koreksi fiskal agar dapat menjadi pengurang dalam penghasilan bruto , menggunakan peraturan pajak lain