• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAYANAN DIAKONIA DI JEMAAT GERMITA LEMBONG RINTULU MAMAHAN DITINJAU DARI TEORI DIAKONIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAYANAN DIAKONIA DI JEMAAT GERMITA LEMBONG RINTULU MAMAHAN DITINJAU DARI TEORI DIAKONIA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

i

PELAYANAN DIAKONIA DI JEMAAT GERMITA LEMBONG RINTULU

MAMAHAN DITINJAU DARI TEORI DIAKONIA

Oleh

Filda Rosiana Lakumani 712015023

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih karunia-Nya yang senantiasa melimpah dalam kehidupan penulis. Dalam penulisan tugas akhir ini, pastinya ada suka duka yang dilalui oleh penulis. Namun penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan yang telah memberkati penulis, membetikan kesehatan, kekuatan, kemampuan dan hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Dalam syukur inilah penulis menyampaikan terimakasih yang tulus untuk semua pihak yang dipakai Allah untuk membantu dan menopang penulis dalam proses studi.

1. Terimakasih yang setulusnya buat opa, oma, mama, papa, dan seluruh keluarga yang sudah berjuang untuk bisa membiayai penulis selama proses studi, yang selalu mendukung dalam doa, semangat, dan berbagai bentuk dukungan lain.

2. Adik terkasih Adriel Lakumani yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan dalam setiap proses yang penulis lalui, terimakasih untuk semua motivasi dan dukungannya dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat terus semangat dalam menyelesaikan studi dengan baik.

3. Terimakasih yang diiringi rasa hormat kepada kedua dosen yang telah bersedia membimbing penulis dalam penulisan tugas akhir ini. Pdt. Agus Supratikno, M.Th dan Pdt. Simon Julianto, M.Si terimakasih banyak atas keseabaran dan bimbingannya.

4. Untuk yang terkasih Wahyu Simanjuntak telah menemani dan sudah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan sampai tahap akhir penyelesaian tugas akhir ini. Terimakasih atas bantuan, motivasi dan dukungan yang sudah diberikan.

5. Pdt. Agus Supratikno,M.Th selaku wali studi penulis. Terimakasih untuk waktu yang diberikan sebagai wali studi selama penulis melakukan studi di UKSW, terimakasih sudah memberikan motivasi dan perhatian sebagai orang tua

6. Para staf pengajar dan staf kantor TU Fakultas Teologi yang telah menerima penulis menjadi bagian dari keluarga besar Fakultas Teologi. Terimakasih untuk suasana kekeluargaan dan kehangatan serta berbagai ilmu pengetahuan yang diberikan sebagai bekal penulis dalam melakukan pelayanan.

(7)

vii

 GKI Salatiga, yang telah menerima penulis untuk melakukan praktek pendidikan lapangan satu sampai delapan. Terimakasih kepada Pnt. Lukas Sukan selaku supervisor lapangan yang sudah dengan sabar mendampingi dan memberi arahan.

 Rumah Rehabilitasi efata yang telah memberi kesempatan untuk melaksanakan PPL 9  Jemaat GERMITA Efata Bambung beserta seluruh warga masyarakat Desa Bambung

yang terlah menerima penulis untuk melaksanakan PPL 10 selama 4 bulan penuh. Terimakasih untuk bantuan yang diberikan. Pnt Onesismus Tawatuan sebagai supervisor lapangan bersama para majelis jemaat yang telah menolong dan membimbing penulis dalam melayani jemaat.

8. Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan tempat penulis melakukan penelitian, terimakasih telah menerima penulis melakukan penelitian. Pdt. S. Manutur, S.Th selaku pendeta jemaat sekaligus ketua jemaat, terimakasih telah mengijinkan serta membimbing penulis selama melakukan penelitian.

9. Pasukan ‘The Bacot Family’: Inger Manimoy, Fitri Lede, Magdalena Bani, Angel Dima, Dessy Thene, Oktavian Silahooij, Marlon Buru Pau, Rano Ginting, Agriyan Manafe. Terimakasih atas suka duka dan canda tawa yang sudah penulis rasakan bersama kalian. Terimakasih buat kegilaan yang sudah kita lakukan, terimakasih sudah banyak membantu, memberikan motivasi dan terus mendukung penulis selama dalam proses perkuliahan sampai penyelesaian tugas akhir ini. Tetap berjaya sampai tua ya!

10. Untuk Inger manimoy terimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus saudara yang terus memberikan dukuan selama 4 tahun.

11. Untuk adik terkasih Mey dan Tasya, terimakasih sudah mendampingi dan membantu penulis selama berada di Salatiga dalam proses studi dan penyelesaian tugas akhir. Terimaksih sudah mau direpotan dengan berbagi hal dari penulis.

Salatiga, 12 Agustus 2019

(8)

viii

Motto :

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa

dan permohonan dengan ucapan syukur”

Filipi 4:6

Fokuslah pada impian dan cita-cita yang ingin kamu raih. Buatlah sebuah planning juga target kapan kamu akan mencapainya. Persiapkan dirimu, teruslah bergerak untuk bisa mewujudkannya.

Jangan malas, jangan cuma sekedar wacana. Seindah apapun harapanmu tapi hanya diam, itu percuma. Semua harus diperjuangkan,

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ………..iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ………iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………v

KATA PENGANTAR ………...vi

MOTTO………viii

DAFTAR ISI ………ix

ABSTRAK ………x

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………1

1.2 Rumusan Masalah ……….5

1.3 Tujuan Penelitian ………...5

1.4 Metode Penelitian ………..5

2. TEORI 2.1 Gereja dan Pelayanan Diakonia ……….6

2.2 Fungsi Diakonia Gereja ……….8

2.3 Cakupan Pelayanan Diakonia ………10

2.4 Bentuk-Bentuk Diakonia Gereja ………11

3. HASIL PENELITIAN 3.1 Pelaksanaan Diakonia di Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan ………14

3.2 Profil Gereja Lembong Rintulu Mamahan ………14

3.3 Program Diakonia Jeemaat ………16

4. ANALISA 4.1 Menuju Pelayanan Diakonia Transformatif ………..19

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ………22

5.2 Saran ………..22

(10)

x ABSTRAK

Gereja sebagai tubuh Kistus mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam melaksanakan Tri Tugas Gereja yaitu Koinonia, Marturia dan Diakonia. Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan sebagai kawan sekerja Allah juga memiliki bertanggungjawab dalam melaksanakan Tri Tugas Gereja. Sebagai Gereja yang telah menerima tugas panggilan tersebut, Kesadaran pemahaman dan pandangan bahwa pelayanan Diakonia dilakukan untuk mewujud nyatakan kasih kepada sesama. Artinya bahwa pelayanan dalam jemaat harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pelayanan Diakonia adalah pelayanan nyata bagi sesama yang membutuhkan dengan demikian hal ini menjadi tugas dari seluruh warga jemaat. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk pelayanan Diakonia, serta menganalisis pelaksanaan Diakonia di Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan menurut perspektif teori Diakonia. Penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan Teknik pengambilan data melalui wawancara dan observasi. Melalui tulisan ini diharapkan Gereja dapat meningkatkan kualitas pelayanan Diakonia melalui penataan ulang program-program pelayanan dengan memperhatikan kebutuhan jemaat dalam menghadapi persoalan pelayanan. Tulisan ini juga memberikan sumbangan teori dan pemahaman baru mengenai pelaksanaan Tri Tugas Gereja, khususnya Diakonia.

Kata Kunci: Jemaat GERMITA lembong rintulu mamahan, gereja, diakonia, karikatif, reformatif, transformatif.

(11)

1

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gereja lahir dan bertumbuh di tengah-tengah masyarakat membuat gereja tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama dalam arti menjawab pergumulan yang sedang dihadapi oleh manusia. Gereja dalam dirinya sendiri menyadari akan adanya tugas penggilan di tengah-tengah dunia ini. Rentang waktu perjalanan gereja dalam memahami keberadaan tersebut memberikan rumusan yang cenderung membagi-bagi atau memisah-misahkan tugas panggilan gereja. Hal ini nampak dari rumusan-rumusan yang disebut dengan “tritugas panggilan gereja” atau “tri darma gereja” yang selanjutnya disebut Koinonia, Marturia dan Diakonia.

Emanuel Gerrit Singgih1 menyebutnya dengan tiga aspek gereja yang digambarkan dengan segitiga sama sisi, yang pada masing-masing sudut ditempatkan Koinonia (institusional), Marturia (ritual) dan Diakonia (etikal). Segi-segi itu merupakan keseimbangan yang terus-menerus harus dijaga karena ketika gereja hanya menekankan segi kelembagaan dan ritual, maka gereja hanya ada untuk dirinya sendiri; kalau pelayanan hanya dianggap sebagai aspek ritual atau alat untuk membantu organisasi gereja maka pelayanan tidak pernah akan menjadi pelayanan yang menjangkau masyarakat luas.

Tritugas Gereja ini menjadi hakikat dan tanggung jawab Gereja. Jemaat adalah alat yang digunakan oleh Roh Kudus untuk diikutsertakan dalam perbuatan Allah yang besar itu. Tritugas Gereja tersebut tidak dapat dipisahkan, ketika salah satu dari tugas gereja tersebut tidak terlihat ataupun tidak terlaksana maka gereja tidak berarti apa-apa, dengan demikian Tritugas Gereja tersebut harus tetap selalu ada dan dilaksanakan oleh setiap umat yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu seluruh jemaat baik itu pemimpin gereja atau anggota jemaat harus ikut dan ambil bagian dalam melaksanakan Tritugas Gereja tersebut.

Hal tersebut bertujuan supaya apsek Diakonia menjadi milik bersama untuk dikembangkan. Dengan sikap hidup dan tindakan tersebut akan menjadikan jemaat yang hidup bersama-sama dalam pelayanan di tengah-tengah dunia ini. Sehinga dapat saling peduli terhadap satu dengan yang lainya. Maka konsep iman di dalam pelayanan akan membentuk satu di dalam

1E.G.Singgih, Reformasi dan transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ke – 21, (Jogjakarta: Kanisius,

(12)

2

kebersamaan yang diikat dengan kasih Allah untuk mewujudkan kerajaan Allah di tengah dunia. Dengan semangat Diakonia, berarti telah memupuk kesadaran iman dalam meningkatkan pelayanan gereja. Akan tetapi perlu diperhatikan lagi, yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana Diakonia telah memberikan dampak perubahan dalam kehidupan setiap anggota jemaat sebagai subjek Diakonia.

Diakonia yang dilakukan oleh gereja jangan sampai terjebak pada suatu konsep pendekatan ritual dengan jemaat tetapi gereja haruslah memiliki kesadaran bahwa pelayanan Diakonia tidak terbatas pada suatu pengertian yang sempit namun, pelayanan Diakonia merupakan bagian holistik dari kesaksian gereja tentang karya pemulihan Allah bagi dunia. Diakonia adalah sebagai salah satu bagian dari tugas dan panggilan gereja di tengah-tengah masyarakat. Diakonia merupakan satu sikap tindakan yang menunjukkan kasih Tuhan dalam kehidupan berjemaat sebagai bentuk kesaksian hidup yang saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Tugas ini merupakan wujud nyata dari yang sudah dibaca, didengar, dan dilihat pada firman Tuhan sehingga pada keadaan tersebut memberikan peranan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari yang membuktikan bahwa sikap dan tindakan saling peduli menjadi bagian penting dalam kehidupan berjemaat.

Dalam arti yang luas, Diakonia lebih dari pada perawatan terhadap orang yang memerlukan bantuan saja akan tetapi meliputi pekerjaan untuk membangun serta memperluas jemaat oleh mereka yang terpanggil menjadi pejabat Gereja dan oleh seluruh anggota jemaat. Abineno menegaskan bagi Gereja Diakonia bukanlah merupakan suatu tugas tambahan akan tetapi merupakan tugas dan pelayanan penuh yang esensinya sama dengan pelayanan pemberitaan Firman. Hal tersebutlah yang menjadi kekhasan palayanan Diakonia, dengan melakukan pelayanan Diakonia di tengah-tengah orang-orang miskin dan yang berkekurangan berarti termasuk juga dengan melakukan pelayanan pemberiataan Firman.

Hal ini menjadi tantangan utama bagi gereja-gereja, dalam artian bahwa ada hubungan timbal balik antara yang menolong dengan yang ditolong (gereja dan jemaat). Noordegraf melihat ada hubungan antara yang ditolong dengan yang menolong dalam sejarah Diakonia. Dia tidak setuju jika hubungan di antara keduanya dilihat sebagai perwalian atau dilakukan secara sepihak saja, melainkan harus saling melayani dengan talenta mereka dalam suatu pertemuan yang berarti

(13)

3

suatu persekutuan.2 Dengan dasar pemikiran tersebut, maka permasalahan yang kedua adalah konsep dan penempatan potensi seluruh jemaat dalam berDiakonia. Dari dokumen Gereja Lembong Rintulu Mamahan dalam menetapkan Tata Gereja dapat disimpulkan bahwa Gereja Lembong Rintulu Mamahan meyakini dan berpedoman pada model Presbiterial Sinodal dalam organisasi gerejanya.3

Dengan mempergunakan struktur tersebut berarti bahwa seluruh kegiatan dan tanggung jawab terletak atas pundak para presbiter dalam kemajelisannya. Tugas pelayanan dan tanggung jawab itu dijalankan dalam kebersamaan, meliputi merencanakan bersama, melaksanakan bersama dan bertanggung jawab bersama. Masih dalam pertanyaan apakah bentuk kebersamaan dalam model tersebut tidak akan membentuk kesenjangan antara jemaat dalam arti kaum awam dengan para presbiter. Di satu sisi disebutkan bahwa menunaikan panggilan gereja merupakan tanggungjawab bersama, namun di sisi lain semua perencanaan (keputusan), pelaksanaan (implementasi) dan pertanggung jawaban (evaluasi) berada pada pundak para presbiter.

Dengan demikian yang berhubungan dengan Diakonia akan ditentukan hanya oleh majelis. Apa yang bisa dan cocok bagi majelis akan menjadi ukuran Diakonia. Dalam hal pengambilan keputusan, jemaat hanya dilibatkan selama tiga atau empat jam di setiap tahun dalam membicarakan konsep perencanaan, implementasi, evaluasi, dll. Dengan demikian gerak menggereja masa kini yang melihat jemaat sebagai kekuatan gereja, dengan keyakinan yang kokoh bahwa banyak karunia yang dianugrahkan Allah bagi seluruh komunitas gereja yang belum dibiarkan tumbuh dan berkembang. Padahal penanganan Diakonia untuk menjawab tantangan yang dihadapi seperti kemiskinan dan penderitaan membutuhkan keterlibatan umat dengan karunia yang berbeda-beda. Penulis hendak menyampaikan bahwa perlunya Gereja Lembong Rintulu Mamahan mentransfomasi dirinya sendiri dengan cara pelayanan yang telah ada. Sangat penting untuk mengevaluasi dirinya sejauh mana telah mengaktualisasikan kepedulian Diakonia dalam hidup bergereja.

Dalam pengamatan awal penulis, Gereja Lembong Rintulu Mamahan dalam menjalankan tugas panggilannya lebih mengutamakan segi ritual dan institusional. Persoalan-persoalan yang mendominasi perdebatan dalam rapat-rapat tahunan adalah tentang struktur gereja, ibadah-ibadah,

2 A.Noordegraaf, Orientas Diakonia Gereja (Terjemahan oleh D.Ch.Sahetapy – Engel), (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2004), 26.

3 MPH Sinode GERMITA, Sejarah Ringkas Berdirinya GERMITA, (Talaud: Unit Percetakan Sinode GERMITA,

(14)

4

Pemahaman Alkitab, pelaksanaan kebaktian rumah tangga, biaya rutin, dll. Maka masalah yang utama di sini adalah ketidakseimbangan konsep dan praktek dari ketiga tugas panggilan tersebut. Ketidakseimbangannya juga dapat dilihat dari pengalokasian anggaran tahunan jemaat. Umumnya dana gereja jauh lebih besar diperuntukkan untuk pembiayaan keperluan rutin dan pembangunan gedung gereja. Seiring dengan ketidakseimbangan tersebut penting untuk mengingat sebagaimana J.C.Sikkel yang dikutip oleh Jaap van Klinken mengatakan “Gereja dapat hidup tanpa bangunan-bangunan. Tanpa Diakonia gereja mati”.4

Apa yang sering disebutkan dengan tugas panggilan Diakonia lebih mengarah kepada sikap ritual. Indikasinya bisa dilihat dari acara-acara pemberian bingkisan natal kepada para janda/duda atau keluarga miskin berupa pembagian sembako atau uang ala kadarnya pada bulan Desember di kalangan anggota jemaat sebagai identitas gereja. Dengan kecendrungan praktis yang dilakukan oleh gereja-gereja, maka perlulah untuk mengkaji ulang tentang konsep dan praktek Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan. Gereja pada dirinya sendiri memerlukan pembaharuan sebagaimana semboyan yang selalu diingatkan melalui ungkapan Luther “Ecclesia reformata, ecclesia semper reformanda” (Gereja yang diperbaharui, haruslah menjadi gereja yang selalu membaharui dirinya sendiri).5

Dengan mengikuti latar belakang di atas, maka penulis melihat tiga permasalahan utama dalam tulisan ini. Pertama adalah Gereja Lembong Rintulu Mamahan sebagai gereja yang menerima tugas panggilan Diakonia belum menjawab pergumulan jemaat, kedua adalah potensi jemaat secara menyeluruh belum diberdayakan sebagai subjek dalam Diakonia. Hal itu menyangkut masalah bagaimana hubungan komunitas dengan tugas panggilan Diakonia, ketiga pola-pola pelayanan Diakonia tidak teraktualisasi dalam hati jemaat orang perorangan maupun secara kelembagaan di Gereja Lembong Rintulu Mamahan. Hal ini penting dikemukakan karena usaha Diakonia Gereja Lembong Rintulu Mamahan seolah-olah tidak meninggalkan bekas. Gereja belum bisa membuat suatu ukiran cerita dalam pelayanan diakonal. Jadi kehadiran Gereja Lembong Rintulu Mamahan di tengah-tengah konteksnya belum memberikan sesuatu yang signifikan. Dengan demikian penulis merasa perlu untuk mengkaji kembali peran kehadiran gereja di tengah-tengah pergumulan jemaat.

4J.V.Klinken, Diakonia, Mutual Helping with justice and Compassion (Michigan: William B.Eerdmans

Pub.Co.Grand Rapids, 1989), 26.

(15)

5

Hal-hal yang diungkapkan penulis di atas merupakan serangkaian permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan sehingga pelaksanaan Diakonia di jemaat ini kurang berjalan dengan baik. Dengan melihat pelayanan Diakonia selalu diwarnai dengan beberapa hal seperti siapa yang melakukan, siapa yang menjadi sasaran pelayanan tersebut dan dari siapa pelaku menerima mandat atau misinya, maka penulis merasa perlu untuk mengkaji pelaksanaan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan menurut teori Diakonia. Kajian teori ini menjadi penting dalam penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang melatarbelakangi pelaksanaan pelayanan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan. Dari analisa ini akan terlihat hal-hal berbagai bentuk keprihatinan dan peluang Diakonia dalam jemaat.

Rumusan masalah yang ingin dikaji sebagai bahan penelitian adalah: Bagaimana pelayanan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan ditinjau dari teori Diakonia. Melalui penelitiaan bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan menurut teori Diakonia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemahaman baru mengenai pelaksanaan tri tugas gereja, khususnya Diakonia dan menyumbangkan pemahaman tentang teori Diakonia, serta mampu meningkatkan pelayanan Diakonia jemaat dalam menghadapi persoalan pelayanan bergereja khususnya bagi Gereja Lembong Rintulu Mamahan.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan mengembangkan teori dari fakta yang terjadi di lapangan dengan mengikuti proses pelayanan Diakonia yang dilakukan Gereja Lembong Rintulu Mamahan secara langsung dan mendalam, yang bertujuan menggambarkan atau melukiskan keadaan dari subyek yang diteliti berdasarkan fakta sebagaimana adanya. Penggunaan Teknik wawancara yang dipakai dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapat keterangan masalah yang diteliti dengan percakapan tatap muka, guna mendapat informasi yang lebh akurat dan terperinci untuk memperkuat data tentang obyek yang diteliti. Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terpimpin yaitu wawancara yang terarah dalam pengumpulan data yang relevan. Disamping melakukan penelitian, penulis juga melakukan pengamatan, terlibat secara langsung terhadap pemahaman pelayanan Diakonia di gereja Lembong Rintulu Mamahan.

Untuk memperoleh data tambahan maka penulis mengumpulkan bahan atau data melalui kepustakaan, berbagai buku dan dokumen lainnya. Selain itu studi kepustakaan juga bermanfaat untuk menyusun landasan teoritis yang akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian. Subjek penelitian berkaitan dengan

(16)

6

yang akan diteliti baik itu lembaga, individu dan lainnya. Dalam penelitian ini yang akan menjadi subjek penelitian ialah Gereja Lembong Rintulu Mamahan, bisa mencakup anggota jemaat, majelis jemaat dan pendeta jemaat. Dalam hal ini mereka yang disebut pemberi dan penerima Diakonia itu sendiri. Penelitian ini akan dilakukan di Gereja Lembong Rintulu Mamahan, Desa Mamahan Kecamatan Gemeh Kabupaten Kepulauan Talaud – Sulawesi Utara.

Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah: Bagian pertama, membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bagian kedua, membahas tentang teori Diakonia yang di gunakan. Bagian ketiga, membahas hasil penelitian dari data di lapangan yang telah dikumpulkan yaitu pelayanan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan. Bagian keempat, berisi tentang analisis pelaksanaan Diakonia di Gereja Lembong Rintulu Mamahan menurut teori Diakonia. Bagian kelima, penutup yang akan berisi tentang kesimpulan serta saran-saran yang berupa kontribusi dan rekomendasi.

Gereja dan Pelayanan Diakonia

Gereja dipahami sebagai institusi yang hadir di tengah-tengah dunia. Oleh karena itu perannya yang tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat yang ada di dalam dunia. Gereja dan masyarakat bukanlah dua hal terpisah dan terkotak-kotak melainkan selalu konkret dan kontekstual di tengah masyarakat.6 Dietrich Bonhoeffer mengatakan bahwa gereja baru menjadi gereja bila ia hadir bagi orang lain. Gereja harus ikut serta dalam masalah-masalah sekular dari kehidupan manusia sehari-hari, bukan mendominasi melainkan menolong dan melayani. Kehidupan bergereja harus menunjukkan misi Allah yang membebaskan dan menyelamatkan umat manusia.

Secara etimologi, kata gereja berasal dari Bahasa Yunani “Ekklesia” yang artinya mereka yang terpanggil keluar. Dengan menggunakan pengertian ini maka yang tergabung dalam persekutuan ini adalah orang-orang pilihan yang sudah dipanggil keluar dari lingkungannya yang gelap. Tetapi pada saat yang sama, mereka yang sudah terpanggil keluar tersebut kembali diutus ke dalam dunia, ke dalam lingkungannya untuk menjadi garam dan terang (Mat. 5:13-14).

6 F. Magnis Suseno, “Keadilan dan Analisis Sosial: Segi-Segi Etis” Kemiskinan dan Pembebasan (Yogyakarta:

(17)

7

Pemanggilan Allah atas umat-Nya ini untuk dijadikan garam dan terang bagi kegelapan dan ketawaran yang masih ada di sekitarnya.7 Panggilan gereja untuk terlibat di dalam masyarakat harus diwujudnyatakan melalui tiga tugas panggilan gereja itu sendiri, yakni Koinonia, Marturia dan Diakonia.8 Diakonia akan menjadi bahan khusus, di mana Diakonia merupakan panggilan gereja yang tidak terikat dalam bentuk ibadah dan kegiatan sakramental yang abstrak, melainkan misi konkret gereja yang membumi dan secara langsung dapat hadir sekaligus melibatkan diri di tengah dunia.

Pelayanan Diakonia merupakan suatu kesadaran etis dari manusia yaitu bahwa dirinya secara langsung maupun tidak langsung hidup dari orang lain. Gereja menyadari bahwa mereka dipanggil dan diutus ke dunia untuk berperan dalam sejarah. Gereja tidak boleh hidup dalam ketenangan dan kenyamanan di balik tembok. Gereja harus melihat, mendengar, mengetahui, dan menuntun masyarakat yang menderita untuk menuju kesejahteraan dan keadilan yang dikehendaki Allah.9 Prof. Dr. H. Berkhof menegaskan bahwa Diakonia adalah yang memperantai firman Allah yang menyelamatkan itu yang ditunjukan kepada manusia, dengan demikian Firman itu tidak hanya Firman yang kosong melainkan Firman yang diiringi dengan perbuatan.10 Bersama dengan Koinonia dan Marturia, Diakonia adalah Tri-tugas gereja yang menjadi satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain yang kemudian oleh Emanuel Gerit Singgih digambarkan sebagai segitiga sama sisi yang merupakan satu keseimbangan yang terus menerus harus dijaga.11

Secara harafiah kata Diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Kata ini berasal dari kata Yunani Diakonia (pelayanan), Diakonein (melayani) dan diakonos (pelayanan). Dalam Perjanjian Baru di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk “melayani”, masing-masing dengan nuansa dan arti tersendiri yakni: Douleunin: melayani sebagai budak, Latreuein: melayani untuk uang, Lertourgein: dalam Bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan rakyat dan negara, Therapeuin: kesiapan untuk melakukan pelayanan sebaik

7 Malcolm Brownloe, Tugas manusia dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis bagi Pekerjaan Orang Kristen dalam Masyarakat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 139.

8 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja: Praksis dan Refleksi Diakonia Transformatif, (Yogyakarta:

Kanisius, 2009), 42.

9 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 58-59.

10 Andreas A. Yewanggoe, TIDAK ADA PENUMPANG GELAP: Warga Gereja, Warga Bangsa, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009), 129-131.

11 E.G. Singgih, Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ke-21 (Jogjakarta: Kanisius,

(18)

8

mungkin, menunjukkan suatu hubungan keja terutama relasi dengan orang untuk siapa pekerjaan itu dilakukan, dan Huperetein: yang dalam terjemahan Alkitab kita pada umumnya diterjemahkan dengan kata “melayani” karena Bahasa kita tidak sebegitu kaya seperti Bahasa Yunani.

Diakonia yang dilakukan oleh gereja dapat digolongkan dalam tiga model pendekatannya. Model ini berlandaskan dari Markus 3:14-45 “Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil dan diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan” ayat ini kemudian menjadi dasar dari apa yang kita kenal sebagai tritugas gereja, yaitu: Yesus menetapkan dua belas orang untuk menyertai-Nya: persekutuan (Koinonia). Yesus mengutus mereka untuk memberitakan Injil: kesaksian (Marturia). Yesus memberikan kuasa kepada mereka untuk mengusir setan: pelayanan (Diakonia).12

Fungsi Diakonia Gereja

Diakonia sekarang ini lebih dipahami bukan sekedar sebagai sebuah pekerjaan atau proyek tetapi berupa ungkapan sederhana dalam uluran tangan atau cinta kasih kepada sesama.13 Diakonia tidak tertutup hanya bagi jemaat saja melainkan kepada sesama di mana gereja tersebut hadir untuk menyikapai permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Diakonia dalam jemaat mula-mula dalam konteks budaya Yunani dan Romawi yang memerintah adalah raja dan kekaisaran. Moralitas Yunani menekankan kewajiban untuk memperhatikan sesama (orang tua, orang asing, orang jompo, orang yang mengalami ketidakadilan). Diakonia masa kini menggerakkan jemaat untuk benar-benar menjadi jemaat yang diakonal artinya gereja yang sungguh-sungguh berperan dalam mewujudkan panggilannya sebagai gereja yang melayani. Gereja yang tidak diakonal adalah gereja yang mati yang mengabaikan karunia-karunia Allah dan belum sungguh-sungguh menghayati kasih Kristus. Jangkauan Diakonia bukan saja di dalam jemaat melainkan juga di luar jemaat diawali dengan kepedulian terhadap sesama saudara seiman, selanjutnya kepedulian terhadap masyarakat di sekitar jemaat bahkan kepedulian terhadap sesama di muka bumi ini.

Dalam perjanjian Baru kata Diakonia telah banyak dipakai dalam berbagai bentuk. Umumnya diartikan sebagai pelayanan Kristus atau pelayanan jemaat (Kolose 1:7). Namun makna yang paling penting ialah pelayanan Kristus bagi umat-Nya. Karena itu semua pelayanan jemaat

12 A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, 2-4. 13 A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, 2-3.

(19)

9

pada mulanya disebut sebagai diakonos. Kemudian dari istilah inilah muncul kata diaken yang dipakai oleh gereja sebagai sebutan kepada sekelompok pelayan yang bertugas melayani jemaat, yang memperhatikan kehidupan orang-orang dalam kesusahan. Justru oleh karena pelayana para diaken ini nampak keindahan persekutuan jemaat mula-mula. Dengan demikian nampak jelas bahwa pemberitaan Firman tidak terpisahkan dari pelayanan (Diakonia). Dalam perkembangan masa kini pemahaman tentang makna Diakonia telah semakin berkembang. Diakonia bukan lagi tugas para diaken, melainkan tugas seluruh warga jemaat. Diakonia bukan hanya ditunjukan kepada sesama anggota jemaat tetapi juga kepada umat kepercayaan yang lain demi mewujudkan misinya menjadi tanda kerajaan Allah.

Membahas tentang tindakan Diakonia yang dilakukan oleh gereja, mengingatkan penulis pada beberapa cerita Alkitab. Pertama tentang orang Samaria yang baik hati. Gereja harus menjadi seperti orang Samaria yang turun dari keledai kemapanan. Bukan menjadi Sinterklas yang membagi uang di jalan, tetapi terus membagi semangat hidup kepada semua orang yang dijumpai di jalan. Kedua, cerita tentang persembahan seorang janda Sarfat yang lahir dari ketulusan hati dan keadaan serba kekurangan untuk memberi. Hasilnya Tuhan sendiri yang melipatgandakan untuk pelayanan manusia yang tersisih dan terkapar. Diakonia harus diletakkan di tempat yang sentral. Sebagai suatu misi dalam kehidupan gereja. Perlu disadari bersama bahwa fungsi Diakonia, bukan semata-mata memberikan uang tetapi sebagai solidaritas dengan mereka yang membutuhkan. Manusia tidak dapat mengambil bagian dalam penderitaan orang lain, jika tidak mempunyai belas kasih. Sekali lagi spiritualitas mengambil tempat disini, spiritualitas kepemimpinan dilihat dari sejauh mana individu mau turun melayani. Yesus Kristus bahkan rela membasuh kaki murid-murid-Nya demi memberikan teladan kepada semua orang. Sebenarnya sejak gereja purba, funsi Diakonia sudah nampak jelas, baik sasarannya maupun mereka yang melayaninya.

Gereja dipanggil untuk menjadi sarana keselamatan, baik secara jasmani maupun rohani. Gereja tidak hanya sibuk dengan melayani kegiatan-kegiatan rohani, melainkan melayani di bidang pengembangan sosial-ekonomi umat karena pelayanan gereja adalah pelayanan kepada manusia. Dengan melayani, gereja memberi perhatian pada perkembangan manusia secara utuh. Gereja melayani orang lain agar menjadi “manusia utuh” dengan cara memberdayakan orang lain supaya bisa bangkit dari kelemahannya. Sehingga pelayanan membutuhkan gerakan bersama di mana semua orang merupakan subjek yang ikut bertanggung jawab. Orang Kristen dipanggil

(20)

10

bukan hanya untuk mengembangkan sikap pelayanannya melainkan juga mengembangkan orang lain yang dilayaninya.

Dengan meneladani sikap pelayanan Yesus dalam cara Ia hadir di tengah-tengah umat manusia. Yesus menyembuhkan banyak orang yang datang dengan segala macam penyakitnya (Mat 4:23; 12:28). Yesus berbuat sesuatu bagi mereka yang lapar, haus, tidak punya tempat tinggal, sakit, miskin, menderita, dipenjara, dll karena Yesus sungguh peduli pada kesejahteraan mereka. Sebagaimana Yesus peduli pada mereka yang miskin dan menderita maka gereja juga dipanggil untuk peduli pada kesejahteraan jasmani dan diberi kekuatan untuk menjadi sarana keselamatan, baik jasmani maupun rohani. Sehingga, gereja tidak hanya melayani kebutuhan rohani umat melainkan juga memperhatikan kebutuhan jasmani umatnya. Kristus mengutus para Rasul sebagiamana Ia dulu diutus oleh Bapa-Nya (Yoh 20:21). Para Rasul memilih tujuh diakon untuk tujuan pelayanan (Kis 6:1). Mereka dipilih oleh para Rasul agar semakin banyak orang terlayani.

Cakupan Pelayanan Diakonia

Berbicara tentang pelayanan Diakonia, maka yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang saja yang menjadi sasaran pelayanan Diakonia? Pelayanan Diakonia pertama-tama harus dimulai dari anggota keluarga.14 Artinya bahwa keluarga adalah titik berangkat dari pelayanan, ketika warga jemaat mampu membangun keluarganya maka warga jemaatnya akan mampuh membangun sesamanya di luar keluarganya. Sasaran Diakonia yang berikut adalah dalam persekutuan, dimana injil diberitakan dan dipercayai, yaitu dalam jemaat. Di situ mereka yang lemah dan membutuhkan bantuan harus memperoleh bagian dalam kebahagiaan umat Allah dan tidak boleh ada yang hidup dalam kesusahan karena penyakit, kemiskinan, penderitaan, kesepian, dan lain-lain.15

Jangkauan pelayanan Diakonia berbeda-beda, bukan hanya perkembangan masyarakat dan sosial saja yang dilihat tetapi juga pandangan-pandangan teologis. Luasnya Diakonia suatu gereja dapat dilihat dari visi dan misi gereja tersebut karena Diakonia adalah pernyataan dari kehidupan gereja. Tujuan dalam melakukan Diakonia harus jelas kepada siapa dan apa yang dilakukan oleh gereja dalalam berDiakonia. Gereja terlebih harus melihat realita sosial yang terjadi di masyarakat.

14 J. L. Ch. Abineno, Diaken, 27. 15 J. L. Ch. Abineno, Diaken, 27.

(21)

11

Pelayanan Diakonia yang dimulai dari keluarga, anggota jemaat harus semakin bertumbuh dan menyebar ke luar. Dengan demikian maka pemahaman tentang pelayanan Diakonia tidak hanya untuk melayani sesama ynag dalam hal ini orang Kristen saja atau yang seiman melainkan pelayaan Diakonia juga melayani orang-orang yang membenci kita.16 Dalam kaitannya dengan pelayanan diakonia yang bersifat holistik, Yesus juga memberikan penekanan terhadap pelayanan bagi meraka yang hina. Artinya bahwa pelayanan diakonia tidak tebatas untuk setiap anggota jemaat saja melainkan mencakup semua orang sebagai sesama manusia yang berada dalam kesusahan.17

Bentuk-Bentuk Diakonia Gereja

Secara teoritis Diakonia adalah bagian dari tritugas gereja yang harus direncanakan dan dilaksanakan seimbang dengan tugas panggilan lainnya. Tugas panggilan Diakonia lebih cenderung melayani sesama dalam pergumulan sosialnya. Bentuk dan cara Diakonia yang dilakukan oleh organisasi sosial Kristen telah berkembang lebih maju dan cepat daripada dilakukan oleh institusi gereja. Bicara tentang pelayanan gereja dalam pemberdayaan anggotanya bahkan sampai menyentuh kepentingan masyarakat luas, serta membangun kualitas kehidupan manusia yang lebih baik, dapat digolongkan dalam tiga model pendekatan pelayanan karikatif, reformatif dan transformatif.

Diakonia Karikatif

Diakonia karikatif berasal dari kata charity (Inggris) yang berarti belas kasihan. Bentuk Diakonia ini merupakan bentuk yang paling tua dan dipraktekkan oleh gereja dan pekerja sosial.18 Bentuk diakonia ini dipraktekkan dalam bentuk pemberian makanan, pakaian bagi orang yang membutuhkan, pendampingan terhadap orang sakit dan melakukan perbuatan baik lainnya. Banyak gereja yang menggunakan bentuk diakonia ini karena dapat memberikan manfaat secara langsung bagi penerima yang dituju. Dari bentuk diakonia karikkatif ini, menciptakan suatu hubungan ketergantungan antara penerima terhadap pemberi. Bentuk Diakonia karikatif yang

16 J. L. Ch. Abineno, Diaken, 26. 17 J. L. Ch. Abineno, Diaken, 27.

(22)

12

sering dilakukan oleh gereja adalah mengunjungi orang dalam penjara dengan membawa makanan dan memimpin renungan, menyediakan beras untuk membantu keluarga miskin, serta mendirikan poliklinik gratis atau rumah untuk orang miskin. Diakonia karikatif digambarkan dengan memberikan ikan dan roti kepada yang lapar tanpa ada upaya untuk pemberdaan atau memandirikan. Meskipun demikian bentuk diakonia ini tetap memiliki kelemahan. Namun, diakonia karikatif ini tidak dapat dihindari terutama dalam situasi darurat seperti bencana alam, sehingga bentuk Diakonia karikatif ini akan tetap dibutuhkan.

Diakonia Reformatif

Kata reformatif berasal dari kata Inggris yaitu reform (membentuk ulang atau membaharui). Dalam hal ini Diakonia berkaitan dengan usaha membentuk kembali, membaharui, atau memperbaiki situasi hidup dari kelompok yang hendak ditolong sehingga ia bukan sekedar mendapat makanan tetapi lebih dari itu ia bisa mandiri dalam mengusahakan kebutuhan hidupnya. Latar belakang Diakonia reformatif dimulai dalam mengurangi ketegangan perang dingin antara Blok Timut dan Blok Barat, anggota PBB sepakat atas perlunya memberikan pembangunan di negara-negara yang baru merdeka.19 Dengan pembangunan kemiskinan dan kelaparan di dunia diharapkan dapat diatasi melalui pertumbuhan ekonomi. Ideologi pembangunan merupakan ideologi yang muncul di tengah perang dingin ketika terjadi persaingan antara kapitalisme dan komunisme.

Diakonia reformatif yang lebih dikenal sebagai Diakonia pembangunan muncul dalam era pembangunan. Kesadaran baru dari gereja-gereja untuk melakukan Diakonia reformatif muncul seiring dengan kesadaran untuk berpartisipasi dalam pembangunan yaitu pada saat Sidang Raya Dewan Gereja se-Dunia (DGID) IV di Upsalla, Swedia pada tahun 1967.20 Sidang Raya Unpaila mendesak agar negara-negara kaya di Utara bersedia memberikan bantuan ekonomi dan teknologi bagi negara-negara miskin di Selatan.

Diakonia reformatif ini lebih menekankan pada aspek pembangunan. Pendekatan yang dilakukan ialah dengan community development, seperti pembangunan pusat kesehatan, penyuluhan dan koperasi. Karakteristik Diakonia ini dapat dilihat sebagai berikut, pertama lebih

19 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 36. 20 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 99.

(23)

13

berorientasi pada pembangunan lembaga-lembaga formal, tanpa perombakan struktur dan system yang ada. Kedua, sudah melakukan analisis sosial-kultural namun tidak menggunakan analisis struktural. Ketiga, pendekatan pelayanan ini masih bersifat top-down, dalam model ini masyarakat belum sepenuhnya menjadi pelaku sejarah yang menentukan masa depannya sendiri.21

Pemahaman mengenai bentuk Diakonia karikatif ini digambarkan dengan tindakan pemberian bagi orang yang lapar dengan memberi sepotong roti dan ikan. Diakonia reformatif digambarkan dengan memberi alat pancing kemudian mengarnya cara untuk memancing. Diakonia pembangunan atau reformatif di pahami sebagai bentuk yang cocok untuk mengatasi persoalan kemiskinan sebab perhatian Diakonia reformatif bukan hanya pada pemberian sebatas sepotong roti dan ikan tetapi memberi perhtian juga pada pemberdayaan bagi penerima Diakonia tersebut.22

Seiring dengan perkembangan teologi dan ideologi pembangunan, Diakonia gereja bergeser dari Diakonia karikatif menjadi Diakonia reformatif/pembangunan. Diakonia bukan sebatas memberikan bantuan pangan dan pakaian tetapi ada upaya pemberdayaan terhadap individu maupun kelumpok penerima Diakonia tersebut. Pemberdayaan yang dimaksud ialah pemberian atau peminjaman modal. Sumber kemiskinan hanya dilihat dari akibat kemalasan, ketrampilan/modal yang kurang dan alam yang tidak subur. Kemiskinan tidak dilihat sebagai akibat tatanan sosial yang tidak adil.

Diakonia Transformatif

Model ketiga ini mengarah pada perubahan struktural dalam masyarakat, membongkar sistem yang ada dan membuat sistem baru.23 Maksud dari Diakonia transformatif ini adalah Diakonia yang bertujuan untuk membebaskan rakyat kecil yang terbelenggu structural. Maksud dari Diakonia transformatif ini bukan untuk sekedar membantu dan menolong mereka yang

21 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 109-112. 22 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 113.

23 Rijnardus A. Van Kooij, Sri Agus Patnaningsih, Yam’ah Tsalatsa, MENGUAK FAKTA, MENATA KARYA NYATA: Sumbangan Teologi Praktis dalam Pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual, (Jakarta: BPK Gunung

(24)

14

kesusahan tanpa ada upaya pencegahan dan pengurangan terhadap terjadinya korban dari permasalahan sosial yang terjadi.24

Pemahaman yang menjadi dasar acuan dari pelayanan ini ialah ketika ada orang yang lapar, tidak cukup apabila hanya diberikanan sepotong roti dan ikan. Setelah habis maka besok ia akan kembali untuk memintanya lagi dengan demikian hal ini menciptakan suatu sifat ketergantungan. Hal sama ketika hanya diberikan sebuah alat pemancing atau cangkul, apabila tidak memiliki ketrampilan maka peralatan tersebut tidak berguna dan tidak dapat digunakan sesuai fungsinya. Dengan demikian pendampingan dan pemberdayaan menjadi poin utama dalam proses mensejahterakan jemaat dan masyarakat.25

Dari ketiga model Diakonia di atas, menurut penulis Diakonia transformatiflah yang paling menyentuh akar permasalahan karena Diakonia model ini tidak membuat si miskin menjadi ketergantungan atau hanya sekedar dapat bertahan hidup dalam situasi dan keadaan hidup yang penuh dengan ketidakadilan. Model ini dapat membantu gereja mengakomodir masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial serta ketidakadilan yang terjadi, baik besar maupun kecil dampak yang dihasilkan. Sehingga mereka yang tertindas dan yang kurang mendapatkan keadilan dapat bangkit untuk menata kehidupan kembali secara mandiri. Dalam uraian di atas, ketiga model Diakonia tersebut pastinya mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Namun tidak dapat disangkal bahwa ketiga model Diakonia ini masih tetap dibutuhkan oleh gereja. Diakonia karitatif dibutuhkan dalam keadaan darurat sebelum memberikan pelayanan yang lebih lagi seperti Diakonia reformatif dan transformatif. Begitu juga dengan model Diakonia reformatif, gereja masih tetap membutuhkan Diakonia ini khususnya dalam membangun sumber daya manusia (SDM) jemaat.

Pelaksanaan Diakonia di Jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan Profil Gereja Lembong Rintulu Mamahan

Gereja Lembong Rintulu Mamahan merupakan salah satu Gereja Protestan yang berdiri di desa Mamahan dan merupakan bagian dari Sinode GERMITA. Untuk memudahkan koordinasi, wilayah pelayanan dibagi menjadi 13 wilayah pelayanan. Gereja Lembong Rintulu Mamahan

24 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 116. 25 Joseph. P. Widyatmajaya, Diakonia Sebagai Misi Gereja, 109-112.

(25)

15

masuk dalam wilayah 02 Gemeh, di mana terdapat kurang lebih 11 gereja yang sudah dimandirikan termasuk Gereja Lembong Rintulu Mamahan. Dari data yang diperoleh26 sebelum Gereja Lembong Rintulu Mamahan memiliki bangunan Gedung ibadah sendiri, seluruh anggota jemaat masih beribadah di jemaat tetangga yaitu jemaat Efata Bambung. Pada 1 September 1941, akhirnya Gedung ibadah Gereja Lembong Rintulu Mamahan berdiri di Desa Mamahan. Dengan demikian, 1 September menjadi tanggal peringatan berdirinya Gedung Gereja Lembong Rintulu Mamahan. Pada tahun 1966 sampai 1970 pemimpin jemaat masih di sebut dengan sebutan penolong jemaat dan pada tahun 1970 sampai 1984 diubah menjadi guru jemaat, kemudian pada 1984 sampai 2005 kembali diubah menjadi ketua jemaat dan sejak 2005 sampai sekarang namanya menjadi ketua BPHMJ (Badan Pelaksana Harian Majeis Jemaat) yang sekarang dijabat oleh Pdt. Sarah Manutur, S.Th.27 Gereja Lembong Rintulu Mamahan menekankan perannya berdasarkan pada panggilan Allah yang dimengerti sebagai pemberian anugerah, tugas tanggung jawab dari Allah kepada umat-Nya. Pada sisi lain, peranan tersebut diwujudkan sesuai dengan talenta, kemampuan dan keahlian dalam anggota jemaat. Berdasarkan hal inilah Gereja Lembong Rintulu Mamahan menghayati pelayaanannya baik Diakonia, Koinonia dan Marturia yang adalah tugas dan panggilan Gereja di tengah-tengah dunia.28

Struktur organisasi Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan terdiri dari 1 ketua, wakil ketua dan 7 orang anggota BPHJ, 3 orang anggota BPPPJ, 3 orang anggota MPPJ, 5 orang koordiantor Pelka (pelayanan kategorial), 12 penatua kelompok rumah tangga, 24 diaken kelompok rumah tangga dan 2 orang kostor gereja. Perlu untuk ketahui juga bahwa dari struktur organisasi yang ada, sebagian besar pejabat gereja diduduki oleh para pegawai. Secara keseluruhan, anggota Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan berjumlah kurang lebih 800 Orang yang terdiri dari 12 kelompok rumah tangga (KTR) dan masing-masing KRT terdiri dari kurang lebih 20 – 25 kepala keluarga (KK). Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan 21 orang informan yang terdiri dari masing-masing kategori baik sebagai pejabat gereja maupun sebagai anggota jemaat. Dari informan ini, kemudian penilis memilih 10 orang yang menjadi informan kunci antara lain: 1 orang pendeta jemaat, 2 orang penatua, 2 orang

26 W.Saide (wakil sekretaris jemaat) wawancara, 20 Mei 2019, pukul 17.30 27 A.R Arundaa (wakil ketua jemaat) wawancara, 20 Mei 2019, pukul 19.38 28 Pdt. S. Manutur (Pendeta jemaat) wawancara, 13 Mei 2019, pukul 15.30

(26)

16

diaken, 1 orang komisi Diakonia jemaat, 2 orang anggota jemaat sebagai penerima Diakonia dan 2 orang anggota jemaat yang bukan penerima Diakonia.

Secara geografis Gereja ini terletak di Desa Mamahan, Kec. Gemeh, Kab. Kepulauan Talaud. Masyarakat Desa Mamahan, secara khusus jemaat Lembong Rintulu Mamahan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kelapa (kopra) di samping itu banyak dari mereka yang memiliki lahan luas dipakai untuk menanam sumber daya alam yang lain seperti pohon pala dan cengkeh. Menurut bapak P.Melale bahwa petani-petani ini masing-masing memiliki lahan yang luas bahakan ada juga para petani yang memiliki tanah lebih dari satu petak dengan luas sekitar kurang lebi 1/2 hektar untuk satu petak sehingga penghasilannya pun berbeda-beda tregantung berapa jumlah petak tanah yang mereka miliki dan jenis tanaman apa yang di tanam. Jika itu tanaman buah cengkeh maka waktu panen setahun sekali atau setahun dua kali. Apabila tanaman buah pala dan buah kelapa maka bisa per triwulan atau tiga bulan sekali panen. Jika dipresentasikan kira-kira ada 80% sebagai petani, 10% sebagai PNS dan 10% sisanya adalah anak-anak yang masih sekolah dan para pensiunan.29 Bertepatan dengan waktu penelitian dilaksanakan, pada saat itu sedang musim panen buah cengkeh sehingga sebagian besar masyarakat desa Mamahan sebagaimana petani pada umumnya hampir setiap hari kegiatan mereka berada di ladang terkecuali pada hari Minggu. Sebagaimana penulis amati, biasanya pada hari Minggu secara bersama dengan anggota keluarga, mereka berangkat beribadah ke gereja.30

Program Diakonia Jemaat

Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan adalah salah satu jemaat mandiri yang juga memperhatikan masalah kemiskinan, hal konkrit dari bentuk perhatian Gereja Lembong Rintulu Mamahan terhadap kemiskinan ini adalah program-program Diakonia yang dibentuk untuk membantu warga jemaat yang lemah dalam bidang ekonomi, contohnya: janda dan duda, mengunjungi orang sakit, orang meninggal dan orang yang mengalami musibah bencana alam.31 Beradasarkan hasil temuan lapangan yang penulis peroleh, bagian yang menarik perhatian khusus penulis ialah kurangnya pemahaman pelayan khusus (majelis jemaat) serta sebagian besar

29 P. Melale (anggota jemaat) wawancara, 08 Juli 2019, pukul 13.40

30 Hasil observasi penulis pada saat sebelum penelitian dan pada saat penelitian 10 Mei 2019 - 23 Mei 2019 di

Gereja Lembong Rintulu Mamahan.

(27)

17

anggota jemaat terhadap pelayanan Diakonia hanya sebagiaan kecil dari majelis jemaat dan anggota jemaat Lembong Rintulu Mamahan yang mengerti tentang pelayanan Diakonia dan mempunyai pandangan bahwa Diakonia perlu dilakukan untuk membantu sesamanya yang membutuhkan bantuan dan berkekurangan dan ingin mewujudnyatakan kasih yang telah Yesus ajarkan. Pelayanan Diakonia di Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan yang kemudian dalam program kerja jemaat disebut sebagai pelayanan kasih, terdapat beberapa program yang dilaksanakan antara lain: pemberian Diakonia duka dari kelompok tumah tangga (KRT) dan kas jemaat, pemberian Diakonia bagi orang sakit dari kelompok tumah tangga (KRT) dan kas jemaat, pemberian Diakonia pada hari raya Natal (tangal 24 Desember 2019) bagi anak cacat, yatim, piatu, janda dan duda disesuaiakan dengan kondisi keuangan jemaat serta membantu musibah bencana alam.32

Diakonia Duka

Pelayanan Diakonia dalam hal membantu keluarga yang berduka, oleh gereja sendiri ada beberapa upaya yang dilakukan yaitu dengan memberikan uang duka yang dikeluarkan dari kas jemaat dan dari masing-masing kelompok rumah tangga (KRT) serta PELKA juga ikut memberikan sumbangan duka. Selain itu sebagai bentuk rasa kepedulian terhadap sesama, sebagian besar anggota jemaat ikut membantu menyiapkan segala keperluan duka. Mulai dari bapak-bapak turut serta dalam pembuatan bangsal yang dipakai untuk ibadah pemakanan, ibu-ibu yang membantu menyiapkan konsumsi dan keperluan lainnya serta anak-anak remaja dan pemuda yang juga turut ambil bagian dalam mempersiapkan segala keperluan.

Dimulai sejak tahun 2013 setiap anggota jemaat diwajibkan memberikan sumbangan duka Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) tiap kepala keluarga dan hal ini berlangsung sampai sekarang, namun tidak membatasi kemungkinan ada juga keluarga-keluarga yang memberikan lebih dari target yang sudah ditentukan.33 Satu hal yang menarik yang menjadi perhatian ketiaka penulis mengamati secara langsung di mana bertepatan saat melakukan penelitian ada salah satu keluarga mengalami kedukaan (keluarga Ilham – Malaa, atas meninggalnya anak mereka yang baru dilahirkan). Selain pemberian sumbangan Diakonia dalam bentuk uang dari kas jemaat dan tiap kelompok rumah tangga (KRT) serta pelka, ada juga yang secara individu maupun atas nama

32 Buku program kerja jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan tahun pelayanan 2019, hal 11. 33 Pdt. S. Manutur (pendeta jemaat) wawancara, 13 Mei 2019, pukul 16.30

(28)

18

keluarga secara langsung manganggi’u onto34 dalam bentuk bahan makanan (beras, gula, tepung, dll) maupun ada juga yang diberikan dalam bentuk uang. Hal ini menjadi satu ciri khas dari jemaat disetiap acara kedukaan baik kedukaan dari anggota jemaat ataupun dari jemaat yang lain, mereka tetap melaksanakan hal tersebut dengan harapan bahwa hal tersebut dapat mempererat tali persaudaraan dan dapat saling berbagi rasa satu dengan yang lainnya.

Diakonia Orang Sakit

Dalam pelaksanaannya bantuan yang untuk orang sakit yang diberikan hanya terbatas pada anggota jemaat yang tercatat sah sebagai warga jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan dan merekalah yang memiliki hak untuk menerima pelayanan Diakonia dalam bentuk bantuan uang. Tetapi hal ini akan berlaku apabila yang bersangkutan (orang yang sakit tersebut) sudah menerima surat rujukan dari puskesmas ke rumah sakit maka akan diberikan baiaya pengobatan sebesar Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Biaya pengobatan ini dikeluarkan dari uang kas jemaat, Tetapi apabila dari pihak keluarga atau yang bersangkutan mengembalikan dana yang diberikan dengan pertimbangan bahwa dia mampu atau dibiayai oleh kantor atau asuransi, maka dana itu akan dimasukkan kembali pada kas jemaat dengan permintaan yang bersangkutan. Namun tidak menutup kemungkinan juga ada dari tiap keluarga atau perorangan yang ikut membantu. Hal ini menjadi perhatian khusus dari penulis karena berdasarkan data dan hasil wawancara dengan pendeta jemaat, bahwa pada tahun 2018 tidak ada program pengeluaran uang kas jemaat untuk Diakonia orang sakit. Hal ini baru dilaksanakan kembali pada tahun 2019. Penyebab utamanya ialah kurangnya pemahaman dari anggota jemaat akan kepedulian terhadap sesama yang mengalami musibah. Bagi mereka uang jemaat hanya untuk pembangunan Gedung ibadah dan kegiatan rohani lainnya.35

Diakonia pada Hari Raya Natal

Jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan adalah memiliki sebuah kegiatan yang menjadi ciri khas dari jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan adalah pemberian Diakonia dalam bentuk sembako pada hari raya natal. Namun beberapa kali juga kegiatan ini di lakukan

34manganggi’u onto dalam bahasan Indonesia dapat diartikan dengan memberikan sumbangan dalam bentuk

barang maupaun uang.

(29)

19

selain pada hari raya natal itu sendiri. Biasanya pemberian sembako ini diberikan kepada janda, duda, anak yatim dan piatu. Penggolongan kategori penerima ini berdasarkan kriteria dan pilihan dari komisi Diakonia dan majelis jemaat sesaat sebeum Diakonia ini diberikan dan yang berhak mendapatkan Diakonia ini adalah anggota jemaat yang tercatat sah sebagai jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan. Program ini berjalan kurang lebih sejak tahun 2012 dan pada tahun 2018 program ini sempat dihentikan dengan alasan dana yang tidak mencukupi sehingga yang memberikan Diakonia bagi janda, duda, anak yatim dan piatu hanyalah dari individu-individu tertentu yang mampu dalam hal ekonomi sehingga pembagian Diakonia itu menjadi tidak merata karena harus dipilih menurut kriteria dan pilihan dari individu atau keluarga yang memberikan. Disetiap kelompok rumah tangga (KRT) program ini juga dilaksanakan dan pengeluarannya berasal dari kas tiap KRT tersebut sehingga jumlahnya juga ditentukan dari majelis KRT yang bersangkutan.

Diakonia Bencana Alam

Sejauh yang penulis amati, jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan belum melakukan Diakonia bencana alam, sebab selama ini daerah sekitar jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan belum mengalami musibah bencana alam. Sehingga jemaat ini pun hanya menjalankan program Diakonia yang lain seperti yang sudah dipaparkan diatas.

Menuju Pelayanan Diakonia Transformatif

Pada perjalannnya Diakonia selalu mengalami perubahan sesuai atau mengikuti perubahan nilai-nilai dan keadaan sosial yang terjadi dalam jemaat. Model Diakonia karikatif sangat terlihat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk hubungan yang terjalin antara penerima Diakonia dengan pemberi Diakonia yang bersifat subyek-obyek. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya perubahan yang signifikan dari jemaat yang menerima bantuan Diakonia. Arah program yang dilaksanakan masih mengarah pada apa yang diinginkan oleh penerima bukan berdasarkan apa yang seharusnya dibutuhkan mereka sehingga dampak yang dihasilkan dari penerima masih bersifat jangka pendek. Jangka pendek yang dimaksud di sini ialah bantuan Diakonia yang diberikan hanya bersifat sementara.

(30)

20

Diakonia adalah salah satu sikap tindakan yang menunjukkaan kasih Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat atau berjemaat secara kehidupan sosial dalam bentuk kesaksian atau bersaksi akan hidup yang saling memperhatikan antara umat satu dengan umat yang lain. Hal tersebut bertujuan supaya aspek Diakonia menjadi milik bersama untuk dikembangkan tanpa ada unsur politis dan keuntungan hidup. Dengan sikap hidup dan tindakan tersebut akan menjadikan seluruh anggota jemaat untuk saling hidup bersama-sama dalam pelayanan ditengah-tengah dunia ini. Mengembangakan kesaksian dan pelayanan di tengah-tengah masyarakat diarahkan pada meningkatnya kepedulian setiap anggota jemaat terhadap sesamanya.

Jemaat Germita Lembong Rintulu Mamahan mempunyai pandangan dan pemahaman bahwa pelayanan Diakonia dilakukan untuk mewujud nyatakan kasih kepada sesama. Artinya bahwa pelayanan dalam jemaat harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pelayanan Diakonia adalah pelayanan nyata bagi sesama yang membutuhkan dengan demikian hal ini menjadi tugas dari seluruh warga jemaat. Di dalam gereja, pelayanan Diakonia menjadi nyata ketika pelayanan itu menyentuh mereka yang miskin, yang sakit, berduka, maupun mereka yang membutuhkan ketenangan jiwa. Diakonia tidak hanya terbatas dalam membantu sesama secara materi, tetapi lebih dari itu ialah menujukkan kasih dan kepedulian dengan menghibur dan membagikan semangat hidup bagi mereka yang membutuhkannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka penulis melihat adanya ketimpangan dalam trusktur kepemimpinan jemaat dimana para pemegang kekuasaan atau para pejabat gereja dipegang oleh para PNS yang sebetulnya basis kepemilikan jemaat mayoritas adalah para petani. Jika melihat lagi program-program Diakonia yang sudah dilaksanakan, besar kemungkinan apa yang ada dalam program Diakonia jemaat hanya berdasarkan tolak ukur para PNS dengan melihat konsep apa yang cukup bagi mereka, itu yang mereka terapkan dalam program pelaksanaan Diakonia jemaat sehingga bagi penulis ini merupakan salah satu faktor penyebab pelaksanaan Diakonia jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan hanya sebatas formalitas atau pemberian begitu saja.

Dalam upaya memahami kebutuhan jemaat, alangka lebih baik apabila melibatkan orang-orang yang dalam artian mereka yang memiliki kebutuhan tersebut sehingga persoalan kebutuhan jemaat bisa terjawab. Jika awalnya pemberian Diakonia hanya sebatas sembako yang dalam jangka pendek akan habis, maka bisa saja sembako tersebut diganti dengan barang-barang yang mereka

(31)

21

perlukan berdasarkan kebutuhan profesi mereka. Misalnya para petani yang menerima sumbangan Diakonia yang sebelumnya berupa sembako di ganti dengan pupuk, sabit atau alat pertanian lainnya. Untuk para nelayan misalnya sembako tersebut diganti dengan peralatan melaut yang berguna sampai pada janggka panjang. Sehingga orientasi Diakonia tidak sebatas pada Diakonia karikatif tetapi ada peluang yang mengarah pada bentuk Diakonia reformatif.

Kesadaran jemaat akan sebuah pelayanan Diakonia sebagai suatu bentuk kesaksian dalam pelayanan mereka, membawa jemaat pada satu tindakan nyata sebagai bentuk pelayanan Diakonia yaitu pemberian iuran duka dan orang sakit. Berdasarkan data yang ada, bahwa per kepala keluarga diwajibkan memberikan sumbangan sebesar Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah) per bulannya, maka hal menarik untuk di lihat lebih jauh lagi ialah pengelolaan dari uang tersebut. Sejauh ini uang telah terkumpul dari sumbangan per KK hanyalah di simpan begitu saja oleh komisi Diakonia. Namun apabila ada yang sakit dan berduka maka uang tersebut akan di pakai sesuai dengan kebutuhannya.

Untuk Diakonia orang sakit, dalam jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan memang sudah kembali dilaksanakan di tahun 2019 setelah sempat diberhentikan pada tahun 2018. Dalam bentuk pelayanan terhadap orang sakit, bentuk yang sangat jelas terlihat adalah bentuk Diakonia karikatif, akan tetapi setelah melakukan penggalian lebih dalam lagi terhadap anggota jemaat baik yang sudah perna di kunjungi maupun majelis jemaat yang bertugas sebagai pelawat, terungkap bahwa setelah mereka (majelis jemaat) mengetahui akan keadaan dari jemaat tersebut mulai dari jenis penyakit apa yang ia derita, bagaimana perkembangan kesehatannya, barulah mereka datang untuk mendoakan jemaat tersebut dan memberikan Diakonia bagi orang sakit dalam bentuk uang untuk membantu proses pengobatan yang bersangkutan.

Berdasarkan realita yang terjadi di Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan, sesungguhnya dari jemaat sendiri sudah ada kesadaran akan pelayanan Diakonia walaupun masih sebagian kecil, namun gereja tidak boleh lepas tangan dan membiarkan jemaat berkembang dengan pemahaman yang masih sempit. Gereja juga perlu untuk selalu memberikan pemahaman bagi setiap anggota jemaatnya akan kesadaran pelayanan itu sendiri. Pada kenyataannya yang terjadi dalam Jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan malah sebaliknya, gereja juga masih kurang memahami arti Diakonia itu sendiri sehingga kesadaran jemaat untuk membatu orang berduka,

(32)

22

mengunjungi orang sakit masih lebih baik dibandingkan dengan program Diakonia gereja yang sudah ada.

Dari hal tersebut penulis bisa melihat bahwa adanya peluang untuk mengembangkan bentuk Diakonia di jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan pada bentuk Diakonia reformatif bahkan bisa jadi sampai pada transformatif. Dalam hal ini yang menjadi kunci utama bukan terletak pada seberapa besar dana yang dimiliki oleh jemaat sehingga jemaat bisa mengembangkan bentuk Diakonia yang ada tetapi poinnya terletak pada adanya kesadaran pelayanan dari jemaat itu sendiri. Kesadaran untuk melayani sesama menjadi acuan dalam proses pengembangan bentuk Diakonia jemaat. Alat ukur yang penulis pakai dalam melihat bentuk Diakonia apa yang sedang jemaat praktekkan sekarang dan peluang apa yang yang ada di jemaat ialah berdasarkan apa yang diberikan dan seberapa jauh pemahaman jemaat tentang pelayanan Diakonia itu sendiri.

Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpukan bahwa dari berbagai pelayanan dikonia yang sudah terlaksana di jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan, maka pelayanan diakonia di jemaat tersebut masih bersifat karikatif. Berdasarkan realita yang terjadi di jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan, terlihat juga bahwa jemaat ini membutuhkan suesuatu yang baru dari pelayanan diakonia yang sudah ada. Diakonia yang diharapkan ialah diakonia yang memberdayakan jemaat. Diakonia yang tidak menciptakan ketergantungan bagi jemaat sehingga jemaat dapat tumbuh menjadi jemaat yang mandiri tanpa adanya ketergantungan dari pemberian diakonia terlebih khusus diakonia hari raya natal. Dari penelitian ini juga penulis melihat bahwa adanya peluang yang besar bagi jemaat GERMITA Lembong Rintulu Mamahan dalam mengembangkan bentuk pelayanan Diakonia Karikatif menuju Diakonia Reformatif bahkan jika memungkinkan bisa mengarah pada bentuk diakonia Transformatif.

Saran

Gereja perlu merespon berbagai persoalan diakonia yang terjadi di jemaat denagn membangun pelayanan diakonia yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh jemaat.

(33)

23

sebagaimana realita profesi pekerjaan jemaat 80% sebagai petani, maka gereja diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pertanian agar mampuh menciptakan para petani yang mandiri bahkan mampuh menciptakan peluang kerja bagi yang lainnya. Upaya lain, gereja perlu memikirkan peningkatan kesejahteraan petani melalui pemberdayaan para petani dengan memberikan bantuan diakonia tidak lagi dalam bentuk sembako melainkan menggantinya dengan alat pertanian seperti pupuk dan sabit. Untuk mendukung konsep diakonia seperti itu, mesti diakarkan pada pemahaman teologi terhadap diakonia yang kontekstual.

Dalam upaya meningkatkan bentuk pelayanan dikonia jemaat dari bentuk Karikatif menuju bentuk diakonia transformative maka diharapkan untuk terus mengembangkan bentuk-bentuk pelayanan yang sudah ada dalam jemaat dengan memanfaatkan peluang SDM dalam jemaat dalam penyusunan program-program dikonia sesui kebeutuhan jemaat. Dalam kaitan itu, pelatihan dan pendampingan terhadap warga jemaat perlu untuk dilaksanakan sehingga pemahaman akan pelayanan Diakonia tidak hanya terbatas pada pemberian secara sukarela saja tetapi jemaat mampuh memberi respon terhadap persoalan diakonia bahkan jemaat itu sendirilah yang menjadi pelaku-pelaku diakonia.

(34)

24

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L. Ch. Sekitar Diakonia Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976.

Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia. Yokyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008.

Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.

Fletcher, Verne H. Lihatlah Sang Manusia – Ustu Pendekatan Pada Etika Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

GERMITA, MPH Sinode. Sejarah Ringkas Berdirinya GERMITA (Gereja Masehi Injili Talaud). Talaud: Unit Percetakan Sinode GERMITA, 2000.

Klinken, J.V. Diakonia, Mutual Helping with justice and Compassion, William B.Eerdmans Pub.Co. Grand Rapids, Michigan, 1989.

Malcolm, Brownlee. Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan; Dasar Teologis bagi Pekerjaan Orang Kristen dalam Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Moleong, L. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya, 1989. Moh, Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indo, 1985.

Noordegraaf A. Orientasi Diakonia Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Rijnardus. A. Van Kooij And Sri Agus Patnaningsih, Yum’ah Tsalatsa. Menguak Fakta, Menata Karya Nyata: Sumbangan Teologi Praktis Dalam Pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontektual. Jakarta: BPK Gungung Mulia, 2008

Singgih, Emanuel Gerrit. Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong Abad ek-21, Jogjakarta: Kanisius 1997.

Widyatmadja, Jesef P. Diakonia Sebagai Misi Gereja. Yokyakarta: Kanisius 2009.

Widyatmadja, Jesef P. Yesus & Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan Teologi Rakyat di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

yang dilaksanakan oleh GPIB Bukit Harapan Surabaya berupa bantuan langsung yang diberikan. kepada jemaat, khususnya ketika jemaat

Tidak ada upaya pemberdayaan manusia, tidak membebaskan rakyat kecil dari belenggu struktur yang tidak adil, dan tidak memiliki fokus seperti yang dicanangkan oleh

Terlihat pada kinerja pegawai di Kantor Desa Penggalian sudah mampu menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai Badan Penyelenggara Pelayanan di Desa Penggalian dengan

Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga

Puji syukur yang tak henti penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena hikmat dan perkenanan-Nya penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Peran Gereja

Oleh sebab itu, sasaran diakonia atau pelayanan yang merupakan salah satu dari bagian tri tugas gereja tidak hanya mengarah ke dalam komunitas gereja sendiri, melainkan juga

Tidak ada upaya pemberdayaan manusia, tidak membebaskan rakyat kecil dari belenggu struktur yang tidak adil, dan tidak memiliki fokus seperti yang dicanangkan oleh

Rumah sakit tetap menjaga kualitas pelayanan yang ada dengan menambah pelayanan baru yang dibutuhkan masyarakat selama pandemi, melakukan revisi terhadap tarif pelayanan menjadi lebih