• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Lipstik Menggunakan Ekstrak Bunga Tasbih (Canna hybrida L) Sebagai Pewarna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Lipstik Menggunakan Ekstrak Bunga Tasbih (Canna hybrida L) Sebagai Pewarna"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bunga Tasbih

Tanaman bunga tasbih tergolong tanaman terna besar, tahunan dengan

tinggi dapat mencapai 2 meter. Dalam tanah mempunyai rimpang yang tebal

seperti umbi dan berdaun lebar dan besar dengan sirip yang jelas warna hijau atau

tengguli. Tanaman ini memiliki bunga besar yang berwarna cerah, seperti merah

tua, merah muda, kuning cerah, kuning berbintik-bintik coklat.

Berdasarkan warna daunnya, tanaman tasbih dibedakan menjadi dua jenis

yaitu tasbih berdaun hijau dan tasbih berdaun merah atau keungu-unguan. Tasbih

yang berdaun hijau mempunyai warna bunga yang lebih beragam seperti kuning

cerah, merah muda, merah tua, dan kuning berbintik-bintik coklat. Sedangkan

tasbih berdaun merah umumnya kuntum bunganya berwarna merah tua. (Hidayat

dan Saati, 2006).

Buah tasbih berukuran kecil, berbentuk bulat dengan kulit berbintil-bintil

halus, dan didalamnya terdapat biji. Biji yang masih muda berwarna hijau

keputih-putihan, dan setelah matang berubah menjadi hitam mengkilap. Tanaman

tasbih hampir selalu ditanam sebagai tanaman hias, dan juga dapat tumbuh liar di

hutan dan daerah pegunungan sampai ketinggian ±1.000 meter dari permukaan

laut (Anonim, 2012).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi di Herbarium Medanense Universitas

(2)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Cannaceae

Genus : Canna

Spesies : Canna hybrida L.

Nama Lokal : Bunga Tasbih

2.1.2 Manfaat dan kandungan kimia

Kegunaan tanaman tasbih belum banyak terungkap, namun biasanya

dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan bahan obat tradisional. Bunga

tasbih bisa digunakan sebagai obat penurun panas, tekanan darah tinggi, haid

terlalu banyak, keputihan, sakit kuning, batuk darah, luka berdarah, dan jerawat.

Tanaman tasbih memiliki senyawa tanin dan saponin pada umbinya. Senyawa

yang terkandung dalam tanaman tasbih terutama akarnya, antara lain fenol,

terpena, kumarin, dan alkaloida. Bagian yang dapat dimafaatkan adalah rimpang,

daun, dan bunga dalam keadaan segar maupun kering (Anonim, 2012).

2.2. Antosianin

Pigmen antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan, senyawa ini

berbentuk glikosida dan menjadi penyebab warna merah, biru, dan violet pada

banyak buah dan sayuran. Jika bagian gula dihilangkan dengan cara hidrolisis,

tersisa bagian aglukon dan disebut antosianidin. Bagian gula biasanya terdiri atas

satu atau dua molekul glukosa, galaktosa, dan ramnosa. Struktur dasar terdiri atas

(3)

Peningkatan jumlah gugus hidroksil cenderung meningkatkan warna menjadi

lebih biru. Peningkatan jumlah gugus metoksil meningkatkan warna menjadi lebih

berona merah. Terdapat enam antosianidin yang umum yaitu pelargonidin,

sianidin, delfinidin, peonidin, malvidin dan petunidin (Deman, 1997).

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar

luas dalam tumbuhan. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu

struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen

sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan

metilisasi atau glikosilasi (Harborne, 1987).

Antosianin terdapat dalam semua tumbuhan tingkat tinggi, banyak

ditemukan dalam bunga dan buah, tetapi ada juga yang ditemukan dalam daun,

batang, dan akar. Sebagian besar antosianin berwarna merah pada kondisi asam

dan berubah menjadi biru pada kondisi asam yang kurang. Selain itu, warna

antosianin juga terpengaruh oleh suhu, oksigen dan sinar UV (Anonim, 2011).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,

2000).

Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen

terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan melarutkan

solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang non polar

(4)

2.3.1 Cara ekstraksi

Ada beberapa metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan

perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan (kamar).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

3. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

4. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50oC.

6. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik

(5)

Ekstraksi antosianin umumnya menggunakan metode maserasi yaitu

proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

2.4 Kulit

Kulit merupakan ”selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu :

1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan paing luar.

2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik

karena kosmetika dipakai pada epidermis. Lapisan epidermis terdiri atas stratum

korneum, stratum lusidium, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum

basalis (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.5 Bibir

Kulit bibir memiliki ciri tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis.

Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium mendorong papila dengan

aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak

terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam

(6)

terdapat kelenjar lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak,

sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung

mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah

berpenetrasi ke stratum germinativum (Ditjen POM, 1985).

Daerah vermillion adalah bingkai merah bibir, merupakan daerah transisi

dimana kulit bibir bergabung ke dalam membran mukosa. Ini merupakan daerah

dimana wanita sering mengaplikasikan lipstik (Woelfel and Scheild, 2002).

Bibir tiap orang apapun warna kulitnya, berwana merah. Warna merah

disebabkan warna darah yang mengalir di dalam pembuluh di lapisan bawah kulit

bibir. Pada bagian ini warna itu terlihat lebih jelas karena pada bibir tidak

ditemukan satu lapisan kulit paling luar, yaitu lapisan stratum corneum (lapisan

tanduk). Jadi kulit bibir lebih tipis dari kulit wajah, karena itu bibir jadi lebih

mudah luka dan mengalami pendarahan (Ditjen POM, 1985).

2.6 Kosmetik

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”.

Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari

bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Namun, sekarang kosmetika tidak

hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan

kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Penggolongan kosmetik menurut kegunaaanya bagi kulit adalah sebagai

berikut (Tranggono dan Latifah, 2007):

1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)

Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk

(7)

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser)

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mouisturizer)

c. Kosmetik pelindung kulit

d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling)

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga

menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek

psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence).

2.6.1 Kosmetik dekoratif

Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha

untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat

dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan

sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat)

yang ada (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi

menjadi (Wasitaatmadja, 1997):

1. Kosmetika rias kulit (wajah)

2. Kosmetika rias bibir

3. Kosmetika rias rambut

4. Kosmetika rias mata

5. Kosmetika rias kuku

Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada

kesehatan kulit. Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain:

(8)

b. Bau yang harum menyenangkan

c. Tidak lengket

d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau

e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya.

2.6.1.1Peranan zat warna dalam kosmetik dekoratif

Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar,

untuk itu sebelum membahas preparat kosmetik dekoratif, terlebih dahulu

dibicarakan berbagai zat warna yang sering dipakai dalam pembuatan kosmetik

dekoratif.

Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok:

1. Zat warna alam yang larut

Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak zat

warna alam ini pada kulit lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi

kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal.

Misalnya alkalain zat warna merah yang diekstrak dari kulit akar alkana

(Radix alcannae); klorofil daun-daun hijau.

2. Zat warna sintetis yang larut

Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari aniline, sekarang benzene,

toluene, anthracene, dan hasil isolasi dari coal-tar lain yang berfungsi sebagai

produk awal bagi kebanyakan zat warna dalam kelompok ini sehingga sering

disebut sebagai zat warna aniline atau coal-tar. Sekarang lebih dari 1.000 zat

warna dari coal-tar yang berhasil diciptakan, tetapi hanya sebagian yang

(9)

Sifat-sifat zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Tone dan intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah

memberi warna.

b. Harus bisa larut dalam air, alcohol, minyak, atau salah satunya

c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna hanya larut dalam

pH asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.

d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat warna pada

kulit dan rambut berbeda-beda.

e. Toksisitas. Yang toksis harus dihindari.

3. Pigmen-pigmen alam

Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara

alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada

kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, coklat,

merah bata, coklat tua).

4. Pigmen-pigmen sintetis

Pigmen sintetis putih seperti zinc oxide dan titanium oxide termasuk dalam

kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya

memainkan suatu peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi

juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya.

5. Lakes alam dan sintetis

Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu tau lebih zat warna yang larut air

di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sedemikian

rupa (biasanya dengan reaksi kimia) sehingga produk akhirnya menjadi bahan

(10)

Kebanyakan lakes dewasa ini dibuat dari zat warna sintetis. Lakes yang dibuat

dari zat-zat warna asal coar-tar merupakan zat pewarna terpenting di dalam

bedak, lipstick, dan make-up warna lainnya, karena lebih cerah dan lebih

kompatibel dengan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Lipstik

Lipstik adalah cat bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (stick),

dimana zat warna terdispersi di dalam campuran minyak, lemak dan lilin

(Wasitaatmadja, 1997). Fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi

merah, semerah delima merekah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah

sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).

Persyaratan lipstik yang dituntut oleh masyarakat sebagai berikut

(Tranggono dan Latifah, 2007):

a. Melapisi bibir secara mencukupi

b. Dapat bertahan ( tidak mudah luntur)

c. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket

d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir

e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya

f. Memberikan warna yang merata pada bibir

g. Penampilan menarik, baik warna, bau, maupun bentuknya

h. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik,

atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik.

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat

dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga

(11)

yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir yaitu

antara 36-38oC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap

suhu cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat

lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu ± 62oC, biasanya

berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).

2.7.1 Komponen utama dalam sediaan lipstik

Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin ,

lemak dan zat warna.

1. Minyak

Minyak yang digunakan dalam lipstik harus memberikan kelembutan,

kilauan, dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher,

200). Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak, minyak

mineral dan minyak nabati lain. Minyak jarak merupakan minyak nabati

yang unik karena memiliki viskositas yang tinggi dan memiliki

kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik. Minyak jarak

merupakan salah satu komponen penting dalam banyak lipstik modern.

Viskositasnya yang tinggi adalah salah satu keuntungan dalam menunda

pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat pencetakan, sehingga

dispersi pigmen benar benar merata (Balsam, 1972).

2. Lilin

Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan

menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin yang

ideal akan menjaga lipstik tetap padat setidaknya pada suhu 50oC dan

(12)

juga harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan

serendah mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax,

candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil alkohol.

Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang yang sangat keras

karena memiliki titik lebur yang tinggu yaitu 85oC. Biasa digunakan dalam

jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik

(Balsam, 1972).

3. Lemak

Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang

berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang

lembut, meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek

berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses

pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak

dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat

yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin,

lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-lain (Jellineck, 1976).

4. Zat warna

Zat warna dalam listik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan

pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut atau terdispersi

dalam basisnya, sedangkan pigmen merupakan zat warna yang tidak larut

tetapi tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat warna ini masing-

masing memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya dicampur

dengan komposisi sedemikian rupa untuk memperoleh warna yang

(13)

2.7.2 Zat tambahan dalam sediaan lipstik

Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula

lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan cara menutupi

kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik,

tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain

dalam formula lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet

dan parfum (Senzel, 1977).

1. Antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain

yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vittamin E adalah

antioksidan yang paling sering digunakan (Poucher, 2000). Antioksidan

yang digunakan harus memenuhi syarat (Wasitaatmadja, 1997):

a. Tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam kosmetika

b. Tidak berwarna

c. Tidak toksik

d. Tidak berubah meskipun disimpan lama.

2. Pengawet

Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh didalam sediaan lipstik

sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi

ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi

pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme.

Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik.

Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben

(14)

3. Parfum

Parfum digunakan untuk memberikan bau yang menyenangkan, tidak

menimbulkan iritasi saat digunakan, menutupi bau dari lemak yang

digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi bau yang mungkin timbul

selama penyimpanan dan penggunaan lipstik (Balsam, 1972).

2.8 Evaluasi Lipstik

2.8.1.Pemeriksaan titik lebur lipstik

Penetapan suhu lebur lipstik dapat dilakukan dengan berbagai metode.

Ada dua metode yang biasanya digunakan yaitu metode melting point dan metode

drop point. Metode melting point menggunakan pipa kapiler sedangkan drop

point menggunakan pelat tipis. Syarat lipstik melebur pada metode pipa kapiler

adalah 60°C atau lebih, sedangkan untuk metode drop point adalah di atas 50°C

(Lauffer, 1985).

Penetapan suhu lebur lipstik dilakukan untuk mengetahui pada suhu

berapa lipstik akan meleleh dalam wadahnya sehingga minyak akan ke luar. Suhu

tersebut menunjukkan batas suhu penyimpanan lipstik yang selanjutnya berguna

dalam proses pembentukan, pengemasan, dan pengangkutan lisptik (Lauffer,

1985).

2.8.2.Pemeriksaan kekuatan lipstik

Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga

kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan.

Secara otomatis evaluasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan lilin

(15)

Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik

diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi, digantungkan beban

yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban ditambah secara berangsur-angsur

dengan nilai yang spesifik pada interval waktu 30 detik dan berat dimana lipstik

patah merupakan nilai breaking point (Vishwakarma, et al., 2011).

2.8.3.Stabilitas sediaan

Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan

bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama

penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari

hingga hari ke-30 (Vishwakarma, et al., 2011).

2.8.4.Uji oles

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada

kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel

dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita

menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik

jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata

dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan

dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel

sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).

2.8.5.Penetuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Sampel di buat dalam konsentrasi 1% yaitu 1 gram sampel dalam 100 ml akuades

(16)

2.9 Uji Tempel (Patch Test)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan

cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud

untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit

atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika

toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit

adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan,

sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan

toksikan golongan alergen (Ditjen POM, 1985).

Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah

pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi

tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut

iritasi sekunder (Ditjen POM, 1985).

Tanda-tanda yang ditimbulkan kedua reaksi kulit tersebut lebih kurang

sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi

kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM, 1985).

Panel uji tempel meliputi manusia sehat dan penderita. Manusia sehat

yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun,

berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau

reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel

(Ditjen POM, 1985).

Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi

(17)

adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang

telinga (Ditjen POM, 1985).

2.10 Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Uji kesukaan (hedonic test) merupakan metode uji yang digunakan untuk

mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar

penilaian. Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan

nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat

kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis

digunakan rumus sebagai berikut (BSN, 2006):

Keterangan: n = banyaknya panelis

S2 = keseragaman nilai

1,96 = koefisien standar deviasi pada taraf 95%

x = nilai rata-rata

xi = nilai dari panelis ke i, dimana i = 1, 2, 3, ...n;

(18)

Kriteria panelis (BSN, 2006).

1. Berbadan sehat

2. Tertarik terhadap uji yang dilakukan dan mau berpartisipasi terhadap

pengujian

Referensi

Dokumen terkait

Adanya akumulasi vorticity yang dikandung oleh vortex dan aliran fluida menyebabkan seolah-olah partikel fluida mengalami perlam- batan ke arah down stream , sehingga defisit

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, disimpulkan bahwa citra Laura Hessel ditinjau dari segi fisik, Laura Hessel digambarkan sebagai sosok perempuan yang

Agar dalam penyelesaian masalah nanti tidak terlalu luas dan hasilnya dapat mendekati pokok permasalahan tersebut, maka digunakan data kunjungan wisatawan

Dari percobaan yang dilakukan dan dengan persamaan (1) hingga (5) didapat unjuk kerja motor bakar seperti pada gambar 7 untuk daya BHP, gambar 8 untuk torsi yang dihasilkan, gambar

Jumlah kelompok kontrol ditentukan berdasarkan jumlah anak yang tidak terinfestasi kutu kepala ( Pediculosis capitis ) dengan perbandingan 1:1 terhadap jumlah

Iklan televisi McDonald’s versi Chicken Snack Wrap diteliti menggunakan analisis semiotik karena peneliti ingin menafsirkan simbol-simbol komunikasi yang terdapat

MOTIVASI BELAJAR SISWA ADA YANG DAPAT DIPERKUAT DENGAN CARA PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA ADA YANG DAPAT DIPERKUAT DENGAN CARA PEMBELAJARAN DAN HAL INI SANGAT

8/11/DPbS tanggal 7 Maret 2006 perihal "Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 perihal "Laporan Tahunan, Laporan Keuangan